UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

192

description

Jurnal Konstitusi, Volume 2 Nomor 3, November 2005.

Transcript of UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

Page 1: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK
Page 2: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

1Jurnal Konstitusi, VOLUME 2, NOMOR 2, SEPTEMBER 2005

Mahkamah Konstitusi adalah lemba-ga negara pengawal konstitusi danpenafsir konstitusi demi tegaknyakonstitusi dalam rangka mewujudkancita negara hukum dan demokrasiuntuk kehidupan kebangsaan dankenegaraan yang bermartabat. Mah-kamah Konstitusi merupakan salahsatu wujud gagasan modern dalamupaya memperkuat usaha memba-ngun hubungan-hubungan yang salingmengendalikan antar cabang-cabangkekuasaan negara.

DITERBITKAN OLEHMAHKAMAH KONSTITUSI

REPUBLIK INDONESIA

Jl. Medan Merdeka Barat Nomor 7Jakarta Pusat

Telp. (021) 3520173, 3520787Fax. (021) 352-2058

Membangun konstitusionalitas IndonesiaMembangun budaya sadar berkonstitusi

Website: www.mahkamahkonstitusi.go.ide-mail: [email protected]

Volume 2 Nomor 3November 2005

Page 3: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

2 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

Dewan Pengarah:Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.

Prof. Dr. Muhamad Laica Marzuki, S.H.Prof. Abdul Mukthie Fadjar, S.H., M.S.

Letjen TNI (Purn) H. Ahmad Roestandi, S.H.Prof. H. Ahmad Syarifuddin Natabaya, S.H., LLM.

Dr. Harjono, S.H., MCL.Maruarar Siahaan, S.H.

I Dewa Gede Palguna, S.H., M.H.Soedarsono, S.H.

Penanggung Jawab: Janedjri M. GaffarWakil Penanggung Jawab: Ahmad Fadlil Sumadi

Pemimpin Redaksi: Rofiqul-Umam AhmadRedaktur Pelaksana: Budi H. Wibowo

Sidang Redaksi: Janedjri M. Gaffar, Ahmad Fadlil Sumadi,Winarno Yudho, Rofiqul-Umam Ahmad, Ali Zawawi,Budi H. Wibowo, Bisariyadi, Achmad Edi Subiyanto

Sekretaris Redaksi: BisariyadiTata Letak: Ery Satria

Desain Sampul: Ali ZawawiDistributor: Bambang Witono, Mastiur A. Pasaribu

Alamat Redaksi: Jl. Medan Merdeka Barat No. 7 Jakarta PusatTelp. 021-3520787 ps. 213, Faks. 021-3522087

e-mail: [email protected]

Diterbitkan oleh:Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

Website: http://www.mahkamahkonstitusi.go.id

Opini yang dimuat dalam jurnal ini tidakmewakili pendapat resmi MK

Redaksi mengundang para akademisi, pengamat, praktisi, dan mereka yangberminat untuk memberikan tulisan mengenai putusan MK, hukum tata negara dankonstitusi. Tulisan dapat dikirim melalui pos atau e-mail dengan menyertakan fotodiri. Untuk rubrik “Analisis Putusan” panjang tulisan sekitar 5000-6500 kata dan

untuk rubrik “Catatan Hukum dan Konstitusi” sekitar 6500-7500 kata. Tulisan yangdimuat akan diberi honorarium.

Page 4: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

lmm Volume 2 Nomor 3, November 2005

Terbit 163 halaman

Pengantar Redaksi ................................................................................... 4 Opini Hakirn Konstitusi, I D N A GEDE PALGUNA, S.H ....................... 8

Analisis Putusan W Menuju Jaminan Sosial untuk Semua dan Pro Poor :

Hak Konstitusional yang (Masih) Terabaikan, MUHAMMAD JONI, S.H. M.H ..................................................... 1 6

W Putusan MK tentang UU SJSN: Mengembalikan Jaminan Sosial Sebagai Hak Asasi Manusia, FAJRIMEI A. GOFAR, S.H. ................................................................. 4 4

W Analisis Putusan MKRI Perkara Nomor oo9/PUU-111/2005 dalam Perspektif Praktisi Mengenai Wadah Tunggal Perkumpulan Notaris, SUKJIPTO, S.H., M.KN. .............................. 7 0

W Kajian Yurisdis Atas Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor oo~-oi~/PUU-II I /2oo~ Suatu Tinjauan Khusus Penggunaan Lambang Negara pada Cap/Stempel Notaris, Dr. IRAWAN SOERODJO, LH., M.Si. ................................................. 8 9

Catatan Hukum dan Konstitusi W Konstruksi Politik Hukum Ekonomi

dalam Hasil Perubahan UUD 1945, NGESn D. PRASETYO, S.H., M.HUM. ............................................... 11 1

W Pasal 50 UU MK dalam Putusan Judicial Review di Mahkamah Konstitusi, DRS. AHMAD FADUL SUMADI, s.H., M.HUM. ............................... 13 5

Resensi Buku W Konstitusi dan Konstitusionalisme: dari Paham Hingga

.................... Pelaksanaan, MUCHAMAD A U SAFA'AT, S.H., M.H. 148 W Fenomena Historis Perkembangan Politik

Ketatanegaraan Indonesia, AGUS SUPRIYATNO, S.H., S.L, M.H. .............................................. 153

mI#md, VOLUMEZ, NOMOR3, NOVEMBER 2001

Page 5: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

4 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

JJurnal Konstitusi edisi kaliini akan membahas me-ngenai putusan Nomor

rakat kepada pengemban pro-fesi jabatan notaris. Selain itu,keberadaan wadah tunggal or-ganisasi notaris sebagaimanatertuang dalam UU JabatanNotaris yang kemudian men-jadi dasar persoalan dari judi-cial review yang diajukan olehpara pemohon ke MahkamahKonstitusi.

Dalam rubrik analisisputusan, edisi ini menampilkandua orang penulis yaitu Dr.Irawan Soerodjo, S.H.,M.Si. dan Sutjipto, S.H.,M.Kn. Kesimpulan yang di-ungkapkan oleh Irawan me-nyebutkan bahwa pengaturanpenggunaan Lambang Negarapada cap/stempel Notaris didalam Pasal 16 ayat (1) huruf kUU JN tidak bertentangan de-ngan Undang-Undang DasarNegara Republik IndonesiaTahun 1945, sehingga keputus-an Mahkamah Konstitusi yangmenolak permohonan pemo-hon sudahlah benar dan tepat.Sementara itu, menurut Sut-jipto yang menyatakan PutusanMahkamah Konstitusi adalah

009/PUU-III/2003 tentangperkara permohonan peng-ujian UU Nomor 30 Tahun2004 tentang Jabatan Notaristerhadap UUD 1945 serta pu-tusan Nomor 007/PUU-III/2005 tentang perkara per-mohonan pengujian UU Nomor40 Tahun 2004 tentang SistemJaminan Sosial Nasional (baca:UU SJSN). Putusan atas perkaraini tidak sedikit menuai tang-gapan dari berbagai kalangan.

Pada awalnya jabatannotaris diatur dalam PeraturanJabatan Notaris Stb. 1860 No-mor 3. Dan saat ini jabatannotaris diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun2004. Notaris merupakan ja-batan yang mempunyai karak-teristik tersendiri dalam me-laksanakan sebagian tugas ne-gara/pemerintahan dalam bi-dang hukum privat yang harusdilaksanakan dengan prinsipkehati-hatian dan kepercayaanyang diberikan oleh masya-

Page 6: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

5������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

sudah sangat benar dan tepatkarena dalam melaksanakanPasal 28E Undang-Undang Da-sar Negara Republik Indonesiatahun 1945 tersebut haruslahdilihat juga ketentuan Pasal 28JUndang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia tahun 1945

Selain itu, jurnal kali inijuga mengupas mengenai pu-tusan MK perihal pengujian UUNo. 40/2004 tentang SJSN.Setidaknya dalam UU a quopemerintah secara ekplisitberniat mengatur agar setiaporang di negara ini mendapat-kan layanan kesehatan dasarsecara “cuma-cuma”, jaminanhari tua, jaminan pensiun dansantunan akibat kecelakaankerja. Masalah pelayanan ke-sehatan pada dasarnya men-dapat porsi yang cukup banyakdalam UU tersebut. Mungkinselama ini dirasakan bahwamasih banyak orang terpaksatidak berobat kalau sakit karenatidak cukup biaya, atau berobatsetelah sakitnya parah. Cuma-cuma menjadi satu kata yangpatut digaris bawahi sebabternyata masyarakat tetapmembayar, hanya saja melaluibentuk uiran yang bersama-sama dikumpulkan di satu wa-dah. Wadah tersebut kemudian

yang akan membayar ke dokteratau rumah sakit ketika adamasyarakat, baik kaya ataumiskin yang sakit. Dan padaakhirnya UU inipun memun-culkan kontroversi sehinggadiajukan ke Mahkamah Konsti-tusi untuk diuji.

Terkait dengan putusanMK mengenai pengujian UUSJSN lebih lanjut diungkapkandalam tulisan yang diraciksecara apik oleh dua orangpenulis yaitu Moh. Joni, S.H.,M.H. dan Fajrimei A. Gofar,S.H. Sebagaimana disebutkanoleh Moh. Joni bahwa secarakonstitusional, tidak ada ken-dala untuk mengembangkansistem jaminan sosial yangdikelola oleh lembaga tunggal.Apalagi, pertimbangan MK da-lam Putusan Nomor 007/PUU-III/2005, tidak memberikanhalangan konstitusional me-ngembangkan sistem jaminansosial yang manapun. Yangpasti, MK menegaskan pen-tingnya memastikan (to en-sure) bahwa sistem jaminansosial yang dikembangkan un-tuk menjangkau seluruh wargamasyarakat. Sedangkan me-nurut Fajrimei menyatakanbahwa pada dasarnya yangdipermasalahkan dalam peng-

Page 7: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

6 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

ajuan permohonan judicial re-view tersebut adalah masalahkewenangan belaka, yaitu ke-wenangan untuk membentukbadan penyelenggara jaminansosial, yaitu ada di tangan pe-merintah pusat atau pemda.MK tidak sependapat denganpengakuan sepihak, baik pe-merintah pusat maupun dae-rah, mengenai pembentukanbadan penyelenggara jaminansosial sebagai kewenanganeksklusif pusat atau daerah.Tetapi MK berpendapat bahwaPasal 5 UU SJSN menutup pe-luang pemda untuk mengem-bangkan sistem jaminan sosial.

Sedangkan dalam rubrikcatatan hukum dan konstitusi,redaksi menghadirkan bebe-rapa catatan yang ditulis olehDrs. Ahmad Fadlil Sumadi,S.H., M.Hum. yang menulistentang UU MK khususnya ten-tang Pasal 50 yang di-judicialreview-kan di MK. Dalam ke-simpulannya tercatat bahwaperdebatan keberadaan Pasal50 UU MK dalam praktek ber-acara di MK merupakan isumenarik untuk dikaji lebih se-rius. Karena sifat putusan MKadalah final and binding makabila ada kajian terhadap pu-tusan tersebut maka bukan

pada koridor penilaian atasputusan tersebut. Sementarapenulis lainnya yaitu sdr.Ngesti D. Prasetyo, S.H.,M.H. yang menyoroti persoal-an konstruksi politik hukumekonomi UUD 1945 hasil aman-demen (baca: perubahan) yangterdiri dari lima point, yaitu (1)negara mempunyai tanggungjawab dalam mensejahterakanmasyarakat. Negara bertang-gung jawab dalam penyeleng-garaan sistem kehidupan ma-syarakatnya (Pembukaan UUD1945); (2) negara memegangkekuasaan pemerintahan (ben-tuk negara dan sistem peme-rintahan); (3) negara menjaminhak-hak dasar manusia; (4)Negara membangun sistemmoneter melalui APBN, matauang dan bank sentral inde-penden artinya diluar kendalinegara; (5) negara bertang-gungjawab dalam penyeleng-garan perekonomian. Yangmengharuskan negara berpe-ran sebagai pemain ekonomi.Negara membuka demokrasiekonomi sehingga lebih men-dekatkan pada sistem ekonomicampuran atau kapitalisme.

Dan untuk rubrik resensibuku diisi oleh dua orang yaitusdr. M. Ali Syafa’at, S.H.,

Page 8: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

7������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

M.H. yang meresensi bukuProf. Dr. Jimly Asshiddiqie,S.H. berjudul Konstitusi danKonstitusionalisme dan sdr.Agus Supriyanto, S.H., S.S.,M.H. yang meresensi bukuPolitik Hukum Tata Negara In-donesia karangan Hendra Nur-tjahjo, S.H., M.Hum.

Jurnal kali ini untuk rub-rik opini hakim diisi oleh HakimKonstitutsi I Dewa Gede Pal-guna, S.H. yang menulis ten-tang perspektif teoritik eksis-tensi Mahkamah Konstitusi

pasca Perubahan UUD 1945.Akhirnya redaksi meng-

ucapkan semoga kehadiranjurnal edisi ini dapat menjadipenambahan “dahaga” kha-sanah keilmuan khususnya dibidang ketatanegaraan. Danmeskipun agak telat perkenan-kan redaksi mengucapkan Se-lamat Idul Fitri 1426 H, Minal‘Aidin wal Faidzin, Mohon MaafLahir Bathin. Selamat mem-baca !

Redaksi

Page 9: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

8 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

���� ����� ���������������

Pada tanggal 13 Agustus2003, empat hari menjelangdeadline pembentukan Mah-kamah Konstitusi sebagaimanaditentukan oleh Pasal III Atur-an Peralihan UUD 1945, telahdiundangkan Undang-undangNomor 24 Tahun 2003 tentangMahkamah Konstitusi. Maka,sejak saat itu segala kewe-nangan Mahkamah Konstitusiyang sebelumnya, berdasarkanketentuan Pasal III AturanPeralihan UUD 1945, dilak-sanakan oleh Mahkamah Agungsecara hukum beralih ke Mah-kamah Konstitusi.

Namun, hingga saat ini,hampir dua tahun setelah ram-pung dan berlakunya perubah-

an mendasar dan menyeluruhUUD 1945, masih sangat ba-nyak kalangan yang belummenyadari kehadiran lembaganegara baru yang bernamaMahkamah Konstitusi ini. Pa-dahal kehadirannya merupa-kan bagian integral dari per-ubahan UUD 1945 yang men-dasar dan menyeluruh tadi,yang bahkan bisa dikatakanbersifat paradigmatik. Mah-kamah Konstitusi hadir sebagaikeniscayaan teoritik dari salahsatu gagasan penting yang me-landasi perubahan UUD 1945,yaitu terwujudnya kehidupanbernegara dan berbangsa yangdemokratis yang ditegakkan diatas prinsip-prinsip negara

PERSPEKTIF TEORITIKEKSISTENSI MAHKAMAH KONSTITUSI

(Pasca Perubahan UUD 1945)OLEH I DEWA GEDE PALGUNA, S.H.

Page 10: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

9������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

���� ����� ���������������

hukum (rule of law), gagasanyang diturunkan dari amanatPembukaan UUD 1945. Olehkarena itu, upaya memahamikeberadaan Mahkamah Konsti-tusi tidak mungkin dilakukantanpa terlebih dahulu mema-hami perubahan mendasar danmenyeluruh yang terjadi padaUUD 1945 tadi.

Sebagaimana diketa-hui, dari perspektif teoritik-akademik, rangkaian perubah-an terhadap UUD 1945 telahmengubah secara mendasarstruktur dan organisasi ketata-negaraan Indonesia dari yangsemula vertikal-hierarkhis de-ngan prinsip supremasi MPRmenjadi horizontal-fungsionaldengan prinsip saling meng-awasi dan saling mengimbangi(checks and balances). Se-belum dilakukannya perubah-an, struktur dan organisasiketatanegaraan Indonesia me-nempatkan MPR sebagai pe-laksana sepenuhnya kedau-latan rakyat karena ia dianggapsebagai penjelmaan seluruhrakyat Indonesia. Pasal 1 ayat(2) UUD 1945 sebelum per-ubahan menyatakan, “Kedau-latan adalah di tangan rakyatdan dilaksanakan sepenuh-nya oleh Majelis Permusya-

waratan Rakyat”.Dalam konstruksi pemi-

kiran itu, MPR adalah pusatseluruh kekuasaan dalam ne-gara sehingga ia diberi kedu-dukan sebagai lembaga ter-tinggi negara sekaligus dis-tributor kekuasaan dalam ne-gara. Sedangkan lembaga-lem-baga negara lainnya, yaitu Pre-siden, DPR, DPA, BPK, dan MA,dikonstruksikan sebagai lem-baga-lembaga tinggi negarayang memperoleh kekuasaan-nya dari MPR. Karenanya, pe-laksanaan kekuasaan itu harusdipertanggungjawabkan ke-pada si pemberi atau si dis-tributor kekuasaan itu, yakniMPR. Oleh karena itulah sistempenyelenggaraan dan/ataupengorganisasian kekuasaannegara di Indonesia sebelumperubahan UUD 1945 dikata-kan menganut sistem atau ajar-an pembagian kekuasaan (dis-tribution of power). Dalampraktik, penerapan konstruksipemikiran ini ternyata banyakmenimbulkan penyimpanganyang bahkan jadi bertolak be-lakang dengan ide dasarnya.MPR ditafsirkan bisa berbuatapa saja. MPR seolah-olahberada di atas undang-undangdasar. Lebih daripada itu, MPR

Page 11: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

10 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

bahkan menjelma menjadi ne-gara itu sendiri. Itu berartitelah mengubah gagasan ke-daulatan rakyat, sebagaimanadiamanatkan oleh PembukaanUUD 1945, menjadi kedaulatannegara –paham yang justrudidekonstruksi oleh pahamkedaulatan rakyat itu—.

Setelah dilakukannyaperubahan terhadap UUD1945, konstruksi pemikiran ituditinggalkan sama sekali namundengan tetap mengacu padaPembukaan UUD 1945, khu-susnya Alinea Keempat, yaitugagasan untuk mewujudkan In-donesia sebagai negara yangdemokratis, paham yang me-nempatkan rakyat sebagai pe-megang kekuasaan tertinggiyang tidak boleh didistorsi.Maka rumusan Pasal 1 ayat (2)UUD 1945 kemudian diubahsehingga menjadi berbunyi,“Kedaulatan adalah di tanganrakyat dan dilaksanakan me-nurut Undang-Undang Dasar”.Maknanya adalah seluruh lem-baga negara itu pada dasarnyaadalah bagian dari pelaksanaankedaulatan rakyat sesuai de-ngan fungsinya masing-masing.Lembaga-lembaga negara ter-sebut memperoleh kewenang-annya langsung dari undang-

undang dasar, bukan meru-pakan pemberian lembaga ne-gara lainnya. Masing-masinglembaga negara memiliki ke-dudukan sederajat menurutundang-undang dasar yangdalam melaksanakan kewe-nangannya tunduk pada prin-sip saling mengawasi dan salingmengimbangi yang aturannyaditentukan oleh undang-un-dang dasar.

Kemudian, pada Pasal 1ayat (3) UUD 1945 dinyatakanbahwa Indonesia adalah negarahukum, yang berarti bahwapaham kenegaraan yang dianutoleh UUD 1945 adalah pahamnegara hukum (rule of law) disamping paham kedaulatanrakyat atau demokrasi. Keduapaham inilah yang secara si-multan hendak diwujudkandalam praktik ketatanegaraandi Indonesia dengan melaku-kan perubahan yang mendasardan menyeluruh terhadapUUD 1945 tadi. Jadi, ketentuanayat (2) dan (3) dari Pasal 1UUD 1945 (setelah perubahan)tersebut bukanlah berdiri sen-diri yang tidak ada hubungansatu dengan yang lain.

Secara singkat dapat di-katakan, maksud dari keduaketentuan tadi adalah bahwa

Page 12: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

11������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

demokrasi haruslah ditegakkandi atas prinsip-prinsip rule oflaw. Sebaliknya, rule of lawmembutuhkan demokrasi, ter-utama dalam hal proses pem-bentukan dan pemberlakuan-nya sehingga tidak sekadarmenjadi rule by law atau ruledby law. Artinya, ketentuanhukum khususnya undang-un-dang, untuk bisa diberlakukanharus tunduk pada pengujianyang didasarkan atas prinsip-prinsip demokrasi, baik prosespembentukannya maupun sub-stansi yang dikandungnya.

Sudah menjadi penge-tahuan umum bahwa pahamnegara hukum (rule of law)mempersyaratkan ada dan be-kerjanya tiga prinsip dasar:1 . supremacy of law: segala

tindakan negara dan warganegara harus dilakukandengan berdasar atas hu-kum atau tidak berten-tangan dengan hukum;

2. equality before the law:setiap orang memiliki ke-dudukan yang sama di ha-dapan hukum dan kare-nanya harus diperlakukansama;

3. due process of law: prosespenegakan hukum harusdiabdikan bukan semata-

mata demi tegaknya hu-kum an sich melainkandemi tegaknya keadilandan kepastian hukum. Olehkarena itu, proses pene-gakan hukum tidak bolehdilakukan dengan cara-cara yang justru berten-tangan dengan hukum me-lainkan harus denganmengindahkan harkat danmartabat manusia besertahak-hak yang melekat pa-danya.

Sementara itu, pahamdemokrasi menempatkan rak-yat sebagai pemegang kekua-saan tertinggi. Salah satu ma-nifestasi kekuasaan tertinggiitu, dalam bentuk produk hu-kum, adalah konstitusi atauundang-undang dasar. Olehkarena itu, konstitusi atau un-dang-undang dasar adalah hu-kum tertinggi dalam setiapnegara yang menganut pahamkedaulatan rakyat. Sedangkanseluruh ketentuan hukum dibawah undang-undang dasaratau konstitusi secara kon-septual diposisikan sebagaibagian dari upaya untuk me-laksanakan ketentuan undang-undang dasar atau konstitusi itusehingga apa yang ditentukandi dalam konstitusi atau un-

Page 13: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

12 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

dang-undang dasar tadi benar-benar terjelma dalam praktik.Oleh sebab itu, logikanya, se-mua peraturan bawahan ter-sebut tentu tidak boleh ber-tentangan dengan undang-un-dang dasar atau konstitusi. Daripenalaran inilah lahir asas atauprinsip yang kemudian dikenalsebagai prinsip konstitusional-itas hukum (constitutionality oflaw).

Sebagai produk hukumtertinggi dari pemegang ke-kuasaan tertinggi maka seluruhkegiatan penyelenggaraan ke-hidupan bernegara harus tun-duk kepada dan sesuai denganketentuan konstitusi atau un-dang-undang dasar. Bahkan,pada analisis terakhir, kedau-latan rakyat itu sendiri, pe-laksanaannya harus tundukkepada ketentuan undang-un-dang dasar atau konstitusi.Inilah yang dalam perkem-bangan faham konstitusionalis-me selanjutnya melahirkanprinsip supremasi konstitusi(supremacy of the constitu-tion). Itulah perubahan funda-mental yang terjadi pada UUD1945.

Pertanyaannya kemu-dian adalah karena peraturanperundang-undangan adalah

instrumen untuk menjelmakanketentuan konstitusi itu dalampraktik, siapakah yang ber-wenang untuk menyatakan se-suatu peraturan perundang-undangan sesuai atau tidaksesuai dengan undang-undangdasar atau konstitusi? Dengankata lain, siapakah yang ber-wenang menafsirkan ketentuankonstitusi atau undang-undangdasar? Dari pertanyaan inilahlahir kegiatan dalam praktikketatanegaraan yang kemudianpopuler dengan sebutan peng-ujian undang-undang (judicialreview) terhadap konstitusiatau undang-undang dasar,yang ruang lingkupnya men-cakup baik aspek formil mau-pun materiil dari suatu undang-undang atau peraturan per-undang-undangan. Maksud-nya, pengujian itu dapat di-lakukan dalam rangka mencarijawaban atas pertanyaan “apa-kah proses pembentukan suatuundang-undang sudah sesuaiataukah bertentangan denganundang-undang dasar ataukonstitusi?” ataupun pengujianitu dilakukan untuk mencarijawaban atas pertanyaan “apa-kah isi suatu undang-undangatau peraturan perundangan-undangan sudah sesuai ataukah

Page 14: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

13������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

bertentangan dengan undang-undang dasar?”. Jika pengujianitu dilakukan dalam rangkayang disebut terdahulu, ke-giatan itu dinamakan pengujiansecara formal. Sedangkan jikapengujian itu dilakukan dalamrangka yang disebut belakang-an, kegiatan itu dinamakanpengujian secara material.

Inilah landasan teoritiskelahiran Mahkamah Konsti-tusi. Dengan demikian, secarateoritik, Mahkamah Konstitusilahir sebagai kebutuhan ataukeniscayaan karena adanyakeinginan untuk menjelmakankonstitusi itu dalam praktiksehari-hari melalui penerapanundang-undang. Oleh karenaitulah, Mahkamah Konstitusijuga dijuluki sebagai “pengawalkonstitusi atau undang-undangdasar” (the guardian of theconstitution). Dari fungsinyauntuk mengawal konstitusiitulah diturunkan kewenanganuntuk melakukan pengujianundang-undang terhadap kons-titusi atau kewenangan untukmelakukan judicial review ta-di.

Namun, sejarah ketata-negaraan ternyata memberikanjawaban yang berbeda ataspertanyaan dan kebutuhan di

atas. Di negara-negara yangmenganut prinsip supremasiparlemen, yang pada umum-nya adalah negara-negara yangsistem hukumnya mengadopsitradisi civil law, pada mulanyatidak dikenal lembaga judicialreview ini. Dan dengan demi-kian juga tidak dirasakan adakebutuhan untuk membentuklembaga yang bernama Mah-kamah Konstitusi. Dasar pemi-kirannya: undang-undang ada-lah produk parlemen. Sedang-kan parlemen adalah lembagayang merupakan pengejawan-tahan kedaulatan rakyat. Olehkarena itu, undang-undangtidak boleh dinilai oleh badanatau lembaga lain. Yang berhakmenilainya adalah parlemensendiri. Jika suatu undang-undang dianggap bertentangandengan konstitusi atau undang-undang dasar maka parlemensendirilah yang memiliki ke-wenangan untuk mengubahundang-undang yang bersang-kutan melalui proses legisla-tive review.

Pelembagaan judicial re-view justru dimulai dari Ame-rika Serikat pada awal Abad ke-19 ketika Hakim Agung JohnMarshall (yang pada waktu itumenjabat sebagai Ketua Mah-

Page 15: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

14 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

kamah Agung Amerika Seri-kat), dengan mendasarkan padasumpah jabatannya, menafsir-kan sendiri Konstitusi AmerikaSerikat bahwa MahkamahAgung Amerika Serikat (U.S.Supreme Court) memiliki ke-wenangan untuk menguji un-dang-undang yang dibuat olehKongres terhadap KonstitusiAmerika Serikat dalam kasusyang terkenal Marbury vs.Madison (1803), meskipun ke-tentuan Konstitusi AmerikaSerikat pada waktu itu tidaksecara eksplisit menyatakanadanya kewenangan demikianpada Mahkamah Agung Ame-rika Serikat. Sedangkan negarapertama yang melembagakanjudicial review dengan caramembentuk lembaga negaratersendiri untuk melaksanakanfungsi itu adalah Austria (1918).Lembaga negara itu diberi na-ma Mahkamah Konstitusi.Sampai dengan saat ini sudahada 78 negara yang memilikilembaga semacam ini dan In-donesia merupakan negarayang ke-78.

Dengan demikian, fungsiutama sekaligus yang pertamadari Mahkamah Konstitusi ada-lah untuk menjaga konstitusio-nalitas hukum yang kemudian

darinya diturunkan kewenang-an untuk melakukan judicialreview. Memang terdapat va-riasi dalam konstitusi negara-negara di dunia berkenaanjenis-jenis kewenangan yangdiberikan kepada MahkamahKonstitusi, tetapi kewenanganuntuk melakukan judicial re-view merupakan kewenanganyang bersifat umum yang di-miliki oleh Mahkamah Konsti-tusi di setiap negara yang me-miliki lembaga ini, tak ter-kecuali Indonesia.

Menurut UUD 1945,Mahkamah Konstitusi, yangmemperoleh kewenangannyalangsung dari undang-undangdasar, adalah bagian dari pe-laksana kekuasaan kehakimanselain Mahkamah Agung. Na-mun, berbeda halnya denganMahkamah Agung yang me-miliki badan-badan peradilanbawahan dalam berbagai ling-kungan peradilan, MahkamahKonstitusi tidak memiliki ba-dan-badan peradilan bawahandemikian [vide Pasal 24 ayat (2)UUD 1945]. Mahkamah Konsti-tusi adalah pengadilan tingkatpertama sekaligus terakhir danputusannya bersifat final. Arti-nya, terhadap putusan Mah-kamah Konstitusi dimungkin-

Page 16: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

15������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

kan adanya upaya hukum, baikupaya hukum biasa (sepertibanding dan kasasi) maupunupaya hukum luar biasa (se-perti peninjauan kembali). Pu-tusan Mahkamah Konstitusibersifat final, maksudnya ada-lah putusan itu memperolehkekuatan hukum tetap sejaksaat diputuskan [vide Pasal 24Cayat (1) UUD 1945 juncto Pasal10 Undang-undang Nomor 24Tahun 2003 tentang Mahka-mah Konstitusi dan penjelasan-nya].

Dalam memutus perkarayang diajukan kepadanya se-suai dengan kewenangan yangdimilikinya, Mahkamah Konsti-tusi mendasarkan putusannyamenurut undang-undang da-sar, c.q. UUD 1945 [vide Pasal45 ayat (1) Undang-undangNomor 24 Tahun 2003). Ada-pun kewenangan yang dimilikiMahkamah Konstitusi adalah:1 . menguji undang-undang

terhadap Undang-UndangDasar;

2. memutus sengketa kewe-nangan lembaga negarayang kewenangannya di-berikan oleh Undang-Un-dang Dasar;

3. memutus pembubaranpartai politik;

4. memutus perselisihan ten-tang hasil pemilihanumum;

5. wajib memberikan putus-an atas pendapat DewanPerwakilan Rakyat bahwaPresiden dan/atau WakilPresiden diduga telah me-lakukan pelanggaran hu-kum berupa pengkhianat-an terhadap negara, ko-rupsi, penyuapan, tindakpidana berat lainnya, atauperbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhisyarat sebagai Presidendan/atau Wakil Presidensebagaimana dimaksuddalam UUD 1945.

[vide Pasal 24C ayat (1)dan (2), Pasal 7B ayat (1), (3),(4), dan (5) UUD 1945 junctoPasal 10 ayat (1) dan (2) Un-dang-undang Nomor 24 Tahun2003].

Untuk pelaksanaan ma-sing-masing kewenangan ituberlaku hukum acara tersendiriyang bersifat khusus di sampingketentuan hukum acara yangbersifat umum sebagaimanadiatur dalam Bab V Pasal 28sampai dengan Pasal 49 Un-dang-undang Nomor 24 Tahun2003.

Page 17: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

15������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

I .I .I .I .I . PENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUANProtes atas kenaikan har-

ga Bahan Bakar Minyak (BBM),bukan hanya menjadi kisruhseputar justifikasi kebijakanmakro Anggaran Pendapatandan Belanja Negara (APBN).Namun, dari efek buruk yangmuncul,1 kita patut menanya-kan apakah valid dan tepatskema pembayaran tunai lang-sung sebagai media kompen-sasi? Pada etape berikutnya,menjadi penting pertanyaan

apakah skema pengelolaan da-na kompensasi BBM –yang jum-lah dananya triliunan rupiahitu— telah diintegrasikan de-ngan sistem jaminan sosial?

Kalau di satu sisi kelang-sungan dana pembangunannegeri ini harus diamankandengan menaikkan harga BBM,bukankah jaminan sosial yangmenjadi hak konstitusionalrakyat tidak boleh diabaikan?2

Sudahkah jaminan sosial –yangmerupakan hak setiap rakyat—

MENUJU JAMINAN SOSIAL UNTUKSEMUA DAN PRO POOR :

HAK KONSTITUSIONAL YANG(MASIH) TERABAIKAN

OLEH MUHAMMAD JONI, S.H., M.H.Dosen FISIP Universitas Nasional, Jakarta.

Advokat dan Anggota Komisi NasionalPerlindungan Anak

Poverty is the worst form of violence(Mahatma Gandhi)

Page 18: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

16 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

terintegrasi dan harmonis de-ngan skema cash money kom-pensasi subsidi BBM? Jika be-lum, berarti eksistensi sistemjaminan sosial belum dihirau-kan.

Isu jaminan sosial masihmenghangat di negeri ini. Bukansaja karena masih banyaknyaorang miskin3 dan PenyandangMasalah Kesejahteraan Sosial(PMKS), yang hingga kini belumterentaskan. Namun juga masihbugarnya skema cash moneyatau Bantuan Langsung Tunai(BLT) yang dipergunakan untukmenjustifikasi pengurangansubsidi BBM. Realitas skemaBLT masih kisruh, di antaranyamasih banyak data yang dirujukdari survei Badan Pusat Statis-tik (BPS) yang tidak akuratdengan fakta di lapangan.4

Pada kesempatan pidatodi Universitas Brawijaya, Ma-lang, Menteri Negara Peren-canaan Pembangunan Nasio-nal/Kepala BAPPENAS SriMulyani mengakui, satu jutadata keluarga miskin dikoreksi.Katanya, Badan Pusat Statistiktidak punya data individualwarga miskin.5

Lepas dari isu kemis-kinan dan PMKS yang masihsignifikan dalam wajah sosial

bangsa Indonesia, pada 31Agustus 2005 lalu, MahkamahKonstitusi (MK) mengeluarkanputusannya yang menyatakanbahwa Pasal 5 ayat (2), (3), (4)UU Nomor 40 Tahun 2004tentang Sistem Jaminan SosialNasional tidak mengikat.

Implikasinya, Sistem Ja-minan Sosial Nasional (SJSN)yang diselenggarakan oleh Ba-dan Penyelenggara JaminanSosial yang didasarkan kepadaPasal 5 ayat (2), (3), (4) UUNomor 40 Tahun 2004, tidakberlaku lagi. MK menyatakanPasal 5 ayat (2), (3), (4) UU No.40/2004 bertentangan denganUUD 1945.

Karenanya, Putusan MKini mencabut dasar berlaku danmengikat bagi perusahaan asu-ransi profit empat Perseroyakni Perusahaan Perseroan(Persero) Jaminan Sosial Tena-ga Kerja (JAMSOSTEK), Per-usahaan Perseroan (Persero)Dana Tabungan dan AsuransiPegawai Negeri (TASPEN), Per-usahaan Perseroan (Persero)Asuransi Sosial Angkatan Ber-senjata Republik Indonesia(ASABRI), dan Perusahan Per-seroan (Persero) Asuransi Ke-sehatan Indonesia (ASKES)sebagai badan penyelenggara

Page 19: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

17������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

jaminan sosial.Lepas dari konteks per-

timbangan yang dikeluarkanoleh MK dalam putusannya,keberadaan empat Perseroyang merupakan Badan UsahaMilik Negara (BUMN) yang sa-ham-sahamnya dimiliki peme-rintah tersebut, norma hukumyang dikandung dalam Pasal 5ayat (3) UU Nomor 40 Tahun2004 itu, secara kelembagaanmasih memiliki resistensi yuri-dis untuk menyelenggarakanjaminan sosial sebagai hakkonstitusional bagi seluruhrakyat. Sekali lagi, hak konsti-tusional seluruh rakyat yangwajib dibayarkan pemerintah.Bukan eksklusif hak konsti-tusional rakyat di sektor formalsaja!

Dilihat dari skala perma-salahan kesejahteraan sosial diIndonesia, yang lebih banyaktersebar pada sektor informal,maka pemenuhan hak konsti-tusional rakyat atas jaminansosial, diperkirakan akan gagalatau setidaknya pemberiankeadilan atas jaminan sosialkepada rakyat akan tertunda(delayed justice). Dengan re-sistensi kapasitas yuridis ke-lembagaan, sulit bagi Perseroyang disebutkan secara eks-

plisit dalam Pasal 5 ayat (3) UUNomor 40 Tahun 2000 itumampu menjalankan amanatPasal 28H ayat (3) UUD 1945 –yang sejatinya berada di pun-dak pemerintah6— sebagai prin-cipal dari mandat penyeleng-garaan jaminan sosial.

Belum lagi, penyeleng-garaan jaminan sosial –yangmenjadi hak seluruh rakyatdengan segala aspek perma-salahan sosial yang disandang-nya— tidak bisa hanya denganmengembangkan sistem asu-ransi sosial (social insurance)saja.

Dalam perspektif kese-jahteraan sosial, dikenal pulaskema bantuan sosial (socialassistance), baik untuk kelom-pok masyarakat yang mem-butuhkannya karena hambatanpermanen (permanent socialassistance) maupun karenahambatan yang darurat ataubersifat sementara saja (tem-porary social assistence).

Jadi, bantuan sosial di-berikan kepada perorangan,keluarga, kelompok atau komu-nitas sebagai pengganti ataskehilangan fungsi-fungsi sosialekonominya, baik secara per-manen maupun untuk semen-tara waktu.

Page 20: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

18 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

I I .I I .I I .I I .I I .PUTUSAN MAHKAMAHPUTUSAN MAHKAMAHPUTUSAN MAHKAMAHPUTUSAN MAHKAMAHPUTUSAN MAHKAMAHKONSTITUSI: MENUJUKONSTITUSI: MENUJUKONSTITUSI: MENUJUKONSTITUSI: MENUJUKONSTITUSI: MENUJUSINGLE PAYERSINGLE PAYERSINGLE PAYERSINGLE PAYERSINGLE PAYER BADAN BADAN BADAN BADAN BADANPENYELENGGARA JAMINANPENYELENGGARA JAMINANPENYELENGGARA JAMINANPENYELENGGARA JAMINANPENYELENGGARA JAMINANS O S I A LS O S I A LS O S I A LS O S I A LS O S I A L

Dalam amar Putusan MKPerkara Nomor 007/PUU-III/2005, antara lain sebagai be-rikut:(1) Menyatakan Pasal 5 ayat

(2), (3), dan (4) UU No-mor 40 Tahun 2004 ten-tang Sistem Jaminan So-sial Nasional bertentang-an dengan UUD 1945;

(2) Menyatakan Pasal 5 ayat(2), (3), dan (4) UU No-mor 40 Tahun 2004 ten-tang Sistem Jaminan So-sial Nasional tidak mem-punyai kekuatan hukummengikat.

Dalam bagian pertim-bangan, Putusan MK ini dapatditelaah dengan memaparkankonsep jaminan sosial yangsecara de facto masih dibutuh-kan oleh warga masyarakat,khususnya dari kelompok ma-syarakat miskin, sektor infor-mal, dan masyarakat yang di-kenal sebagai PMKS.

Berikut ini dikutip bunyipertimbangan MK, antara lain:

“Bahwa kendatipun UUD1945 telah secara tegas me-wajibkan negara untuk me-ngembangkan sistem jaminansosial tetapi UUD 1945 tidakmewajibkan kepada negarauntuk menganut atau memilihsistem tertentu dalam pe-ngembangan sistem jaminansosial dimaksud. UUD 1945,dalam hal ini Pasal 34 ayat (2),hanya menentukan kriteriakonstitusional –yang sekaligusmerupakan tujuan– dari sis-tem jaminan sosial yang harusdikembangkan oleh negara,yaitu bahwa sistem dimaksudharus mencakup seluruh rak-yat dengan maksud untukmemberdayakan masyarakatyang lemah dan tidak mampusesuai dengan martabat ke-manusiaan. Dengan demikian,sistem apa pun yang dipilihdalam pengembangan jamin-an sosial tersebut harus diang-gap konstitusional, dalam artisesuai dengan Pasal 34 ayat(2) UUD 1945, sepanjang sis-tem tersebut mencakup se-luruh rakyat7 dan dimak-sudkan untuk meningkatkankeberdayaan masyarakat yanglemah dan tidak mampu sesuaidengan martabat kemanusia-an.”

Page 21: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

19������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

Menurut pendapat MKdalam pertimbangannya, apa-pun sistem yang dipilih danditerapkan, tidak berarti UUNomor 40 Tahun 2004 berten-tangan dengan UUD 1945. Me-nurut pertimbangan MK, sis-tem jaminan sosial versi UUNomor 40 Tahun 2004 itumesti bertujuan untuk kesejah-teraan seluruh rakyat untukmencapai manusia bermar-tabat. Dengan demikian, per-timbangan MK sangat kentaldengan isu penjangkauan ja-minan sosial untuk seluruhwarga masyarakat, utamanyauntuk kepentingan warga mis-kin (pro poor).

Komitmen pemberianjaminan sosial secara menyelu-ruh, merata dan tanpa diskri-minasi. Dalam situasi aktualsaat ini, masyarakat miskin danpenyandang PMKS yang meru-pakan segmen yang belum ter-sentuh sistem asuransi sosialyang sudah ada. Penjangkauanhak konstitusional atas jamin-an sosial bagi seluruh wargamasyarakat ini, dapat dipahamidalam konteks untuk mencegahterjadinya diskriminasi kebi-jakan dan hukum, serta untukmemastikan (to ensure) peme-nuhan hak atas kesejahteraan.

Lepas dari pertimbanganMK yang berpendapat bahwaUU Nomor 40 Tahun 204 telahsesuai dengan amanat Pasal28H ayat (3) UUD 1945, bahwaapapun sistem jaminan sosialyang dikembangkan dan dite-rapkan, asalkan bermaksuduntuk meningkatkan kesejah-teraan seluruh kelompok rak-yat untuk lebih bermartabat.

Dengan kata lain, UU No-mor 40 Tahun 2004 tidak eks-klusif untuk memberikan jami-nan sosial bagi kelompok atausegmen tertentu. Tidak konsti-tusional jika sistem jaminansosial untuk kelompok sektorformal saja.

Karenanya, mendelega-sikan wewenang penyeleng-garaan jaminan sosial daripemerintah (pusat dan daerah)sebagai principal mandat un-tuk menyelenggarakan kewa-jiban negara (state obligation)atas jaminan sosial kepadaseluruh segmentasi warga ma-syarakat, adalah absah saja.Karena itu, pendelegasian ke-kuasaan yang bersumber dariprincipal8 yang –dengan meka-nisme tertentu— didelegasikankepada badan tertentu selakuagent yang diatur dalam un-dang-undang harus pula sesuai

Page 22: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

20 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

dengan Undang-Undang Dasar(konstitusi) negara.9

Konstruksi pendelega-sian mandat atau wewenangdari pemerintah selaku princi-pal penyelenggaraan jaminansosial kepada agent BadanPenyelenggara Jaminan Sosial,mengikuti konstrukti teoritispendelegasian kebijakan mone-ter dari Francesco Lippi, dalamCentral Bank Independence,Targets and Credibility. Di-konstruksikan adanya pembe-rian kewenangan dalam kebi-jakan moneter dari principalyakni pemerintah atau parle-men kepada bank sentral yangdisebut sebagai a delegationarrangement for monetarypolicy.10

Masalahnya, kepada sia-pakah pendelegasian itu diberi-kan pemegang mandat konsti-tusional? Pemberian delegasimenyelenggarakan jaminansosial secara “sepihak” hanyaoleh pemerintah (pusat) hanyalimitatif kepada lembaga per-usahaan asuransi profit seba-gaimana dirumuskan dalamPasal 5 ayat (2) UU Nomor 40Tahun 2004, masih menyi-sakan pertanyaan krusial danberbagai permasalahan hu-kum.

Pertama, norma Pasal5 ayat (3) UU Nomor 40 Tahun2004, dengan interpretasi se-cara sistematis jelas kontra-diktif dengan prinsip-prinsipjaminan sosial yang terkandungdalam norma Pasal 4 UU No-mor 40 Tahun 2004, yangdalam huruf d menganut prin-sip nirlaba. Nirlaba (non profit)sebagai antitesis dari sifat per-usahaan yang dikelola denganprinsip profit. Artinya, ber-dasarkan UU Nomor 40 Tahun2004 yang menjadi derivasi11

Pasal 28 H ayat (3) dan Pasal34 ayat (2) UUD 1945, hanyalembaga nirlaba saja yang rele-van dengan penyelenggaraanjaminan sosial.

Pendelegasian wewenangpemerintah menyelenggarakanjaminan sosial hanya kepadaempat Persero itu, bukan sajaberhadapan dengan prinsipnirlaba (Pasal 4 UU Nomor 40Tahun 2004), namun secarayuridis mengandung resistensidalam kelembagaan perusaha-an perseroan berbadan hukumPerseroan Terbatas yang me-miliki maksud dan tujuan yangspesifik dalam anggaran dasarpada akte pendirian perusaha-an.

Ditilik dari hukum perse-

Page 23: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

21������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

roan, Persero sebagai badanhukum terpisah (separate legalentity) yang berbentuk PT,wajib patuh kepada ketentuanhukum perseroan dan Ang-garan Dasar Perseroan.12 Berda-sarkan Pasal 2 UU tentangPerseroan Terbatas, sebuah PThanya menjalankan usaha se-suai dengan maksud perusa-haan dalam anggaran dasarnya.Penegasan maksud dan tujuanperusahaan dalam purposeclause dari statuta secara spe-sifik memberi efek pada pende-fenisian the scope of the autho-rized corporate enterprise.13

Sebagai BUMN, perusa-haan perseroan JAMSOSTEK,TASPEN, ASABRI, dan ASKES,tidak bisa dilepaskan dari Mas-ter Plan Revitalisasi BUMN2005-2009 yang menetapkantiga kebijakan dasar yakni res-trukturisasi, profitisasi, danprivatisasi BUMN yang sedangdikembangkan pemerintah.14

Sehingga bisa mengalami di-sorientasi prinsip ke-nirlaba-andalam kedudukannya sebagaipenyelenggara jaminan sosial.15

Di dalam Pasal 5 UU No-mor 40 Tahun 2004 (sebelumdinyatakan tidak mengikat olehPutusan MK), sistem jaminansosial yang dikembangkan ada-

lah melalui dua jalur penye-lenggaraan, yakni melalui:1) Empat Perusahaan Per-

seroan (JAMSOSTEK,TASPEN, ASABRI, danASKES); dan

2) Badan Penyelenggara Ja-minan Sosial yang diben-tuk dengan undang-un-dang.Dengan demikian, dalam

versi norma hukum Pasal 5 UUNomor 40 Tahun 2004 (sebe-lum dinyatakan tidak berlaku),tidak ada landasan untuk me-ngembangkan badan tunggalyang bertindak sebagai pem-bayar tunggal (single payer)atas premi asuransi sosial seba-gai wujud dari jaminan sosial.Badan yang ditentukan sebagaipenyelenggara jaminan sosialterserak-serak, dan memilikikarakteristik, maksud, lingkupkegiatan, dan produk yangberbeda-beda.

Dengan Putusan MK yangmenyatakan tidak berlakunyaPasal 5 ayat (2), (3), dan (4) UUNomor 40 Tahun 2004, makasampai saat ini, belum adabadan atau lembaga yang absahditetapkan sebagai agent untukmenyelenggarakan jaminansosial sebagaimana dimaksudUU Nomor 40 Tahun 2004.

Page 24: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

22 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

Sehingga ada kekosongan hu-kum (recht vacuum) dalamkelembagaan penyelenggarajaminan sosial versi UU No. 40Tahun 2004. Padahal, strukturatau kelembagaan hukum, me-nurut Friedman, adalah bagianpenting sebuah sistem hukumyang dikembangkan.16

Dalam pandangan posi-tivist Bentham –yang dikenalsebagai a life-long law refor-mer— bahwa tidak ada pem-baruan dalam substansi hukumyang akan berpengaruh secaraefektif apabila tidak denganpembaruan atas struktur hu-kum. “…that no reform of thesubstantive law could be ef-fectuated without a reform ofits form and structure.”17

Kedua, dengan normaPasal 5 ayat (2) dan (3) UUNomor 40 Tahun 2004 yangsecara limitatif memberikanmandat sebagai badan penye-lenggara jaminan sosial, makadengan segenap keterbatasankeempat Persero tersebut, ser-ta resistensi yuridis yang in-trinsik terkandung dalam ke-dudukannya sebagai badanhukum profit, maka sangat logiskemungkinan terjadinya pe-nundaan keadilan bagi rakyatmiskin dan PMKS untuk mem-

peroleh jaminan sosial.Apabila penundaan ke-

adilan ini terjadi, maka masa-lahnya berlanjut masuk padawilayah kebijakan atau hukumyang diskriminatif. Sebab,warga masyarakat miskin danPMKS teralianasi atau sedikit-nya tertunda memperoleh hak-nya atas jaminan sosial –kare-na aneka masalah yuridis—yang masih diderita Perserosebagai lembaga profit yangmasuk ke wilayah nirlaba.

Prinsip non diskriminasi(non discrimination) tidak bo-leh diabaikan oleh pemerintahyang wajib pula mematuhi prin-sip kesetaraan hak dan perlin-dungan hukum versi Pasal 27ayat (1), (2) UUD 1945. Prinsipnon diskriminasi ini diartiku-lasikan pada umumnya kon-vensi dan atau instrumen inter-nasional HAM, seperti Univer-sal Declaration of HumanRights, International Cove-nant on Civil and PoliticalRights, and Covenan on Eco-nomic, Social and CulturalRights, Convention on Elimina-tion of All Form DiscriminationAgainst Women (CEDAW).

Beberapa konvensi HAMmengartikan diskriminasi seba-gai adanya pembedaan (dis-

Page 25: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

23������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

tinction), pengucilan (exclu-sion), pembatasan (restriction)atau pilihan/pertimbangan(preference), yang berdasarkanatas ras (race), warna kulit(colour), kelamin (sex), bahasa(language), agama (religion),politik (political) atau pen-dapat lain (other opinion), asalusul sosial atau nasionalitas,kemiskinan (poverty), kelahir-an atau status lain.

Acuan terhadap diskri-minasi dapat pula dikutip dariPasal 1 Konvensi Internasionaltentang Penghapusan SegalaBentuk Diskriminasi Rasial,yang memberikan definisi atasracial discrimination, sebagaiberikut:

“any distinction, exclu-

sion, restriction or prefe-

rence base on race, colour,

descent or national ethnic

origin wich has the purpose

or effect of nullifying or

impairing the recognition,

enjoyment or exercise, on

an equal footing, of human

rights and fundamental

freedoms in the political,

economic, social, cultural

or any other field of public

life.”

Dalam Pasal 1 butir 3 UU

No. 39/1999 tentang Hak AsasiManusia, yang berbunyi seba-gai berikut:

“Diskriminasi adalah

setiap pembatasan, pele-

cehan, atau pengucilan

yang langsung ataupun

tidak langsung didasarkan

pada pembedaan manusia

atas dasar agama, suku,

ras, etnik, kelompok, go-

longan status sosial, status

ekonomi, jenis kelamin,

bahasa, keyakinan, politik,

yang berakibat pengurang-

an, penyimpangan atau

penghapusan, pengakuan,

pelaksanaan atau peng-

gunaan hak asasi manusia

dan kebebasan dasar da-

lam kehidupan baik indivi-

dual maupun kolektif dalam

bidang politik, ekonomi,

hukum, sosial, budaya dan

aspek kehidupan lainnya.”

Oleh karena, secara yuri-dis keberadaan dan pemben-tukannya adalah untuk targetgroup yang bekerja pada sektorformal dan kualifikasi pesertayang segmented, maka tidakdapat diartikan menjadi sertamerta dapat dipakai untuk me-nyelenggarakan jaminan sosialbagi masyarakat di sektor infor-

Page 26: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

24 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

mal, dan masyarakat penyan-dang PMKS.

Ketiga, penentuan em-pat badan penyelenggara jami-nan sosial itu, akan memper-lebar rentang birokrasi penge-lolaan jaminan sosial. Bahkan,akan berhadapan pula dengantugas pokok dan fungsi (tu-poksi) departemen terkait se-perti Departemen Sosial yangsecara otentik sudah absahmengerjakan program jaminansosial dan bantuan sosial.

Apalagi, kebijakan peme-rintah selalu tidak konsistendalam penyelengga-raan danajaminan sosial. Misalnya, da-lam skema pembayaran BLT,jika konsisten dengan Pasal 28Hayat (3) UUD 1945 dan meng-acu kepada UU Nomor 40 Ta-hun 2004, maka penyeleng-garaan BTL tersebut dikelolamelalui Badan PenyelenggaraJaminan Sosial.

