BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian tentang Jabatan Notaris ...

20
30 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian tentang Jabatan Notaris 2.1.1. Pengertian Notaris Menurut pendapat G.H.S. Lumban Tombing, Notaris merupakan salah satu pejabat umum yang mempunyai kewenangan dalam hal pembuatan suatu akta otentik mengenai perbuatan-perbuatan, perjanjian-perjanjian serta penetapan yang telah diharuskan oleh peraturan umum atau yang oleh pihak- pihak yang mempunyai kepentingan ingin dinyatakan ke dalam akta otentik, memberi jaminan terkait dengan kepastian tanggal, menyimpan aktanya dan memberikan grossenya, salinan serta kutipannya, hal ini semua sepanjang pembuatan akta itu tidak dikecualikan ataupun ditugaskan pada pejabat lainnya ataupun orang lainnya. 35 Sedangkan berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 angka 1 UUJN, Notaris diartikan sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat suatu akta otentik dan kewenangan lainnya. Definisi tersebut di atas, tentu terkait dengan tugas dan wewenang yang dilaksanakan oleh seorang Notaris. Hal ini memiliki arti bahwa Notaris mempunyai tugas sebagai pejabat umum dan berwenang dalam pembuatan suatu akta-akta otentik beserta kewenangan- kewenangan lain yang telah diatur dalam UUJN. 36 Notaris mempunyai tugas untuk mengkonstantir adanya suatu hubungan hukum antara pihak-pihak yang menghadap kemudian dituangkan dalam suatu bentuk tertulis dan suatu 35 G.H.S Lumban Tombing, Op.cit., hlm. 30. 36 Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia persfektif Hukum dan Etika, (Yogyakarta: UII Press, 2009), hlm. 14.

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian tentang Jabatan Notaris ...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian tentang Jabatan Notaris ...

30

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian tentang Jabatan Notaris

2.1.1. Pengertian Notaris

Menurut pendapat G.H.S. Lumban Tombing, Notaris merupakan salah

satu pejabat umum yang mempunyai kewenangan dalam hal pembuatan suatu

akta otentik mengenai perbuatan-perbuatan, perjanjian-perjanjian serta

penetapan yang telah diharuskan oleh peraturan umum atau yang oleh pihak-

pihak yang mempunyai kepentingan ingin dinyatakan ke dalam akta otentik,

memberi jaminan terkait dengan kepastian tanggal, menyimpan aktanya dan

memberikan grossenya, salinan serta kutipannya, hal ini semua sepanjang

pembuatan akta itu tidak dikecualikan ataupun ditugaskan pada pejabat

lainnya ataupun orang lainnya.35

Sedangkan berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 angka 1 UUJN, Notaris

diartikan sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat suatu akta

otentik dan kewenangan lainnya. Definisi tersebut di atas, tentu terkait

dengan tugas dan wewenang yang dilaksanakan oleh seorang Notaris. Hal ini

memiliki arti bahwa Notaris mempunyai tugas sebagai pejabat umum dan

berwenang dalam pembuatan suatu akta-akta otentik beserta kewenangan-

kewenangan lain yang telah diatur dalam UUJN.36 Notaris mempunyai tugas

untuk mengkonstantir adanya suatu hubungan hukum antara pihak-pihak

yang menghadap kemudian dituangkan dalam suatu bentuk tertulis dan suatu

35G.H.S Lumban Tombing, Op.cit., hlm. 30. 36Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia persfektif Hukum dan Etika,

(Yogyakarta: UII Press, 2009), hlm. 14.

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian tentang Jabatan Notaris ...

31

format tertentu, sehingga tergolong sebagai suatu akta yang otentik. Notaris

merupakan pembuat dokumen yang dapat dijadikan alat bukti yang bersifat

kuat dalam proses hukum.37

Jabatan Notaris bukanlah merupakan suatu profesi melainkan suatu

jabatan. Jabatan Notaris termasuk ke dalam jenis pelaksanaan jabatan luhur

seperti yang dimaksud oleh C. S. T. Kansil dan Christine S. T, yaitu:

“Suatu pelaksanaan jabatan yang pada hakekatnya merupakan

suatu pelayanan pada manusia atau masyarakat. Orang yang

menjalankan jabatan luhur tersebut juga memperoleh nafkah dari

pekerjaannya, tetapi hal tersebut bukanlah motivasi utamanya.

Adapun yang menjadi motivasi utamanya adalah kesediaan yang

bersangkutan untuk melayani sesamanya.”38

2.1.2. Pengertian Jabatan

Pengertian Jabatan berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

adalah pekerjaan atau tugas dalam suatu pemerintahan atau suatu organisasi.

Sedangkan arti jabatan dalam hal ini merupakan arti secara umum, dan untuk

tiap suatu bidang pekerjaan atau tugas yang dengan sengaja telah dibuat atau

dibentuk guna kebutuhan yang berkaitan baik dengan pemerintahan ataupun

dengan organisasi yang bisa saja dirubah sesuai dengan kebutuhan.

