BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Biomekanik 2.1.1...

27
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Biomekanik 2.1.1 Otot Hamstring Otot hamstring merupakan salah satu group otot besar yang terdiri dari 3 kumpulan otot diantaranya otot semitendinosus, otot semimembranosus, dan otot biceps femoris (Gambar 2.1). Letaknya pada superficial bagian posterior dari hip dan knee yang melewati 2 persendian (biarticular) yaitu sendi panggul dan sendi lutut (Luque- Suarez et al., 2012). Otot hamstring berorigo dibawah otot gluteus maximus pada tulang pelvis (tuberocity of ischiadicus) dan berinsertio pada tulang tibia, persyarafannya dilakukan oleh N. Ischiadicus (Netter, 2011). Otot hamstring adalah otot yang bertipe primarily fast-twitch dan powerful movement, sehingga otot hamstring tahan terhadap beban yang berlebih tapi cepat lelah saat pengulangan berlebih (Luque-Suarez et al., 2012). Otot ini berfungsi sebagai penggerak utama gerakan lutut fleksi dan juga gerakan sendi panggul ekstensi yang membantu kerja dari otot gluteus maximus. Pada saat jalan fungsi dari otot hamstring adalah saat fase deselerasi pada bidang sagital (Shumway-Cook et al., 2007). 7

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Biomekanik 2.1.1...

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Biomekanik

2.1.1 Otot Hamstring

Otot hamstring merupakan salah satu group otot besar yang

terdiri dari 3 kumpulan otot diantaranya otot semitendinosus, otot

semimembranosus, dan otot biceps femoris (Gambar 2.1). Letaknya

pada superficial bagian posterior dari hip dan knee yang melewati 2

persendian (biarticular) yaitu sendi panggul dan sendi lutut (Luque-

Suarez et al., 2012). Otot hamstring berorigo dibawah otot gluteus

maximus pada tulang pelvis (tuberocity of ischiadicus) dan

berinsertio pada tulang tibia, persyarafannya dilakukan oleh N.

Ischiadicus (Netter, 2011).

Otot hamstring adalah otot yang bertipe primarily fast-twitch

dan powerful movement, sehingga otot hamstring tahan terhadap

beban yang berlebih tapi cepat lelah saat pengulangan berlebih

(Luque-Suarez et al., 2012). Otot ini berfungsi sebagai penggerak

utama gerakan lutut fleksi dan juga gerakan sendi panggul ekstensi

yang membantu kerja dari otot gluteus maximus. Pada saat jalan

fungsi dari otot hamstring adalah saat fase deselerasi pada bidang

sagital (Shumway-Cook et al., 2007).

7

8

Otot hamstring disebut sebagai otot mobilisasi yang

berfungsi sebagai otot imbalance sehingga mudah mengalami

pemendekan (Luque-Suarez et al., 2012).

Gambar 2.1 Struktur Anatomi Otot Hamstring (Drake et al., 2005)

2.2 Pemendekan Otot Hamstring

2.2.1 Definisi

Pemendekan otot hamstring adalah suatu kondisi patologi

pada otot hamstring yang mengalami pemendekan yang

menyebabkan gangguan anatomi dan fungsional tubuh. Pemendekan

disebabkan karena hypomobility. Jaringan yang mengalami

hypomobility dalam jangka waktu yang cukup lama akan mengalami

proses adaptasi dari jaringan yang disebut restrict movement dan

9

impair mobility. Hal ini sangat berpotensi terjadinya keterbatasan

ROM ekstensi lutut (Kisner et al., 2007). Menurut Wassem, dalam

jurnal yang ditulis oleh Weerasekara tahun 2010 disebutkan bahwa

yang dimaksud dengan pemendekan otot hamstring adalah

ketidakmampuan dari ekstensi lutut <1600 dalam posisi sendi

panggul fleksi 900, atau ketidakmampuan gerak SLR <90

0 (antara

700-90

0) (Weerasekara et al., 2010).

2.2.2 Patofisiologi

Otot spasm merupakan kontraksi berkepanjangan dari otot

dalam merespon adanya perubahan sirkulasi metabolisme yang

terjadi ketika otot dalam keadaan terus kontraksi (Kisner et al.,

2007). Otot yang berkontraksi secara terus menerus akan berada

pada saat yang namanya kelelahan otot. Kondisi dimana ATP

dipakai secara terus menerus sedangkan produksi ATP tidak

berimbang. Tanpa adanya ATP yang cukup pada muscle fiber maka

fungsi dari cross-bridge dan ion transport tidak berjalan normal.

