BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Organisasi Seseorang akan ...

39
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Organisasi Seseorang akan selalu mendambakan penghargaan terhadap hasil pekerjaanya dan mengharapkan imbalan yang adil. Penilaiaan kinerja perlu dilakukan subyektif mungkin karena akan memotivasi karyawan dalam melakukan kegiatannya. Disamping itu pula penilaan kinerja dapat memberikan informasi untuk kepentingan pemberian gaji, promosi dan melihat perilaku karyawan. Berbagai macam jenis pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan tentunya membutuhkan kriteria yang jelas, karena masing-masing jenis pekerjaan tentunya mempunyai standar yang berbeda-beda tentang pencapaian hasilnya. Makin rumit jenis pekerjaan, maka standard operating procedure yang ditetapkan akan menjadi syarat mutlak yang harus dipatuhi. Perkembangan Ilmu Pengetahuan yang sangat pesat telah melahirkan ukuran kinerja terbaru yang disebut Balanced Scorecard yang dicetuskan oleh Robert S Kaplan dan David C Norton. Ukuran kinerja yang terakhir ini sudah mendekati ukuran ideal karena selain ukuran keuangan juga diukur aspek non keuangan. Dalam metode pengukuran ini terdapat empat persepektif yang berbeda yaitu : 1) perspektif keuangan, yaitu pengukuran kinerja keuangan yang mengarah kepada perbaikan, perencanaan, implementasi, dan pelaksanan strategis; 2) perspektif pelanggan, yaitu menilai kinerja berdasarkan kepuasan pelanggan atas produk atau jasa yang bernilai lebih bagi konsumen; 3) perspektif 12

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Organisasi Seseorang akan ...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Organisasi Seseorang akan ...

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kinerja Organisasi

Seseorang akan selalu mendambakan penghargaan terhadap hasil

pekerjaanya dan mengharapkan imbalan yang adil. Penilaiaan kinerja perlu

dilakukan subyektif mungkin karena akan memotivasi karyawan dalam

melakukan kegiatannya. Disamping itu pula penilaan kinerja dapat memberikan

informasi untuk kepentingan pemberian gaji, promosi dan melihat perilaku

karyawan. Berbagai macam jenis pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan

tentunya membutuhkan kriteria yang jelas, karena masing-masing jenis pekerjaan

tentunya mempunyai standar yang berbeda-beda tentang pencapaian hasilnya.

Makin rumit jenis pekerjaan, maka standard operating procedure yang ditetapkan

akan menjadi syarat mutlak yang harus dipatuhi.

Perkembangan Ilmu Pengetahuan yang sangat pesat telah melahirkan

ukuran kinerja terbaru yang disebut Balanced Scorecard yang dicetuskan oleh

Robert S Kaplan dan David C Norton. Ukuran kinerja yang terakhir ini sudah

mendekati ukuran ideal karena selain ukuran keuangan juga diukur aspek non

keuangan. Dalam metode pengukuran ini terdapat empat persepektif yang berbeda

yaitu : 1) perspektif keuangan, yaitu pengukuran kinerja keuangan yang mengarah

kepada perbaikan, perencanaan, implementasi, dan pelaksanan strategis;

2) perspektif pelanggan, yaitu menilai kinerja berdasarkan kepuasan pelanggan

atas produk atau jasa yang bernilai lebih bagi konsumen; 3) perspektif

12

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Organisasi Seseorang akan ...

operasional, yaitu menilai kinerja berdasarkan inovasi, operasi, dan layanan purna

jual; dan 4) perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, yaitu mengukur kinerja

berdasarkan kemampuan pegawai mencakup tingkat kepuasan pegawai,

kemampuan sistem informasi, motivasi, pembelajaran dan keserasian individu

perusahaan.

Mangkunegara (2006) menyatakan kinerja dapat didefinisikan sebagai

hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dapat dicapai oleh seseorang

pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan

kepadanya. Evaluasi kinerja adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis

untuk mengetahui hasil pekerjaan karyawan dan kinerja organisasi.

Simamora (2001) mengartikan kinerja sebagai tingkat peran karyawan

mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan. sedangkan Dharma (2002)

mendefinisikan kinerja sebagai sesuatu yang dikerjakan, produk atau jasa yang

dihasilkan seseorang atau sekelompok orang. Pengertian tersebut, melihat kinerja

dari dua sisi, yaitu dari sisi individu dan dari sisi organisasi.

Bernardin (2003), mengartikan kinerja sebagai suatu catatan perolehan

yang dihasilkan dari tertentu dan kegiatan selama suatu periode waktu tertentu.

Sehingga apabila prestasi kerja atau produktivitas kerja karyawan setelah

mengikuti pengembangan, baik kualitas maupun kuantitas kerjanya meningkat,

fungsi suatu pekerjaan maka berarti metode pengembangan yang ditetapkan

cukup baik (Hasibuan, 2007).

Jusi dalam Moeljono (2003), beberapa indikator kinerja yang berdasarkan

produktivitas pelayanan nasabah adalah berupa etos kerja, keselarasan dengan

13

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Organisasi Seseorang akan ...

nasabah, kemampuan penanganan masalah yang dihadapi nasabah, kepuasan

nasabah, perhatian organisasi terhadap karyawan yang cakap/mampu dan dapat

diberdayakan (empowered), serta upaya peningkatan mutu, jasa dan proses yang

dilakukan oleh organisasi.

Kotler (1994) berpendapat bahwa pelayanan adalah aktivitas atau hasil

yang dapat ditawarkan oleh suatu lembaga kepada pihak lain yang biasanya tidak

kasat mata, dan hasilnya tidak dapat dimiliki oleh pihak lain tersebut. Menurut

Hadipranata (Sutrisno, 2010) pelayanan adalah aktivitas tambahan di luar tugas

pokok yang diberikan kepada konsumen, pelanggan atau nasabah, serta dirasakan

baik sebagai penghargaan maupun penghormatan.

CEO Wall-Mart, Sam Walton (Tika 2010) menyatakan bahwa tujuan

perusahaannya adalah untuk memenuhi pelayanan pelanggan yang bukan hanya

terbaik, tetapi juga melegenda, sebab keberhasilan suatu organisasi bisa dilihat

dari kualitas layanan yang dapat memberikan kepuasan maksimal bagi konsumen.

Terlebih lagi untuk perusahaan jasa, pentingnya peran pelayanan memberikan

makna yang lebih jauh, bahwa pada akhirnya apabila timbul persaingan, bukanlah

semata-mata persaingan dari segi produk yang dihasilkan, tetapi lebih daripada itu

yakni persaingan dari segi pelayanan yang diberikan kepada konsumen.

Moeljono (2003), bagi perusahaan jasa, seperti bank, apabila

pelayanannya tidak optimal, sulit diharapkan akan dapat mempertahankan

kesetiaan nasabahnya. Pelayanan nasabah bukan sekedar bermaksud melayani,

tetapi merupakan upaya untuk membangun suatu kerja sama jangka panjang

dengan prinsip saling menguntungkan. Proses ini sudah dimulai sebelum terjadi

14

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Organisasi Seseorang akan ...

transaksi hingga tahap evaluasi setelah transaksi. Pelayanan nasabah yang baik

adalah bagaimana mengerti keinginan konsumennya.

Gibson et al. (1995) menyatakan kinerja sebagai “The Outcome of Jobs which

relate to the purpose of the organization such as quality, efficiency and any other

criteria of effectiveness. Sedangkan Bernadin (2003) mendefinisikan kinerja

sebagai “The record of outcomes produced on a specified job function,activity, or

behavior during a specified time period.” Dengan demikian dapat dinyatakan

bahwa kinerja organisasi adalah prestasi akhir dari suatu organisasi dan

mengandung beberapa hal, seperti adanya target tertentu yang dicapai, memiliki

jangka waktu dalam pencapaian target dan tercapainya efisiensi dan efektifitas.

Penelitian ini akan memggunakan konsep pengukuran kinerja organisasi

hanya dari aspek perspektif pelanggan, yang menilai kinerja organisasi

berdasarkan kepuasan pelanggan atas pelayanan, produk, dan jasa yang bernilai

lebih bagi pelanggan. yang meliputi; 1) kecepatan, 2) kualitas, 3) layanan, dan 4)

nilai. (Furtwengler,2002).

Ukuran ini menjadi semakin penting dalam mencapai dan

mempertahankan keunggulan bersaing. Keempat alat ukur kinerja organisasi yang

fokus pada pelanggan menurut Furtwengler, (2002) dapat dijelaskan sebagai

berikut.