Sedangkan Jabatan dalam arti sebagai suatu ambt39 adalah merupakan

fungsi, tugas, dan kedudukan wilayah kerja pemerintahan pada umumnya

atau badan perlengkapan pada khususnya. Istilah Jabatan merupakan istilah

yang digunakan sebagai suatu fungsi atau tugas ataupun wilayah kerja dalam

pemerintahan.

37Tan Thong Kie, Studi Notariat, Serba-serbi Praktek Notaris, Buku I, (Jakarta: PT. Iktiar

Baru Van Hoeve, 2000), hlm. 159. 38C. S. T. Kansil dan Christine S. T, Pokok-Pokok Etika Jabatan Hukum, (Jakarta: Pradnya

Paramita, 1979), hlm. 5. 39Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan-Balai

Pustaka, 1994) , hlm. 392.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian tentang Jabatan Notaris ...

32

Menurut pendapat E. Utrecht, jabatan (ambt) merupakan suatu

lingkungan pekerjaan yang tetap yang ada dan dilakukan untuk kepentingan

umum. Jabatan itu sendiri merupakan suatu subjek dalam hukum, yang dalam

hal ini sebagai pendukung hak dan kewajiban. Dalam ranah Hukum Tata

Negara (HTN) kekuasaan itu sendiri tidaklah diberikan pada penjabat atau

(orang), tapi diberikan pada jabatan (lingkungan pekerjaan). Sebagai suatu

subjek hukum maka suatu Jabatan itu sendiri dapat menjamin pelaksanaan

hak dan kewajiban. Pejabat dalam hal ini menduduki suatu jabatan dan selalu

berganti-ganti, sedangkan untuk suatu jabatan hal ini dilakukan terus-

menerus.40 Contohnya jabatan presiden, yang akan tetap ada selama

dibutuhkan dalam suatu pemerintahan. Jabatan tersebut dijabat oleh subjek

hukum yang telah terpilih yang kemudian diangkat selama kurun waktu yang

telah ditentukan. Jabatan itu sendiri merupakan pekerjaan yang secara sengaja

telah dibuat oleh suatu aturan hukum guna kepentingan dan pelaksanaan

fungsi tertentu, selain itu juga yang mempunyai sifat berkesinambungan dan

merupakan lingkungan pekerjaan yang sifatnya tetap.41

Agar jabatan itu sendiri dapat berjalan dengan baik, maka jabatan itu

sendiri disandang oleh seseorang (subjek hukum), yakni orang perorangan.

Orang yang telah diangkat untuk menjalankan suatu jabatan tertentu disebut

dengan Pejabat. Suatu jabatan tanpa pejabatnya, maka jabatan tersebut

tidaklah dapat berjalan.42

40E. Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, (Jakarta: Ichtiar, 1963),

hlm. 159. 41Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap Undang-undang

Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris), (Surabaya: Reflika Aditama, 2007), hlm. 10. 42Ibid.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian tentang Jabatan Notaris ...

33

2.1.3. Pengertian Pejabat

Terdapat dua istilah dalam Bahasa Indonesia, yang pertama istilah

penjabat dan istilah pejabat. Kedua istilah tersebut memiliki arti yang

berbeda, dalam hal ini penjabat diartikan sebagai pemegang jabatan orang

lain yang diberikan kepadanya untuk sementara waktu, sedangkan pejabat

adalah sebagai seorang pegawai pemerintah yang memegang suatu jabatan

tertentu atau merupakan unsur pimpinan atau merupakan orang yang

menduduki suatu jabatan tertentu.43

Suatu jabatan agar dapat berjalan haruslah dilaksanakan oleh manusia

yang merupakan subjek hukum sebagai pelaksana hak dan kewajiban.

Sedangkan pihak yang menjalankan hak dan kewajiban dan juga didukung

oleh suatu jabatan disebut sebagai Pejabat. Jabatan itu sendiri dalam hal

bertindak tentu melalui perantara Pejabatnya.44

Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa hubungan antara

jabatan dan pejabat adalah bahwa setiap jabatan itu memiliki lingkungan

pekerjaan yang sifatnya tetap. Sedangkan suatujabatan dapat berjalan dengan

tindakan manusia yang merupakan pendukung hak dan kewajiban sehingga

disebut sebagai Pejabat. Pejabat itu sendiri dapat digantikan oleh siapa saja,

sedangkan suatu jabatan tetaplah ada sepanjang dibutuhkan dalam suatu

struktur pemerintahan ataupun suatu organisasi.45 Dalam perspektif Hukum

43Kamus Besar Bahasa Indonesia, op.cit, hlm. 392. Badudu-Zain, Kamus Umum Bahasa

Indonesia, (Jakarta, 1994), hlm. 543. 44E. Utrecht. Op.cit., hlm. 124. 45Habib Adjie, Op.cit., hlm. 11.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian tentang Jabatan Notaris ...

