BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Matematika · 2017. 3. 8. · KPK dan FPB 1.3...

28
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Matematika Istilah mathematics (Inggris), mathematic (Jerman) atau mathematick/wiskunde (Belanda) berasal dari perkataan lain mathematica, yang mulanya diambil dari perkataan Yunani, mathematike, yang berarti relating to learning. Perkataan itu mempunyai akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Perkataan mathematike berhubungan sangat erat dengan sebuah kata lainnya yang serupa, yaitu mathematein yang mengandung arti belajar (berpikir) (Erman Suherman, 2003:18). Depdiknas (2006) matematika merupakan “bahan kajian yang memiliki konsep abstrak dan dibangun melalui konsep penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sudah diterima sehingga keterkaitan antara konsep dalam matematika sangat luas dan jelas”. Ruseffendi dalam Heruman (2013:1) matematika adalah bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil. Sedangkan hakikat matematika menurut Soedjadi (2000) dalam Heruman (2007:1) yaitu memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif. Menurut lampiran Permendiknas No.22 tahun 2006, matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia (Depdiknas:2006). 7

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Matematika · 2017. 3. 8. · KPK dan FPB 1.3...

  • 7

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Kajian Teori

    2.1.1 Hakikat Matematika

    Istilah mathematics (Inggris), mathematic (Jerman) atau

    mathematick/wiskunde (Belanda) berasal dari perkataan lain mathematica,

    yang mulanya diambil dari perkataan Yunani, mathematike, yang berarti

    relating to learning. Perkataan itu mempunyai akar kata mathema yang

    berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Perkataan mathematike

    berhubungan sangat erat dengan sebuah kata lainnya yang serupa, yaitu

    mathematein yang mengandung arti belajar (berpikir) (Erman Suherman,

    2003:18).

    Depdiknas (2006) matematika merupakan “bahan kajian yang

    memiliki konsep abstrak dan dibangun melalui konsep penalaran deduktif,

    yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran

    sebelumnya sudah diterima sehingga keterkaitan antara konsep dalam

    matematika sangat luas dan jelas”.

    Ruseffendi dalam Heruman (2013:1) matematika adalah bahasa

    simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif,

    ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari

    unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau

    postulat, dan akhirnya ke dalil.

    Sedangkan hakikat matematika menurut Soedjadi (2000) dalam

    Heruman (2007:1) yaitu memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada

    kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif.

    Menurut lampiran Permendiknas No.22 tahun 2006, matematika

    merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi

    modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan

    daya pikir manusia (Depdiknas:2006).

    7

  • 8

    Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan

    bahwa matematika adalah kumpulan ide-ide yang bersifat abstrak dengan

    struktur-struktur deduktif, mempunyai peran yang penting dalam

    pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

    2.1.1.1 Pembelajaran Matematika

    Pembelajaran matematika bagi para siswa merupakan pembentukan

    pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran

    suatu hubungan diantara pengertian-pengertian itu. Dalam pembelajaran

    matematika, para siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui

    pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki dari

    sekumpulan objek (abstraksi). Siswa diberi pengalaman menggunakan

    matematika sebagai alat untuk memahami atau menyampaikan informasi

    misalnya melalui persamaan-persamaan, atau tabel-tabel dalam model-

    model matematika yang merupakan penyederhanaan dari soal-soal cerita

    atau soal-soal uraian matematika lainnya.

    NCTM (National Coucil of Teachers of Mathematics)

    merekomendasikan 4 (empat) prinsip pembelajaran matematika, yaitu :

    a. Matematika sebagai pemecahan masalah.

    b. Matematika sebagai penalaran.

    c. Matematika sebagai komunikasi, dan

    d. Matematika sebagai hubungan (Erman Suherman, 2003:298).

    Matematika perlu diberikan kepada siswa untuk membekali mereka

    dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif

    serta kemampuan bekerjasama.

    Melihat hakikat dan karakteristik pembelajaran matematika seperti

    telah diuraikan di atas, maka para guru perlu mempertimbangkan rancangan

    tentang keterampilan pemecahan masalah matematika, memberikan

    pengalaman otentik pada siswa, menggunakan model pembelajaran yang

    dapat meningkatkan keterampilan proses misalnya model Problem Based

    Learning (PBL).

  • 9

    2.1.1.2 Tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

    Secara umum, tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar

    adalah agar siswa mampu dan terampil menggunakan matematika. Selain itu

    juga, dengan pembelajaran matematika dapat memberikan tekanan

    penataran nalar dalam penerapan matematika.

    Secara khusus, Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

    (Permendiknas) Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Mata Pelajaran

    Matematika untuk semua jenjang pendidikan dasar dan menengah

    dinyatakan bahwa tujuan mata pelajaran matematika di sekolah adalah:

    a. Agar siswa dapat memahami konsep Matematika, menjelaskan

    keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algortima

    secara luwes, akuran efisien dan tepat dalam pemecahan masalah;

    b. Siswa dapat menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan

    manipulasi Matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti,

    atau menjelaskan gagasan dan pernyataan Matematika;

    c. Siswa dapat memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami

    masalah, merancang model Matematika, menyelesaikan model dan

    menafsirkan solusi yang diperoleh;

    d. Siswa dapat mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram,

    atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan

    e. Siswa memiliki sikap menghargai kegunaan Matematika dalam

    kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam

    mempelajari Matematika sifat-sifat ulet dan percaya diri dalam

    pemecahan masalah. (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 SD).

    Tentunya tujuan tersebut dapat dicapai dengan baik bila setiap unsur

    yang berkaitan dengan pengelolaan pembelajaran matematika di sekolah

    memahami makna dari Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan

    (SKL) mata pelajaran matematika. Guru matematika di sekolah merupakan

    ujung tombak dalam keberhasilan siswa mempelajari matematika di

    sekolah. oleh karena itu guru matematika harus memahami cara-cara

    melakukan analisis terhadap Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan,

  • 10

    hal ini dimaksudkan agar arah pembelajaran matematika tidak menyimpang

    dari tujuan yang hendak dicapai dan tujuan dapat tercapai secara optimal.

    Selanjutnya GBPP (dalam Soedjadi, 2000: 43) mengemukakan

    beberapa tujuan khusus pengajaran Matematika di Sekolah Dasar, yaitu:

    a. Menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan berhitung

    (menggunakan bilangan) sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari.

    b. Menumbuhkan kemampuan siswa yang dapat dialihgunakan melalui

    kegiatanMatematika.

    c. Mengembangkan pengetahuan dasar Matematika sebagai bekal belajar

    lebih lanjut di SLTP.

    d. Membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin.