Kelelahan otot dapat menjadi ekstrime jika kontraksi berkepanjangan

sedangkan ATP yang diproduksi dengan pemakaian tidak seimbang

sehingga otot akan mengalami kontraktur. Kontraktur otot terjadi

akibat tidak mampu melakukan kontraksi relaksasi dan

menyebabkan pemendekan otot (Seeley et al., 2008; Guyton & Hall,

2006).

10

Pada pemendekan hamstring dalam jangka waktu yang lama

akan berpengaruh pada kestabilan otot-otot disekitarnya karena sifat

kerja dari otot seperti mata rantai antara otot yang satu dengan yang

lain saling berhubungan. Otot-otot disekeliling akan bekerja over

karena menggantikan fungsi kerja otot yang memendek sehingga

menimbulkan reaksi yang dinamakan kompensasi. Gerakan yang

timbul akibat kompensasi menyebabkan pergerakan dari persendian

menjadi tidak selektif. Efek dari pergerakan yang tidak selektif

dalam jangka waktu yang lama berakibat otot-otot disekitar ikut

mengalami pemendekan (Shumway-Cook et al., 2007).

2.2.3 Tanda-Tanda Pemendekan Otot Hamstring

Tanda-tanda yang timbul akibat adanya pemendekan otot

hamstring :

a. Nyeri otot hamstring

Nyeri otot hamstring terjadi karena menurunnya

fleksibilitas suatu otot sehingga kehilangan kemampuannya

untuk mengulur dan kembali ke bentuk semula. Hal ini terjadi

karena otot tersebut jarang atau tidak pernah terulur secara

maksimal sesuai kemampuannya sehingga jika terjadi

peregangan pada otot tersebut golgi tendon secara ototmatis

akan memberikan reaksi perlawanan yang menimbulkan nyeri

saat dilakukan peregangan (Wismanto, 2011).

11

b. Spasme otot hamstring

Spasme otot merupakan kontraksi berkepanjangan dari

otot dalam merespon adanya perubahan sirkulasi metabolisme

lokal yang terjadi ketika otot dalam keadaan terus kontraksi

(Kisner et al., 2007).

c. Keterbatasan ROM lutut ekstensi

Nyeri sebagai faktor yang sangat mengganggu sehingga

secara otomatis otot akan proteksi diri dengan membatasi ruang

gerak dari persendian. Pembatasan ruang gerak yang

berlangsung lama dapat menyebabkan penurunan luas gerak

sendi. ROM yang terbatas dan karena nyeri maka dapat

mengganggu aktivitas sehari-hari (Wismanto, 2011).

d. Menurunnya fleksibilitas otot hamstring

Otot yang tidak pernah terulur secara maksimal dalam

jangka waktu yang lama atau otot tersebut bekerja dalam

kondisi yang statis akan menyebabkan penurunan fleksibilitas

(Wismanto, 2011).

e. Kelemahan otot hamstring

Reaksi tubuh yang protektif karena adanya nyeri

menyebabkan otot tersebut akan membatasi ruang geraknya

sehingga otot tidak akan pernak terulur dan berkontraksi secara

maksimal. Otot yang jarang digerakkan atau terulur secara

maksimal lama kelamaan otot tersebut akan mengalami

kelemahan (Wismanto, 2011).

12

f. Gangguan postur

Fleksibilitas yang menurun akan berdampak pada

struktur organ yang lain yaitu postur akan berubah. Postur yang

tidak stabil dapat menyebabkan munculnya berbagai

permasalahan sehingga mengganggu pada saat beraktivitas

sehari-hari (Wismanto, 2011).

Menurut penelitian Odunaiya N.A. dkk (2005) mengatakan

bahwa pemendekan otot hamstring mengakibatkan meningkatnya

tekanan patelo femoral syndrome. Selain itu pemendekan otot

hamstring juga mempengaruhi aktivitas berjalan dimana penelitian

Bing dkk (2008) menunjukkan bahwa kecepatan pemanjangan otot

hamstring secara signifikan lebih tinggi selama fase menapak

dibandingkan fase mengayun, sehingga untuk aktivityas berjalan

dengan effisien membutuhkan fleksibilitas otot hamstring yang

baik untuk meminimalkan cidera.

2.2.4 Pemeriksaan Pemendekan Otot Hamstring

Pada pemendekan otot hamstring pemeriksaannya

menggunakan sit and reach test (SRT) (Gambar 2.2) (Lopez-

Minarro et al., 2009 ; Lopez-Minarro et al., 2012 ; Gago, 2013),

straight leg raising (SLR) test (Weerasekara et al., 2010). SRT

merupakan alat ukur selain untuk fleksibilitas hamstring juga untuk

fleksibilitas low back. Menurut penelitian Baltaci G. et al. (2003)

dari Br J Sports Med Article, dikatakan bahwa koefisien validitas

13

SRT untuk fleksibilitas hamstring r = 0.64, sedangkan untuk low

back r = 0.28. Jadi dapat disimpulkan bahwa proporsi untuk

pengukuran fleksibilitas menggunakan SRT lebih dominan untuk

hamstring daripada low back. Pengukuran SRT dengan posisi

duduk lutut lurus, tangan menyentuh ibu jari kaki, normal 23 cm

menyentuh jari kaki (Gago, 2013).