Oleh karena itu, kendati-pun sudah ada UU Nomor 40Tahun 2004, ternyata kebijak-an pemerintah, misalnya kom-pensasi BBM melalui BLT, be-lum mengintegrasikan sistemjaminan sosial. Padahal danakompensasi BBM melalui BLTdapat menjadi modal bagi pe-ngembangan dan membiayai

program penyelenggaraan ja-minan sosial.

Andaikan pelaksanaanPasal 5 ayat (3) UU Nomor 40Tahun 2004 segera direali-sasikan dalam suatu lembagatunggal (single payer), makakonsolidasi program secarahorisontal dengan sektor sosialmutlak diperlukan. Dengandicabutnya pendelegasian ke-pada empat perusahaan per-seroan asuransi, maka lebihmungkin menerapkan skenariobadan tunggal penyelenggarajaminan sosial yang dikelolasatu atap lewat Badan Penye-lenggara Jaminan Sosial. Na-mun, oleh karena secara defacto dan historis jaminan so-sial dikelola secara berserak-serak, maka konsolidasi penye-lenggaraan jaminan sosial –dengan Departemen Sosial, daninstansi terkait yang secaraotentik sudah bekerja lebihdahulu— diperkirakan masihrumit dan lambat.

Di samping itu, programpenyelenggaraan jaminan so-sial dan bantuan sosial masihberada dalam tupoksi Depar-temen Sosial,18 dan penyeleng-garaannya sudah memiliki lan-dasan yang sah secara yuridisformal.

Page 27: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

25������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

Dengan landasan yangsudah ada, Departemen Sosialsudah mengelola program ja-minan sosial. Menurut HarryHikmat,19 Program JaminanKesejahteraan Sosial yang di-kelola Depsos adalah AsuransiKesejahteraaan Sosial (As-kesos), Bantuan KesejahteraanSosial Permanen (BKSP), Pe-ngembangan Sistem NasionalJaminan Sosial, PengembanganKapasistas Kelembagaan, danPengembangan Jaringan Kerja.Untuk meningkatkan keter-paduan program dengan pro-gram pemberdayaan fakir mis-kin, beberapa program jaminansosial yang dikelola adalah :

a. Asuransi Kesejahteraaana. Asuransi Kesejahteraaana. Asuransi Kesejahteraaana. Asuransi Kesejahteraaana. Asuransi KesejahteraaanSosial (ASKESOS)Sosial (ASKESOS)Sosial (ASKESOS)Sosial (ASKESOS)Sosial (ASKESOS)

Fokus Askesos melin-dungi masyarakat marginalatau pekerja mandiri sektorinformal dari resiko alamiahdan sosial seperti hari tua,meninggal dunia dan sakit ataukecelakaan sehingga tidak ter-penuhinya kebutuhan hiduppeserta bersama dan anggotakeluarganya.

b .b .b .b .b . Bantuan KesejahteraanBantuan KesejahteraanBantuan KesejahteraanBantuan KesejahteraanBantuan KesejahteraanSosial Permanen (BKSP)Sosial Permanen (BKSP)Sosial Permanen (BKSP)Sosial Permanen (BKSP)Sosial Permanen (BKSP)

BKSP merupakan usaha

perlindungan dan jaminan peng-hidupan bagi warga yang kare-na kondisinya tidak mampudalam memenuhi kebutuhanhidupnya sendiri tanpa ban-tuan berkesinambungan dariluar dirinya dan tidak didasar-kan konstribusi yang bersang-kutan.

Jaminan Sosial melaluiBKSP bisa atas inisiatif dankapasitas kelembagaan masya-rakat sendiri. BKSP denganwarna lokal mengandalkan ke-kuatan lokal dan bisa dikelolasecara kahusus. Upaya-upayaterorganisasi untuk membantusesama ini umumnya dilandasioleh unsur-unsur lembaga adatdan keagamaan.

c. Pengembangan KapasitasPengembangan KapasitasPengembangan KapasitasPengembangan KapasitasPengembangan KapasitasKelembagaan JaminanKelembagaan JaminanKelembagaan JaminanKelembagaan JaminanKelembagaan JaminanSosialSosia lSosia lSosia lSosia l

Kegiatan ini dalam rang-ka membantu mendayaguna-kan organisasi sosial atau lem-baga kesejahteraan sosial, ini-siatif lokal dan pelayanan ja-minan sosial lainnya untuk me-ningkatkan kemampuan jang-kauan pelayanan jaminan so-sial dengan sumberdaya yangmemadai.

Tujuan kegiatan adalahuntuk meningkatkan efektivitas

Page 28: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

26 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

dan efisiensi serta keberkelan-jutan program dengan meng-optimalkan sumber-sumberprogram yang sama-sama yangditujukan bagi pengembangankelembagaan jaminan sosial.

III.III.III.III.III.WARGA MISKIN DANWARGA MISKIN DANWARGA MISKIN DANWARGA MISKIN DANWARGA MISKIN DANPMKS: SASARAN JAMINANPMKS: SASARAN JAMINANPMKS: SASARAN JAMINANPMKS: SASARAN JAMINANPMKS: SASARAN JAMINANS O S I A LS O S I A LS O S I A LS O S I A LS O S I A L

Sebagai negara yang didalam konstitusinya menganutprinsip negara kesejahteraan(welfare state), negara memi-liki kewajiban menjamin, melin-dungi dan memenuhi hak kons-titusional rakyat Indonesia ataskesejahteraan sosial. Karena-nya, kemiskinan yang disan-dang rakyat adalah musuh ne-geri ini. Penanggulangannyadituangkan secara sistemikdalam suatu sistem jaminansosial nasional seperti perintahPasal 28H ayat (3), dan Pasal34 ayat (2) UUD 1945.

Kendatipun Indonesiasudah merdeka lebih dari limapuluh tahun, dan konon me-miliki sumber daya alam (natu-ral recources) dan sumberdaya energi yang kaya, angkakemiskinan dan PMKS masihbanyak.

Apalagi, dengan turbu-lensi politik, ekonomi dan so-

sial yang masih belum meredadi Indonesia, berimplikasi ke-pada terbitnya masalah sosial.Masalah sosial sedemikian rupamempertebal lapisan masya-rakat yang dilabelkan kepadaPenyandang Masalah Kesejah-teraan Sosial (PMKS) sebagaiakibat dari krisis, konflik sosial,bencana alam dan gejala dis-integrasi sosial.

Karena itu, selain me-mang sudah menjadi kewajibankonstitusional negara, pena-ngannya membutuhkan skemayang komprehensif dan meli-puti segenap segmen wargamasyarakat.

Secara kategoris, De-partemen Sosial memberikanpembedaan atas kelompokPMKS, yakni kelompok wargamasyarakat yang berhak secarakonstitusional (dan yuridis)atas suatu intervensi sosialdengan Sistem Jaminan Kese-jahteraan Sosial Nasional, ya-itu20:1) Kemiskinan, meliputi ke-

lompok warga yang me-nyandang ketidakmampuansosial ekonomi atau wargayang rentan menjadi miskinyakni :a. keluarga fakir miskin; danb. segmen wanita rawan

Page 29: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

27������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

sosial ekonomi.2) Keterlantaran, meliputi war-

ga masyarakat yang karenasesuatu hal mengalami ke-terlantaran fisik, mental dansosial yakni:a. balita terlantar;b. anak remaja terlantar,

termasuk anak jalanandan pekerja anak;

c. orang dewasa terlantar;d. keluarga bermasalah so-

sial psikologis; dane. lansia terlantar.

3) Kecacatan, meliputi wargamasyarakat yang menga-lami kecacatan sehinggaterganggu fungsi sosialnya,yakni:a. tuna daksa;b. tuna netra;c . tuna rungu/wicara;d. tuna grahita; dane. cacat ganda.

4) Ketunaan sosial dan pe-nyimpangan perilaku, me-liputi warga masyarakatyang mengalami gangguanfungsi-fungsi sosialnya aki-bat ketidakmampuannyamengadakan penyesuaian(social adjusment) secaranormatif, yakni:a. tindak tuna susila;b. anak konflik dengan hu-

kum/nakal;

c . bekas narapidana;d. korban narkotika;e. gelandangan;f. pengemis; dang. korban HIV/AIDS dan

eks penyakit kronis ter-lantar.

5) Keterasingan/keterpencilandan/atau berada dalamlingkungan yang buruk,meliputi warga masyarakatyang berdomisili di daerahyang sulit terjangkau, atauterpencar-pencar, atau ber-pindah-pindah, yang lazimdisebut Komunitas AdatTerpencil.

6) Korban Bencana, meliputiwarga masyarakat yangmengalami musibah ataubencana, yakni:

a. korban bencana alam;dan

b. korban bencana sosial.7) Kekumuhan, meliputi warga

masyarakat yang berdo-misili di lingkungan kumuh(slum area).

8) Korban Tindak Kekerasan,Eksploitasi dan Diskrimi-natif, meliputi warga ma-syarakat yang mengalamitindak kekerasan, yakni:a. kekerasan terhadap anak;b. kekerasan terhadap wa-

nita;

Page 30: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

28 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

c. kekerasan terhadap lan-jut usia;

d. eksploitasi pekerja anakdan anak jalanan.

9) Kerentanan sosial, meliputiwarga masyarakat yang ren-tan/rawan menjadi PMKS,yakni:a. warga yang tinggal di

daerah rawan bencana;dan

b. warga masyarakat mar-ginal.Jumlah orang miskin di

Indonesia masih sangat kon-troversial. Pada saat mende-sain program Bantuan Tunailangsung (BTL) kepada keluargamiskin untuk target group danakompensasi BBM sejumlah 15,5juta kepala keluarga.21 Namun,secara de facto banyak wargamiskin yang tidak menerimadana BTL tersebut.22

Berdasarkan data yangdikeluarkan oleh Pusat Datadan Informasi (Pusdatin) De-partemen Sosial (2002), ter-catat warga masyarakat sebagaifakir miskin berjumlah sekitar16,7 juta jiwa atau kurang lebih44,3 % dari jumlah populasinyaorang miskin di Indonesia yangberjumlah sekitar 37,5 jutajiwa.23

Di samping 16,7 juta jiwa

fakir miskin, masih terdapatpula sejumlah warga masya-rakat lainnya yang termasukkategori PMKS seperti gelan-dangan, pengemis, bekas nara-pidana terlantar, anak jalanan,penyandang cacat terlantar,lansia terlantar, tuna susila,komunitas adat terpencil dansebagainya, yang jumlahnya9,6 juta jiwa. Secara keselu-ruhan, jumlah warga PMKSyang membutuhkan perhatianadalah sebesar 26,3 juta jiwa.24

Reduksi Kemiskinan, MulaiReduksi Kemiskinan, MulaiReduksi Kemiskinan, MulaiReduksi Kemiskinan, MulaiReduksi Kemiskinan, Mulaidengan Anak-anakdengan Anak-anakdengan Anak-anakdengan Anak-anakdengan Anak-anak

Di Indonesia, anak-anaktermasuk satu segmen wargamasyarakat yang paling rentan.Krisis ekomomi membawa anak-anak semakin lemah dalamperlindungan sosial. Dari ke-lompok PMKS yang dikemuka-kan di atas, anak-anak sebenar-nya merupakan penyandangyang ganda.

Di samping anak-anakmemang rentan dan sangatberpengaruh atas tindakan atautidak diberikannya tindakan,anak-anak juga bisa masukdalam kualifikasi kemiskinan,keterlantaran, ketunaan sosial,keterasingan, dalam bencanaalam, kekumuhan, korban ke-

Page 31: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

29������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

kerasan dan eksploitasi, dansebagainya.

Anak-anak adalah pihakyang paling merasakan dampakPMKS. Anak-anak seringkaliyang terpukul paling kerasakibat kemiskinan (children areoften hardest hit by poverty).Kemiskinan menjadi kausalyang merusak perkembangantubuh dan pikirannya. Peng-hapusan kemiskinan mesti di-mulai dengan anak-anak (po-verty reduction begins withchildren).25

Menurut data terhim-pun, dalam bidang pendidikanterdapat sekitar 1,6 juta anak-anak usia 7-12 tahun tidakbersekolah. Angka anak-anakusia 13-15 tahun yang tidaksekolah jumlahnya tiga kalilipat (300%), yakni sekitar 4,8juta. Sementara itu, pada tahun1997-1998, pendaftaran anakmasuk SLTP menurun 6%. Jadi,pada era di mana Indonesiadilanda krisis ekonomi yanghingga kini melum mereda,dalam waktu relatif pendektelah menimbulkan dampakburuk dan permananen kepadaanak-anak.26

Dalam hal anak yangmembutuhkan perlindungankhusus, BPS mendata sejumlah

1,8 anak pada tahun 1998 men-jadi buruh anak. Namun, datalain bahkan menyebutkan seki-tar 8 juta buruh anak. Hasilsurvey Susenas (Agustus 1999),10% anak usia 10-14 tahun be-kerja.27

Anak-anak jalanan di 12kota provinsi sekitar 50.000.Anak terlantar pada tahun 1997sejumlah 3 juta anak. Anakcacat (10-14 tahun) sejumlah 2juta anak. Sekitar 40.000 s/d70.000 anak-anak menjadikorban eksploitasi seksual.Sejumlah 400.000 pengungsianak domestik (internal dis-placed person - IDP) tersebarpada berbagai wilayah di Indo-nesia. Anak-anak yang diadilisejumlah 4.000 anak. Sekitar30% dari sekitar 40.000 s/d70.000 pekerja seksual komer-sial adalah anak, yang menga-lami eksploitasi seksual komer-sial.28

Singkat kata, anak-anakyang berada dalam situasi sede-mikian, merupakan manusiayang tidak beruntung, danbahkan menjadi korban dari“mekanisme” nasional yangbelum sensitif terhadap hakanak. Sir William Ulting me-lukiskan, “Ours is an adult so-ciety. It runs on rules deter-

Page 32: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

30 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

mined, administered and adju-dicated by adult.”29

Tiga Pilar Jaminan SosialTiga Pilar Jaminan SosialTiga Pilar Jaminan SosialTiga Pilar Jaminan SosialTiga Pilar Jaminan SosialSelama ini, untuk melak-

sanakan program kesejahtera-an sosial, pemerintah men-jalankan tiga pilar.

Pilar pertama berupabantuan sosial (social asis-stance), baik dalam bentukpemberian bantuan uang tunaimaupun pelayanan dengansumber pembiayaan dari peme-rintah dengan dukungan ma-syarakat sesuai potensi sumberdaya yang tersedia.

Pilar kedua mengguna-kan pendekatan asuransi sosialwajib (compulsory social insur-ance), yang dibiayai dari kon-tribusi (premi), yang dibayar-kan oleh setiap peserta (ter-masuk tenaga kerja dan PMKS)dan pemberi kerja secara ber-sama-sama. Pendekatan inimerupakan upaya negara un-tuk mensejahterakan rakyatdengan mengikutsertakan seca-ra aktif tanggung jawab masya-rakat dalam bentuk iuran (kon-tribusi).

Pilar ketiga adalah asu-ransi sukarela (voluntary in-surance) yang iurannya di-bayar sepenuhnya oleh peserta

sesuai dengan tingkat kemam-puannya. Dana yang terhimpundikelola secara komersial. Da-lam hal ini, bantuan sosial,asuransi sosial dan asuransisukarela akan berbeda polapengaturannya.

Dalam Pasal 5 ayat (2)UU Nomor 40 Tahun 2004,yang sebelum dinyatakan tidakberlaku oleh MK, mengadopsipengesahan lembaga-lembagaasuransi profit BUMN sebagaipenyelenggara jaminan sosial.

Jika ditilik dari targetgroup pesertanya, perusahaanswasta yang ditetapkan dalamUU Nomor 40 Tahun 2004 ituhanya memberikan fokus ke-pada segmen masyarakat ter-tentu saja (lihat Tabel 1).

Dengan perkataan lain,seandainya-pun perusahaan-perusahaan dimaksud secaramaksimal telah berhasil men-jangkau segementasinya, akantetapi cakupan masyarakatyang masih belum tersentuhjaminan sosial juga masih luasdan banyak.

Untuk membangun SJSNyang merambah segenap ke-lompok warga masyarakat,maka perlu analisis terhadapkelompok mana saja yang men-jadi sasaran SJSN. Secara rinci

Page 33: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

31������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

kepesertaan dalam jaminansosial dapat dibagi atas empatkelompok yaitu30:1) Kelompok Pegawai Ne-

geri, meliputi : (a) PegawaiNegri Sipil (PNS) –PNS Pusatmaupun Daerah—; (b) Pra-jurit TNI dan AnggotaPOLRI; (c) Pegawai BadanUsaha Milik Negara (BUMN)dan Badan Usaha Milik Dae-rah (BUMD) yang menjadiaset pemerintah daerah.;

2)Kelompok PegawaiSwasta Formal, meliputi

pegawai/karyawan perusa-haan, karyawan pada berba-gai yayasan, lembaga swa-daya masyarakat dan orga-nisasi sosial;

3) Kelompok Pekerja Swas-ta Non Formal, meliputi(a) Pekerja swasta non for-mal yang terorganisir se-perti pedagang, petani, ne-layan yang menjadi anggotasuatu perkumpulan profesiatau koperasi; (b) Pekerjaswasta non formal yangtidak terorganisir seperti

Tabel 1. Perusahaan swasta yang ditetapkan dalam Pasal 5 ayat(2) UU Nomor 40 Tahun 2004

Page 34: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

32 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

pedagang, petani, nelayanyang tidak menjadi anggotasuatu perkumpulan profesi.;

4) Kelompok Khusus, meli-puti warga masyarakat yangtermasuk dalam kategoriPenyandang Masalah Kese-jahteraan Sosial (PMKS).

Ditinjau dari sasaran ke-pesertaan tersebut, maka do-main (lingkup kewenangan)Departemen Sosial adalah untukmenangani peserta yang ber-ada dalam kategori keempatyaitu kelompok khusus. Wargayang termasuk dalam kelom-pok khusus ini adalah wargamasyarakat yang kurang mam-pu.

IVIVIVIVIV.BAD.BAD.BAD.BAD.BADAN PENYELENGGAN PENYELENGGAN PENYELENGGAN PENYELENGGAN PENYELENGGARAARAARAARAARAJAMINAN SOSIAL:JAMINAN SOSIAL:JAMINAN SOSIAL:JAMINAN SOSIAL:JAMINAN SOSIAL:LANDASANLANDASANLANDASANLANDASANLANDASANKONSTITUSIONAL DANKONSTITUSIONAL DANKONSTITUSIONAL DANKONSTITUSIONAL DANKONSTITUSIONAL DANY U R I D I SY U R I D I SY U R I D I SY U R I D I SY U R I D I S

Pengembangan sistemjaminan sosial dan penyeleng-garaan jaminan sosial, secaraeksplisit merupakan perintahUUD 1945. Namun sudah puladituangkan ke dalam peraturanperundang-undangan. Pem-bentukan Badan PenyelenggaraJaminan Sosial sebagaimananorma dalam Pasal 5 ayat (1)

UU Nomor 40 Tahun 2004,sudah memiliki landasan yuri-dis yang kuat.

Berikut ini dikemukakanlandasan konstitusional danyuridis untuk mendorong pem-bentukan badan yang menge-lola jaminan sosial itu.1. Undang-Undang Dasar

1945a. Pasal 28H ayat (3) me-

nyatakan:“Setiap orang berhak

atas Jaminan Sosial yang

memungkinkan pengem-

bangan dirinya secara utuh

sebagai manusia yang ber-

martabat.”

b. Pasal 34 ayat (2) menya-takan:

“Negara mengembang-

kan sistem Jaminan Sosial

bagi seluruh rakyat dan

memberdayakan masya-

rakat yang lemah dan tidak

mampu sesuai dengan

martabat kemanusiaan.”

2. Peraturan Perundang-undangana. UU Nomor 6 Tahun 1974

tentang Ketentuan-ke-tentuan Pokok Kesejah-teraan Sosial- Pasal 1:

“Setiap warga Negara

berhak atas taraf kese-

Page 35: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

33������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

jahteraan sosial yang se-

baik-baiknya dan berke-

wajiban untuk sebanyak

mungkin ikut serta dalam

usaha-usaha kesejahtera-

an sosial.”

- Pasal 4 ayat (1):“Usaha-usaha pemerint-

ah di bidang kesejah-

teraan sosial meliputi:

Bantuan sosial kepada

warga negara baik secara

perorangan maupun da-

lam kelompok yang me-

ngalami kehilangan pe-

ranan sosial atau menjadi

korban akibat terjadinya

bencana-bencana, baik

sosial maupun alamiah

atau peristiwa-peristiwa

lain.

Pemeliharaan taraf

kesejahteraan sosial me-

lalui penyelenggaraan

suatu sistem Jaminan

Sosial.

Bimbingan pembina-

an dan rehabilitasi sosial,

termasuk di dalamnya

penyaluran ke dalam ma-

syarakat, kepada warga

Negara baik perorangan

maupun dalam kelom-

pok, yang terganggu ke-

mampuannya untuk

mempertahankan hidup,

yang terlantar atau yang

tersesat.

Pengembangan dan

penyuluhan sosial untuk

meningkatkan peradab-

an, perikemanusiaan dan

kegotong-royongan.

- Pasal 5 ayat (1):“Pemerintah mengada-

kan usaha-usaha ke arah

terwujudnya dan terbina-

nya suatu Jaminan Sosial

yang menyeluruh”.

b.UU Nomor 4 Tahun 1997tentang KesejahteraanPenyandang Cacat- Pasal 5:

“Setiap penyandang cacat

mempunyai hak dan ke-

sempatan yang sama da-

lam segala aspek kehi-

dupan dan penghidupan”.

- Pasal 8:“Pemerintah dan/ atau

masyarakat berkewajib-

an mengupayakan terwu-

judnya hak-hak penyan-

dang cacat”.

- Pasal 19:

“Bantuan Sosial diarah-

kan untuk membantu pe-

nyandang cacat agar da-

pat berusaha meningkat-

kan taraf kesejahteraan

sosialnya”.

- Pasal 21:

Page 36: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

34 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

“Pemeliharaan taraf ke-

sejahteraan sosial di-

arahkan pada pemberian

perlindungan dan pela-

yanan agar penyandang

cacat dapat memelihara

taraf hidup yang wajar.”

d. UU Nomor 13 Tahun1998 tentang Kesejah-teraan Lanjut Usia, - Pasal 5 Ayat (2) huruf

g:“Bagi lanjut Usia yang

tidak potensial agar da-

pat mewujudkan taraf

hidup yang wajar diberi-

kan perlindungan sosial

berupa pemeliharaan ta-

raf kesejahteraan so-

sial.”

c. UU Nomor 39 Tahun1999 tentang Hak AsasiManusia- Pasal 5 ayat (3):

“Setiap orang yang ter-

masuk kelompok masya-

rakat yang rentan berhak

memperoleh perlakuan

dan perbandingan lebih

berkenan dengan kekhu-

susannya”.

- Pasal 41 ayat (1):“Setiap warga Negara

berhak atas jaminan so-

sial yang dibutuhkan un-

tuk hidup layak, serta

perkembangan pribadi-

nya secara utuh.”

d.UU Nomor 23 Tahun2002 tentang Perlin-dungan Anak- Pasal 8:

“Setiap anak berhak

memperoleh pelayanan

kesehatan dan jaminan

sosial sesuai dengan ke-

butuhan fisik, mental, spi-

ritual dan sosial.”

e. UU Nomor 40 Tahun2004- Pasal 5 ayat (1):

“Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial harus di-

bentuk dengan Undang-

undang”.

- Pasal 2:“Sistem jaminan Sosial

Nasional diselenggara-

kan berdasarkan asas

kemanusiaan, asas man-

faat, dan asas keadilan

sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia.”

Berbagai peraturan per-undangan nasional yang mem-berikan landasan yuridis bagipenyelenggaraan jaminan so-sial, maka sudah kuat landasanuntuk menyiapkan jaminansosial –yang diperuntukkanbagi seluruh rakyat. Oleh ka-

Page 37: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

35������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

rena penjangkauan jaminansosial untuk sektor formal yangsudah digarap dengan jaminansosial dari Perusahaan Per-seroan JAMSOSTEK, TASPEN,ASABRI, ASKES– namun yangmasih belum tersentuh secaratersistem adalah kelompokkhusus yang utamanya beradapada sektor informal.

Sesuai dengan perintahperaturan perundangan, ter-masuk Pasal 5 ayat (1) UUNomor 40 Tahun 2004 yangsecara eksplisit menegaskanperlunya pembentukan BadanPenyelenggara Jaminan Sosial.Penyelenggaraan jaminan so-sial menurut Pasal 2 UU Nomor40 Tahun 2004, dilaksanakandengan asas tertentu yang da-lam hal ini berbeda denganprinsip perusahaan bukan nir-laba yang berbasis pada pen-carian keuntungan (profit)semata.

Dengan dinyatakan tidakberlakunya Pasal 5 ayat (2), (3),(4) UU Nomor 40 tahun 2004dengan Putusan MK Nomor007/PUU-III/2005, maka se-cara yuridis formal tidak adalagi norma hukum yang meng-ikat untuk memosisikan JAMSOSTEK, TASPEN, ASABRI,ASKES, sebagai badan penye-

lenggara jaminan sosial. Impli-kasinya, keempat perusahaanBUMN penyelenggara asuransiitu berada di luar konteks ja-minan sosial yang dimaksudkandalam Pasal 5 ayat (1) UU No-mor 40 Tahun 2004. Oleh ka-renanya, secara yuridis formalpemerintah perlu membentukBadan Penyelenggara JaminanSosial dengan undang-undang.

Pembentukan Badan Pe-nyelenggara Jaminan Sosial inijika ditinjau dari sisi yuridis for-mal sudah tidak ada halanganlagi. Termasuk dari sisi finansialtidak terlalu berhalangan ka-rena dengan mengonsolidasi-kan dana pembangunan sosialserta dana kompensasi BBM –yang dikelola dengan skemaBTL misalnya– sudah bisa men-jadi pilar untuk memulai penye-lenggaraan jaminan sosial yangdikelola oleh Badan Penye-lenggara Jaminan Sosial versiPasal 5 ayat (1) UU Nomor 40Tahun 2004.

VVVVV ..... D I S K U S ID I S K U S ID I S K U S ID I S K U S ID I S K U S IDengan dinyatakan tidak

mengikatnya Pasal 5 ayat (2),(3), (4) UU Nomor 40 Tahun2004 berdasarkan putusan MK,maka tidak terdapat legitimasibagi empat Persero untuk men-

Page 38: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

36 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

jadi penyelenggara jaminansosial. Landasan yuridis yangmasih eksis dan mengikat seba-gai dasar hukum hanyalah Pa-sal 5 ayat (1) UU Nomor 40Tahun 2004, yang mengan-dung norma bagi pembentukanBadan Penyelenggara JaminanSosial.

Pembentukan Badan Pe-nyelenggara Jaminan Sosialdimaksud, sudah memiliki da-sar pula untuk dikembangkansecara secara tunggal, yaknihanya dikelola oleh Badan Pe-nyelenggara yang ditetapkandengan undang-undang. Tidaklagi membuka kemungkinandikelola secara bersamaan an-tara empat perusahaan per-seroan (vide Pasal 5 ayat (3) UUNomor 40 Tahun 2004), danjuga dapat dikelola oleh BadanPenyelenggara yang dapat di-bentuk versi Pasal 5 ayat (4)UU Nomor 40 tahun 2004.

Secara konstitusional,tidak ada kendala untuk me-ngembangkan sistem jaminansosial yang dikelola oleh lem-baga tunggal seperti dikemuka-kan di atas. Apalagi, pertim-bangan MK dalam Putusan No-mor 007/PUU-III/2005, ti-dak memberikan halangankonstitusional mengembang-

kan sistem jaminan sosial yangmanapun. Yang pasti, MK me-negaskan pentingnya memasti-kan (to ensure) bahwa sistemjaminan sosial yang dikem-bangkan untuk menjangkauseluruh warga masyarakat.

Dari pendapat MK itudapat ditafsirkan bahwa sistemjaminan sosial yang dikem-bangkan adalah sistem jaminansosial yang berskala nasional,tidak terbatas untuk kelompoktertentu. Sehingga, mengacukepada pendapat Putusan MKNomor 007/PUU/III/2005,pemberian wewenang untukmenjalankan jaminan sosialkepada badan hukum privatseperti JAMSOSTEK, TASPEN,ASABRI, ASKES, mengalamitantangan konstitusional danyuridis untuk menjangkau sis-tem jaminan sosial yang dite-rapkan untuk seluruh wargamasyarakat.

Jika dielaborasi lebihdalam, tafsir atas pendapat MKtersebut adalah bahwa sistemjaminan sosial dikembangkandalam skala menasional ataubukan terserak-serak dikem-bangkan masing-masing dae-rah. Akan tetapi, jaminan sosialyang sudah berkembang didaerah dapat diintegrasikan

Page 39: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

37������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

sebagai sub sistem jaminansosial yang menasional terse-but.

Berbagai bentuk dan lem-baga yang sudah menjalankanprogram jaminan sosial, dapatberintegrasi sebagai totalitassistem jaminan sosial nasional–yang dikembangkan berbasiskepada Pasal 5 ayat (1) UUNomor 40 Tahun 2004. Kedu-dukannya dapat mengisi subsistem jaminan sosial nasional,dan dalam kegiatan tertentudapat pula bertindak untukmengerjakan atau menjalankanprogram yang disiapkan badanpenyelenggara– baik yang ber-sifat program inti jaminansosial, maupun program turun-an mendukung program jamin-an sosial.

Untuk mengembangkansistem jaminan sosial sepertiPasal 5 ayat (1) UU Nomor 40Tahun 2004 itu, dikemukakanbeberapa agenda berikut ini.

Pertama, mengembang-kan sistem jaminan sosial yangmemberi fokus kepada jaminansosial (social insurance), danmembebaskan fokusnya dariprogram bantuan sosial (socialassistance).

Kedua, mengonsolidasi-kan program-program jaminan

sosial yang terserak-serak atauberada pada sektor dan instansiterkait. Termasuk programsporadis dan sementara yangdilakukan secara ad hoc, seper-ti kompensasi subsidi BBMdalam bentuk cash money.

Ketiga, mengonsolidasi-kan program jaminan sosialyang sudah dikelola oleh peme-rintah daerah.

Keempat, memberikanproritas atau perhatian khususkelompok sasaran warga mis-kin dan PMKS sebagai segmenmasyarakat yang belum tersen-tuh dan mengintegrasikannyamasuk ke dalam sistem jaminansosial.

Kelima, membangun ker-jasama, partisipasi dan peng-awasan secara transparan danakuntabel bersama masyara-kat.

VI. VI. VI. VI. VI. PENUTUPPENUTUPPENUTUPPENUTUPPENUTUPJaminan sosial adalah

hak konstitusional setiap rak-yat yang absah dalam UUD1945. Penyelenggaraannya yangselama ini tersegmentasi kepa-da kelompok tertentu, khusus-nya sektor formal, menggiringkepada isu diskriminasi danpenundaan keadilan bagi selu-ruh rakyat.

Page 40: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

38 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

Untuk maksud memba-yar kewajiban konstitusionaldan yuridis kepada seluruhrakyat, maka pemerintah mestisegera menyiapkan Badan Pe-nyelenggara Jaminan Sosial –sebagaimana ditetapkan dalamPasal 5 ayat (1) UU Nomor 40Tahun 2004. Untuk itu, perlumendorong pemerintah meng-ajukan rancangan undang-un-dang untuk pembentukan Ba-dan Penyelenggara JaminanSosial– seperti maksud Pasal 5ayat (1) UU Nomor 40 Tahun2004.

Jika hal ini dilaksanakan,maka berbagai kebijakan Peme-rintah –yang esensinya adalahprogram jaminan sosial sepertikebijakan kompensasi BBMdengan Bantuan Langsung Tu-nai atau bentuk lain yang di-siapkan Pemerintah— sudahbisa dikonsolidasikan dan dijus-tifikasi sebagai program ja-minan sosial dalam sistem ja-minan sosial nasional. Sehing-ga, tidak terdengar lagi efekBLT yang muncul sebagai kega-galan memetakan rakyat mis-kin penerima, kekisruhan da-lam penyediaan data pendu-kung, dan berbagai efek tu-runan lainnya.

E n d n o t e sE n d n o t e sE n d n o t e sE n d n o t e sE n d n o t e s1 Data penerima yang tidak

faktual di lapangan, munculnyabanyak protes warga di berbagaidaerah, adanya koreksi kartupenerima BLT, adalah beberapabukti yang tidak bisa disem-bunyikan.

2 Muhammad Joni, “CashMoney vs Jaminan Sosial”, Re-publika, 30 September 2005.

3 Menteri Negara Peren-canaan Pembangunan/KepalaBAPPENAS, Sri Mulyani menya-takan jumlah keluarga miskinbertambah 1 juta menjadi 16,5kepala keluarga. Ketika subsidiBBM akan dicabut, pemerintahmenegaskan pencabutan subsidiBBM akan mengurangi jumlahkeluarga miskin. Lihat Repu-blika, “Orang Miskin BertambahBanyak”, 20 Oktober 2005, hal.1 .

4 Menurut Menteri Kese-jahteraan Rakyat, keruwetanpenyaluran BTL karena datamiskin tidak akurat, dalamKompas, “Komplain Rakyat Mis-kin Sampai 31 Oktober”, 31Oktober 2005, hal. 1. Pem-bagian Kartu BTL tidak tepatsasaran, dalam Kompas, “Petu-gas PBS Mengecewakan”, 13Oktober 2005, hal. 1. Lihat jugaRepublika, “Pencairan STL MasihRicuh”, 16 Oktober 2005, hal. 1.

5 Kompas, berjudul “SatuJuta Data Kepala Keluarga Di-koreksi”, Senin, 10 Oktober2005, hal. 1.

6 Analisis ini membatasidiri untuk tidak membahas

Page 41: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

39������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

apakah mandat itu berada padadomein Pemerintah Pusat atauPemerintah Daerah, sebagai-mana yang menjadi materi da-lam permohonan uji materilyang diajukan atas Pasal 5 ayat(1), (2), (3), (4) UU Nomor 40Tahun 2004.

7 Garis bawah dan huruftebal sengaja dibuat oleh penulis.

8 Istilah Principal berartisumber dari wewenang atau hak(the source of authority or right).Lihat Henry Campbell Black,Black’s Law Dictionary, Sixth Edi-tion, St. Paul, Minn West Group,USA, 1990, hal. 1192.

9 Istilah agent berarti a per-son authorized by another (prin-cipal) to act for or in place of him.Lihat Ibid., hal. 63.

10 Francesco Lippi, CentralBank Independence, Targets andCredibility, Edward Elgar Chel-tenham, UK & Northampton,MA, USA, 1999, hal. 12.

11 Teori derivasi dan abstrak-si UUD 1945 ke dalam hukumyang lebih rendah dalam hal iniUndang-undang, dikemukakanoleh Prof Dr. M. Solly Lubis, SH,Guru Besar Emeritus FakultasHukum Universitas SumateraUtara.

12 Pasal 2 UU Perseroan Ter-batas yang berbunyi, sebagaiberikut: “Kegiatan perseroanharus sesuai dengan maksud dantujuannya serta tidak berten-tangan dengan perundang-un-dangan, ketertiban umum, danatau kesusilaan“.

13 James D. Cox; F. HodgeO’Neal; Thomas Lee Hazen, Cor-

poration, Aspen Law & Bussines,1997, New York, hal. 61-62.

14 Republika, “JumlahBUMN Diciutkan Jadi 50”, 19Oktober 2005, hal. 1. WakilPresiden HM Jusuf Kalla mene-gaskan bahwa Pemerintah akanmengurangi jumlah BUMN men-jadi sekitar 50 saja. Selanjutnya,dikemukakan pula oleh Sekre-taris Menteri BUMN bahwa Men-teri BUMN mengutamakan pro-fitisasi dari pada privatisasiBUMN. Lihat juga Majalah BisnisReview, Edisi 10, Th. III, Maret2005, hal 19.

15 Dalam Master Plan Revi-talisasi BUMN 2005-2009, bebe-rapa BUMN sektor jasa keuang-an yakni TASPEN dan ASABRI,masuk ke dala perusahaan kate-gori Roll-Up. Sedangkan JAM-SOSTEK dan JASA RAHARDJAakan di Rool-Up juga dalamkelompok lain. Lihat MajalahBisnis Review, Edisi 10, Th. III,Maret 2005, hal 21.

16 Friedman, M., Lawrence,American Law, W.W. Norton &Company, New York-London,1984, hal. 10-14.

17 Lord Lloyd of Hampsteadand MDA Freeman, Lloyd’s In-troduction to Jurisprudence, 5thedition, London, Stevans & Sons,1985, hal. 250.

18 Lihat Iklan Layanan Ma-syarakat Majalah GATRA, No.49 Tahun XI, 22 Oktober 2005,hal. 9, “Bantuan KesejahrteraanSosial Permanen (BKSP) – Saat-nya Kita Peduli Nasib Mereka”,yang dipublikasikan DirektoratJaminan Sosial, Direktorat Jen-

Page 42: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

40 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

deral Bantuan dan JaminanSosial, Departemen Sosial RI.

19 Harry Hikmat, Keter-paduan Program Pemberdayaanfakir Miskin dengan ProgramJaminan Sosial, makalah disam-paikan pertemuan SosialisasiJaminan Kesejahteraan Sosial,Agustus 2004, Bali.

20 Lihat Draf Naskah Aka-demis RUU tentang Sistem Kese-jahteraan Sosial yang disiapkanDepartemen Sosial.

21 Lihat Kompas, Oktober2005.

22 Menteri Koordinator Kese-jahteraan Rakyat membukakesempatan sampai 31 Oktober2005 untuk komplain atas wargayang tidak menerima BLT. Ha-rian Kompas, “Komplain RakyatMiskin Sampai 31 Oktober”, 31Oktober 2005, hal. 1. PembagianKartu BTL tidak tepat sasaran,dalam Harian Kompas, “PetugasPBS Mengecewakan”, 13 Oktober2005, hal. 1.

23 Lihat Draf Naskah Akade-mis RUU tentang Sistem Kese-jahteraan Sosial, disiapkan De-partemen Sosial.

24 Ibid.25 UNICEF, Poverty Reduc-

tion Begins with Children, NewYork, March, 2000, hal. 1.

26 UNICEF, Impact of The In-donesian Financial Crisis on Chil-dren: An Analisys Using The 100Villages Data, Innocenti WorkingPaper No. 81, December 2000.

27Peter Stalker, Beyond Kris-mon, UNICEF, Innocenti Rese-arch Centre Florence, Italy,2000, hal. 20.

28 The Government of TheRepublic of Indonesia, WorkingPaper on The Efforts Against Com-mercial Sexual Exploitation of Chil-dren in Indonesia, 2001, butir 7,hal. 3. Kertas Kerja ini disam-paikan pada Konferensi ESKA IIdi Yokohama, Jepang.

29 Peter Newell, Taking Chil-dren Seriously, London, 2000,hal. 7.

30 Draf Naskah AkademisRUU Sistem Kesejahteraan So-sial, Departemen Sosial.

Campbell, Henry, 1990.Black’s Law Dictionary,Sixth Edition, USA: St.Paul, Minn West Group.

Cox, James D., et all., 1997.Corporation, New York:Aspen Law & Bussines.

Fuady, Munir, 2002. Doktrin-Doktrin Modern DalamCorporate Law & Eksis-tensinya Dalam HukumIndonesia, Bandung: CitraAditya Bakti.

Gautama, Sudargo, 1995. Ko-mentar atas Undang-un-dang Perseroan Terbatas(Baru) Tahun 1995 No. 1Perbandingan dengan Per-aturan Lama, Bandung:Citra Aditya Bakti.

Hikmat, Harry, 2004. Keter-paduan Program Pember-dayaan Fakir Miskin de-

DafDafDafDafDaf tttttar Pusar Pusar Pusar Pusar Pustttttakakakakakaaaaa

Page 43: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

41������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

ngan Program JaminanSosial, makalah SosialisasiProgram Jaminan Kese-jahteraan Sosial, Bali:Agustus.

Joni, Muhammad, Cash MoneyVs Jaminan Sosial, artikelopini Republika, 30 Sep-tember 2005.

Lawrence, Friedman, M.,1984. American Law, NewYork-London: W.W. Nor-ton & Company.

Lippi, Francesco, 1999. Cen-tral Bank Independence,Targets and Credibility,Edward Elgar Cheltenham,USA: UK & Northampton,MA.

Lord Lloyd of Hampstead andMDA Freeman, 1985.Lloyd’s Instroduction toJurisprudence, 5th edition,London: Stevans & Sons.

Lubis, M. Solly, Sistem Nasio-nal, Fakultas Hukum Uni-versitas Sumatera Utara.

Prasojo, Eko, dkk., 2004. Re-formasi Birokrasi DalamPraktek: Kasus di Kabu-paten Jembrana, PusatKajian Pembangunan Ad-ministrasi Daerah dan Ko-ta, Depok: Fakultas IlmuSosial dan lmu Politik,Universitas Indonesia.

Prastya, Rudhi, 2001. Kedu-dukan Mandiri PerseroanTerbatas, Bandung: CitraAditya Bakti.

Stalker, Peter, 2000. BeyondKrismon, UNICEF, Italy:Innocenti Research Cen-tre Florence

Sekretariat Jenderal MPR RI.,2004. Undang-undangDasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945,Jakarta.

Peraturan dan Undang-Peraturan dan Undang-Peraturan dan Undang-Peraturan dan Undang-Peraturan dan Undang-U n d a n gU n d a n gU n d a n gU n d a n gU n d a n g

UU Nomor 6 Tahun 1974 ten-tang Ketentuan-ketentuanPokok Kesejahteraan So-sial.

UU Nomor 4 Tahun 1997 ten-tang Kesejahteraan Pe-nyandang Cacat

UU Nomor 1 Tahun 1995 ten-tang Perseroan terbatas.

UU Nomor 13 Tahun 1998 ten-tang Kesejahteraan LanjutUsia.

UU Nomor 39 Tahun 1999tentang Hak Asasi Manu-sia.

UU Nomor 23 Tahun 2002tentang PerlindunganAnak.

UU Nomor 40 tahun 2004tentang Sistem jaminanSosial Nasional.

Mahkamah Konstitusi RepublikIndonesia, Putusan Mah-kamah Konstitsusi Nomor007/PUU-III/2005, 31Agustus 2005.

Page 44: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

42 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

Majalah dan Surat KabarMajalah dan Surat KabarMajalah dan Surat KabarMajalah dan Surat KabarMajalah dan Surat Kabar

Kompas, “Satu Juta Data Ke-pala Keluarga Dikoreksi”,Senin, 10 Oktober 2005.

Kompas, “Komplain RakyatMiskin Sampai 31 Okto-ber”, 31 Oktober 2005.

Kompas, “Petugas PBS Menge-cewakan”, 13 Oktober2005.

Republika, “Pencairan STLMasih Ricuh”, 16 Oktober2005.

Republika, “Jumlah BUMNDiciutkan Jadi 50”, 19 Ok-tober 2005.

Republika, “Orang Miskin Ber-tambah Banyak”, 20 Okto-ber 2005

Majalah Bisnis Review, Edisi10, Th. III, Maret 2005.

Majalah GATRA, No. 49 TahunXI, 22 Oktober 2005.“Bantuan KesejahteraanSosial Permanen (BKSP) –Saatnya Kita Peduli Nasib

Mereka”,

Makalah dan NaskahMakalah dan NaskahMakalah dan NaskahMakalah dan NaskahMakalah dan Naskah

Departemen Sosial, 2004. DrafNaskah Akademis RUUtentang Sistem Kesejah-teraan Sosial, Jakarta.

The Government of The Re-public of Indonesia, 2001.Working Paper on The Ef-forts Against CommercialSexual Exploitation ofChildren in Indonesia,Kertas Kerja KonprensiESKA II di Yokohama,Jepang.

UNICEF, 2000. Poverty Re-duction Begins with Child-ren, New York: March.

UNICEF, 2000. Impact of TheIndonesian Financial Cri-sis on Children: An Ana-lisys Using The 100 Villa-ges Data, Innocenti Wor-king Paper No. 81, De-cember.

Page 45: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

43������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

Page 46: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

44 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

A. PengantarA. PengantarA. PengantarA. PengantarA. PengantarDalam beberapa instru-

men internasional telah diakuibahwa setiap orang berhak atasjaminan sosial. Hak ini di an-taranya tercantum dalam De-klarasi Universal Hak AsasiManusia (DUHAM), kemudiandiperkuat lagi setelah disah-kannya Kovenan Hak Ekonomi,Sosial, dan Budaya sebagaipendamping Kovenan Hak Sipildan Politik. Begitu pula dalambeberapa instrumen hukumnasional, jaminan sosial diakui

sebagai hak asasi manusia da-lam peraturan perundang-un-dangan, di antaranya dapatdilihat dalam UUD 1945 Per-ubahan Kedua dan PerubahanKeempat, UU Nomor 39 Tahun1999 tentang Hak Asasi Ma-nusia, dan UU Nomor 23 Tahun2002 tentang PerlindunganAnak.

Karena jaminan sosialmerupakan hak asasi manusia,maka ia menimbulkan suatukewajiban pada negara untukmelindungi, menghormati dan

PUTUSAN MK TENTANG UU SJSN:Mengembalikan Jaminan Sosial Sebagai

Hak Asasi Manusia?

OLEH FAJRIMEI A. GOFAR, S.H.Peneliti pada Lembaga Studi dan Advokasi

Masyarakat (ELSAM)

Page 47: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

45������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

melaksanakannya. Kewajibanini telah tertuang pula baikdalam instrumen internasionaldan nasional. Sebagai contohmisalnya dalam Pasal 28I ayat(4) UUD 1945 Perubahan Ke-dua disebutkan bahwa “Per-lindungan, pemajuan, pene-gakan, dan pemenuhan hakasasi manusia adalah tang-gung jawab negara, terutamapemerintah.”

Khusus untuk jaminansosial, kewajiban negara, dalamhal ini pemerintah, juga secarategas disebutkan dalam Pasal34 ayat (2) UUD 1945 Per-ubahan Keempat, yang menya-takan bahwa “Negara me-ngembangkan sistem jaringansosial bagi seluruh rakyat danmemberdayakan masyarakatyang lemah dan tidak mampusesuai dengan martabat ke-manusiaan.” Dalam kontekshak asasi manusia, kewajiban –atau lebih tepatnya tanggungjawab– ini tidak hanya meru-pakan kewajiban negara dalamartian pemerintah pusat sema-ta, melainkan juga pemerintahdaerah. Hal inilah yang men-dasari mengapa dalam Pasal 22UU Nomor 32 Tahun 2004tentang Pemerintahan Daerah

menyebutkan bahwa salah satukewajiban pemda dalam me-nyelenggarakan otonomi dae-rah adalah mengembangkansistem jaminan sosial (Pasal 22huruf h UU Nomor 32 Tahun2004).

Pemerintah pusat, dalamkaitannya untuk melaksanakankewajiban konstitusi telah mem-bentuk UU Nomor 40 Tahun2004 tentang Sistem JaminanSosial Nasional (SJSN). Un-dang-undang ini pada dasarnyaingin menjabarkan kewajibannegara untuk memenuhi hakatas jaminan sosial warga ne-gara. Tetapi sayangnya, be-berapa ketentuan yang diaturdalam undang-undang tersebutdianggap menghambat, bahkanmelanggaran hak konstitusiyang dimiliki pemda untukmengembangkan sistem ja-minan sosial. Terutama ke-tentuan Pasal 5 UU SJSN yangmengatur mengenai badan pe-nyelenggara sistem jaminansosial nasional yang hanyadiberikan kepada empat insti-tusi. 1

Akibatnya, karena peng-aturan yang demikian itu, Pem-da Jawa Timur mengajukanPermohonan uji materiil ter-

Page 48: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

46 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

hadap UU SJSN tersebut keMahkamah Konstitusi (MK).2

Pengajuan permohonan ter-sebut telah diputus oleh MKpada bulan Agustus 2005 (Per-kara Nomor 007/PUU-III/2005), yang isinya, di anta-ranya, menyatakan Pasal 5SJSN tersebut tidak mempu-nyai kekuatan hukum meng-ikat. Dengan kata lain, per-mohonan Pemda Jawa Timurdikabulkan.

Tulisan ini sebenarnyatidak diarahkan untuk meng-eksaminasi putusan MK ter-sebut. Tetapi, melalui putusanitu, lebih diarahkan untuk meng-elaborasi lebih jauh bagaimanahak atas jaminan sosial, sebagaihak asasi manusia diperlaku-kan, baik oleh pemerintah pu-sat maupun pemda. Apakahpengajuan permohonan ter-sebut hanya merupakan konflikkewenangan antara pemerintahpusat dan pemda semata; apa-kah MK melalui putusannyatelah mengembalikan posisihak atas jaminan sosial seba-gaimana mestinya, serta ba-gaimana akibatnya terhadapperlindungan, penghormatanserta pelaksanaan hak atasjaminan sosial di Indonesia

setelah perkara itu diputus olehMK.

Untuk menjawab per-tanyaan-pertanyaan tersebut,tulisan ini akan membahas ba-gaimana kedudukan hak atasjaminan sosial, baik dalam ins-trumen hukum internasionalmaupun hukum nasional seba-gai hak asasi manusia. Bagai-mana pelaksanaan hak atasjaminan sosial di Indonesiaselama ini, selanjutnya suatuanalisa terhadap putusan MKyang memeriksa perkara ter-sebut dalam perspektif hakasasi manusia. Pada bagianakhir, tulisan ini ditutup de-ngan suatu kesimpulan.

B. Sekilas MengenaiB. Sekilas MengenaiB. Sekilas MengenaiB. Sekilas MengenaiB. Sekilas MengenaiJaminan SosialJaminan SosialJaminan SosialJaminan SosialJaminan Sosial

Jaminan sosial untuk per-tama kali diperkenalkan olehJerman sekitar tahun 1883 dibawah Kanselir Bismarck, yaitudengan diciptakannya asuransisakit untuk pertama kali. Kemu-dian, pada tahun 1884 dicip-takan asuransi kecelakaan ker-ja, sementara asuransi cacat,asuransi hari tua dibentuk padatahun 1889. Berbagai asuransitersebut diwajibkan terhadappara pekerja pencari upah, dan

Page 49: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

47������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

dibiayai dengan iuran dari parapekerja sendiri dan pemberikerjanya.3 Pada waktu itu, asu-ransi-asuransi itu sangat besarkegunaannya bagi kepentinganusaha maupun para pekerja,akhirnya ia kemudian makinberkembang, dikenal dan me-nyebar ke seluruh Eropa. Ter-lebih lagi dengan terjadinyarevolusi Industri yang memer-lukan banyak pekerja.4

Jaminan sosial sendiridianggap belum memiliki pe-ngertian yang baku. Istilahjaminan sosial kerap digunakansecara bergantian atau diarti-kan sama dengan perlindungansosial, kebijakan sosial, ban-tuan sosial, asuransi sosial, dansebagainya. Namun, KonvensiILO Nomor 102 Tahun 1952telah mencoba untuk meletak-kan prinsip-prinsip dasarumum jaminan sosial, yangmenjelaskan bahwa jaminansosial (standar minimun) ada-lah perlindungan yang diberi-kan masyarakat untuk paraanggotanya melalui seperang-kat instrumen publik, terhadapkesulitan ekonomi dan sosialyang disebabkan karena ter-hentinya atau turunnya peng-hasilan diakibatkan oleh sakit,

hamil, kecelakaan kerja, pe-nggangguran, cacat, hari tua,dan kematian; pemberian pe-rawatan medis; dan pemberiansubsidi bagi keluarga yangmempunyai anak.5 Meskipundemikian, dalam segi pelaksa-naan terdapat beberapa sifatumum yang dapat dikenali, diantaranya:6 merupakan pro-gram publik, memberikan per-lindungan, dan mempunyaitujuan sosial yang mempenga-ruhi hajat hidup orang banyak.Dengan demikian, pada intinyakonsep jaminan sosial diartikansebagai program yang bertu-juan untuk mewujudkan kese-jahteraan rakyat.7

Hal semacam ini sebe-narnya sudah banyak dilaku-kan di negara lain dan biasanyadisebut sebagai kebijakan wel-fare state. Menurut KartonoMohamad, kata welfare statememang sulit diterjemahkandengan tepat dan ringkas kedalam bahasa Indonesia. Wel-fare state bukanlah negarakesejahteraan, tetapi lebihtepat diartikan bahwa beberapapelayanan yang berkaitan de-ngan kesejahteraan warga ne-gara yang sepenuhnya disedia-kan oleh pemerintah, khusus-

Page 50: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

48 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

nya pendidikan dan pelayanankesehatan (medical care).8

Beberapa negara Eropa Baratbahkan menambahkan jugajaminan hari tua (pensiun) dankecelakaan kerja. Konsep wel-fare state sebenarnya dilaksa-nakan di negara-negara dengansistem kapitalis (termasuk Swe-dia yang sosialistis), sedangkandi negara-negara komunis yangdikenal adalah “sistem sosia-lis”. Bedanya terletak padasumber dana untuk membiayaipelayanan-pelayanan tersebut.Di negara-negara kapitalis se-perti negara-negara Eropa Ba-rat, dana itu diperoleh dariiuran warga negara (pekerja),iuran dari pengusaha (employ-er), dan sebagian kecil diambildari kas negara.9

Di negara-negara komu-nis, karena tidak ada pengusaha(swasta), maka dana itu se-penuhnya ditanggung oleh ne-gara. Praktis semua pekerjaadalah bekerja untuk negara,oleh karena itu kesejahteraanmereka juga ditanggung olehnegara. Di negara kapitalis yangliberal, seperti Amerika Serikat(AS). Hal itu sepenuhnya di-serahkan kepada setiap warganegara, melalui sistem asuransi

swasta yang mandiri. Hanyauntuk mereka yang miskin danmenganggur diberi bantuanuntuk pelayanan kesehatanmelalui program Medicaid, danuntuk yang sudah lanjut usia (diatas 65 tahun) mendapat san-tunan dari program Medicare.10

Di Indonesia sendiri su-dah ada beberapa programjaminan sosial dalam bentukasuransi sosial, tapi baru men-cakup sebagian kecil pekerja disektor formal. Sebenarnyajaminan sosial ini mulai di-laksanakan beberapa saat sete-lah kemerdekaan yaitu denganditetapkannya Undang-Un-dang Nomor 3 Tahun 1947tentang Kecelakaan. Bahkanbagi pegawai negeri, jaminansosial yang berupa pemberianpensiun telah diberikan sejakjaman kolonial Belanda. De-wasa ini terdapat 5 (lima) lem-baga penyelenggara asuransi/jaminan sosial yaitu PT Taspen,PT Asabri, PT Askes, PT Jam-sostek, dan PT Jasa Raharja.11

Namun, untuk mereka yangseharusnya dilindungi, dihor-mati, dan dipenuhi hak atasjaminan sosial, di antaranyakelompok rentan, termarjinal-kan, miskin secara ekonomi,

Page 51: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

49������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

dan sebagainya, belum terlak-sana dengan baik.