    2.1.1.3 Ruang Lingkup Matematika

    Secara garis besar ruang lingkup pokok pembahasan matematika di

    SD meliputi lima poin seperti yang tercantum di dalam Permendiknas No 22

    Tahun 2006, yaitu :

    1. Unit Aritmatika (berhitung)

    Unit aritmatika dasar atau berhitung mendapat porsi dan penekanan

    utama. Sebagian besar dari kajian di SD adalah berhitung.

    2. Unit pengantar aljabar

    Unit pengantar aljabar adalah perluasan terbatas dari unit matematika

    dasar. Dengan dasar pemahaman tentang pengantar aljabar, dilakukan

    pengenalan perintisan aljabar.

    3. Unit geometri

    Unit geometri mengutamakan pengenalan bangun datar dan bangun

    ruang.

    4. Unit pengukuran

    Pengukuran diperkenalkan sejak kelas 1 sampai kelas 6 dan diawali

    dengan pengukuran tanpa menggunakan satuan baku. Konsep-konsep

    pengukuran yang diperkenalkan mencakup pengukuran panjang, keliling,

    luas, berat, volume, sudut, dan waktu dengan satuan ukurannya.

  • 11

    5. Unit kajian data

    Yang dimaksud kajian data adalah pembahasan materi statistik secara

    sederhana di SD. Dalam kajian ini terdapat kegiatan pengumpulan data,

    menyusun data, menyajikan data secara sederhana serta membaca data

    yang telah disajikan dalam bentuk diagram.

    Standar kompetensi matematika yang harus dicapai siswa di jenjang

    sekolah dasar khususnya kelas 5 di semester I yang akan jadi objek

    penelitian dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

    Tabel 2

    Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

    Mata pelajaran matematika di SD Kelas V Semester 1

    Standar Kompetensi Komptensi Dasar

    Bilangan

    1. Melakukan operasi

    hitung bilangan

    bulat dalam

    pemecahan masalah

    1.1 Melakukan operasi hitung bilangan bulat

    termasuk penggunaan sifat-sifatnya, pembulatan,

    dan penaksiran

    1.2 Menggunakan faktor prima untuk menentukan

    KPK dan FPB

    1.3 Melakukan operasi hitung campuran bilangan

    bulat

    1.4 Menghitung perpangkatan dan akar sederhana

    1.5 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan

    operasi hitung, KPK dan FPB

    Geometri dan

    Pengukuran

    2. Menggunakan

    pengukuran waktu,

    sudut, jarak, dan

    kecepatan dalam

    pemecahan masalah

    2.1 Menuliskan tanda waktu dengan menggunakan

    notasi 24 jam

    2.2 Melakukan operasi hitung satuan waktu

    2.3 Melakukan pengukuran sudut

    2.4 Mengenal satuan jarak dan kecepatan

    2.5 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan

    waktu, jarak, dan kecepatan

  • 12

    Standar Kompetensi Komptensi Dasar

    3. Menghitung luas

    bangun datar

    sederhana dan

    menggunakannya

    dalam pemecahan

    masalah

    3.1 Menghitung luas trapesium dan layanglayang

    3.2 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan

    luas bangun datar.

    4. Menghitung volume

    kubus dan balok

    dan

    menggunakannya

    dalam pemecahan

    masalah

    4.1 Menghitung volume kubus dan balok

    4.2 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan

    volume kubus dan balok

    Penelitian ini akan mengajarkan bangun ruang khususnya volume

    kubus dan balok dengan menggunakan standar kompetensi menghitung

    volume kubus dan balok dan menggunakannya dalam pemecahan masalah.

    Dengan kompetensi dasar menghitung volume kubus dan balok dan

    menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan volume kubus dan balok.

    Konsep menghitung volume kubus dan balok harus diajarkan pada

    siswa karena siswa sering menjumpai masalah-masalah yang berkaitan

    dengan menghitung volume kubus dan balok dalam kehidupan sehari-hari,

    misalnya : mengisi bak mandi yang kosong dengan air sampai penuh,

    mengisi kardus makanan dengan kotak kue yang berukuran kecil mengamati

    truk bermuatan pasir sampai kepada hal yang kompleks seperti menghitung

    kekurangan kemasan paket barang yang perlu ditambahkan ke dalam mobil

    kontainer supaya penuh. Pengetahuan dan konsep dasar siswa mengenai

    volume akan membantu siswa memecahkan masalah dalam kehidupan nyata

    siswa.

    2.1.1.4 Langkah Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

    Siswa Sekolah Dasar (SD) umurnya berkisar antara 6 atau 7 tahun dan

    12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase operasional

  • 13

    konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah kemampuan dalam

    proses berfikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika, meskipun

    masih terikat dengan objek yang bersifat konkret.

    Dari usia perkembangan kognitif, siswa SD masih terikat dengan

    objek konkret yang dapat ditangkap oleh panca indra. Dalam pembelajaran

    matematika yang abstrak, siswa memerlukan alat bantu berupa media dan

    alat peraga yang dapat memperjelas apa yang akan disampaikan oleh guru.

    Agar guru dapat mengembangkan kreativitas dan kompetensi siswa,

    maka guru hendaknya dapat menyajikan pembelajaran efektif dan efisien

    sesuai dengan kurikulum dan pola pikir siswa. Dalam mengajarkan

    matematika, guru harus memahami bahwa kemampuan siswa berbeda-beda

    serta tidak semua siswa menyenangi mata pelajaran matematika.

    Heruman (2007:2) mengemukakan konsep-konsep pada kurikulum

    matematika SD dapat dibagi menjadi 3 kelompok besar yaitu:

    1. Penanaman konsep dasar

    Pembelajaran penanaman konsep dasar merupakan jembatan yang harus

    dapat menghubungkan kemampuan kognitif siswa yang konkret dengan

    konsep baru matematika yang abstrak. Dalam kegiatan pembelajaran

    konsep dasar ini, media atau alat peraga diharapkan dapat digunakan

    untuk membantu kemampuan pola pikir siswa.

    2. Pemahaman konsep

    Pembelajaran pemahaman konsep merupakan kelanjutan dari

    pembelajaran penanaman konsep, akan tetapi dilakukan pada pertemuan

    yang berbeda.