1) Kecepatan, dalam hal ini adalah kemampuan setiap karyawan dalam

memberikan pelayanan terhadap para pelanggan atau nasabah, baik

pelanggan internal maupun pelanggan eksternal yang sesuai dengan

Standard Operating Procedure (SOP).

15

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Organisasi Seseorang akan ...

2) Kualitas, adalah kecepatan dalam memberikan pelayanan, pelayanan tanpa

kualitas adalah sia-sia. Pelayanan yang cepat dan berkualitas dapat

membuat para pelanggan merasa puas, dapat menghemat waktu dan biaya.

3) Layanan, adalah layanan yang diberikan oleh setiap karyawan sesuai

dengan jenis pekerjannya yang diberikan pada semua pelanggan baik

internal maupun ekternal akan sangat mendukung kecepatan dan kualitas

pelayanan.

4) Nilai, adalah setiap pelanggan menginginkan nilai layanan yang cepat dan

berkualitas sesuai dengan harapan pelanggan.

2.2 Budaya Organisasi

Budaya organisasi pada bagian ini akan memaparkan kajian budaya yang

dilakukan oleh para ahli antara lain : Hopstede (1994), Robbin (2007), Schein

(1999), Denison (1990), Kotter and Hesket (1994), serta budaya daerah Bali yang

dikaji dalam falsafah kultur Bali yaitu Tri Hita Karana.

Hopstede (Deresky, 2000), mendefinisikan budaya organisasi sebagai

keseluruhan pola pemikiran, perasaan dan tindakan dari suatu kelompok sosial

yang membedakan dengan kelompok sosial yang lain. Setelah mempelajari

budaya organisasi di berbagai negara yang akhirnya melahirkan empat dimensi

budaya, yaitu : individu-kolektif (Individualism-collectivism), jarak kekuasaan

(power distance), maskulin-feminin (masculinity-feminity), penghindaran

ketidakpastian (un certainty avoidance). Individualisme berarti kecenderungan

akan kerangka sosial yang terajut longgar dalam masyarakat dimana individu

dianjurkan untuk menjaga diri mereka sendiri dan keluarga dekatnya.

16

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Organisasi Seseorang akan ...

Kolektivisme berarti kecenderungan akan kerangka sosial yang terajut ketat

dimana individu dapat mengharapkan kerabat, suku, atau kelompok lainnya

melindungi mereka sebagai ganti atas loyalitas mutlak. Isu utama dalam dimensi

ini adalah derajat kesaling-tergantungan suatu masyarakat diantara anggota-

anggotanya. Hal ini berkait dengan konsep diri masyarakat : "saya” atau "kami".

Jarak kekuasaan merupakan suatu ukuran dimana anggota dari suatu masyarakat

menerima bahwa kekuasaan dalam lembaga atau organisasi tidak didistribusikan

secara merata. Hal ini mempengaruhi perilaku anggota masyarakat yang kurang

berkuasa dan yang berkuasa. Orang-orang dalam masyarakat yang memiliki jarak

kekuasaan besar menerima tatanan hirarkis dimana setiap orang mempunyai suatu

tempat yang tidak lagi memerlukan justifikasi. Orang-orang dalam masyarakat

yang berjarak kekuasaan kecil menginginkan persamaan kekuasaan dan menuntut

justifikasi atas perbedaan kekuasaan. Isu utama atas dimensi ini adalah bagaimana

suatu masyarakat menangani perbedaan diantara penduduk ketika hal tersebut

terjadi. Hal ini mempunyai konsekuensi jelas terhadap cara orang-orang

membangun lembaga dan organisasi mereka. Penghindaran ketidakpastian

merupakan tingkatan dimana anggota masyarakat merasa tak nyaman dengan

ketidakpastian dan ambiguitas. Perasaan ini mengarahkan mereka untuk

mempercayai kepastian yang menjanjikan dan untuk memelihara lembaga-

lembaga yang melindungi penyesuaian. Masyarakat yang memiliki penghindaran

ketidakpastian yang kuat menjaga kepercayaan dan perilaku yang ketat dan tidak

toleran terhadap orang dan ide yang menyimpang. Masyarakat yang mempunyai

penghindaran ketidakpastian yang lemah menjaga suasana yang lebih santai

17

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Organisasi Seseorang akan ...

dimana praktek dianggap lebih dari prinsip dan penyimpangan lebih dapat

ditoleransi. Isu utama dalam dimensi ini adalah bagaimana suatu masyarakat

bereaksi atas fakta yang datang hanya sekali dan masa depan yang tidak diketahui.

Apakah ia mencoba mengendalikan masa depan atau membiarkannya berlalu.

Seperti halnya jarak kekuasaan, penghindaran ketidak pastian memiliki

konsekuensi akan cara orang-orang mengembangkan lembaga dan organisasi

mereka. Maskulinitas berarti kecenderungan dalam masyarakat akan prestasi,

kepahlawanan, ketegasan, dan keberhasilan material. Lawannya, feminitas berarti

kecenderungan akan hubungan, kesederhanaan, perhatian pada yang lemah, dan

kualitas hidup. Isu utama pada dimensi ini adalah cara masyarakat

mengalokasikan peran sosial atas perbedaan jenis kelamin. Secara skematis

dimensi budaya Hopstede dapat diiktisarkan sebagai berikut pada Gambar 2.1

Hofstede’s Four Dimensions ofCulture : A Summary

Collectivistic Individualism/Collectivism Individualistic

Low power distance Power Distance High power distance

Low uncertainty Uncertainty AvoidanceHigh uncertainty Avoidance avoidance

Feminime Masculinity/Feminimity Masculine

Gambar 2.1 : Model Dimensi Budaya Hopstede.

Sumber : Deresky (2000)

18

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Organisasi Seseorang akan ...

Kajian Budaya Organisasi memberikan arti sebagai a system of shared

meaning held by members that distinguishes the organization

from other organizations (Robbins, 2007). Dari istilah ini dapat

dikatakan bahwa budaya organisasi merupakan suatu sistem

makna yang dimiliki bersama oleh anggota organisasi, yang

membedakannya dengan organisasi-organisasi lainnya. Kajian

Robbins (2007) tentang budaya organisasi mengatakan bahwa

sistem makna yang dikemukakan merupakan himpunan

karakteristik kunci dari nilai perusahaan tersebut, dan sekurang-

kurangnya ada 7 karakteristik utama, yaitu: 1). innovation and

risktaking ; 2). attention to detail ; 3). outcome orientation ; 4).

people orientation ; 5). team orientation ; 6). stability.

Mengenai sejauhmana budaya organisasi berfungsi, Robbins, (2007)

menyatakan terdapat 5 fungsi budaya organisasi yaitu : (1) berperan menetapkan

tapal batas ; (2) mengantarkan suatu perasaan identitas bagi anggota organisasi ;

(3) mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas dari pada kepentingan

individu sekarang ; (4) meningkatkan stabilitas sistem sosial karena merupakan

perekat sistem sosial yang membantu mempersatukan organisasi ; (5) sebagai

mekanisme kontrol dan menjadi rasional yang memandu dan membentuk sikap

serta perilaku para karyawan.

Dalam kaitannya dengan kinerja dan kepuasan kerja Robins

mengemukakan sebuah model keterkaitan antara keduanya, yaitu budaya yang

kuat akan mengantarkan kepada kinerja yang tinggi dan kepuasan kerja yang

19

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Organisasi Seseorang akan ...

tinggi. Sebaliknya budaya yang lemah akan membawa organisasi kepada kinerja

yang rendah dan kepuasan kerja yang rendah pula. Berikut secara skematis

hubungan ketiga variabel tersebut.

Perceived as

Gambar 2.2 : Model Hubungan Budaya Organisasi terhadap Kinerja dan

Kepuasan Kerja menurut Robins.

Sumber : Robibins, 2007, Organizational Behavior

Kajian budaya organisasi Schein (1999) menyatakan bahwa budaya

organisasi merupakan "a pattern of basic assumptions that a given group has

external adaptation and internal integration, and that have worked well enough

to be considered valid, and therefore, to perceive, think, and feel in relation to

those problems."

Dapat dikatakan bahwa budaya adalah suatu pola asumsi dasar yang diciptakan,

ditemukan atau dikembangkan oleh kelompok tertentu sebagai pembelajaran

untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal yang resmi dan

terlaksana dengan bak dan oleh karena itu diajarkan dan diwariskan kepada

anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat memahami, memikirkan, dan

merasakan terkait dengan masalah-masalah tersebut.

20

Objektif factors:

Innovation and risk taking

Attention to detail Outcome

orietation People orietation Team orietation Agressiveness Stability

Organizational Culture

HI

LOW

Performance

Satisfaction

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Organisasi Seseorang akan ...