C. Kedudukan JaminanC. Kedudukan JaminanC. Kedudukan JaminanC. Kedudukan JaminanC. Kedudukan JaminanSosial Sebagai Hak AsasiSosial Sebagai Hak AsasiSosial Sebagai Hak AsasiSosial Sebagai Hak AsasiSosial Sebagai Hak AsasiM a n u s i aM a n u s i aM a n u s i aM a n u s i aM a n u s i a

Karena ia bertujuan un-tuk menyejahterahkan, dalamartian membebaskan manusiadari rasa ketakutan terhadapkemelaratan, meningkatkanmartabat manusia, maka ja-minan sosial dimasukkan se-bagai bagian dari hak asasimanusia yang melekat pada dirisetiap orang. Pengakuan ja-minan sosial sebagai hak asasimanusia secara universal telahdicantumkan dalam Pasal 22Deklarasi Universal Hak AsasiManusia (DUHAM), yang me-nyatakan:

“Setiap orang, sebagaianggota masyarakat, mem-punyai hak jaminan sosial, danmendapat bagian dari reali-sasi, lewat usaha nasional dankerjasama internasional dansesuai dengan pengaturan dankemampuan setiap negara-nya, atas hak ekonomi, sosialdan kebudayaan yang sangatdibutuhkan bagi martabatnyadan pengembangan kepriba-diannya secara bebas.”

Selain itu disebutkanpula secara eksplisit dalamPasal 25 DUHAM yang menya-takan bahwa:

“Setiap orang mempu-nyai hak atas standar hidupyang memadai bagi kesehatandirinya dan keluarganya, ter-masuk makan, pakaian, peru-mahan, pengobatan, dan pela-yanan sosial, dan atas jaminandalam menghadapi pengang-guran, sakit, cacat, kematiansuami atau istri, hari haritua,atau menghadapi situasi kehi-dupan sulit yang di luar ke-mauannya.”

Pernyataan bahwa setiaporang mempunyai hak atasjaminan sosial kemudian di-pertegas lagi dalam KovenanHak Ekonomi, Sosial, dan Bu-daya (baca: ekosob). DalamPasal 9 Kovenan Hak Ekosobdisebutkan bahwa “NegaraPihak dalam Kovenan inimengakui hak setiap orangatas jaminan sosial, termasukasuransi sosial.” Hak atasjaminan sosial ini kemudiandiakui sebagai hak dasar manu-sia dalam berbagai instrumeninternasional yang merupakanturunan dari Deklarasi Univer-sal Hak Asasi Manusia, Ko-

Page 52: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

50 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

venan Hak Sipil dan Politik,serta Kovenan Hak Ekosob.

Sementara dalam Kon-vensi ILO Nomor 102 Tahun1952 disebutkan bahwa setiapnegara mesti memiliki standarminimum program jaminansosial yang mencakup tun-jangan tunai hari tua, sakit,cacat, kematian, penganggur-an, serta pelayanan medis bagitenaga kerja yang sakit. Kon-vensi ini menyatakan bahwasetiap negara harus bertang-gungjawab terhadap tiga per-lindungan dasar bagi masya-rakatnya, yaitu: perlindunganhari tua atau pengangguran,kecelakaan kerja, dan kematian.

Dalam konteks hak asasimanusia, hak atas jaminan so-sial ini merupakan salah satudari bermacam-macam hakyang diakui dalam KovenanEkosob. Oleh karena itu, iadigolongkan sebagai hak eko-sob walaupun sebenarnya pem-bedaan ini telah banyak men-dapatkan tentangan. Hak eko-sob tidaklah berbeda denganhak Sipol, ia juga merupakanbagian yang esensial dalamhukum hak asasi manusia inter-nasional. Bersama-sama de-ngan hak Sipol ia menjadi ba-

gian dari the internasional billof human rights.12 Dengan de-mikian, kedudukan hak ekosob,termasuk hak atas jaminansosial di dalamnya, sangat pen-ting dalam hukum hak asasimanusia internasional. Ia men-jadi acuan pencapaian bersamadalam pemajuan hak asasi ma-nusia.

Seperti halnya denganhak Sipol, hak ekosob mem-bebankan tiga tipe kewajibanyang berbeda kepada negara,yaitu kewajiban untuk meng-hormati, melindungi, dan me-laksanakan. Kegagalan dalammelaksanakan salah satu ke-wajiban ini merupakan pelang-garan hak-hak tersebut.13 Ke-wajiban untuk menghormatimengharuskan negara mena-han diri untuk tidak campurtangan dalam dinikmatinyahak-hak ekosob. Kewajibanuntuk melindungi berartimengharuskan negara untukmencegah pelanggaran haktersebut oleh pihak ketiga.Sedangkan kewajiban untukmelaksanakan mengharuskannegara untuk mengambil tin-dakan-tindakan legislatif, ad-ministratif, anggaran, hukumdan semua tindakan lain yang

Page 53: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

51������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

memadai guna pelaksanaansepenuhnya dari semua haktersebut.

Kewajiban-kewajiban ter-sebut (menghormati, melin-dungi, dan melaksanakan) me-ngandung unsur kewajibanmengenai tindakan dan me-ngenai hasil. Kewajiban me-ngenai tindakan membutuhkantindakan yang diperhitungkandengan cermat untuk melak-sanakan dipenuhinya suatu haktertentu. Sementara kewajibanmengenai hasil mengharuskannegara untuk mencapai targettertentu guna memenuhi stan-dar substantif terinci.14

Negara Indonesia belummenjadi pihak dalam kovenanini, dalam artian belum me-ratifikasi.15 Sehingga Indonesiadianggap belum terikat padakewajiban-kewajiban yang ter-cantum dalam Kovenan HakEkosob. Tetapi Kovenan HakEkosob ini telah diratifikasilebih dari 145 negara. Ting-ginya angka negara yang telahmeratifikasi menunjukkan bah-wa Kovenan Hak Ekosob mem-punyai karakter universalitasyang sangat kuat. Sebagian ahlihukum hak asasi manusia inter-nasional menganggap bahwa

perjanjian dengan karakteryang demikian itu, telah me-miliki kedudukan sebagai ba-gian dari hukum kebiasaaninternasional sehingga meng-ikat negara dengan atau tanpameratifikasinya.16

Walaupun Indonesia be-lum meratifikasi Kovenan HakEkosob, sebenarnya dalam per-aturan perundang-undanganIndonesia telah diakui hak atasjaminan sosial. Di antaranyatercantum dalam UUD 1945,UU Nomor 39 Tahun 1999 ten-tang Hak Asasi Manusia, danUU Nomor 23 Tahun 2002tentang Perlindungan Anak.

Dalam Pasal 28H UUD1945 Perubahan Kedua di-sebutkan bahwa:(1) Setiap orang berhak hidup

sejahtera lahir dan batin,bertempat tinggal, danmendapatkan lingkunganhidup yang baik dan sehatserta berhak memperolehpelayanan kesehatan.

(2) Setiap orang berhak men-dapat kemudahan dan per-lakuan khusus untuk mem-peroleh kesempatan danmanfaat yang sama gunamencapai persamaan dankeadilan.

Page 54: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

52 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

(3) Setiap orang berhak atasjaminan sosial yang me-mungkinkan pengembang-an dirinya secara utuh se-bagai manusia yang ber-martabat.

(4) Setiap orang berhak mem-punyai hak milik pribadidan hak milik tersebut tidakboleh diambil alih secarasewenang-wenang oleh sia-pa pun.

Dalam Pasal 41 UU No-mor 39 Tahun 1999 tentangHak Asasi Manusia disebutkanbahwa:(1) Setiap warga negara

berhak atas jaminan sosialyang dibutuhkan untukhidup layak serta untukperkembangan pribadinyasecara utuh.

(2) Setiap penyandang cacat,orang yang berusia lanjut,wanita hamil, dan anak-anak, berhak memperolehkemudahan dan perlakuankhusus.

Dalam penjelasan pasaltersebut disebutkan bahwayang dimaksud dengan “berhakatas jaminan sosial” adalahbahwa setiap warga negaramendapat jaminan sosial se-suai dengan ketentuan per-

aturan perundang-undangandan kemampuan negara. Beri-kutnya ayat (2) dijelaskan bah-wa yang dimaksud dengan “ke-mudahan dan perlakuan khu-sus” adalah pemberian pela-yanan, jasa, atau penyediaanfasilitas dan sarana demi kelan-caran, keamanan, kesehatan,dan keselamatan.

Sementara itu dalam Pa-sal 42 UU Nomor 39 tahun1999 tentang Hak Asasi Ma-nusia disebutkan bahwa:

“Setiap warga negarayang berusia lanjut, cacat fisikdan atau cacat mental berhakmemperoleh perawatan, pen-didikan, pelatihan, dan ban-tuan khusus atau biaya ne-gara, untuk menjamin kehi-dupan yang layak sesuai de-ngan martabat kemanusiaan-nya, meningkatkan rasa per-caya diri, dan kemampuanberpartisipasi dalam kehi-dupan bermasyarakat, ber-bangsa, dan bernegara.”

Dalam Pasal 8 UU Nomor23 Tahun 2002 tentang Per-lindungan Anak disebutkanbahwa:

“Setiap anak berhakmemperoleh pelayanan kese-hatan dan jaminan sosial se-

Page 55: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

53������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

suai dengan kebutuhan fisik,mental, spiritual, dan sosial.”

Dengan demikian sangatjelas bahwa jaminan sosial di-akui sebagai hak asasi manusia,baik dalam instrumen inter-nasional maupun dalam instru-men hukum nasional. Tentusaja karena ia adalah salah satuhak yang dimiliki setiap orang,maka kewajiban untuk meng-hormati, melindungi dan me-laksanakannya ada pada ne-gara, yang menuntut negaramengambil tindakan-tindakanefektif agar hak tersebut tidakdilanggar. Diabaikannya perlin-dungan dasar tersebut diang-gap sebagai pelanggaran ter-hadap hak asasi manusia.

D. Pelaksanaan Hak AtasD. Pelaksanaan Hak AtasD. Pelaksanaan Hak AtasD. Pelaksanaan Hak AtasD. Pelaksanaan Hak AtasJaminan Sosial diJaminan Sosial diJaminan Sosial diJaminan Sosial diJaminan Sosial diIndonesia: Dibisniskan?Indonesia: Dibisniskan?Indonesia: Dibisniskan?Indonesia: Dibisniskan?Indonesia: Dibisniskan?

Dalam Perubahan KeduaUUD 1945 Pasal 28I ayat (4)disebutkan bahwa “Perlin-dungan, pemajuan, penegak-an, dan pemenuhan hak asasimanusia adalah tanggung ja-wab negara, terutama peme-rintah.” Karena jaminan sosialadalah hak asasi manusia, makamerupakan kewajiban negarauntuk melindungi, memajukan,

menegakkan, dan memenuhi-nya. Kewajiban negara ini ter-cantum pula dalam Pasal 71 UUNomor 39 Tahun 1999 tentangHak Asasi Manusia yang me-nyatakan bahwa:

“Pemerintah wajib danbertanggung jawab menghor-mati, melindungi, menegak-kan, dan memajukan hak asasimanusia yang diatur dalamUndang-undang ini, peraturanperundang-undangan lain,dan hukum internasional ten-tang hak asasi manusia yangditerima oleh negara RepublikIndonesia.”

Kewajiban pemerintahmengenai hak atas jaminansosial secara tegas diatur dalamPasal 34 ayat (2) UUD 1945Perubahan Keempat, yang me-nyebutkan bahwa “Negara me-ngembangkan sistem jaringansosial bagi seluruh rakyat danmemberdayakan masyarakatyang lemah dan tidak mampusesuai dengan martabat ke-manusiaan.” Dalam kontekshak asasi manusia, kewajibanini bukan saja kewajiban pe-merintah pusat tetapi jugapemda seperti yang tercantumdalam Pasal 22 UU Nomor 32Tahun 2004 tentang Pemda

Page 56: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

54 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

yang mewajibkan pemda untukmengembangkan sistem ja-minan sosial.

Selama ini Indonesia te-lah melaksanakan sistem ja-minan sosial bagi warga negara-nya. Namun, sistem jaminansosial yang ada di Indonesiabelum sesuai dengan standaruniversal.17 Selain itu, penye-lenggaraan jaminan sosial diIndonesia juga cenderung ma-sih fragmentatif di mana ma-sing-masing lembaga pemerin-tah maupun swasta memilikisistem “jaminan sosial” sendiri.Skema jaminan sosial diseleng-garakan oleh berbagai jaringanyang dilaksanakan secara sen-diri-sendiri, seperti PT Jam-sostek, Askes, Asabri, dan Tas-pen. Sistem dikhususkan untukkelompok tertentu (umumnyasektor formal), sehingga belummenyentuh sektor informal.Lagipula, jaminan sosial di-kelola oleh suatu perusahaanyang berorientasi mencari ke-untungan.18

Dapat dikatakan bahwaperlindungan, penghormatan,dan pelaksanaan hak atas ja-minan sosial di Indonesia be-lum berjalan sebagaimana mes-tinya. Jaminan sosial belum

menyentuh masyarakat yangseharusnya menjadi prioritas,di antaranya mereka yang ter-marjinalkan, anak-anak terlan-tar, fakir miskin, dan kelompok-kelompok rentan lainnya. Wa-laupun telah berlangsung sejaklama, jaminan sosial hanya bisadinikmati oleh mereka yangbekerja di sektor formal saja, diantaranya mereka yang men-jadi pegawai pemerintah, se-bagian kecil karyawan-karya-wan perusahaan, dan sebagiansangat kecil buruh-buruh pab-rik.

Tanggung jawab negarauntuk melindungi, menghor-mati, dan melaksanakan hakatas jaminan sosial lebih ba-nyak diserahkan kepada pihakswasta. Akibatnya jaminan so-sial ini lebih berorientasi men-cari keuntungan. Lagipula,seperti diberitakan berbagaimedia massa, pengelolaan ja-minan sosial menjadi sasaranempuk berbagai praktik korup-si, dana yang seharusnya men-jadi hak nasabah tidak dibayar-kan, dan berbagai praktek-praktek lainnya yang melemah-kan posisi nasabah.

Hak atas jaminan sosialdi Indonesia tidak berbeda

Page 57: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

55������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

nasibnya dengan hak-hak eko-sob lainnya, misalnnya hak ataspendidikan, hak atas kesehatan,hak atas pangan, hak atas pe-kerjaan. Pemenuhan, perlin-dungan, penghormatannya ma-sih dinomorduakan dan belummenjadi perhatian yang seriusnegara. Bahkan, ketika terjadiprivatisasi, penarikan sejumlahsubsidi di berbagai sektor ter-sebut telah berakibat burukpada pemenuhan, perlindung-an, dan penghormatan hak-hakekosob tersebut.

Di situasi sekarang, dimana jumlah orang miskin (ataukeluarga) di Indonesia tidakberkurang malah kian bertam-bah. Apalagi setelah pemerin-tah menaikkan harga BBM, iamenjadi pukulan amat beratbagi mereka yang tidak di-untungkan (baca: miskin). Ke-bijakan ini telah mengakibatkanbermunculan orang-orang, ke-luarga-keluarga miskin baru,bahkan jumlah orang gila se-makin bertambah. Bagi pelakubisnis, jumlah masyarakat mis-kin yang tinggi dapat menjadipeluang besar untuk melaku-kan bisnis. Di antaranya bisnisyang menjanjikan adalah sis-tem jaminan sosial.

Sebagai tindak lanjut re-formasi kehidupan bernegara,di mana hak asasi manusiamenjadi salah satu bagian yangharus dibenahi, Indonesia diantaranya telah mengaman-demen UUD 1945, terutamaberkenaan dengan hak atasjaminan sosial. Pasal-pasal da-lam konstitusi yang mengaturmengenai hak atas jaminansosial telah dicoba dijabarkanmelalui peraturan perundang-undangan, salah satunya ada-lah dengan membentuk UUSJSN.19 Tapi sayangnya, un-dang-undang ini, baik dalamproses perancangan dan pem-bahasan sampai pengundang-an, banyak menuai protes.

Walaupun hak atas ja-minan sosial dijadikan per-timbangan pembentukannya,secara substansi, UU SJSNtersebut masih memiliki ke-kurangan. Di antaranya Kele-mahan yang masih melekatpada SJSN adalah masih me-ngandung adult bias, yaknijenis-jenis perlindungan yangdiberikan umumnya masih di-fokuskan untuk melindungikesejahteraan orang dewasadan belum secara langsungmenyentuh kesejahteraan

Page 58: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

56 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

anak. Padahal, dalam Pasal 8UU Nomor 23 Tahun 2002tentang Perlindungan Anakdisebutkan bahwa “setiap anakberhak memperoleh pelayan-an kesehatan dan jaminansosial sesuai dengan kebutuh-an fisik, mental, spiritual, dansosial.”

Kelemahan lainnya ada-lah bahwa meskipun UU SJSNmencakup skema jaminan so-sial bagi pekerja informal, ske-ma tersebut belum secara jelasmelindungi kelompok masya-rakat yang kurang mampu.20

Keadaan ini terutama terkaitdengan beberapa kendala, yangantara lain disebabkan oleh: (i)Masih kurang efektifnya orga-nisasi-organisasi sosial “akarrumput” sehingga belum bisamenjadi kelompok penekanterhadap penguasa dan peng-usaha untuk bertindak; (ii)Biaya untuk mendanai asuransisosial sangat tinggi; selain kare-na banyaknya kelompok sasa-ran juga karena mereka sering-kali memiliki pendapatan yangrelatif kecil, tidak menentu danbahkan tidak memiliki pen-dapatan sama sekali; (iii) Sangatberagamnya karakteristik so-sial-ekonomi-budaya kelom-

pok ini mempersulit pengum-pulan kontribusi maupun pe-nentuan jenis-jenis jaminansosial.21

Dari segi penyelenggara-annya UU SJSN menentukanbahwa sistem jaminan sosialnasional dijalankan oleh BadanPenyelenggara Jaminan Sosial(BPJS) yang dibentuk melaluiundang-undang. Badan-badanpenyelenggara yang sudah adadinyatakan sebagai BPJS menu-rut undang-undang tersebut.UU SJSN telah menunjuk empatlembaga sebagai BPJS, yaitu: (i)Perusahaan Perseroan (Per-sero) Jaminan Sosial TenagaKerja (Jamsostek); (ii) Per-usahaan Perseroan (Persero)Dana Tabungan dan AsuransiPegawai Negeri (Taspen); (iii)Perusahaan Perseroan (Per-sero) Asuransi Sosial AngkatanBersenjata Republik Indonesia(Asabri); dan (iv) PerusahaanPerseroan (Persero) AsuransiKesehatan Indonesia (Askes).Sementara jika diperlukan BPJSselain keempat lembaga ter-sebut akan dibentuk lembagabaru yang pembentukannyamelalui undang-undang.

Pada dasarnya, keempatlembaga tersebut merupakan

Page 59: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

57������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

Persero yang dibentuk olehpemerintah, yang tentu saja iatunduk pada ketentuan-keten-tuan mengenai perusahaan,misalnya UU Nomor 1 Tahun1995. Dalam penyelenggara-annya, semua komponen darimulai masyarakat/pekerja;pemberi kerja dan pemerintahharus memberikan kontribusi.Pemda dalam SJSN ditempat-kan sebagai fasilitator dan mem-bantu badan-badan penyeleng-gara di daerah-daerah terutamadalam pelaksanaan law en-forcement.22 Padahal selamaini, pemda telah begitu ber-peran dalam pelaksanaan pro-gram Jamsostek di daerahnyamasing-masing.

Sudah selayaknya bahwapenyelenggaraan sistem ja-minan sosial bukan diseleng-garakan oleh lembaga yangmencari keuntungan, dalamartian bukan badan usaha se-perti Persero atau BUMN. Me-lainkan oleh badan pemerintahyang betul-betul tidak mencarikeuntungan, karena hak atasjaminan sosial bukanlah meru-pakan commercial good ataukomoditi yang bisa diperda-gangkan secara bebas dengankompetisi. Ia merupakan hak

masyarakat yang membeban-kan kepada negara untuk meng-hormati, melindungi dan me-laksanakannya. Keempat lem-baga yang ditunjuk UU SJSN itusebelumnya merupakan badanusaha yang tentu saja targetnyaadalah mencari keuntungan(profit oriented).

Sebenarnya badan usahayang berupa persero tidaklahtepat dijadikan badan penye-lenggara, karena tanggung ja-wab pemerintah untuk melak-sanakan hak atas jaminan sosialmasih terbatas atau terikatdengan modal yang disetoryang mengacu pada UU Nomor1 Tahun 1995 tentang Perusa-haan. Lagipula, seharusnyapemenuhan hak atas jaminansosial dibiayai APBN sehinggadiperlukan badan yang tidakberbentuk badan usaha.

Terlepas dari badan pe-nyelenggara dalam bentukidealnya, pengaturan menge-nai BPJS dalam UU SJSN telahdipermasalahkanpemda, ter-utama Pemerintah ProvinsiJawa Timur. Pengaturan UUSJSN yang hanya menunjukempat badan penyelenggarasistem jaminan nasional, di-anggap bertentangan dengan

Page 60: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

58 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

konstitusi, yaitu, menghambatpemda mengembangkan sistemjaminan sosial di daerahnya.Sementara dalam UU Nomor32 Tahun 2004 tentang Peme-rintahan Daerah disebutkanbahwa salah satu kewajibanpemda adalah mengembang-kan sistem jaminan sosial. Itu-lah mengapa Provinsi JawaTimur mengajukan judicial re-view UU SJSN ke MK.

E. Pengajuan E. Pengajuan E. Pengajuan E. Pengajuan E. Pengajuan JudicialJudicialJudicialJudicialJudicialReviewReviewReviewReviewReview: Konflik: Konflik: Konflik: Konflik: KonflikKewenangan?Kewenangan?Kewenangan?Kewenangan?Kewenangan?

Seperti disebutkan dimuka, Pemerintah ProvinsiJawa Timur, yang diwakili Ke-tua DPRD dan Ketua Komisi EDPRD –sebagai Pemohon I—mengajukan permohonan judi-cial review UU SJSN SistemJaminan Sosil Nasional ke MK.23

Ketentuan yang dimintakanuntuk diuji yaitu Pasal 5 ayat(1), ayat (3), ayat (4) dan Pasal52 UU SJSN.

Pada intinya permohon-an judicial review ini diajukankarena pemohon I mendapatamanah konstitusi untuk meng-atur dan mengawasi pelaksa-naan kewenangan pemda pro-vinsi, di antaranya menjalan-

kan kewajiban untuk mengem-bangkan sistem jaminan sosial.Tetapi kewajiban ini diabaikanoleh Pasal 5 ayat (1), (3), dan(4) dan Pasal 52 UU SJSN yangmengatur bahwa:(1) Badan Penyelenggara Ja-

minan Sosial harus diben-tuk dengan Undang-Un-dang.

(2) Sejak berlakunya Undang-Undang ini, badan penye-lenggara jaminan sosialyang ada dinyatakan se-bagai Badan Penyeleng-gara Jaminan Sosial me-nurut Undang-Undang ini.

(3) Badan Penyelenggara Ja-minan Sosial sebagaimanadimaksud pada ayat (1)adalah:a. Perusahaan Perseroan

(Persero) Jaminan So-sial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK);

b. Perusahaan Perseroan(Persero) Dana Ta-bungan dan AsuransiPegawai Negeri (TASPEN);

c. Perusahaan Perseroan(Persero) Asuransi So-sial Angkatan Bersen-jata Republik Indone-sia (ASABRI); dan

Page 61: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

59������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

d. Perusahaan Perseroan(Persero) Asuransi Ke-sehatan Indonesia (ASKES).

(4) Dalam hal diperlukan Ba-dan Penyelenggara Jamin-an Sosial selain dimaksudpada ayat (3), dapat diben-tuk yang baru dengan Un-dang-Undang.

Penunjukan BPJS dalamPasal 5 ayat (3) yang berupaBUMN bukan menjadi kewe-nangan Pemohon I, akibatnyaPemohon I tidak dapat men-jalankan fungsinya sebagailembaga perwakilan rakyat didaerah dalam menjalankanfungsi pengawasan, pengatur-an, dan penganggaran yangberkaitan dengan penyeleng-garaan sistem jaminan sosial didaerah. Padahal Pasal 18 ayat(7) UUD 1945 jo Pasal 167 UU32 Tahun 2004 tentang Pemda,pemohon I tetap dibebani tang-gung jawab untuk mempriori-taskan belanja daerah dalamperwujudan perlindungan danpeningkatan kualitas kehidup-an masyarakat dalam bentukpeningkatan pelayanan dasar,penyediaan fasilitas pelayanankesehatan, fasilitas sosial, fasi-litas umum yang layak, serta

mengembangkan sistem jamin-an sosial. Singkatnya, kewe-nangan pemohon I dan II untukmengatur dan mengurus sen-diri urusan pemerintahan didaerah tidak dapat dijalankanakibat bunyi Pasal 5 UU SJSN.

Selain itu, Pasal 5 ayat(1), (3), dan (4) UU SJSN meru-gikan hak/kewenangan konsti-tusional para pemohon karenadapat menurunkan daya saingsebagai pelaku pembangunandi daerah. Pasal 5 merusakhubungan wewenang dalamkeuangan dan pelayananumum antara pusat dan daerah.Karena penyelenggaraan sis-tem jaminan sosial dimonopolidan disentralisasi oleh peme-rintah pusat tanpa memberiruang gerak dalam penyeleng-garaan dan pengembangansistem jaminan sosial di daeraholeh BPJS yang sudah ada dandibentuk dan atau ditunjuk olehPemda. Dengan demikian, Pasal5 ayat (1), (3), dan (4) dan Pasal52 UU SJSN bertentangan de-ngan Pasal 18 UUD 1945.

Materi muatan dalamPasal 5 ayat (1), ayat (3) danayat (4) dan Pasal 52 UU SJSNdianggap para pemohon ber-tentangan pula dengan Pasal 1

Page 62: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

60 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

ayat (3), Pasal 28D ayat (1)24

dan ayat (3)25, Pasal 28I ayat(2)26 dan Pasal 33 ayat (4)27 danayat (5) UUD 1945. Karenapengaturan dalam pasal ter-sebut mengakibatkan telah ter-jadi dualisme hukum dalampengaturan sistem jaminansosial dan mengakibatkan ter-ganggunya pelaksanaan sistemjaminan sosial, yaitu denganadanya UU No. 23/1992 ten-tang Kesehatan.

Dualisme itu mengaki-batkan tidak adanya penga-kuan, jaminan, perlindungandan kepastian hukum yang adilserta perlakuan yang sama didepan hukum bagi para pe-mohon yang menyebabkanpada kebingunan dan kekha-watiran atas ancaman keber-langsungan BPJS KesehatanMasyarakat (Bapel JPKM). Ke-beradaan Pasal 5 menutupkemungkinan adanya badanpenyelenggara jaminan sosiallainnya, dan mengakibatkanketidakadilan pada para pe-mohon yang telah membentukbadan penyelenggara di dae-rah.

Intinya, melalui permo-honan tersebut, para pemohonmeminta MK untuk menya-

takan materi muatan dalamPasal 5 ayat (1), ayat (3) danayat (4) dan Pasal 52 UU SJSNtidak mempunyai kekuatanhukum yang mengikat. Karenabertentangan muatannya ber-tentangan dengan ketentuan:(i) Pasal 18 dan Pasal 18A UUD1945; dan; (ii) Pasal 1 ayat (3),Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3),Pasal 28I ayat (2) dan Pasal 33ayat (4) dan ayat (5) UUD 1945.

Terhadap pengajuan per-mohonan uji materiil tersebut,pemerintah telah memberikantanggapannya. Pada intinyapemerintah berpendapat bah-wa keberadaan Badan Penye-lenggara Jaminan Sosial (BPJS)berdasarkan UU SJSN tidakberarti daerah tidak diberikankesempatan untuk mengeloladan melaksanakan jaminan so-sial. Bahwa jumlah BPJS dinegara--negara yang menganutekonomi kapitalis sekalipundibatasi dengan undang-un-dang bahkan terdapat kecen-derungan menjadi badan tung-gal (single payer), misalnya dinegara Korea Selatan, Filipinadan Taiwan. Tidak ada satunegara di dunia yang mem-berikan kewenangan pengatur-an jaminan sosial kepada daerah

Page 63: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

61������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

atau pemerintah negara bagian.Sehingga Pemerintah tidak se-pendapat dengan anggapanbahwa Sistem Jaminan Sosialseyogyanya semata-mata men-jadi kewenangan dari Pemdabukan diatur secara terpusatoleh Pemerintah Pusat. UUSJSN disusun untuk memenuhiamanat Pasal 28H ayat (3) UUD1945.

UU SJSN memberikankesempatan yang lebih luaskepada daerah dalam mengem-bangkan jaminan bagi seluruhwarga negara di daerah. Olehkarenanya pemerintah me-mohon untuk menyatakan Pa-sal 5 ayat (1), ayat (3), ayat (4);dan Pasal 52 UU SJSN mem-punyai kekuatan hukum danberlaku karena tidak berten-tangan dengan UUD 1945

Tampak bahwa permo-honan yang diajukan tersebutmenitikberatkan bahwa ke-beradaan pasal yang mengaturmengenai BPJS dalam UU SJSNmenghambat pelaksanaan oto-nomi daerah karena meng-halangi kewenangan pemdauntuk mengembangkan sistemjaminan sosial. Dengan de-mikian, pengajuan ini padadasarnya menganggap UU

SJSN telah mengakibatkan kon-flik kewenangan antara peme-rintah pusat dan pemda.

Permohonan ini belummenempatkan jaminan sosialsebagai hak asasi manusia yangmenjadi kewajibannya seba-gaimana ditentukan dalamkonstitusi dan UU Pemda. Ja-minan sosial masih ditempat-kan sebagai kewajiban/kewe-nangan daerah semata untukmengembangkannya bukansebagai kewajiban dalam rang-ka untuk menghormati, me-lindungi dan melaksanakan hakasasi manusia. Selain itu, de-ngan diikutkannya Ketua Sa-tuan Pelaksana Jaminan Peme-liharaan Kesehatan Masyarakatsebagai pemohon II; dan KetuaPerhimpunan Badan Penye-lenggara Jaminan Pemeliha-raan Kesehatan Masyarakatsebagai pemohon III, tampakbahwa motif yang mendasaripermohonan judicial reviewtersebut untuk melindungikepentingan-kepentingan lem-baga tersebut.

Permohonan yang di-ajukan tersebut beranggapanbahwa sistem jaminan sosialmerupakan semata-mata kewe-nangan daerah. Sementara

Page 64: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

62 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

dalam tanggapannya, pemerin-tah berpendapat bahwa sistemjaminan sosial hanya menjadikewenangan pusat. Hal ini dapatdilihat dari argumennya yangmencontohkan praktek-prak-tek di negara-negara lain.

Sebenarnya, dalam kon-teks hak asasi manusia, ter-utama pemenuhan, perlin-dungan, penghormatan, danpelaksanaan hak atas jaminansosial tidak melihat pembedaanantara pemerintah pusat danpemda. Tetapi merupakan ke-wajiban (atau tepatnya tang-gung jawab) negara, baik itupemerintah pusat maupunpemda. Pelaksanaan hak asasimanusia tidak berkaitan de-ngan kewenangan, tetapi tang-gung jawab bersama dalamkehidupan bernegara. Dengankata lain, pemenuhan, peng-hormatan, perlindungan, danpelaksanaan hak atas jaminansosial tidak perlu mendiko-tomikan antara pusat dan dae-rah. Jaminan sosial pada prin-sipnya merupakan hak asasimanusia sehingga seharusnyapenyelenggaraannya menjadiwewenang lembaga-lembaganegara yang tidak berorientasimancari keuntungan semata.

FFFFF. Putusan MK:. Putusan MK:. Putusan MK:. Putusan MK:. Putusan MK:Menempatkan JaminanMenempatkan JaminanMenempatkan JaminanMenempatkan JaminanMenempatkan JaminanSosial Sebagai Hak AsasiSosial Sebagai Hak AsasiSosial Sebagai Hak AsasiSosial Sebagai Hak AsasiSosial Sebagai Hak AsasiManusia?Manusia?Manusia?Manusia?Manusia?

Ada dua hal utama yangmenjadi perhatian MK dalamputusannya28, yaitu (i) ApakahUU SJSN sudah sejalan denganUUD 1945; (ii) Pengertian “ne-gara” dalam melaksanakanamanat Pasal 34 ayat (2) UUD1945, untuk melihat masalahkewenangan pusat dan daerah.Menurut MK, kejelasan ataspersoalan ini sangat pentingmengingat hak atas jaminansosial oleh UUD 1945 dikatakansebagai bagian dari hak asasimanusia yang menimbulkankewajiban pada negara untukmenghormati (to respect), me-lindungi (to protect), dan men-jamin pemenuhan (to fulfil) haktersebut. Pada intinya putusanMK berpendapat bahwa UUSJSN berkait langsung dengansalah satu cita negara (staats-idee) “untuk memajukan kese-jahteraan umum”.29 Cita negaratersebut lebih lanjut ditegaskanantara lain dalam Pasal 34 UUD1945.30

Menurut MK UU SJSNsudah sesuai dengan UUD 1945

Page 65: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

63������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

karena konstitusi telah secarategas mewajibkan negara untukmengembangkan sistem ja-minan sosial tetapi UUD 1945tidak mewajibkan kepada nega-ra untuk menganut atau me-milih sistem tertentu dalampengembangannya. UUD 1945hanya menentukan kriteriakonstitusional –yang sekaligusmerupakan tujuan– dari sistemjaminan sosial yang harus di-kembangkan negara, yaitu ha-rus mencakup seluruh rakyatdengan maksud memberda-yakan masyarakat yang lemahdan tidak mampu sesuai de-ngan martabat kemanusiaan.Sehingga sistem apapun yangdipilih dalam pengembanganjaminan sosial tersebut harusdianggap konstitusional se-panjang ia mencakup seluruhrakyat dan dimaksudkan untukmeningkatkan keberdayaanmasyarakat yang lemah dantidak mampu sesuai denganmartabat kemanusiaan.

Mengenai pengertian“negara”, MK berpendapatbahwa, secara historis, citanegara yang tertuang dalamalinea keempat PembukaanUUD 1945, tidak terlepas dariarus utama (mainstream) pe-

mikiran yang berkembang pa-da saat UUD 1945 disusun,yakni negara kesejahteraan(welfare state atau welvaartstaat), yang mewajibkan ne-gara bertanggungjawab dalamurusan kesejahteraan rakyat-nya. Dengan demikian, ter-minologi “negara” dalam Pasal34 ayat (2) UUD 1945, sesung-guhnya lebih menunjuk kepadapelaksanaan fungsi pelayanansosial negara bagi rakyat atauwarga negaranya. Sehingga,fungsi tersebut merupakanbagian dari fungsi-fungsi peme-gang kekuasaan pemerintahannegara menurut UUD 1945.Agar fungsi dimaksud dapatberjalan, maka pemegang ke-kuasaan pemerintahan negaramembutuhkan wewenang.

Berdasarkan UUD 1945,kekuasaan pemerintahan ne-gara dilaksanakan oleh peme-rintah (pusat) dan pemda,sehingga pada pemda pun me-lekat pula fungsi pelayanansosial itu. Dengan demikian,pemda juga memiliki wewenangguna melaksanakan fungsi ter-sebut. Hal itu sebagai konse-kuensi logis dari dianutnyaajaran otonomi, sebagaimanadiatur terutama dalam Pasal 18

Page 66: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

64 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

ayat (2) ayat (5) UUD 1945,yang secara tegas telah dija-barkan pula dalam UU Nomor32 Tahun 2004 tentang Peme-rintahan Daerah.

MK tidak sependapat de-ngan pendirian pemerintahmaupun DPR yang menyatakanbahwa kewenangan untuk me-nyelenggarakan sistem jamin-an sosial secara eksklusif meru-pakan kewenangan pemerintah(pusat) karena bertentangandengan makna pengertian ne-gara yang di dalamnya men-cakup pula pemda. MK jugatidak sependapat dengan pe-mohon yang mendalilkan kewe-nangan itu secara eksklusifmerupakan kewenangan dae-rah. Sebab, jika jalan pikirandemikian diikuti, maka di satupihak, besar kemungkinan ter-jadi keadaan di mana hanyadaerah-daerah tertentu sajayang mampu menyelenggara-kan sistem jaminan sosial danitu pun tidak menjamin bahwajaminan sosial cukup meme-nuhi standar kebutuhan hidupyang layak antara daerah yangsatu dengan daerah yang lain.

MK berpendapat bahwapengembangan sistem jaminansosial bukan hanya menjadi

kewenangan pemerintah pusattetapi dapat juga menjadi kewe-nangan pemda, maka UU SJSNtidak boleh menutup peluangpemda untuk ikut juga me-ngembangkan sistem jaminansosial. Ketentuan Pasal 5 UUSJSN menutup peluang pemda,karena tidak memungkinkanbagi pemda untuk membentukbadan penyelenggara jaminansosial tingkat daerah. Padahalpemda justru diwajibkan untukmengembangkan sistem ja-minan sosial. Berdasarkan per-timbangannya tersebut MKmenyatakan bahwa Pasal 5 ayat(2), (3), dan (4) UU SJSN tidakmempunyai kekuatan hukummengikat karena bertentangandengan Undang-Undang DasarNegara Republik IndonesiaTahun 1945.

Pada dasarnya, baik per-mohonan maupun tanggapanpemerintah mengenai perkaratersebut lebih menempatkankewenangan untuk membentukBadan Penyelenggara JaminanSosial (BPJS), yaitu yang diaturdalam Pasal 5 UU SJSN. MKtelah mengeluarkan putusan-nya yang intinya mengatakanbahwa Pasal 5 menutup kewe-nangan pemda untuk mengem-

Page 67: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

65������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

bangkan sistem jaminan sosial.Putusan MK di atas telah

melihat bahwa jaminan sosialmerupakan bagian dari hakasasi manusia, di mana negaramempunyai tanggung jawabmenjalankan kewajibannya.Untuk menjalankan kewajibanitu MK telah menyadari bahwatidak selayaknya ada dikotomiantara pemerintah pusat dandaerah. Semua pemerintah,baik pusat maupun daerahmempunyai kewajiban (tang-gung jawab) dalam memenuhi,menghormati, melindungi danmelaksanakan hak atas jaminansosial. Dengan demikian, MKmenempatkan kembali posisihak atas jaminan sosial sebagaitanggung jawab negara yangmenimbulkan kewajiban ke-pada negara untuk memenuhi-nya. Walaupun MK telah me-nempatkan jaminan sosial seba-gai hak asasi manusia, tetapidalam putusan MK masih me-lihat permasalahan tersebutsebagai konflik kewenanganantara pemerintah pusat danpemda. Hal ini dapat dilihat daripertimbangan putusan MKyang menyatakan “...agar pe-laksanaan fungsi pelayanansosial negara dapat berjalan,

maka pemegang kekuasaanpemerintahan negara mem-butuhkan wewenang.”

Tetapi, sebenarnya yangperlu dipertanyakan ulang ada-lah apakah substansi Pasal 5 UUSJSN menghilangkan kewajibanpemda dalam menjalankan tang-gung jawabnya untuk meng-hormati, melindungi, dan me-laksanakan hak atas jaminansosial? Dilihat dari substan-sinya, pasal tersebut tidakmenutup tanggung jawab Pem-da untuk menjalankan kewa-jibannya di bidang hak atasjaminan sosial. Tetapi memba-tasi kewenangan Pemda mem-bentuk badan penyelenggarajaminan sosial di daerah.Pemenuhan hak atas jaminansosial tidak melulu harus di-lakukan melalui badan penye-lenggara. Tetapi bisa meman-faatkan sistem yang sudah adaselama ini, misalnya dinas so-sial dan sebagainya. Atau misal-nya menjadi fasilitator peme-rintah pusat untuk mewujud-kan cita-cita bersama men-sejahterakan warga negara.Permasalahan substansi Pasal 5UU SJSN sebenarnya adalah,mengapa ia menunjuk keempatlembaga tersebut (Jamsostek,

Page 68: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

66 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

Taspen, Asabri, dan Askes). Halinilah yang perlu ditinjau ulang.Bukan dalam konteks kewe-nangan pusat atau daerah untukmembentuk badan penyeleng-gara jaminan sosial.

Tidak berlakunya Pasal 5UU SJSN adalah peluang bagipemda untuk dapat memben-tuk badan penyelenggara ja-minan sosial sendiri, peluangpula bagi badan-badan usahalainnya. Dalam artian mengem-bangkan sistem jaminan sosialsendiri-sendiri. Sehingga nan-tinya penyelenggara jaminansosial bisa badan yang dibentukpemerintah pusat, pemerintahdaerah, dan swasta. Dengandemikian dapat saja terjadipersaingan usaha dalam pelak-sanaannya.

G. PenutupG. PenutupG. PenutupG. PenutupG. PenutupSelama ini jaminan sosial

masih ditempatkan sebagaisesuatu yang dapat diperda-gangkan. Dengan diajukannyapermohonan judicial review,hak atas jaminan sosial belumdiperlakukan sebagai manamestinya. Ia masih dianggapsebagai suatu kewenangan saja,yaitu: domain pemerintah pu-sat atau pemerintah daerah,

dan belum ditempatkan se-bagai tanggungjawab bersamabaik pusat maupun daerahuntuk menghormati, melin-dungi, dan melaksanakannya.Kekhawatiran lain adalah ter-jadi kontiunitas praktik-praktikmemperlakukan hak atas ja-minan sosial seperti commer-cial good yang layak untukdiperdagangkan.

Pada dasarnya yang di-permasalahkan dalam peng-ajuan permohonan judicial re-view tersebut adalah masalahkewenangan belaka, yaitu ke-wenangan untuk membentukbadan penyelenggara jaminansosial, yaitu ada di tangan pe-merintah pusat atau pemda.MK tidak sependapat denganpengakuan sepihak, baik peme-rintah pusat maupun daerah,mengenai pembentukan badanpenyelenggara jaminan sosialsebagai kewenangan eksklusifpusat atau daerah. Tetapi MKberpendapat bahwa Pasal 5 UUSJSN menutup peluang pemdauntuk mengembangkan sistemjaminan sosial.

Sebenarnya Pasal 5 UUSJSN tidak menutup pemdauntuk mengembangkan sistemjaminan sosial, tapi hanya me-

Page 69: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

67������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

nutup pembentukan badan pe-nyelenggara jaminan sosial didaerah. Pengembangan sistemjaminan sosial tidaklah mestimembentuk badan penyeleng-gara di daerah. Ia dapat dilaksa-nakan dengan metode-metodelain yang diperhitungkan de-ngan cermat agar hak setiaporang terhadap jaminan sosialdapat dipenuhi.

Setelah Pasal 5 UU SJSNdinyatakan tidak mempunyaikekuatan yang mengikat, halyang perlu diperhatikan adalahkemungkinan-kemungkinantentang pelanggaran terhadaphak atas jaminan sosial. Apakahpemerintah pusat dan daerahdapat menjamin bahwa pe-laksanaan tanggung jawabnyadi bidang hak atas jaminansosial tidak terjadi bentuk peng-abaian-pengabaian, atau ben-tuk-bentuk pelanggaran lain-nya, baik melalui kebijakanyang dibentuk maupun pelang-garan melalui pejabat pemerin-tah. Jangan sampai kegagalandemi kegagalan negara dalammenghormati, melindungi danmelaksankan hak atas jaminansosial kembali terulang.

E n dE n dE n dE n dE n d n o t e sn o t e sn o t e sn o t e sn o t e s

1 Pasal 5 UU SJSN padaintinya menentukan bahwahanya Perusahaan Perseroan(Persero) Jaminan Sosial TenagaKerja (JAMSOSTEK); Perusaha-an Perseroan (Persero) DanaTabungan dan Asuransi PegawaiNegeri (TASPEN); PerusahaanPerseroan (Persero) AsuransiSosial Angkatan Bersenjata Re-publik Indonesia (ASABRI); danPerusahaan Perseroan (Persero)Asuransi Kesehatan Indonesia(ASKES).

2 Yang diwakili oleh KetuaDPRD dan Ketua Komisi E DPRDJawa Timur yang memberikankuasa kepada Sri Kusmini, S.KM.(Pengurus Badan Penyelengga-ra Jaminan Pemeliharaan Kese-hatan Masyarakat Provinsi Ja-wa Timur) dan Anton Hardian-to, S.H., S.Psi. (Pengurus BadanPenyelenggara Jaminan Peme-liharaan Kesehatan MasyarakatProvinsi Jawa Timur) sebagaiPemohon I. Pemohon II dan IIIsecara berturut-turut adalahEdy Heriyanto, S.H. (Ketua Sa-tuan Pelaksana Jaminan Peme-liharaan Kesehatan MasyarakatRembang Sehat) dan Dra. Nur-hayati Aminullah, MHP., HIA.(Ketua Perhimpunan BadanPenyelenggara Jaminan Peme-liharaan Kesehatan Masyara-kat)

3 Sentanoe Kertonegoro,Jaminan Sosial: Prinsip dan Pe-laksanaannya di Indonesia, Pe-nerbit Mutiara, Jakarta, 1982.

4 Lihat Prijono Tjiptoheri-janto, Jaminan Sosial Tenaga

Page 70: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

68 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

Kerja di Indonesia, http://pk.ut.ac.id/jsi

5 Lihat Prijono Tjiptoheri-janto, Jaminan Sosial TenagaKerja Di Indonesia, http://pk.ut.ac.id/jsi/91prijono.htm

6 Lihat Prijono Tjiptoheri-janto, Jaminan Sosial TenagaKerja di Indonesia, http://pk.ut.ac.id/jsi/91prijono.htm

7 Dalam pelaksanaannya,jaminan sosial menggunakansistem perlindungan karenamempunyai berbagai program,jenis, metode, pembiayaan,jangka-waktu, kepesertaan yangberbeda-beda sehingga mem-butuhkan keterpaduan Untuklebih jelas mengenai macam-macam jaminan sosial ini, lihat:Prijono Tjiptoherijanto, JaminanSosial Tenaga Kerja di Indonesia,h t t p : / / p k . u t . a c . i d / j s i /91prijono.htm

8 Lihat, Kartono Mohamad,Sistem Jaminan Sosial Nasionaldan “Welfare State”, Kompas,Rabu, 16 Juni 2004

9 Ibid.10 Lihat, Ibid.11 Lihat, Prijono Tjiptoheri-

janto, Jaminan Sosial TenagaKerja di Indonesia, http://pk.ut.ac.id/jsi/91prijono.htm

12 Kovenan hak ekosob danKovenan hak sipil disahkan olehMajelis Umum PBB pada tahun1966 dan mulai diberlakukanpada tahun 1976. Keduakovenan ini tidak lain adalahpenjabaran dari Deklarasi Uni-versal Hak Asasi Manusia. Olehkarenanya ia dianggap sebagaithe international bill of human

rights.13 Lihat, Pedoman Maastricht

untuk Pelanggaran Hak-hakEkonomi, Sosial, dan Budaya.

14 Lihat, Ibid.15 Informasi terakhir dike-

tahui bahwa Indonesia beren-cana segera akan meratifikasiKovenan Hak Ekosob, hal inidapat diketahui dengan disetu-juinya rancangan undang-un-dangan ratifikasi Kovenan ter-sebut dalam sidang paripurnaDPR-RI pada penghujung Sep-tember 2005, namun belumdiundangkan

16 Lihat, Ifdhal Kasim,Op.Cit.

17 Edi Suharto, JaminanSosial (Bagian Dua): MencermatiAsuransi Kesejahteraan Sosial(Askesos) yang DikembangkanDepsos, http://www.policy.hu/suharto/makIndo12.html

18 Pengembangan sistemjaminan sosial di Indonesia ma-sih sangat lemah, sporadis danbelum terintegrasi dengan agen-da pembangunan nasional, khu-susnya bidang kesejahteraansosial. Lihat, Ibid.

19 Pada dasarnya UU SJSNini diharapkan pemerintah da-pat menjadi payung bagi sistemjaminan sosial di Indonesia.Selain itu, diarahkan untukmemperluas cakupan kepeser-taan dan meningkatkan jenisjaminan sosial. SJSN mencakup5 program, yang terbagi dalamprogram jangka pendek –yaitu:Jaminan Kesehatan dan Ja-minan Kecelakaan Kerja— danjangka panjang –yaitu: Jamin-

Page 71: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

69������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

an Hari Tua, Jaminan Pensiun,dan Jaminan Kematian– yangdiberikan kepada pekerja sektorformal dan informal. Karakterutama dari mekanisme SJSNadalah asuransi sosial.

20 Kartono Mohamad,SistemJaminan Sosial Nasional dan“Welfare State”, Kompas, Rabu,16 Juni 2004.

21 Lihat, Ibid.22 Lihat, Bambang Purwoko,

“SJSN Hak Masyarakat danKewajiban Negara”. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0905/26/0802.htm

23 Permohonan diajukan pa-da hari Senin tanggal 21 Feb-

ruari 2005 dengan PerkaraNomor 007/PUU-III/2005. Se-lain Pemerintah Provinsi JawaTimur, bertindak pula sebagaipemohon II Edy Heriyanto, S.H.–Ketua Satuan Pelaksana Ja-minan Pemeliharaan KesehatanMasyarakat Rembang Sehat,Rembang, bertindak untuk danatas nama Satuan PelaksanaJaminan Pemeliharaan Kese-hatan Masyarakat; dan Pemo-hon III Dra. Nurhayati Aminul-lah, MHP., HIA. –Ketua Perhim-punan Badan PenyelenggaraJaminan Pemeliharaan Kese-hatan Masyarakat) bertindakuntuk dan atas nama Perhim-punan Badan PenyelenggaraJaminan Pemeliharaan Kese-hatan Masyarakat (selanjutnyadisebut sebagai PERBAPELJPKM)

24 “Setiap orang berhak ataspengakuan, jaminan, perlin-dungan dan kepastian hukumyang adil serta perlakuan yangsama di depan hukum.”

25 “Setiap warga negara ber-hak memperoleh kesempatanyang sama dalam pemerin-tahan.”