34

Tata Usaha Negara, Pejabat diartikan sebagai seseorang yang melaksanakan

urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan.46

Di samping itu hubungan antara jabatan dengan pejabat itu sendiri

diibaratkan seperti dua sisi mata uang, dimana pada satu sisi, jabatan

mempunyai sifat tetap sedangkan sisi yang kedua adalah jabatan hanya dapat

berjalan oleh manusia sebagai pelaksana hak dan kewajiban. Sehingga yang

menjalankan suatu jabatan disebut sebagai pejabat, atau dapat dikatakan

bahwa pejabat adalah orang yang menjalankan suatu hak dan kewajiban

jabatan tertentu. Kata pejabat itu sendiri sebenarnya lebih mengarah pada

orang yang sedang menduduki suatu jabatan tertentu. Untuk itu semua

tindakan Pejabat yang sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya adalah

suatu implementasi dari jabatan yang diembannya.47

Pejabat dapat berganti-ganti orangnya terhadap suatu jabatan, sedangkan

jabatan akan terus ada selama masih dibutuhkan di dalam suatu struktur

pemerintahan ataupun struktur organisasi.48 Jabatan dengan pejabat sangat

berhubungan erat dan tidak dapat dipisahkan, jabatan bersifat tetap dan baru

dapat dijalankan apabila ada pejabat sebagai pendukung hak dan

kewajibannya. Dengan demikian suatu jabatan tidak berjalan dengan baik

apabila tidak ada seorang pejabat sebagai pelaksananya, kata pejabat lebih

menonjolkan orang yang menduduki suatu jabatan. Semua tindakan yang

46Lihat Pasal 1 angka 8 Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua

atas Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. 47Indroharto, Usaha Memahi Undang-undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara,

Buku I, Beberapa Pengertian Dasar Hukum Tata Negara, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,

1996), hlm. 28. 48Ibid., hlm. 14.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian tentang Jabatan Notaris ...

35

dilaksanakan pejabat tersebut yang sesuai dengan jabatannya merupakan

suatu implementasi dari hak dan kewajiban jabatannya.

2.1.4. Notaris sebagai Pejabat Umum

Pejabat Umum berasal dari bahasa Belanda yaitu “Openbare

Ambtenaren” menurut kamus hukum.49 Salah satu arti dari Openbare

Ambtenaren adalah pejabat, berdasarkan ketentuan tersebut maka istilah

Openbare Ambtenaren merupakan seorang pejabat yang memiliki tugas yang

bertalian dengan kepentingan masyarakat, sehingga Openbare Ambtenaren

diberi arti sebagai seorang pejabat yang diberi tugas dalam hal pembuatan

suatu akta yang sifatnya otentik dan juga memberi pelayanan bagi

kepentingan suatu masyarakat, dan kategori seperti tersebut di atas diberi

pada seorang Notaris.50 N.G Yudara berpendapat bahwa seorang pejabat

umum merupakan salah satu organ dari negara yang telah dilengkapi oleh

suatu kekuasaan umum, yang berwenang menjalankan sebagian kekuasaan

negara khususnya dalam pembuatan dan peresmian suatu alat bukti dalam

bentuk tertulis dan yang bersifat otentik, dalam hal ini masuk ranah perdata

sebagaimana ditentukan Pasal 1868 KUHPerdata.51 Pengertian Notaris

sebagai Pejabat umum didasarkan pada ketentuan Pasal 1868 KUHPerdata,52

sedangkan Notaris sebagai satu-satunya Pejabat umum yang ditegaskan

49N.E. Algra, H.R.W. Gokkel dkk, Kamus Istilah Hukum Fockema

Andreae, Belanda- Indonesia, (Jakarta: Binacipta, 1983), hlm. 29. 50Habib Adjie I, Op.Cit., hlm. 13. 51Husni Thamrin, Pembuatan Akta Pertanahan oleh Notaris, (Yogyakarta: Laksbang

Pressindo, 2010), hlm. 74. 52Pasal 1868 KUHPerdata menyatakan: “suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat

dalam bentuk yang ditentukan Undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang

berwenang untuk itu, ditempat dimana akta itu dibuat.”

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian tentang Jabatan Notaris ...

36

kembali pada dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 UUJN.53 Notaris adalah

Pejabat umum yang berfungsi menjamin otoritas pada tulisan-tulisannya

(akta). Notaris diangkat oleh pengurus tertinggi negara dan kepadanya

diberikan kepercayaan dan pengakuan dalam memberikan jasa bagi

kepentingan masyarakat.54 Notaris sebagai pejabat umum memiliki tanggung

jawab atas perbuatannya terkait dengan pekerjaannya dalam membuat akta.