Lebih lanjut Schein (1999) dalam karyanya yang berjudul corporate

culture and leadership membagi fungsi budaya organisasi berdasarkan tahap

pengembangannya, yaitu : (1) fase awal merupakan tahap pertumbuhan suatu

organisasi, pada tahap ini fungsi budaya organisasi terletak pada pembeda, baik

terhadap lingkungan maupun terhadap kelompok atau organisasi lain ; (2) fase

pertengahan hidup organisasi, pada fase ini budaya organisasi berfungsi sebagai

integrator karena munculnya sub-sub budaya baru sebagai penyelamat krisis

identitas dan membuka kesempatan untuk mengarahkan perubahan budaya

organisasi ; (3) fase dewasa, pada fase ini budaya organisasi dapat sebagai

penghambat dalam berinovasi karena berorientasi pada kebesaran masa lalu dan

menjadi sumber nilai untuk berpuas diri.

Selain itu Schein dalam Tika (2010) memberikan beberapa asumsi dasar

yang membentuk budaya organisasi. Asumsi dasar ini dapat dipergunakan sebagai

alat untuk menilai budaya suatu organisasi. Beberapa dimensi asumsi dasar

tersebut adalah sebagai berikut.

1) Keterkaitan lingkungan organisasi. Terdapat tiga dimensi dari aspek ini.

Pertama, tentang bagaimana mereka memandang peran organisasi

dalam masyarakat yang mana hal ini dapat dilihat melalui jenis produk

yang dihasilkan atau cara pelayanan yang diberikan, atau dimana pasar

utamanya, atau segmentasi pelanggan yang dibidik. Kedua, tentang apa

pandangan mereka terhadap lingkungan yang relevan dengan organisasi,

apakah lingkungan ekonomi, politik, teknologi, sosial-budaya, atau

yang lainnya. Ketiga, bagaimana pandangan mereka tentang posisi

21

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Organisasi Seseorang akan ...

organisasi terhadap lingkungan, apakah organisasi mendominasi, atau

didominasi oleh, atau seimbang dengan lingkungannya tersebut.

2) Hakikat realitas dan kebenaran. Terdapat empat dimensi dari aspek ini.

Pertama, realitas fisik yang menyangkut persoalan kriteria obyektif atas

fakta. Kedua, realitas sosial yang mempersoalkan konsensus atas opini,

kebiasaan, dogma, dan prinsip. Ketiga, realitas subyektif yang

mempersoalkan pengalaman subyektif atas pendapat, kecenderungan,

dan cita rasa pribadi. Keempat, Mengenai kriteria kebenaran yang

berarti bagaimana kebenaran itu seharusnya ditentukan, apakah oleh

tradisi, dogma, moral atau agama, pendapat orang-orang bijak atau

orang-orang yang berwenang, proses hukum, resolusi konflik, uji coba,

atau pengujian ilmiah.

3) Hakikat sifat manusia. Terdapat dua dimensi dari aspek ini. Pertama,

tentang sifat dasar manusia yaitu apakah manusia pada dasarnya bersifat

baik, buruk, atau netral. Kedua, mengenai perubahan sifat tersebut yaitu

apakah sifat manusia itu tetap (tidak dapat berubah) ataukah dapat

berubah dan disempurnakan ? Mana yang lebih baik misalnya antara

teori X atau teori Y ?

4) Hakikat kegiatan manusia. Dimensi utama dari aspek ini adalah sikap

mental manusia terhadap lingkungan, yaitu apakah proaktif, reaktif,

ataukah harmoni ?

5) Hakikat hubungan antar manusia. Terdapat dua dimensi dari aspek ini.

Pertama, struktur hubungan manusiawi yang memiliki alternatif

22

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Organisasi Seseorang akan ...

linealitas, kolateralitas, atau individualitas. Kedua, struktur hubungan

organisasi yang mempunyai variasi otokrasi, paternalisme, konsultasi,

partisipasi, delegasi, kolegialitas. Selanjutnya Schein (1999)

menambahkan pula dua asumsi dasar lagi dalam karyanya tersebut

sebagai sub dimensi hakikat realitas dan kebenaran. Dua asumsi

tambahan ini adalah sebagai berikut.

6) Hakikat waktu. Terdapat tiga dimensi dari aspek ini. Pertama, arahan

fokus yang menyangkut masa lalu, kini, dan masa mendatang. Kedua,

konsep dasar waktu tentang apakah waktu itu bersifat linear

(monokronik), atau polikronik, atau siklikal. Ketiga, tentang apakah

ukuran waktu yang relevan yang berlaku dalam organisasi tersebut,

yaitu apakah mempergunakan satuan detik, menit, jam, hari, minggu,

bulan, tahun, dan seterusnya.

7) Hakikat Ruang. Terdapat tiga dimensi dalam aspek ini. Pertama,

ketersediaan ruang yang menyangkut apakah ruang itu tersedia, ataukah

tersedia namun terbatas, ataukah terbatas dalam pandangan orang-orang

tersebut. Kedua, penggunaan ruang sebagai simbol yang berkenaan

dengan pandangan apakah ruang itu berfungsi sebagai status dan

kekuasaan, atau untuk keakraban, atau berfungsi sangat pribadi. Ketiga,

fungsi ruang sebagai norma 'jarak', yaitu jarak antara formal-informal,

dan jarak antara sahabat-teman, serta jarak dalam pertemuan dan

hubungan dengan orang luar.

23

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Organisasi Seseorang akan ...

Lebih lanjut Schein, (1999) mengkaitkan budaya organisasi terhadap

kepemimpinan. Dikemukakan bahwa terdapat dua mekanisme pemimpin dan

kelompok dalam menanamkan dan mewariskan budaya organisasi, yaitu sebagai

berikut.

1) Mekanisme utama pewarisan yang terdiri dari 5 (lima) macam mekanisme

utama yang sangat berpotensi dalam usaha menanamkan budaya organisasi

yaitu : apa yang diperhatikan, diukur dan dikendalikan oleh pemimpin; reaksi

para pemimpin terhadap berbagai bisnis terutama jika terjadi krisis; model

peranan, pelatihan dan pengajaran terkait dengan panutan seorang pemimpin;

kriteria imbalan dan status; kriteria perekrutan, seleksi, promosi, pensiun, dan

ekskomunikasi.

2) Mekanisme sekunder artikulasi dan perkuatan yang terdiri dari : menyusun

design dan struktur organisasi; sistem dan prosedur organisasi; mendesign

ruang fisik dan ruang kantor; menanamkan sejarah, kejadian-kejadian dan

orang-orang penting ; pernyataan formal filosofi organisasi, keyakinan dan

piagam.

Nimran, (2004) juga mengkaitkan antara budaya organisasi terhadap

motivasi kerja. Budaya organisasi dalam kajian ini dapat ditemukan dalam tiga

tingkatan yaitu : Artifac, esposed value, dan underlyng assumption. Dikatakan

bahwa Budaya organisasi sebagai pencerminan sifat-sifat atau ciri-ciri yang

terdapat dalam lingkunan kerja dan muncul karena adanya kegiatan dalam

organisasi, yang dilakukan secara sadar atau tidak, dan dianggap mempengaruhi

perilaku, sehingga budaya yang ada pada perusahaan dapat dipandang sebagai

24

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Organisasi Seseorang akan ...

kepribadian organisasi. Hal ini berarti bahwa dalam meningkatkan motivasi kerja

sangat ditentukan oleh budaya organisasi yaitu kesetiakawanan, saling percaya

dan rasa hormat sehingga dapat meningkatkan motivasi kerja karyawan.

Kajian budaya organisasi Denison (1990), mengemukakan bahwa ada

empat prinsip integratif mengenai hubungan timbal balik antara budaya organisasi

dan efektifitas kerja perusahaan. Keempat prinsip ini diberi nama empat sifat

utama (main cultural traits) yang menyangkut keterlibatan (involvement),

konsistensi (concistency), adaptabilitas (adaptibility), dan misi (mission).

Keempat sifat utama tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

1) Keterlibatan (involvement).

Keterlibatan merupakan faktor kunci dalam budaya organisasi.

Keterlibatan yang tinggi dari anggota organisasi berpengaruh terhadap kinerja

perusahaan khususnya menyangkut manajemen, strategi perusahaan, struktur

organisasi, biaya-biaya transaksi, dan sebagainya. Nilai-nilai, norma-norma, dan

tradisi organisasi bisa merupakan konsensus bagi anggota organisasi untuk

melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan organisasi

2) Konsistensi (concistency).