    3. Pembinaan keterampilan.

    Pembelajaran pembinaan keterampilan bertujuan agar siswa lebih

    terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika.

  • 14

    2.1.2 Model Problem Based Learning

    1.1.2.1. Pengertian Model Pembelajaran

    Model pembelajaran adalah suatu proses dimana proses itu akan

    menentukan keberhasilan dalam pembelajaran. Berikut ini adalah pengertian

    model pembelajaran menurut para ahli yang berguna untuk membantu

    penelitian.

    Menurut Joyce & Weil dalam Sutikno ( 2014:57), model pembelajaran

    adalah kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam

    melakukan suatu kegiatan.

    Menurut Dahlan dalam Sutikno (2014:57) model pembelajaran

    merupakan suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun

    kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada

    pengajar di kelas dalam setting pengajaran ataupun setting lainnya.

    Toeti Soekamto dan Udin Sarifudin Winataputra dalam Sutikno

    (2014:57) mengartikan model pembelajaran sebagai kerangka konseptual

    yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan

    pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi

    sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam

    merencanakan danmelaksanakan aktivitas belajar mengajar.

    Jadi dari beberapa pendapat para ahli maka dapat disimpulkan bahwa

    model pembelajaran adalah suatu kerangka konseptual yang

    menggambarkan prosedur sistematik dalam pengorganisasian pengalaman

    belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu.

    1.1.2.2. Hakikat Model Problem Based Learning (PBL)

    Problem Based Learning (PBL) merupakan salah satu model

    pembelajaran yang fokus pembelajarannya pada masalah yang harus

    diselesaikan siswa. Pengertian Problem Based Learning (PBL) sendiri

    menurut ahli diantaranya:

    Menurut Slameto (2011:7) Model Problem Based Learning (PBL)

    merupakan model pembelajaran yang melatih dan mengembangkan

  • 15

    kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah

    otentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemampuan berpikir

    tingkat tinggi.

    Menurut Agus (2013:283), “Pembelajaran berdasarkan masalah atau

    problem based learning adalah suatu model pembelajaran yang didasarkan

    pada prinsip menggunakan masalah sebagai titik awal akuisi dan integrasi

    pengetahuan baru”.

    Ngalimun (2014:89), “pembelajaran berdasarkan masalah (problem

    based learning) merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang

    dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa”.

    Adapula definisi pembelajaran Problem Based Learning menurut

    Arends dalam Hosnan (2014:295) model pembelajaran Problem Based

    Learning adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran

    siswa pada masalah autentik sehingga siswa dapat menyusun

    pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan ketrampilan yang lebih

    tinggi dan inquri, memandirikan siswa dan meningkatkan kepercayaan diri

    sendiri.

    Berdasarkan beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa

    model pembelajaran Problem Based Learning adalah suatu proses

    pembelajaran dimana siswa diberikan masalah dalam situasi yang

    berorientasi pada masalah dalam kehidupan sehari-hari sehingga mendorong

    siswa dalam berfikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah dalam

    rangka memperoleh pengetahuan baru.

    Simpulan ini senada dengan ketentuan dalam Kemendikbud Tahun

    2014, yang menyatakan bahwa Model Problem Based Learning (PBL)

    merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah

    kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Model

    Problem Based Learning (PBL) dilakukan dengan pemberian rangsangan

    berupa masalah-masalah yang kemudian dilakukan pemecahan masalah oleh

    peserta didik yang diharapkan dapat menambah keterampilan peserta didik

    dalam pencapaian materi pembelajaran.

  • 16

    1.1.2.3. Karakteristik Model Pembelajaran Problem Based Learning

    Menurut Fogarty dalam Ngalimun (2014:90) mengatakan Problem

    Based Learning (PBL) memiliki karakteristik sebagai berikut : (1)belajar

    dimulai dengan suatu masalah; (2)memastikan bahwa masalah yang

    diberikan berhubungan dengan dunia nyata siswa; (3) mengorganisasikan

    pelajaran diseputar masalah, bukan diseputar disiplin ilmu; (4) memberikan

    tanggung jawab yang besar kepada siswa dalam membentuk dan

    menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri; (5)

    menggunakan kelompok kecil, dan; (6) menuntut siswa untuk

    mendemonstrasikan apa yang telahmereka pelajari dalam bentuk suatu

    produk atau kinerja.

    Ciri-ciri model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) menurut

    Baron (2003:1) dalam Rusmono (2012:74) , adalah 1) menggunakan

    permasalahan dalam dunia nyata, (2) pembelajaran dipusatkan pada

    penyelesaian masalah, (3) tujuan pembelajaran ditentukan oleh siswa, dan

    (4) guru berperan sebagai fasilitator. Kemudian “masalah “ yang digunakan

    harus relevan dengan tujuan pembelajaran, mutakhir, dan menarik,

    berdasarkan informasi yang luas, terbentuk secara konsisten dengan masalah

    lain, dan termasuk dalam dimensi kemanusiaan.

    Yazdani (dalam Rusmono, 2012: 82) mengatakan bahwa dalam proses

    pembelajaran dengan model PBL, ditandai dengan karakteristik: (1) siswa

    secara berkelompok aktif merumuskan masalah, (2) pertemuan-pertemuan

    pelajaran berlangsung open-ended atau berakhir dengan masih membuka

    peluang untuk berbagi ide tentang pemecahan masalah, sehingga

    memungkinkan pembelajaran tidak berlangsung dalam satu kali pertemuan,

    (3) tutor (dalam hal ini guru) adalah seorang fasilitator dan tidak seharusnya

    bertindak sebagai pakar yang merupakan satu-satunya sumber informasi, (4)

    tutorial (pembimbingan kelas) berlangsung sesuai dengan tutorial PBL yang

    berpusat pada siswa.

  • 17

    1.1.2.4. Tujuan Model Problem Based Learning (PBL)

    Setiap pembelajaran memiliki tujuan, tentunya yang positif.

    Pembelajaran berdasarkan masalah menurut Resnick, dkk dalam Trianto

    (2013:94-96) bertujuan untuk :

    1. Membantu siswa mengembangkan ketrampilan berfikir dan

    ketrampilan pemecahan masalah. PBL memberikan dorongan kepada

    peserta didik untuk tidak hanya sekedar berfikir sesuai yang bersifat

    konkrit, tetapi lebih dari itu berfikir terhadap ide-ide yang abstrak dan

    kompleks.

