BAB II ISPA

41
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi ISPA Dahulu ISPA sering disalah-artikan sebagai saluran pernafasan atas. Sekarang, ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut, yang meliputi saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan bagian bawah. Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu atau lebih bagian dari saluran nafas mulai dari hidung( saluran bagian atas) hingga jaringan didalam paru-paru ( saluran bagian bawah) (Asiam, 2003). ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan bagian bawah beserta adeneksanya (Asiam,2003). Infeksi saluran nafas akut (ISPA) sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernafasan atas(dalam dan luar).sebenarnya ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut,ISPA meliputi saluran pernafasan atas dan saluran pernafasan bawah.(Dahlan, 2009). 4

Transcript of BAB II ISPA

Page 1: BAB II ISPA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi ISPA

Dahulu ISPA sering disalah-artikan sebagai saluran pernafasan atas.

Sekarang, ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut, yang

meliputi saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan bagian bawah.

Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu atau lebih bagian dari saluran nafas

mulai dari hidung( saluran bagian atas) hingga jaringan didalam paru-paru ( saluran

bagian bawah) (Asiam, 2003).

ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran pernafasan

bagian atas dan saluran pernafasan bagian bawah beserta adeneksanya (Asiam,2003).

Infeksi saluran nafas akut (ISPA) sering disalah artikan sebagai infeksi

saluran pernafasan atas(dalam dan luar).sebenarnya ISPA merupakan singkatan dari

infeksi saluran pernafasan akut,ISPA meliputi saluran pernafasan atas dan saluran

pernafasan bawah.(Dahlan, 2009).

Istilah ISPA diadaptasi dari istilah dalam bahasa inggris yaitu Acute

Respiratory Imfections(ARI),istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi,saluran

pernafasan,dan akut,dengan pengertian sebagai berikut :

a. Infeksi adalah salah satu keadaan dimana kuman penyakit berhasil

menyerang tubuh manusia kemudian berkembang baik dalam tubuh dan

menyebabkan penyakit (Sudoyono, 2006).

b. Saluran pernafasan adalah organ mulai hidung hingga alveoli beserta

organ adneksanya seperti sinus-sinus,rongga telinga tengah,dan pleura.

ISPA secara anatomis mencakup saluran penafasan bagian atas dan

4

Page 2: BAB II ISPA

5

saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ

adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk

dalam saluran pernafasan (Asih, 2004).

c. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas

14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa

penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA. Proses ini dapat

berlangsung lebih dari 14 hari (Dahlan, 2005).

ISPA adalah penyakit infeksi pada saluran pernafasan atas maupun bawah

yang disebabkan oleh masuknya kuman mikroorganisme (bakteri dan virus) kedalam

organ saluran pernafasan yang berlangsung selama 14 hari (Dongoes, 2006).

2.2 Klasifikasi Ispa

Ispa ( Infesi Saluran Pernasafasan Akut) meliputi saluran pernafasan bagaian

atas dan saluran pernafasan bagian bawah. ISPA terbagi dalam 2 golongan yaitu yang

bukan pneumonia dan pneumonia berikut penjelasannya:

a. Infeksi Saluran Pernafasan Atas

Saluran pernafasan atas berfungsi menghatkan,melembabkan,dan

menyaring udara. Bersama udara masuk berbagai pathogen, yang dapat

tersangkut di hidung, faring, laring atau trakea,dan dapat berproliferasi, bila

daya tahan tubuh menurun. Penyakit infeksi saluran pernafasan meliputi

sinusitis,rhinitis,pharingitis,tonsilitis, dan laringitis memiliki pola khusus dan

khas.

Page 3: BAB II ISPA

6

1) Sinusitis

Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi atau peradangan pada suatu

atau lebih dari sinus pranasal. Sinus adalah merupakan suatu rongga/ruang

berisi udara dengan dinding yang terdiri dari membran mukosa. Meskipun

tipe sinusitis akut yang sering terjadi adalah disebabkan oleh virus dan

alergi akan tetapi diagnosa sinusitis fungal atau bakterial yang akurat

sangatlah penting bagi kebaikan pasien dan pencegahan komplikasi yang

mungkin terjadi seperti sinusitis kronis atau menyebarnya infeksi ketempat

yang lain (misal meningitis) (Padila, 2013).