Konsistensi menyangkut keyakinan, nilai-nilai, simbul dan peraturan-

peraturan mempunyai pengaruh terhadap kinerja perusahaan khususnya

menyangkut, metode melakukan bisnis, perilaku karyawan dan tindakan-tindakan

bisnis lainnya.

25

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Organisasi Seseorang akan ...

3) Adaptabilitas (adaptibility)

Ada tiga aspek adaptabilitas yang mempunyai dampak pada efektifitas

organisasi, yaitu sebagai berikut.

(1) Kemampuan untuk menyadari dan bereaksi pada lingkungan ekternal.

(2) Kemampuan untuk bereaksi pada lingkungan internal.

(3) Kemampuan untuk bereaksi pada pelanggan internal maupun ekternal.

Ketiga aspek di atas merupakan hasil perkembangan dari asumsi-asumsi, nilai-

nilai, dan norma-norma dasar yang memberikan struktur dan arah bagi organisasi.

4) Misi (Mission).

Penghayatan misi memberikan dua pengaruh besar pada fungsi

perusahaan: (1) menentukan manfaat dan makna dengan cara mendefinisikan

peran sosial dan sasaran eksternal bagi institusi serta mendefinisikan peran

individu berkenaan dengan peran institusi, (2) memberikan kejelasan dan arah/

aturan. Kesadaran akan misi memberikan arah dan sasaran yang jelas yang

berfungsi untuk mendefinisikan serangkaian tindakan yang tepat bagi organisasi

dan para anggotanya. Kedua faktor tersebut memiliki efek positif pada kinerja

organisasi.

Ke empat aspek di atas bisa diintegrasi sebagai berikut.

1) Keterlibatan dan konsistensi memberikan dinamika internal sebuah organisasi,

tetapi tidak membicarakan interaksi dengan lingkungan ekternal.

2) Adaptabilitas dan penghayatan misi memfokuskan hubungan antara organisasi

dengan lingkungan ekternal.

26

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Organisasi Seseorang akan ...

Cara lain untuk dapat digunakan untuk mengintegrasikan adalah sebagai berikut.

1) Keterlibatan dan adaptabilitas merupakan pasangan yang menekankan

kapasitas organisasi pada fleksibilitas dan perubahan;

2) Konsistensi dan penghayatan misi berorientasi pada stabilitas.

Secara Skematis dimensi budaya Denison dapat dilihat dalam gambar berikut :

Error: Reference source not found

Gambar 2.3 : Model dimensi budaya Denison (1990)

Sumber : Tika, Budaya Organisasi, 2010.

Kajian budaya organisasi Kotter and Heskett (1992) menyatakan budaya

perusahaan adalah nilai dari praktek yang dimiliki bersama diseluruh kelompok

dalam suatu perusahaan, sekurang-kurangnya dalam manajemen senior. Budaya

dalam suatu organisasi terdiri dari nilai yang dianut bersama dan norma perilaku

kelompok. Lebih lanjut Kotter and Heskett (1994) menyatakan bahwa sepanjang

studi yang dilakukan, paling tidak ada 3 macam budaya perusahaan yang mampu

meningkatkan kinerja, yaitu :

(1) budaya yang kuat. Dalam perusahaan yang memiliki budaya perusahaan yang

kuat, hampir semua manajer menganut seperangkat nilai dan metode dalam

menjalankan bisnis yang relatif kosisten. Di sisi lain, pada budaya perusahaan

yang kuat, karyawan baru akan mengadopsi nilai dengan sangat cepat. Dalam

budaya perusahaan yang seperti itu, seseorang manajer bisa saja dikoreksi

27

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Organisasi Seseorang akan ...

oleh bawahannya, selain juga oleh pimpinannya jika melanggar aturan yang

ada;

(2) budaya perusahaan yang mampu meningkatkan kinerja adalah budaya yang

secara strategis cocok, artinya, budaya perusahaan haruslah tepat secara

kontekstual. Konteks yang dimaksud adalah kondisi objektif dari industri

perusahaan tersebut, segmen industri yang dispesifikasi oleh strategi

perusahaan atau strategi bisnis itu sendiri. Semakin besar kecocokan antara

budaya perusahaan dengan strategi yang direncanakan, semakin baik kinerja,

begitu juga sebaliknya.

(3) budaya perusahaan yang adaptif. Hanya budaya yang adaptif dapat membantu

organisasi dalam mengantisipasi dan beradaptasi dengan perubahan

lingkungan. Budaya yang adaptif akan diasosiasikan dengan kinerja yang

superior sepanjang periode waktu yang panjang. Dalam pandangan ini,

dikatakan bahwa ciri budaya perusahaan yang tidak adaptif adalah yang penuh

birokrasi, anggotanya sangat reaktif, menolak resiko dan sangat tidak kreatif,

informasi tidak mengalir cepat dan mudah di seluruh organisasi. Atas dasar

itu, jika ingin membentuk budaya yang adaptif, harus memiliki karakteristik

yang berbeda. Ciri budaya perusahaan yang adaptif adalah siap menanggung

resiko, percaya diri, proaktif terhadap kehidupan perusahaan dan juga

kehidupan individu karyawannya.

2.2.1 Pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja organisasi.

Penelitian dilakukan oleh Gina (2000), peneliti dari University of South

Africa yang berjudul “The relationship between Organisational culture and

28

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Organisasi Seseorang akan ...

Financial performance in a south African Investment Bank, meneliti Bank

Investasi di Afrika selatan dengan sample sebanyak 327 orang pekerja bank

tersebut dengan model pengukuran yang dikemukakan oleh Likert. Tujuan

penelitiannya adalah menemukan keterkaitan budaya organisasi terhadap kinerja

keuangan bank tersebut. Konsep pengukuran budaya organisasi diadopsi dari

survey empat dimensi budaya Denison (Sutriso,2010) yang terdiri dari :

(1) Keterlibatan (Involvement), (2) Konsistensi (concistency), (3) Adaptibilitas

(adaptibility) dan (4) Mission. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa ada

hubungan yang kuat dan positif antara budaya organisasi terhadap kinerja

keuangan.

Penelitian yang dilakukan oleh Denison, peneliti yang masing-masing

berasal dari Stockholm School of Economics dan University of Michigan

Business School yang berjudul “Organizational Culture and Effectiveness : The

case of foreign firm in Russia”, meneliti perusahaan Negara di Rusia, dengan

sample sebanyak 179 perusahaan di Rusia dengan model pengukuran yang

dikemukakan oleh Likert. Tujuan penelitiannya adalah menemukan keterkaitan

budaya organisasi terhadap efektifitas organisasi perusahaan Negara tersebut.

Konsep pengukuran budaya organisasi diadopsi dari survey empat dimensi

budaya Danison (1990) yang terdiri dari : (1) Involpment (2) Consistency (3)

Adaptibility dan (4) Mission.

Efektifitas organisasi diukur berdasarkan : (1) overall performance, (2) Market

share, (3) Sales Grwth, (4) Profitability, (6) Employe Satisfaction, (7) Quality of

product dan (8) service and new product development. Penelitian terhadap empat

29

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Organisasi Seseorang akan ...

dimensi budaya ini yang menentukan efektifitas organisasi perusahaan tersebut,

yaitu : (1) Involpment (2) Consistency, (3) Adaptibility dan (4) Mission. Hasil

penelitiannya menyimpulkan bahwa ada hubungan yang kuat dan positif antara

budaya organisasi terhadap efektifitas organisasi.

Penelitian dilakukan oleh Mark Toncar, Lycoming Collage dan Ilan Alon

(Tika, 2010). Penelitiannya berjudul “Cultural Determinations of International

Franchising: An Empirical Examination of Hofstade’s cultural Dimensions”.

Penelitian ingin menguji empat dimensi budaya yang telah dikembangkan

Hofstede pada perdagangan internasional di sejumlah negara maju antara lain :

(1) Israel ; (2) Yugoslavia; (3) Argentina ; (4) Hungaria ; (5) Hongkong ;

(6) Philipina ; (7) Portugal ; (8) Sweden ; (9) Chile ; (10) Malaysia ; (11)

Denmark ; (12) Nederlands ; (13) Brazil ; (14) Norway ; (15) Finland ; (16)

Columbia ; (17) Australia ; (18) New Zealend ;(19) Ilaty ; (20) Singapore ; (21)

Austria ; (22) Mexico ; (23) Britain ; (24) France and (24) the United State.