26 “Setiap orang berhak be-bas dari perlakuan yang bersifatdiskriminatif atas dasar apapundan berhak mendapatkan per-lindungan terhadap perlakuanyang diskriminatif itu.”

27 “Perekonomian nasionaldiselenggarakan berdasar atasdemokrasi ekonomi dengan prin-sip kebersamaan, efisiensi ber-keadilan, berkelanjutan, ber-wawasan lingkungan, keman-

Page 72: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

44 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

A. PengantarA. PengantarA. PengantarA. PengantarA. PengantarDalam beberapa instru-

men internasional telah diakuibahwa setiap orang berhak atasjaminan sosial. Hak ini di an-taranya tercantum dalam De-klarasi Universal Hak AsasiManusia (DUHAM), kemudiandiperkuat lagi setelah disah-kannya Kovenan Hak Ekonomi,Sosial, dan Budaya sebagaipendamping Kovenan Hak Sipildan Politik. Begitu pula dalambeberapa instrumen hukumnasional, jaminan sosial diakui

sebagai hak asasi manusia da-lam peraturan perundang-un-dangan, di antaranya dapatdilihat dalam UUD 1945 Per-ubahan Kedua dan PerubahanKeempat, UU Nomor 39 Tahun1999 tentang Hak Asasi Ma-nusia, dan UU Nomor 23 Tahun2002 tentang PerlindunganAnak.

Karena jaminan sosialmerupakan hak asasi manusia,maka ia menimbulkan suatukewajiban pada negara untukmelindungi, menghormati dan

PUTUSAN MK TENTANG UU SJSN:Mengembalikan Jaminan Sosial Sebagai

Hak Asasi Manusia?

OLEH FAJRIMEI A. GOFAR, S.H.Peneliti pada Lembaga Studi dan Advokasi

Masyarakat (ELSAM)

Page 73: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

45������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

melaksanakannya. Kewajibanini telah tertuang pula baikdalam instrumen internasionaldan nasional. Sebagai contohmisalnya dalam Pasal 28I ayat(4) UUD 1945 Perubahan Ke-dua disebutkan bahwa “Per-lindungan, pemajuan, pene-gakan, dan pemenuhan hakasasi manusia adalah tang-gung jawab negara, terutamapemerintah.”

Khusus untuk jaminansosial, kewajiban negara, dalamhal ini pemerintah, juga secarategas disebutkan dalam Pasal34 ayat (2) UUD 1945 Per-ubahan Keempat, yang menya-takan bahwa “Negara me-ngembangkan sistem jaringansosial bagi seluruh rakyat danmemberdayakan masyarakatyang lemah dan tidak mampusesuai dengan martabat ke-manusiaan.” Dalam kontekshak asasi manusia, kewajiban –atau lebih tepatnya tanggungjawab– ini tidak hanya meru-pakan kewajiban negara dalamartian pemerintah pusat sema-ta, melainkan juga pemerintahdaerah. Hal inilah yang men-dasari mengapa dalam Pasal 22UU Nomor 32 Tahun 2004tentang Pemerintahan Daerah

menyebutkan bahwa salah satukewajiban pemda dalam me-nyelenggarakan otonomi dae-rah adalah mengembangkansistem jaminan sosial (Pasal 22huruf h UU Nomor 32 Tahun2004).

Pemerintah pusat, dalamkaitannya untuk melaksanakankewajiban konstitusi telah mem-bentuk UU Nomor 40 Tahun2004 tentang Sistem JaminanSosial Nasional (SJSN). Un-dang-undang ini pada dasarnyaingin menjabarkan kewajibannegara untuk memenuhi hakatas jaminan sosial warga ne-gara. Tetapi sayangnya, be-berapa ketentuan yang diaturdalam undang-undang tersebutdianggap menghambat, bahkanmelanggaran hak konstitusiyang dimiliki pemda untukmengembangkan sistem ja-minan sosial. Terutama ke-tentuan Pasal 5 UU SJSN yangmengatur mengenai badan pe-nyelenggara sistem jaminansosial nasional yang hanyadiberikan kepada empat insti-tusi. 1

Akibatnya, karena peng-aturan yang demikian itu, Pem-da Jawa Timur mengajukanPermohonan uji materiil ter-

Page 74: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

46 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

hadap UU SJSN tersebut keMahkamah Konstitusi (MK).2

Pengajuan permohonan ter-sebut telah diputus oleh MKpada bulan Agustus 2005 (Per-kara Nomor 007/PUU-III/2005), yang isinya, di anta-ranya, menyatakan Pasal 5SJSN tersebut tidak mempu-nyai kekuatan hukum meng-ikat. Dengan kata lain, per-mohonan Pemda Jawa Timurdikabulkan.

Tulisan ini sebenarnyatidak diarahkan untuk meng-eksaminasi putusan MK ter-sebut. Tetapi, melalui putusanitu, lebih diarahkan untuk meng-elaborasi lebih jauh bagaimanahak atas jaminan sosial, sebagaihak asasi manusia diperlaku-kan, baik oleh pemerintah pu-sat maupun pemda. Apakahpengajuan permohonan ter-sebut hanya merupakan konflikkewenangan antara pemerintahpusat dan pemda semata; apa-kah MK melalui putusannyatelah mengembalikan posisihak atas jaminan sosial seba-gaimana mestinya, serta ba-gaimana akibatnya terhadapperlindungan, penghormatanserta pelaksanaan hak atasjaminan sosial di Indonesia

setelah perkara itu diputus olehMK.

Untuk menjawab per-tanyaan-pertanyaan tersebut,tulisan ini akan membahas ba-gaimana kedudukan hak atasjaminan sosial, baik dalam ins-trumen hukum internasionalmaupun hukum nasional seba-gai hak asasi manusia. Bagai-mana pelaksanaan hak atasjaminan sosial di Indonesiaselama ini, selanjutnya suatuanalisa terhadap putusan MKyang memeriksa perkara ter-sebut dalam perspektif hakasasi manusia. Pada bagianakhir, tulisan ini ditutup de-ngan suatu kesimpulan.

B. Sekilas MengenaiB. Sekilas MengenaiB. Sekilas MengenaiB. Sekilas MengenaiB. Sekilas MengenaiJaminan SosialJaminan SosialJaminan SosialJaminan SosialJaminan Sosial

Jaminan sosial untuk per-tama kali diperkenalkan olehJerman sekitar tahun 1883 dibawah Kanselir Bismarck, yaitudengan diciptakannya asuransisakit untuk pertama kali. Kemu-dian, pada tahun 1884 dicip-takan asuransi kecelakaan ker-ja, sementara asuransi cacat,asuransi hari tua dibentuk padatahun 1889. Berbagai asuransitersebut diwajibkan terhadappara pekerja pencari upah, dan

Page 75: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

47������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

dibiayai dengan iuran dari parapekerja sendiri dan pemberikerjanya.3 Pada waktu itu, asu-ransi-asuransi itu sangat besarkegunaannya bagi kepentinganusaha maupun para pekerja,akhirnya ia kemudian makinberkembang, dikenal dan me-nyebar ke seluruh Eropa. Ter-lebih lagi dengan terjadinyarevolusi Industri yang memer-lukan banyak pekerja.4

Jaminan sosial sendiridianggap belum memiliki pe-ngertian yang baku. Istilahjaminan sosial kerap digunakansecara bergantian atau diarti-kan sama dengan perlindungansosial, kebijakan sosial, ban-tuan sosial, asuransi sosial, dansebagainya. Namun, KonvensiILO Nomor 102 Tahun 1952telah mencoba untuk meletak-kan prinsip-prinsip dasarumum jaminan sosial, yangmenjelaskan bahwa jaminansosial (standar minimun) ada-lah perlindungan yang diberi-kan masyarakat untuk paraanggotanya melalui seperang-kat instrumen publik, terhadapkesulitan ekonomi dan sosialyang disebabkan karena ter-hentinya atau turunnya peng-hasilan diakibatkan oleh sakit,

hamil, kecelakaan kerja, pe-nggangguran, cacat, hari tua,dan kematian; pemberian pe-rawatan medis; dan pemberiansubsidi bagi keluarga yangmempunyai anak.5 Meskipundemikian, dalam segi pelaksa-naan terdapat beberapa sifatumum yang dapat dikenali, diantaranya:6 merupakan pro-gram publik, memberikan per-lindungan, dan mempunyaitujuan sosial yang mempenga-ruhi hajat hidup orang banyak.Dengan demikian, pada intinyakonsep jaminan sosial diartikansebagai program yang bertu-juan untuk mewujudkan kese-jahteraan rakyat.7

Hal semacam ini sebe-narnya sudah banyak dilaku-kan di negara lain dan biasanyadisebut sebagai kebijakan wel-fare state. Menurut KartonoMohamad, kata welfare statememang sulit diterjemahkandengan tepat dan ringkas kedalam bahasa Indonesia. Wel-fare state bukanlah negarakesejahteraan, tetapi lebihtepat diartikan bahwa beberapapelayanan yang berkaitan de-ngan kesejahteraan warga ne-gara yang sepenuhnya disedia-kan oleh pemerintah, khusus-

Page 76: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

48 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

nya pendidikan dan pelayanankesehatan (medical care).8

Beberapa negara Eropa Baratbahkan menambahkan jugajaminan hari tua (pensiun) dankecelakaan kerja. Konsep wel-fare state sebenarnya dilaksa-nakan di negara-negara dengansistem kapitalis (termasuk Swe-dia yang sosialistis), sedangkandi negara-negara komunis yangdikenal adalah “sistem sosia-lis”. Bedanya terletak padasumber dana untuk membiayaipelayanan-pelayanan tersebut.Di negara-negara kapitalis se-perti negara-negara Eropa Ba-rat, dana itu diperoleh dariiuran warga negara (pekerja),iuran dari pengusaha (employ-er), dan sebagian kecil diambildari kas negara.9

Di negara-negara komu-nis, karena tidak ada pengusaha(swasta), maka dana itu se-penuhnya ditanggung oleh ne-gara. Praktis semua pekerjaadalah bekerja untuk negara,oleh karena itu kesejahteraanmereka juga ditanggung olehnegara. Di negara kapitalis yangliberal, seperti Amerika Serikat(AS). Hal itu sepenuhnya di-serahkan kepada setiap warganegara, melalui sistem asuransi

swasta yang mandiri. Hanyauntuk mereka yang miskin danmenganggur diberi bantuanuntuk pelayanan kesehatanmelalui program Medicaid, danuntuk yang sudah lanjut usia (diatas 65 tahun) mendapat san-tunan dari program Medicare.10

Di Indonesia sendiri su-dah ada beberapa programjaminan sosial dalam bentukasuransi sosial, tapi baru men-cakup sebagian kecil pekerja disektor formal. Sebenarnyajaminan sosial ini mulai di-laksanakan beberapa saat sete-lah kemerdekaan yaitu denganditetapkannya Undang-Un-dang Nomor 3 Tahun 1947tentang Kecelakaan. Bahkanbagi pegawai negeri, jaminansosial yang berupa pemberianpensiun telah diberikan sejakjaman kolonial Belanda. De-wasa ini terdapat 5 (lima) lem-baga penyelenggara asuransi/jaminan sosial yaitu PT Taspen,PT Asabri, PT Askes, PT Jam-sostek, dan PT Jasa Raharja.11

Namun, untuk mereka yangseharusnya dilindungi, dihor-mati, dan dipenuhi hak atasjaminan sosial, di antaranyakelompok rentan, termarjinal-kan, miskin secara ekonomi,

Page 77: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

49������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

dan sebagainya, belum terlak-sana dengan baik.

C. Kedudukan JaminanC. Kedudukan JaminanC. Kedudukan JaminanC. Kedudukan JaminanC. Kedudukan JaminanSosial Sebagai Hak AsasiSosial Sebagai Hak AsasiSosial Sebagai Hak AsasiSosial Sebagai Hak AsasiSosial Sebagai Hak AsasiM a n u s i aM a n u s i aM a n u s i aM a n u s i aM a n u s i a

Karena ia bertujuan un-tuk menyejahterahkan, dalamartian membebaskan manusiadari rasa ketakutan terhadapkemelaratan, meningkatkanmartabat manusia, maka ja-minan sosial dimasukkan se-bagai bagian dari hak asasimanusia yang melekat pada dirisetiap orang. Pengakuan ja-minan sosial sebagai hak asasimanusia secara universal telahdicantumkan dalam Pasal 22Deklarasi Universal Hak AsasiManusia (DUHAM), yang me-nyatakan:

“Setiap orang, sebagaianggota masyarakat, mem-punyai hak jaminan sosial, danmendapat bagian dari reali-sasi, lewat usaha nasional dankerjasama internasional dansesuai dengan pengaturan dankemampuan setiap negara-nya, atas hak ekonomi, sosialdan kebudayaan yang sangatdibutuhkan bagi martabatnyadan pengembangan kepriba-diannya secara bebas.”

Selain itu disebutkanpula secara eksplisit dalamPasal 25 DUHAM yang menya-takan bahwa:

“Setiap orang mempu-nyai hak atas standar hidupyang memadai bagi kesehatandirinya dan keluarganya, ter-masuk makan, pakaian, peru-mahan, pengobatan, dan pela-yanan sosial, dan atas jaminandalam menghadapi pengang-guran, sakit, cacat, kematiansuami atau istri, hari haritua,atau menghadapi situasi kehi-dupan sulit yang di luar ke-mauannya.”

Pernyataan bahwa setiaporang mempunyai hak atasjaminan sosial kemudian di-pertegas lagi dalam KovenanHak Ekonomi, Sosial, dan Bu-daya (baca: ekosob). DalamPasal 9 Kovenan Hak Ekosobdisebutkan bahwa “NegaraPihak dalam Kovenan inimengakui hak setiap orangatas jaminan sosial, termasukasuransi sosial.” Hak atasjaminan sosial ini kemudiandiakui sebagai hak dasar manu-sia dalam berbagai instrumeninternasional yang merupakanturunan dari Deklarasi Univer-sal Hak Asasi Manusia, Ko-

Page 78: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

50 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

venan Hak Sipil dan Politik,serta Kovenan Hak Ekosob.

Sementara dalam Kon-vensi ILO Nomor 102 Tahun1952 disebutkan bahwa setiapnegara mesti memiliki standarminimum program jaminansosial yang mencakup tun-jangan tunai hari tua, sakit,cacat, kematian, penganggur-an, serta pelayanan medis bagitenaga kerja yang sakit. Kon-vensi ini menyatakan bahwasetiap negara harus bertang-gungjawab terhadap tiga per-lindungan dasar bagi masya-rakatnya, yaitu: perlindunganhari tua atau pengangguran,kecelakaan kerja, dan kematian.

Dalam konteks hak asasimanusia, hak atas jaminan so-sial ini merupakan salah satudari bermacam-macam hakyang diakui dalam KovenanEkosob. Oleh karena itu, iadigolongkan sebagai hak eko-sob walaupun sebenarnya pem-bedaan ini telah banyak men-dapatkan tentangan. Hak eko-sob tidaklah berbeda denganhak Sipol, ia juga merupakanbagian yang esensial dalamhukum hak asasi manusia inter-nasional. Bersama-sama de-ngan hak Sipol ia menjadi ba-

gian dari the internasional billof human rights.12 Dengan de-mikian, kedudukan hak ekosob,termasuk hak atas jaminansosial di dalamnya, sangat pen-ting dalam hukum hak asasimanusia internasional. Ia men-jadi acuan pencapaian bersamadalam pemajuan hak asasi ma-nusia.

Seperti halnya denganhak Sipol, hak ekosob mem-bebankan tiga tipe kewajibanyang berbeda kepada negara,yaitu kewajiban untuk meng-hormati, melindungi, dan me-laksanakan. Kegagalan dalammelaksanakan salah satu ke-wajiban ini merupakan pelang-garan hak-hak tersebut.13 Ke-wajiban untuk menghormatimengharuskan negara mena-han diri untuk tidak campurtangan dalam dinikmatinyahak-hak ekosob. Kewajibanuntuk melindungi berartimengharuskan negara untukmencegah pelanggaran haktersebut oleh pihak ketiga.Sedangkan kewajiban untukmelaksanakan mengharuskannegara untuk mengambil tin-dakan-tindakan legislatif, ad-ministratif, anggaran, hukumdan semua tindakan lain yang

Page 79: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

51������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

memadai guna pelaksanaansepenuhnya dari semua haktersebut.

Kewajiban-kewajiban ter-sebut (menghormati, melin-dungi, dan melaksanakan) me-ngandung unsur kewajibanmengenai tindakan dan me-ngenai hasil. Kewajiban me-ngenai tindakan membutuhkantindakan yang diperhitungkandengan cermat untuk melak-sanakan dipenuhinya suatu haktertentu. Sementara kewajibanmengenai hasil mengharuskannegara untuk mencapai targettertentu guna memenuhi stan-dar substantif terinci.14

Negara Indonesia belummenjadi pihak dalam kovenanini, dalam artian belum me-ratifikasi.15 Sehingga Indonesiadianggap belum terikat padakewajiban-kewajiban yang ter-cantum dalam Kovenan HakEkosob. Tetapi Kovenan HakEkosob ini telah diratifikasilebih dari 145 negara. Ting-ginya angka negara yang telahmeratifikasi menunjukkan bah-wa Kovenan Hak Ekosob mem-punyai karakter universalitasyang sangat kuat. Sebagian ahlihukum hak asasi manusia inter-nasional menganggap bahwa

perjanjian dengan karakteryang demikian itu, telah me-miliki kedudukan sebagai ba-gian dari hukum kebiasaaninternasional sehingga meng-ikat negara dengan atau tanpameratifikasinya.16

Walaupun Indonesia be-lum meratifikasi Kovenan HakEkosob, sebenarnya dalam per-aturan perundang-undanganIndonesia telah diakui hak atasjaminan sosial. Di antaranyatercantum dalam UUD 1945,UU Nomor 39 Tahun 1999 ten-tang Hak Asasi Manusia, danUU Nomor 23 Tahun 2002tentang Perlindungan Anak.

Dalam Pasal 28H UUD1945 Perubahan Kedua di-sebutkan bahwa:(1) Setiap orang berhak hidup

sejahtera lahir dan batin,bertempat tinggal, danmendapatkan lingkunganhidup yang baik dan sehatserta berhak memperolehpelayanan kesehatan.

(2) Setiap orang berhak men-dapat kemudahan dan per-lakuan khusus untuk mem-peroleh kesempatan danmanfaat yang sama gunamencapai persamaan dankeadilan.

Page 80: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

52 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

(3) Setiap orang berhak atasjaminan sosial yang me-mungkinkan pengembang-an dirinya secara utuh se-bagai manusia yang ber-martabat.

(4) Setiap orang berhak mem-punyai hak milik pribadidan hak milik tersebut tidakboleh diambil alih secarasewenang-wenang oleh sia-pa pun.

Dalam Pasal 41 UU No-mor 39 Tahun 1999 tentangHak Asasi Manusia disebutkanbahwa:(1) Setiap warga negara

berhak atas jaminan sosialyang dibutuhkan untukhidup layak serta untukperkembangan pribadinyasecara utuh.

(2) Setiap penyandang cacat,orang yang berusia lanjut,wanita hamil, dan anak-anak, berhak memperolehkemudahan dan perlakuankhusus.

Dalam penjelasan pasaltersebut disebutkan bahwayang dimaksud dengan “berhakatas jaminan sosial” adalahbahwa setiap warga negaramendapat jaminan sosial se-suai dengan ketentuan per-

aturan perundang-undangandan kemampuan negara. Beri-kutnya ayat (2) dijelaskan bah-wa yang dimaksud dengan “ke-mudahan dan perlakuan khu-sus” adalah pemberian pela-yanan, jasa, atau penyediaanfasilitas dan sarana demi kelan-caran, keamanan, kesehatan,dan keselamatan.

Sementara itu dalam Pa-sal 42 UU Nomor 39 tahun1999 tentang Hak Asasi Ma-nusia disebutkan bahwa:

“Setiap warga negarayang berusia lanjut, cacat fisikdan atau cacat mental berhakmemperoleh perawatan, pen-didikan, pelatihan, dan ban-tuan khusus atau biaya ne-gara, untuk menjamin kehi-dupan yang layak sesuai de-ngan martabat kemanusiaan-nya, meningkatkan rasa per-caya diri, dan kemampuanberpartisipasi dalam kehi-dupan bermasyarakat, ber-bangsa, dan bernegara.”

Dalam Pasal 8 UU Nomor23 Tahun 2002 tentang Per-lindungan Anak disebutkanbahwa:

“Setiap anak berhakmemperoleh pelayanan kese-hatan dan jaminan sosial se-

Page 81: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

53������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

suai dengan kebutuhan fisik,mental, spiritual, dan sosial.”

Dengan demikian sangatjelas bahwa jaminan sosial di-akui sebagai hak asasi manusia,baik dalam instrumen inter-nasional maupun dalam instru-men hukum nasional. Tentusaja karena ia adalah salah satuhak yang dimiliki setiap orang,maka kewajiban untuk meng-hormati, melindungi dan me-laksanakannya ada pada ne-gara, yang menuntut negaramengambil tindakan-tindakanefektif agar hak tersebut tidakdilanggar. Diabaikannya perlin-dungan dasar tersebut diang-gap sebagai pelanggaran ter-hadap hak asasi manusia.

D. Pelaksanaan Hak AtasD. Pelaksanaan Hak AtasD. Pelaksanaan Hak AtasD. Pelaksanaan Hak AtasD. Pelaksanaan Hak AtasJaminan Sosial diJaminan Sosial diJaminan Sosial diJaminan Sosial diJaminan Sosial diIndonesia: Dibisniskan?Indonesia: Dibisniskan?Indonesia: Dibisniskan?Indonesia: Dibisniskan?Indonesia: Dibisniskan?

Dalam Perubahan KeduaUUD 1945 Pasal 28I ayat (4)disebutkan bahwa “Perlin-dungan, pemajuan, penegak-an, dan pemenuhan hak asasimanusia adalah tanggung ja-wab negara, terutama peme-rintah.” Karena jaminan sosialadalah hak asasi manusia, makamerupakan kewajiban negarauntuk melindungi, memajukan,

menegakkan, dan memenuhi-nya. Kewajiban negara ini ter-cantum pula dalam Pasal 71 UUNomor 39 Tahun 1999 tentangHak Asasi Manusia yang me-nyatakan bahwa:

“Pemerintah wajib danbertanggung jawab menghor-mati, melindungi, menegak-kan, dan memajukan hak asasimanusia yang diatur dalamUndang-undang ini, peraturanperundang-undangan lain,dan hukum internasional ten-tang hak asasi manusia yangditerima oleh negara RepublikIndonesia.”

Kewajiban pemerintahmengenai hak atas jaminansosial secara tegas diatur dalamPasal 34 ayat (2) UUD 1945Perubahan Keempat, yang me-nyebutkan bahwa “Negara me-ngembangkan sistem jaringansosial bagi seluruh rakyat danmemberdayakan masyarakatyang lemah dan tidak mampusesuai dengan martabat ke-manusiaan.” Dalam kontekshak asasi manusia, kewajibanini bukan saja kewajiban pe-merintah pusat tetapi jugapemda seperti yang tercantumdalam Pasal 22 UU Nomor 32Tahun 2004 tentang Pemda

Page 82: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

54 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

yang mewajibkan pemda untukmengembangkan sistem ja-minan sosial.

Selama ini Indonesia te-lah melaksanakan sistem ja-minan sosial bagi warga negara-nya. Namun, sistem jaminansosial yang ada di Indonesiabelum sesuai dengan standaruniversal.17 Selain itu, penye-lenggaraan jaminan sosial diIndonesia juga cenderung ma-sih fragmentatif di mana ma-sing-masing lembaga pemerin-tah maupun swasta memilikisistem “jaminan sosial” sendiri.Skema jaminan sosial diseleng-garakan oleh berbagai jaringanyang dilaksanakan secara sen-diri-sendiri, seperti PT Jam-sostek, Askes, Asabri, dan Tas-pen. Sistem dikhususkan untukkelompok tertentu (umumnyasektor formal), sehingga belummenyentuh sektor informal.Lagipula, jaminan sosial di-kelola oleh suatu perusahaanyang berorientasi mencari ke-untungan.18

Dapat dikatakan bahwaperlindungan, penghormatan,dan pelaksanaan hak atas ja-minan sosial di Indonesia be-lum berjalan sebagaimana mes-tinya. Jaminan sosial belum

menyentuh masyarakat yangseharusnya menjadi prioritas,di antaranya mereka yang ter-marjinalkan, anak-anak terlan-tar, fakir miskin, dan kelompok-kelompok rentan lainnya. Wa-laupun telah berlangsung sejaklama, jaminan sosial hanya bisadinikmati oleh mereka yangbekerja di sektor formal saja, diantaranya mereka yang men-jadi pegawai pemerintah, se-bagian kecil karyawan-karya-wan perusahaan, dan sebagiansangat kecil buruh-buruh pab-rik.

Tanggung jawab negarauntuk melindungi, menghor-mati, dan melaksanakan hakatas jaminan sosial lebih ba-nyak diserahkan kepada pihakswasta. Akibatnya jaminan so-sial ini lebih berorientasi men-cari keuntungan. Lagipula,seperti diberitakan berbagaimedia massa, pengelolaan ja-minan sosial menjadi sasaranempuk berbagai praktik korup-si, dana yang seharusnya men-jadi hak nasabah tidak dibayar-kan, dan berbagai praktek-praktek lainnya yang melemah-kan posisi nasabah.

Hak atas jaminan sosialdi Indonesia tidak berbeda

Page 83: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

55������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

nasibnya dengan hak-hak eko-sob lainnya, misalnnya hak ataspendidikan, hak atas kesehatan,hak atas pangan, hak atas pe-kerjaan. Pemenuhan, perlin-dungan, penghormatannya ma-sih dinomorduakan dan belummenjadi perhatian yang seriusnegara. Bahkan, ketika terjadiprivatisasi, penarikan sejumlahsubsidi di berbagai sektor ter-sebut telah berakibat burukpada pemenuhan, perlindung-an, dan penghormatan hak-hakekosob tersebut.

Di situasi sekarang, dimana jumlah orang miskin (ataukeluarga) di Indonesia tidakberkurang malah kian bertam-bah. Apalagi setelah pemerin-tah menaikkan harga BBM, iamenjadi pukulan amat beratbagi mereka yang tidak di-untungkan (baca: miskin). Ke-bijakan ini telah mengakibatkanbermunculan orang-orang, ke-luarga-keluarga miskin baru,bahkan jumlah orang gila se-makin bertambah. Bagi pelakubisnis, jumlah masyarakat mis-kin yang tinggi dapat menjadipeluang besar untuk melaku-kan bisnis. Di antaranya bisnisyang menjanjikan adalah sis-tem jaminan sosial.

Sebagai tindak lanjut re-formasi kehidupan bernegara,di mana hak asasi manusiamenjadi salah satu bagian yangharus dibenahi, Indonesia diantaranya telah mengaman-demen UUD 1945, terutamaberkenaan dengan hak atasjaminan sosial. Pasal-pasal da-lam konstitusi yang mengaturmengenai hak atas jaminansosial telah dicoba dijabarkanmelalui peraturan perundang-undangan, salah satunya ada-lah dengan membentuk UUSJSN.19 Tapi sayangnya, un-dang-undang ini, baik dalamproses perancangan dan pem-bahasan sampai pengundang-an, banyak menuai protes.

Walaupun hak atas ja-minan sosial dijadikan per-timbangan pembentukannya,secara substansi, UU SJSNtersebut masih memiliki ke-kurangan. Di antaranya Kele-mahan yang masih melekatpada SJSN adalah masih me-ngandung adult bias, yaknijenis-jenis perlindungan yangdiberikan umumnya masih di-fokuskan untuk melindungikesejahteraan orang dewasadan belum secara langsungmenyentuh kesejahteraan

Page 84: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

56 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

anak. Padahal, dalam Pasal 8UU Nomor 23 Tahun 2002tentang Perlindungan Anakdisebutkan bahwa “setiap anakberhak memperoleh pelayan-an kesehatan dan jaminansosial sesuai dengan kebutuh-an fisik, mental, spiritual, dansosial.”

Kelemahan lainnya ada-lah bahwa meskipun UU SJSNmencakup skema jaminan so-sial bagi pekerja informal, ske-ma tersebut belum secara jelasmelindungi kelompok masya-rakat yang kurang mampu.20

Keadaan ini terutama terkaitdengan beberapa kendala, yangantara lain disebabkan oleh: (i)Masih kurang efektifnya orga-nisasi-organisasi sosial “akarrumput” sehingga belum bisamenjadi kelompok penekanterhadap penguasa dan peng-usaha untuk bertindak; (ii)Biaya untuk mendanai asuransisosial sangat tinggi; selain kare-na banyaknya kelompok sasa-ran juga karena mereka sering-kali memiliki pendapatan yangrelatif kecil, tidak menentu danbahkan tidak memiliki pen-dapatan sama sekali; (iii) Sangatberagamnya karakteristik so-sial-ekonomi-budaya kelom-

pok ini mempersulit pengum-pulan kontribusi maupun pe-nentuan jenis-jenis jaminansosial.21

Dari segi penyelenggara-annya UU SJSN menentukanbahwa sistem jaminan sosialnasional dijalankan oleh BadanPenyelenggara Jaminan Sosial(BPJS) yang dibentuk melaluiundang-undang. Badan-badanpenyelenggara yang sudah adadinyatakan sebagai BPJS menu-rut undang-undang tersebut.UU SJSN telah menunjuk empatlembaga sebagai BPJS, yaitu: (i)Perusahaan Perseroan (Per-sero) Jaminan Sosial TenagaKerja (Jamsostek); (ii) Per-usahaan Perseroan (Persero)Dana Tabungan dan AsuransiPegawai Negeri (Taspen); (iii)Perusahaan Perseroan (Per-sero) Asuransi Sosial AngkatanBersenjata Republik Indonesia(Asabri); dan (iv) PerusahaanPerseroan (Persero) AsuransiKesehatan Indonesia (Askes).Sementara jika diperlukan BPJSselain keempat lembaga ter-sebut akan dibentuk lembagabaru yang pembentukannyamelalui undang-undang.

Pada dasarnya, keempatlembaga tersebut merupakan

Page 85: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

57������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

Persero yang dibentuk olehpemerintah, yang tentu saja iatunduk pada ketentuan-keten-tuan mengenai perusahaan,misalnya UU Nomor 1 Tahun1995. Dalam penyelenggara-annya, semua komponen darimulai masyarakat/pekerja;pemberi kerja dan pemerintahharus memberikan kontribusi.Pemda dalam SJSN ditempat-kan sebagai fasilitator dan mem-bantu badan-badan penyeleng-gara di daerah-daerah terutamadalam pelaksanaan law en-forcement.22 Padahal selamaini, pemda telah begitu ber-peran dalam pelaksanaan pro-gram Jamsostek di daerahnyamasing-masing.

Sudah selayaknya bahwapenyelenggaraan sistem ja-minan sosial bukan diseleng-garakan oleh lembaga yangmencari keuntungan, dalamartian bukan badan usaha se-perti Persero atau BUMN. Me-lainkan oleh badan pemerintahyang betul-betul tidak mencarikeuntungan, karena hak atasjaminan sosial bukanlah meru-pakan commercial good ataukomoditi yang bisa diperda-gangkan secara bebas dengankompetisi. Ia merupakan hak

masyarakat yang membeban-kan kepada negara untuk meng-hormati, melindungi dan me-laksanakannya. Keempat lem-baga yang ditunjuk UU SJSN itusebelumnya merupakan badanusaha yang tentu saja targetnyaadalah mencari keuntungan(profit oriented).

Sebenarnya badan usahayang berupa persero tidaklahtepat dijadikan badan penye-lenggara, karena tanggung ja-wab pemerintah untuk melak-sanakan hak atas jaminan sosialmasih terbatas atau terikatdengan modal yang disetoryang mengacu pada UU Nomor1 Tahun 1995 tentang Perusa-haan. Lagipula, seharusnyapemenuhan hak atas jaminansosial dibiayai APBN sehinggadiperlukan badan yang tidakberbentuk badan usaha.

Terlepas dari badan pe-nyelenggara dalam bentukidealnya, pengaturan menge-nai BPJS dalam UU SJSN telahdipermasalahkanpemda, ter-utama Pemerintah ProvinsiJawa Timur. Pengaturan UUSJSN yang hanya menunjukempat badan penyelenggarasistem jaminan nasional, di-anggap bertentangan dengan

Page 86: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

58 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

konstitusi, yaitu, menghambatpemda mengembangkan sistemjaminan sosial di daerahnya.Sementara dalam UU Nomor32 Tahun 2004 tentang Peme-rintahan Daerah disebutkanbahwa salah satu kewajibanpemda adalah mengembang-kan sistem jaminan sosial. Itu-lah mengapa Provinsi JawaTimur mengajukan judicial re-view UU SJSN ke MK.

E. Pengajuan E. Pengajuan E. Pengajuan E. Pengajuan E. Pengajuan JudicialJudicialJudicialJudicialJudicialReviewReviewReviewReviewReview: Konflik: Konflik: Konflik: Konflik: KonflikKewenangan?Kewenangan?Kewenangan?Kewenangan?Kewenangan?

Seperti disebutkan dimuka, Pemerintah ProvinsiJawa Timur, yang diwakili Ke-tua DPRD dan Ketua Komisi EDPRD –sebagai Pemohon I—mengajukan permohonan judi-cial review UU SJSN SistemJaminan Sosil Nasional ke MK.23

Ketentuan yang dimintakanuntuk diuji yaitu Pasal 5 ayat(1), ayat (3), ayat (4) dan Pasal52 UU SJSN.

Pada intinya permohon-an judicial review ini diajukankarena pemohon I mendapatamanah konstitusi untuk meng-atur dan mengawasi pelaksa-naan kewenangan pemda pro-vinsi, di antaranya menjalan-

kan kewajiban untuk mengem-bangkan sistem jaminan sosial.Tetapi kewajiban ini diabaikanoleh Pasal 5 ayat (1), (3), dan(4) dan Pasal 52 UU SJSN yangmengatur bahwa:(1) Badan Penyelenggara Ja-

minan Sosial harus diben-tuk dengan Undang-Un-dang.

(2) Sejak berlakunya Undang-Undang ini, badan penye-lenggara jaminan sosialyang ada dinyatakan se-bagai Badan Penyeleng-gara Jaminan Sosial me-nurut Undang-Undang ini.

(3) Badan Penyelenggara Ja-minan Sosial sebagaimanadimaksud pada ayat (1)adalah:a. Perusahaan Perseroan

(Persero) Jaminan So-sial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK);

b. Perusahaan Perseroan(Persero) Dana Ta-bungan dan AsuransiPegawai Negeri (TASPEN);

c. Perusahaan Perseroan(Persero) Asuransi So-sial Angkatan Bersen-jata Republik Indone-sia (ASABRI); dan

Page 87: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

59������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

d. Perusahaan Perseroan(Persero) Asuransi Ke-sehatan Indonesia (ASKES).

(4) Dalam hal diperlukan Ba-dan Penyelenggara Jamin-an Sosial selain dimaksudpada ayat (3), dapat diben-tuk yang baru dengan Un-dang-Undang.

Penunjukan BPJS dalamPasal 5 ayat (3) yang berupaBUMN bukan menjadi kewe-nangan Pemohon I, akibatnyaPemohon I tidak dapat men-jalankan fungsinya sebagailembaga perwakilan rakyat didaerah dalam menjalankanfungsi pengawasan, pengatur-an, dan penganggaran yangberkaitan dengan penyeleng-garaan sistem jaminan sosial didaerah. Padahal Pasal 18 ayat(7) UUD 1945 jo Pasal 167 UU32 Tahun 2004 tentang Pemda,pemohon I tetap dibebani tang-gung jawab untuk mempriori-taskan belanja daerah dalamperwujudan perlindungan danpeningkatan kualitas kehidup-an masyarakat dalam bentukpeningkatan pelayanan dasar,penyediaan fasilitas pelayanankesehatan, fasilitas sosial, fasi-litas umum yang layak, serta

mengembangkan sistem jamin-an sosial. Singkatnya, kewe-nangan pemohon I dan II untukmengatur dan mengurus sen-diri urusan pemerintahan didaerah tidak dapat dijalankanakibat bunyi Pasal 5 UU SJSN.

Selain itu, Pasal 5 ayat(1), (3), dan (4) UU SJSN meru-gikan hak/kewenangan konsti-tusional para pemohon karenadapat menurunkan daya saingsebagai pelaku pembangunandi daerah. Pasal 5 merusakhubungan wewenang dalamkeuangan dan pelayananumum antara pusat dan daerah.Karena penyelenggaraan sis-tem jaminan sosial dimonopolidan disentralisasi oleh peme-rintah pusat tanpa memberiruang gerak dalam penyeleng-garaan dan pengembangansistem jaminan sosial di daeraholeh BPJS yang sudah ada dandibentuk dan atau ditunjuk olehPemda. Dengan demikian, Pasal5 ayat (1), (3), dan (4) dan Pasal52 UU SJSN bertentangan de-ngan Pasal 18 UUD 1945.

Materi muatan dalamPasal 5 ayat (1), ayat (3) danayat (4) dan Pasal 52 UU SJSNdianggap para pemohon ber-tentangan pula dengan Pasal 1

Page 88: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

60 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

ayat (3), Pasal 28D ayat (1)24

dan ayat (3)25, Pasal 28I ayat(2)26 dan Pasal 33 ayat (4)27 danayat (5) UUD 1945. Karenapengaturan dalam pasal ter-sebut mengakibatkan telah ter-jadi dualisme hukum dalampengaturan sistem jaminansosial dan mengakibatkan ter-ganggunya pelaksanaan sistemjaminan sosial, yaitu denganadanya UU No. 23/1992 ten-tang Kesehatan.

Dualisme itu mengaki-batkan tidak adanya penga-kuan, jaminan, perlindungandan kepastian hukum yang adilserta perlakuan yang sama didepan hukum bagi para pe-mohon yang menyebabkanpada kebingunan dan kekha-watiran atas ancaman keber-langsungan BPJS KesehatanMasyarakat (Bapel JPKM). Ke-beradaan Pasal 5 menutupkemungkinan adanya badanpenyelenggara jaminan sosiallainnya, dan mengakibatkanketidakadilan pada para pe-mohon yang telah membentukbadan penyelenggara di dae-rah.

Intinya, melalui permo-honan tersebut, para pemohonmeminta MK untuk menya-

takan materi muatan dalamPasal 5 ayat (1), ayat (3) danayat (4) dan Pasal 52 UU SJSNtidak mempunyai kekuatanhukum yang mengikat. Karenabertentangan muatannya ber-tentangan dengan ketentuan:(i) Pasal 18 dan Pasal 18A UUD1945; dan; (ii) Pasal 1 ayat (3),Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3),Pasal 28I ayat (2) dan Pasal 33ayat (4) dan ayat (5) UUD 1945.

Terhadap pengajuan per-mohonan uji materiil tersebut,pemerintah telah memberikantanggapannya. Pada intinyapemerintah berpendapat bah-wa keberadaan Badan Penye-lenggara Jaminan Sosial (BPJS)berdasarkan UU SJSN tidakberarti daerah tidak diberikankesempatan untuk mengeloladan melaksanakan jaminan so-sial. Bahwa jumlah BPJS dinegara--negara yang menganutekonomi kapitalis sekalipundibatasi dengan undang-un-dang bahkan terdapat kecen-derungan menjadi badan tung-gal (single payer), misalnya dinegara Korea Selatan, Filipinadan Taiwan. Tidak ada satunegara di dunia yang mem-berikan kewenangan pengatur-an jaminan sosial kepada daerah

Page 89: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

61������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

atau pemerintah negara bagian.Sehingga Pemerintah tidak se-pendapat dengan anggapanbahwa Sistem Jaminan Sosialseyogyanya semata-mata men-jadi kewenangan dari Pemdabukan diatur secara terpusatoleh Pemerintah Pusat. UUSJSN disusun untuk memenuhiamanat Pasal 28H ayat (3) UUD1945.

UU SJSN memberikankesempatan yang lebih luaskepada daerah dalam mengem-bangkan jaminan bagi seluruhwarga negara di daerah. Olehkarenanya pemerintah me-mohon untuk menyatakan Pa-sal 5 ayat (1), ayat (3), ayat (4);dan Pasal 52 UU SJSN mem-punyai kekuatan hukum danberlaku karena tidak berten-tangan dengan UUD 1945

Tampak bahwa permo-honan yang diajukan tersebutmenitikberatkan bahwa ke-beradaan pasal yang mengaturmengenai BPJS dalam UU SJSNmenghambat pelaksanaan oto-nomi daerah karena meng-halangi kewenangan pemdauntuk mengembangkan sistemjaminan sosial. Dengan de-mikian, pengajuan ini padadasarnya menganggap UU

SJSN telah mengakibatkan kon-flik kewenangan antara peme-rintah pusat dan pemda.

Permohonan ini belummenempatkan jaminan sosialsebagai hak asasi manusia yangmenjadi kewajibannya seba-gaimana ditentukan dalamkonstitusi dan UU Pemda. Ja-minan sosial masih ditempat-kan sebagai kewajiban/kewe-nangan daerah semata untukmengembangkannya bukansebagai kewajiban dalam rang-ka untuk menghormati, me-lindungi dan melaksanakan hakasasi manusia. Selain itu, de-ngan diikutkannya Ketua Sa-tuan Pelaksana Jaminan Peme-liharaan Kesehatan Masyarakatsebagai pemohon II; dan KetuaPerhimpunan Badan Penye-lenggara Jaminan Pemeliha-raan Kesehatan Masyarakatsebagai pemohon III, tampakbahwa motif yang mendasaripermohonan judicial reviewtersebut untuk melindungikepentingan-kepentingan lem-baga tersebut.

Permohonan yang di-ajukan tersebut beranggapanbahwa sistem jaminan sosialmerupakan semata-mata kewe-nangan daerah. Sementara

Page 90: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

62 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

dalam tanggapannya, pemerin-tah berpendapat bahwa sistemjaminan sosial hanya menjadikewenangan pusat. Hal ini dapatdilihat dari argumennya yangmencontohkan praktek-prak-tek di negara-negara lain.

Sebenarnya, dalam kon-teks hak asasi manusia, ter-utama pemenuhan, perlin-dungan, penghormatan, danpelaksanaan hak atas jaminansosial tidak melihat pembedaanantara pemerintah pusat danpemda. Tetapi merupakan ke-wajiban (atau tepatnya tang-gung jawab) negara, baik itupemerintah pusat maupunpemda. Pelaksanaan hak asasimanusia tidak berkaitan de-ngan kewenangan, tetapi tang-gung jawab bersama dalamkehidupan bernegara. Dengankata lain, pemenuhan, peng-hormatan, perlindungan, danpelaksanaan hak atas jaminansosial tidak perlu mendiko-tomikan antara pusat dan dae-rah. Jaminan sosial pada prin-sipnya merupakan hak asasimanusia sehingga seharusnyapenyelenggaraannya menjadiwewenang lembaga-lembaganegara yang tidak berorientasimancari keuntungan semata.

FFFFF. Putusan MK:. Putusan MK:. Putusan MK:. Putusan MK:. Putusan MK:Menempatkan JaminanMenempatkan JaminanMenempatkan JaminanMenempatkan JaminanMenempatkan JaminanSosial Sebagai Hak AsasiSosial Sebagai Hak AsasiSosial Sebagai Hak AsasiSosial Sebagai Hak AsasiSosial Sebagai Hak AsasiManusia?Manusia?Manusia?Manusia?Manusia?

Ada dua hal utama yangmenjadi perhatian MK dalamputusannya28, yaitu (i) ApakahUU SJSN sudah sejalan denganUUD 1945; (ii) Pengertian “ne-gara” dalam melaksanakanamanat Pasal 34 ayat (2) UUD1945, untuk melihat masalahkewenangan pusat dan daerah.Menurut MK, kejelasan ataspersoalan ini sangat pentingmengingat hak atas jaminansosial oleh UUD 1945 dikatakansebagai bagian dari hak asasimanusia yang menimbulkankewajiban pada negara untukmenghormati (to respect), me-lindungi (to protect), dan men-jamin pemenuhan (to fulfil) haktersebut. Pada intinya putusanMK berpendapat bahwa UUSJSN berkait langsung dengansalah satu cita negara (staats-idee) “untuk memajukan kese-jahteraan umum”.29 Cita negaratersebut lebih lanjut ditegaskanantara lain dalam Pasal 34 UUD1945.30

Menurut MK UU SJSNsudah sesuai dengan UUD 1945

Page 91: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

63������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

karena konstitusi telah secarategas mewajibkan negara untukmengembangkan sistem ja-minan sosial tetapi UUD 1945tidak mewajibkan kepada nega-ra untuk menganut atau me-milih sistem tertentu dalampengembangannya. UUD 1945hanya menentukan kriteriakonstitusional –yang sekaligusmerupakan tujuan– dari sistemjaminan sosial yang harus di-kembangkan negara, yaitu ha-rus mencakup seluruh rakyatdengan maksud memberda-yakan masyarakat yang lemahdan tidak mampu sesuai de-ngan martabat kemanusiaan.Sehingga sistem apapun yangdipilih dalam pengembanganjaminan sosial tersebut harusdianggap konstitusional se-panjang ia mencakup seluruhrakyat dan dimaksudkan untukmeningkatkan keberdayaanmasyarakat yang lemah dantidak mampu sesuai denganmartabat kemanusiaan.

Mengenai pengertian“negara”, MK berpendapatbahwa, secara historis, citanegara yang tertuang dalamalinea keempat PembukaanUUD 1945, tidak terlepas dariarus utama (mainstream) pe-

mikiran yang berkembang pa-da saat UUD 1945 disusun,yakni negara kesejahteraan(welfare state atau welvaartstaat), yang mewajibkan ne-gara bertanggungjawab dalamurusan kesejahteraan rakyat-nya. Dengan demikian, ter-minologi “negara” dalam Pasal34 ayat (2) UUD 1945, sesung-guhnya lebih menunjuk kepadapelaksanaan fungsi pelayanansosial negara bagi rakyat atauwarga negaranya. Sehingga,fungsi tersebut merupakanbagian dari fungsi-fungsi peme-gang kekuasaan pemerintahannegara menurut UUD 1945.Agar fungsi dimaksud dapatberjalan, maka pemegang ke-kuasaan pemerintahan negaramembutuhkan wewenang.

Berdasarkan UUD 1945,kekuasaan pemerintahan ne-gara dilaksanakan oleh peme-rintah (pusat) dan pemda,sehingga pada pemda pun me-lekat pula fungsi pelayanansosial itu. Dengan demikian,pemda juga memiliki wewenangguna melaksanakan fungsi ter-sebut. Hal itu sebagai konse-kuensi logis dari dianutnyaajaran otonomi, sebagaimanadiatur terutama dalam Pasal 18

Page 92: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

64 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

ayat (2) ayat (5) UUD 1945,yang secara tegas telah dija-barkan pula dalam UU Nomor32 Tahun 2004 tentang Peme-rintahan Daerah.

MK tidak sependapat de-ngan pendirian pemerintahmaupun DPR yang menyatakanbahwa kewenangan untuk me-nyelenggarakan sistem jamin-an sosial secara eksklusif meru-pakan kewenangan pemerintah(pusat) karena bertentangandengan makna pengertian ne-gara yang di dalamnya men-cakup pula pemda. MK jugatidak sependapat dengan pe-mohon yang mendalilkan kewe-nangan itu secara eksklusifmerupakan kewenangan dae-rah. Sebab, jika jalan pikirandemikian diikuti, maka di satupihak, besar kemungkinan ter-jadi keadaan di mana hanyadaerah-daerah tertentu sajayang mampu menyelenggara-kan sistem jaminan sosial danitu pun tidak menjamin bahwajaminan sosial cukup meme-nuhi standar kebutuhan hidupyang layak antara daerah yangsatu dengan daerah yang lain.

MK berpendapat bahwapengembangan sistem jaminansosial bukan hanya menjadi

kewenangan pemerintah pusattetapi dapat juga menjadi kewe-nangan pemda, maka UU SJSNtidak boleh menutup peluangpemda untuk ikut juga me-ngembangkan sistem jaminansosial. Ketentuan Pasal 5 UUSJSN menutup peluang pemda,karena tidak memungkinkanbagi pemda untuk membentukbadan penyelenggara jaminansosial tingkat daerah. Padahalpemda justru diwajibkan untukmengembangkan sistem ja-minan sosial. Berdasarkan per-timbangannya tersebut MKmenyatakan bahwa Pasal 5 ayat(2), (3), dan (4) UU SJSN tidakmempunyai kekuatan hukummengikat karena bertentangandengan Undang-Undang DasarNegara Republik IndonesiaTahun 1945.

Pada dasarnya, baik per-mohonan maupun tanggapanpemerintah mengenai perkaratersebut lebih menempatkankewenangan untuk membentukBadan Penyelenggara JaminanSosial (BPJS), yaitu yang diaturdalam Pasal 5 UU SJSN. MKtelah mengeluarkan putusan-nya yang intinya mengatakanbahwa Pasal 5 menutup kewe-nangan pemda untuk mengem-

Page 93: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

65������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

bangkan sistem jaminan sosial.Putusan MK di atas telah

melihat bahwa jaminan sosialmerupakan bagian dari hakasasi manusia, di mana negaramempunyai tanggung jawabmenjalankan kewajibannya.Untuk menjalankan kewajibanitu MK telah menyadari bahwatidak selayaknya ada dikotomiantara pemerintah pusat dandaerah. Semua pemerintah,baik pusat maupun daerahmempunyai kewajiban (tang-gung jawab) dalam memenuhi,menghormati, melindungi danmelaksanakan hak atas jaminansosial. Dengan demikian, MKmenempatkan kembali posisihak atas jaminan sosial sebagaitanggung jawab negara yangmenimbulkan kewajiban ke-pada negara untuk memenuhi-nya. Walaupun MK telah me-nempatkan jaminan sosial seba-gai hak asasi manusia, tetapidalam putusan MK masih me-lihat permasalahan tersebutsebagai konflik kewenanganantara pemerintah pusat danpemda. Hal ini dapat dilihat daripertimbangan putusan MKyang menyatakan “...agar pe-laksanaan fungsi pelayanansosial negara dapat berjalan,

maka pemegang kekuasaanpemerintahan negara mem-butuhkan wewenang.”

Tetapi, sebenarnya yangperlu dipertanyakan ulang ada-lah apakah substansi Pasal 5 UUSJSN menghilangkan kewajibanpemda dalam menjalankan tang-gung jawabnya untuk meng-hormati, melindungi, dan me-laksanakan hak atas jaminansosial? Dilihat dari substan-sinya, pasal tersebut tidakmenutup tanggung jawab Pem-da untuk menjalankan kewa-jibannya di bidang hak atasjaminan sosial. Tetapi memba-tasi kewenangan Pemda mem-bentuk badan penyelenggarajaminan sosial di daerah.Pemenuhan hak atas jaminansosial tidak melulu harus di-lakukan melalui badan penye-lenggara. Tetapi bisa meman-faatkan sistem yang sudah adaselama ini, misalnya dinas so-sial dan sebagainya. Atau misal-nya menjadi fasilitator peme-rintah pusat untuk mewujud-kan cita-cita bersama men-sejahterakan warga negara.Permasalahan substansi Pasal 5UU SJSN sebenarnya adalah,mengapa ia menunjuk keempatlembaga tersebut (Jamsostek,

Page 94: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

66 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

Taspen, Asabri, dan Askes). Halinilah yang perlu ditinjau ulang.Bukan dalam konteks kewe-nangan pusat atau daerah untukmembentuk badan penyeleng-gara jaminan sosial.

Tidak berlakunya Pasal 5UU SJSN adalah peluang bagipemda untuk dapat memben-tuk badan penyelenggara ja-minan sosial sendiri, peluangpula bagi badan-badan usahalainnya. Dalam artian mengem-bangkan sistem jaminan sosialsendiri-sendiri. Sehingga nan-tinya penyelenggara jaminansosial bisa badan yang dibentukpemerintah pusat, pemerintahdaerah, dan swasta. Dengandemikian dapat saja terjadipersaingan usaha dalam pelak-sanaannya.

G. PenutupG. PenutupG. PenutupG. PenutupG. PenutupSelama ini jaminan sosial

masih ditempatkan sebagaisesuatu yang dapat diperda-gangkan. Dengan diajukannyapermohonan judicial review,hak atas jaminan sosial belumdiperlakukan sebagai manamestinya. Ia masih dianggapsebagai suatu kewenangan saja,yaitu: domain pemerintah pu-sat atau pemerintah daerah,

dan belum ditempatkan se-bagai tanggungjawab bersamabaik pusat maupun daerahuntuk menghormati, melin-dungi, dan melaksanakannya.Kekhawatiran lain adalah ter-jadi kontiunitas praktik-praktikmemperlakukan hak atas ja-minan sosial seperti commer-cial good yang layak untukdiperdagangkan.