Gambar 2.2 Sit and Reach Test (Lopez-Minarro et al., 2009 ;

Lopez-Minarro et al., 2012 ; Gago, 2013)

Sedangkan pada SLR test posisi tidur terlentang dengan

memposisikan sendi panggul fleksi 900 kemudian lutut ekstensi

normal 1800, atau posisi tidur terlentang lutut lurus sendi panggul

fleksi sampai 900

(Weerasekara et al., 2010).

2.3 Fleksibilitas

2.3.1 Definisi fleksibilitas

Fleksibilitas otot merupakan aspek yang penting dari fungsi

manusia normal (Davis et al., 2005). Fleksibilitas merupakan

kemampuan suatu jaringan atau otot untuk memanjang secara

maksimal sehingga tubuh dapat bergerak dengan full range of

14

movement (ROM) tanpa adanya nyeri dan hambatan (Wismanto,

2011). Pemanjangan otot terjadi karena adanya intregitas pada sendi

dan ekstensibilitas dari jaringan lunak (Kisner et al., 2007).

Fleksifibilitas otot hamstring yang baik dapat berkontraksi

secara concentric maupun eccentric dengan maksimal ROM dan

tanpa adanya nyeri atau gangguan. Otot hamstring yang mengalami

pemendekan menyebabkan seseorang mudah untuk terkena cidera

(strain) dan dapat berpengaruh pada kekuatan dan keseimbangan dari

otot sehingga kerja dari otot tidak bisa maksimal dan sinergis (Gago,

2012). Pada kondisi tertentu akan menyebabkan disfungsi daripada

lumbal (Stephens et al., 2006).

2.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Fleksibilitas

Faktor-faktor yang mempengaruhi fleksibilitas diantaranya yaitu

(Kisner et al., 2007) :

A. Faktor Internal

Faktor internal yang mempengaruhi diantaranya :

a. Anatomi (Elastisitas jaringan otot yang pernah mengalami

cedera elastisnya berkurang, elastisitas tendon dan ligament,

elastisitas kulit, kemampuan otot untuk rileks dan

berkontraksi untuk mencapai kisaran terbesar dari gerakan,

dan suhu jaringan sendi dan terkait).

b. Usia (fleksibilitas seseorang meningkat pada masa kanak-

kanak dan berkurang bersamaan dengan bertambahnya usia.

15

Hal ini disebabkan karena dengan bertambahnya usia maka

otot, tendon, jaringan ikat memendek dan terjadi proses

pengerasan menjadi kapur dari beberapa tulang rawan yang

mengakibatkan menurunnya ROM. Pada perempuan

fleksibilitas meningkat sampai usia 12 tahun dan pada laki-

laki sampai usia <12 tahun).

c. Jenis kelamin (perempuan pada umumnya lebih fleksibel

dari laki-laki karena struktur anatomi seperti tulang dan otot

lebih kecil pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki.)

d. Berat badan ideal (dengan menggunakan Indeks Masa

Tubuh / IMT, dimana rumus :

Batasan dalam menentukan IMT menurut tabel indeks

WHO tahun 2000 adalah berat badan dinyatakan “normal”

bila nilai IMT 18.5-24.99, berat badan dinyatakan

“overweight” bila nilai IMT 25.00-29.99, berat badan

dinyatakan “obesity” bila nilai IMT >30.00, dan berat badan

dinyatakan “underweight” bila nilai IMT <18.50 ) (Purnama

et al., 2007).

e. Psikologi

B. Faktor Eksternal

Faktor eksternal yang mempengaruhi diantaranya :

a. Suhu lingkungan (suhu lebih hangat lebih kondusif untuk

peningkatan fleksibilitas yaitu diatas suhu tubuh )

16

b. Waktu hari (kebanyakan orang lebih fleksibel di sore hari

dibandingkan pagi hari, memuncak dari sekitar 14.30-16.00

WIB)

c. Kemampuan seseorang untuk melakukan latihan

d. Pembatasan dari setiap pakaian atau peralatan yang dipakai

2.3.3 Alat ukur

Bakirtzoglou P., et al. mengutip pernyataan dari Jackson

and Baker (1986), Hoeger et al. (1990), Hui and Yuen (2000)

bahwa pada umumnya sit and reach test digunakan pada health-

related dan physical fitness untuk mengevaluasi fleksibilitas dari

muscle hamstring (Panteleimon et al , 2010). SRT sering

digunakan untuk mengevaluasi ekstensibilitas dari otot hamstring

karena prosedurnya simple, mudah dilakukan, membutuhkan

pelatihan ketrampilan minimal dan sangat berguna dalam evaluasi

skala ekstensibilitas (Panteleimon et al , 2010).