Adapun Indikator penelitiannya adalah : (1) Individualis/Collectifism ; (2) Power

Distance ; (3) Uncertainty-avoidance dan (4) Sex-role-Differentiation. Sedangkan

variabel terikatnya adalah GDP perkapita. Hasil penelitiannya menunjukkan

bahwa tiga dari empat dimensi budaya organisasi yang dikembangkan Hofstade

yaitu : (1) Individualis/Collectifism ; (2) Power Distance ; (dan (3) Sex-role-

Differentiation. berpengaruh signifikan terhadap GDP perkapitan di negara

tersebut, sedangkan Uncertainty-avoidance berpengaruh tidak signifikan terhadap

GDP di negara tersebut.

30

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Organisasi Seseorang akan ...

Penelitian yang dilakukan oleh Marina (1998) dari Florida Gulf Coast

Univrsity, Fost Myers, Florida, USA melakukan penelitian dengan judul :

Temporal elements of organizational culture and impact on firm performance.

Tujuan penelitiannya adalah menguji dua elemen temporal budaya organisasi

yaitu polychronicity dan speed value serta pengaruhnya terhadap kinerja

organisasi. Penelitian mengambil data pada 20 perusahaan telekomunikasi dan

perusahaan penerbitan dengan 90 responden. Dengan teknik analisis korelasi

diperoleh kesimpulan bahwa .

1) Terdapat hubungan positif antara polycronicity values dan speed values

secara bersama-sama terhadap kinerja organisasi.

2) Terdapat hubungan positif antara polycronicity values terhadap kinerja

organisasi.

3) Terdapat hubungan positif antara speed values secara bersama-sama

terhadap kinerja organisasi.

4) Terdapat pengaruh positif antara polycronicity values terhadap kinerja

organisasi (dengan dimediasi oleh hypercompetitive environments).

5) Terdapat pengaruh positif antara speed values terhadap kinerja organisasi.

(dengan dimediasi oleh hypercompetitive environments).

Dalam penelitian ini identifikasi variabel budaya organisasi mengacu pada

penelitian yang dilakukan oleh Denison (1990) yang terdiri dari : (1) Involpment

(2) Consistency (3) Adaptibility dan (4) Mission.

2.3 Teori Kepemimpinan

31

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Organisasi Seseorang akan ...

Berbagai teori kepemimpinan telah memperluas khasanah pengetahuan

tentang kepemimpinan yang ditandai dari banyaknya pendapat tentang

kepemimpinan.

Pemimpin adalah seseorang yang karena kecakapan-kecakapan pribadinya

dengan atau tanpa pengangkatan resmi dapat mempengaruhi kelompok yang

dipimpinnya untuk mengarahkan usaha bersama ke arah pencapaian sasaran-

sasaran tertentu (Winardi, 2006). Lebih lanjut Luthans, (2006) mendefinisikan

sebagai proses kelompok, personalitas, pemenuhan perilaku tertentu, persuasi,

kekuatan, tujuan, pencapaian, diferensiasi peran, anisiasi struktur, serta kombinasi

dari dua atau lebih dari hal tersebut.

Menurut Timple (Umar, 2004) pemimpin adalah orang yang menerapkan

prinsip dan teknik yang memastikan motivasi, disiplin, dan produktivitas jika

bekerjasama dengan orang, tugas, dan situasi agar dapat mencapai sasaran

perusahaan. Menurut Hersey dan Blanchard, pemimpin adalah orang yang dapat

mempengaruhi kegiatan individu atau kelompok dalam usaha untuk mencapai

tujuan dalam situasi tertentu. Gannon (Toha,2010) definisi pemimpin yaitu

seorang atasan yang mempengaruhi perilaku bawahannya. Jadi secara garis besar

pemimpin dapat didefinisikan sebagai sosok karismatik yang mampu membuat

keputusan yang baik dan mampu mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan

yang telah ditetapkan. Peran utama pemimpin adalah mempengaruhi orang lain

untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Toha (2010) kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi perilaku

orang lain (para pengikut atau para bawahan) sehingga orang lain mau mengikuti

32

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Organisasi Seseorang akan ...

apa yang menjadi kehendaknya. Dari definisi tersebut, orang lain dapat diartikan

sebagai pengikut atau para bawahan.

Lebih lanjut Fleishman (Gibson, Ivancevich, dan Donnelly, (1995)

menerangkan bahwa kepemimpinan adalah upaya mempengaruhi kegiatan

pengikut melalui proses komunikasi untuk mencapai tujuan tertentu. Definisi ini

menunjukkan bahwa kepemimpinan melibatkan penggunaan pengaruh dan

karenanya semua hubungan dapat merupakan upaya kepemimpinan. Unsur kedua

dari definisi itu menyangkut pentingnya proses komunikasi. Kejelasan dan

ketepatan proses komunikasi mempengaruhi perilaku dan prestasi pengikut. Unsur

lain dari definisi tersebut berfokus pada pencapaian tujuan. Menurut Anoraga,

(1995) kepemimpinan adalah seni mempengaruhi orang lain untuk mengarahkan

kemauan mereka, kemampuan dan usaha untuk mencapai tujuan pimpinan.

Rangkaian kegiatan penataan berupa kemampuan mempengaruhi perilaku

orang lain dalam situasi tertentu agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan

yang telah ditetapkan adalah pengertian kepemimpinan yang dikemukakan oleh

Sutarto(2002). Boone dan Kurtz (Anoraga dan Suyati, 1995) berpendapat bahwa

kepemimpinan merupakan tindakan memotivasi orang lain atau menyebabkan

orang lain melakukan tugas tertentu dengan tujuan untuk mencapai tujuan

spesifik. Sementara Gibson, (1995) mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu

upaya penggunaan jenis pengaruh bukan paksaan (concoersive) untuk memotivasi

orang-orang mencapai tujuan tertentu. Sedangkan menurut Nimran (2004)

kepemimpinan sebagai proses mempengaruhi perilaku orang lain agar berprilaku

seperti yang dikehendaki, juga mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu

33

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Organisasi Seseorang akan ...

proses mempengaruhi aktivitas dari individu atau kelompok untuk mencapai

tujuan dalam situasi tertentu. Demikian pula dengan Davis dan Newstrom (1996)

yang menerangkan bahwa kepemimpinan merupakan proses mendorong dan

membantu orang lain untuk bekerja dengan antusias mencapai tujuan.

Kepemimpinan yang berhasil memerlukan perilaku yang menyatukan dan

merangsang pengikut untuk mencapai tujuan yang ditetapkan dalam situasi

tertentu. Menurut Stoner (Umar, 2004) kepemimpinan adalah proses pengarahan

dan mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan tugas dari para anggota

kelompok.

Jadi di dalam kepemimpinan terdapat seorang pemimpin dan bawahan.

Dari definisi-definisi tersebut jelas bahwa inti dari kepemimpinan adalah

kemampuan mempengaruhi orang lain. Kemampuan mempengaruhi orang lain ini

mempunyai maksud yaitu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan

kata lain, tujuan dari kepemimpinan adalah mempengaruhi orang lain, dalam hal

ini adalah karyawan atau bawahan untuk mencapai tujuan perusahaan. Pencapaian

tujuan perusahaan merupakan cerminan dari keefektifan kepemimpinan seorang

pemimpin. Sedangkan karyawan atau bawahan menilai keefektifan pemimpin dari

sudut kepuasan yang mereka rasakan selama pengalaman kerja secara

menyeluruh. Kepemimpinan menjalankan dua fungsi utama yaitu fungsi “yang

bertalian dengan tugas” atau fungsi pemecahan masalah, dan fungsi “pembinaan

kelompok” atau fungsi sosial.

Menurut Siagian (2003) ada 5 fungsi dari kepemimpinan, yaitu :

1) fungsi penentu arah. Tujuan yang ada pada setiap organisasi dapat dicapai

34

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Organisasi Seseorang akan ...

melalui kerja sama yang dipimpin oleh seorang pemimpin. Keterbatasan sumber

daya organisasi mengharuskan pemimpin mengelola secara efektif. Jadi, arah

yang hendak dicapai oleh organisasi menuju tujuannya harus sedemikian rupa

sehingga mengoptimalkan pemanfaatan dari segala sarana dan prasarana yang

tersedia. Arah yang dimaksud tertuang dalam strategi dan taktik yang disusun oleh

pemimpin. 2) fungsi sebagai juru bicara. Fungsi pemimpin sebagai juru bicara

menekankan pada kemampuan seorang pemimpin untuk berperan sebagai

penghubung antara organisasi dengan pihak-pihak luar yang berkepentingan

(ekstern). 3) fungsi sebagai komunikator. Fungsi pemimpin sebagai komunikator

menekankan pada kemampuannya untuk mengkomunikasikan sasaran-sasaran,

strategi, dan tindakan yang harus dilakukan oleh bawahan (intern). 4) fungsi

sebagai mediator. Kemampuan menjalankan fungsi kepemimpinan selaku

mediator yang rasional, objektif, dan netral merupakan salah satu indikator

efektifitas seorang pemimpin. Hal ini disebabkan karena konflik-konflik yang

terjadi atau adanya perbedaan-perbedaan kepentingan dalam organisasi menuntut

kehadiran seorang pemimpin dalam menyelesaikan permasalahan yang ada.