    2. Belajar peranan orang dewasa yang autentik.

    Jadi dapat disimpulkan tujuan dari Model Problem Based Learning

    (PBL) untuk membantu siswa memperoleh pengalaman dan mengubah

    pengetahuan, keterampilan, dan nilai atau norma sebagai pengendali sikap

    dan perilaku siswa.

    1.1.2.5. Peran Guru dalam Model Problem Based Learning(PBL)

    Guru harus menggunakan proses pembelajaran yang akan

    menggerakkan siswa menuju kemandirian, kehidupan yang lebih luas, dan

    belajar sepanjang hayat. Lingkungan belajar yang dibangun guru harus

    mendorong cara berfikir reflektif, evaluasi kritis, dan cara berfikir yang

    berdaya guna.

    Menurut Ibrahim dalam Trianto (2009:97), di dalam kelas PBL, peran

    guru berbeda dengan kelas tradisional. Peran guru di dalam kelas PBL

    antara lain sebagai berikut.

    1. Mengajukan maslah atau mengorientasikan siswa kepada masalah

    autentik, yaitu masalah kehidupan nyata sehari-hari.

    2. Memfasilitasi/membimbing penyelidikan misalnya melakukan

    pengamatan atau melakukan eksperimen/percobaan.

    3. Memfasilitasi dialog siswa.

    4. Mendukung belajar siswa.

  • 18

    1.1.2.6. Manfaat Model Problem Based Learning (PBL)

    Pembelajaran berbasis masalah tidak ditujukan untuk guru sebagai

    pemberi informasi kepada siswa namun lebih memfasilitasi siswa untuk

    memperoleh pengalaman sendiri.

    Manfaat Problem Based Learning yang akan diperoleh siswa menurut

    Smith dalam Amir (2009:27-29) adalah:

    1. Menjadi lebih ingat dan meningkat pemahamannya atas materi ajar.

    Jika pengetahuan diperoleh dekat dengan konteks prakteknya, maka

    akan mudah diingat. Dengan konteks yang dekat, maka pembelajar

    akan lebih mudah memahami materi.

    2. Meningkatkan folkus pada pengetahuan yang relevan. Selama ini apa

    yang disajikan di dalam kelas jauh dari apa yang terjadi di dunia

    praktik. Dengan Problem Based Learning penyajian pembelajaran di

    dalam kelas disesuaikan dengan dunia praktek sehingga pembelajar

    akan merasakan kegiatan praktenya lebih bermakna.

    3. Mendorong untuk berfikir. Pembelajar dianjurkan agar tidak terburu-

    buru menyimpulkan, mencoba menemukan landasan atas argumennya,

    dan fakta-fakta yang mendukung. Logika pembelajar dilatih dan

    kemampuan berfikir ditingkatkan. Tidak sekedar tahu tapi juga

    mengerti.

    4. Membangun kerja tim, kepemimpinan, dan ketrampilan sosial.

    5. Karena dikerjakan dalam kelompok-kelompok kecil, maka Problem

    Based Learning dapat mendorong terjadinya pengembangan

    kecakapan kepemimpinan juga dapat dirasakan. Mereka

    mempertimbangkan strategi, memutuskan dan persuasive dengan

    orang lain.

    6. Membangun kecakapan belajar (life-long learning skills). Dengan

    struktur masalah yang disajikan, siswa merumuskan serta dengan

    tuntutanmencari sendiri pengetahuan yang relevan akan melatih

    mereka untuk cakap dalam belajar.

  • 19

    7. Memotivasi pembelajar. Dengan Problem Based Learning akan

    membangkitkan minat dari dalam diri pembelajar. Karena maslah

    diciptakan dengan konteks yang dekat dengan siswa. Dengan masalah

    yang menantang mereka merasa lebih semangant untuk

    menyelesaikannya.

    1.1.2.7. Keunggalan dan Kelemahan Model Problem Based Learning

    (PBL)

    Setiap model-model pembelajaran memiliki tujuan yang sama yaitu

    untuk membuat proses pembelajaran pada siswa menjadi lebih menarik dan

    mudah untuk memahami materi pembelajaran. Tetapi setiap model yang

    akan digunakan pasti memiliki keunggulan dan kekurangan yang mungkin

    dihapi saat kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran berdasarkan

    masalah memiliki kelebihan dan kekurangan Trianto (2009:96-97).

    Kelebihan Problem Based Learning adalah :”(1)Realistik dengan

    kehifupan siswa (2) Konsep sesuai dengan kebutuhan siswa (3) Memupuk

    sifat inkuiri siswa. (4) Retensi konsep menjadi kuat (5) Memupuk

    kemampuan problem solving”.

    Sedangkan kelemahan Problem Based Learning adalah sebagai

    berikut :”(1) Persiapan pembelajaran (alat, problem, konsep) yang kompleks

    (2) Sulitnya mencari problem yang relevan (3) Sering terjadi miss-konsepsi

    (4) Konsumsi waktu yang cukup dalam proses penyelidikan.

    Menurut Ibrahim & Nur dalam Agus N. Cahyo (2013:285-287),

    pembelajaran berbasis masalah memiliki beberapa keunggulan,diantaranya:

    1. Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan, sebab mereka sendiri

    yang menemukan konsep tersebut.

    2. Melibatkan secara aktif memecahkan masalah dan menuntut

    ketrampilan berpikir siswa yang lebih tinggi.

    3. Pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki siswa

    sehingga pembelajaran lebih bermakna.

    4. Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran, sebab masalah-masalah

    yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata, hal ini

  • 20

    dapat meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa terhadap bahan

    yang dipelajari.

    5. Menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu memberikan

    aspirasi dan menerima pendapat orang lain, menanamkan sikap sosial

    yang positif diantara siswa.

    6. Pengondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi

    terhadap pembelajaran dan temannya, sehingga pencapaian ketuntasan

    belajar siswa dapat diharapkan.

    1.1.2.8. Langkah-langkah Pelaksanaan Problem Based Learning (PBL)

    Rusmono (2012:81) mengemukakan bahwa langkah-langkah

    Pembelajaran Problem Based Learning adalah sebagai berikut.

    Tabel 3

    Sintak model Problem Based Learning (PBL)

    Tahap Pembelajaran Perilaku Guru

    Tahap 1

    Mengorganisasikan

    siswa kepada masalah

    Guru menginformasikan tujuan-tujuan

    pembelajaran, mendeskripsikan kebutuhan-

    kebutuhan logistik penting, dan memotivasi siswa

    agar terlibat dalam kegiatan pemecahan masalah

    yang mereka pilih sendiri.