Pengukuran fleksibilitas dengan menggunakan kotak SR

dimulai pada angka 23 cm yang berada diujung kaki (Gambar 2.4).

Tujuannya agar nilai SRT angkanya selalu positif, hal ini untuk

mengantisipasi jika pada saat pengukuran tidak bisa sampai

menyentuh jari kaki (Panteleimon et al , 2010).

17

Gambar 2.3 Sit and Reach box (Panteleimon et al , 2010)

Prosedurnya pada saat pengukuran dilakukan duduk di

lantai dengan lutut ekstensi penuh dan pergelangan kaki posisi

normal terhadap box. Kemudian diperintahkan untuk

menempatkan satu tangan di atas yang lain dan perlahan-lahan

maju sejauh mungkin sambil menjaga lutut tetap ekstensi. Gerakan

dilakukan sebanyak 3x dan diambil nilai rata-rata, SRT skor (cm)

tercatat sebagai posisi akhir dari ujung jari (Gambar 2.5) (Quinn,

2008; Panteleimon et al , 2010).

Usia (tahun) 15-19 20-29 30-39 40-49 50-59

Jenis Kel. L P L P L P L P L P

Excellent >39 >43 >40 >41 >38 >41 >35 >38 >35 >39

Above Avg 34-38 38-42 34-39 37-40 33-37 36-40 29-34 34-37 28-34 33-38

Average 29-33 34-37 30-33 33-36 28-32 32-35 24-28 30-33 24-27 30-32

Below Avg 24-28 29-33 25-29 28-32 23-27 27-31 18-23 25-29 16-23 25-29

Poor <23 <28 <24 <27 <22 <26 <17 <24 <15 <24

Gambar 2.4 Sit and Reach Test Scores (Panteleimon et al., 2010)

18

2.4 Stretching exercise

2.4.1 Definisi

Stretching exercise adalah suatu manuver terapeutik yang

bertujuan untuk meningkatkan ekstensibilitas dari jaringan lunak

yang mengalami pemendekan. Beberapa manfaat dari stretching

diantaranya (Kisneret al., 2007):

a. Mempelancar aliran darah melalui otot-otot aktif,

b. Meningkatkan pertukaran oksigen dalam hemoglobin,

c. Memudahkan otot-otot berkontraksi secara lebih cepat dan

efisien,

d. Mengurangi adanya ketegangan pada otot,

e. Terjadi peningkatan kondisi tubuh secara psikologis, dan

f. Dapat meningkatkan kebugaran fisik, dapat mengurangi risiko

keseleo dan cidera otot (kram).

Long siting hand up exercise adalah salah satu gerakan

stretching yang menggunakan prinsip selective stretching. Selective

stretching adalah suatu teknik stretching yang dilakukan secara

individu dan selektif pada beberapa group otot dan sendi (Kisner et

al., 2007).

2.4.2 Neurofisiologi Jaringan Kontraktil

Neurofisiologi dari muscle-tendon unit berpengaruh pada

respon otot saat diberikan peregangan dan efektifitas saat diberikan

intervensi peregangan pada otot memanjang. Ada 2 organ sensori

19

dari muscle-tendon unit yang berperan pada saat otot mendapat

peregangan yaitu muscle spindle dan golgi tendon organ. Kedua

organ tersebut merupakan mechanoreceptor yang menyampaikan

informasi ke system saraf pusat tentang apa yang terjadi pada

muscle-tendon unit dan memberikan respon pada otot saat terjadi

peregangan (Kisner et al., 2007).

a. Muscle Spindle Organ

Muscle spindle organ adalah salah satu organ sensori

yang besar dari muscle unit dan sensitifnya cepat terhadap

peregangan. Fungsi utama dari muscle spindle adalah menerima

dan menyampaikan tentang perubahan panjang otot dan velocity

dari perubahan pemanjangan (Kisner et al., 2007).