Infeksi saluran pernafasan atas biasanya diikuti sinusitis bakterial akut.

Bakteri patogen yang biasa menjadi penyebab penyakit ini meliputi

Haemophilus Influenza,Streptococcus Pyogenes, dan Streptococcus

Pnemonal. Adanya infeksi yang berulang pada sinusitis kronis maka akan

terjadi sikatrik yang berakibat pada penebalan membran-membran dan

aliran pembuangan sekret menjadi terhambat. Selanjutnya pada keadaan ini

sangat kondusif bagi tumbuhnya bakteri dan berkembang dengan subur

dilingkunga ini (misnadiarly, 2008).

2) Rhinitis

Rhinitis didefinisikan sebagai penyakit inflamasi membran

mukosa dari cavum nasal dan nasopharyng. Sama halnya dengan sinusitis,

rhinitis bisa berupa penyakit akut dan kronis yang kebanyakan disebabkan

oleh virus dan alergi. Keluhan utama yang dirasakan oleh pasien meliputi

hidung berair ( rhinorrhea). Rhinitis paling sering akan menyertai infeksi

virus akut pada saluran pernafasan atas, yang sering dikenal dengan

Influenza ( common cold). Virus disebarkan melalui droplet (titik-titik)

yang berasal dari bersin (Davey P, 2006)

Page 4: BAB II ISPA

7

3) Pharingitis

Pharingitis adalah proses peradangan pada tenggorokan. Penyakit ini

juga sering dilihat sebagai inflamasi virus, namun juga disebabkan oleh

bakterial, seperti hemolytic Streptococcy, Staphylococci, atau bakteri

lainnya (Padilla, 2013).

4) Amandel atau Tonsilitis

Tonsilitis merupakan inflamasi atau pembengkakan akut pada tonsil

atau amandel. Organisme penyebabnya yang utama meliputi Streptococcus

atau Staphylococcus. Infeksi terjadi pada hidung atau pharyng yang

menyebar melalui sistem limfa ke tonsil. Hiperthropi yang disebabkan oleh

infeksi, bisa menyebabkan tonsil membengkak sehingga bisa menghambat

keluar masuknya udara (misnadiarly, 2008).

5) Laryngitis

Laryngitis adalah proses peradangan dari membran mukosa yang

membentuk laryng. Peradangan ini mungkin akut atau kronis, penyebabnya

bisa berupa virus,bakteri, lingkungan maupun karena alergi. Gejala yang

timbul diakibatkan oleh pembengkakan pita suara. Bakteri penyebabnya

adalah Streptococcus Pneumoniae dan Beta Hemolytic Streptococcus.

Akibat yang timbul bisa berupa serak atau kehilangan suara (aphonia),

demam, tidak enak badan, sakit ketika menelan, batuk kering dan

tenggorokan gatal. Bagi pasien yang menghidap laryngitis, gangguan

seperti stridor dan dyspnea ini juga bisa muncul.

b. Peneumonia (Infeksi Saluran Pernafasan Bawah)

Pneumonia didefinisikan sebagai penyakit infeksi saluran pernafasan

bawah,yang meliputi parenkim paru-paru,termasuk alveoli dan struktur

Page 5: BAB II ISPA

8

pendukungnya. Pneumonia disebabkan oleh kuman seperti :

bakteri,virus,protozoa,dan virus phatogen yang masuk kedalam tubuh melalui

aspirasi, inhalasi atau penyebaran sirkulasi. Pneumonia inhalasi disebabkan

melalui droplet batuk dan bersin. Agen penyebabnya biasanya adalah virus.

Pneumonia bacterial, organisme gram-positif yang menyebabkan

pneumonia bacteri adalah Streptococcus Pneumonia, S.Aureus, dan

Streptococcus Pyogenes. Insiden pneumonia ini paling tinggi terjadi dimusim

dingin, dan biasanya merupakan akibat lanjutan dari infesi saluran pernafasan

atas.