    Tahap 2

    Mengorganisasikan

    siswa untuk belajar.

    Guru membantu siswa menentukan dan mengatur

    tugas belajar yang berhubungan dengan masalah.

    Tahap 3

    Membantu

    penyelidikan mandiri

    dan kelompok.

    Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan

    informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen

    mencari penjelasan, dan solusi.

    Tahap 4

    Mengembangkan dan

    mempresentasikan

    hasil karya.

    Guru membantu siswa dalam merencanakan dan

    menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan,

    rekaman video dan model, serta membantu mereka

    berbagi karya mereka.

    Tahap 5

    Menganalisis dan

    mengevaluasi proses

    pemecahan masalah.

    Guru membantu siswa melakukan refleksi atas

    penyelidikan dan proses-proses yang mereka

    gunakan.

  • 21

    Berdasarkan sintak model pembelajaran Problem Based Learning

    menurut Rusmono tersebut, maka selanjutnya penulis akan menyusun sintak

    dan implementasi model Problem Based Learning berdasarkan

    Permendiknas No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses. Berikut tabel

    sintak pembelajaran model Problem Based Learning berdasarkan standar

    proses.

    Tabel 4

    Pemetaan Sintak Model Problem Based Learning (PBL)

    dalam Standar Proses dalam Permendiknas No 41 Tahun 2007

    N

    o Fase PBL Penda

    huluan

    Kegiatan Inti Pembelajaran Penutup

    Eksplorasi Elaborasi Konfirmasi

    1 Orientasi siswa

    kepada masalah. √ Menyimpul

    kan dan

    merangkum

    secara lisan

    dari materi

    yang sudah

    dipelajarime

    nutup

    pelajaran

    dengan

    salam dan

    berdoa

    2 Mengorganisir

    siswa untuk

    belajar.

    3

    Membimbing

    penyelidikan

    individual atau

    kelompok.

    4 Mengembangkan

    dan menyajikan

    hasil karya.

    5

    Menganalisis dan

    mengevaluasi

    proses pemecahan

    masalah.

    Pada pengajaran dengan model Problem Based Learning, terdiri dari 5

    tahap / langkah utama dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan

    situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian analisis hasil kerja siswa.

    Kelima langkah tersebut kemudian diimplementasikan dalam kegiatan

    pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan

    penutup.

  • 22

    1.1.2.9. Implementasi Model Pembelajaran Problem Based Learning

    (PBL) dalam Pembelajaran Matematika Berdasarkan Standar

    Proses

    Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang dikemas

    berdasarkan prosedur yang sesuai. Sebelum kegiatan pembelajaran

    dilaksanakan langkah awal membuat RPP (Rencana Pelaksanaan

    Pembelajaran). RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan

    belajar peesrta didik dalam upaya mencapai KD (Kompetensi Dasar). Setiap

    guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap

    dan sistematis. Agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif,

    menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk

    berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. RPP disusun untuk setiap

    KD yang dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru

    merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan

    penjadwalan di satuan pendidikan (Permendiknas No 41 Tahun 2007:8).

    Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP.

    Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan

    kegiatan penutup. Maka dalam model pembelajaran Problem Based

    Learning (PBL), wajib membuat RPP. Adapun pelaksanaan pembelajaran

    Problem Based Learning (PBL) dalam Standar Proses sesuai dengan

    Permendiknas No 41 tahun 2007 dijabarkan dalam tabel sebagai berikut.

  • 23

    Tabel 5

    Implementasi Model Problem Based Learning

    dalam Standar Proses Sesuai Permendiknas No 41 Tahun 2007

    Sintak PBL Langkah dalam

    Standar Proses Kegiatan Guru

    Orientasi siswa

    kepada masalah

    Kegiatan Awal

    Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,

    menjelaskan segala hal yang akan

    dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat

    dalam aktivitas pemecahan masalah

    yang dipilihnya.

    Mengorganisir

    siswa untuk

    belajar

    Membimbing

    penyelidikan

    individual atau

    kelompok.

    Kegiatan Inti

    Eksplorasi

    Guru membantu siswa mendefinisikan

    dan mengorganisasikan tugas belajar

    yang berhubungan dengan masalah

    Guru mendorong siswa untuk

    mengumpulkan informasi yang sesuai,

    melaksanakan eksperimen atau

    pengamatan untuk mendapatkan

    penjelasan dan pemecahan masalah.

    Mengembangkan

    dan menyajikan

    hasil karya.

    Elaborasi Guru membantu siswa dalam

    merencakan dan menyiapkan karya

    yang sesuai, melaksanakan eksperimen

    atau pengamatan untuk mendapatkan

    penjelasan dan pemecahan masalah.

    Menganalisis dan

    mengevaluasi

    proses pemecahan

    masalah.

    Konfirmasi Guru membantu siswa untuk

    melakukan refleksi atau evaluasi

    terhadap penyelidikan mereka dan

    proses-proses yang mereka gunakan.

    Penutup Guru membimbing peserta didik untuk

    menyimpulkan dan merangkum secara

    lisan dari materi yang sudah dipelajari,

    menyampaikan materi yang akan

    dipelajari selanjutnya, menutup

    pelajaran dengan salam dan berdoa.

  • 24

    Berdasarkan tabel di atas, maka dalam pelaksanaan model

    pembelajaran Problem Based Learning (PBL), wajib membuat RPP.

    Adapun pelaksanaan pembelajarannya adalah sebagai berikut.

    1) Rencana Pembelajaran (Persiapan), meliputi:

    a. Merumuskan indikator yang akan dicapai

    b. Merancang pembelajaran berorientasi pada pembelajaran dengan

    menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

    Matematika melalui penyusunan RPP.

    c. Menyiapkan sumber dan bahan yang diperlukan.

    d. Membuat lembar observasi guru untuk melihat kondisi

    pembelajaran saat tindakan berlangsung.

    e. Membuat lembar kerja evaluasi untuk melihat hasil belajar siswa

    dalam pembelajaran.