5) fungsi sebagai integrator. Adanya pembagian tugas, sistem alokasi sumber

daya, dana dan tenaga serta spesialisasi pengetahuan dan keterampilan dapat

menimbulkan sikap, perilaku dan tindakan bermacam-macam sehingga diperlukan

integrator utama pada hirarki puncak organisasi. Integrator itu adalah pemimpin,

semakin tinggi kedudukan seseorang dalam hirarki kepemimpinan dalam

organisasi, semakin penting pula makna peranan tersebut.

35

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Organisasi Seseorang akan ...

Menurut Gibson, Ivancevich, (1995) di dalam mempelajari kepemimpinan

ada banyak teori yang dapat dijadikan acuan. Namun teori-teori tersebut dapat

dikelompokkan ke dalam tiga golongan, yaitu sebagai berikut.

1) Teori Sifat (Trait theory)

Teori sifat merupakan suatu pendekatan yang mempertanyakan sifat-sifat

apakah yang membuat seseorang menjadi pemimpin. Dari teori inilah timbul

pernyataan-pernyataan ilmiah yang mengemukakan bahwa kepemimpinan itu

dilahirkan sebagi pemimpin. Pendekatan ini didasarkan pada asumsi bahwa dapat

ditemukan sejumlah ciri individu terbatas dari pemimpin yang efektif. Unsur-

unsur testing kepegawaian dari manajemen keilmuan dalam kadar yang

signifikan, mendukung teori sifat kepemimpinan. Unsur-unsur testing

kepegawaian tersebut adalah :

(1) kecerdasan (intelligence)

Salah satu penemuan yang penting ialah bahwa perbedaan kecerdasan yang

menyolok antara pemimpin dan pengikutnya mungkin akan tidak fungsional.

Suatu kecenderungan umum menunjukkan bahwa pemimpin lebih cerdas dari

pengikutnya.

(2) kepribadian (personality)

Beberapa hasil riset menunjukkan bahwa sifat kepribadian seperti keuletan,

orisinalitas, integritas pribadi, dan kepercayaan diri berkaitan dengan

36

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Organisasi Seseorang akan ...

kepemimpinan yang efektif. Individu yang menampilkan kepribadiannya

adalah pemimpin yang efektif.

(3) karakteristik fisik (physical characteristic). Studi tentang hubungan antara

kepemimpinan yang efektif dengan karakteristik fisik seperti umur, tinggi, dan

berat badan, dan penampilan mengungkapkan hasil yang bertentangan. Di satu

sisi, tubuh yang terlalu tinggi dan terlalu berat dibanding rata-rata kelompok

tentunya tidak menguntungkan untuk mencapai posisi kepemimpinan, namun

di sisi lain banyak organisasi yang membutuhkan orang dengan fisik yang

besar untuk menjamin kepatuhan pengikutnya.

(4) kemampuan supervisi

Kemampuan supervisi didefinisikan sebagai pendayagunaan segala bentuk

praktek supervisi secara efektif ditunjukkan oleh persyaratan situasi tertentu.

Ciri-ciri kepemimpinan tidak berdiri sendiri, tetapi merupakan kombinasi

dalam upaya mempengaruhi pengikut. Interaksi ini mempengaruhi hubungan

pemimpin dengan pengikut.

2) Teori situasional

Kepemimpinan selanjutnya adalah kepemimpinan situasional yang

mengemukakan bahwa keefektifan kepemimpinan tergantung pada kecocokan

antara kepribadian, tugas, kekuasaan, sikap, dan persepsi. Ada tiga pendekatan

kepemimpinan yang berorientasikan situasi yaitu sebagai berikut.

(1) Model kepemimpinan kontingensi

Karena pentingnya faktor-faktor situasi diketahui, riset kepemimpinan

semakin rumit, dan model-model kontingensi efektivitas pemimpin dirumuskan

37

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Organisasi Seseorang akan ...

untuk menjelaskan interaksi antara karakteristik pemimpin dan situasi. Model-

model kontingensi ini telah berusaha mengidentifisir sifat-sifat pemimpin apa

atau pola perilaku apa yang sesuai dengan jenis-jenis situasi kepemimpinan

tertentu. Teori kontingensi ini dikemukakan oleh Fred Fielder. Model yang

dikembangkan disebut Contingency Model of Leadership effectiveness. Model ini

memuat hubungan antara leadership style dengan favorableness of the situation,

di mana untuk favorableness of the situation digambarkan dalam tiga dimensi

empiris yang meliputi :

a) struktur derajat tugas (The degree of task structure)

b) hubungan antara anggota dengan pemimpin (the leader-member

relationship)

c) kekuatan posisi (the leader’s position power)

Dari hasil analisis Fielder menemukan bahwa dalam situasi yang sangat

favorable dan yang sangat tidak favorable maka tipe leader yang paling efektif

adalah task directed atau otoriter. Namun dalam situasi yang moderate favorable

dan moderate tidak favorable maka tipe leader yang paling efektif adalah human

oriented atau demokratis. Visualisasi dari temuan tersebut dapat dilihat pada

Gambar 2.4.

Task

Directed

Leadership style -

Human Oriented

Democratic

Very 1 Very

Unfavorable Unfavorable Favorable Favorable

38

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Organisasi Seseorang akan ...

Gambar : 2.4 Model Kepemimpinan Fidler, 1992

Dengan menggunakan empat style contingent dari situational factor,

pemimpin mencoba mempengaruhi persepsi bawahan, memotivasi mereka dalam

rangka untuk mencapai keluaran yang berupa kinerja, kepuasan, kejelasan peran

serta kejelasan sasaran. Hal-hal khusus yang dipenuhi oleh pemimpin adalah

sebagai berikut:

1) mengetahui kebutuhan bawahan

2) meningkatkan imbalan (gaji /upah) bawahan

3) membuat alur (path) agar imbalan lebih mudah dicapai

4) membantu bawahan mengklarifikasi harapan

5) mengurangi frustasi

6) meningkatkan peluang kepuasan personal

Pemimpin mencoba untuk membuat alur dari tujuan bawahan semulus

mungkin. Untuk itu pemimpin harus menggunakan style contingent yang cocok.

(2) Model kepemimpinan Vroom-Yetton

Vroom dan Yetton telah mengembangkan sebuah model pengambilan

keputusan kepemimpinan yang menunjukkan jenis-jenis situasi di mana berbagai

tingkatan pengambilan keputusan partisipatif akan tepat. Mereka mencoba

menyediakan suatu model normatif. Pendekatan mereka berasumsi bahwa suatu

39

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Organisasi Seseorang akan ...

gaya kepemimpinan tunggal adalah tepat untuk segala situasi tidak seperti halnya

Fiedler, Vroom dan Yetton berasumsi bahwa pemimpin harus cukup luwes untuk

mengubah gaya kepemimpinan mereka agar sesuai dengan situasi. Fiedler

berpendapat bahwa situasi harus diubah agar cocok dengan gaya kepemimpinan

yang kaku.

(3) Model jalur-tujuan

Model jalur-tujuan mencoba memprakirakan keefektifan kepemimpinan

dalam situasi yang berbeda. Menurut model ini, pemimpin adalah efektif karena

dampak positifnya terhadap motivasi kemampuan bekerja, dan kepuasan

pengikutnya. Dikatakan sebagai jalan-tujuan karena menitikberatkan atas cara

pemimpin mempengaruhi persepsi pengikut tentang tujuan kerja, tujuan

pengembangan diri, dan jalan untuk mencapai tujuan. Beberapa karya pemula

tentang teori jalan tujuan menyatakan bahwa pemimpin akan efektif dengan

menyediakan imbalan bagi bawahan dan menjadikan imbalan tersebut tergantung

pada kemampuan bawahan mencapai tujuan khasnya. Karya pemula jalan-tujuan

ini mengarah pada pengembangan suatu teori yang rumit yang melibatkan empat

gaya khas perilaku pemimpin yaitu direktif, suportif, partisipatif, dan prestasi.