Bagian-bagian dari muscle spindle diantaranya afferent

sensory fibers ending, efferent motor fibers ending, dan

intrafusal fibers (muscle fibers). Intrafusal dan extrafusal adalah

pemyusun utama dari skeletal muscle. Intrafusal muscle fiber

berhubungan dengan extrafusal muscle fiber pada bagian ujung-

ujung dari intrafusal. Ketika otot mendapat peregangan bagian

intrafusal muscle fiber yang terstimulasi dan hanya pada bagian

unung-ujungnya terstimulasi, sedangkan bagian central tidak

terstimulasi. Jika bagian central terstimulasi maka akan

menimbulkan efek kontraksi memanjang pada otot tersebut

(Kisneret al., 2007).

20

Intrafusal muscle fiber dipersarafi oleh gamma motor

neuron. Sedangkan extrafusal muscle fiber dipersarafi oleh alpha

motor neuron. Pada muscle fiber terdapat 2 tipe yaitu type Ia

fiber (primary stretch receptor) dan type II fiber (secondary

stretch receptor). Type Ia fiber sensitive terhadap gerakan cepat

dan menstimulasi peregangan muscle fiber type tonic, sedangkan

type II fiber hanya menstimulasi muscle fiber type tonic (Kisner

et al., 2007).

b. Golgi Tendon Organ (GTO)

GTO adalah organ sensori yang letaknya dekat dengan

musculotendinous junction pada extrafusal muscle fiber. Fungsi

dari GTO adalah untuk memonitor perubahan tension dari

muscle-tendon units. Organ tersebut terbentuk dari anyaman-

anyaman kolagen dan memberikan informasi sensori melalui

serabut saraf Ib. Sensoris organ ini sensitif terhadap perubahan

tegangan pada muscle-tendon unit baik pada saat gerakan

peregangan pasif maupun kontraksi secara aktif selama gerakan

normal. Ketika tegangan otot berlebih, maka GTO aktif

menghambat aktifitas dari alpha motor neuron dan menurunkan

tegangan dari muscle-tendon unit yang diregang sebagai bentuk

dari mekanisme proteksi diri (Kisner et al., 2007).

2.4.3 Respon Neurofisiologi pada Muscle Stretch

Pada saat stretch force diaplikasikan pada muscle-tendon unit

baik secara cepat maupun dalam waktu yang lama, maka afferent

21

yang pertama dan kedua pada intrafusal muscle fiber akan

mengalami perubahan perpanjangan baru kemudian mengaktifkan

extrafusal muscle fiber melalui alpha motor neuron ke spinal cord,

dengan begitu mengaktifkan stretch reflex dan meningkatkan

tegangan pada otot saat diregang (Kisner et al., 2007).

Ketika stretch reflex diaktifkan pada otot yang diperpanjang,

maka aktifitas otot antagonisnya akan menurun sebagai reaksi

inhibisi dan disebut dengan reciprocal inhibition. Untuk

meminimalkan aktifasi stretch reflex maka peregangan dilakukan

secara pelan-pelan, intensitas rendah, dan waktu diperpanjang,

sehingga otot dalam keadaan rileks dan memanjang (Kisner et al.,

2007).

2.4.4 Long sitting hand up exercise

Long sitting hand up exercise berfokus pada peregangan

group otot yang berada dibelakang terutama hamstring muscle,

dimana origo daripada otot tersebut telah terfiksasi pada lantai

sehingga peregangan pada hamstring lebih optimal (Gambar 2.5).

Gambar 2.5 Long Sitting Hand Up Exercise (Dokumen Pribadi,

2015)

22

Long sitting hand up exercise termasuk jenis auto

stretching dimana latihan peregangan nya dilakukan secara aktif

oleh pasien dengan prinsip aktivasi otot postural guna merangsang

otot hamstring berkontraksi secara eccentric (Gago et al , 2013).

Ketika otot dilakukan peregangan dan pemanjangan, gaya

peregangan ditransmisikan ke muscle fiber melalui penghubung

jaringan endomysium dan perimysium. Pada saat muscle stretch

terjadi interaksi perpindahan molekul dari jaringan nonkontraktil ke

jaringan kontraktil dan berakhir pada sarcomere (Kisner et al.,

2007). Pada saat muscle stretch terjadi kerusakan mekanikal

jaringan yang ada di sarcomere terutama terjadinya perubahan

biokimia pada cross-bridge sehingga terjadi pergeseran filament-

filament yang saling memanjang. Ketika stretch force dilepaskan

sarcomere kembali ke posisi resting length. Otot yang sudah

mendapat peregangan dan agar menjadi permanen maka stretch

force dilakukan secara berulang dalam jangka waktu yang lama

(Gambar 2.6) (Kisner et al., 2007).