    2) Pelaksanaan meliputi:

    1. Kegiatan Awal

    Tahap 1: Orientasi siswa pada masalah

    a. Guru mengajak siswa untuk berdoa sesuai dengan kepercayaan

    masing-masing.

    b. Guru memeriksa kehadiran siswa.

    c. Menyiapkan peserta didik secara fisik dan psikis untuk

    mengikuti proses pembelajaran dengan bertanya “sudah siap

    untuk belajar hari ini?’ dan memeriksa sikap duduk siswa dalam

    menerima pelajaran, memeriksa buku pelajaran dan alat tulis

    yang diperlukan.

    d. Guru melakukan apersepsi guna menggali konsep dan

    pengetahuan yang telah dimiliki siswa tentang materi

    matematika yang akan dipelajari.

    e. Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang

    akan dicapai.

  • 25

    f. Guru memberikan motivasi penguatan untuk tetap mengikuti

    dengan penuh semangat setiap pengalaman yang akan didapat

    pada pembelajaran.

    g. Orientasi: guru memberikan permasalahan kepada siswa dengan

    menunjukkan benda realita yaitu yaitu sebuah kardus besar terisi

    beberapa kotak kue, berapa kotak kue lagi yang dibutuhkan

    untuk mengisi kardus besar tersebut supaya penuh?.

    2. Kegiatan Inti

    1) Eksplorasi

    Dalam kegiatan eksporasi:

    a. Guru memberikan informasi kepada siswa tentang materi

    matematika yang akan dipelajari.

    b. Guru dan siswa bertanya jawab tentang pengertian volume

    kubus dan balok

    2) Elaborasi

    Tahap 2: Mengorganisasi siswa untuk belajar.

    Dalam kegiatan elaborasi:

    a. Guru membagi kelas menjadi 4 kelompok, setiap kelompok

    beranggotakan 4 orang.

    b. Guru membagi alat dan bahan kepada setiap kelompok.

    (kubus dan balok satuan).

    c. Guru memberikan masing-masing kelompok permasalahan

    untuk didiskusikan bersama masing-masing kelompoknya.

    d. Siswa belajar dalam kelompok menyelesaikan permasalahan

    setara yang akan dibahas dalam kelas.

    Tahap 3 : Membimbing penyelidikan individual / kelompok

    a. Guru mendorong masing-masing siswa untuk mengumpulkan

    informasi yang sesuai permasalahan.

    b. Guru mendorong siswa melaksanakan diskusi kelompok

    untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

  • 26

    c. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berfikir

    dan bertindak menurut kemampuan masing-masing siswa dan

    guru berperan sebagai fasilitator.

    d. Guru berkeliling untuk mengamati, memotivasi dan

    memfasilitasi serta membantu siswa dalam proses pemecahan

    maslah melalui diskusi.

    Tahap 4 : Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

    a. Siswa mempresentasikan hasil kerja kelompoknya dan

    kelompok lainnya menanggapi atau mengkomunikasikan

    hasil kerja kelompok yang mendapat tugas.

    b. Guru memberi penguatan terhadap jawaban siswa, yaitu

    dengan mengacu pada jawaban siswa dan melalui tanya

    jawab membahas penyelesaian masalah yang seharusnya.

    Tahap 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses

    pemecahan masalah.

    a. Siswa dengan bimbingan guru menganalisis dan

    mengevaluasi proses pemecahan masalah dengan tanya jawab

    dan berargumentasi.

    b. Guru dan siswa membuat penegasan atau kesimpulan.

    3) Konfirmasi

    Dalam kegiatan konfirmasi, guru:

    a. Guru memberikan kesempatan kepada peerta didik untuk

    bertanya mengenai materi yang belum jelas.

    b. Guru memberikan umpan balik dan penguatan.

    3. Kegiatan Akhir

    Dalam kegiatan akhir:

    a. Guru bersama siswa menyimpulkan materi pembelajaran.

    b. Guru melakukan refleksi berupa pertanyaan “apakah pelajaran

    hari ini menyenangkan? Mengapa? Apa yang kalian peroleh dari

    pelajaran hari ini?”.

  • 27

    c. Guru menyampaikan rencana pembelajaran yang akan

    dilaksanakan selanjutnya.

    d. Guru mengakhiri pembelajaran dengan mengucapkan salam.

    2.1.3 Hasil Belajar

    Menurut Darmansyah (2006:13) hasil belajar adalah hasil penilaian

    terhadap kemampuan siswa yang ditentukan dalam bentuk angka.

    Selanjutnya Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki

    siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2010:22). .

    Dimyati dan Mudjiono (2006:5) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah

    hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu dari sisi siswa dan sisi guru.

    Dari sisi siswa hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang

    lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Dari segi guru

    adalah bagaimana guru dapat menyampaikan pembelajaran dengan baik dan

    siswa dapat menerimanya. Menurut Wardani Naniek Sulistya, hasil belajar

    adalah besarnya skor yang diperoleh melalui pengukuran pada saat proses

    belajar (non tes) dan pengukuran pada hasil belajar (tes). Teknik

    pengukuran pada saat proses belajar dengan menggunakan teknik non tes

    dan teknik pengukuran pada hasil belajar menggunakan teknik tes.

    Berdasarkan beberapa pendapat tentang pengertian hasil belajar maka

    dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan atau tingkat

    keberhasilan siswa setelah melakukan kegiatan belajar dan menerima

    pengalaman dalam belajarnya yang ditunjukkan dengan nilai tes atau skor

    yang diberikan oleh guru.

    Besarnya hasil belajar dapat diketahui melalui pengukuran.

    Pengukuran terhadap hasil belajar dilakukan dengan menggunakan alat ukur

    atau instrumen. Menurut Wardani Naniek Sulistya, dkk (2012:49) teknik

    pengukuran dibedakan menjadi 2 yaitu teknik tes dan non tes.

    1. Teknik tes

    Menurut Suryanto Adi, dkk (2009) secara sederhana tes adalah

    seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk

  • 28

    memperoleh informasi tentang sifat (trait) atau atribut pendidikan

    yang setiap butir pertanyaan tersebut mempunyai jawaban atau

    ketentuan yang dianggap benar.

    2. Non Tes

    Teknik non tes sangat penting dalam mengases siswa pada ranah

    afektif dan psikomotor, berbeda dengan tekik tes yang lebih

    menekankan pada aspek kognitif.

    Hasil dari pengukuran tersebut di atas, dipergunakan sebagai dasar

    penilaian atau evaluasi. Wardani Naniek Sulistya, dkk, (2010:2.8)

    menjelaskan bahwa evaluasi itu merupakan proses untuk memberi makna

    atau menetapkan kualitas hasil pengukuran, dengan cara membandingkan

    angka hasil pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu. Kriteria sebagai

    pembanding dari proses dan hasil pembelajaran tersebut dapat ditentukan

    sebelum proses pengukuran atau ditetapkan setelah pelaksanaan

    pengukuran. Kriteria dapat berupa kemampuan minimal yang

    dipersyaratkan seperti KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal).