Pneumonia virus yang merupakan tipe pneumonia paling umum

disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui transmisi droplet.

Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama pneumonia

virus.

Pneumonia protozoa yang merupakan tipe pneumonia paling umum

yang di sebabkan oleh protozoa,biasanya menjangkiti pasien yang mengalami

imunosupresi,protozoa menimbulkan terjadinya Pneumocystis Carinii

Pneumonia (CPC)

Pneumonia fungal, infeksi yang disebabkan oleh jamur seperti

Histoplasmosis. Menyebar melalui penghirupan udara yang mengandung

spora. Infeksi histoplasma terkadang hilang dengan sendirinya sehingga tidak

memerlukan perawatan (Mandal, 2006).

2.3 Patogensesis ISPA

ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, bersin, udara pernafasan yang

mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernafasannya. Ispa

Page 6: BAB II ISPA

9

yang berlanjut menjadi pneumonia sering terjadi pada anak kecil terutama apabila

terdapat gizi kurang dan dikombinasi dengan keadaan lingkungan yang tidak hygenis.

Resiko terutama terjadi pada anak-anak karena meningkatnya kemungkinan infeksi

silang, beban immunologisnya terlalu besar karena dipakai untuk penyakit parasit dan

cacing,serta tidak tersedianya atau berlebihannya pemakaian antibiotik (Asiam,

2003).

2.4 Etiologi ISPA

Etiologi ISPA terdiri atas: bakteri, virus(flu burung,SARS, EBOLA),protozoa,

jamur. Bakteri penyebab ISPA misalnya: Streptococcus Hemolitikus, Stafilokokus,

Pneumokukus, Hemofilus Influenza, Bordetella Pertusis, dan Korinebakterium

differia (Muttaqin, 2004).

Untuk golongan virus penyebab ISPA antara lain golongan

miksovirus(termasuk di dalamnya virus para-influenza,virus influenza,,virus flu

burung,virus SARS, virus Ebola). Virus para-influenza merupakan penyebab terbesar

dari sindroma batuk rejan, bronkiolitis dan penyakit demam saluran nafas bagian atas.

Untuk virus influenza bukan penyebab terbesar terjadinya sindroma saluran

pernafasan kecuali hanya epidemi-epidemi saja. Virus Ebola adalah sejenis virus dari

genus ebolavirus, familia filoviridae. Virus Ebola sangat menular, melalui kontak dan

tranfusi cairan tubuh,seperti darah, keringat, air liur, air mani, atau cairan tubuh yang

lainnya. Untungnya virus Ebola tidak dikatagorikan sebagai virus yang menyebar

melalui udara (Jeremy,2007).

2.5 Patofisiologi ISPA

Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan

tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang

terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus kearah

faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut

Page 7: BAB II ISPA

10

gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan

(Robbins,2006).

Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk

kering. Kerusakan struktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan

kenaikkan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran

nafas,sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi normal. Rangsangan

cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk. Sehingga pada tahap awal

gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk (Robbins,2006).

Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder

bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang

merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri

sehingga memudahkan bakteri-bakteri pathogen yang terdapat pada saluran

pernafasan atas seperti Streptococcus Pneumonia,Haemophylus influenza, dan

Staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut (Robbins,2006).Infeksi

sekunder bakteri ini menyebabkan infeksi mukus terlalu banyak dan dapat

menyumbat saluran nafas sehinggal timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk

yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya faktor-faktor seperti

kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan

adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan gangguan

gizi aku pada bayi dan anak (Tjay TH, 2007).

Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ketempat-tempat

lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang,demam,dan juga bisa

menyebar kesaluran nafas bawah. Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa

menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya

ditemukan dalam saluran pernafasan atas,sesudah terjadinya infeksi virus,dapat

meginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri (Sudoyono, 2006).

Dari uraian diatas,perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi

empat tahap, yaitu:

Page 8: BAB II ISPA

11

1. Tahap prepatogenesis,penyebab telah ada tetapi penderita belum

menunjukkan reaksi apa-apa.

2. Tahap inkubasi,viru merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh

menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dab daya tahan sebelumnya

memang sudah rendah.

3. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul

gejala demam dan batuk.

4. Tahap lanjut penyakit,dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh

sempurna dengan atelaksis,menjadi kronis dan dapat meninggal akibat

pneumonia (Tjay TH, 2007).

2.6 Manifestasi Klinis ISPA

1. Tanda-tanda ISPA

Pada umumnya suatu penyakit saluran pernafasan dimulai dengan

keluhan-keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit

mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh

dalam keadaan kegagalan pernafasan dan mungkin meniggal. Bila sudah

dalam kegagalan pernafasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih

rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan

agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat

ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernafasan. Tanda-

tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan tanda-tanda

laboratorium.

A. Tanda-tanda klinis

Pada sistem respiratorik adalah : tachypnea, nafas tidak teratur

(apnea), retraksi dinding thorax, nafas cuping hidung, suara nafas

lemah atau hilang,grunting expiratoir dan wheezing.

Page 9: BAB II ISPA

12

Pada sistem cardial adalah : tachycardia,mudah terangsang,sakit

kepala, bingung, papil bendung,kejang dan koma.

Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.

B. Tanda-tanda laboratorius :

Hypoxemia

Hypercapnia, dan

Acylosis (Metabolik dan atau Respiratorik) (Doenges, 2006).

2. Gejala ISPA

Infeksi saluran nafas bagian atas memberikan gejala yang sangat penting yaitu

batuk. Infeksi saluran nafas bagian bawah memberikan beberapa tanda lainnya seperti

nafas yang cepat dan retraksi dada. Semua orang dapat mengenal batuk tetapi

mungkin tidak mengenal tanda-tanda lainnya dengan mudah. Selain batuk gejala

ISPA juga dapat dikenali yaitu flu,demam, dan suhu tubuh meningkat lebih dari 38,5 0 Celcius dan disertai sesak nafas.

Menurut derajat keparahannya, ISPA dapat dibagi menjadi tiga golongan

yaitu:

a. ISPA ringan bukan pneumonia

b. ISPA sedang,pneumonia

c. ISPA berat,pneumonia berat

a. Gejala ISPA ringan

Seseorang dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan gejala sebagai

berikut :

1) Batuk,

2) Demam,

3) Pilek yang mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung

4) Panas atau demam.

Page 10: BAB II ISPA

13

b. Gejala ISPA sedang

Seseorang dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala ISPA

ringan dengan disertai gejala sebagai berikut :

1) Pernafasan lebih dari 50x/menit,

2) Suhu tubuh lebih dari 390 Celcius,

3) Tenggorokan berwarna merah,

4) Timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak,

5) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga,

6) Pernafasan berbunyi seperti mendengkur,

7) Pernafasan berbunyi seperti mencuit-cuit.

c. Gejala ISPA berat

Seseorang dinyatakan menderita ISPA berat jika ada gejala ISPA ringan atau

sedang disertai satu atau lebih gejala sebagai berikut :

1) Bibir atau kulit membiru,

2) Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu

bernafas,

3) Tidak sadar atau kesadarannya menurun,

4) Pernafasan menciut,

5) Pernafasan berbunyi mengorok,

6) Sela iga tertarik kedalam pada waktu bernafas,

7) Nadi lebih cepat dari 60x/menit atau tidak teraba,

8) Tenggorokan berwarna merah,

Pasien ISPA berat harus dirawat di Rumah sakit atau Puskesmas

karena perlu mendapat perawatan dengan peralatan khusus seperti oksigen

dan infuse (Padila, 2013)

2.7 Komplikasi ISPA

Page 11: BAB II ISPA

14

Penyakit ini sebenarnya merupakan self limited disease, yang sembuh sendiri

5-6 hari jika kita tidak terjadi invasi kuman lainnya. Komplikasi yang dapat terjadi

adalah sinusitis paranasal, penutupan tuba eusthacii dan penyeberan infeksi.

1. Sinusitis paranasal

Komplikasi ini hanya terjadi pada orang dewasa karena pada bayi dan

anak kecil sinus paranasal belum tumbuh. Gejala umum tampak lebih

besar,nyeri kepala bertambah, rasa nyeri dan nyeri tekan biasanya didaerah

sinus frontalis dan maksilaris. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan foto

rontgen dan transiluminasi pada anak besar.