Pada dasarnya yang di-permasalahkan dalam peng-ajuan permohonan judicial re-view tersebut adalah masalahkewenangan belaka, yaitu ke-wenangan untuk membentukbadan penyelenggara jaminansosial, yaitu ada di tangan pe-merintah pusat atau pemda.MK tidak sependapat denganpengakuan sepihak, baik peme-rintah pusat maupun daerah,mengenai pembentukan badanpenyelenggara jaminan sosialsebagai kewenangan eksklusifpusat atau daerah. Tetapi MKberpendapat bahwa Pasal 5 UUSJSN menutup peluang pemdauntuk mengembangkan sistemjaminan sosial.

Sebenarnya Pasal 5 UUSJSN tidak menutup pemdauntuk mengembangkan sistemjaminan sosial, tapi hanya me-

Page 95: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

67������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

nutup pembentukan badan pe-nyelenggara jaminan sosial didaerah. Pengembangan sistemjaminan sosial tidaklah mestimembentuk badan penyeleng-gara di daerah. Ia dapat dilaksa-nakan dengan metode-metodelain yang diperhitungkan de-ngan cermat agar hak setiaporang terhadap jaminan sosialdapat dipenuhi.

Setelah Pasal 5 UU SJSNdinyatakan tidak mempunyaikekuatan yang mengikat, halyang perlu diperhatikan adalahkemungkinan-kemungkinantentang pelanggaran terhadaphak atas jaminan sosial. Apakahpemerintah pusat dan daerahdapat menjamin bahwa pe-laksanaan tanggung jawabnyadi bidang hak atas jaminansosial tidak terjadi bentuk peng-abaian-pengabaian, atau ben-tuk-bentuk pelanggaran lain-nya, baik melalui kebijakanyang dibentuk maupun pelang-garan melalui pejabat pemerin-tah. Jangan sampai kegagalandemi kegagalan negara dalammenghormati, melindungi danmelaksankan hak atas jaminansosial kembali terulang.

E n dE n dE n dE n dE n d n o t e sn o t e sn o t e sn o t e sn o t e s

1 Pasal 5 UU SJSN padaintinya menentukan bahwahanya Perusahaan Perseroan(Persero) Jaminan Sosial TenagaKerja (JAMSOSTEK); Perusaha-an Perseroan (Persero) DanaTabungan dan Asuransi PegawaiNegeri (TASPEN); PerusahaanPerseroan (Persero) AsuransiSosial Angkatan Bersenjata Re-publik Indonesia (ASABRI); danPerusahaan Perseroan (Persero)Asuransi Kesehatan Indonesia(ASKES).

2 Yang diwakili oleh KetuaDPRD dan Ketua Komisi E DPRDJawa Timur yang memberikankuasa kepada Sri Kusmini, S.KM.(Pengurus Badan Penyelengga-ra Jaminan Pemeliharaan Kese-hatan Masyarakat Provinsi Ja-wa Timur) dan Anton Hardian-to, S.H., S.Psi. (Pengurus BadanPenyelenggara Jaminan Peme-liharaan Kesehatan MasyarakatProvinsi Jawa Timur) sebagaiPemohon I. Pemohon II dan IIIsecara berturut-turut adalahEdy Heriyanto, S.H. (Ketua Sa-tuan Pelaksana Jaminan Peme-liharaan Kesehatan MasyarakatRembang Sehat) dan Dra. Nur-hayati Aminullah, MHP., HIA.(Ketua Perhimpunan BadanPenyelenggara Jaminan Peme-liharaan Kesehatan Masyara-kat)

3 Sentanoe Kertonegoro,Jaminan Sosial: Prinsip dan Pe-laksanaannya di Indonesia, Pe-nerbit Mutiara, Jakarta, 1982.

4 Lihat Prijono Tjiptoheri-janto, Jaminan Sosial Tenaga

Page 96: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

68 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

Kerja di Indonesia, http://pk.ut.ac.id/jsi

5 Lihat Prijono Tjiptoheri-janto, Jaminan Sosial TenagaKerja Di Indonesia, http://pk.ut.ac.id/jsi/91prijono.htm

6 Lihat Prijono Tjiptoheri-janto, Jaminan Sosial TenagaKerja di Indonesia, http://pk.ut.ac.id/jsi/91prijono.htm

7 Dalam pelaksanaannya,jaminan sosial menggunakansistem perlindungan karenamempunyai berbagai program,jenis, metode, pembiayaan,jangka-waktu, kepesertaan yangberbeda-beda sehingga mem-butuhkan keterpaduan Untuklebih jelas mengenai macam-macam jaminan sosial ini, lihat:Prijono Tjiptoherijanto, JaminanSosial Tenaga Kerja di Indonesia,h t t p : / / p k . u t . a c . i d / j s i /91prijono.htm

8 Lihat, Kartono Mohamad,Sistem Jaminan Sosial Nasionaldan “Welfare State”, Kompas,Rabu, 16 Juni 2004

9 Ibid.10 Lihat, Ibid.11 Lihat, Prijono Tjiptoheri-

janto, Jaminan Sosial TenagaKerja di Indonesia, http://pk.ut.ac.id/jsi/91prijono.htm

12 Kovenan hak ekosob danKovenan hak sipil disahkan olehMajelis Umum PBB pada tahun1966 dan mulai diberlakukanpada tahun 1976. Keduakovenan ini tidak lain adalahpenjabaran dari Deklarasi Uni-versal Hak Asasi Manusia. Olehkarenanya ia dianggap sebagaithe international bill of human

rights.13 Lihat, Pedoman Maastricht

untuk Pelanggaran Hak-hakEkonomi, Sosial, dan Budaya.

14 Lihat, Ibid.15 Informasi terakhir dike-

tahui bahwa Indonesia beren-cana segera akan meratifikasiKovenan Hak Ekosob, hal inidapat diketahui dengan disetu-juinya rancangan undang-un-dangan ratifikasi Kovenan ter-sebut dalam sidang paripurnaDPR-RI pada penghujung Sep-tember 2005, namun belumdiundangkan

16 Lihat, Ifdhal Kasim,Op.Cit.

17 Edi Suharto, JaminanSosial (Bagian Dua): MencermatiAsuransi Kesejahteraan Sosial(Askesos) yang DikembangkanDepsos, http://www.policy.hu/suharto/makIndo12.html

18 Pengembangan sistemjaminan sosial di Indonesia ma-sih sangat lemah, sporadis danbelum terintegrasi dengan agen-da pembangunan nasional, khu-susnya bidang kesejahteraansosial. Lihat, Ibid.

19 Pada dasarnya UU SJSNini diharapkan pemerintah da-pat menjadi payung bagi sistemjaminan sosial di Indonesia.Selain itu, diarahkan untukmemperluas cakupan kepeser-taan dan meningkatkan jenisjaminan sosial. SJSN mencakup5 program, yang terbagi dalamprogram jangka pendek –yaitu:Jaminan Kesehatan dan Ja-minan Kecelakaan Kerja— danjangka panjang –yaitu: Jamin-

Page 97: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

69������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

an Hari Tua, Jaminan Pensiun,dan Jaminan Kematian– yangdiberikan kepada pekerja sektorformal dan informal. Karakterutama dari mekanisme SJSNadalah asuransi sosial.

20 Kartono Mohamad,SistemJaminan Sosial Nasional dan“Welfare State”, Kompas, Rabu,16 Juni 2004.

21 Lihat, Ibid.22 Lihat, Bambang Purwoko,

“SJSN Hak Masyarakat danKewajiban Negara”. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0905/26/0802.htm

23 Permohonan diajukan pa-da hari Senin tanggal 21 Feb-

ruari 2005 dengan PerkaraNomor 007/PUU-III/2005. Se-lain Pemerintah Provinsi JawaTimur, bertindak pula sebagaipemohon II Edy Heriyanto, S.H.–Ketua Satuan Pelaksana Ja-minan Pemeliharaan KesehatanMasyarakat Rembang Sehat,Rembang, bertindak untuk danatas nama Satuan PelaksanaJaminan Pemeliharaan Kese-hatan Masyarakat; dan Pemo-hon III Dra. Nurhayati Aminul-lah, MHP., HIA. –Ketua Perhim-punan Badan PenyelenggaraJaminan Pemeliharaan Kese-hatan Masyarakat) bertindakuntuk dan atas nama Perhim-punan Badan PenyelenggaraJaminan Pemeliharaan Kese-hatan Masyarakat (selanjutnyadisebut sebagai PERBAPELJPKM)

24 “Setiap orang berhak ataspengakuan, jaminan, perlin-dungan dan kepastian hukumyang adil serta perlakuan yangsama di depan hukum.”

25 “Setiap warga negara ber-hak memperoleh kesempatanyang sama dalam pemerin-tahan.”

26 “Setiap orang berhak be-bas dari perlakuan yang bersifatdiskriminatif atas dasar apapundan berhak mendapatkan per-lindungan terhadap perlakuanyang diskriminatif itu.”

27 “Perekonomian nasionaldiselenggarakan berdasar atasdemokrasi ekonomi dengan prin-sip kebersamaan, efisiensi ber-keadilan, berkelanjutan, ber-wawasan lingkungan, keman-

Page 98: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

70 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

I. PendahuluanI. PendahuluanI. PendahuluanI. PendahuluanI. PendahuluanSeiring dengan perkem-

bangan zaman dan semakinmeningkatnya pertumbuhanperekonomian negara RepublikIndonesia dewasa ini, menja-dikan hubungan hukum antar-manusia dalam kehidupan ma-syarakat luas semakin mening-kat pula. Dengan semakin me-ningkatnya hubungan hukumdalam masyarakat, maka hu-bungan hukum dan lalu lintashukum pun semakin meningkatpula, yang pada akhirnya dalam

perkembangan lalu lintas hu-kum tersebut dalam setiaphubungan hukum dalam ma-syarakat diperlukan suatu alatbukti yang kuat, terpenuh dansah untuk menentukan danmengatur secara jelas menge-nai hak-hak dan kewajiban-kewajiban para pihak dalamhubungan lalu lintas hukumtersebut.

Kesadaran hukum dalammasyarakat Indonesia sudahsemakin maju dan membaik

ANALISIS PUTUSAN MK RIPERKARA NOMOR 009/PUU-III/2005

DALAM PERSPEKTIF PRAKTISIMENGENAI WADAH TUNGGAL

PERKUMPULAN NOTARIS

OLEH SUTJIPTO, S.H., M.KN.Notaris dan PPAT di Jakarta

mantan Ketua Umum IPPAT 1997-2000

Page 99: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

71������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

dari hari ke hari, di mana dalamhubungan hukum tersebut ma-syarakat sudah menyadari be-tapa pentingnya suatu alatbukti yang dibuat secara tertulisdan mempunyai kekuatan pem-buktian yang kuat dan terpenuhyaitu berupa akta otentik.

Dengan dibuatnya alatbukti tertulis berupa akta oten-tik, maka akan jelas diaturmengenai hak-hak dan kewa-jiban-kewajiban seseorang da-lam melakukan hubungan hu-kum dan lalu lintas hukum,yang pada akhirnya dapat men-jamin kepastian hukum danketertiban hukum dan dengandemikian diharapkan dapatmemperkecil terjadinya seng-keta hukum antara para pihaksubyek hukum dalam hubung-an hukum serta lalu lintas hu-kum tersebut.

Akta otentik sebagai alatbukti tertulis yang mempunyaikekuatan pembuktian yang ku-at dan terpenuh hanya dapatdibuat di dalam bentuk yangditentukan oleh undang-un-dang, dibuat oleh atau di ha-dapan pejabat-pejabat umumyang berwenang untuk itu ditempat di mana akta dibuatnya.Kedudukan pejabat umum

yang berwenang membuat aktaotentik ini diatur dalam Pasal1868 Kitab Undang-undangHukum Perdata (KUH Perdata).Untuk pelaksanaan Pasal 1868KUH Perdata tersebut, makapembentuk undang-undangmembuat peraturan perun-dang-undangan yang menun-juk pejabat umum tersebut,dalam hal ini adalah Notaris.Pada awalnya profesi JabatanNotaris diatur dalam PeraturanJabatan Notaris Stb. 1860 No-mor 3. Pada saat ini JabatanNotaris diatur dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004tentang Jabatan Notaris (UUJN).

Peraturan perundang-undangan yang mengatur Ja-batan Notaris sebelum diun-dangkannya UU JN masih be-lum terjadi unifikasi hukum danmasih tersebar dalam berbagaiketentuan perundang-undang-an yaitu:1 . Reglement Op Het Notaris

Ambt in Indonesia (Stb.1860 Nomor 3) sebagai-mana telah diubah terakhirdalam Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor101 Tahun 1954;

2. Ordonantie 16 September

Page 100: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

72 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

1931 tentang HonorariumNotaris;

3. Undang-Undang Nomor 13Tahun 1954 tentang WakilNotaris dan Wakil NotarisSementara;

4. Undang-Undang Nomor 5Tahun 2004 tentang Per-ubahan Atas Undang-Un-dang Nomor 14 Tahun 1985tentang Mahkamah Agung;

5. Pasal 54 Undang-UndangNomor 8 Tahun 2004 ten-tang Perubahan Atas Un-dang-undang Nomor 2 Ta-hun 1986 tentang Peradil-an Umum;

6. Peraturan Pemerintah No-mor 11 Tahun 1949 tentangSumpah/Janji Jabatan No-taris.

Peraturan perundang-undangan sebagaimana ter-sebut di atas sebagian besarmerupakan produk hukum danbanyak mencontoh hukum daripeninggalan pemerintah Kolo-nial Hindia Belanda, dan padasaat ini sudah tidak lagi sesuaidengan perkembangan zamandan kebutuhan dalam hubung-an hukum serta lalu lintas hu-kum dalam masyarakat yangsudah semakin pesat perkem-bangannya. Pembaharuan dan

unifikasi hukum dalam bidangkenotariatan, khususnya bagiprofesi Jabatan Notaris yangsesuai dengan perkembanganjaman dan kebutuhan dalamhubungan hukum serta lalulintas hukum dalam masya-rakat sudah sangat mendesakdiperlukan, sehingga dapatterciptanya kepastian hukum,ketertiban hukum dan perlin-dungan hukum, tidak saja bagipengemban profesi JabatanNotaris, akan tetapi juga bagiseluruh lapisan masyarakat In-donesia yang sudah semakintinggi kesadaran hukumnya,khususnya bagi mereka yangmemerlukan bukti tertulisotentik (akta otentik) sebagaialat pembuktian yang kuat danterpenuh.

Untuk mengantisipasiperkembangan tersebut, peme-rintah bersama-sama denganDewan Perwakilan Rakyat Re-publik Indonesia telah mem-buat terobosan besar dalambidang hukum kenotariatan,yang mengatur profesi JabatanNotaris dengan membuat danmengundangkan Undang-Un-dang Nomor 30 Tahun 2004tentang Jabatan Notaris, yangtelah diundangkan pada tanggal

Page 101: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

73������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

6 Oktober 2004 dan juga mulaiberlaku pada tanggal 6 Oktober2004. Dengan berlakunya UUJN tersebut, maka seluruhperaturan perundang-undang-an yang selama ini berlaku bagiprofesi Jabatan Notaris seba-gaimana telah disebutkan diatas dinyatakan dicabut dandinyatakan tidak lagi berlaku,kecuali Staatblad yang meng-atur tentang legalisasi yangtidak hanya mengatur profesiJabatan Notaris masih tetapberlaku.

Pekerjaan profesi Jabat-an Notaris merupakan jabatanyang mempunyai karakteristiktersendiri dalam melaksanakansebagian tugas negara/peme-rintahan dalam bidang hukumprivat yang harus dilaksanakandengan prinsip kehati-hatiandan kepercayaan yang diberi-kan oleh masyarakat kepadapengemban profesi JabatanNotaris. Oleh karena pengem-ban profesi Jabatan Notarismelaksanakan sebagian tugasnegara/pemerintahan dalambidang hukum privat, makasudah sewajarnya negara/pe-merintah mempunyai kewajib-an untuk melakukan pembina-an dan pengawasan secara ru-

tin dan ketat terhadap peker-jaan profesi Jabatan Notaris diIndonesia agar masyarakatyang menggunakan jasa profesiJabatan Notaris dapat jaminandan terlindungi.

Sama dengan jabatanprofesional lainnya seperti ha-kim, jaksa, dokter, akuntan atauinsinyur yang membentuk danterhimpun dalam satu orga-nisasi, maka profesi JabatanNotaris pun sudah seharusnyamembentuk dan terhimpundalam satu wadah organisasiprofesional yang komprehensifyang dapat mengikuti perkem-bangan jaman dan perkem-bangan hubungan hukum danlalu lintas hukum. Sudah men-jadi keharusan para notaris diIndonesia untuk membentukdan terhimpun dalam satu wa-dah organisasi profesi bagiJabatan Notaris agar memu-dahkan pembinaan dan peng-awasan oleh pemerintah sertajuga akan memudahkan paraanggotanya untuk saling ber-interaksi satu sama lainnya.

Untuk menghimpun pro-fesi Jabatan Notaris di Indone-sia, maka pada tahun 1908dibentuk satu wadah organisasibagi profesi Jabatan Notaris

Page 102: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

74 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

dengan nama Ikatan NotarisIndonesia (atau lebih dikenaldengan INI). Organisasi profesiIkatan Notaris Indonesia (INI)tersebut merupakan salah satuorganisasi profesi tertua di In-donesia dan satu-satunya wa-dah organisasi bagi profesiJabatan Notaris yang resmidiakui oleh Pemerintah Indo-nesia (Departemen Hukum danHak Asasi Manusia RepublikIndonesia) dan sudah ber-bentuk badan hukum. BahwaINI adalah salah satu anggotadari Union Internationale DuNotariat Latin (UINL) yaituorganisasi internasional tempatbergabungnya organisasi no-taris pada suatu negara yangmenganut sistem civil law.Bahkan negara-negara yangmenganut sistem common law,organisasi notarisnya ikut jugabergabung dengan UINL se-perti contohnya Jepang danCina.

Menurut informasi darisekretariat UINL bahwa ne-gara-negara yang menganutsistem civil law yang organisasinotarisnya menjadi anggotaUINL adalah merupakan orga-nisasi notaris tunggal atau satu-satunya pada negara tersebut.

Bahkan INI sudah menjadipeninjau sejak Kongres UINLtahun 1989 di Amsterdam dantahun 1995 di Berlin sertasebagai anggota mulai Kongrestahun 1998.

Sebagaimana diketahuidalam era reformasi bermun-culan organisasi notaris lain-nya di luar Ikatan Notaris In-donesia (INI), seperti Him-punan Notaris Indonesia (HNI),Asosiasi Notaris Indonesia(ANI), dan Persatuan NotarisReformasi Indonesia (PERNORI).

Dalam alam demokrasiini sah-sah saja beberapa oranganggota profesi tertentu mem-bentuk dan terhimpun dalamsuatu wadah organisasi selainwadah organisasi yang sudahada dan resmi diakui oleh pe-merintah Indonesia. Akan te-tapi pembentukan wadah orga-nisasi profesi selain wadahorganisasi profesi yang sudahada, janganlah didasari olehketidakpuasan dari seseorangatau beberapa orang anggotaorganisasi tersebut terhadapseseorang atau beberapa oranganggota lainnya. Bila tidak ke-liru dari 3 (tiga) organisasitersebut semula hanya 1 (satu)

Page 103: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

75������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

yaitu HNI yang kemudian pe-cah menjadi 3 (tiga) yaitu ANIdan PERNORI. Seharusnya kitamenyadari membuat organi-sasi adalah gampang, samadengan gampangnya mendi-rikan Perseroan Terbatas, akantetapi untuk membangun danmembina serta membesarkantidaklah mudah. Oleh karenaitu, sudah sepantasnya berga-bung dalam satu wadah tung-gal yang dikelola secara demo-kratis. Sikap profesional harusdijunjung tinggi oleh parapengemban profesi JabatanNotaris dalam hal ini, olehkarena profesi Jabatan Notarismerupakan jabatan yang muliadan bermartabat.

Dengan telah diundang-kannya UU JN oleh pemerintahyang mengatur tentang adanyawadah tunggal, tentu saja men-jadi mimpi buruk bagi orga-nisasi notaris yang tidak diakuipemerintah. Bahwa selain ke-beratan adanya wadah tunggalmereka juga mempersoalkanpembentukan UU JN tidak me-menuhi ketentuan Pembentuk-an Peraturan Perundang-un-dangan sebagaimana diaturdalam UU Nomor 10 Tahun2004 dan materi muatan UU

JN, seperti ketentuan menge-nai Organisasi Notaris yangbertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945.

Bagi masyarakat yangmerasa hak atau kewenangankonstitusionalnya dirugikandengan berlaku dan diundang-kannya suatu peraturan per-undang-undangan, dapat meng-ajukan pengujian undang-un-dang tersebut terhadap Un-dang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945kepada Mahkamah Konstitusi.Mahkamah Konstitusi dibentukdengan Undang-Undang No-mor 24 Tahun 2003 tentangMahkamah Konstiusi (UU MK).Keberadaan Mahkamah Konsti-tusi adalah sebagai lembaganegara yang berfungsi me-nangani perkara tertentu dibidang ketatanegaraan, dalamrangka menjaga konstitusi ne-gara agar dilaksanakan secarabertanggung jawab sesuai de-ngan kehendak rakyat dan cita-cita demokrasi.

Mahkamah Konstitusimerupakan salah satu pelak-sana kekuasaan kehakiman dinegara Republik Indonesiayang terikat pada prinsip umum

Page 104: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

76 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

penyelenggaraan kekuasaankehakiman yang merdeka, be-bas dari pengaruh lembagalainnya dalam menegakkanhukum dan keadilan. Mahka-mah Konstitusi berdasarkanPasal 24C ayat (1) dan ayat (2)Undang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun1945 berwenang untuk:a. menguji undang-undang

terhadap Undang-UndangDasar Negara Republik In-donesia Tahun 1945;

b. memutus sengketa kewe-nangan lembaga negarayang kewenangannya dibe-rikan oleh Undang-UndangDasar Negara Republik In-donesia Tahun 1945;

c. memutuskan pembubaranpartai politik;

d. memutuskan perselisihanhasil pemilihan umum;

e. memberikan putusan ataspendapat Dewan Perwakil-an Rakyat bahwa Presidendan/atau Wakil Presidendiduga telah melakukanpelanggaran hukum berupapengkhianatan terhadapnegara, korupsi, penyuap-an, tindak pidana beratlainnya, atau perbuatantercela, daan/atau tidak

lagi memenuhi syarat seba-gai Presiden dan/atau Wa-kil Presiden sebagaimanadimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Re-publik Indonesia Tahun1945.

Dengan telah dibentuk-nya Mahkamah Konstitusi, ma-ka masyarakat dapat meng-ajukan pengujian suatu un-dang-undang terhadap Un-dang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun1945 kepada Mahkamah Kon-stitusi apabila mereka merasabahwa hak atau kewenangankonstitusionalnya dirugikandengan berlaku dan diundang-kannya suatu peraturan per-undang-undangan.

Dalam mengajukan peng-ujian suatu undang-undangterhadap Undang-Undang Da-sar Negara Republik IndonesiaTahun 1945 kepada MahkamahKonstitusi, ada persyaratanyang harus dipenuhi yaitu seba-gaimana diatur dalam Pasal 51UUMK, yang berbunyi sebagaiberikut:(1) Pemohon adalah pihak

yang menganggap hak dan/atau kewenangan konsti-tusionalnya dirugikan oleh

Page 105: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

77������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

berlakunya undang-un-dang, yaitu:a. perorangan warga ne-

gara Indonesia;b. kesatuan masyarakat

hukum adat sepanjangmasih hidup dan sesuaidengan perkembanganmasyarakat dan prin-sip Negara RepublikIndonesia yang diaturdalam undang-undang;

c. badan hukum publikatau privat; atau

d. lembaga Negara.(2) Pemohon wajib mengurai-

kan dengan jelas dalampermohonannya tentanghak dan/atau kewenangankonstitusionalnya sebagai-mana dimaksud dalam ayat(1);

(3) Dalam permohonan seba-gaimana dimaksud padaayat (2), pemohon wajibmenguraikan dengan jelasbahwa:a. pembentukan undang-

undang tidak meme-nuhi ketentuan berda-sarkan Undang-Un-dang Dasar Negara Re-publik Indonesia Ta-hun 1945; dan/atau

b. materi muatan dalam

ayat, pasal, dan/ataubagian undang-undangdianggap bertentang-an dengan Undang-Undang Dasar NegaraRepublik IndonesiaTahun 1945.

Sehubungan dengan te-lah diundangkannya UU JN,ada sebagian golongan masya-rakat, baik atas nama pribadimaupun mengatas-namakansuatu organisasi profesi Jabat-an Notaris yang merasa hakatau kewenangan konstitusio-nalnya dirugikan dengan ber-laku dan diundangkannya UUJN mengajukan hak pengujianUU JN terhadap Undang-Un-dang Dasar Negara Republik In-donesia Tahun 1945 kepadaMahkamah Konstitusi. Peng-ujian UU JN terhadap Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945 olehMahkamah Konstitusi tersebutdapat dilihat dan dibaca dalamPutusan Mahkamah KonstitusiRepublik Indonesia Nomor009-014/PUU-III/2005, ter-tanggal 13 September 2005.

I I .I I .I I .I I .I I .Analisis Putusan MKRI,Analisis Putusan MKRI,Analisis Putusan MKRI,Analisis Putusan MKRI,Analisis Putusan MKRI,Perkara Nomor 009/PUU-Perkara Nomor 009/PUU-Perkara Nomor 009/PUU-Perkara Nomor 009/PUU-Perkara Nomor 009/PUU-III/2005, tIII/2005, tIII/2005, tIII/2005, tIII/2005, tererererer tttttanggal 1anggal 1anggal 1anggal 1anggal 133333

Page 106: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

78 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

September 2005September 2005September 2005September 2005September 2005Putusan Mahkamah

Konstitusi Republik IndonesiaNomor 009/PUU-III/2005,tertanggal 13 September 2005merupakan putusan Mahka-mah Konstitusi atas PengujianUUJN terhadap Undang-Un-dang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945, yangdimohonkan atas nama pribadidan/atau atas nama PersatuanNotaris Reformasi Indonesia(PERNORI) dan Himpunan No-taris Indonesia (HNI) (untukselanjutnya disebut pemohon).Adapun yang dimohonkan un-tuk dilakukan pengujian olehpara pemohon antara lain ada-lah para pemohon mendalilkanatau menyatakan bahwa pem-bentukan UU JN tidak meme-nuhi ketentuan sebagaimanadiatur dalam Pasal 5 dan Pasal6 Undang-Undang Nomor 10Tahun 2004 yang didasarkanpada Pasal 22A Undang-Un-dang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945 dan olehkarenanya UU JN tidak mem-punyai kekuatan hukum tetap,dan materi muatan Pasal 1angka 5 dan Pasal 82 ayat (1)UU JN bertentangan denganPasal 28E ayat (3) dan Pasal

28G ayat (1) Undang-UndangDasar Negara Republik Indone-sia Tahun 1945.

Pasal 22A Undang-Un-dang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945, ber-bunyi sebagai berikut: “Keten-tuan lebih lanjut tentang tatacara pembentukan undang-undang diatur dengan un-dang-undang.” Sebagai pelak-sanaan ketentuan Pasal 22AUndang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun1945, maka diberlakukanlahUndang-Undang Nomor 10 Ta-hun 2004 tentang Pemben-tukan Peraturan Perundang-undangan, yang mulai berlakupada tanggal diundangkan yaitutanggal 22 Juni 2004, akantetapi mulai dilaksanakan padatanggal 1 Nopember 2004 (UUNo. 10).

Sebagai salah satu ang-gota Tim Penyusun UU JN yangtelah diberlakukan tersebut,penulis yang beranggapan danmerasa yakin bahwa materimuatan ketentuan-ketentuanyang dimuat dalam UU JN,walaupun disusun dan diber-lakukan sebelum mulai dilak-sanakannya UU No. 10, telahsesuai dengan materi muatan

Page 107: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

79������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

peraturan perundang-undang-an sebagaimana diatur dalamPasal 6 UU No. 10 yang me-ngandung asas pengayoman,kemanusiaan, kebangsaan, ke-keluargaan, kenusantaraan,Bhinneka Tunggal Ika, keadil-an, kesamaan kedudukan da-lam hukum dan pemerintahan,ketertiban dan kepastian hu-kum, dan keseimbangan dankeselarasan.

Selain itu pembentukanUU JN tersebut juga telah se-suai dengan asas-asas sebagai-mana diatur dalam Pasal 5 UUNo. 10, yaitu: asas kejelasantujuan, kelembagaan atau or-gan pembentuk yang tepat,kesesuaian antara jenis danmateri muatan, dapat dilaksa-nakan, kedayagunaan dan ke-hasilgunaan, kejelasan rumus-an, dan keterbukaan.

Atas permohonan peng-ujian Pasal 1 angka 5 UU JN,Mahkamah Konstitusi berpen-dapat bahwa ketentuan yangtermuat dalam Pasal 1 angka 5UU JN tersebut tidak berten-tangan dengan Undang-Un-dang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945, sehing-ga permohonan pemohon me-ngenai hal tersebut tidak ber-

alasan.Sedangkan atas permo-

honan pengujian Pasal 82 ayat(1) UU JN, Mahkamah Konsti-tusi berpendapat bahwa dalamUU JN tidak disebut organisasinotaris sebagai wadah tunggaldimaksud adalah Ikatan Nota-ris Indonesia (INI). Jika dalamkenyataannya Pemerintah me-netapkan Ikatan Notaris Indo-nesia (INI) sebagai wadah tung-gal organisasi notaris sebagai-mana dimaksud dalam Pasal 82ayat (1) UU JN, ketentuan ter-sebut tidak berada pada tatarannormatif undang-undang, me-lainkan pada tataran pelaksa-naan undang-undang sehinggatidak menyangkut persoalankonstitusional. MahkamahKonstitusi juga berpendapatbahwa jika para pemohon tidakmerasa puas terhadap kepu-tusan atau pengaturan lebihlanjut sebagai pelaksanaanundang-undang tersebut, makapara pemohon dapat melaku-kan upaya hukum, namun ti-dak kepada Mahkamah Konsti-tusi. Oleh karena, sesuai denganPasal 10 UU MK, MahkamahKonstitusi tidak berwenanguntuk memeriksa, mengadilidan memutus perkara demi-

Page 108: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

80 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

kian, sehingga dalil yang dike-mukakan oleh para pemohontersebut tidak cukup beralasan.

Pasal 1 angka 5 UUJN,berbunyi sebagai berikut: “Or-ganisasi Notaris adalah orga-nisasi profesi Jabatan Notarisyang berbentuk perkumpulanyang berbadan hukum.” Parapemohon menganggap bahwaPasal 1 angka 5 UUJN tersebutsengaja dibuat oleh pembuatundang-undang untuk kepen-tingan Ikatan Notaris Indone-sia (INI) yang hingga saat inisatu-satunya organisasi profesiJabatan Notaris yang telahmempunyai status sebagai ba-dan hukum. Organisasi profesiJabatan Notaris lain, termasukPERNORI dan HNI yang di-pimpin oleh para pemohonhingga saat ini belum berstatusbadan hukum, karena permo-honan untuk mendapatkan sta-tus badan hukum ditolak olehDepartemen Hukum dan HakAsasi Manusia Republik Indo-nesia, karena Departemen Hu-kum dan Hak Asasi ManusiaRepublik Indonesia telah mene-tapkan INI sebagai satu-satu-nya wadah organisasi profesiJabatan Notaris sebagaimanadimaksud dalam Pasal 82 ayat

(1) UU JN. Atas dasar itu paraPemohon menganggap bahwaPasal 1 angka 5 juncto Pasal 82ayat (1) UU JN bertentangandengan Pasal 28E ayat (3) danPasal 28G ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945.

Apabila diperhatikan ru-musan Pasal 1 angka 5 UU JN,maka dapat disimpulkan bahwakriteria organisasi profesi Ja-batan Notaris harus berbentukperkumpulan yang berbadanhukum. Adalah sangat logisapabila organisasi profesi Ja-batan Notaris harus berbentukbadan hukum, oleh karena ke-berlakuan suatu peraturanperundang-undangan sepertiUU JN mengikat seluruh warganegara. Organisasi profesi Ja-batan Notaris telah lama diaturdalam Stbl. 1870 Nomor 64.Sebagai badan hukum IkatanNotaris Indonesia (INI) berdirisejak tanggal 1 Juli 1908 dankemudian diakui sebagai badanhukum (rechtspersoon) ber-dasarkan Gouvernement Bes-luit Nomor 9 tanggal 5 Septem-ber 1908. Kemudian statusbadan hukum Ikatan NotarisIndonesia (INI) tersebut diper-kuat berdasarkan Keputusan

Page 109: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

81������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

Menteri Kehakiman RepublikIndonesia pada tanggal 23Januari 1995 Nomor: C2-10221.HT.01.06.Th.1995. Per-setujuan pengesahan pekum-pulan Ikatan Notaris Indonesia(INI) sebagai badan hukumdiberikan berdasarkan kewe-nangan atributif Menteri Ke-hakiman dan Hak Asasi Ma-nusia Republik Indonesia ber-dasarkan Pasal 1, 4, 5 dan 5aStbl. 1870 Nomor 64 tentangPerkumpulan-perkumpulanBerbadan Hukum, yang hinggasaat ini masih berlaku.

Diberikannya pengesah-an perkumpulan Ikatan NotarisIndonesia (INI) sebagai badanhukum oleh Menteri Keha-kiman dan Hak Asasi ManusiaRepublik Indonesia oleh kare-na perkumpulan Ikatan NotarisIndonesia (INI) telah meme-nuhi persyaratan dan kriteriasebagai organisasi profesi Ja-batan Notaris yang berbentukbadan hukum, seperti IkatanNotaris Indonesia (INI) mem-punyai anggota lebih dari 90%dari seluruh notaris yang ter-sebar di seluruh wilayah Indo-nesia, mempunyai strukturkepengurusan mulai ditingkatpusat, provinsi, kabupaten/

kota di seluruh Indonesia atausebagian besar wilayah Indo-nesia, secara berkala meng-adakan pelatihan untuk me-ningkatkan kualitas para ang-gotanya.

Keberadan Ikatan Nota-ris Indonesia (INI) sebagai satuwadah organisasi profesi Ja-batan Notaris yang berbadahhukum lebih dipertegas lagioleh Pemerintah (DepartemenHukum dan Hak Asasi ManusiaRepublik Indonesia) dengandikeluarkannya PeraturanMenteri Hukum dan Hak AsasiManusia Republik Indonesiatertanggal 7 Desember 2004,Nomor: M.02.PR.08.10 Tahun2004 tentang Tata Cara Peng-angkatan Anggota, Pemberhen-tian Anggota, Susunan Orga-nisasi, Tata Kerja, dan Tata CaraPemeriksaan Majelis PengawasNotaris (untuk selanjutnyadisebut Peraturan Menteri).Pasal 3 Peraturan Menteri me-nyatakan bahwa anggota Ma-jelis Pengawas Daerah dariunsur anggota notaris diusul-kan oleh Pengurus Daerah Ikat-an Notaris Indonesia. Kemu-dian Pasal 4 Peraturan Menterimenyatakan bahwa anggotaMajelis Pengawas Wilayah dari

Page 110: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

82 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

unsur anggota notaris diusul-kan oleh pengurus WilayahIkatan Notaris Indonesia. Se-lanjutnya Pasal 5 PeraturanMenteri menyatakan bahwaanggota Majelis Pengawas Pusatdari unsur anggota Notarisdiusulkan oleh pengurus PusatIkatan Notaris Indonesia.

Pasal 82 ayat (1) UU JN,menyatakan bahwa: “Notaristerhimpun dalam satu wadahOrganisasi Notaris”. Apabilakita baca dan teliti satu per satuketentuan dalam UU JN, khu-susnya Pasal 82 ayat (1) UUJN,dapat kita simpulkan bahwatidak ada satu pun ketentuandalam UU JN yang menyebut-kan satu nama organisasi pro-fesi Jabatan Notaris tertentu.Adanya ketentuan Pasal 82ayat (1) UU JN tersebut yangmengatur adanya satu wadahorganisasi profesi Jabatan No-taris pada dasarnya adalahuntuk memberikan kepastiandan ketertiban hukum, tidaksaja bagi anggota organisasiprofesi Jabatan Notaris ter-sebut akan tetapi juga bagimasyarakat luas yang meng-gunakan jasa profesi JabatanNotaris. Selain itu dengan ada-nya satu wadah organisasi pro-

fesi Jabatan Notaris akan me-mudahkan dalam pembinaandan pengawasan yang dilaku-kan oleh pemerintah/negaraoleh karena profesi JabatanNotaris mengemban sebagiantugas negara/pemerintahan dibidang hukum privat sehinggadiharapkan pengemban profesiJabatan Notaris dapat men-jalankan tugas dan kewenanganyang diberikan kepada merekadengan penuh rasa tanggungjawab, penuh kehati-hatian dandapat dipercaya, oleh karenaprofesi Jabatan Notaris ter-sebut merupakan profesi yangmulia dan bermartabat.

Pasal 2 UU JN berbunyi:“Notaris diangkat dan diber-hentikan oleh Menteri”. Men-teri yang dimaksud dalam halini adalah menteri yang bidangtugas dan tanggung jawabnyameliputi bidang kenotariatan,yang pada saat ini adalah Men-teri Hukum dan Hak AsasiManusia Republik Indonesia.Konsekuensi logis dari diangkatdan diberhentikannya notarisoleh Menteri Hukum dan HakAsasi Manusis Republik Indo-nesia adalah adanya kewajibandan kewenangan dari menteritersebut untuk melakukan

Page 111: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

83������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

pembinaan dan pengawasanterhadap para notaris. Agarmemudahkan pemerintah/menteri melakukan pembinaandan pengawasan kepada paranotaris, maka sudah seharus-nya para notaris terhimpundalam satu wadah organisasisebagaimana ketentuan dalamPasal 82 ayat (1) UU JN. Adanyasatu wadah organisasi Notarisadalah semata-mata ditujukanuntuk memudahkan dalam me-lakukan pembinaan dan peng-awasan terhadap notaris yangjumlahnya ribuan orang dantersebar di seluruh wilayahRepublik Indonesia. Alangkahberatnya tugas dan beban pe-merintah/menteri untuk mela-kukan pembinaan dan peng-awasan terhadap profesi Ja-batan Notaris apabila paranotaris membentuk dan ter-himpun dalam lebih dari satuwadah organisasi profesi Jabat-an Notaris.

Adanya pembinaan danpengawasan oleh pemerintah/menteri adalah dimaksudkanuntuk memberikan perlindung-an dan kepastian hukum kepa-da seluruh warga negara Repu-blik Indonesia, terutama bagimereka yang menggunakan

jasa profesi Jabatan Notarisdalam melakukan suatu hu-bungan hukum atau lalu lintashukum tertentu dari penyalah-gunaan wewenang yang diberi-kan kepada profesi JabatanNotaris sebagi pejabat umumserta dari penyalahgunaanjabatan yang dapat mengaki-batkan kerugian bagi para peng-guna jasa profesi notaris.

Pasal 28E ayat (3) Un-dang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun1945, berbunyi sebagai beri-kut: “Setiap orang berhak ataskebebasan berserikat, ber-kumpul, dan mengeluarkanpendapat”. Oleh karena itu, UUJN tidak melarang para notarisuntuk berserikat, berkumpul,dan mengeluarkan pendapatguna membentuk dan terhim-pun dalam satu organisasi pro-fesi Jabatan Notaris dan paranotaris tersebut diberi kesem-patan untuk menentukan namaserta jenis organisasi profesisebagai perkumpulan yang ber-badan hukum sebagai satu wa-dah organisasi profesi JabatanNotaris di Indonesia, sebagai-mana diatur dalam Pasal 1 ang-ka 5 juncto Pasal 82 ayat (1) UUJN.

Page 112: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

84 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

Bahwa keputusan Mah-kamah Konstitusi adalah sudahsangat benar dan tepat. Olehkarena dalam melaksanakanPasal 28E Undang-Undang Da-sar Negara Republik Indonesiatahun 1945 tersebut haruslahdilihat juga ketentuan Pasal 28JUndang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia tahun 1945yang berbunyi:(1) Setiap orang wajib meng-

hormati hak asasi manusiaorang lain dalam tertibkehidupan bermasyara-kat, berbangsa, dan berne-gara.

(2) Dalam menjalankan hakdan kebebasannya, setiaporang wajib tunduk kepa-da pembatasan yang dite-tapkan dengan Undang-Undang dengan maksudsemata-mata untuk men-jamin pengakuan sertapenghormatan atas hakdan kebebasan orang laindan untuk memenuhi tunt-utan yang adil sesuai de-ngan pertimbangan moral,nilai-nilai agama, keaman-an, dan ketertiban umumdalam suatu masyarakatdemokratis.

Sebagai implementasi

Pasal 82 ayat (1) UU JN yangmenjadi kewenangan peme-rintah yaitu Menteri Hukumdan Hak Asasi Manusia Repub-lik Indonesia sangatlah tepatapabila memilih INI sebagaiwadah tunggal bergabungnyaprofesi Jabatan Notaris dalamorganisasi profesi Jabatan No-taris yang berbentuk badanhukum.

Bahwa rekan-rekan yangtidak bergabung di dalam INItidak pernah mendapat kesu-litan dalam menjalankan pro-fesi jabatannya sebagai notaris,akan tetapi mengingat bahwanotaris mendapat kewenanganpublik dari pemerintah/negarasudah seharusnya apabila no-taris tunduk kepada semuaperaturan perundang-undang-an yang berlaku di negara Re-publik Indonesia. Secara umumbisa diketahui bahwa organisasinotaris adalah organisasi yangcukup demokratis dalam me-ngelola organisasi. Suatu ke-munduran besar apabila Nota-ris tidak bergabung dalam sua-tu wadah tunggal, kita lihatUndang-Undang No. 18 tahun2003tentang Advokat yangjuga mengatur tentang wadahtunggal bagi para Advokat.

Page 113: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

85������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

Dengan adanya satu wa-dah organisasi profesi JabatanNotaris, maka akan mencipta-kan adanya satu etika profesidan kode etik yang menjadistandar profesi yang berlakubagi seluruh profesi JabatanNotaris di seluruh wilayahNegara Republik Indonesia.Dengan adanya satu etika pro-fesi dan kode etik profesi ter-sebut diharapkan para notarismempunyai satu standar pro-fesi yang sama atau satu sikaptindak dan satu pedoman ataupatokan dalam menjalankanjabatan dan profesinya sehari-hari sehingga masyarakat yangmenggunakan jasa profesi Ja-batan Notaris tersebut men-dapatkan pelayanan yang samadimana pun mereka memer-lukan jasa profesi Jabatan No-taris. Standarisasi sikap tindakdan pedoman yang tercermindalam etika profesi dan kodeetik profesi bagi profesi JabatanNotaris dalam menjalankanprofesi jabatan pada prinsipnyadiperlukan agar para profesiJabatan Notaris dalam menja-lankan Jabatannya dapat mem-peroleh landasan kepercayaandan legalitas yang kuat darimasyarakat pengguna jasa pro-

fesi Jabatan Notaris.Dalam menjalankan ja-

batannya notaris harus berpe-gang pada sikap profesionalis-me. Sikap profesionalisme bagiJabatan Notaris hanya dapatditerapkan apabila ada standarprofesi yang berlaku umumbagi semua profesi JabatanNotaris dan penerapan standarprofesi yang berlaku umumtersebut dapat menjadikanlandasan untuk melakukanstandarisasi kualitas profesiJabatan Notaris untuk mening-katkan integritas dan keper-cayaan, hal ini adalah sangatpenting oleh karena semakinmeningkatnya kesadaran danpemahaman masyarakat ten-tang hak-hak dan kewajiban-kewajiban mereka yang perludiikuti oleh keterampilan dankualitas kemampuan para no-taris agar tidak ketinggalandengan perkembangan jamanyang begitu pesat. Sikap profes-sional bagi Notaris tidak hanyadalam menjalankan jabatanakan tetapi juga dalam men-jalankan kehidupan sehari-haridan profesionalisme dapat di-laksanakan apabila ada kesa-daran dari notaris itu sendiridan ada satu pedoman atau

Page 114: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

86 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

patokan yang menjadi landasandalam bersikap dan bertindak,dalam hal ini adalah adanyasatu etika profesi dan kode etikprofesi.

Bahwa penerapan satuwadah organisasi bagi suatuprofesi, termasuk profesi Ja-batan Notaris bukanlah halyang baru, oleh karena dalambeberapa organisasi kemasya-rakatan dan organisasi profesilainnya di Indonesia telah me-nerapkan satu wadah orga-nisasi profesi, seperti IkatanDokter Indonesia (ID), IkatanAkuntan Indonesia (IAI), Per-satuan Insinyur Indonesia(PII), Ikatan Hakim Indonesia(IKAHI), dan Persatuan Jaksa(PERSAJA).

Penerapan satu wadahorganisasi bagi profesi JabatanNotaris sebagaimana diama-natkan dalam Pasal 82 ayat (1)UU JN, merupakan suatu prin-sip yang sudah bersifat univer-sal. Keharusan satu wadah orga-nisasi profesi Jabatan Notaristidak hanya terdapat di NegaraIndonesia, akan tetapi dapatkita lihat juga di negara lainterutama negara-negara EropaKontinental yang menganutsistem hukum civil law yang

terkenal sebagai notaris latin(civil law notary), di mana dinegara-negara tersebut hanyamengenal satu wadah orga-nisasi profesi Jabatan Notaris.

Hal itu diperkuat denganpendapat dari Organisasi Nota-ris Latin Internasional yaituorganisasi internasional tempatbergabungnya organisasi-orga-nisasi notaris sedunia, yangmenyatakan bahwa pada ne-gara-negara yang menganutsistem hukum Civil Law atauEropa Kontinental dinyatakanbahwa pada setiap negara kesa-tuan dalam sistem Notaris Latinhanya ada satu wadah orga-nisasi profesi Jabatan Notarisdan juga hanya mempunyaisatu kode etik, oleh karenaapabila terdapat lebih dari satuwadah organisasi profesi Jabat-an Notaris maka akan menim-bulkan kebingungan bagi ma-syarakat dan akan mengakibat-kan tidak adanya kepastianhukum di bidang kenotariatan.

Adanya penerapan satuwadah organisasi profesi Ja-batan Notaris dapat kita lihatsebagai contoh di negara Belan-da, sebagaimana diatur dalamNotariswet, Pasal 60, Bab VIII,Bagian 1 Organisasi dari Konin-

Page 115: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

87������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

klijke Notariele Beroepsor-ganisatie/KNB (OrganisasiProfesi Notaris Diraja), yangterjemahannya berbunyi seba-gai berikut: “Koninklijke Nota-riele Beroepsorganisatie (KNB)adalah badan publik (open-baar lichaam) dalam artianketentuan Pasal 134 Grondwet(Undang-Undang Dasar). Se-mua Notaris dan Kandidat No-taris yang berkedudukan diBelanda adalah anggota Ko-ninklijke Notariele Beroeps-organisatie (KNB). KoninklijkeNotariele Beroepsorganisatie(KNB) berkedudukan di ‘s-Gra-venhage.”

III. KesimpulanIII. KesimpulanIII. KesimpulanIII. KesimpulanIII. KesimpulanJabatan Notaris merupa-

kan suatu profesi dan juga seka-ligus pejabat publik yang me-laksanakan sebagian tugas pe-merintahan/negara di bidanghukum privat, oleh karena ituprofesi Jabatan Notaris mem-punyai sifat-sifat yang khususdan berbeda dengan organisasiprofesi lainnya. Oleh karenaprofesi Jabatan Notaris melak-sanakan sebagian tugas pe-merintahan/negara di bidanghukum privat, maka notarisdiangkat dan diberhentikan

oleh pemerintah/menteri yangbidang tugas dan tanggungjawabnya meliputi bidang keno-tariatan. Sebagai konsekuensilogis dari diangkat dan diber-hentikannya notaris oleh peme-rintah/menteri, maka sudahsewajarnya pemerintah/men-teri mempunyai kewajiban danberwenang untuk melakukanpembinaan dan pengawasanterhadap para notaris. Agarpembinaan dan pengawasanoleh pemerintah/menteri da-pat berjalan dengan lancar dandapat dilakukan dengan mu-dah, maka sudah menjadi keha-rusan adanya satu wadah orga-nisasi profesi Jabatan Notarisyang berbentuk badan hukum,seperti Ikatan Notaris Indone-sia (INI), sebagaimana keten-tuan Pasal 82 ayat (1) junctoPasal 1 angka 5 UU JN.

Terhimpunnya para No-taris dalam satu wadah orga-nisasi, seperti Ikatan NotarisIndonesia (INI), akan mem-berikan keuntungan tersendiribaik bagi pemerintah maupunbagi para notaris di seluruhwilayah Indonesia.

Keuntungan yang diper-oleh dengan adanya hanya satuwadah organisasi profesi Jabat-

Page 116: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

88 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

an Notaris, antara lain:1 . Memudahkan pembinaan

dan pengawasan oleh pe-merintah/menteri terha-dap para Notaris yang ter-sebar luas di seluruh wila-yah Republik Indonesia;

2. Adanya satu etika profesidan kode etik yang menjadistandar profesi yang ber-laku bagi seluruh profesi

Jabatan Notaris di seluruhwilayah Negara RepublikIndonesia dan etika profesidan kode etik tersebut men-jadi pedoman dan patokanbagi para notaris, tidak sajadalam menjalankan jaba-tannya sebagai notaris akantetapi juga dalam bertindakdan bertingkah laku sehari-hari, yang pada akhirnyaakan terciptanya standari-sasi pelayanan yang diberi-kan kepada masyarakatyang menggunakan jasaprofesi Jabatan Notaris;

3. Memberikan kepastian danketertiban hukum, tidaksaja bagi anggota organisasiprofesi Jabatan Notaris ter-sebut akan tetapi juga bagimasyarakat luas yangmenggunakan jasa profesiJabatan Notaris;

4. Tidak akan menimbulkankebingungan dalam masya-rakat oleh karena hanya adasatu wadah organisasi pro-fesi Jabatan Notaris.

5. Dengan satu wadah orga-nisasi, akan menjadi tempatanggota saling silaturahmi,interaksi, dan tukar penga-laman.

6. Dengan satu wadah orga-

Page 117: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

89������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

I. PENDAHULUANI. PENDAHULUANI. PENDAHULUANI. PENDAHULUANI. PENDAHULUANMahkamah Konstitusi

adalah suatu lembaga per-adilan yang baru di Indonesia.Dibentuknya Mahkamah Kons-titusi ini sebagai wujud perkem-bangan politik hukum di Indo-nesia, di mana Indonesia seba-gai negara hukum (rechtstaat)tentunya dalam setiap tatananmulai dari sistem penyeleng-garaan negara, pembuatanperaturan sampai dengan de-ngan pengambilan keputusanharus didasarkan pada keten-

tuan aturan hukum yang ber-laku sehingga dapat terciptasuatu pemerintahan negarayang baik dan tertib. AdanyaMahkamah Konstitusi merupa-kan konsekuensi untuk men-jamin tegaknya prinsip negarahukum modern (modern con-stitutional democracy).1

Pembentukan Mahka-mah Konstitusi merupakanamanat dari Undang-UndangDasar 1945 Pasal 24 ayat (2),yang berbunyi “KekuasaanKehakiman dilakukan oleh se-

KAJIAN YURIDIS ATASPUTUSAN MAHKAMAH KONSITUSI

NOMOR 009-014/PUU-III/2005Suatu Tinjauan Khusus

Penggunaan Lambang Negarapada cap/stempel Notaris

OLEH

Dr. IRAWAN SOERODJO, S.H., M.Si.Notaris dan Dosen Program Magister

Kenotariatan UNAIR

Page 118: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

90 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

buah Mahkamah Agung danbadan peradilan yang beradadi bawahnya dalam lingkung-an peradilan umum, lingkung-an peradilan agama, lingkung-an peradilam militer, ling-kungan peradilan tata usahanegara dan oleh sebuah Mah-kamah Konstitusi.”