    2.1.3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

    Menurut Slameto (2003:54-72), faktor-faktor yang mempengaruhi

    belajar adalah:

    a. Faktor-faktor internal meliputi keadaan jasmaniah (kesehatan, cacat

    tubuh), psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif,

    kematangan, kesiapan), dan kelelahan.

    b. Faktor-faktor eksternal meliputi faktor keluarga, sekolah, dan

    masyarakat.

    Clark (dalam Sudjana dkk. 2001:39) mengungkapkan bahwa hasil

    belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30%

    dipengaruhi oleh lingkungan.

    Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa

    faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dari faktor internal siswa dan

    faktor eksternal.

  • 29

    Hasil belajar siswa dapat diklasifikasi ke dalam tiga ranah (domain),

    yaitu; (a) ranah kognitif adalah pengetahuan atau yang mencakup

    kecerdasan bahasa dan kecerdasan logika, (b) ranah afektif adalah sikap dan

    nilai atau yang mencakup kecerdasan antar pribadi dan kecerdasan intra

    pribadi, dengan kata lain kecerdasan emosional, dan (c) ranah psikomotor

    adalah keterampilan atau yang mencakup kecerdasan kinestetik, kecerdasan

    visual-spasial, dan kecerdasan musikal.

    2.1.3.2 Hubungan antara Model Problem Based Learning (PBL) dan

    Hasil Belajar Matematika

    Hubungan antara Model Problem Based Learning (PBL) dan Hasil

    Belajar Matematika sangat berkaitan. Sebab Problem Based Learning

    (PBL) adalah suatu proses pembelajaran dimana siswa itu diberikan masalah

    dalam situasi yang berorientasi pada masalah dalam kehidupan sehari-hari,

    sehingga mendorong siswa dalam berpikir kritis dan keterampilan

    pemecahan masalah dalam rangka memperoleh pengetahuan baru.

    Sedangkan hasil belajar dalam penelitian ini adalah gambaran suatu

    interaksi tindakan belajar dan tindakan mengajar yang dipengaruhi oleh

    faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari luar diri siswa berupa

    kemampuan akademis siswa dalam mencapai standar tujuan pembelajaran

    yang telah ditetapkan sebelumnya dan harusdimiliki siswa setelah mengikuti

    proses pembelajaran matematika.

    Dalam proses pembelajaran tidak hanya mentransfer pengetahuan

    saja, tetapi juga melatih siswa bagaimana memecahkan masalah dalam

    kehidupan sehari-hari dengan cara berfikir kritis dan

    ketrampilanmemecahkan masalah untuk mencari dan memperoleh

    pengetahuan baru. Dalam pelaksanaan pembelajarannya, siswa dapat

    membuat hubungan antara pengetahuan yang dipelajari dengan

    menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dilakukan agar siswa

    lebih mudah dalam memahami materi pembelajaran yang telah diberikan.

    Dengan menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

  • 30

    dengan materi pelajaran matematika yang melibatkan peserta didik dalam

    proses pembelajaran dimana guru menghubungkan antara materi yang

    diajarkannya dengan situasai dunia nyata maka hasil belajr matematika

    siswa menjadi meningkat.

    2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

    Beberapa penelitian tentang pengaruh penggunaan model pembelajaran

    Problem Based Learning (PBL) yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa

    diantaranya:

    Penelitian yang dilakukan oleh Sukarman (2012) dengan judul

    “Penggunaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) untuk Meningkatkan

    Hasil Belajar Matematika Pada Siswa Kelas IV SD Negeri Batiombo 02

    Kecamatan Bandar Kabupaten Batang Semester 2/2011-2012. Hasil penelitian

    menunjukkan Hasil belajar siswa mengalami peningkatan, sebelum penelitian

    ketuntasan hanya 42.85% dengan rata-rata kelas 55 setelah dilakukan tindakan,

    pada siklus1 ketuntasan belajar siswa 71.42% dengan nilai rata-rata 61,45. Pada

    siklus 2 ketuntasan belajar siswa 85.71% dengan nilai rata-rata kelas 70,47.

    Rifki Khamdani. 2012. Penggunaan Model Pembelajaran Berbasis

    Masalah (PBL) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V

    SD Negeri Kemligi Kecamatan Wonotunggal Kabupaten Batang Tahun Pelajaran

    2013/2014. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model

    pembelajaran Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) Pada Pembelajaran

    Matematika Siswa Kelas V SD Negeri Kemligi Kecamatan Wonotunggal

    Kabupaten Batang. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perolehan skor aktivitas

    siswa selama pembelajaran matematika dengan menerapkan model pembelajaran

    pembelajaran berbasis masalah. Persentase ketuntasan belajar matematika pada

    pra siklus dan siklus 1 yang telah diberi tindakan, mengalami peningkatan dari

    22,2% pada pra siklus menjadi 72,2% siklus 1 dan 88,9% pada siklus II. Skor

    rata-rata hasil belajar 27 meningkat dari 62,22 pada pra siklus menjadi 75,00 pada

    siklus I dan 79,44 pada siklus II.

  • 31

    Penelitian Siti Novi Andriastutik (2009) dalam penelitiannya yang

    berjudul Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Pada

    Pembelajaran Matematika Dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika

    Siswa Kelas 5 Semester II Sekolah Dasar Negeri 6 Sindurejo Tahun Ajaran

    2012/2013. Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model

    pembelajaran pembelajaran berbasis masalah, sangat cocok dilakukan karena

    peningkatan ketuntasan hasil belajar matematika dengan pokok bahasan jaring-

    jaring bangun ruang menggunakan model PBL. Pada prasiklus siswa yang tuntas

    hanya 8 siswa atau sebesar 44% sedangkan yang tidak tuntas 10 siswa atau 56%.

    Pada siklus I ada 13 siswa atau 72 % yang tuntas sedangkan yang tidak tuntas

    sebanyak 5 siswa atau 28%. Pada siklus II ketuntasan hasil belajar meningkat

    menjadi 94% atau sebanyak 17 siswa, sedangkan yang tidak tuntas hanya 1 siswa

    atau 6%.