2.1.5. Notaris Sebagai Pejabat Publik

Seseorang dapat dikatakan sebagai pejabat publik apabila memenuhi 3

(tiga) unsur atau 3 (tiga) persyaratan, yaitu ia adalah pegawai pemerintah;

menjabat sebagai pimpinan; dan tugasnya adalah mengurusi kepentingan

orang banyak.

Notaris sebagai seorang pejabat publik mempunyai beberapa

karakteristik sehubungan dengan pelaksanaan tugasnya. berikut karakteristik

seorang Notaris sebagai jabatan publik:55

1. Sebagai suatu Jabatan

UUJN adalah suatu unifikasi dalam bidang kenotariatanatau terkait

dengan jabatan Notaris, yang berarti hanya satu-satunya pengaturan

hukum yang dibuat dalam bentuk Undang-undang, yang dalam hal ini

mengatur terkait dengan Jabatan seorang Notaris yang ada di wilayah

Indonesia, sehingga dengan demikian semua hal yang terkait dengan

Notaris wajib untuk mengacu pada ketentuan dalam UUJN. Jabatan

53Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-

undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menyatakan: “Notaris adalah pejabat

umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan memiliki kewenangan lainnya

sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini atau berdasarkan Undang-undang lainnya.” 54Ibid., hlm. 72. 55Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia ...., Op.Cit., hlm. 15.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian tentang Jabatan Notaris ...

37

seorang Notaris itu sendiri adalah lembaga yang sengaja diciptakan

Negara, begitu pula dengan tugasnya yang dengan sengaja ditentukan

oleh suatu aturan hukum guna kebutuhan dan kewenangan tertentu juga

yang sifatnya berkesinambungan dalam lingkup suatu pekerjaan yang

bersifat tetap;

2. Notaris mempunyai kewenangan tertentu

Tiap wewenang yang diberikan kepada suatu jabatan haruslah terdapat

suatu dasar aturannya yang menjadi suatu batasan supaya jabatan itu

sendiri dapat berjalan secara baik dan juga tidak bertabrakan satu dengan

yang lainnya. Hal ini berarti apabila seorang Notaris melakukan tindakan

di luar kewenangan yang dimilikinya, hal tersebut merupakan suatu

pelanggaran terhadap wewenang. Sedangkan wewenang seorang Notaris

terdapat pada ketentuan Pasal 15 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) UUJN,

yang menetapkan, sebagai berikut:

(1) Notaris berwenang membuat Akta otentik mengenai semua

perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh

peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki

oleh oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam

Akta oterntik, menjami kepastian tanggal pembuatan Akta,

menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan

Akta, semua itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga

ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang

lain yang ditetapkan oleh undang-undang;

(2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

Notaris berwenang pula: a. Mengesahkan tanda tangan dan

menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan

mendaftar dalam buku khusus; b. Membukukan surat di

bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; c.

Membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa

salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan

digambarkan dalam surat yang bersangkutan; d. Melakukan

pengesahan kecocockan fotokopi dengan surat aslinya; e.

Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian tentang Jabatan Notaris ...

38

pembuatan Akta; f. Membuat Akta yang berkaitan dengan

pertanahan; atau g. Membuat Akta risalah lelang;

(3) Selain kewenangan sebagaiamana dimaksud pada ayat (1)

dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang

diatur dalam peraturan perundang-undangan.”56

3. Diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 UUJN, pengangkatan dan pemberhentian

seorang merupakan kewenangan dari Pemerintah, yang dalam hal ini

adalah Menteri yang ada dalam lingkup atau bidang kenotariatan

sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 14 UUJN. Walaupun secara

administratif seorang Notaris pengangkatan dan pemberhentiannya

dilakukan pemerintah, namun hal ini tidaklah berarti bahwa seorang

Notaris merupakan subordinasi dari pihak yang mengangkat yakni

pemerintah, hal ini karena dalam melaksanakan tugasnya sebagai

Notaris, jabatan seorang Notaris tersebut bersifat:

3.1. Bersifat mandiri (autonomous);

3.2. Tidak memihak siapapun (impartial);

3.3. Tidak bergantung pada siapapun atau bersifat mandiri atau

(independent);

Hal ini berarti di dalam melaksanakan tugas jabatan seorang

Notaris tidaklah dapat di campuri pihak yang telah mengangkatnya

ataupun pihak lainnya.

3.4. Tidak menerima gaji atau pensiun dari yang mengangkatnya;

Walaupun pengangkatan notaris dan pemberhentiannya dilakukan

oleh pemerintah, namun Notaris tidak menerima upah dan

56Lihat Pasal 15 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang

Perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian tentang Jabatan Notaris ...

39

pemberian pensiun dari pemerintah. Tetapi Notaris mendapatkan

honorarium dari masyarakat yang telah menggunakan jasanya atau

dalam suatu hal tertentu juga dapat memberi pelayanan secara

cuma-cuma pada masyarakat yang tidak mampu.