Gambar 2.6 Pemanjangan dan Pemendekan sarcomere (Kisneret al., 2007)

23

2.5 Strengthening exercise

2.5.1 Definisi

Muscle strength adalah kemampuan jaringan kontraktil

dalam menghasilkan tegangan dan gaya resultan dimana posisi otot

tersebut beraktifitas. Otot dapat melakukan aktifitas dengan baik

karena adanya suatu system yang mengontrolnya sehingga

gerakannnya menjadi terkontrol. Gerakan yang terkontrol akan

membentuk kekuatan fungsional. Kekuatan fungsional adalah

kemampuan dari sistem neuromuscular untuk menghasilkan,

mengurangi, atau mengontrol gaya selama aktifitas fungsional

secara halus dan terkoordinasi (Kisner et al., 2007).

Otot dapat melakukan tugasnya secara terkoordinasi salah

satunya membutuhkan training yaitu strengthening exercise.

Strengthening / resistance exercise adalah suatu latihan yang

dilakukan secara aktif baik dinamis atau statis dengan

mengkontraksikan otot yang diberikan tahanan dari luar baik

secara manual atau mekanik. Prinsip dari strengthening exercise

adalah adanya pembebanan, pengulangan sedikit dan waktu yang

pendek.

Beberapa manfaat dari strengthening exercise adalah (Adler

et al., 2008) :

a. Untuk fasilitasi otot berkontraksi,

b. Meningkatkan motor control dan motor learning,

c. Meningkatkan kekuatan otot,

24

d. Untuk relaksasi (reciprocal inhibition).

2.5.2 Tipe Kontraksi Otot

Tipe kontraksi otot ada 3 macam yaitu (Gambar 2.7) (Kisner et

al., 2007):

a) Dynamic concentric adalah kontraksi otot yang menyebabkan

pergerakan pada persendian dan kontraksinya bersifat

memendek.

b) Static isometrik adalah static exercise dimana otot berkontraksi

dan menghasilkan gaya tanpa diikuti adanya perubahan

panjang otot dan tanpa perubahan posisi sendi.

c) Dynamic eccentric adalah kontraksi otot yang menyebabkan

pergerakan pada persendeian dan jenis kontraksinya otot dalam

keadaan memanjang.

Gambar 2.7 Tipe Kontraksi Otot (Kisner et al., 2007)

Ada jenis latihan yang dinamakan stabilization exercise,

exercise ini menggunakan prinsip isometrik exercise

25

dikombinasikan dengan dynamic eccentric. Exercise ini digunakan

untuk meningkatkan gaya sampai submaksimal tetapi sampai batas

toleransi, juga kontraksi otot tersebut bertujuan untuk postural

stability atau dynamic stability yang artinya kontraksi isometrik

nya dalam posisi mid-range of motion dengan melawan gravitasi

maupun beban tubuh sendiri. Stabilization exercise ini berfokus

pada trunk / postural control termasuk dynamic, core, dan

segmental stabilization exercise (Kisner et al., 2007).

2.5.3 Mekanisme Kontraksi – Relaksasi

Myofibril merupakan komponen penyusun dari muscle

fiber. Myofibril tersusun atas 2 komponen jaringan kontraktil yaitu

aktin dan miosin. Aktin dan miosin akan membentuk satu unit

yang disebut sarcomere. Pada saat otot rileksasi sarcomere akan

saling memanjang antara aktin dan miosin (Seeley et al., 2008).

Pada saat kontraksi maksimal akan diikuti proses rileksasi

pada otot antagonis. Relaksasi terjadi pada saat proses repolarisasi

dimana terjadi pelepasan ion Ca2+

dari sarcoplasm reticulum.

Proses relaksasi sama dengan terjadinya proses pompa Ca2+

yang

menyebabkan pembuangan ion Ca2+

dari sarcoplasm dan

diakumulasi di sarcoplasm reticulum. Ketika pembuangan Ca2+

dari sarcoplasm maka efek dari myofibril akan hilang dan terjadi

relaksasi (Seeley et al., 2008) (gambar 2.8).

26

Gambar 2.8 Mekanisme Kontraksi-Relaksasi (Seeley et al., 2008)

2.5.4 Neurofisiologi

Organ yang terlibat dalam neurofisiologi adalah :

a. Muscle Spidle

Muscle spindle merupakan organ reseptor sensoris yang

terletak pada muscle belly yang terdapat pada skeletal muscle.

Komponen muscle spindle yaitu intrafusal muscle fiber,

serabut saraf afferen, dan serabut saraf efferen (Gambar 2.8)

(Shumway-Cook et al., 2007).

Intrafusal muscle fiber terdiri dari 2 muscle fiber yaitu

Tipe I (Tonic / nuclear bag fiber) dan Tipe II (Phasic / nuclear

chain fiber). Tonic fiber disebut juga sebagai red fiber,

sedangkan Phasic fiber disebut sebagai white fiber (Shumway-

Cook et al., 2007).