    Jurnal penelitian Rizka Vitasari (2012) yang berjudul Peningkatan

    Keaktifan dan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Problem Based Learning

    Siswa Kelas V SD Negeri 5 Kutasari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

    penerapan model PBL mengalami peningkatan ketuntasan hasil belajar

    matematika pada setiap siklus. Pada siklus I dengan nilai rata-rata 62,8 atau 54,2

    % dan siklus II dengan nilai rata-rata sebesar 88,1 atau 85,4%. Jadi dari siklus I ke

    siklus II mengalami peningkatan sebesar 25,3 atau 31,2 %.

    Berdasarkan analisis dari penelitian yang dilakukan oleh Sukarman, Rifki

    Khamdani, Novi Andriastutik,dan Rizka Vitasari telah menunjukkan keberhasilan

    dalam meningkatkan hasil belajar siswa dengan menggunakan model

    pembelajaran Problem Based Learning. Penulis memilih empat penelitian tersebut

    karena sangat releven untuk penelitian berikutnya di lingkungan yang berbeda.

    Oleh karena itu, penulis juga optimis dan yakin bahwa pada penelitian ini juga

    akan berhasil meningkatkan hasil belajar matematika melalui model pembelajara

    Problem Based Learning (PBL) pada siswa kelas 5 SD Negeri Kauman Kidul

    Salatiga semester I tahun pelajaran 2015/2016.

  • 32

    2.3 Kerangka Berfikir

    Kerangka pikir adalah alur penalaran atau gambaran secara singkat

    bagaimana langkah-langkah model yang dipakai dapat dipahami nalarnya.

    Kerangka pikir di awali dengan kenyataan sebelum dilakukan tindakan di

    lapangan yang menjadi permasalahan sehingga perlu diadakannya perbaikan

    dengan suatu tindakan pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran agar

    dapat mengaktifkan siswa dan menjadikan hasil belajar matematika lebih

    meningkat.

    Temuan awal tentang kondisi pembelajaran Matematika kelas V di SD N

    Kauman Kidul Salatiga masih menggunakan pembelajaran konvensional yang

    berpusat pada guru., dan aktivitas pembelajaran tidak menggunakan model

    pembelajaran yang menarik sehingga menjadikan siswa pasaif dan bosan. Di sisi

    lain para siswa kurang memiliki keterampilan proses pemecahan masalah

    Matematika dan berdampak pada hasil belajar yang belum maksimal.

    Berdasarkan kondisi awal, maka perlu diadakan tindakan dalam

    pembelajaran matematika agar hasil belajar siswa dapat meningkat. Tindakan

    yang diberikan melalui penereapan model pembelajaran Problem Based Learning

    (PBL). Dengan menerapkan model PBL dalam pembelajaran matematika, maka

    siswa mampu berfikir lebih kritis, menyelesaikan masalah secara sistematis dan

    logis, dan memberikan kesempatan kepada setiap kelompok untuk berfikir dan

    mengemukakan ide dalam memecahkan suatu permasalahan, serta siswa dapat

    memperoleh pengalaman secara langsung, sehingga pembelajaran itu menjadi

    lebih bermakna. Kerangka pikir untuk mengatasi permasalahan kondisi awal

    pembelajaran Matematika kelas V SD Negerai Kauman Kidul divisualkan dalam

    bagan 4.

  • 33

    Pembelajaran dengan

    menggunakan PBL

    siswa menjadi lebih aktif

    dalam pembelajaran,

    berfikir kritis dan lebih

    dapat menyerap materi

    pembelajaran yang

    diajarkan, serta senang

    dalam mengikuti

    pembelajaran. Sehingga

    hasil belajar meningkat.

    Pemahaman siswa

    kurang, siswa

    bingung,

    pembelajaran tidak

    menyenangkan dan

    hasil belajar rendah.

    Sehingga hasil belajar

    menurun.

    Guru:

    a. Memberikan

    orientasi masalah

    melalui soal cerita.

    b. Membentuk

    kelompok yang

    terdiri dari 4-5

    siswa.

    c. Memberi

    permasalahan

    kepada setiap

    kelompok.

    d. Membimbing

    penyelidikan

    individual dalam

    kelompok

    e. Mempresentasikan

    hasil kerja

    kelompok.

    Gambar 1

    Kerangka pikir hasil belajar matematika menggunakan model pembelajaran

    Problem Based Learning (PBL)

    Kondisi

    Awal

    Tindakan

    Kondisi

    Akhir

    Guru dalam proses

    pembelajaran

    masih

    menggunakan

    pembelajaran

    konvensional

    Dalam proses

    pembelajaran

    guru

    menggunakan

    model

    pembelajaran

    Problem Based

    Learning

  • 34

    Langkah-langkah pembelajaran pada kegiatan awal, kegiatan inti dan

    kegiatan akhir pembelajaran dirancang sesuai dengan langkah-langkah

    model pembelajaran PBL. Pada kegiatan ini, para siswa diajak untuk

    melakukan kegiatan: 1) mengorientasi peserta didik terhadap masalah yaitu

    memprediksi dan mengajukan hipotesis berdasarkan perkiraan atas

    kecenderungan atau pola hubungan antar data atau informasi tentang

    Kompetensi Dasar menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan volume

    kubus dan balok. 2) Kemudian para siswa diajak mengorganisasikan

    masalah dengan mencari alternatif strategi untuk menyelesaikan masalah

    mengenai volume kubus dan balok. 3) Selanjutnya siswa melakukan

    percobaan secara kelompok untuk mengumpulkan data atau informasi.

    Kegiatan berikutnya 4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya, yaitu

    mengkomunikasikan secara tertulis laporan dari proses merumuskan

    hipotesis sampai dengan menyimpulkan hasilnya. 5) kemudian kegiatan

    terakhir, siswa diminta menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan

    maslah yaitu guru dan siswa mengevaluasi dan mengevaluasi proses

    pemecahan maslah yang dipresentasikan setiap kelompok.

    Dengan langkah-langkah pembelajaran seperti diuraikan dalam

    kerangka pikir di atas,tujuan dari model pembelajran PBL akan tercapai.

    Tujuan tersebut adalah meningkatnya kompetensi keterampilan proses

    pemecahan maslah matematika dan peningkatan penguasaan konsep-konsep

    hasil belajar Matematika.

    2.4 Hipotesis Penelitian

    Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir seperti diuraikan diatas

    dapat diajukan hipotesis dalam penelitian ini adalah penggunaan model

    pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil

    belajar siswa pada pembelajaran Matematika kelas V SD Negeri Kauman

    Kidul Salatiga.