3.5. Akuntabilitas atas pekerjaannya kepada masyarakat;

Kehadiran seorang Notaris adalah guna memenuhi segala

kebutuhan dari masyarakat yang membutuhkan suatu akta yang

merupakan suatu akta yang sifatnya otentik, khususnya di bidang

hukum perdata, sehingga dalam hal ini Notaris memiliki

tanggungjawab dalam hal memberikan pelayanan pada masyarakat,

dan dalam hal ini masyarakat dapat mengajukan gugatan secara

perdata pada Notaris, menuntut biaya, ganti rugi dan juga bunga

apabila akta otentik tersebut dapat dibuktikan telah dibuat namun

tidaklah sesuai dengan suatu aturan hukum yang berlaku, dan hal

ini merupakan salah satu wujud akuntabilitas seorang Notaris pada

masyarakat.

2.2. Kajian tentang Akta Otentik

2.2.1. Pengertian Akta Otentik

Menurut pandangan Sudikno Mertokusumo, akta merupakan surat yang

dibubuhi tanda tangan, yang berisi suatu peristiwa, yang dapat menjadi dasar

suatu hak atau suatu perikatan, yang telah dibuat sejak awal dengan sengaja

dalam hal pembuktian.57

57R. Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 1980), hlm. 29.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian tentang Jabatan Notaris ...

40

Tan Thong Kie memberikan beberapa catatan mengenai definisi akta dan

akta otentik yaitu:

1. Perbedaan antara tulisan dan akta terletak pada tanda tangan yang tertera

dibawah tulisan;

2. Pasal 1874 ayat (1) KUHPerdata menyebutkan bahwa yang termasuk ke

dalam tulisan di bawah tangan merupakan suatu akta di bawah tangan,

surat, register atau daftar, surat rumah tangga, serta tulisan lain yang

dibuat tanpa perantaraan pejabat umum;

3. Pasal 1867 KUHPerdata selanjutnya menentukan bahwa akta otentik dan

tulisan di bawah tangan dianggap sebagai bukti tertulis.58

Menurut Pasal 1 angka 7 UUJN menentukan bahwa “akta notaris adalah

akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan

tata cara yang ditetapkan dalam Undang-undang ini”.59

Akta termasuk tulisan yang dibuat dengan sengaja sebagai suatu alat

bukti. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 138, 165, 167 HIR, dan ketentuan

Pasal 1868 KUHPerdata alat bukti yang sah dan diakui hukum terdiri dari:

a. Bukti tulisan;

b. Bukti saksi-saksi;

c. Persangkaan-persangkaan;

d. Pengakuan;

e. Sumpah.

58Daeng Naja, Teknik Pembuatan Akta,(Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2012), hlm. 1. 59Lihat Pasal 1 angka 7 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian tentang Jabatan Notaris ...

41

Menurut Irawan Soerodjo terdapat 3 (tiga) unsur esensialia agar suatu

akta dapat terpenuhi syarat formalnya sebagai suatu akta otentik, yakni:

a. Akta tersebut dalam bentuk yang telah ditetapkan oleh Undang-undang;

b. Dibuat dihadapan seorang Notaris;

c. Akta tersebut dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum yang

mempunyai kewenangan demikian, dan ditempat akta tersebut dibuat.60

Menurut Pasal 1868 KUHPerdata, yang dimaksud dengan akta otentik

adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-

undang atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat

akta itu dibuat.61

2.2.2. Bentuk Akta Otentik

Berdasarkan ketentuan Pasal 1868 KUHPerdata terdapat 2 (dua)

golongan bentuk Akta Notaris, yakni:

1. Akta yang dibuat oleh (door) Notaris atau disebut juga sebagai akta

relaas merupakan akta yang menerangkan secara otentik perbuatan yang

telah dilakukan atau terkait dengan keadaan yang telah dilihat, didengar,

dan jugadisaksikan oleh Notaris itu sendiri. Akta tersebut diatas yang

berisi uraian mengenai apa yang telah dilihat dan disaksikan juga dialami

oleh Notaris tersebut disebut sebagai akta yang dibuat oleh Notaris;

2. Akta yang dibuat dihadapan (ten overstaan) Notaris atau akta partij

adalah suatu akta yang di dalamnya berisi cerita terkait dengan suatu

kejadian tertentu, akibat dari adanya suatu perbuatan yang telah

60Habib Adjie, Sekilas Dunia Notaris dan PPAT Indonesia, (Bandung: Mandar Maju,

2009), hlm. 43. 61Menurut Pasal 1868 KUHPerdata, yang dimaksud dengan akta otentik adalah suatu akta

yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-undang atau di hadapan pejabat umum

yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian tentang Jabatan Notaris ...