Mahkamah Konstitusidibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003tentang Mahkamah Konstitusi(selanjutnya disebut UU No. 24Tahun 2003). Menurut keten-tuan Pasal 1 angka 1 UU No. 24Tahun 2003, Mahkamah Konsti-tusi adalah salah satu pelakukekuasaan kehakiman seba-gaimana yang dimaksud dalamUndang-Undang Dasar 1945.Ini berarti bahwa MahkamahKonstitusi merupakan lembagayudikatif (hukum) yang ber-tugas menjaga ketertiban hu-kum dalam penyelenggaraannegara. selain dari MahkamahAgung.

Mahkamah Konstitusisebagai salah satu lembagayudikatif memiliki kewenanganyaitu :a. Memeriksa dan memutus

tentang hak uji formil mau-pun materil atas Undang-Undang terhadap Undang-

Undang Dasar 1945;b. Memutus sengketa kewe-

nangan lembaga negara;c . Memutus pembubaran par-

tai politik;d. Memutus perselisihan hasil

pemilihan umum;e. Memberikan putusan atas

pendapat Dewan Perwa-kilan Rakyat bahwa Presi-den dan/atau Wakil Presi-den yang diduga telah me-langgar hukum.

Bahwa wewenang Mah-kamah Konstitusi yang dise-butkan di atas secara tegastertuang dalam Pasal 10 UU No.24 Tahun 2003. Kewenanganuntuk melakukan hak uji formilmaupun materil atas Undang-Undang terhadap Undang-Un-dang Dasar 1945 yang dimilikioleh Mahkamah Konstitusi,dapat dikatakan suatu hal yangbaru dalam perkembangan hu-kum ketatanegaraan di Indone-sia, di mana sebelum diben-tuknya Mahkamah Konstitusiini tidak ada satu lembaga ataubadan apapun yang berwenangmelakukan pengujian produkhukum yaitu undang-undangyang notabene adalah hasilkesepakatan politik antara Pre-siden dengan Dewan Perwa-kilan Rakyat. Meskipun un-

Page 119: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

91������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

dang-undang yang telah diber-lakukan mendapat persetujuanDewan Perwakilan Rakyat, akantetapi bukan merupakan suatujaminan bahwa Undang-Un-dang tersebut mencerminkanaspirasi (kehendak) rakyat.

Di samping hal di atas,Mahkamah Konsitusi meng-ambil peranan penting yaitu :2

1 . Mahkamah Konstitusi seba-gai salah satu pelaku kekua-saan kehakiman, berperanmendorong mekanismecheck and balances dalampenyelenggaraan negara.

2. Mahkamah Konstitusi ber-peran untuk menjaga kons-titusionalitas pelaksanaankekuasaan negara.

3. Mahkamah Konstitusi ber-peran dalam mewujudkannegara hukum kesejahtera-an Indonesia.

Sebelum dibentuknyaMahkamah Konstitusi, hak ujiformil dan hak uji materil hanyadapat dilakukan terhadap per-aturan perundang-undangan dibawah undang-undang (misal-nya: Peraturan Pemerintah,Peraturan Presiden, Peratur-an/Keputusan Menteri) terha-dap undang-undang yang ke-wenangannya dimiliki dan di-laksanakan oleh Mahkamah

Agung. Sedangkan produk hu-kum berupa undang-undangpada waktu itu sama sekali tidakdapat disentuh oleh pihak ma-napun juga. Pembentukan Per-aturan Perundang-undangan dibawah undang-undang ten-tunya tidak boleh bertentangandengan undang-undang seba-gaimana disebutkan dalam asaslex Superior derogat legi in-feriori yang artinya suatu per-aturan hukum yang lebih ren-dah tidak boleh bertentangandengan peraturan hukum yanglebih tinggi. Timbul pertanya-an, bagaimana jika undang-undang itu sendiri berten-tangan dengan aturan yanglebih tinggi yaitu Undang-Un-dang Dasar 1945? Atau denganperkataan lain bagaimana jikaundang-undang yang dibentukitu inkonstitusional? Padahalbanyak aturan-aturan hukumyang merupakan pelaksanaandari undang-undang yang kese-muanya itu seharusnya ber-dasarkan pada konstitusi. Halini dipertegas dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004tentang Pembentukan Per-aturan Perundang-Undangankhususnya pada Pasal 3 ayat (1)yang berbunyi “Undang-Un-dang Dasar Negara Republik

Page 120: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

92 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

Indonesia Tahun 1945 meru-pakan hukum dasar dalam Per-aturan Perundang-Undangan.”Maka dari itu perlu adanyasuatu lembaga yang mampu(memiliki wewenang) untukmenguji produk hukum un-dang-undang baik dari sisi for-mil maupun materil, sehinggaapabila terdapat produk un-dang-undang yang tidak men-cerminkan semangat Undang-Undang Dasar 1945 (inkonsti-tusional), maka undang-un-dang (atau bagiannya) yangterbukti inkonstitusional terse-but dapat dinyatakan tidakmempunyai kekuatan hukummengikat. Oleh karena itulahpembentukan Mahkamah Kons-titusi dirasa sangat penting,untuk menguji undang-undangterhadap Undang-Undang Da-sar 1945.

Salah satu kewenanganMahkamah Konstitusi yangdianggap cukup penting saat iniadalah bahwa Mahkamah Kons-titusi berwenang menyelesai-kan perselisihan atau sengketalembaga negara, di mana wewe-nang ini tidak dimiliki olehlembaga yudikatif lain terma-suk Mahkamah Agung. Menge-nai hal ini dapat penulis kemu-kakan suatu contoh faktual

yang pernah terjadi di negaraini yaitu perselisihan antaralembaga kepresidenan denganDewan Perwakilan Rakyat diera pemerintahan Abdurah-man Wahid (Gus Dur), di manapada waktu itu Dewan Perwa-kilan Rakyat sebagai lembagalegislatif menjatuhkan presidenAbdurahman Wahid (Gus Dur)karena dianggap melakukankebijakan (policy) yang me-nyimpang. Sedangkan di satusisi Presiden Abdurahman Wa-hid (Gus Dur) akan berupayamembekukan lembaga DewanPerwakilan Rakyat. Pada saatterjadinya perselisihan terse-but, tidak ada satu lembaga ataubadan manapun yang mampu(berwenang) bertindak sebagaipenengah (wasit) untuk me-nyelesaikannya.

Maka dari itu dengandibentuknya lembaga Mahka-mah Konstitusi ini diharapkanmampu menyelesaikan perse-lisihan atau sengketa lembaganegara yang terjadi.

Dari uraian di atas dapatdisebutkan bahwa MahkamahKonstitusi adalah sebagai pe-ngawal dari Undang-UndangDasar Negara Republik Indone-sia Tahun 1945 (selanjutnyadisingkat UUD 1945) atau dapat

Page 121: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

93������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

dikatakan Mahkamah Konsti-tusi itu sebagai filter dari UUD1945, yang artinya bahwa de-ngan adanya Mahkamah Kons-titusi ini, setiap pembentukanperaturan hukum termasukundang-undang tidak berten-tangan atau menyimpang dariUUD 1945 sebagai konstitusinegara.

II.LATAR BELAKANGII.LATAR BELAKANGII.LATAR BELAKANGII.LATAR BELAKANGII.LATAR BELAKANGPERMASALAHANPERMASALAHANPERMASALAHANPERMASALAHANPERMASALAHAN

Sehubungan dengan ke-wenangannya tersebut di atas,maka pada tanggal 13 Septem-ber 2005 Mahkamah Konstitusitelah memberikan putusannyaterhadap permohonan judicialreview atas Undang-UndangNomor 30 Tahun 2004 tentangJabatan Notaris (selanjutnyadalam tulisan ini disingkat UUJN) dengan nomor perkara009-014/PUU-III/2005 (se-lanjutnya dalam tulisan inidisingkat Putusan).

Permohonan judicial re-view tersebut diajukan olehdua kelompok pemohon. Ke-lompok pertama adalah duaorganisasi notaris secara ber-sama-sama yaitu PersatuanNotaris Reformasi Indonesia(PERNORI) dan Himpunan No-taris Indonesia (HNI) selaku

pemohon I, sedangkan kelom-pok kedua terdiri dari 5 orangNotaris selaku pemohon II.

Pemohon I telah meng-ajukan permohonan judicialreview dengan surat permo-honannya tertanggal 7 Maret2005 yang telah diterima olehKepaniteraan Mahkamah Kons-titusi pada tanggal 9 Maret2005 dan diregister dengannomor 009/PUU-III/2005.Melalui permohonannya ini,pemohon I mengajukan per-mohonan judicial review se-cara formal (formele toetsings-recht) atas UU JN secara kese-luruhan dengan dalil bahwapembentukan UU JN tidak me-menuhi ketentuan berdasarkanUUD 1945 (sesuai Pasal 51 ayat(3) a Undang-Undang Nomor24 Tahun 2003 tentang Mah-kamah Konstitusi; selanjutnyadisingkat UU MK).

Selain itu pemohon I ju-ga mengajukan judicial reviewsecara material (materiele toet-singsrecht) atas:1 . Pasal 1 ayat (5) juncto Pasal

82 ayat (1) UU JN dengandalil bertentangan denganPasal 28 E ayat (3) dan Pasal28 G ayat (1) UUD 1945.

2. Pasal 67 ayat (3) b UU JNdengan dalil bertentangan

Page 122: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

94 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

dengan Pasal 28 D ayat (1)dan ayat (2) UUD 1945.

3. Pasal 77 UU JN dengandalil bertentangan denganPasal 27 ayat 1 UUD 1945juncto Pasal 28 G ayat (1)UUD 1945.

4. Pasal 78 UU JN dengan dalilbertentangan dengan Pasal27 ayat 1 UUD 1945.

Selanjutnya pemohon IIjuga telah mengajukan permo-honan judicial review dengansurat permohonannya tertang-gal 1 Juni 2005 yang telahditerima oleh KepaniteraanMahkamah Konstitusi padatanggal 6 Maret 2005 dan di-register dengan Nomor 014/PUU-III/2005. Melalui per-mohonannya ini, pemohon IImengajukan permohonan judi-cial review secara formal (for-mele toetsingsrecht) atas UUJN secara keseluruhan dengandalil bahwa pembentukan UUJN tidak memenuhi ketentuanPembentukan Undang-Undangberdasarkan UUD 1945, khu-susnya Pasal 22A UUD 1945.

Selain itu pemohon IIjuga mengajukan judicial re-view secara material (materi-ele toetsingsrecht) atas:1 . Pasal 16 ayat (1) butir k UU

JN dengan dalil berten-

tangan dengan Pasal 36CUUD 1945 (mengenai peng-gunaan Lambang Negaradalam cap/stempel jabatanNotaris).

2. Pasal 1 butir 5 juncto Pasal82 ayat (1) UU JN dengandalil bertentangan denganasas/semboyan “BhinnekaTunggal Ika” juncto keten-tuan Pasal 36A juncto Pasal22A UUD 1945.

III. PERMASALAHAN DANIII. PERMASALAHAN DANIII. PERMASALAHAN DANIII. PERMASALAHAN DANIII. PERMASALAHAN DANRUANG LINGKUPRUANG LINGKUPRUANG LINGKUPRUANG LINGKUPRUANG LINGKUPPEMBAHASANNYPEMBAHASANNYPEMBAHASANNYPEMBAHASANNYPEMBAHASANNYA

Melalui tulisan ini pe-nulis hendak menyampaikanpandangan dan analisa hukum-nya terhadap Putusan tersebutdi atas, khususnya dalam halapakah Pasal 16 (1) butir k UUJN bertentangan dengan Pasal36A jo 36C UUD 1945 menge-nai penggunaan Lambang Ne-gara dalam cap/stempel ja-batan notaris.

Tulisan ini akan menin-jau permasalahan tersebut me-lalui 2 (dua) pendekatan; per-tama melalui pendekatan his-toris, sosiologis dan psikologismengenai dapat diterimanya/dapat dibenarkannya peng-gunaan Lambang Negara dalamCap/stempel jabatan Notaris.

Page 123: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

95������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

Kedua melalui pendekatandari sudut tinjauan konsti-tusional terhadap permasa-lahan apakah terdapat perten-tangan antara Pasal 16 ayat (1)butir k UU JN dengan Pasal 36CUUD 1945 yang merugikanhak-hak dan/atau kewenangankonstitusional dari pemohonII. Dengan kata lain apakahPasal 16 ayat (1) butir k dapatdikategorikan sebagai inkonsti-tusional dari perspektif UU MK.

IVIVIVIVIV. DUDUK PERKARA. DUDUK PERKARA. DUDUK PERKARA. DUDUK PERKARA. DUDUK PERKARAPUTUSAN NOMOR 009-PUTUSAN NOMOR 009-PUTUSAN NOMOR 009-PUTUSAN NOMOR 009-PUTUSAN NOMOR 009-00000111114/PUU-I I I/20054/PUU-I I I/20054/PUU-I I I/20054/PUU-I I I/20054/PUU-I I I/2005

Sebagaimana diuraikandi atas, Putusan MahkamahKonstitusi Nomor 009-014/PUU-III/2005 adalah berisiputusan atas permohonan hakuji (judicial review) baik hak ujiformal maupun hak uji materiilatas Undang-Undang Nomor 30Tahun 2004 tentang JabatanNotaris.

Dalam perkara tersebutsetidaknya ada 2 (dua) per-soalan atau masalah pokokyang dimohonkan judicial re-view secara materil, yaitu :1. Persoalan tentang wadah

organisasi Notaris2. Persoalan tentang peng-

gunaan Lambang Negara

dalam cap dan surat jabat-an Notaris.

Menurut para pemohonhak uji, keberadaan UU JNkhususnya dalam Pasal 1 angka5 dan Pasal 82 ayat 1 inkons-titusional karena bertentangandengan Pasal 28E ayat (3) UUD1945, yang berbunyi “Setiaporang berhak atas kebebasanberserikat, berkumpul danmengeluarkan pendapat.” Pa-ra pemohon beranggapan bah-wa ketentuan Pasal 1 angka 5dan Pasal 82 ayat (1) UU JNsangat merugikan hak konsti-tusionalnya, di mana ketentuanPasal (1) angka 5 dan Pasal 82ayat 1 UU JN tersebut menurutpemohon hanya mengakui ke-beradaan organisasi IkatanNotaris Indonesia (INI) sebagaiwadah tunggal Notaris.

Pemohon II juga menge-mukakan bahwa ketentuan Pa-sal 16 ayat 1 butir k UU JNinkontitusional karena berten-tangan dengan Pasal 36C UUD1945, yang berbunyi “Keten-tuan lebih lanjut mengenaiBendera, Bahasa, LambangNegara serta Lagu Kebang-saan diatur dengan Undang-Undang.”

Pemohon II dalam per-mohonannya beralasan bahwa

Page 124: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

96 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

Pasal 16 ayat 1 butir k UU JNprematur karena Undang-Un-dang yang mengatur LambangNegara belum ada sebagaimanayang diamanatkan Pasal 36CUUD 1945.

Adapun isi dari tuntutan(Petitum) dari pemohon I seba-gaimana dikutip dalam putusanMahkamah Konstitusi tersebutadalah sebagai berikut:

Dalam pengujian formal:1 . Menerima dan mengabul-

kan seluruh permohonanpengujian yang diajukanpemohon;

2. Menyatakan pembentukanUU JN (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun2004 Nomor 117) tidakmemenuhi ketentuan pem-bentukan undang-undangberdasarkan UUD 1945;

3. Menyatakan UU JN (Lem-baran Negara Republik In-donesia Tahun 2004 No-mor 117) tidak mempunyaikekuatan hukum mengikat;

4. Menyatakan bahwa untukmenjaga agar tidak terjadikekosongan hukum, mem-berlakukan kembali Regle-ment op Het Notaris Ambtin Indonesie (PeraturanJabatan Notaris di Indone-sia) sebagaimana diatur da-

lam Staatsblad No. 1860:3,sebagaimana telah diubahterakhir dalam LembaranNegara Tahun 1945 No.101;

5. Memerintahkan untuk me-muat putusan tersebut da-lam Berita Negara.

Dalam pengujian mate-rial:1 . Menerima dan mengabul-

kan seluruh permohonanpengujian yang diajukanpemohon;

2. Menyatakan materi muatanPasal (1) angka 5 dan Pasal82 ayat 1 UU JN (LembaranNegara Republik IndonesiaTahun 2004 Nomor 117)bertentangan dengan Pasal28E ayat 3 jo. Pasal 28Gayat (1) UUD 1945;

3. Menyatakan materi muatanPasal 67 ayat (3) b UU JN(Lembaran Negara Repu-blik Indonesia Tahun 2004Nomor 117) bertentangandengan Pasal 28D ayat (1)dan ayat (2) UUD 1945;

4. Menyatakan materi muatanPasal 77 UU JN (LembaranNegara Republik IndonesiaTahun 2004 Nomor 117)bertentangan dengan Pasal27 ayat 1 UUD 1945 junctoPasal 28G ayat (1) UUD

Page 125: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

97������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

1945;5. Menyatakan materi muatan

Pasal 78 UU JN (LembaranNegara Republik IndonesiaTahun 2004 Nomor 117)bertentangan dengan Pasal27 ayat (1) UUD 1945;

6. Menyatakan materi muatanPasal 1 ayat 5, Pasal 67 ayat(3) b, Pasal 77, Pasal 78dan Pasal 82 ayat (1) UU JN(Lembaran Negara Repu-blik Indonesia Tahun 2004Nomor 117) tidak mem-punyai kekuatan hukummengikat;

7 . Memerintahkan untuk me-muat putusan tersebut da-lam Berita Negara.

Sedangkan tuntutan (Pe-titum) dari Pemohon II seba-gaimana dikutip dalam putusanMahkamah Konstitusi tersebutadalah sebagai berikut:1 . Menerima dan mengabul-

kan seluruh permohonanpengujian yang diajukanpemohon; dan

2. Menyatakan bahwa pem-bentukan UU JN (Lembar-an Negara Republik Indo-nesia Tahun 2004 Nomor117) tidak memenuhi ke-tentuan pembentukan un-dang-undang berdasarkanUUD 1945; dan

3. Menyatakan bahwa UU JN(Lembaran Negara Repu-blik Indonesia Tahun 2004Nomor 117) tidak mem-punyai kekuatan hukummengikat;

4. Menyatakan bahwa materimuatan ketentuan dalamPasal 16 ayat (1) butir k UUJN (Lembaran Negara Re-publik Indonesia Tahun2004 Nomor 117) berten-tangan dengan Pasal 36CUUD 1945;

5. Menyatakan bahwa materimuatan ketentuan dalamPasal 16 ayat (1) butir k UUJN (Lembaran Negara Re-publik Indonesia Tahun2004 Nomor 117) tidakmempunyai kekuatan hu-kum mengikat;

6. Menyatakan bahwa materimuatan ketentuan dalamPasal 1 butir 5 juncto Pasal82 ayat (1) UU JN (Lem-baran Negara Republik In-donesia Tahun 2004 No-mor 117) dalam proses pe-rumusannya dan pelaksa-naannya saat ini berten-tangan dengan asas/sem-boyan “Bhinneka TunggalIka” juncto ketentuan Pasal36A juncto Pasal 28A UUD1945;

Page 126: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

98 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

7 . Menyatakan bahwa materimuatan ketentuan dalamPasal 1 butir 5 juncto Pasal82 ayat 1 UU JN (LembaranNegara Republik IndonesiaTahun 2004 Nomor 117)tidak mempunyai kekuatanhukum mengikat;

8. Memerintahkan untuk me-muat putusan tersebut da-lam Berita Negara RepublikIndonesia.

Atas petitum dari parapemohon di atas, MahkamahKonstitusi memberikan pertim-bangan hukum yang pada inti-nya adalah sebagai berikut:1. Bahwa keberatan dari para

pemohon tentang adanyaketentuan Pasal 1 angka 5UU JN yang mewajibkanorganisasi Notaris berba-dan hukum dinilai tidakberalasan, karena Mahka-mah berpendapat Notarisadalah suatu profesi danjuga sebagai pejabat umum(public official) yang me-laksanakan sebagian daritugas pemerintah, sehinggadengan demikian organi-sasi notaris tersebut di-harapkan menjadi perkum-pulan yang berdiri sendiri(mandiri). Atas dasar alas-an inilah Mahkamah Kons-

titusi sependapat bila orga-nisasi notaris itu harusberbadan hukum.

2. Bahwa menanggapi kebe-ratan para pemohon atasketentuan Pasal 82 ayat (1)UU JN, yang menyebutkanNotaris berhimpun dalamsatu wadah organisasi no-taris, Mahkamah Konstitusiberpendapat bahwa Pasal82 ayat (1) UU JN tidak me-larang bagi setiap orangyang menjalankan profesinotaris untuk berkumpul,berserikat dan mengeluar-kan pendapat. Akan tetapidalam melaksanakan hak-hak di atas, notaris harusberhimpun dalam satu wa-dah organisasi notaris, ka-rena notaris itu adalah peja-bat umum yang diangkatoleh negara dan diberi tu-gas tertentu oleh negarauntuk melayani kepenting-an masyarakat. Dengan de-mikian perlu adanya pem-binaan pengembangan danpengawasan secara terus-menerus, sehingga notarismemiliki kualitas yang baikdalam memberikan pela-yanan kepada publik.

3. Bahwa menanggapi kebe-ratan para pemohon atas

Page 127: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

99������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

ketentuan Pasal 16 ayat (1)huruf k UU JN, yang me-nyebutkan bahwa dalammenjalankan jabatannyanotaris wajib mempunyaicap/stempel yang memuatlambang negara RepublikIndonesia adalah berten-tangan dengan Pasal 36CUndang-Undang Dasar1945, Mahkamah Konsti-tusi menilai keberatan parapemohon itu bersifat sub-yektif. Mahkamah Konsti-tusi berpendapat ketentuanPasal 16 ayat 1 huruf k UUJN tidak bertentangan de-ngan Undang-Undang Da-sar sepanjang cap/stempelitu digunakan dalam rangkamelaksanakan tugasnya se-bagai pejabat umum (Nota-ris).

Dari pertimbangan hu-kum sebagaimana disebut diatas, Mahkamah Konsitusimenjatuhkan putusan menolakpermohonan para pemohon.

VVVVV. AN. AN. AN. AN. ANALISALISALISALISALISA YURIDISA YURIDISA YURIDISA YURIDISA YURIDIS

5.5.5.5.5.11111. . . . . Pendekatan historis, sosio-logis dan psikologis

Seperti yang telah dike-mukakan sebelumnya bahwa

perkara atau sengketa yangtertuang dalam putusan Mah-kamah Konstitusi tersebut ada2 (dua) persoalan atau masalahpokok yang dikemukakan, ya-itu persoalan tentang wadahorganisasi notaris dan per-soalan penggunaan LambangNegara pada cap/stempel nota-ris. Dalam tulisan ini, penulishanya membatasai pada anali-sa persoalan penggunaan Lam-bang Negara pada cap/stempelnotaris.

Sebelum penulis meng-analisa putusan MahkamahKonstitusi di atas, penulis terle-bih dahulu akan menjelaskansedikit sejarah dan jabatan no-taris.

AAAAA. Sejar. Sejar. Sejar. Sejar. Sejarah dan Tah dan Tah dan Tah dan Tah dan TugasugasugasugasugasJabatan NotarisJabatan NotarisJabatan NotarisJabatan NotarisJabatan Notaris

Penggunaan LambangNegara pada cap/stempel ja-batan Notaris sudah dipraktek-kan sejak lama. Di Indonesia,penggunaan Lambang Negarapada cap/stempel jabatan no-taris telah dimulai sejak tahun1860 yaitu sejak diundang-kannya Reglement op het No-taris Ambt in Indonesia padatanggal 11 Januari 1860 dandiumumkan dalam Staatbladtahun 1860 Nomor 3 (yang

Page 128: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

100 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

dikenal dengan Peraturan Ja-batan Notaris, selanjutnyadisingkat PJN).

Dalam Pasal 19 paragraf2 PJN Notaris diharuskan me-miliki cap/stempel jabatanyang memuat Lambang Negara.“Ieder notaris moet een zegelhebben, bevattende het Konin-klijk wapen en in omschrift deeerste letters der voornamen,de naam, het ambt en de stand-plaats van de notaris” yangterjemahan bebasnya yangdisesuaikan dengan kondisisetelah Indonesia merdekaadalah “setiap notaris harusmempunyai cap yang memuatdi dalamnya gambar Lam-bang Negara Republik Indone-sia dan di pinggir sekelilingnyahuruf-huruf pertama dari na-ma kecil, nama, jabatan dantempat kedudukan dari no-taris.”3

Selain kewajiban memi-liki cap/stempel tersebut, nota-ris juga diwajibkan oleh pasal43 PJN untuk menggunakan-nya pada semua akta, grosse,salinan dan kutipan denganancaman sanksi pidana untuktiap-tiap pelanggaran. “Semuaakta, grosse, salinan dan kuti-pan yang diberikan oleh no-taris harus dibubuhi teraan

cap atau cachet yang dimak-sud dalam psl 19 PJN, denganteraan cap mana juga harusdilakukan semua penjahitansurat-surat pada minuta akta,semuanya dengan ancamandenda Rp. 25,- untuk tiap-tiappelanggaran.”4

Dalam perkembanganpraktek kenotariatan di NegeriBelanda sendiri, penggunaancap/stempel jabatan notarisyang memuat Lambang Negaraterus berkembang dan diguna-kan secara semakin meluas.5

Menurut Melis sebagai-mana dikutip oleh Tan ThongKie, sekalipun tidak dibubuhi-nya cap jabatan notaris padasuatu akta tidak mengakibatkanakta tersebut menjadi batal(nietig), dan juga tidak kehi-langan autentisitasnya maupunkekuatan eksekutorialnya, akantetapi tetapi terhadap notarisyang tidak membubuhkan captersebut dikenakan sanksi pida-na berupa denda dan dapatdiikuti dengan kewajiban meng-ganti biaya, kerugian dan bunga(kosten, schaden en interessen)kepada pihak yang berkepen-tingan sebagaimana yang di-maksud dalam Pasal 60 PJN.6

Adapun kewajiban me-miliki dan menggunakan cap/

Page 129: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

101������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

stempel jabatan notaris tidakterlepas dari sejarah, latarbelakang, tugas jabatan dankewenangan notaris yang di-berikan oleh undang-undang.

Istilahnotaris berasaldari kata notarius yang meru-pakan sebutan untuk orangyang pekerjaannya menulis.7

Pada mulanya notaris adalahpejabat yang menjalankan tu-gas pemerintah dan tidak me-layani umum (public) dan bu-kan jabatan birokrat, sehinggaakta-akta yang dibuatnya tidakmempunyai sifat otentik akantetapi merupakan surat-suratbiasa.

Sedangkan pengertiannotaris itu sendiri adalah peja-bat umum yang dalam bahasalatin disebut “Openbare Amb-tenaren”.8 Apabila diartikansecara harfiah adalah sebagaiberikut :- Openbare yang artinya

umum/publik- Ambtenaren yang artinya

Pejabat.Di Indonesia, notaris ada

sejak permualaan abad 17 de-ngan beradanya Oost Ind. Com-pagnie, di mana pada zaman ituyang diangkat sebagai notarispertama adalah Melchior Ker-chem, Sekretaris dari College

van Schepenen pada tanggal 27Agustus 1620.9 Pengangkatannotaris pada saat itu berbedadengan pengangkatan notarispada saat sekarang, di manapada saat itu di dalam suratpengangkatan notaris juga di-muat instruksi yang mengu-raikan tugas dan wewenangyang harus dijalankan olehnotaris tersebut Sejak saat itujumlah notaris semakin ber-tambah karena kebutuhnanakan jasa dan pelayanan hukumdari notaris dirasa semakinpenting.

Selanjutnya untuk per-tama kalinya jabatan notaris diIndonesia diatur dalam PJNsebagaimana diuraikan di atas.

Menurut Pasal 1 PJN,“Notaris adalah pejabat umumyang satu-satunya berwenanguntuk membuat akta-aktaotentik mengenai semua per-buatan, perjanjian dan pene-tapan yang diharuskan olehsuatu peraturan umum atauoleh yang berkepentingan di-kehendaki untuk dinyatakandalam suatu akta otentik, men-jamin kepastian tanggalnya,menyimpan aktanya dan mem-berikan grosse, salinan dankutipannya, semuanya sepan-jang pembuatan akta itu oleh

Page 130: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

102 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

suatu peraturan umum tidakjuga ditugaskan atau dike-cualikan kepada pejabat atauorang lain.”

Dengan berlakunya UUJN sekarang ini, maka PJNdinyatakan sudah tidak berlakulagi.

Dalam Pasal 1 UU JN,disebutkan notaris adalah “Pe-jabat Umum yang berwenanguntuk membuat akta otentikdan kewenangan lainnya se-bagaimana yang dimaksuddalam Undang-Undang ini.”Apabila kita lihat kedua keten-tuan tersebut di atas, sudahjelas dikatakan bahwa notarisitu adalah pejabat umum, arti-nya orang yang diangkat untukbertugas menjalankan jabatan-nya untuk melayani kepen-tingan umum (publik). Adapuntugas dan wewenang notarisdiatur dalam pasal tersendiriyaitu Pasal 15 UU JN yangbunyinya hampir sama denganbunyi ketentuan Pasal 1 PJN.Penyebutan notaris sebagaiPejabat Umum juga disebutkansecara eksplisit dalam keten-tuan Pasal 1 angka 2 KeputusanMenteri Kehakiman Dan HakAsasi Manusia Republik Indo-nesia Nomor M-01.HT.03.01Tahun 2003 tentang Keno-

tarisan, yang berbunyi Notarisadalah pejabat umum yangmelaksanakan tugasnya seba-gaimana yang dimaksud dalamPeraturan Jabatan Notaris.

Menurut ketentuan Pasal9 ayat (1) Keputusan MenteriKehakiman Dan Hak Asasi Ma-nusia Republik Indonesia No-mor M-01.HT.03.01 Tahun2003, seorang berhak men-jabat sebagai notaris, bilamanaorang tersebut telah diangkatoleh pejabat yang berwenangdalam hal ini adalah MenteriHukum dan Hak Asasi ManusiaRepublik Indonesia (dahuluMenteri Kehakiman dan HakAsasi Manusia Republik Indo-nesia) sehingga notaris dapatdikatakan sebagai wakil darinegara untuk memberikan ban-tuan kepada masyarakat yangberhubungan dengan perbuat-an hukum (misalnya pembuat-an perjanjian, jual beli, hibahdan lain-lain). Oleh karena ituseorang notaris harus bersikapindependen (tidak memihak).Notaris bertugas mengkons-tantir kehendak dari para pihakyang akan mengadakan kese-pakatan dalam suatu perbuatanhukum (Partij Acten) ataumengkonstantir suatu peristiwahukum dalam pembuatan akta

Page 131: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

103������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

berita acara (Process VerbaalActen).

Seperti telah dijelaskandi atas, bahwa profesi notarisadalah pejabat umum yangdiangkat oleh negara, sehinggamemiliki kedudukan, wibawadan martabat yang tinggi. De-ngan demikian notaris dapatdianggap sebagai salah satuprofesi terhormat seperti hal-nya profesi advokat/penga-cara, dokter dan wartawan.Sebagai profesi terhormat, ten-tunya dalam menjalankan ja-batannya seorang notaris harusmenjaga sikap, perilaku danwibawanya dihadapan masya-rakat. Yang menjadi salah satuciri dari profesi terhormatadalah adanya ketetapan kodeetik yang membatasi prilakuseseorang dalam menjalankanjabatannya. Adanya kode etikini berfungsi sebagai param-eter atau tolok ukur bagaimanaseorang notaris itu harus ber-perilaku di hadapan orang lain(masyarakat) sehingga wibawadan kehormatan seorang no-taris tetap terjaga.

B. Kewenangan NotarisB. Kewenangan NotarisB. Kewenangan NotarisB. Kewenangan NotarisB. Kewenangan NotarisMenurut Pasal 15 ayat

(1) dan ayat 2 UU JN, kewe-nangan notaris itu meliputi :

a. membuat akta-akta otentikmengenai perbuatan dan/atau peristiwa hukum;

b. mengesahkan tanda tangandan menetapkan kepastiantanggal surat di bawah ta-ngan dengan mendaftar da-lam buku khusus (dalampraktek disebut dengan is-tilah legalisasi);

c . membukukan surat-suratdibawah tangan denganmendaftar dalam bukukhusus (dalam praktek di-sebut dengan istilah War-meerking);

d. membuat kopi dari asli su-rat-surat di bawah tanganberupa salinan yang me-muat uraian sebagaimanaditulis dan digambarkandalam surat yang bersang-kutan;

e. melakukan pengesahan ke-cocokan fotokopi dengansurat aslinya;

f. memberikan penyuluhanhukum sehubungan denganpembuatan akta;

g. membuat akta yang ber-kaitan dengan pertanahan;

h. membuat risalah lelang.Akta-akta yang dibuat

oleh atau dihadapan seoarangnotaris adalah merupakan aktaotentik sebagai implikasi bahwa

Page 132: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

104 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

seorang notaris itu adalah pe-jabat umum. Selain notarismasih ada lagi pejabat umumlain yang berwenang membuatakta otentik, misalnya KantorCatatan Sipil yang berwenangmembuat akta kelahiran, aktaperkawinan dan akta kematian.

Yang menjadi perbedaanakta yang dibuat oleh KantorCatatan Sipil dengan akta yangdibuat oleh notaris adalah bah-wa akta yang dibuat oleh Ca-tatan Sipil dari segi jenis, ben-tuk, dan isinya telah ditetapkanatau ditentukan oleh peme-rintah sehingga tidak ada ke-bebasan untuk memilih (mi-salnya akta kelahiran, aktaperkawinan, akta kematian,akta pengangkatan anak danlainnya semuanya telah di-tetapkan atau ditentukan olehpemerintah), sedangkan aktanotaris dari segi jenis dan ma-teri atau isi akta itu tidak diten-tukan mengingat adanya asaskebebasan berkontrak sebagai-mana yang diatur dalam Pasal1338 serta Pasal-Pasal laindalam Kitab Undang-undangHukum Perdata (BurgerlijkWetboek/BW), sehingga ter-dapat kewenangan yang cukupluas bagi seorang notaris untukmembuat akta tersebut sepan-

jang akta yang dibuatnya itutidak bertentangan denganaturan hukum yang berlaku.

Sehingga untuk dapatmembuat akta otentik sese-orang harus mempunyai ke-dudukan yang diangkat khususuntuk tugas tersebut, yaituantara lain sebagai pejabatumum.10 Kemudian apa yangdimaksud dengan akta otentik?akta otentik adalah suatu aktayang dibuat oleh pejabat yangberwenang (termasuk notaris)yang memiliki kekuatan pem-buktian yang sempurna. Artikekuatan pembuktian sempur-na disini adalah bahwa materiatau isi yang termuat dalamakta itu harus dianggap benarkecuali apabila terbukti se-baliknya, sehingga bilamanaseseorang mengelak ataumembantah isi akta itu ia harusmembuktikan bahwa isi akta itutidak benar.

Bentuk formal suatu aktanotaris diatur dalam Pasal 38UU JN. Pengaturan bentuk for-mal akta notaris ini berimpli-kasi pada kekuatan pembuktianakta itu sendiri. Artinya apabilasuatu akta Notaris tidak meme-nuhi syarat formal sebagai-mana yang telah diatur dalamUU JN, maka akta itu berlaku

Page 133: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

105������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

sebagai akta di bawah tangan,sehingga kekuatan pembuktiandari akta itu menurun tidakseperti halnya akta otentik.Dengan demikian penulis ber-pendapat, bilamana suatu aktanotaris yang tidak memenuhipersyaratan formal sebagai-mana yang diwajibkan oleh UUJN, maka akta Notaris itu tidakdapat dinyatakan “cacat hu-kum” sebagai dalil untuk me-nyangkal (meng-counter) atasakta tersebut, melainkan aktatersebut menjadi akta di bawahtangan. Suatu akta notaris di-nyatakan “cacat hukum” apa-bila :- akta Notaris tersebut baik

dari sisi pembuatannyamaupun dari sisi materiatau isi akta terbukti adanyaunsur tindak pidana (crimi-nal act), misalnya pemal-suan dan/atau penipuan.

- akta Notaris itu dibuat di lu-ar wilayah kerjanya.

Bilamana ditemukan haldemikian, maka isi akta notarisitu dapat dibatalkan (bukanbatal demi hukum).

Selain akta notaris itubersifat otentik, akta notarisjuga ada yang mengandungunsur kewenangan publik bila-mana akta tersebut dibuat da-

lam bentuk gosse. Maksud dariadanya unsur kewenangan pu-blik disini adalah bahwa aktanotaris memiliki kekuatan ekse-kutorial (executorial title),dimana akta Notaris dalambentuk grosse memiliki ke-kuatan hukum yang sama de-ngan putusan pengadilan yangtelah berkekuatan hukum te-tap. Untuk setiap akta dalambentuk grosse tersebut notarismencantumkan irah-irah “DE-MI KEADILAN BERDASARKANKETUHANAN YANG MAHAESA”.11

Bahwa kewenangan yangsedemikian besar yang diberi-kan oleh undang-undang kepa-da notaris selaku satu-satunyapejabat yang berwenang mem-buat akta yang otentik dan yangsekaligus memiliki kekuataneksekutorial yang sama denganputusan hakim yang telah ber-kekuatan hukum tetap (GrosseAkta), telah memberikan dam-pak sosiologis dan psikologisdalam masyarakat.

Kepercayaan masyara-kat terhadap peran notaris baikyang berkaitan dengan sistempembuktian di pengadilan mau-pun yang berhubungan dengankekuatan eksekutorial grosseakta sangatlah perlu untuk

Page 134: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

106 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

dilindungi. Dalam rangka untukmelindungi kepentingan dankepercayaan masyarakat inilahdiperlukannya cap/stempeljabatan notaris yang memuatLambang Negara, atau dengankata lain perlunya LambangNegara digunakan dalam cap/stempel jabatan notaris adalah“untuk menjamin pekerjaannotaris terhadap masyara-kat.”12

Untuk menutup bagianini penulis hendak mengutippendapat para ahli hukum darinegeri Belanda Melis, Pitlo danLubbers sebagaimana diter-jemahkan oleh Tan Thong Kiemengenai pentingnya cap/stempel jabatan notaris gunamelindungi dan menjamin ke-pentingan masyarakat: “teraancap (zegelafdruk) bermaksud:(1) menegaskan keaslian (deechtheid) tanda tangan no-taris; (2) membuktikan bahwaakta atau ekspedisi (= aktayang sama bunyinya) dilaku-kan oleh seorang pejabatumum yang mempunyai kekua-saan umum (openbaar gezag),jadi untuk menjamin auten-tisitas; dan (3) untuk mence-gah pemalsuan atau peniru-an.”13

5.2.5.2.5.2.5.2.5.2.Pendekatan dari tinjauankonstitusional

Pemohon II mendalilkanbahwa ketentuan dalam Pasal16 ayat (1) huruf k UU JN yangmenyebutkan bahwa “Dalammenjalankan jabatannya, No-taris berkewajiban: mempu-nyai cap/stempel yang me-muat lambang negara Repu-blik Indonesia dan pada ruangyang melingkarinya dituliskannama, jabatan dan tempatkedudukan yang bersangkut-an” adalah bertentangan de-ngan ketentuan dalam Pasal 36C UUD 1945 yang berbunyi:“Ketentuan lebih lanjut me-ngenai Bendera, Bahasa danLambang Negara serta LaguKebangsaan diatur denganundang-undang”, sehinggaPasal 16 ayat (1) huruf k UU JNharuslah dinyatakan inkons-titusional.

Berdasarkan dalil ter-sebut maka pemohon II telahmengajukan permohonan judi-cial review terhadap Pasal 16ayat (1) huruf k UU JN tersebutke hadapan Mahkamah Konsti-tusi.

Pemohon yang meng-ajukan judicial review ke Mah-kamah Konstitusi harus meme-

Page 135: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

107������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

nuhi ketentuan Pasal 51 UU MK.Pemohon II menyatakan diri-nya memenuhi ketentuan Pasal51 UU MK tersebut karena:- Pemohon II adalah per-

orangan warga negara In-donesia dan sekaligus ada-lah sebagai para notarisyang dimaksud dalam UUJN tersebut;

- Pemohon II menganggaphak dan/atau kewenangankonstitusionalnya dirugi-kan oleh berlakunya UUJN.

Menurut pemohon II,Pasal 16 ayat (1) huruf k UU JNprematur karena belum adanyaUndang-Undang tentang Lam-bang Negara sebagaimana yangdiamanatkan oleh UUD 1945.

Selain itu pemohon IImerasa risi (rikuh) karena no-taris seolah-olah diperlakukanlebih istimewa dari pada pe-jabat negara dalam penggunaanlambang negara; sementarapenggunaan lambang negaraoleh pejabat negara lainnyahanya diatur oleh PeraturanPemerintah, penggunaan lam-bang negara oleh notaris diaturdengan undang-undang (incasu UU JN).

Mengenai permasalahanhukum ini sesungguhnya Mah-

kamah Konstitusi dalam pu-tusannya telah dengan tegasmenyatakan bahwa permo-honan pemohon II yang men-dalilkan Pasal 16 ayat (1) hurufk UU JN sebagai inkonstitusio-nal adalah tidak beralasan dantidak terbukti, melainkan ha-nya merupakan penilaian sub-yektif pemohon II. Lebih lagiPemohon II tidak dapat mem-buktikan adanya hak dan/ataukewenangan konstitusionalnyayang dirugikan oleh berlakunyaPasal 16 ayat (1) huruf k UU JNitu. Oleh karena itu MahkamahKonstitusi dalam Putusannyatelah menyatakan “permohon-an para pemohon ditolak”.

Mengenai isu hukum inipenulis sependapat denganMahkamah Konstitusi bahwaantara Pasal 16 ayat (1) huruf kUU JN dengan Pasal 36C UUD1945 tidak terdapat perten-tangan konstitusional, sebalik-nya UU JN telah dengan baikdan taat asas menerapkan ke-tentuan Pasal 36C UUD 1945.

Pasal 36C UUD 1945 men-syaratkan pengaturan tentangLambang Negara dilakukandengan undang-undang. Jikamengenai cap/stempel jabatannotaris yang memuat LambangNegara diatur bukan dalam

Page 136: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

108 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

bentuk undang-undang (mi-salnya diatur dalam PeraturanPemerintah atau KeputusanPresiden), maka pengaturantersebut tentunya inkonsti-tusional karena bertentangandengan Pasal 36C UUD 1945.Sedangkan pengaturan cap/stempel jabatan notaris dalamPasal 16 ayat (1) huruf k UU JNtidak bertentangan denganPasal 36C UUD 1945.

Penggunaan LambangNegara dalam cap/stempeljabatan notaris tidak seharus-nya membuat pemohon II ataunotaris lain manapun juga me-rasa risih (rikuh), sepanjangnotaris yang bersangkutan me-laksanakan tugas jabatannyadalam melayani masyarakatdengan baik dan benar.

Sebagaimana diuraikandi atas penggunaan LambangNegara dalam cap/stempeljabatan notaris merupakanpraktek umum yang berlaku diberbagai negara dan sesuaipandangan para ahli hukumpenggunaan Lambang Negaratersebut bukan untuk “gagah-gagahan” seorang notaris me-lainkan memang sangat di-butuhkan untuk dapat me-layani kepentingan masyarakatdengan lebih baik.

Demikian pula sudahlahtepat pemeriksaan MahkamahKonstitusi yang menyatakantidak ada hak dan/atau kewe-nangan konstitusional pemo-hon II yang dirugikan denganberlakunya Pasal 16 ayat (1)huruf k UU JN.

Sesungguhnya bukan sa-ja tidak ada hak dan/atau kewe-nangan konstitusional pemo-hon II yang dirugikan, tetapijuga tidak ada hak dan/ataukewenangan konstitusionalsiapapun juga yang dirugikandengan berlakunya Pasal 16ayat (1) huruf k UU JN, melain-kan kewajiban penggunaanLambang Negara dalam cap/stempel jabatan notaris ter-sebut memberikan rasa amandan dampak psikologis yangpositif terhadap masyarakatyang menggunakan jasa no-taris.

VI. KESIMPULANVI. KESIMPULANVI. KESIMPULANVI. KESIMPULANVI. KESIMPULANDari apa yang telah di-

uraikan di atas dapat disim-pulkan:1 . Bahwa penggunaan Lam-

bang Negara pada cap/stempel jabatan Notarisadalah merupakan hal yangpositif demi memberikanrasa aman, dan dampak

Page 137: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

109������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

psikologis dan sosiologisyang positif kepada masya-rakat yang membutuhkandan menggunakan pela-yanan notaris dan padanotaris sendiri.

2. Pengaturan penggunaanLambang Negara pada cap/stempel Notaris di dalamPasal 16 ayat (1) huruf k UUJN tidak bertentangan de-ngan Undang-Undang Da-sar Negara Republik Indo-nesia Tahun 1945, sehinggakeputusan Mahkamah Kons-titusi yang menolak permo-honan Pemohon II sudahbenar dan tepat.

E n dE n dE n dE n dE n d n o t e sn o t e sn o t e sn o t e sn o t e s

1 Jurnal Keadilan Vol. 3. No.3, Tahun 2003/2004, h. 4

2 Fatkhurohman, SH.,MHDian Aminudin, SH, Sirajuddin,SH, Memahami keberadaanMahkamah Konstitusi di Indo-nesia.h.78-79

3 G.H.S. Lumban Tobing,Peraturan Jabatan Notaris, hal.XXIV dan h. 142.

4 Ibid., h. 2845 Tan Thong Kie, Studi

Notariat, Serba-serbi PraktekNotaris, hal. 244

6 Ibid., hal. 245.7 R. Soegondo Notodisoerjo,

Hukum Notariat di Indonesia,h . 1 3

8 Marthalena Pohan, Tang-gunggugat Advocaat, Dokter danNotaris, h.121

9 G.H.S. Lumban Tobing,Op. Cit., h. 15

10 R. Soegondo Notodisoerjo,Op.Cit., h. 43

11 Lihat Pasal 41 PJN danPasal 1 ayat (11) UU JN.

12 Tan Thong Kie, Op. Cit., h.2 4 5

13 Ibid., h.243.

DafDafDafDafDaf tttttar Pusar Pusar Pusar Pusar Pustttttakakakakakaaaaa

Fatkhrohman, dkk., 2004. Me-mahami KeberadaanMahkamah Konstitusi diIndonesia, Penerbit: PT.Citra Aditya Bakti, CetakanPertama.

Jurnal Keadilan Vol.3, Tahun2003/2004.

Kie, Tan Thong, 1994. StudiNotariat Serba-serbi Prak-tek Notaris, Penerbit: PT.Ichtiar Baru Van Hoeve,Cetakan Pertama.

Kusumaatmadja, Mochtar,2002. Konsep-konsep Hu-kum Dalam Pembangun-an, Penerbit PT. Alumni,Cetakan Pertama.

Lumban, Tobing G.H.S, 1983.Peraturan Jabatan No-taris, Penerbit: Erlangga,Cetakan Ketiga.

Notodisoerjo, Soegondo, R.,1993. Hukum Notariat diIndonesia, Penerbit: PT.Raja Grafindo Persada,

Page 138: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

110 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

Cetakan Kedua.Pohan, Marthalena, 1985.

Tanggunggugat Advo-cad, Dokter Dan Notaris,Penerbit PT. Bina Ilmu,Cetakan Pertama.

Soekanto, Soerjono, 1989. Be-berapa Catatan Tentang

Psikologi Hukum, Pener-bit: PT. Citra Aditya Bakti,Cetakan Ketiga.

———————————, 1991.Fungsi Hukum Dan Peru-bahan Sosial, Penerbit:PT. Citra Aditya Bakti, Ce-takan Ketiga.

Page 139: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

111������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

Abstraksi

Dalam sejarah Indonesia telah mengalami 4 empat kalipemberlakuan konstitusi, yaitu UUD 1945, UUD RIS 1949,UUDS 1950 dan UUD 1945 hasil amandemen, yang kese-muanya mempunyai karakteristik pengaturan-pengaturanterhadap dasar mengenai politik hukum dalam bidang ekonomiyang secara prinsip akan tercakup dalam pasal-pasal di dalamkonstitusi.

Konstruksi politik hukum ekonomi ini akan dilihatmelalui indikator-indikator yakni cita negara, bentuk negaradan sistem pemerintahan, sistem keuangan, serta landasanperekonomian. Dengan indikator tersebut dihasilkan konstruksipolitik hukum ekonomi dalam UUD 1945 yakni menentukanposisi negara dalam perekonomian dan pilihan sistem ekonomipolitik.

KONSTRUKSI POLITIK HUKUM EKONOMIDALAM HASIL PERUBAHAN UUD 1945

OLEH

NGESTI D. PRASETYO, S.H., M.HUM.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya

Page 140: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

112 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

I. PendahuluanMeminjam istilah politik

hukum yang di kemukakanalmarhum Suwoto Mulyosu-darmo di mana politik hukumterbagi atas politik hukum mak-ro dan politik hukum mikro.Politik Hukum Makro dirumus-kan dalam suatu peraturandasar yang dalam susunan per-aturan perundang-undanganditempatkan sebagai peraturanyang tertinggi. Sedangkan poli-tik hukum yang bersifat mikrodilaksanakan melalui berbagaiperaturan yang lebih rendah.Dengan cara yang demikianakan tercipta peraturan per-undang-undangan yang taatasas, yaitu dibenarkan padatataran politik hukum yangmakro.1

Dengan mendasar padapengertian di atas kiranya tepatbahwa politik hukum ekonomidi dalam konstitusi di golong-kan dalam politik hukum ma-kro. Politik hukum ekonomimerupakan salah satu fondasidasar arah suatu sistem eko-nomi suatu bangsa. Pengaturandi dalam konstitusi khususnyayang berkait dengan ekonomiadalah ke mana sebenarnyaarah norma hukum bidang eko-

nomi itu hendak dibawa, ba-gaimana cara untuk menegak-kan, dan kapan pula akan di-laksanakan peraturan hukumbidang ekonomi tersebut. Kon-sepsi ini merupakan satu kon-sepsi politik hukum ekonomi,yang akan menjadi topangandasar dalam membangun sis-tem ekonomi Indonesia.

Menyimak pendapat dariUmar Juoro, suatu sistem eko-nomi berada di dalam suatulingkungan yang harus me-lakukan penyesuaian dengankeadaan yang berubah. Ke-mampuannya untuk berfungsidan bertahan bergantung padakemampuan adaptasinya. Halitu menjadi semakin pentingdengan perkembangan libe-ralisasi dan globalisasi. Ke-mampuan sistem ekonomi un-tuk dapat menyesuaikan diridengan perubahan sangat ber-gantung pada konstitusi eko-nomi (economic constitution),yaitu kerangka aturan (rules)dan kelembagaan (institutions)yang membatasi tindakan dantransaksi pelaku ekonomi da-lam suatu yuridiksi dan dalamtransaksinya dengan pelakuekonomi di luar yuridiksi ter-sebut. Fokus utama dalam eko-

Page 141: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

113������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

nomi konstitusional adalahperbedaan dalam dua ting-katan. Pilihan yang dapat di-lakukan, yaitu pilihan aturanpada tingkat konstitusi (consti-tutional level of rule choice)atau konstitusi kebijakan eko-nomi dan pilihan strategi dalamaturan pada tingkatan sub-konstitusi (sub-constitutionallevel of strategy choice withinrules) atau individual policyact.2

Ada banyak kegamanganyang ada dalam UUD 1945,dengan pemahaman bahwapaham ekonomi yang terdapatdalam konstitusi adalah pahamekonomi kerakyatan denganpaham demokrasi kerakyatan,akan tetapi pada tataran imple-mentasinnya lebih menganutpada paham liberalisme. De-ngan demikian ada yang ber-beda antara das sollen dan dassein.

Oleh karena itu, politikhukum ekonomi menjadi ba-gian penting sebagai fondasisistem ekonomi yang hendakdicapai. Konstitusi yang ber-posisi sebagai norma dasarmerupakan isi dari berbagaiasas-asas yang berfungsi seba-gai norma dasar, yang berarti

seluruh peraturan perundang-undangan harus berpedomanpada konstitusi yang ada. Kait-an yang cukup signifikan adalahapakah dalam konstitusi Indo-nesia pasca perubahan UUD1945 sudah mampu memberi-kan fondasi dasar yang ber-kaitan dengan politik hukumekonomi di Indonesia.