Pemimpin yang direktif cenderung memberikan kesempatan bagi bawahan untuk

mengetahui hal-hal yang diharapkan dari mereka. Pemimpin yang suportif

memperlakukan bawahan sederajat. Pemimpin yang partisipatif berkonsultasi

dengan bawahan dan menggunakan saran dan gagasan mereka sebelum mencapai

keputusan. Pemimpin yang berorientasi prestasi menetapkan tujuan yang

menantang, mengharapkan bawahan berprestasi pada tingkat yang paling tinggi,

40

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Organisasi Seseorang akan ...

dan terus berupaya meningkatkan prestasi. Berbagai studi riset mengungkapkan

bahwa keempat gaya tersebut dapat dipraktekkan oleh pemimpin yang sama

dalam berbagai situasi.

Robbins (2007) menjelaskan Model Jalur-Tujuan sebagai berikut : Hakikat

teori Jalur-Tujuan yang dikembangkan oleh Robert House ini adalah bahwa

merupakan tugas seorang pemimpin untuk membantu pengikutnya dalam

mencapai tujuan mereka dan untuk memberikan pengarahan yang perlu dan/atau

dukungan guna memastikan tujuan mereka sesuai dengan sasaran keseluruhan

dari kelompok atau organisasi. Jalur tujuan diartikan berdasar keyakinan bahwa

pemimpin yang efektif mampu menjelaskan jalur (path) untuk membantu

pengikutnya (staf) berangkat dari mana mereka berada menuju pencapaian tujuan

kerja mereka dan melakukan perjalanan sepanjang jalur secara lebih mudah

dengan mengurangi hambatan dan perangkap. Jadi pencapaian sasaran terhadap

kinerja organisasi/perusahaan akan dapat dicapai dengan tercapainya tujuan kerja

bawahan. Dalam teori Jalur-Tujuan ini, perilaku seorang pemimpin dapat diterima

baik oleh para bawahan sejauh mereka pandang sebagai suatu sumber dari/atau

kepuasan segera atau sebagai sarana bagi kepuasan masa mendatang. Perilaku

seorang pemimpin akan bersifat motivasional apabila (1) mampu membuat

bawahan memerlukan kepuasan yang bergantung pada kinerja yang efektif, (2)

memberikan latihan (coaching), bimbingan, dukungan dan ganjaran yang perlu

bagi kinerja yang efektif. Untuk menguji pernyataan diatas House,

mengidentifikasi empat perilaku kepemimpinan, yaitu : (1) Pemimpin direktif

yang membiarkan bawahan tahu apa yang diharapkan dari mereka, menjadwalkan

41

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Organisasi Seseorang akan ...

kerja untuk dilakukan, dan memberi bimbingan khusus mengenai bagaimana

menyelesaikan tugas. (2) Pemimpin pendukung, bersifat ramah dan menunjukan

kepedulian akan kebutuhan bawahan. (3) Pemimpin partisifatif berkonsultasi

dengan bawahan dan menggunakan saran meraka sebelum mengambil suatu

keputusan. (4) Pemimpin berorientasi prestasi menetapkan tujuan yang

mendatang dan mengharapkan bawahan berprestasi pada tingkat tertinggi mereka.

Menurut House perilaku pemimpin adalah luwes (fleksibel) sehingga teori jalur-

tujuan ini menyiratkan bahwa pemimpin yang sama dapat menampakkan setiap

atau semua perilaku tersebut, bergantung pada situasi. Berarti teori ini

mempertimbangkan variabel yang bersifat situasional, yang meliputi 12 variabel

atau kemungkinan yang melunakan hubungan perilaku-hasil. Secara schematis

teori Jalur-Tujuan sebagaimana Gambar 2.5

42

Hasil :

11.Kinerja 12.Kepuasan

Faktor kemungkinan lingkungan :

5.Struktur tugas6.Sistem otoritas

formal.7.Kelompok kerja

Perilaku pemeimpin

1.Direktif2.Berorientasi prestasi3.Partisipatif4.Mendukung

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Organisasi Seseorang akan ...

Gambar 2.5. Teori Jalur – Tujuan

Sumber : Kartini Kartono, 2000

4) Teori atribusi

Teori atribusi (atribution theory) mengemukakan bahwa pemahaman dan

peramalan tentang reaksi orang terhadap peristiwa di sekitar mereka, ditingkatkan

dengan mengetahui alasan kausal mereka atas kejadian tersebut. Penekanan teori

atribusi terutama menyangkut proses kognitif di mana seseorang mengartikan

perilaku sebagai disebabkan oleh (atau diatribusikan dengan) petunjuk tertentu

dalam lingkungan yang relevan. Teori atribusi mencoba menjelaskan “mengapa”

perilaku terjadi. Pendekatan atribusi dimulai dengan pandangan bahwa pemimpin

pada dasarnya adalah seorang pengolah informasi. Dengan kata lain, pemimpin

mencari berbagi petunjuk yang bersifat informasi yang menerangkan alasan

terjadinya sesuatu, dan dari petunjuk itu pemimpin mencoba menata penjelasan

kausal sebagai pedoman bagi perilaku kepemimpinannya.

2.3.1 Gaya kepemimpinan

Gaya kepemimpinan muncul sesuai dengan kebutuhan organisasi. Untuk

dapat mempengaruhi bawahan atau karyawan guna mencapai tujuan dan untuk

43

Faktor kemungkinanBawahan :

8. Tempat Kedudukan kontrol9. Pengalaman10.Kemapuan yang dipersepsikan.

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Organisasi Seseorang akan ...

menciptakan kepuasan kerja karyawan, pemimpin harus memperhatikan faktor

komunikasi. Komunikasi ini akan lebih baik jika didukung oleh gaya

kepemimpinan yang dapat diterima oleh para bawahan. Gaya kepemimpinan

adalah cara seseorang memanfaatkan kekuatan yang tersedia untuk memimpin

orang lain (Boone dan Kurtz dalam Anoraga, (1995). Sedangkan menurut Flippo

(1989) gaya kepemimpinan dapat dirumuskan sebagai pola perilaku yang

dirancang untuk memadukan kepentingan-kepentingan organisasi dan personalia

guna mengejar beberapa sasaran. Sementara menurut Thoha (2010) gaya

kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada

saat orang tersebut mencoba mempengaruhi orang lain seperti yang ia lihat.

Davis dan Newstrom (1996) mendefinisikan gaya kepemimpinan sebagai

pola tindakan pemimpin secara keseluruhan, seperti yang dipersepsikan para

pegawainya. Gaya kepemimpinan mewakili filsafat, keterampilan, dan sikap

memimpin dalam politik. Gaya tersebut berbeda-beda atas dasar motivasi, kuasa,

atau orientasi terhadap tugas dan orang.

Penelitian mengenai gaya kepemimpinan yang telah dilakukan oleh para

pakar, ada dua penelitian terbesar yang dilakukan oleh Ohio State University dan

satu penelitian lagi yang dilakukan oleh University of Michigan. Hasil penelitian

dari Ohio State University memberi indikasi bahwa para bawahan memandang

perilaku atasannya pertama-tama dalam kaitannya dengan dua dimensi atau

kategori dari perilaku yaitu consideration dan initiating structure. Sedangkan

hasil dari penelitian dari University of Michigan menggolongkan dua perilaku

atau gaya kepemimpinan yang dapat dijadikan indikator kepemimpinan yang

44

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Organisasi Seseorang akan ...

efektif yaitu gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas atau task-oriented

yang sama dengan initiating structure dan gaya kepemimpinan yang berorientasi

pada hubungan atau relationship-oriented yang sama dengan consideration.

Pada intinya, dari kedua penelitian tersebut gaya kepemimpinan yang

digunakan oleh pemimpin digolongkan menjadi dua yaitu gaya kepemimpinan

yang berorientasi pada tugas dan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada

hubungan.

Menurut Yukl (2005) gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas

atau initiating structure adalah tingkat sejauh mana seorang pemimpin

menentukan dan menstruktur perannya sendiri dan peran dari para bawahan ke

arah pencapaian tujuan-tujuan formal kelompok. Initiating structure adalah

tingkat dimana seorang pemimpin mendefinisikan dan merancang peran dirinya

serta peran-peran bawahannya ke arah pencapaian tujuan formal kelompok. Davis

dan Newstrom (1996) berpandangan bahwa para pemimpin yang berorientasi

pada tugas yang terstruktur, percaya bahwa mereka memperoleh hasil dengan

tetap membuat orang-orang sibuk dan mendesak mereka untuk berproduksi.