42

dilakukan oleh para pihak dihadapan seorang Notaris, yang dalam hal ini

berarti diterangkan atau diceritakan oleh para pihak pada Notaris, hal ini

dilakukan oleh para pihak dengan sengaja sehingga datang dihadapan

Notaris dan memberi keterangan tersebut atau pun melakukan perbuatan

tersebut dihadapan Notaris agar keterangan atau perbuatan tersebut

kemudian dikonstair oleh Notaris didalam suatu akta otentik. Akta seperti

itu dinamakan akta yang dibuat dihadapan Notaris (ten overstaan) atau

akta partij.62

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, perbedaan yang telah diuraikan

di atas merupakan hal yang sangat penting karena dalam hal ini berkaitan

dengan pembuktian sebaliknya terhadap akta itu sendiri. Hal ini berarti bahwa

terkait dengan kebenaran yang ada dalam akta pejabat atau akta relaas

tidaklah dapat dilakukan suatu gugatan, kecuali apabila dilakukan dengan

cara menuduh akta tersebut adalah palsu. Sedangkan pada partij akta, isi akta

dapat dilakukan suatu gugatan, tanpa menuduh kepalsuan dari akta tersebut

yaitu dengan menyatakan bahwa keterangan yang ada dalam akta tersebut

dari para pihak tidaklah benar. Suatu hal yang dijadikan dasar dalam hal

pembuatan suatu akta otentik ialah haruslah terdapat kehendak dan

berdasarkan permintaan dari para pihak itu sendiri. Apabila kehendak dan

permintaan dari para pihak tidak ada, maka Notaris tidak akan pernah

membuat suatuakta sebagaimana dimaksud.

Akta otentik mempunyai nilai pembuktian yang sifatnya sempurna,

kesempurnaan dari akta Notaris sebagai salah salah satu alat bukti tertulis

62Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, (Bandung:

PT. Citra Aditya Bakti, 2007), hlm. 51.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian tentang Jabatan Notaris ...

43

tidak perlu dinilai selain dari yang tercantum dalam akta itu, sedangkan akta

di bawah tangan hanyalah mempunyai suatu kekuatan pembuktian selama

para pihak mengakui atau berarti tidak ada suatu penyangkalan oleh pihak

lain.63 Apabila para pihak mengakuinya maka akta dibawah tangan

mempunyai pembuktian yang sempurna sebagai akta otentik.

Apabila salah satu pihak tidak mengakuinya maka beban pembuktiannya

adalah pada pihak yang menyangkal kebenaran suatu akta tersebut dan

penilaian terhadap adanya penyangkalan terhadap bukti itu sendiri diserahkan

pada hakim.64

2.3. Kajian tentang Keputusan Tata Usaha Negara

2.3.1. Pengertian Pejabat Tata Usaha Negara

Pengertian Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara (Pejabat TUN)

terdapat dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang tentang Nomor 5 Tahun

1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yaitu, Badan atau Pejabat yang

melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.65 Dengan kata lain, Badan atau Pejabat TUN adalah

Badan atau Pejabat yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku mempunyai wewenang untuk melaksanakan urusan pemerintahan.

Sedangkan dalam Penjelasan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara menetapkan yang

dimaksud dengan urusan pemerintahan, ialah kegiatan yang bersifat

eksekutif, dan yang dimaksud dengan pemerintahan adalah keseluruhan

63M. Ali Budiarto, Kompilasi Kaidah Hukum Putusan Mahkamah Agung, Hukum Acara

Perdata Setengah Abad, (Jakarta: Swa Justitia, 2004), hlm. 145. 64Ibid., hlm. 136. 65Lihat Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Perdadilan Tata

Usaha Negara

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian tentang Jabatan Notaris ...

44

kegiatan yang menjadi tugas dan dilaksanakan oleh para Badan atau Jabatan

TUN yang bukan pembuatan peraturan dan mengadili.66

Mengenai pengertian Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, Indroharto

menegaskan bahwa siapa saja dan apa saja yang berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku berwenang melaksanakan suatu bidang

urusan pemerintahan, maka ia dapat dianggap berkedudukan sebagai Badan

atau Pejabat TUN. Sedangkan arti dari urusan pemerintah disini adalah

kegiatan yang bersifat eksekutif yaitu kegiatan yang bukan kegiatan legislatif

atau yudikatif.67 Sedangkan dalam aturan hukum tidak ditentukan nama

Jabatan yang dapat dikualifikasikan sebagai Badan atau Pejabat TUN.

Menurut Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999, bahwa

Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur negara, dengan tugas

memberikan pelayan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan

merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintah, dan pembangunan.

Tugas memberikan pelayanan kepada masyarakat merupakan tugas utama

dari Pegawai Negeri.68 Sebutan Pejabat TUN tidak hanya ditujukan kepada

mereka yang secara struktural memangku Jabatn TUN, tapi juga kepada siapa

saja yang berdasarkan undang-undang melaksanakan urusan pemerintah

(fungsional), maka yang berbuat demikian dapat dianggap sebagai Pejabat

TUN.