II. Indikator-IndikatorPolitik Hukum Ekonomidalam Konstitusi

Pemunculan istilah poli-tik hukum ekonomi dalam kons-titusi adalah kebijakan dasaryang telah dikonsepsikan me-lalui norma dasar berkenaandengan pembangunan hukumyang berintikan asas dan tujuanterhadap materi-materi hukumbidang ekonomi dan penegasanfungsi lembaga serta kewe-nangan para penegak hukumyang mengatur kehidupan eko-nomi dimana kepentingan indi-vidu dan kepentingan masyara-kat saling berhadapan.

Untuk memaknai lebihjauh pemahaman politik hukumekonomi konstitusi maka di-perlukan indikator-indikatorminimal. Dengan adanya indi-kator-indikator tersebut akan

Page 142: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

114 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

mempermudah penulis dalammenjabarkannya. Penulis me-nyadari pemakaian indikatorini sangat dipengaruhi subyek-tifitas penulis. Adapun indi-kator-indikator yang dipakaipenulis adalah pertama cita-cita dan nilai nilai luhur dengangagasan sistem ekonomi poli-tiknya, kedua bentuk negaradan sistem pemerintahan, ke-tiga sistem keuangan negara,keempat hak warga negarautamanya dalam bidang eko-nomi, kelima landasan per-ekonomian

1. Cita-cita dan Nilai-NilaiLuhur dengan GagasanSistem EkonomiPolitiknya

Cita-cita dan nilai nilailuhur yang merupakan harapanyang akan di wujudkan di masadepan, biasanya kandunganyang seperti ini terdapat dalamsuatu pembukaan Undang-Un-dang Dasar. Hal ini seperti yangdiungkapkan oleh Soepomo3;“... Pembukaan ini mengan-dung tjita-tjita luhur dan po-kok-pokok pikiran tentangdasar atau tentang sifat-sifatnegara jang hendak kita ben-tuk.”

Dalam pembukaan se-sungguhnya akan di temukantentang tujuan negara, cita-citahukum, dan peran negara da-lam mewujudkan cita-cita ne-gara. Pembukaan sebuah UUDitu merefleksikan semangatzaman dan konteks sejarah,serta roh norma bernegarayang akan diturunkan dalambatang tubuh atau pasal-pasalUUD tersebut.

Dalam menemukan cita-cita luhur tersebut sesungguh-nya akan di temukan pula ten-tang gagasan ekonomi politik.Secara konvensional ada duakutub sistem ekonomi politikyaitu sistem kapitalisme dansistem sosialisme. Pembagiananatomis ini dapat dilakukanberdasarkan sifat-sifat dasardari sistem tersebut terutamasifat dari eksistensi ekonomipasar, insentif pendirian badanusaha, motif mencari keun-tungan dan sebagainya. Sistemkapitalisme mengakomodasi-kan sifat-sifat dasar tersebutsehingga peranan institusi pa-sar dan swasta dominan.4

Prinsip ekonomi pasaryang berlaku merupakan ciridari ekonomi liberal (free eco-nomy) yang menggambarkan

Page 143: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

115������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

suatu sistem ekonomi denganpartisipasi lebih besar dariaktivitas produksi, distribusidan perdagangan yang digerak-an oleh individu dan perusa-haan. Intervensi negara di jagaagar berada dalam porsi kecil.Ekonomi pasar merupakan sa-lah satu sifat kapitalisme dimana produksi berada ditanganindividu atau perusahaan. Se-baliknya sistem sosialisme le-bih mementingkan peran ne-gara, tetapi memberikan ruanggerak yang amat sedikit ter-hadap institusi pasar, motifmencari keuntungan dan pe-ranan swasta.

Sistem ekonomi sosialisaktivitas produksi bermotifkanfaktor ekonomi dan non eko-nomi. Sementara mekanismeberlakunya harga komoditibanyak dipengaruhi oleh atur-an pemerintah cukup besar,terutama pada sektor-sektorproduksi strategis, yang meru-pakan tumpuan masyarakatbanyak. Ada kompetisi pasarsepanjang pemerintah mem-biarkannya terhadap pasarkomoditi-komoditi tertentu.Sedangkan sistem ekonomicampuran merupakan paduandua bentuk sistem ekonomi

sosialis dan sistem ekonomikapitalis. Usaha penyatuan iniuntuk menyerap elemen-ele-men yang posistif dan dinamisdi antara keduanya. Jika diperluas maka dalam garis be-sarnya ada setidaknya empatsistem ekonomi politik yangcukup dominan yakni kapital-isme, sosialisme, komunismedan sistem ekonomi campur-an.5

Bentuk negara di belahandunia dibagi dalam dua belahanbesar yakni bentuk negara ke-satuan dan bentuk negara fe-derasi. Pilihan bentuk negarakesatuan akan dapat dipilah lagidengan model desentralisasiatau sentralisasi. Jika pilihandalam bentuk federasi makakonsekwensi yang muncul ada-lah adanya negara bagian yangmempunyai kewenangan padamasing-masing negara bagianmaupun pada pemerintahanfederal.6

2. Sistem Keuangan NegaraMelihat arah penyeleng-

garaan keuangan negara akanmenyangkut sejauhmana nega-ra mengaturnya, apakah ne-gara dominan dalam mekanis-me penyelenggaraan keuangan

Page 144: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

116 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

negara atau negara cukup me-ngatur pokok-pokoknya saja.Dalam melihat sistem penye-lenggaraan keuangan hal inimenyangkut APBN, Mata uang,dan pengaturan perbankan.

Dalam berbicara APBNadakah dalam suatu konstitusimengatur adanya ketentuananggaran dalam bidang-bidangtertentu. Tentunya hal ini akansangat di pengaruhi oleh politikhukum yang terkandung dalamsetiap konstitusi apakah ang-garan hanya di peruntukkanuntuk penyelenggaran peme-rintahan atau anggaran di per-gunakan untuk memberikantanggung jawab kepada masya-rakatnya.

Sedangkan yang berkait-an dengan mata uang sejauh-mana kewenangan dari peme-rintah untuk mengatur danmenetapkan berlakunya matauang. Mata uang menjadi sa-ngat penting posisinya karenasebagai alat pertukaran matauang secara nasional dan per-ekonomian suatu bangsa jugatidak akan lepas dari sistem glo-bal sehingga mata uang akanmenentukan pula posisi eko-nomi suatu bangsa.

Satu bidang lagi yang

menjadi sangat relevan adalahposisi perbankan sejauhmanakewenangan yang diberikanoleh bank pemerintah ataubank sentral dalam menen-tukan kebijakan moneter. Ma-suknya indikator ini akan mem-perluas kajian dalam setiapkosntitusi agar menjadi kom-prehensif.

3. Hak Warga NegaraUtamanya dalam BidangEkonomi

Hak warga negara ini se-perti hak buruh, hak fakir mis-kin dan lain-lain, pada prinsip-nya hak warga negara tersebutapakah negara bertanggungjawab ataukah negara tidakbertanggung jawab atas kese-jahteraan masyarakatnya. Keti-ka negara berkuasa maka ke-kuasaan yang cenderung di-salahgunakan perlu ditetapkanbatas-batasnya agar kehadir-annya tidak merendahkan mar-tabat kemanusiaan. Dari sinilahlahir ajaran konstitusionalismeyang mengandung gagasanbahwa kekuasaan negara harusdibatasi. Pembatasan kekuasa-an ini menjelma di dalam pe-nyusunan struktur ketatane-garaan yang saling mengontrol,

Page 145: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

117������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

pembagian tugas dan wewe-nang dalam negara, serta jamin-an hak-hak asasi manusia. Ke-tiga materi ini hampir ditemu-kan di dalam setiap konstitusinegara modern. Dalam teoriyang di gunakan oleh HansKelsen negara menjadi etatismeatau liberal dengan diukur se-jauhmana negara mempunyaikeleluasaan untuk mencampuriatau mengatur segala segi ke-hidupan para warga negaranya.Akibatnya negara mempunyaikecenderungan mengeluarkanperaturan-peraturan hukumsebanyak mungkin untuk me-ngatur dan membatasi warganegaranya. Atau sebaliknyanegara mempunyai keleluasa-an untuk mencampuri ataumengatur yang pokok-pokoksaja yang menyangkut kehi-dupan warga negara secarakeseluruhan.

Selain hal-hal di atasdalam suatu UUD atau konsti-tusi tentulah mengatur hal iniakan tetapi perbedaan itu dapatdiukur apakah negara meng-atur dan memberikan jaminansecara lengkap, pokok-pokok-nya saja atau justru malah tidakdiatur sama sekali dalam kons-titusi.

4. Landasan PerekonomianLandasan perekonomian

ini akan mencerminkan pahamekonomi yang hendak diba-ngun pada setiap konstitusi,dapat berupa paham liberalis-me atau sosialisme, kolektiv-isme atau individualisme. Se-lain itu, akan dilihat pula asas-asas yang dibangun dalam sis-tem ekonomi yang hendak di-capai dalam setiap konstitusi.Dalam landasan perekonomianjuga akan menggambarkan re-lasi antara negara dan masya-rakat, apakah negara mem-punyai tanggung jawab dalampenyelenggaraan perekono-mian atau negara hanya men-jadi wasit saja ketika ada per-soalan ekonomi. Tentunya halini akan memegang peran pen-ting untuk menentukan arahdan cita ekonomi yang akan dibangun suatu bangsa.

Bahasan mengenai lan-dasan ekonomi ini akan lebihdekat kepada bahasan yangberkaitan dengan sistem eko-nomi politik di dunia. Sepertiindikator dalam cita-cita luhur,apakah landasan ekonomi iniakan bersifat sistem ekonomikapitalistik, sistem ekonomi

Page 146: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

118 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

sosialisme atau sistem ekonomicampuran. Tentunya landasantersebut dituangkan dalam se-buah peraturan perundang-undangan.

Menurut teori Pareto,suatu peraturan yang dibuatoleh negara dapat berdampakpositif pada satu pihak, tetapidapat berdampak negatif padapihak lain. Menurut Stigler, adadua alternatif pandangan yangtelah luas dikenal di duniaakademis tentang bagaiamanaperaturan itu di berlakukan.Pertama, peraturan di lemba-gakan terutama untuk mem-berlakukan proteksi dan ke-manfaatan tertentu untuk pu-blik atau sebagian sub kelas daripublik tersebut. Tujuan adanyaregulasi ekonomi adalah man-faat ekonomi yang diberikanoleh negara atau pemerintahkepada masyarakat. Kedua,adalah suatu tipe analisa dimana proses politik dianggapsuatu penjelasan yang rasional.Peraturan lahir sebagai suatuproses politik biasa di mana didalam pasar politik ada per-mintaan dan ada penawaran.7

Dari indikator-indikatortersebut di atas kemudian da-pat dirumuskan apakah pada

masing-masing konstitusi me-makai paham individualismeatau kolektivisme, konstruksisistem ekonomi kapitalismeatau sosialisme. Untuk melihathal tersebut yang terpentingadalah dengan melihat peranannegara apakah negara tersebutdi haruskan aktif ataukah ne-gara di haruskan pasif. Peranannegara yang lain menurut kon-sepsi Georgie Jellinek apakahnegara hanya menjaga dansebagai wasit saja ataukah ne-gara ikut berperan atau ber-tanggung jawab dalam penye-lenggaraan kesejahteraan ma-syarakatnya.

III. Konstruksi Politik HukumEkonomi dalam UUD 1945Hasil Perubahan

Dengan indikator-indika-tor tersebut dapat di perguna-kan untuk menganalisa kons-truksi politik hukum ekonomidalam konstitusi.

a. Pembukaan UUD 1945Amandemen

Perubahan UUD 1945tidak seluruhnya mengalamiperubahan, akan tetapi adabeberapa point penting yang dirasa masih relevan dan perlu

Page 147: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

119������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

untuk dipertahankan misalnyaseperti dikemukakan oleh Laf-ran Pane bahwa beberapa prin-sip yang tidak mengalami per-ubahan antara lain meliputi8:1). Dasar filsafat negara Pan-casila karena sudah menjadikonsensus semua golongandalam BPUPKI/PPKI dan dicantumkan dalam PembukaanUUD 1945; 2). Tujuan negara,yang tertuang dalam Pembu-kaan; 3). Asas negara hukumyang tertuang dalam Pem-bukaan; 4). Asas kedaulatanrakyat yang tertuang dalamPembukaan; 5). Asas negarakesatuan; dan 6). Asas Republik

Sejalan pemikiran antaraLafrane Pane dan A. MukthieFajar, Elvyn G. Masassya yangmengemukakan bahwa pergan-tian tersebut dilakukan ter-hadap Batang Tubuh dan Pen-jelasannya, sedangkan Pem-bukaannya tetap dipertahan-kan. Hal ini, atas dasar pertim-bangan sebagai berikut:9

(1) Pembukaan UUD 1945 me-rupakan pernyataan Ke-merdekaan rakyat Indone-sia;

(2) Pembukaan UUD 1945 me-rupakan tertib hukum yangtertinggi di dalam negara

RI;(3) Pembukaan UUD 1945 me-

rupakan kaidah negarayang fundamental, yangmenentukan UUD;

(4) Pembukaan UUD 1945 ka-rena kedudukannya sebagaikaidah negara yang funda-mental, mengandung po-kok-pokok pikiran yangharus diciptakan atau di-tuangkan dalam pasal-pasalUUD.

Beberapa prinsip ter-sebut di atas juga berlaku dalamproses perubahan UUD 1945pada tahun 1999-2002 yangpada intinya tidak mengubahketentuan dari asas pengu-bahan dasar filsafat negara,tujuan negara, negara hukumdan asas kedaulatan rakyatyang kesemuanya ada dalamPembukaan. Jadi amandemenyang dilakukan tidak mengubahPembukaan sehingga pemba-hasan yang terjadi pada Pem-bukaan UUD 1945 tidak perludibahas kembali sebab hal ter-sebut sudah terbahas dalambagian UUD 1945 sebelum di-amandemen.

Setelah melihat berbagainilai yang terkandung akandidapati beberapa asas-asas

Page 148: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

120 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

yang dapat dilihat dalam Pem-bukaan adalah sebagai berikut:asas kebebasan yang berperi-kemanusiaan dan berperike-adilan, asas negara hukum, asaskedaulatan rakyat, asas negarakesatuan, asas republik, asasmemajukan kesejahteraanumum, asas mencerdaskankehidupan bangsa, asas musya-warah mufakat dan asas ke-adilan sosial.

b. Bentuk Negara danSistem Pemerintahan

Mengenai bentuk negaradiatur dalam Pasal 1 ayat (1)UUD 1945, yang selengkapnyaberbunyi “Negara Indonesiaialah Negara Kesatuan YangBerbentuk Republik.” Dalampasal ini termaktub tentangcita-cita negara dan penentuanbentuk negara yang berbentukkesatuan. Konsekuensi bentuknegara kesatuan ini akan me-nimbulkan peran negara daripemerintah pusat kepada pe-merintahan daerah. Pada akhir-nya sangat ditentukan asas-asas yang dipakai dalam bentuknegara kesatuan ini dapat beru-pa asas desentralisasi, sentrali-sasi, dekonsentrasi atau mede-bewind.

Selain itu, bahwa dalamUUD 1945 mengenal adanyasistem demokrasi perwakilandalam hal ini tercermin dalamPasal 1 ayat (2) yang berbunyi“Kedaulatan adalah ditanganrakyat, dan dilaksanakan me-nurut Undang-Undang Da-sar.”10

Hal ini sangat berbedadengan UUD 1945 sebelumamandemen dengan konsepkedaulatan di tangan MPR arti-nya menganut demokrasi rep-resentative, sedangkan per-ubahan UUD 1945 menghen-daki kedaulatan yang dilak-sanakan menurut Undang-Un-dang Dasar. Gagasan kedau-latan yang ada mengarah padasistem yakni pada sistem kons-titusional amanat rakyat di-jamin sepenuhnya dalam kons-titusi.

Undang-Undang DasarTahun 1945, Bab VI yang mem-bahas tentang PemerintahanDaerah yang telah mengalamiPerubahan Kedua di tahun2000 menjadi Pasal 18, Pasal18A dan Pasal 18B; merupakanlandasan yang kuat untuk me-nyelenggarakan otonomi de-ngan memberikan kewenanganyang luas, nyata dan bertang-

Page 149: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

121������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

gungjawab kepada daerah.Amandemen terhadap

Pasal 18 UUD 1945 yang di-jadikan landasan hukum pem-bentukan pemerintahan dae-rah ternyata banyak yangmengadopsi begitu saja darisubstansi UU No. 22 Tahun1999. Persoalan-persoalan kru-sial yang menyangkut hubung-an pusat dan daerah yang se-harusnya menjadi muatan isikonstitusi justru oleh MPRdiserahkan kembali kepadapembuat undang-undang. Se-cara garis besar amandemenPasal 18 UUD 1945 meliputi: (a)Penjelasan terhadap kekaburansubstansi pasal 18 UUD 1945;(b) Menarik substansi penje-lasan Pasal 18 ke dalam pasalbatang tubuh, misalnya pem-bagian daerah propinsi kepadadaerah lebih kecil (kota/kabu-paten), pengaturan daerah oto-nom dan dilengkapi denganDPRD, penghargaan terhadapsusunan asli daerah; (c) Meng-adopsi UU No. 22 Tahun 1999,misalnya tentang pembagianwewenang, hubungan keuang-an pusat-daerah, jabatan ke-pala daerah, dan pembuatanperda.11

Dari pasal-pasal di atas

akan didapati beberapa halpersoalan yang akan mencakupkonstruksi politik hukum eko-nomi sebagai berikut.1 . Bahwa dengan adanya oto-

nomi daerah maka kewe-nangan pemerintah pusatakan berkurang dan be-berapa kebijakan yang ber-kaitan dengan pembangun-an ekonomi akan tergan-tung pada kebijakan ma-sing-masing daerah.

2. Asas yang dipergunakanadalah desentralisasi danpembantuan.

3. Pengelolaan keuangan, pe-layanan umum dan peman-faatan sumber daya alamterdapat pendelegasian an-tara pemerintah pusat danpemerintah daerah.

4. Asas keadilan dan kese-larasan yakni adanya ke-satuan kebijakan secaramakro antara pemerintahpusat dengan pemerintah-an daerah.

Upaya keserasian danketerpaduan antarberbagaikebijaksanaan pembangunanharus diupayakan baik padatingkat nasional maupun dae-rah. Pengentasan kemiskinan,kesenjangan, peningkatan sum-

Page 150: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

122 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

ber daya manusia pembangun-an dan pemeliharaan prasaranadasar, serta peningkatan kuan-titas dan kualitas dijadikanprioritas dalam agenda kebi-jaksanaan pembangunan na-sional dan daerah.

c. Hak Warga NegaraPengaturan hak warga

negara dalam UUD 1945 dapatdikatakan lebih komplit danlengkap karena di sana terdapatperumusan cita-cita terhadapjaminan hak asasi manusia. Hakwarga negara ini tersebar diberbagai pasal mulai dari Pasal27 UUD 1945 hasil amande-men tentang kedudukan yangsama dalam bidang hukum, hakwarga negara untuk menda-patkan pekerjaan dan nasio-nalisme yang terbangun untukpembelaan kepada negara.

Demikian pula dalam Pa-sal 28 UUD 1945 yang merincilebih mendasar tentang hak-hak warga negara, bidang so-sial, kesehatan, pendidikan danekonomi. Khusus yang me-nyangkut hak warga negarabidang ekonomi dapat dilihatdalam Pasal 28H. Selengkapnyaberbunyi:(1) Setiap orang berhak hidup

sejahtera lahir dan batin,bertempat tinggal danmendapatkan lingkunganhidup yang baik dan sehatserta berhak memperolehpelayanan kesehatan. (ha-sil Perubahan Kedua).

(2) Setiap orang berhak men-dapat kemudahan dan per-lakuan khusus untuk mem-peroleh kesempatan danmanfaat yang sama gunamencapai persamaan dankeadilan. (hasil PerubahanKedua).

(3) Setiap orang berhak atasjaminan sosial yang me-mungkinkan pengembang-an dirinya secara utuhsebagai manusia yang ber-martabat. (hasil Perubah-an Kedua).

(4) Setiap orang berhak mem-punyai hak milik pribadidan hak milik tersebut ti-dak boleh diambil alih se-cara sewenang-wenangoleh siapapun. (hasil Per-ubahan Kedua).

Dari pasal-pasal tersebutdi atas dapat diambil beberapakonsep yakni pertama, bahwasetiap orang berhak hidup se-jahtera dan lahir batin, khu-susnya dalam bidang kese-

Page 151: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

123������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

hatan. Artinya negara mem-punyai jaminan untuk mem-berikan ruang hak untuk ja-minan kehidupan yang sejah-tera pada bidang kesehatan.

Kedua, bahwa berhakmendapat kemudahan dan per-lakuan khusus untuk mem-peroleh kesempatan dan man-faat yang sama guna mencapaipersamaan dan keadilan. Ke-tiga, bahwa negara mempunyaitanggung jawab untuk penye-lenggaraan jaminan sosial.

Sedangkan pada ayat ke-empat merupakan konsep yangsebetulnya terdapat pada UUDRIS tentang konsep hak milik,konsep hak milik yang lebihmencerminkan pada konsepindividualisme, di mana indivi-dualisme meninggikan pribadidaripada kolektivisme.

Hal yang menarik adalahtentang jaminan negara yang dimaktubkan dalam Bab XIIIperihal pendidikan yang ter-cermin dalam Pasal 31 ayat (4).Hal ini mencerminkan perandan tanggungjawab negarayang sangat kuat untuk mema-jukan pendidikan ditambahkanlagi dengan jaminan dalamAPBN dengan 20%. Seleng-kapnya bunyi Pasal 31 ayat (4)

adalah :“Negara memprioritas-

kan anggaran pendidikan se-kurang-kurangnya dua puluhpersen dari anggaran pen-dapatan dan belanja negaraserta dari anggaran penda-patan dan belanja daerah un-tuk memenuhi kebutuhanpenyelenggaraan pendidikannaional.”

UUD 1945 tersebut ter-lihat jelas relevansi dari sistemekonomi dalam upaya menang-gulangi kemiskinan. Sistemekonomi kerakyatan yang ber-asal dari rakyat, dikerjakan olehrakyat, dan dimanfaatkan untukkesejahteraan rakyat banyakmerupakan bentuk ideal yangseyogyanya dan wajib dicip-takan oleh negara.

Dengan berjalannya me-kanisme ekonomi kerakyatanyang memberikan kesempatanyang adil terhadap sumber-sumber modal, maka kese-jahteraan masyarakat dapatdipelihara agar tidak jatuh kejurang kemiskinan. Masyarakattidak dapat disalahkan ataskemiskinan yang dideritanya.Peningkatan kesejahteraan se-benarnya adalah hak mereka,sementara di lain pihak, negara

Page 152: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

124 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

(pemerintah) berkewajibandan memiliki kapasitas untukmenciptakan mekanisme yangkondusif bagi kesejahteraanrakyat.

d. Sistem Keuangan NegaraSistem keuangan secara

nasional diatur dalam APBNyang artinya bahwa seluruhkonsolidasi keuangan harusmelalui lembaga kepresidenanmelalui persetujuan DewanPerwakilan Rakyat. Orientasiyang di ciptakan APBN adalahuntuk melaksanakan amanatkedaulatan rakyat sesuai yangtertuang dalam PembukaanUUD 1945 yang dilakukan un-tuk kemakmuran rakyat. Peng-aturan semacam ini dapat kitajumpai dalam Pasal 23 ayat (1):“Anggaran pendapatan danbelanja negara sebagai wujuddari pengelolaan keuangannegara di tetapkan setiap ta-hun dengan undang-undangdan dilaksnakan secara ter-buka dan bertanggung jawabuntuk sebesar-besar kemak-muran rakyat.”

APBN merupakan wujudkeseimbangan dan ukuran ting-kat kesejahteraan yang bisadilihat pada setiap tahun dan

kebijakan-kebijakan apa sajayang ditempuh oleh pemerin-tah dalam melakukan kebijak-an.

Sedangkan mengenai pa-jak diatur dalam Pasal 23Ayang selanjutnya berbunyi“Pajak dan pungutan lain yangbersifat memaksa untuk ke-perluan negara diatur denganundang-undang”. Dengan di-anutnya sistem pajak berartinegara mempunyai tujuan se-bagai upaya pemerataan pem-bangunan sebagai upaya untukmenciptakan kemakmuran rak-yat yang sebesar-besarnya.Orientasi pajak ini lebih mene-kankan pada sistem ekonomimodern yang berbau liberal.

Dalam membangun eko-nomi bangsa juga tidak terlepasdari mata uang yang di per-gunakan dengan yang menga-tur kebijakan di bidang ke-uangan kedua hal tersebutsesungguhnya amat terkaitantara perbankan dan sistemmata uang. Khusus berkenaandengan mata uang dalam UUD1945 tidak diatur secara khususmata uang apa yang harus dipergunakan. Ketetapan menge-nai mata uang apa yang akandipakai ditetapkan melalui un-

Page 153: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

125������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

dang-undang. Konsekuensi pe-netapan mata uang denganundang-undang berarti akanditentukan oleh pemerintahdan dewan Perwakilan Rakyat(DPR). Ketentuan yang demi-kian dapat kita jumpai dalamPasal 23B yang berbunyi, “Ma-cam dan harga mata uangditetapkan dengan undang-undang.”

Menyinggung dengan halsistem perekonomian makatidak dapat dilepaskan dengansistem perbankan. Hal ini diaturdalam Pasal 23D UUD 1945amandemen yang berbunyi,“Negara memiliki suatu banksentral yang susunan, kedu-dukan, kewenangan, tang-gung jawab dan independen-sinya diatur dengan undang.”

Telaah subtansial pasaltersebut bahwa negara me-miliki suatu bank sentral. Banksentral yang dimaksud dalamUUD 1945 yang seperti apa danapakah harus dikelola olehpemerintah atau swasta jugaboleh mengelola hal ini jugaterdapat kekaburan. Kekabur-an ini di tambah pula dengankewenangan yang cukup inde-penden.

Dari beberapa pasal ter-

sebut didapati beberapa halmengenai penyelengaraan danpengelolaan keuangan sebagaiberikut.1 . Segala pengaturan dan pe-

ngelolaan keuangan negaradikelola melalui APBN yangbertujuan untuk mening-katkan kemakmuran rakyat

2. Adanya lembaga BadanPengawas Keuangan yangartinya hal ini menganutsistem check and balances.

3. Adanya penetapan matauang.

4. Adanya bank sentral yangmempunyai kewenangansecara independen.

Badan Pemeriksa Ke-uangan merupakan satu-satu-nya lembaga pemeriksa ekster-nal keuangan negara dan pe-ranannya perlu lebih diman-tapkan sebagai lembaga yangindependen dan profesional.Dalam Perubahan Ketiga UUDTahun 1945 antara lain me-ngatur Badan Pemeriksa Ke-uangan yang semula hanya satuayat dari Pasal 23 UUD Tahun1945 dikembangkan menjadisatu bab tersendiri (Bab VIIIA)dengan tiga pasal (23E, 23F dan23G) yang dirinci dalam tujuhayat yang kesemuanya itu mem-

Page 154: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

126 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

berikan dukungan konstitusiyang lebih kuat lagi kepadaBadan Pemeriksa Keuangansebagai lembaga pemeriksaeksternal di bidang keuangannegara.

Untuk lebih jelasnya isidari Pasal 23E ayat (1) UUD1945 hasil amandemen ber-bunyi, “Untuk memeriksa pe-ngelolaan dan tanggung ja-wab tentang keuangan negaradiadakan satu Badan Peme-riksa Keuangan yang bebasdan mandiri.”

Pasal ini merupakan upa-ya untuk melakukan kontrolterhadap penyelenggaraan pe-merintahan yang berkaitandengan keuangan negara. Cita-cita yang hendak diwujudkanadalah menciptakan sistempemerintahan yang bersih danberwibawa. Dianutnya sistempemerintahan yang bersih akanmempunyai ciri-ciri12 : a). Taathukum (rule of law); kerangkahukum yang adil dan dilaksana-kan tanpa diskriminasi, ter-utama hukum yang berlakuuntuk perlindungan hak asasimanusia; b). Transparansi;dibangun atas dasar kebebasanarus informasi. Informasi me-ngenai proses pengambilan

keputusan dan pelaksanaankerja lembaga-lembaga dapatditerima oleh mereka yangmembutuhkan. Informasi ter-sebut harus dapat dipahami dandapat dipantau.

e. Landasan PerekonomianSejarah perumusan pasal

per pasal dalam UUD 1945 me-ngalami banyak perdebatan.Sejak UUDS 1950 dan UUD1945 perdebatan dalam pem-bahasannya acapkali terjadidan terulang dengan materidan syarat pertarungan prinsipmuncul di permukaan. Hal initerulang kembali pada aman-demen yang keempat yangberkaitan dengan Pasal 33.

Perdebatan itu di awalioleh Mubyarto yang menya-takan bahwa perbedaan pen-dapat itu sangat menyangkutpersoalan hajat hidup orangbanyak, yaitu mengenai asaskekeluargaan dalam pereko-nomian nasional, terutamamenyangkut Pasal 33 UUD1945. Perbedaan itu terjadiantara Mubyarto dan ekonomlainnya seperti Sjahrir, Sri Adi-ningsih, dan Sri Mulyani sertaDidik J. Rachbini. KeinginanMubyarto untuk tidak meng-

Page 155: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

127������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

hapus asas perekonomian yangberkekeluargaan, terutamaPasal 33 UUD 1945. Mubyartomenolak penghapusan Pasal 33UUD 1945, padahal sebagianbesar anggota tim ahli ekonomiBadan Pekerja MPR berusahakeras agar pasal itu dihapus,dan diganti pasal baru. Duaekonom, yaitu Mubyarto danDawam Rahardjo, mengupaya-kan agar pasal itu tetap diper-tahankan. Sementara lima eko-nom lainnya berusaha meng-hapus. Posisi dua dibandinglima itu menyebabkan Mubyar-to mengundurkan diri.13

Menurut Mubyarto, iaberpendapat bahwa ada tigaistilah berbeda yang dalamprakteknya digunakan secarabergantian dan sering dianggapsama arti yaitu KesejahteraanSosial (judul bab XIV UUD1945), Kemakmuran Rakyat(Pasal 33 ayat (3) UUD 1945dan Penjelasannya), dan Kese-jahteraan Rakyat (nama se-buah Kementerian Koor-dinator). Kebanyakan orang ti-dak berminat secara seriusmembahas secara ilmiah per-bedaan ketiga istilah tersebut.Akibat dari keengganan inijelas, yaitu tidak pernah ada

kepastian dan ketegasan apamisi sosial instansi-instansipemerintah atau kementerianutama yang berada dalam ling-kup Menko Kesejahteraan Rak-yat seperti Departemen Pendi-dikan Nasional, DepartemenAgama, atau Departemen/Ke-menterian Sosial. Jika judul babXIV yang mencakup Pasal 33UUD 2002 (amandemen Pasal33 UUD 1945) diubah darihanya Kesejahteraan Sosialmenjadi Perekonomian Nasio-nal dan Kesejahteraan Sosial(terdiri atas 5 pasal, 3 pasallama dan 2 pasal baru), makaanggota MPR kita rupanya telahtersesat ikut menganggap bah-wa perekonomian nasional bisadilepaskan kaitannya dengankesejahteraan sosial. Pada saatdisahkannya UUD 1945 parapendiri negara tidak ragu-ragubahwa baik buruknya pereko-nomian nasional akan ikut me-nentukan tinggi rendahnyakesejahteraan sosial. Dalamkaitan dengan dasar-dasar ilmi-ah lahirnya ilmu ekonomi, parapendiri negara berpandanganbahwa ilmu ekonomi adalahcabang/bagian dari ilmu sosialyang pengamalannya akan ber-manfaat bagi kesejahteraan

Page 156: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

128 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

rakyat. 14

Untuk lebih jelasnya ini-lah hasil dari amandemen ke-empat Pasal 33 UUD 1945 yangberbunyi :(1) Perekonomian disusun se-

bagai usaha bersama ber-dasar atas asas kekeluar-gaan.

(2) Cabang-cabang produksiyang penting bagi negaradan yang menguasai hajathidup orang banyak dikuasai oleh negara.

(3) Bumi dan air dan kekayaanalam yang terkandung didalamnya dikuasai olehnegara dan dipergunakanuntuk sebesar-besar ke-makmuran rakyat.

(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasaratas demokrasi ekonomidengan prinsip kebersa-maan, efisiensi berkeadil-an, berkelanjutan, berwa-wasan lingkungan, keman-dirian, serta dengan men-jaga keseimbangan kema-juan dan kesatuan ekonominasional.

(5) Ketentuan lebih lanjut me-ngenai pelaksanaan pasalini diatur dengan undang-undang.

Pada ayat (1) sampai de-ngan ayat (3) tidak mengalamiperubahan yang signifikan,orientasi pasal ini masih samapada awal pembentukan UUD1945. Di mana perekonomianmasih menjadi tanggung jawabnegara untuk kemakmuran rak-yat dengan asas kekeluargaandengan langkah bahwa pengua-saan terhadap cabang produksiyang penting dan menguasaihajat hidup orang banyak di-kuasai oleh negara.15

Perbedaan setelah aman-demen adalah ditambahkanayat (4) yang sekiranya meng-akomodasi dihilangkannya pen-jelasan dengan menekankanadanya demokrasi ekonomidengan prinsip kebersamaan,efisiensi berkeadilan, berkelan-jutan, berwawasan lingkungan,kemandirian.

Pasal 33 UUD 1945 me-nyebutkan bahwa sumber dayaalam dikuasai negara dan diper-gunakan sebesar-besarnya bagikemakmuran rakyat. Sehinggadapat disimpulkan bahwa mo-nopoli pengaturan, penyeleng-garaan, penggunaan, persedia-an dan pemeliharaan sumberdaya alam serta pengaturanhubungan hukumnya ada pada

Page 157: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

129������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

negara. Pasal 33 mengamanat-kan bahwa perekonomian In-donesia akan ditopang oleh 3(tiga) pemain utama yaitu ko-perasi, BUMN/D (Badan UsahaMilik Negara/Daerah), dan swas-ta yang akan mewujudkan de-mokrasi ekonomi yang ber-cirikan mekanisme pasar, sertaintervensi pemerintah, sertapengakuan terhadap hak milikperseorangan. Penafsiran darikalimat “dikuasai oleh negara”dalam ayat (2) dan (3) tidakselalu dalam bentuk kepemi-likan tetapi utamanya dalambentuk kemampuan untuk me-lakukan kontrol dan pengaturanserta memberikan pengaruhagar perusahaan tetap ber-pegang pada asas kepentinganmayoritas masyarakat dan se-besar-besarnya kemakmuranrakyat

Jiwa Pasal 33 berlan-daskan semangat sosial, yangmenempatkan penguasaan ba-rang untuk kepentingan masya-rakat pada negara. Pengaturanini berdasarkan anggapan bah-wa pemerintah adalah peme-gang mandat untuk melaksana-kan kehidupan kenegaraan diIndonesia. Untuk itu, peme-gang mandat ini seharusnya

punya legitimasi yang sah danada yang mengontrol tindaktanduknya, apakah sudah men-jalankan pemerintahan yangjujur dan adil, dapat dipercaya(accountable), dan transparan(good governance).

Beberapa pendapat pe-nulis terhadap proses maupunsubtansi dari arah politik hu-kum ekonomi yang hendak dicapai pasca dilakukan aman-demen adalah :a. Bahwa asas dalam sistem

perekonomian adalah asaskekeluargaan yang lebihbercorak sosialisme Hattadan bukan dipahami se-bagai asas kekeluargaanyang kekerabatan atau per-koncoan. Di mana akar darisosialisme Hatta ini berakardari paham kolektivismeyang menekankan masya-rakat sebagai primer danindividu sebagai sekunder.

b. Bahwa negara bertanggungjawab terhadap penyeleng-garaan perekonomian de-ngan melakukan pengua-saan cabang-cabang pro-duksi yang menguasai hi-dup orang banyak. Artinyacabang-cabang produksiitu adalah hal-hal yang me-

Page 158: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

130 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

nyangkut kebutuhan pri-mer yang dibutuhkan olehmasyarakat.

c . Bahwa negara bertanggungjawab untuk penguasaanbumi, air dan kekayaanalam untuk kemamuranrakyat. Tujuan dari pengua-saan tersebut tidak lainadalah sebagai upaya me-nuju jalan kesehateraanmasyarakat. Penguasaan

tersebut tidak boleh di per-gunakan atas nama negarauntuk kepentingan pribadiatau golongan.

d. Bahwa dalam menjalankansistem perokonomian mem-perhatikan demokrasi eko-nomi, asas kemandirian danefisiensi keadilan, berwa-wasan lingkungan.

e. Hemat penulis bahwa fon-dasi ekonomi tentang ga-

Tabel 1. Tabulasi konstruksi Politik Hukum EkonomiUUD 1945 Amandemen

Page 159: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

131������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

gasan-gagasan yang ter-tuang dalam Pasal 33 initidak jelas antara bangunansosialisme Hatta atau kearah sistem ekonomi li-beral, akan tetapi dalam nu-ansa pembentukan dan me-lihat jiwa dari Pasal 33 uta-manya ayat (4) lebih kentalpada aroma liberalismeekonomi.

Dengan mendasarkanpada lima indikator yang dibuatpenulis sebelumnya maka se-cara ringkas politik hukumekonomi dalam UUD 1945 bisadapat dilihat dalam tabel 1.

Beberapa hal yang me-nonjol dalam cita-cita negaradalam Pembukaaan sepertikedaulatan, persatuan, keadil-an dan kemakmuran. Negaramemberikan perlindungan danmemajukan kesejahteraan rak-yat. Kedaulatan rakyat yangdidasarkan atas ke-Tuhan-an,kemanusiaan yang adil danberadab, persatuan Indonesia,kerakyatan yang dipimpin olehhikmat dalam permusyaratandan perwakilan. Dan melihatrelasi negara dan masyarakatnegara mempunyai peran un-tuk menyejahterakan masya-rakatnya. Secara keseluruhan

menggambarkan relasi negaradan masyarakat dengan tipenegara welfare state.

Sedangkan dalam lan-dasan perekonomian dalamUUD 1945 amandemen belummencirikan arah sistem eko-nomi yang hendak dibangunapakah sistem ekonomi liberalataukah pada sistem ekonomisosialis. Ketidak-jelasan (am-biguitas) ini terjadi pada lan-dasan ekonomi yang mene-kankan demokrasi ekonomi, dimana demokrasi pada bidangprekonomian artinya tergan-tung masing-masing individudengan mengandalkan kemam-puan dan kapasitas. Artinyanegara dan masyarakat di-pandang satu subyek pelakuekonomi yang sama.

Negara yang dipandangsebagai pelaku ekonomi yangsama dengan masyarakat mem-punyai konsekuensi di mananegara tidak dapat menguasaicabang-cabang produksi yangmenyangkut hajat hidup orangbanyak. Hal ini dapat diartikanpula bahwa negara tidak dapatmemonopoli cabang-cabangproduksi untuk masyarakat.Cita-cita yang hendak dibangundalam konstitusi untuk me-

Page 160: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

132 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

wujudkan kemakmuran dankesejahteraan tidak dapatsecara optimal dilakukan.

Demokrasi ekonomi akanlebih mendekatkan kepada se-buah sistem ekonomi liberal.Negara hanya menjadi wasitsaja dalam membangun eko-nomi negara dan tidak menjadipelaku ekonomi. Sistem yangseperti ini menurut Hans Kelsennegara hanya bersifat pasif.

IV. PenutupKonstruksi politik hukum

ekonomi UUD 1945, pertama,negara memberikan perlin-dungan dan memajukan kese-jahteraan rakyat. Kedaulatanrakyat yang didasarkan atasketuhanan Yang Maha Esa,kemanusiaan yang adil danberadab persatuan Indonesia,kerakyatan yang dipimpin olehhikmat dalam permusyaratan/perwakilan dan negara mem-punyai tanggung jawab dalammenyejahterakan masyarakat.Negara bertanggung jawabdalam penyelenggaraan sistemkehidupan masyarakatnya. Ke-dua, bentuk negara dan sistempemerintahan: bentuk negarakesatuan. Ketiga, hak warganegara: dijaminnya hak-hak

dasar manusia secara menye-luruh. Negara menjamin hak-hak dasar manusia. Keempat,sistem keuangan negara diaturdengan adanya mata uang,anggaran, BPK, independensibank, pajak, kebijakan mone-ter. Sementara itu, peran ne-gara adalah membangun sistemmoneter melalui APBN dan jugabank sentral yang independen,artinya di luar kendali negara.Kelima, landasan ekonomi asaskekeluargaan, kolektivisme,penguasaan pada cabang pro-duksi yang penting, penguasaansumber daya, dan demokrasiekonomi. Negara bertanggungjawab dalam penyelenggaraanperekonomian. Yang mengha-ruskan negara berperan se-bagai pemain ekonomi. Arti-nya, bahwa ekonomi dalamgagasan ini mendekati kepadanuansa ekonomi politik kapi-talistik.

Endnotes

1 Suwoto Mulyosudarmo,Politik Hukum, Diktat Kuliah, Pro-gram Studi Ilmu Hukum Pro-gram Pasca Sarjana Unair, Sura-baya, 1998, hal 1.

2 Umar Juoro, “PembuatanKebijakan Ekonomi: Antara Pen-dekatan Neoklasik dan Konsti-

Page 161: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

133������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

tusional”, Jurnal Demokrasi danHAM, jilid 1/No: 4/Sept-Nop2001, hal.3.

3 Moh. Yamin, Naskah Un-dang-Undang Dasar 1945, JilidPertama, Siguntang, Jakarta,1959, hal. 302.

4 Didik J. Rachbini, EkonomiPolitik Paradigma dan Teori PilihanPublik, Ghalia Indonesia, Jakarta,2002, hal 15.

5 Op.Cit., hal. 15.6 Op.Cit., Soehino, hal. 224.7 Didik J Rachbini, Ekonomi

Politik Kebijakan Dan StrategiPembangunan, Granit, Jakarta,2004. hal. 10-14

8 Op.Cit., Mukhtie Fajar, hal.4 1 .

9 Elvyn G. Masassya, artikel“Penggantian UUD 1945 MenujuIndonesia Baru Yang Demokra-tis.”

10 Hasil dari rumusan pasalini dilakukan pada PerubahanKetiga UUD 1945.

11 Ibnu Tricahyo, “Perubah-an Politik Hukum PemerintahanDaerah”, di sampaikan padaDiklat Pemerintahan Desa beker-jasama dengan Bandiklat Pro-vinsi Jawa Timur 2002. hal. 9

12 Joko Widodo, “Good Gover-nance, Telaah dari DimensiAkuntabilitas dan Kontrol Biro-krasi, Pada Era Desentralisasi danOtonomi Daerah”, Cendekia,Surabaya, 2001.

13 Tempointeraktif.com, 24Mei 2001, diakses Bulan Mei2004.

14 Op.Cit., Mubyarto, Para-digma Kesejahteraan. hal. 5.

15 lihat Hatta tentang konsep

Pustaka

Asshiddiqie, Jimly, 1994. Ga-gasan Kedaulatan Rakyatdalam Konstitusi dan Pe-laksanaannya di Indo-nesia, Jakarta: PT IchtiarBaru Van Hoeve.

_____________, 2002. Kon-solidasi Naskah UUD 1945Setelah Perubahan Keem-pat, Jakarta: Pusat StudiHukum Tata Negara FH UI.

Baron, Jerome A., and Dienes,C. Thomas, 1987. Consti-tutional Law, St Paul:West Publishing.

Cooter, Robert and Ulen, Tho-mas, 1988. Law and Eco-nomics, United States:Harpers Colins.

Didik J. Rachbini, 2002. Eko-nomi Politik Paradigmadan Teori Pilihan Publik,Jakarta: Ghalia Indonesia.

_____________, 2004. Eko-nomi Politik Kebijakandan Strategi Pembangun-an, Jakarta: Granit.

Fadjar, A. Mukthie, 2003. Re-formasi Konstitusi dalamMasa Transisi Paradig-matik, Malang: Intrans.

______________, 2004. TipeNegara Hukum, Malang:Bayumedia.

Hartono, Sri Rejeki, 2000.Kapita Selekta HukumEkonomi, Bandung: Man-dar Maju.

Joeniarto, 2001. Sejarah Keta-tanegaraan Republik In-donesia, Jakarta: BumiAksara.

Juoro, Umar, 2001. Pembuat-an Kebijakan Ekonomi:Antara Pendekatan Neo-klasik dan Konstitusional,Jurnal Demokrasi danHAM, jilid 1/No: 4/Sept-Nop 2001.

Linblad, J. Thomas, 2002.Fondasi Historis EkonomiIndonesia, Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Lubis, Solly, 1997. Pemba-hasan UUD 1945, Ban-dung: Alumni.

Mulyosudarmo, Suwoto, 1998.Politik Hukum, Diktat Ku-liah, Surabaya: ProgramStudi Ilmu Hukum Pro-gram Pasca Sarjana Unair.

Simorangkir, J.C.T, dan Say, B.Mang Reng, 1958. Konsti-

Page 162: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

134 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

tusi dan Konstituante In-donesia, Jakarta: NV Soe-roengan.

Soemantri, Sri, 1979. Prosedurdan Sistem PerubahanKonstitusi, Bandung: Alum-ni.

Syaukani, Imam, dkk., 2004.Dasar-Dasar Politik Hu-kum, Jakarta: RajawaliPers.

Swasono, Sri Edi dan Wahyono,Padmo, 1990. Pemba-ngunan Berwawasan Se-

jarah Kedaulatan Rakyat,Demokrasi Ekonomi, danDemokrasi Politik, Jakar-ta: UI Pers.

Wheare, K.C., 2003. Konsti-tusi-Konstitusi Modern,Surabaya: Pustaka Eureka.

Yamin, Moh., 1959. NaskahUndang-Undang Dasar1945, Jilid Pertama, Ja-karta: Siguntang.

__________, 1960. NaskahPersiapan Undang-Un-dang Dasar 1945, Jilid

Page 163: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

135������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

Setiap putusan Mahka-mah Konstitusi (MK) pastilahmempertimbangkan pasal 50UU nomor 24 tahun 2003 ten-tang Mahkamah Konstitusi (UUMK) sebagai norma yang meng-atur tentang kewenangan untukmengukur apakah MK memilikikewenangan untuk melakukanpemeriksaan dan pengujianatas UU yang diajukan pemo-hon untuk diuji. Pasal 50 UUMK adalah ketentuan yang me-ngatur mengenai batasan UUyang bisa diuji di MK. Pasaltersebut mengatur bahwa “Un-dang-undang yang dapat di-

mohonkan untuk diuji adalahundang-undang yang diun-dangkan setelah perubahanUndang-Undang Dasar Ne-gara Republik Indonesia tahun1945.”1 Dalam Penjelasan pasal50 UU MK lebih ditegaskanbahwa yang disebut dengansetelah perubahan UUD 1945adalah perubahan pertamaUUD 1945 yang disahkan padatanggal 19 Oktober 1999.2 Ke-tentuan tersebut berarti secaraeksplisit menetapkan bahwaUU yang bisa diuji oleh MKadalah UU yang disahkan danberlaku sejak tanggal 19 Ok-

PASAL 50 UU MK DALAM PUTUSANJUDICIAL REVIEW DI MAHKAMAH

KONSTITUSI

OLEH

DRS. AHMAD FADLIL SUMADI, S.H., M.HUM.

Panitera Mahkamah Konstitusi RI

Page 164: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

136 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

tober 1999.Berdasarkan pasal 56

ayat (1) UU MK, bilamanaketentuan pasal 50 UU MK initidak dipenuhi dalam permo-honan pengujian UU makaamar putusan MK harus me-nyatakan permohonan “tidakdapat diterima” (niet ontvan-kelijk verklaard, inadmissible).Implikasi putusan MK yangmenyatakan “tidak dapat di-terima” dengan “ditolak”3 ada-lah berbeda. Implikasi dariputusan “ditolak” adalah siapapun tidak boleh mengajukanpermohonan pengujian keten-tuan pembentukan atau materimuatan (sebagian atau kese-luruhan) dari UU yang samayang pernah diuji (dan diputus)oleh MK tersebut.4 Sedangkanapabila putusan MK yang me-nyatakan permohonan “tidakdapat diterima” maka impli-kasinya adalah masih terbukakemungkinan bagi “pihak lain”untuk mengajukan permohon-an pengujian yang sama. Pihaklain yang dimaksud adalah or-ang, kelompok atau badan hu-kum yang memenuhi persya-ratan legal standing sebagaipemohon serta mampu menun-jukkan kerugian konstitusio-

nalnya, sebagaimana diaturdalam pasal 51 UU MK danyurisprudensi.55 Dalam pasal 51ayat (1) UU MK terdapat 4subjek hukum yang bisa men-jadi pemohon dalam perkarapengujian UU terhadap UUDyaitu (i) perorangan, (ii) kesa-tuan masyarakat hukum adat,(iii) badan hukum publik atauprivat, dan (iv) lembaga ne-gara. Sedangkan yang dimak-sud dengan yurisprudensi ada-lah putusan MK atas

Perkara Nomor 006/PUU-III/2005 dan PerkaraNomor 010/PUU-III/2005,dimana MK berpendapat bah-wa kerugian yang timbul kare-na berlakunya suatu UU me-nurut Pasal 51 ayat (1) UU MKharus memenuhi 5 (lima) sya-rat, yaitu:(a) adanya hak konstitusional

Pemohon yang diberikanoleh UUD 1945;

(b) hak konstitusional Pemo-hon tersebut dianggap olehPemohon telah dirugikanoleh berlakunya undang-undang yang sedang diuji;

(c) kerugian konstitusional itubersifat spesifik (khusus)dan aktual atau setidak-tidaknya bersifat potensial

Page 165: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

137������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

yang menurut penalaranyang wajar dapat dipre-diksikan akan terjadi;

(d) adanya hubungan sebabdan akibat (causal ver-band) antara kerugian kons-titusional Pemohon denganundang-undang yang di-mohonkan untuk diuji;

Kemudian, bagaimanabila putusan “tidak dapat di-terima” tersebut didasarkankepada tidak dipenuhinya ke-tentuan yang disebutkan dalampasal 50 UU MK. Dalam artibahwa UU yang dimintakanpengujian tersebut adalah UUyang diundangkan sebelumperubahan pertama UUD 1945.Secara normatif jelas, bahwaatas pengujian UU yang di-undangkan sebelum PerubahanUUD 1945 meskipun putusan-nya “tidak dapat diterima”,namun tidak seorang pun dapatmengajukan kembali permo-honan atas UU yang sama. Halini disebabkan UU MK yangmenjabarkan hukum acara MKdalam kewenangannya untukmenguji UU terhadap UUD te-lah membatasi bahwa UU yangdapat dimohonkan untuk diujihanyalah UU yang diundang-kan setelah perubahan UUD

1945.Namun demikian, dalam

praktek pelaksanaan kewe-nangan MK menguji UU ter-hadap UUD yang telah dilaku-kan selama ini terdapat halmenarik yang disajikan MKdalam putusan-putusannyayang terkait dengan pelaksa-naan pasal 50 UU MK. Ada 2(dua) putusan MK dimana MKmemutus hal yang berbeda ataspelaksanaan pasal 50 UU MK.Pertama adalah putusan atasperkara nomor 004/PUU-I/2003 mengenai pengujian UUnomor 14 tahun 1985 tentangMahkamah Agung dan keduaadalah perkara nomor 066/PUU-II/2004 mengenai per-kara pengujian UU nomor 24tahun 2003 tentang MahkamahKonstitusi dan UU nomor 1tahun 1987 tentang KamarDagang dan Industri (UUKADIN). Disebut “berbeda”karena dalam putusan per-tama, MK “mengenyamping-kan” pelaksanaan pasal 50 UUMK dalam memeriksa perkaranomor 004/PUU-I/2003, se-dangkan dalam putusan kedua,MK melakukan “pembatalan”atas keberlakuan pasal 50 UUMK.

Page 166: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

138 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

Mengapa MK memutushal yang berbeda pada keduaperkara tersebut berkaitandengan pelaksanaan pasal 50UU MK? Tulisan ini mencobauntuk menjelaskan apa yangmenjadi dasar pertimbanganMK dalam memutus hal yangberbeda sekaligus mendisemi-nasikan teori-teori hukum yangberkembang yang mendasaripertimbangan hukum padaputusan MK.