27

Serabut saraf afferen terletak pada Posterior Horn Cell

(PHC) pada medula spinalis yang berfungsi sebagai penyalur

informasi dari reseptor ke sistem saraf pusat. Serabut saraf

afferen terdiri dari 2 serabut saraf afferen Ia dan II. Serabut

saraf Ia mempersarafi serabut otot tipe tonik dan memiliki

respon yang cepat pada saat mendapat stimulasi. Sedangkan

serabut saraf II mempersarafi serabut otot tipe phasic dan

respon terhadap stimulasi lambat (Shumway-Cook et al.,

2007).

Serabut saraf efferen terletak pada Anterior Horn Cell

(AHC) pada medula spinalis yang berfungsi sebagai eksekutor.

Serabut saraf efferen terdiri dari 2 serabut saraf yaitu gamma

motor neuron dan alfa motor neuron. Gamma motor neuron

meengaktifasi serabut otot tipe tonikdan phasic. Sedangkan

alfa motor neuron mengaktifasi area ekstrafusal (Gambar 2.9)

(Shumway-Cook et al., 2007).

Gambar 2.9 Struktur Muscle Spindle (Shumway-Cook et al.,

2007).

28

b. Golgi Tendon Organ (GTO)

GTO terletak pada muscle-tendon junction. Berfungsi

sebagai informasi afferen dari GTO ke central nerve system

(CNS) melalui serabut saraf afferen Ib untuk proses modulasi.

GTO sensitif terhadap adanya perubahan tonus otot baik pada

saat mendapat stimulasi peregagan maupun kontraksi.

Sehingga GTO memiliki peran sebagai organ yang melindungi

otot dari cidera pada saat otot mendapat stimulasi yang

berlebih. Disamping itu juga untuk memonitor tonus otot dan

sensitif terhadap perubahan tonus meskipun tonusnya sangat

kecil pada saat kontraksi (Shumway-Cook & Wollacott, 2007).

c. Medula Spinalis

Pada medula spinalis terbagi menjadi 3 bagian yaitu

Anterior / Ventral Horn Cell (AHC), Posterior / Dorsal Horn

Cell (PHC), dan Interneuron (Gambar 2.10). AHC merupakan

tempat cell body dari organ motorik, PHC tempat cell body dari

organ sensoris, dan interneuron sebagai inhibisi.

Gambar 2.10 Reciprocal Inhibition (Shumway-Cook &

Wollacott, 2007)

29

2.5.5 Adaptasi Fisiologi Pada Resistence Exercise

Penggunaan Resistence Exercise pada rehabilitasi

mempunyai suatu dampak yang dapat mempengaruhi sistem tubuh.

Resistence Exercise dapat meningkatkan atau mempertahankan

tingkat kebugaran, meningkatkan kinerja, atau mengurangi resiko

cidera (Kisner et al., 2007). Adaptasi Fisiologi meliputi :

a. Adaptasi Saraf

Pada adaptasi saraf akan terjadi proses motor learning dan

improved coordination dimana akan terjadi peningkatan jumlah

motor unit, kecepatan hantar saraf dan sinkronisasi dari gerakan.

Dalam hal ini perubahannya disebabkan karena penurunan fungsi

inhibisi dari sistem saraf pusat, menurunnya sensitifitas dari

GTO, atau perubahan myoneural junction pada motorunit (Kisner

et al., 2007).

b. Adaptasi Otot

Adaptasi otot meliputi muscle fiber type adaptation,

adaptasi vaskuler dan metabolisme, dan adaptasi jaringan lunak

(tendon, ligamen, dan jaringan ikat di otot) (Kisneret al., 2007).

Adaptasi serabut otot diantaranya hypertrophy.

Hypertrophy adalah peningkatan ukuran pada serabut otot yang

disebabkan karena adanya peningkatan volume pada myofibril.

Peningkatan ukuran serabut otot rerata terjadi pada minggu ke-4

sampai ke-8. Tapi pada minggu ke 2-4 sudah mulai terjadi

peningkatan ukuran serabut otot. Mekanisme hypertrophy akan

30

terjadi peningkatan jumlah sintesis protein (aktin dan miosin) dan

penurunan degradasi protein, dimana akan terjadi perubahan

biokimia pengambilan asam amino. Pelatihan penguatan yang

terstimulasi paling besar adalah serabut otot tipe II (white fiber /

phasic). Serabut otot tipe II merupakan serabut otot yang tahan

terhadap pelatihan beban yang berat. Serabut otot phasic ada 2

macam yaitu tipe IIa dan IIb. Untuk dapat mentransformasikan

serabut otot tipe IIb menjadi IIa dengan latihan endurance, serta

selama minggu-minggu pertama saat pelatihan resisted dengan

beban yang berat. Sehingga serabut otot tipe II memiliki sifat

tahan terhadap kelelahan (Kisner et al., 2007).