Maka menurut analisis penulis, meskipun Notaris dalam pelaksanaan

jabatannya dikehendaki oleh Negara untuk menjalankan salah satu fungsi

66Indoharto, Op.cit., hlm. 68. 67Ibid., hlm.166. 68Philiphus M. Hadjon, dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, (Yogyakarta:

Gajah Mada University Press, 2002), hlm. 213.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian tentang Jabatan Notaris ...

45

Negara, namun Notaris bukanlah tergolong ke dalam Pejabat Tata Usaha

Negara, karena dalam pelaksanaan tugas jabatan Notaris, Notaris hanya

menuangkan perbuatan hukum perdata dari para pihak ke dalam bentuk

tulisan yaitu Akta otentik. Sehingga dalam hal ini Notaris tidak menciptakan

atau menghasilkan suatu Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan

produk hukum dari Pejabat Tata Usaha Negara, namun hanya sekedar

menuangkan kehendak para pihak atau penghadap ke dalam Akta otentik,

baik dalam bentuk akta pihak maupun akta pejabat dan walaupun dalam hal

ini Notaris juga memberikan pemahaman atau penyuluhan hukum kepada

para pihak, bukan berarti hal tersebut tergolong ke dalam keputusan

administratif.

2.3.2. Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara

Dalam ketentuan Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986

tentang Peradilan Tata Usaha Negara disebutkan:69

“Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis

yang dikeluarkan oleh Badan dan Pejabat Tata Usaha Negara

yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat

konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum

bagi seseorang atau badan hukum perdata.”

Keputusan atau Beschikking (sering pula dikatakan ketetapan) dapat

diberikan batasan, antara lain:

“Beschkking adalah perbuatan hukum yang dilakukan alat-alat

pemerintahan, pernyataan-pernyataan kehendak alat-alat

pemerintahan itu dalam menyelenggarakan hak istimewa, dengan

maksud mengadakan perubahan dalam lapangan perhubungan-

perhubungan hukum. 70

69 Lihat Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha

Negara. 70Habib Adjie, Majelis Pengawas Notaris (Sebagai Pejabat Tata Usaha Negara), (Bandung:

Reflika Aditama, 2011), hlm. 43.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian tentang Jabatan Notaris ...

46

“Beschikking adalah suatu perbuatan hukum publik yang bersegi

satu yang dilakukan oleh alat-alat pemerintahan berdasarkan suatu

kekuasaan istimewa”.

“Beschikking sebagai suatu tindakan hukum sepihak dalam

lapangan pemerintahan yang dilakukan oleh alat pemerintahan

berdasarkan wewenang yang ada pada alat atau organ itu”.

Berdasarkan ketiga batasan Beschikking tersebut, bahwa Besschikking

adalah:71

1. Merupakan perbuatan hukum publik yang bersegi satu atau perbuatan

sepihak dari pemerintah dan bukan merupakan hasil persetujuan kedua

belah pihak;

2. Sifat hukum publik diperoleh dari/berdasarkan wewenang atau sifat

kekuasaan istimewa;

3. Dengan maksud terjadinya perubahan dalam lapangan hubungan hukum.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1986 tentang peradilan Tata Usaha Negara Penetapan Tertulis mempunyai

unsur:72

a. Bentuk penetapan itu harus tertulis;

b. Dikeluarkan oleh Badan atau Jabatan Tata Usaha Negara;

c. Berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara;

d. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

e. Bersifat konkret, individual dan final.

f. Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum

perdata.

71Ibid., hlm. 44 72Ibid., hlm. 45

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian tentang Jabatan Notaris ...

47

2.4. Kajian tentang Asas Praduga Sah (Vermoeden van Rechmatigheid)

Asas praduga sah ini merupakan asas yang berlaku dalam Peradilan Tata

Usaha Negara, yang artinya adalah bahwa setiap Keputusan Tata Usaha Negara

(yang selanjutnya disebut KTUN) haruslah selalu dianggap telah sesuai dengan

hukum sampai dapat dibuktikan sebaliknya dan dibatalkan. Presumptio adalah

praduga benar atau sesuai hukum. Padanan asas ini dalam hukum acara pidana

adalah asas praduga tidak bersalah (Presumption of Innocent) bahwa setiap

tersangka tidak bersalah sampai dibuktikan sebaliknya. Tersangka belum

dinyatakan bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang mempunyai

kekuatan hukum yang tetap.