Gitosudarmo (2000) menyatakan kepemimpinan yang berorientasi tugas

dengan istilah pemrakarsa struktur yaitu berkaitan dengan sejauh mana pemimpin

mengorganisir dan menentukan tugas, menetapkan cara menyelesaikan tugas,

membentuk jaringan komunikasi, dan menilai prestasi kelompok. Robbins (2007)

menyebut berorientasi tugas dengan berorientasi produksi, dimana pemimpin

menekankan aspek teknis atau tugas dari pekerjaan. Perhatian utama mereka

45

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Organisasi Seseorang akan ...

adalah pada penyelesaian tugas kelompok mereka, dan anggota-anggota mereka

adalah suatu alat untuk tujuan akhir itu.

Gaya kepemimpinan merupakan pembawaan dari seseorang. Tiga dimensi

kemungkinan yang menurut Fiedler dapat mendefinisikan faktor situasional

utama, yang menentukan keefektifan kepemimpinan, ketiga dimensi itu adalah :

struktur tugas, hubungan pemimpin-anggota dan kekuasaan jabatan. Model ini

disebut teori kepemimpinan situasional, adalah suatu teori kemungkinan yang

memusatkan perhatian pada kesiapan para pengikut. Kepemimpinan yang berhasil

dicapai dengan memilih gaya kepemimpinan yang tepat, yang sangat tergantung

pada tingkat kesiapan dan kedewasaan para pengikutnya. Kesiapan didefinisikan

merujuk pada sejauh mana orang mempunyai kemampuan dan kesediaan untuk

menyelesaikan suatu tugas tertentu. Menggunakan dua dimensi Fiedler dimana

masing-masing dimensi fiedler sebagai tinggi atau rendah sehingga digabung

menjadi empat perilaku yaitu : mengatakan (talling), menjual (salling), berperan-

serta (calling) dan mendelegasikan (delegating). Model kepemimpinan ini

nampaknya sangat adaftif dalam berbagai situasi baik yang menyangkut kesiapan

bawahan maupun lingkungan kerja organisasi.

Penelitian ini akan menggunakan konsep pendekatan situasional

(contingency) yang dipaparkan oleh Fiedler (Toha,2010), yang berorientasi pada

tugas, yaitu kadar struktur tugas yang ditugaskan kepada kelompok untuk

dilaksanakan (struktur tugas).

Perilaku tugas merupakan kadar upaya pemimpin mengorganisasi dan

menetapkan peranan anggota (bawahan); menjelaskan aktivitas setiap anggota

46

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Organisasi Seseorang akan ...

serta kapan, di mana, dan bagaimana cara menyelesaikannya. Hal tersebut

dicirikan dengan upaya untuk menetapkan pola organisasi, saluran komunikasi

dan cara penyelesaian pekerjaan secara rinci dan jelas.

2.3.2 Pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja organisasi

Penelitian yang dilakukan oleh Borrill dan Dawson (2005), yang berjudul

“The relationship between Leadership and Trust Performance“. Penelitian ini

mengkaji hubungan antara gaya kepemimpinan dan kinerja trust (badan usaha).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterkaitan hubungan antara antara

kepemimpinan dan kinerja organisasional di bidang perawatan kesehatan (rumah

sakit).

Hasil penelitian menghasilkan adanya hubungan positif dan signifikan

antara gaya kepemimpinan tim manajemen puncak dengan kinerja trust. Temuan

penting lain adalah hubungan yang positif dan signifikan antara gaya

kepemimpinan tim manajemen puncak semakin efektif akan semakin signifikan

hubungannya dengan kinerja trust yang berperingkat lebih tinggi. Hasil dan

temuan ini mempertegas hubungan positif dan signifikan yang tidak dapat

disangkal antara gaya kepemimpinan dan kinerja organisasional.

Penelitian Waldman; et al (2005) yang berjudul “Does Leadership matter?

CEO Leadership Attributes and Profitability Under Conditions of Perceived

Environmental Uncertainty“. Penelitian ini mengkaji Hubungan antara atribut

kepemimpinan CEO terhadap pencapaian laba perusahaan, ketika perusahaan

berada di bawah kondisi ketidakpastian lingkungan yang dialami. Data penelitian

terdiri dari 48 Fortune 500 perusahaan.

47

Page 37: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Organisasi Seseorang akan ...

Hasil penelitian menunjukan bahwa gaya kepemimpinan karismatik CEO

erat hubungannya dengan kinerja organisasional, jika lingkungan organisasi

diliputi oleh ketidakpastian dan mudah berubah pendirian. Sebaliknya

kepemimpinan karismatik CEO, hubungannya lemah dengan kinerja

organisasional, jika lingkungan dipandang sebagai sesuatu yang lebih banyak

tetap dan tidak banyak berubah (statis).

Elenkov (2000) melakukan penelitian yang berjudul “Effect of Leadership

on Organizational Performance in Russian Compaines“ (pengaruh kepemimpinan

terhadap kinerja organisasi pada prusahaan di Rusia). Penelitian ini mengukur

gaya kepemimpinan, dukungan inovasi, keterpaduan group dan kinerja organisasi.

Sample penelitian ini terdiri dari 350 perusahaan kecil yang berada di Soscow,

Suzdal, St Petersburg, Novgorod dan Petrozovodsk dengan metode analisis

Regresi Berganda, Hierarchical dan Partial Least Sguare (PLS). Perilaku

kepemimpinan diukur dengan kuesioner kepemimpinan multi factor (MLQ) form

10 yang dikembangkan oleh Bass dan Avodio (1990).

Sebuah penelitian yang mengkaji keterkaitan antara Gaya Kepemimpinan

terhadap Kinerja organisasi lainnya dilakukan oleh Ogbonna dan Harris (2000),

dengan judul Leadership style, organizational culture and performance :

empirical evidence from UK companie. Harris dan Ogbonna (2000)

mengemukakan bahwa gaya kepemimpinan suportif dan partisifatif secara positif

dan kuat berhubungan dengan orientasi pasar, sementara gaya kepemimpinan

instrumental secara negatif berhubungan dengan orientasi pasar.

2.3.3 Pengaruh gaya kepemimpinan terhadap budaya organisasi

48

Page 38: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Organisasi Seseorang akan ...

Penelitian yang mendukung teori ini dilakukan oleh Fleenor dan Bryant

(2002) dari Center for Creative Leadership, Canada yang berjudul “Leadership

Effectiveness and Organizational Culture : An Exploratory Stdy “, yaitu atribut

kepemimpinan individu terhadap budaya organisasi. Maksud penelitiannya adalah

untuk mengetahui : (1) Hubungan simultan Efektifitas kepemimpinan Individu

terhadap Budaya organisasi ; (2) Hubungan kausal kepemimpinan Individu

terhadap Budaya Organisasi ; (3) Hubungan simultan Kepemimpinan Individu

pada perbedaan level manajemen terhadap Budaya Organisasi dengan

menggunakan 360 instrumen. Kepemimpinan Individu dijadikan sebagai prediktor

terhadap Budaya Organisasi. Indikator Kepemimpinan terdiri dari : (1) Problem

with Interpersonal Interpersonal Relation ; (2) Difficulty Molding a Staff ; (3)

Difficulty Making Strategic Trans ; (4) Lack of Follow-through ; (5)

Overdependence ; Strategic Diff with Management. Indikator Budaya Organisasi

terdiri dari : (1) Involvement ; (2) Consistency ; (3) Adaftability ; (4) Mission.

Penelitian ini menyimpulkan terdapat hubungan simultan dan hubungan kausal

yang kuat antara budaya organisasi terhadap kepemimpinan individu, dan

kesimpulan lain terdapat hubungan yang searah budaya organisasi kepemimpinan

individu pada level manajemen bawah, tangah dan atas terhadap budaya

organisasi. Penelitian ini mendukung teori yang ada.

Penelitian lain yang mengkaji masalah yang sama dilakukan oleh Emmanuel

Ogbonna dan Harris (2000), dengan judul Leadership style, organizational

culture and performance : empirical evidence from UK companie menyimpulkan

bahwa terdapat pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja yang dimediasi

49

Page 39: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Organisasi Seseorang akan ...

budaya organisasi. Penelitian ini juga mengkaji keterkaitan budaya organisasi

terhadap kepemimpinan, dengan kesimpulan terdapat hubungan yang signifikan.

Dari variabel yang dikaji dalam penelitian ini, maka penelitian ini merekomendasi

tiga hal antara lain : (1) pentingnya meningkatkan kinerja dengan gaya

kepemimpinan; (2) pentingnya meningkatkan kinerja dengan budaya yang baik ;

(3) pentingnya menciptakan kepemimpinan dengan budaya yang baik. Hal yang

ketiga ini nampaknya memerlukan pengkajian secara khusus yaitu bagaimana

keterkaitan budaya organisasi terhadap gaya kepemimpinan.

50