Pada adaptasi vaskuler akan merangsang sistem

kardiovaskuler dan respirasi dimana dosis intensitasnya rendah

dan volume pelatihannya tinggi. Hal ini terjadi pada pelatihan

endurance bukan pada pelatihan resisted. Pada pelatihan resisted

dosis yang diperlukan intensitasnya tinggi dan volume

pelatihannya rendah sehingga pembuluh darahnya menurun

karena peningkatan jumlah myofilaments pada muscle fiber.

Perubahan lain yang berhubungan dengan metabolisme, seperti

penurunan kepadatan mitokondria karena efek dari pelatihan

resisted dengan intensitas tinggi. Hal ini terkait dengan

penurunan kapasitas oksidatif otot (Kisner et al., 2007).

Adaptasi pada jaringan lunak seperti tendon dan ligamen.

Peningkatan kekuatan di tendon terjadi pada musculotendinous

31

junction, sedangkan peningkatan kekuatan ligamen terjadi pada

ligament-bone interface. Dengan performa ligamen dan tendon

yang kuat maka intensitas untuk terkena cidera sangat minimal.

Dalam hal ini kekuatan jaringan lunak non-contractile dapat

berkembang lebih cepat dengan latihan ketahanan eccentric

dibandingkan dengan latihan concentric (Kisner et al., 2007).

2.5.6 Push Wall Squat Exercise

Push wall squat exercise adalah suatu bentuk latihan yang

bertujuan untuk menguatkan postural stability dengan

menggunakan jenis latihan stabilization exercise dan closed-chain-

kinetic (Kisneret al., 2007).

Push Wall Squat Exercise tipe kontraksinya kombinasi

antara isometrik dan dynamic eccentric, dengan kedua tipe

kontraksi tersebut akan didapatkan greatest tension pada otot-otot

postural. Tension yang tinggi pada otot postural maka akan

diperoleh rileksasi dari otot-otot mobilisasi termasuk otot

hamstring. Sehingga fleksibilitas pada otot-otot yang mengalami

pemendekan terutama otot hamstring akan meningkat (Gambar

2.9) (Kisneret al., 2007).

32

Gambar 2.9 Push Wall Squat Exercise (Dokumen Pribadi, 2015)

Push wall squat exercise menggunakan prinsip

Proprioceptive Neuromuscular Facilitation (PNF) yaitu rhythmic

stabilization, hold rilex dan innervate reciprocal. Hold rilex

merupakan suatu teknik dimana kontraksi isometrik mempengaruhi

otot antagonis yang mengalami pemendekan, yang akan diikuti

dengan hilang atau berkurangnya ketegangan dari otot yang

mengalami pemendekan. Innervate reciprocal merupakan

kontraksi maksimal pada otot agonis maka akan diperoleh rileksasi

dari otot antagonis yang menerapkan prinsip neurofisiologis.

(Adler et al , 2008).

2.5.7 Biomekanika

Biomekanika adalah ilmu yang mempelajari tentang

prinsip-prinsip mekanika terhadap struktur tubuh manusia saat

melakukan aktivitas. Pada sendi lutut yang terpenting adalah

konsep pada fungsi sendi petello femoral yaitu Q-angel dari otot

qiadriceps femoris. Makin besar sudut Q-angel maka beresiko

33

terjadi cidera yaitu chondromalacia patellae. Q-angel normal

antara sudut 150-20

0 (Kisner et al., 2007)

Pada posisi squats otot quadriceps berkontraksi secara

eccentrik. Otot quadriceps berkontraksi secara maksimal pada

middle-range < 450. Pada sudut 30

0 - 60

0 terjadi reaksi tekanan

pada artikulasi permukaan persendian. Jika sudut >900

patella

mengalami compression stress dan jika berlangsung dalam waktu

yang lama terjadi patella femoral syndrome (Kisner et al., 2007).

Biomekanika pada gerakan Push Wall Squat Exercise dapat

dilihat pada tabel 2.1 dibawah ini.

Tabel 2.1 Biomekanika Push Wall Squat Exercise (Barbosa et al , 2002)

Regio Gerakan Komponen Muscle

Shoulder Shoulder press /

push

Deltoid, triceps, trspezeius, rhomboid,

rotator cuff

Chest Chest press Pectoralis major, seratus anterior

Back Back stabilization Multifidus, paravertebral, deep neck flexor

Abdominal Abdominal press Trans abdominis, internal oblique

Lower extremity Squat Gluteus max, quadriceps, soleus, tibialis

anterior, adductor hip