Perlindungan hukum terhadap produk hukum seorang Notaris dapat

dilindungi dengan adanya suatu asas praduga sah. Asas praduga sah (Vermoeden

van Rechtmatigheid atau Presumptio Iustae Causa) adalah asas yang menganggap

sah suatu produk hukum sebelum dikeluarkannya suatu putusan oleh pengadilan

yang berkekuatan hukum tetap, yang menetapkan sebaliknya. Dengan berlakunya

asas ini, akta otentik yang dibuat oleh seorang Notaris haruslah dianggap sebagai

akta yang sah dan berkekuatan mengikat bagi para pihak, sebelum dibuktikan

ketidakabsahan dari segi lahiriah, formal dan materil dari suatu akta otentik itu

sendiri. Disamping itu bila tidak dapat dibuktikan demikian, maka suatu akta yang

bersangkutan tetaplah sah dan mengikat bagi para pihak atau pihak manapun yang

mempunyai kepentingan dengan akta itu.73 Asas praduga sah ini telah diakui oleh

UUJN, hal ini dapat ditemukan dalam penjelasan bagian umum yang menetapkan

bahwa suatu akta Notaris meruapakan alat bukti tertulis yang terkuat dan

73Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif terhadap Notaris sebagai Pejabat Publik,

(Bandung: Reflika Aditama, 2008), hlm. 79.

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian tentang Jabatan Notaris ...

48

terpenuh, sehingga apa yang terdapat dalam akta Notaris tersebut haruslah dapat

diterima, kecuali dalam hal para pihak yang berkepentingan bisa melakukan

pembuktian yang sebaliknya di muka sidang pengadilan.74

Notaris sebagai seorang pejabat publik yang memiliki kewenangan tertentu

sebagaimana tercantum dalam ketentuan Pasal 15 UUJN, maka akta Notaris

dapat mengikat para pihak tersebut atau pihak lain yang mempunyai kepentingan

dengan akta itu. Apabila dalam hal pembuatan suatu akta, Notaris tersebut

berwenang dalam hal pembuatan akta yang dalam hal ini sesuai kehendak para

pihak dan dari segi lahiriah, formal, dan materil sudah sesuai dengan segalaaturan

hukum terkait dengan pembuatan akta Notaris, maka akta Notaris tersebut

dianggap sah.75

Akta Notaris sebagai salah satu produk yang dibuat oleh pejabat publik, maka

penilaian yang dilakukan terhadap akta Notaris haruslah dilakukan dengan asas

praduga sah atau disebut juga asas vermoeden van rechtmatigheid76 atau asas

presumption iustae causa.77

Asas ini dapat dipergunakan untuk menilai akta Notaris, dimana akta Notaris

haruslah dianggap sah sampai dengan ada pihak yang menyatakan bahwa akta

tersebut tidak sah. Untuk menetapkan atau menilai bahwa suatu akta tersebut

tidaklah sah harus mengajukan gugatan pada pengadilan umum. Sepanjang

gugatan sedang berjalan sampai akhirnya ada putusan dari pengadilan yang

74Ibid. 75Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia ....., Op.cit., hlm. 140. 76Menurut Philipus M.Hadjon, dengan asas ini setiap tindakan pemerintah selalu

dianggap rechmatig sampai ada pembatalannya. Lihat Philipus M.Hadjon, Pemerintahan

Menurut Hukum (Wet-en Rechthmatig Bestuur), (Surabaya: Yuridika, 1993), hlm. 80. 77Menurut Paulus Effendi Lotulung, berdasarkan asas ini suatu keputusan tata

usaha negara harus dianggap sah selama belum dibuktikan sebaliknya, sehingga pada

prinsipnya harus selalu dapat segera dilaksanakan. (dalam: Paulus Efendi Lotulung, Beberapa

Sistem Tentang Kontrol Segi Hukum Terhadap Pemerintah – Seri ke 1: Perbandingan Hukum

Admnistrasi dan Sistem Peradilan Administrasi,Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 1993), hlm. 80.

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian tentang Jabatan Notaris ...

49

memiliki kekuatan hukum yang sifatnya tetap, maka akta Notaris tetaplah sah dan

berkekuatan mengikat para pihak atau pihak lain yang mempunyai kepentingan

dengan akta itu sendiri.78

Menerapkan asas praduga sah untuk akta Notaris, maka berdasarkan

ketentuan yang terdapat dalam ketentuan Pasal 84 UUJN yang menetapkan

bahwa apabila seorang Notaris melakukan pelanggaran terhadap ketentuan yang

dimaksud dalam ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf i, k, Pasal 41, Pasal 44, Pasal

48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51, Pasal 52 UUJN, maka akta yang bersangkutan

tersebut, menjadi hanya berkekuatan pembuktian sebagai suatu akta di bawah

tangan. Dengan demikian akta Notaris hanya dapat dibatalkan atau batal demi

hukum. Asas praduga sah itu sendiri mempunyai keterkaitan dengan suatu akta

yang dapat dibatalkan, dan termasuk dalam suatu tindakan yang mengandung

cacat, yakni terkait dengan tidak berwenangnya seorang Notaris dalam hal

pembuatan suatu akta, yakni dari segi lahiriah, formal, materil, dan juga tidak

sesuai dengan aturan hukum terkait dengan pembuatan suatu akta Notaris. Asas

ini tidaklah dapat digunakan guna menilai suatu akta batal demi hukum, karena

suatu akta batal demi hukum berarti sama dengan tidak pernah dibuat.

78Ibid., hlm 80.