PenyampinganPutusan MK dalam per-

kara nomor 004/PUU-I/2003mengenai pengujian UU nomor14 tahun 1985 dalam kaitannyadengan pasal 50 UU MK, ma-yoritas majelis hakim konsti-tusi berpendapat bahwa karenajabatannya, Hakim Konstitusiharus “mengenyampingkan”pasal 50 UU MK untuk meme-riksa perkara yang diajukanpemohon. Mengapa MK ber-pendapat demikian?

Sebelum masuk padapembahasan pertimbanganhukum putusan tersebut akandiuraikan latar belakang dariperkara ini terlebih dahulu.Perkara ini adalah perkara yangdiajukan pemohon dalam masa

transisi pembentukan MK.Maksudnya adalah, perkara iniditerima oleh MahkamahAgung (MA) yang pada saat itumelakukan sementara kewe-nangan MK (sebelum terben-tuk) yang diberikan oleh UUD.6

Perkara pengujian UU nomor14 tahun 1985 ini adalah satudiantara 14 (empatbelas) per-kara pengujian UU yang di-terima MA sebelum terben-tuknya MK. Pada saat peng-ajuan perkara ini, lembaga MKbelumlah terbentuk bahkan UUMK pun belum ada. MahkamahAgung memiliki ketentuan hu-kum acara mengenai pelak-sanaan judicial review yangdiatur dalam Peraturan Mah-kamah Agung (PERMA) nomor02 tahun 2002. Pelaksanaanproses judicial review di MA,sebelum terbentuknya MK,tunduk pada peraturan ini.Namun hingga terbentuknyaMK, sampai pada proses serahterima perkara,7 MA belummemeriksa satupun perkarayang masuk tersebut.

Setelah melakukan duakali pemeriksaan persidangan,pada tanggal 30 Desember2003, Majelis Hakim Konstitusimembacakan putusan atas per-

Page 167: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

139������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

kara pengujian UU nomor 14tahun 1985. Terlepas dari amarputusan atas pokok perkaradalam permohonan tersebut,pembahasan selanjutnya akandititikberatkan pada bagai-mana MK melaksanakan pasal50 UU MK dalam putusan per-kara itu.

Sebagaimana telah di-sebutkan sebelumnya, bahwaadanya ketentuan pasal 50 UUMK membuat MK hanya bolehmenguji UU yang diundangkansetelah perubahan pertamaUUD 1945. Atas tesis ini, dalamputusan tersebut MK meru-muskan permasalahan ini da-lam dua pertanyaan pertama,“apakah undang-undang yangmembentuk Mahkamah Kons-titusi sebagai amanat atauperintah Pasal 24C ayat (6)Undang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun1945, untuk mengatur lebihlanjut tentang pengangkatandan pemberhentian HakimKonstitusi, hukum acara sertaketentuan lainnya tentangMahkamah Konstitusi, dimak-sudkan termasuk untuk meng-atur pembatasan kewenanganpengujian yang harus dilaku-kan oleh Mahkamah Konsti-

tusi?”.8 Kedua, “…apakah ke-kosongan aturan pengujianundang-undang yang diun-dangkan sebelum perubahanpertama Undang-Undang Da-sar Negara Republik IndonesiaTahun 1945, tetapi dipandangbertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945 tersediaatau akan diadakan lembagatersendiri untuk mengujinya?”9

Pertanyaan pertama in-tinya adalah mempermasalah-kan apakah UU MK (sebagai UUorganik) dapat mengatur pem-batasan kewenangan pengujianyang dilakukan oleh MK. Ataspertanyaan ini, MK melakukanpenafsiran atas pasal 24C ayat(1) UUD 1945 mengenai kewe-nangan konstitusional yangdimiliki MK. Mayoritas hakimberpendapat bahwa Pasal 24Cayat (1) UUD 1945 merupakandasar kompetensi MK untukmemeriksa, mengadili, danmemutus perkara yang diaju-kan kepadanya, yang sifatnyalimitatif. Limitatif dalam artibahwa hanya hal-hal yang di-sebut dalam pasal tersebutsajalah yang menjadi kewe-nangan MK. Terhadap kewe-nangan ini, di satu pihak tidak

Page 168: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

140 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

dapat ditambahkan kewenang-an lain dan di lain pihak tidakdapat dikurangi. Penguranganataupun penambahan keten-tuan pasal tersebut hanya dapatdilakukan karena adanya per-ubahan terhadap pasal dimak-sud dengan jalan perubahanUUD 1945 sebagaimana diaturdalam Pasal 37.10

Berikutnya, Pasal 24Cayat (6) UUD 1945 adalah pasalyang memerintahkan pemben-tukan UU MK. Ketentuan Pasalitu menyatakan bahwa“…pengangkatan dan pember-hentian Hakim Konstitusi, hu-kum acara serta ketentuan lain-nya tentang Mahkamah Konsti-tusi diatur dengan undang-undang”. Akan tetapi, keten-tuan pasal ini tidaklah dapatdiartikan bahwa pembentukundang-undang dapat melaku-kan pengaturan yang berten-tangan dengan pokok substansiyang diatur oleh UUD. Kewe-nangan MK merupakan halyang sangat fundamental se-hingga ditentukan dalam UUD.Perlunya hal-hal lain untukdiatur dalam UU, sebagaimanadimaksud oleh Pasal 24C ayat(6) UUD 1945 harus diartikantidak lain untuk memungkinkan

dan mendukung agar MK dapatmenjalankan kewenangannyasebagaimana telah ditentukanoleh UUD. Keberadaan UU MKsebagai pelaksanaan Pasal 24Cayat (6) UUD 1945 adalah se-bagai UU yang berfungsi untukmelaksanakan UUD dan tidakmembuat aturan baru apalagiyang bersifat membatasi pe-laksanaan UUD.11

Untuk melaksanakan pe-rintah pasal 24C ayat (6) UUD1945 pembuat undang-undangmempunyai kewenangan untukmenentukan hal yang terbaikdan dianggap tepat, namunpembentuk undang-undangtidak dapat mengubah hal-halyang secara tegas telah di-tentukan oleh UUD, apalagimenyangkut kewenangan lem-baga negara yang diatur olehUUD. Pasal 50 UU MK dipan-dang mereduksi kewenanganMK yang diberikan UUD 1945dan bertentangan dengan dok-trin hirarki norma hukum yangtelah diakui dan diterima se-cara universal.12

Berkaitan dengan peng-ujian UU nomor 14 tahun 1985yang sedang diperiksa oleh MK,adanya Pasal 50 UU MK yangmengatur pembatasan kewe-

Page 169: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

141������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

nangan pengujian undang-un-dang terhadap Undang-UndangDasar dapat menghambat pe-laksanaan tugas konstitusionalMK.

Kemudian, permasalah-an kedua mengenai bilamanakeberadaan pasal 50 UU MKdapat dibenarkan apakah ter-sedia lembaga untuk mengujiUU yang diundangkan sebelumperubahan UUD. Dalamputusan tersebut mayoritashakim berpendapat bahwa jikaseandainya benar (quod non)Pasal 50 UU MK dipandangsebagai delegasi wewenangsecara sah yang diamanatkanoleh UUD 1945 maka timbulkekosongan dimana tidak adabadan peradilan atau lembagatertentu yang disebut berwe-nang memeriksa, mengadili danmemutus permohonan peng-ujian undang-undang yang di-undangkan sebelum perubahanpertama UUD 1945. Dan per-masalahan ini terjadi dalampengujian UU nomor 14 tahun1985.

Ketentuan Pasal 50 UUMK akan menciptakan berlaku-nya tolok ukur ganda dalamsistim hukum Indonesia de-ngan tetap membiarkan sah dan

mempunyai kekuatan hukummengikat UU yang diundang-kan sebelum perubahan UUD1945, meskipun UU tersebutmelanggar hak dan/atau kewe-nangan konstitusional per-orangan, kelompo orang ataulembaga karena tidak ada lem-baga yang bisa menguji UUtersebut. Dalam hal demikianMK wajib memeriksa dan meng-adili karena MK tidak bolehmenolak perkara atas dasartidak ada hukumnya. Akan te-tapi, adalah menjadi kewajibanMK untuk menemukan normadimaksud sehingga terlepasdari adanya ketentuan Pasal 50UU MK. Oleh karena salah satumaksud dari kehadiran MKadalah untuk membawa semuaperbedaan pendapat tentanghukum yang menyangkut un-dang-undang yang dipandangbertentangan dengan Undang-Undang Dasar untuk diselesai-kan oleh pihak ketiga yangnetral dan imparsial, berdasarhukum dan keadilan.13

Berdasarkan argumen-tasi tersebut MK melakukanpenyampingan (mengenyam-pingkan) Pasal 50 UU MK untukkemudian memeriksa, meng-adili serta memutus pokok per-

Page 170: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

142 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

kara permohonan tersebut.Yang dimaksud dengan pe-nyampingan tersebut adalahtidak sama dengan pengujian,karena pasal 50 UU MK tidakdimohonkan untuk diuji olehpemohon. Penyampingan jugatidak sama dengan interpretasiatau penafsiran, karena MKmemang tidak bermaksud un-tuk melakukan panafsiran ataspasal 50 UU MK, akan tetapi MKmemang melakukan penafsiranatas pasal 24C UUD 1945.Penyampingan ini tidak mem-batalkan atau menyatakan sua-tu ketentuan undang-undangtidak lagi mempunyai kekuatanhukum mengikat (dalam hal inipasal 50 UU MK), tetapi dalamkasus tertentu, ketentuan un-dang-undang atau peraturanperundang-undangan itu kare-na suatu alasan dikesamping-kan.14

Sebagai catatan, bahwadalam putusan ini terdapat 3(tiga) oarang hakim konstitusiyang menyatakan pendapatberbeda (dissenting opinion).Namun demikian, alasan sertaargumentasi dissenting parahakim akan dijabarkan dalampembahasan mengenai “pem-batalan” sebab ketiga hakim ini

secara konsisten menyampai-kan argumentasinya dalamputusan “pembatalan” keber-lakuan pasal 50 UU MK denganargumentasi yang lebih tajam.

PembatalanManakala dalam putusan

perkara nomor 004/PUU-I/2003, pasal 50 UU MK di-kesampingkan dengan argu-mentasi sebagaimana tersebutdiatas. Maka dalam perkaranomor 066/PUU-II/2004, pa-sal 50 tersebut dinyatakanbertentangan dengan UUD1945 dan tidak mempunyaikekuatan hukum mengikat.Mengapa terhadap pasal yangsama, MK bersikap lain dariyang pernah dilakukan?

Berdasarkan permohon-an yang diajukan (perkara no-mor 066/PUU-II/2004), pe-mohon mengajukan 2 (dua)pengujian UU sekaligus dalamsebuah permohonan. Modelpermohonan ini belum pernahdilakukan sebelumnya. Kalau-pun praktek yang lazim di-lakukan adalah MK mengga-bungkan dua perkara atau lebihdimana UU yang diuji adalahsama meski diajukan oleh pe-

Page 171: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

143������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

mohon yang berbeda. Ataubahkan MK memeriksa 2 (dua)perkara secara terpisah meskidiajukan oleh pemohon yangsama, seperti pada kasus peng-ujian UU Sisdiknas15 dan UUAPBN TA 200516 yang diajukanoleh pemohon yang sama. Na-mun dalam perkara nomor066/PUU-II/2004 ini, MK me-meriksa dua pengujian UU se-kaligus yaitu UU MK dan UUKadin. Cara ini ditempuh olehpemohon agar pemohon me-miliki akses untuk memintapengujian UU Kadin yang nota-bene diundangkan pada tahun1987. Oleh karena itu, pemohonjuga meminta MK agar sebe-lumnya MK menguji pasal 50UU MK terlebih dahulu se-belum melakukan pengujianatas UU KADIN.

Secara sekilas terkesanbahwa ada perbedaan putusanMK atas pasal 50 UU MK. Pa-dahal tidak demikian adanya.Karena dalam perkara 004/PUU-I/2003, pasal 50 UU MKtidak dimohonkan pengujianoleh Pemohon. Dengan tidakdiajukannya pasal tersebutsebagai permohonan pengujianmaka MK tidak menilai konsti-tusionalitasnya. Karenanya

tidak ada putusan MK atas pasal50 UU MK dalam perkara 004/PUU-I/2003.

Permasalahan dalamperkara 004/PUU-I/2003adalah bahwa kepada MK di-ajukan permohonan pengujianterhadap materi muatan UUnomor 14 tahun 1985. Yangberarti UU yang dimohonkanpengujian ini diundangkan se-belum terjadinya perubahanUUD 1945. Dengan demikianMK menghadapi permasalahanuntuk mengujinya karena ada-nya ketentuan dalam pasal 50tersebut. Akhirnya denganargumentasi sebagaimana te-lah diuraikan sebelumnya MKmengambil sikap “menge-nyampingkan” ketentuan pasal50 tersebut. MK tidak memutus(melakukan pengujian ataspasal 50 UU MK) melainkan“mengenyampingkan”-nya ka-rena ketentuan pasal tersebutmenghalangi pelaksanaan tu-gas-tugas konstitusionalitas-nya.

Sedangkan dalam per-kara nomor 066/PUU-II/2004pemohon secara tegas me-minta MK melakukan pengujianatas pasal 50 UU MK. Sesung-guhnya dapat dibaca secara

Page 172: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

144 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

jelas tujuan utama dari per-mohonan ini adalah memintaMK menguji UU nomor 1 tahun1987, akan tetapi adanya keten-tuan pasal 50 UU MK meng-halangi tujuan utama pemohonmaka pemohon pun memintaMK melakukan pengujian ataspasal 50 UU MK untuk mem-peroleh akses pada tujuan uta-ma permohonan.

Terlepas dari apapunmotif dibelakang pengujianyang diajukan oleh pemohon,MK harus memriksa, mengadilidan memutus konstitusional-itas pasal 50 UU MK karenaadanya permohonan untukmenguji ketentuan pasal ter-sebut. Karena itu MK harusmemutus permohonan peng-ujian pasal 50 UU MK layaknyaputusan atas perkara pengujianUU lainnya. Dan putusan MKatas pengujian pasal 50 UU MKini adalah mengabulkan per-mohonan pemohon. Yang ber-arti sejak putusan tersebutdiucapkan, pasal 50 UU MKbertentangan dengan UUD dantidak lagi mempunyai kekuatanhukum mengikat.

Pertimbangan hukumpengujian pasal 50 UU MKdalam perkara 066/PUU-II/

2004 ini tidak berbeda denganpertimbangan yang diputuskanhakim dalam perkara 004/PUU-I/2005. Sebagaimana te-lah dibahas diatas setidaknyaada 2 kelompok besar per-masalahan pembahasan kons-titusionalitas pasal 50 UU MK.Pertama adalah mengenai per-debatan bahwa ketentuan pasal50 UU MK telah mereduksikewenangan MK yang diaturdalam UUD. Penjelasan atasargumentasi terhadap pen-dapat ini telah diuraikan diatasoleh karena itu yang akan di-jelaskan selanjutnya adalahargumentasi dari pendapatyang berbeda. 3 orang hakimyang menyampaikan dissentingopinion pada intinya memilikipandangan yang sama bahwaketentuan pasal 50 UU MK initidak bermaksud untuk me-reduksi kewenangan MK yangdiberikan oleh UUD. Argumen-tasinya adalah antara lain bah-wa MK memiliki kewenangankonstitusional dan kewenanganprosedural (beracara). Kewe-nangan konstitusional ini di-atur dalam pasal 24 C ayat (1)dan kewenangan proseduraldiberikan oleh konstitusi untukdiatur dalam UU sebagaimana

Page 173: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

145������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

diatur dalam pasal 24C ayat (6)UUD 1945. Ketentuan dalampasal 50 UU MK adalah salahsatu diantara pelaksanaan ke-wenangan prosedural MK danbukan pembatasan pelaksa-naan kewenangan konstitusio-nalnya. Selain itu, dari sisisistematika, pasal 50 ini beradadalam bab V (mengenai HukumAcara) dalam UU MK dan bu-kan berada dalam bab III (me-ngenai Kekuasaan MahkamahKonstitusi) UU MK. Pembedaanpenempatan ketentuan pasal inisetidaknya menjelaskan para-digma pembuat UU akan ada-nya perbedaan pelaksanaankewenangan yang dimiliki olehMK sebagaimana argumentasiyang dikemukakan diatas.

Kemudian atas perma-salahan kedua bahwa adanyapasal 50 UU MK ini membuatadanya tolok ukur ganda sertapermasalahan siapa yang akanmenguji UU yang diundangkansebelum perubahan UUD, pen-dapat berbeda memiliki be-berapa argumentasi. Argu-mentasi yang dikemukakanadalah bahwa upaya untukmenguji UU yang diundangkansebelum UUD adalah melaluiupaya legislative review dan

bukan dengan judicial review.Selain itu, adanya pembatasanyang diatur oleh pasal 50 inijustru akan menimbulkan ke-pastian hukum bagi para pen-cari keadilan. Alasannya adalahbahwa boleh jadi pembatasanini tidak memnuhi rasa ke-adilan sesaat tapi adanya pem-batasan atau perlakuan yangberbeda atas berlakunya UUyang dapat diuji ini suatu saatakan menciptakan kepastianhukum dalam memantapkanpenegakan hukum dan me-wujudkan keadilan yang se-sungguhnya.17

Dalam argumentasi pen-dapat yang berbeda juga di-jelaskan pula mengenai asaskemanfaatan hukum yang mun-cul dari adanya pembatasanyang diatur dalam pasal 50 UUMK ini. Manfaat yang diperolehdengan adanya pembatasan iniadalah bahwa ketentuan inidapat mencegah adanya ke-mungkinan terjadi penumpuk-an perkara (papieren muur)akibat penyelesaian perkarayang berlarut-larut dan takkunjung usai. Alasan ini di-kemukakan dengan melihatpelajaran yang diambil daripengalaman MA, juga dengan

Page 174: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

146 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

melihat kenyataan bahwa jum-lah hakim konstitusi hanyaterdiri dari 9 (sembilan) orang.

Argumentasi lain daripendapat berbeda (dissentingopinion) pada pokoknya me-nyatakan bahwa hakim bisa sajamelakukan penafsiran, akantetapi tidak boleh sewenang-wenang, karena hakim harustunduk pada kehendak pem-buat undang-undang. Ketun-dukan pada maksud pembuatundang-undang itu disampingmengikat penduduk juga meng-ikat administasi negara danhakim. Lebih-lebih menurut-nya pula, bahwa Pasal 50 UUMK merupakan aturan main(spell regels) sebagai hukumacara yang bersifat publik ada-lah hukum memaksa(dwingenrechts) yang meng-ikat hakim itu sendiri.

Di samping apa yang te-lah diuraikan tersebut, masihterdapat argumentasi bahwaMK dan pengujian undang-undang tidak dikenal dalamundang-undang dasar sebelumperubahan, bahkan UUD Se-mentara dan Konstitusi Re-publik Indonesia Serikat de-ngan gamblang mengatur un-dang-undang tidak dapat di-

ganggu gugat (wet is onschend-baar). Oleh karena itu adalahlogis apabila pembentuk un-dang-undang membatasi ke-wenangan MK hanya untukmenguji undang-undang yangdibuat dan dilahirkan ber-dasarkan UUD 1945 setelahperubahan pertama pada tang-gal 19 Oktober 1999.

PenutupPerdebatan keberadaan

pasal 50 UU MK dalam praktekberacara di MK menjadi isuyang menarik untuk dikaji lebihdalam secara akademis. Ten-tunya kajian tersebut akansangat bernilai bagi pengem-bangan teori hukum tata ne-gara. Namun demikian, segalaputusan MK tetap pada sifatnyayang final and binding. Olehsebab itu, kajian atas putusanMK berada dalam koridor bu-kan untuk melakukan penilaianatas putusan MK itu sendiri,mengenai mana/apa yang be-nar dan mana/apa yang salah,terutama dengan adanya dis-senting opinion. Satu pelajaranberharga yang bisa dipetikdengan adanya pencantumanpendapat yang berbeda sebagaibagian tak terpisah dari putusan

Page 175: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

147������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

adalah bahwa kita menjadibelajar untuk menghargai per-bedaan pendapat.

Tulisan ini hadir untukmenjadi pembatas agar pem-baca memperoleh gambaranmengapa MK memutus untuk“mengenyampingkan” dan“membatalkan” disisi lainnyapasal 50 UU MK.

Endnotes

1 Indonesia, Undang-undangtentang Mahkamah Konstitusi,UU nomor 24 tahun 2003, LNnomor 98, TLN nomor 4316.

2 Ibid.3 Berdasarkan pasal 56 ayat

(5) UU MK, amar putusanpermohonan “ditolak” adalahbilamana UU yang diajukanpengujian oleh pemohon oleh MKdiputuskan bahwa UU tersebuttidak bertentangan dengan UUDbaik mengenai pembentukannyamaupun sebagian atau

keseluruhan dari materimuatannya.

4 Ibid., pasal 60(e)adanyakemungkinan bahwa dengandikabulkannya permohonan,maka kerugian konstitusionalyang didalilkan tidak akan atautidak lagi terjadi.

6 lihat Pasal III AturanPeralihan UUD 1945. Ditetap-kannya Pasal III Aturan Per-alihan yang merupakan prosesPerubahan keempat UUD 1945(ditetapkan pada tanggal 10Agustus 2002) membuat peng-aturan bahwa sebelum diben-tuknya MK (paling lambat 17Agustus 2003) maka segalakewenangannya dilakukan olehMA.

7 Serah terima perkara(kewenangan MK) dari MA ke MKadalah pada tanggal 15 Oktober2003.

8 Mahkamah Konstitusi,Putusan atas Perkara Nomor004/PUU-I/2003 perihal

Pengujian Undang-undangRepublik Indonesia Nomor 14Tahun 1985 tentang MahkamahAgung, hal 9.

9 Ibid.10 Ibid., hal. 1011 Ibid.12 Ibid., hal 10-1113 Ibid., hal. 1214 Ibid.15 Perkara nomor 011/PUU-

III/2005 mengenai pengujianUndang-undang nomor 20tahun 2003 tentang SistemPendidikan Nasional terhadapUUD 1945

16 Perkara nomor 012/PUU-

Page 176: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

148 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

Judul Buku: Konstitusi & KonstitusionalismeIndonesiaPengarang: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.Penerbit: Konstitusi Press, JakartaCetakan: Pertama, Juli 2005.Tebal: xiv +

Studi Hukum Tata Nega-ra di Indonesia selama ini dido-minasi oleh pengkajian secaranormatif terhadap ketentuan-ketentuan dalam UUD 1945,terutama terkait dengan masa-lah struktur negara dan hu-bungan antara lembaga-lem-baga negara. Padahal HukumTata Negara (constitutionallaw, droit constitutionale,staatsrecht) memiliki lingkupstudi yang lebih luas atas aspek-aspek konstitusi, baik aspekfilosofis, historis, normatif,maupun sosiologis.

Konstitusi pada masa

Romawi dikenal dengan istilahconstitutio yang berarti theacts of legislation by the em-peror. Sebelumnya, pada masaYunani, istilah constitutio ti-dak ditemui, yang digunakanadalah istilah politeia atau pol-ity. Di Inggris, peraturan per-tama yang menggunakan isti-lah konstitusi adalah Constitu-tions of Clarendon 1164. Padamasa-masa berikutnya istilahkonstitusi sering dipertukarkandengan istilah lex atau edictum.Istilah konstitusi juga digu-nakan untuk menyebut titah

KONSTITUSI DANKONSTITUSIONALISME:

DARI PAHAM HINGGA PELAKSANAAN

Oleh Muchamad Ali Safa’atKandidat Doktor

Universitas Indonesia

Page 177: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

149������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

raja atau ratu (a royal edict).Magna Charta 1225 dikenalsebagai constitutio libertatis.Istilah constitutio atau consti-tution kemudian menjadi ba-gian dari kosa kata utama masa-lah kenegaraan.

Berdasarkan pada per-kembangan istilah konstitusi,makna yang dimiliki berkem-bang menjadi suatu yang diang-gap mendahului dan mengatasipemerintahan dan segala kepu-tusan serta peraturan lainnya.Thomas Paine menyatakanbahwa “a constitution is not theact of government but of thepeople constituting a govern-ment”. Konstitusi mendahuluidan mengatasi pemerintahan,menunjukkan sifatnya yang su-perior dan daya ikatnya ter-hadap pemerintahan. Sifat su-perior dan daya ikat tersebutdengan sendirinya membatasikekuasaan pemerintahan. Ini-lah yang disebut dengan kon-stitusionalisme sebagai paham,yaitu bahwa kekuasaan harusdibatasi dan fungsi utama kon-stitusi adalah untuk membatasikekuasaan untuk mencegahpenyalahgunaan kekuasaanyang telah terjadi sepanjangperjalanan umat manusia. Prak-

tek penyalahgunaan kekuasaantersebutlah yang mendorongmunculnya konsep-konsep hakasasi manusia, negara hukumdan demokrasi sebagai salahsatu materi konstitusi.

Konstitusi saat ini me-miliki beberapa fungsi, yaitu(a) membatasi kekuasaan; te-tapi di sisi lain juga (b) mem-berikan legitimasi terhadapkekuasaan pemerintahan; (c)sebagai instrumen untuk meng-alihkan kewenangan dari peme-gang kekuasaan asal (baik rak-yat dalam sistem demokrasimaupun raja dalam sistem mo-narki) kepada organ-organkekuasaan. Pada negara-negarahukum demokrasi, konstitusijuga berfungsi (d) sebagai kepa-la negara simbolik; dan (e)sebagai kitab suci simbolik darisuatu syari’at negara (civil re-ligion).

Konstitusi dan konsti-tusionalisme bersandar kepadatiga elemen kesepakatan; yaitu(1) kesepakatan mengenai tu-juan atau cita-cita bersama (thegeneral goals of society or gen-eral acceptance of the samephilosophy of government); (2)kesepakatan tentang the rule oflaw sebagai landasan peme-

Page 178: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

150 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

rintahan atau penyelenggaraannegara (the basis of govern-ment); dan (3) kesepakatantentang bentuk-bentuk institusidan prosedur-prosedur ketata-negaraan (the form of institu-tions and procedures). Dengandemikian pembahasan konsti-tusi juga harus dilengkapi de-ngan pengetahuan luas danmendalam tentang masalahkemasyarakatan, landasan pe-merintahan, dan institusi kene-garaan.

Penulis buku ini mem-bahas masalah konstitusi dankonstitusionalisme sebagaisuatu istilah dan paham yangberkembang bersamaan de-ngan perkembangan pemikirandan praktek kenegaraan hinggabentuk-bentuknya di zamanmodern. Pembahasan tersebutdiperkaya dengan data-datadan perbandingan perkem-bangan konstitusi dan konsti-tusionalisme dari beberapanegara di dunia.

Setelah uraian tentangsisi filosofis dan historis yangdituangkan dalam bab perta-ma, mulai bab kedua pemba-hasan dikhususkan pada kons-titusi Indonesia yang diawalidengan kajian historis atas

perjalanan konstitusi dan kons-titusionalisme di Indonesia.Kata konstitusionalisme selalubergandengan dengan konsti-tusi karena pembahasan selalumenjangkau pada masalah-masalah perdebatan prinsipdan suasana kebathinan (geist-ichenhentergrund) pada tiap-tiap peristiwa terkait dengankonstitusi Indonesia.

Mulai bab ketiga, dibahassubstansi konstitusi dan konsti-tusionalisme beradasarkan Un-dang-Undang Dasar 1945 sete-lah empat kali diubah. Pemba-hasan dilakukan secara deduk-tif berdasarkan abstraksi per-masalahan yang menjadi muat-an konstitusi. Organisasi negaradibentuk untuk mencapai tuju-an yang telah disepakati ber-sama sebagaimana. Yang biasadisebut sebagai tujuan nasio-nal. Organisasi negara dise-lenggarakan berdasarkan sem-bilan prinsip, yaitu; (1) PrinsipKetuhanan Yang Maha Esa; (2)Cita Negara Hukum dan TheRule of Law; (3) Paham Kedau-latan Rakyat dan Demokrasi;(4) Demokrasi Langsung danDemokrasi Perwakilan; (5) Pe-misahan Kekuasaan dan PrinsipCheck and Balances; (6) Sistem

Page 179: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

151������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

Pemerintahan Presidensiil; (7)Persatuan dan Keragaman; (8)Paham Demokrasi Ekonomidan Ekonomi Pasar Sosial; dan(9) Cita Masyarakat Madani.

Dasar-dasar penyeleng-garaan negara tersebut meli-puti aspek-aspek politik, eko-nomi, dan sosial sesuai denganfungsi UUD 1945 yang jugasebagai konstitusi politik, eko-nomi, dan sosial. Prinsip-prin-sip dasar tersebut merupakanabstraksi dari keseluruhanUUD 1945, yaitu pembukaandan pasal-pasal, disertai bebe-rapa kajian historis untuk me-ngetahui suasana kebatinan-nya. Prinsip-prinsip tersebutpula yang menjadi dasar pem-bahasan pada bab-bab selan-jutnya tentang demokrasi danHAM, organ negara dan pemi-sahan kekuasaan, negara kesa-tuan dengan otonomi luas, pe-rangkat peraturan perundang-undangan, serta masalah agen-da strategis pembangunan sis-tem hukum nasional.

Sebagai seorang profesorbidang Hukum Tata Negarayang juga banyak melakukanaktivitas hukum dalam peme-rintahan dan saat ini menjadiKetua Mahkamah Konstitusi

Republik Indonesia, penulisjuga memberikan kerangka-kerangka analisis baru danmerumuskan prinsip-prinsipbaru. Pada bab lima misalnya,diuraikan secara mendalammasalah kaitan antara cita de-mokrasi dan nomokrasi. Nomo-krasi sebagai pemerintahanberdasarkan hukum hanyamungkin terjadi jika hukumdibuat dengan mekanismeyang menjamin kedaulatanrakyat, yaitu mekanisme demo-krasi. Sebaliknya nomokrasijuga berlaku untuk menjaminkedaulatan rakyat dalam meka-nisme demokrasi itu sendiri.

Masalah konsep negarahukum telah dibahas oleh ba-nyak ahli. Namun perkem-bangan pemerintahan dan ke-masyarakatan menimbulkanprinsip-prinsip baru. Penulismerumuskan dua belas prinsipnegara hukum, yaitu; (a) su-premasi hukum (supremacy oflaw); (b) persamaan dalamhukum (equality of law); (c)asas legalitas (due process oflaw); (d) pembatasan kekua-saan; (e) organ-organ eksekutifindependen; (f) peradilan bebasdan tidak memihak; (g) per-adilan tata usaha negara; (h)

Page 180: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

152 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

peradilan Tata Negara (consti-tutional court); (i) perlindung-an HAM; (j) bersifat demokratis(democratische rechtsstaat);(k) berfungsi sebagai saranamewujudkan tujuan bernegara(welfare state); dan (l) trans-parasi dan kontrol sosial.

Buku ini pertama kaliditulis pada tahun 2004, danedisi kali ini adalah edisi revisi.Perkembangan hukum nasio-nal, khususnya masalah ketata-negaraan, memang semakinberjalan cepat sehingga suatuliteratur hukum dapat denganmudah menjadi “usang”. Na-mun pada edisi revisi yangditerbitkan oleh KonstitusiPress ini berbagai revisi telahdilakukan terutama terkaitdengan telah disahkannya be-berapa peraturan perundang-undangan, seperti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004tentang Pemerintahan Daerah

dan Undang-Undang Nomor 10Tahun 2004 tentang Pemben-tukan Peraturan Perundang-Undangan.

Walaupun demikian padabeberapa bagian revisi masihmenyisakan pembahasan yangmenggunakan perangkat hu-kum lama, misalnya pemba-hasan otonomi daerah masihada yang menggunakan Un-dang-Undang Nomor 22 Tahun1999 tentang PemerintahanDaerah dan pembahasan per-aturan perundang-undanganpada beberapa bagian masihmenggunakan TAP MPR No. IIITahun 2000.

Secara keseluruhan bukusetebal 414 + xvii halaman inimemberikan gambaran yangmenyeluruh tentang konstitusidan konstitusionalisme. Di-sertai dengan indeksasi yangmemudahkan pembaca, bukuini dapat dikatakan merupakansumber rujukan utama dalamstudi hukum tata negara di In-donesia terutama untuk jen-jang pendidikan strata satu danstrata dua.

Page 181: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

153������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

Judul Buku: Politik Hukum Tata NegaraIndonesia Pengarang: Hendra Nurtjahjo,SH., MHum Penerbit: Pusat Studi HukumTata Negara FHUI, Jakarta Cetakan:Pertama, 2004.

Buku yang berjudul Po-litik Hukum Tata Negara Indo-nesia, merupakan kumpulanpidato ilmiah tertulis dari paraGuru Besar Fakultas HukumUniversitas Indonesia. Sebagaimana layaknya pidato ilmiahdalam pengukuhan guru besar,penyajian argumentasi merekatentu sarat dengan pertim-bangan ilmiah yang dalam.Pertimbangan ilmiah menjadisangat penting karena mungkinsebagian dari pemikiran pidatoilmiah ini telah menjadi bahandalam perkembangan politik

hukum negara kita hingga saatini. Kita dapat menarik bebe-rapa kesimpulan yang mungkindapat menjadi bahan kajianlebih lanjut atau bahan rujukanuntuk membuat teori baru de-ngan menyempurnakannyaatau bahkan mematahkannya.

Hampir seluruh aspekdari bidang ketata negaraandisinggung di sana-sini dalampidato ilmiah guru besar ter-sebut. Buku ini juga merupakansaksi sejarah terhadap berkem-bangnya Hukum Tata Negara ditanah air kita. Para guru besar

Oleh Agus Supriyanto, S.H., S.S., M.H.Staf Pengajar Fakultas Hukum UI dan Kepala PDH-FHUI

FENOMENA HISTORISPERKEMBANGAN POLITIK KETATA

NEGARAAN INDONESIA

Page 182: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

154 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

yang pidatonya dimuat dalambuku ini adalah para perubahwajah konstitusi kita. Merekasangat berjasa dalam pengem-bangan kehidupan bernegaradan berkonstitusi yang lebihbaik dan lebih demokratis.

Editor buku ini memberipengertian luas terhadap Hu-kum Tata Negara, yang ter-masuk di dalamnya juga HukumAdministrasi Negara, sehinggadalam bunga rampai pidatoilmiah ini editor juga men-cantumkan pidato ilmiah Prof.Dr. Arifin P. Soeria Atmadja,yakni pakar Hukum Adminis-trasi Negara yang spesifik men-dalami masalah keuangan ne-gara.

Terdapat kesamaan pe-mikiran dalam pidato ilmiahdari para Guru Besar HTN danHAN Universitas Indonesia ini,yakni demokratisasi ketata-negaraan Indonesia. Kita bisamelihat Prof. Sudiman men-jelaskan bagaimana posisi ne-gara Republik Indonesia seba-gai negara hukum. SedangkanProf. Djokosutono berupayameletakkan dasar-dasar teorikonstitusi melalui pemahansejarah konstitusi, khususnyadi Perancis dengan membahaspandangan dua orang ahli kons-

titusi yakni Duguit dan Hau-riou. Selain Perancis Prof. Djo-kosutono juga membahas pe-mahaman sejarah konstitusi diJerman.

Prof. Ismail Suny me-nulis mengenai kepastian hu-kum yang diperlukan untukstabilitas politik dan ekonomi.Beliau juga menggagas bagai-mana membentuk pemerin-tahan yang demokratis ber-dasarkan sistem perwakilan.Dalam membahas mengenaidemokratisasi ini, beliau meng-awali dengan membahas me-ngenai demokrasi terpimpinyang dipraktekan pada masaOrde Lama. Dengan diprak-tekannya demokrasi terpimpin,menurut beliau sebenarnyaunsur-unsur demokrasinya jus-tru sudah tidak ada, sudahdikebiri, karena yang diton-jolkan hanyalah unsur ter-pimpinnya. Dalam praktek de-mokrasi terpimpin, beliau me-ngemukakan terjadinya pe-nyimpangan-penyimpangan,antara lain di bidang Hak AsasiManusia. Bentuk penyimpang-an HAM ini antara lain ketikapemimpin-pemimpin terke-muka yang berlainan pendapatdengan penguasa ditahan de-ngan semena-mena, tanpa pro-

Page 183: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

155������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

ses hukum. Satu-satunya kesa-lahan mereka ialah bahwa me-reka berbeda pendapat denganpenguasa mengenai masalah-masalah politik, yang di negara-negara demokrasi sebenarnyahal semacam ini merupakan halyang wajar. Penyimpangan lainyang beliau kemukakan ialahdi bidang Pembagian Kekuasa-an Negara sebagaimana di-amanatkan dalam UUD 1945.

Dengan perkataan lainUUD 1945 hanya mengenalpembagian kekuasaan (divi-sion of power) dan bukan pemi-sahan kekuasaan (separation ofpower). Undang-Undang Dasar1945 membagi dalam bab-babtersendiri mengenai tiap tiapalat perlengkapan negara. yaknieksekutif, legislatif dan yudi-katif, dengan tidak menekankanpada pemisahannya. DalamUUD 1945 ditetapkan bahwapresiden memegang kekuasaanmembentuk undang-undangdengan persetujuan DPR. De-ngan perkataan lain presidenharus mendapat persetujuanDPR untuk membentuk un-dang-undang. Menurut ProfSuny dalam demokrasi terpim-pin telah terjadi penyimpang-an-penyimpangan di mana ke-kuasaan eksekutif dengan enak-

nya dapat begitu saja melang-gar hal-hal yang secara tegastelah ditetapkan bagi DPR olehUUD seperti ikut serta dalampembuatan dan penetapan un-dang-undang. Dengan demi-kian bukan saja pembagiankekuasaan tidak ada, tetapijustru sering kali terjadi pihakeksekutif menyerobot hak-hakbadan legislatif. Penyimpanganlain yang beliau soroti ialah dibidang pemerintahan yang ti-dak berdasarkan perundang-undangan. Sebagai negara hu-kum berdasarkan UUD 1945,semestinya pemerintah dalamdemokrasi terpimpin adalahpemerintahan yang berdasar-kan perundang-undangan. De-ngan lain perkataan, MPR me-netapkan Undang-Undang Da-sar dan Garis-garis Besar Ha-luan Negara, penguasa hanyadapat memegang kekuasaanmembentuk undang-undangdengan persetujuan DewanPerwakilan Rakyat dan presidenmenetapkan Peraturan Peme-rintah untuk menjalankan un-dang-undang sebagaimanamestinya.

Dengan prinsip ini pre-siden hanya dapat mengeluar-kan Peraturan Pemerintah atauPenetapan Presiden saja. Oleh

Page 184: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

156 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

karena itu, baik menurut teorihukum maupun menurut hu-kum positif, penciptaan di luarPenpres di zaman Orde Lamaadalah tidak dibenarkan. Hallain yang beliau cermati se-bagai hal yang sangat mere-sahkan pada jaman demokrasiterpimpin ialah, tidak ber-fungsinya suatu Peradilan Ad-ministratif. Beliau mengatakanbahwa walaupun UUD 1945secara tegas tidak memuatmengenai keharusan adanyapengadilan tata usaha negara,tetapi Pasal 21 ayat (1) yangmenetapkan bahwa kekuasaankehakiman dilakukan olehMahkamah Agung, dan lain-lain badan kehakiman menurutundang-undang. Dengan pe-nekanan pada kata-kata “danlai-lain badan”, menurut Prof.Sunny tidak dilarang adanyaperadilan tata usaha negara.Lagi pula prinsip negara hukumyang dianut oleh UUD 1945 danpenjelasannya mengharuskandiadakannya lembaga peradil-an tata usaha negara. Memangsudah sepantasnya di negarayang berkedaulatan rakyat,maka rakyat itu dilindungi ter-hadap pejabat pemerintah yangbertindak di luar batas we-wenangnya. Kepada rakyat

harus diberi kesempatan untukmenggugat pegawai atau ins-tansi pemerintahan yang me-lakukan sesuatu yang meurutmereka dianggap merugikan.Masih di bidang demokrasi,Prof. Suny juga membahas me-ngenai demokrasi yang kitaanut yaitu Demokrasi Pancasilayang mengandung tujuh prin-sip, yakni: Indonesia adalahnegara yang berdasarkan atashukum; Pemerintah berdasaratas sistem konstitusi; Kekua-saan negara yang tertinggi ber-ada di tangan Majelis Permu-syawaratan Rakyat; Pemerin-tahan yang bertanggung jawab;Pemerintahan Demokratis danberdasarkan perwakilan; Sis-tem pemerintahan menganutsistem Presidensil; Pengawasanoleh DPR terhadap presidensebagai kepala pemerintahan.Selanjutnya Prof. Suny jugamembahas mengenai pelaksa-naan Negara Hukum Pancasiladalam kaitannya dengan per-kembangan ekonomi.

Di sisi lain Prof. HamidAttamimi mengagas mengenaiteori perundang-undangan In-donesia yang berdasarkan ke-daulatan rakyat. Di Indonesiailmu teori perundang-undang-an boleh dikatakan tergolong

Page 185: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

157������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

hal baru dan baru tumbuh sejaktahun 1982, yaitu ketika Fa-kultas Hukum Universitas Indo-nesia mulai memberlakukansistem pendidikan yang disebutSistem Kredit Semester. ProfHamid mengawali bahasannyadengan mengutarakan pertum-buhan Ilmu Pengetahuan Per-undang-undangan di EropaKontinental. Menurut beliaubahwa pertumbuhan ilmu per-undang-undangan dimulai diEropa Kontinental disebabkankarena membanjirnya peratur-an-peraturan negara. Hal iniberbeda dengan negara-negaraAnglo Saxon di mana ilmu pe-ngetahuan perundang-undang-an tidak banyak berkembang.Mungkin disebabkan oleh tra-disi hukum yang berbeda. Dinegara Anglo Sakson yang ber-dasar Common Law atau judge-made law, maka yang ber-kembang hanyalah sebagiandari ilmu tersebut, yaitu teknikperundang-undangan. Prof.Hamid juga mengemukakan isiIlmu Perundang-undangan an-tara lain membahas mengenaimateri muatan yang dituang-kan dalam perundang-un-dangan tertentu, bentuk sertapembentuk perundang-un-dangan dan sebagainya

Berikutnya Prof. PadmoWahyono menjelaskan posisiIndonesia sebagai negara ber-dasarkan atas hukum dan men-jelaskan bagaimana mengelolanegara berdasarkan sistemhukum nasional kita. Beliaumengawali pidatonya denganmenyatakan bahwa pengertianteori kenegaraan berdasarkanhukum sering dikaitkan denganpengertian demokratis, se-hingga merupakan suatu halyang ideal dalam bernegara,ialah pola Negara Hukum yangdemokratis. Dalam negara hu-kum yang demokratis hal yangperlu ditonjolkan sebagai prin-sip pertama yakni penghormat-an terhadap hak-hak kemanu-siaan, sebagaimana dikehen-daki oleh Undang-Undang Da-sar kita. Sebagai prinsip keduamengenai kelembagaan negara.Di dalam sistem hukum dasarkita ialah bahwa sifat, bentukmaupun kewenanganan-kewe-nangan yang pokok, telah dite-tapkan dalam Undang-undangDasar. Sehingga walaupun tidakberdasarkan trias politica, na-mun perbedaan dan penentuankewenangan-kewenangan di-antara lembaga-lembaga ne-gara telah dirumuskan dengantegas, dan tidak dapat ditiada-

Page 186: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

158 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

kan dengan undang-undangataupun produk-produk per-undang-undangan yang lebihrendah dari padanya.

Kemudian Prof. TahirAzhary mencoba memaparkanpemikirannya tentang hukumIslam pada era pasca modernis-me. Prof Azhari juga mem-bicarakan pemikirannya me-ngenai konsep negara hukumIslam yang digagasnya sebagaidemokrasi Islam. Prof. Azharydalam pidato pengukuhannyamenegaskan sistem ketata-negaraan kita sebagai sistemMPR. Dengan perubahan UUD45 tahun 2002 yang lalu, sistemMPR ini telah dieliminasi, se-hingga ciri sistem ketatanega-raan yang khas Indonesia itutelah hilang.

Sedangkan Prof. HarunAlrasid mempersoalkan pemi-lihan presiden dan pergantianPresiden dalam perkembanganhukum positif di Indonesia..Beliau melakukan penafsiran-penafsiran yang jelas dan tegasmengenai hal itu.

Prof. Girindro Pring-godigdo yang ahli di bidangHukum Administrasi Negaramenjelaskan mengenai kebi-jaksanaan, hirarkhi peraturanperundang-undangan, dan ke-

bijakan dalam konteks pengem-bangan Hukum AdministrasiNegara di Indonesia. Dalampidatonya beliau mengemuka-kan pengertian negara menu-rut konstruksi hukum, yangpada dasarnya merupakan ba-dan hukum public utama yangmemiliki hak, kewajiban dantanggung jawab yang diaturmenurut Hukum Tata Negara,seperti subyek hukum lainnyayakni orang dan badan yangdipersonifikasikan sebagai ma-nusia. Namun selain sebagaipembawa hak, kewajiban dantanggung jawab, negara me-miliki kekuasaan, kewibawaandan kedaulatan. Prof. Girindromemberikan pejelasan lebihrinci mengenai kekuasaan,kewibawaan dan kedaulatannegara

Prof. Arifin melakukanreorientasi penertiban fungsilembaga pengawasan dan pe-meriksaan keuangan negara.Beliau mendudukkan peranBPK dan BPKP dalam upayamengamankan keuangan ne-gara. Sementara itu, Prof. Yus-ril membicarakan mengenaipolitik dan perubahan tafsiratas konstitusi yang merupakanbahan penting bagi perkem-bangan Hukum Tata Negara.

Page 187: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

159������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

Sedangkan Prof. Jimlyberusaha menjelaskan posisihukum konstitusi Indonesiasebagai negara kesejahteraandalam menghadapi realitasmasa depan. Dalam pidatonyabeliau bertitik tolak dari peng-amatan terhadap segi-segi pen-ting dalam Undang-UndangDasar 1945, di mana sebagaikonstitusi politik, Undang-Undang dasar 1945 juga dapatdisebut sebagai konstitusi eko-nomi. Salah satu cirinya yangpenting sebagai konstitusi eko-nomi ialah bahwa UUD 1945mengandung ide negara kese-jahteraan yang tumbuh ber-kembang karena pengaruh so-sialisme sejak abad ke-19. Cirinegara kesejahteraan ini ter-cermin antara lain dalam Pasal23 ayat (3), Pasal 33 dan Pasal34. Prof. Jimly juga menya-takan bahwa Undang-UndangDasar 1945 mengadopsi unsur-unsur sosialisme. Hal ini di-sebabkan karena diantara paraperancang UUD 1945, kuatsekali semangat untuk me-nentang penjajahan yang di-anggap identik dengan indi-vidualisme, liberalisme dankapitalisme.

Selanjutnya Prof. AbdulBari Azed menjelaskan menge-

nai reformasi politik hukumkewarganegaraan sebagai agen-da penting bagi pembaharuanhukum di Indonesia. Menurutbeliau masalah kewargane-garaan ini merupakan masalahyang menarik untuk dibicara-kan sejak proklamasi kemer-dekaan Indonesia pada 17Agustus 1945. Pengaturan ma-salah kewarganegaraan sangatdirasakan oleh penduduk Indo-nesia keturunan Cina. Masalahini semakin marak ketika dalamsidang-sidang MPR di era refor-masi, persoalan pribumi dannon pribumi mencuat lagi de-ngan dibukanya perdebatan-perdebatan dalam sidang-si-dang MPR tentang istilah“orang Indonesia asli” yangmerupakan salah satu persya-ratan untuk menjadi PresidenRepublik Indonesia.

Kumpulan pidato ilmiahdari para Guru Besar HTN danHAN Universitas Indonesia ini,terdapat kesamaan benang me-rah yakni, demokratisasi keta-tanegaraan Indonesia. HukumTata Negara merupakan bidangstudi yang sangat penting dalamera reformasi. Apalagi padasaat ini tengah terjadi peru-bahan bersejarah dalam kons-titusi kita, di mana struktur

Page 188: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

160 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 3, NOVEMBER 2005

ketata negaraan dan lembaga-lembaga negara kita mengalamiproses reposisi dan demokra-tisasi.

Oleh karena itu, buku iniselain menjadi pegangan wajibbagi para mahasiswa bidangstudi Hukum Tata Negara, bukuini dapat juga digunakan se-bagai referensi bagi masyarakatyang berminat, khususnya bagi

kalangan Hukum AdministrasiNegara, Studi Ilmu Politik danPemerintahan. Buku bungarampai ini tentu sangat mem-perkaya dan memperluas ma-teri ajaran, untuk itu kiranyabuku ini memadai pula sebagaireferensi bagi para pejabatnegara dalam melaksanakantugasnya.

Page 189: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

161������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 2, SEPTEMBER 2005

Agus Supriyanto

BIOGRAFI PENULIS

Magister Ilmu Hukum ini telahaktif sebagai staf pengajar sejaktahun 1987 di Fakultas HukumUniversitas Indonesia, selainitu ia juga sebagai pengajartidak tetap di beberapa univer-

sitas di Jakarta. Saat ini iamenjabat sebagai Kepala PusatDokumentasi Hukum Universi-tas Indonesia sejak tahun 1999.Email: guspri2001 @yahoo.com

Penulis saat ini adalah men-jabat sebagai Panitera di Mah-kamah Konstitusi RI. Sebelumdi MK, beliau aktif bekerja di

Mahkamah Agung RI. Dan sejaktahun 2003 beliau dipercayasebagai Panitera di MK.

Ahmad Fadlil Sumadi

Jebolan Fakultas Hukum Uni-versitas Gadjah Mada ini mes-kipun masih muda usianya te-tapi aktifitas tulis menulisnyapatut diacungi jempol. Tidaksedikit tulisannya telah dimuat

di beberapa media cetak nasio-nal. Selain aktif menulis, ia jugaaktif melakukan penelitian. Saatini ia adalah peneliti di Lem-baga Studi dan Advokasi Ma-syarakat (ELSAM).

Fajrimei A. Gofar

Notaris yang bekerja di Jakartaini di sela-sela waktunya jugaaktif mengajar sebagai DosenProgram Magister Kenotariat-an di Universitas Airlangga,Surabaya. Sejak tahun 1982 iatelah memulai menjadi notaris

di Jember dan hingga saat inipun masih sebagai notaris disamping sebagai Pejabat Pem-buat Akte Tanah (PPAT) juga.Email: [email protected]

Irawan Soerodjo

Page 190: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

162 ������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 2, SEPTEMBER 2005

Aktivitasnya sebagai akademisibisa dibilang padat dan sarat,sebab pria yang asli Lamonganini sejak kuliah di bangku strata1-nya telah menggeluti pe-nelitian dan tulis menulis. Do-sen FH Universitas Brawijayaini sedang menyelesaikan pro-

gram doktoral yang ditem-puhnya di Universitas Indone-sia. Di samping itu, ia juga se-orang aktivis karena tidak se-dikit organisasi yang pernahdiikutinya. Email: [email protected]

Muchammad Ali Syafa’at

Pria kelahiran Tanjung Pura inicukup lama berkecimpung danaktif dalam kegiatan advokasi.Saat ini selain mengajar di Uni-versitas Nasional sebagai dosendi FISIP, ia juga bekerja sebagaiadvokat. Perhatiannya ter-

hadap masalah advokasi di-implementasikan melalui ke-aktifannya dalam Komisi Na-sional Perlindungan Anak sejaktahun 2001. Email: [email protected]

Muhammad Joni

Adalah dosen hukum tata ne-gara di Fakultas Hukum Uni-versitas Brawijaya. Ia menye-lesai studi strata 1 dan strata 2-nya di universitas yang samadan saat ini sedang menye-lesaikan program doktoralnya

di Universitas Airlangga. Selainaktif mengajar ia juga meru-pakan peneliti di Pusat Pe-ngembangan Otonomi Daerah(PPOTODA) FH Unibraw.Email: [email protected]

Ngesti D. Prasetyo

Notaris yang lahir di Magetanini sejak lama telah berke-cimpung di dunia kenotariatan.Di samping itu, ia juga pernah

menjadi anggota MPR dari Frak-si Utusan Golongan tahun 1999-2004. Ketika menjadi anggotamajelis, ia turut bergabung

Sutjipto

Page 191: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK

163������ ����������, VOLUME 2, NOMOR 2, SEPTEMBER 2005

dalam Panitia Ad Hoc I BadanPekerja MPR masa sidang pe-riode 1999-2002. Selain itu, iajuga pernah mengajar di FH UI

sebagai dosen program spe-sialis notariat. Email: [email protected]

Page 192: UU SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN UU JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MK