Proses sinusitis sering menjadi kronik dengan gejala malaise, cepat

lelah dan sukar berkonsentrasi (pada anak besar). Kadang-kadang disertai

sumbatan hidung,nyeri kepala hilang timbul,bersin yang terus menerus

disertai secret purulen dapat unilateral ataupun bilateral. Bila didapatkan

pernafasan mulut yang menetap dan rangsang faring yang menetap tanpa

sebab yang jelas, perlu dipikirkan terjadinya komplikasi sinusitis. Sinusitis

paranasal ini dapat diobati dengan memberikan antibiotic (Asiam, 2003).

2. Penyebaran infeksi

Penjalaran infeksi sekunder dari nasofaring kearah bawah seperti

laryngitis,trakeitis, bronkitis, dan broncopneumonia. Selain itu dapat juga

terjadi komplikasi jauh, misalnya terjadi meningitis purulenta (Tjay TH,

2007).

Tabel 2.1 Daftar mikroorganisme yang menyebabkan pneumonia

Page 12: BAB II ISPA

15

Infeksi Bakteri Infeksi Atipikal Infeksi JamurStreptococcus pneumoniae Haemophillus influenza Klebsiella pneumoniae Pseudomonas aeruginosa Gram-negatif (E. Coli)

Mycoplasma pneumoniae Legionella pneumophillia Coxiella burnetii Chlamydia psittaci

Aspergillus Histoplasmosis Candida Nocardia

Infeksi Virus Infeksi Protozoa Penyebab LainInfluenza Coxsackie Adenovirus Sinsitial respiratori

Pneumocytis carinii Toksoplasmosis Amebiasis

Aspirasi Pneumonia lipoid Bronkiektasis Fibrosis kistik

(Padila, 2013).

Tabel 2.2. Stratifikasi pasien CAP

Kelompok Tipe Pasien

I Pasien rawat jalan, tanpa riwayat penyakit kardiopulmonal

dan tanpa faktor modifikasi.

II Pasien rawat jalan disertai penyakit kardiopulmonal dan

atau faktor modifikasi lainnya (faktor resiko DRSP

(S.Pneumoniae) atau bakteri gram negatif

III Pasien rawat inap Non-ICU :

a. Dengan penyakit kardiopulmonal dan atau faktor

modifikasi lain

b. Tanpa penyakit kardiopulmonal, dan tanpa faktor

modifikasi lainnya

IV Pasien rawat inap ICU :

a. Tanpa terinfeksi Pseudomonas aeruginosa

b. Dengan resiko terinfeksi P. Aeruginosa.

The clinical presentation of serious infections in hospitalized patients

Page 13: BAB II ISPA

16

ICU Scoryng System : (Resp.30, Total 3.000) APACHE II/III SOFA Score ARDS Sore Mayor Trauma S.S Pithsburg Brain S.S Modiried Apache II Criteria for organ System failure S.Cardivasvular F

Bacteria

Lacteria

Clinical Presentation

Endotoxin

Binds to LPS-binding protein

Page 14: BAB II ISPA

Macrophage

CD 14

17

Tabel perjalanan klinis suatu bakteri.

Tabel 2.4. Pemilihan Antibiotik pada CAP berdasarkan kelompok, tipe pasien dan jenis mikroorganisme yang terisolasi dan teridentifikasi.

Kelompok Tipe pasien Jenis mikroorganisme

Regimen

Tumor necrosis factorIL-1,-2,-6,-8,-12

Interferon-γPlatelet-activating factor

Capillary endothelial cell Vessel wallHypothalamus

FeverTachycardia

Cellular hypoxia

Neutrophil marginationPlatelet adherence

DIC with clinical thrombosis and/or hemorrhage

Depletion of intravascular volume

Nitric oxide synthesis

Nitric oxide synthesis

Low systemic vascular resistance, toxic oxygen radicalsLow systemic vascular resistance, toxic oxygen radicals

Lactic acidosis

Multi-organ dysfuction

(myocardial pulmonary, trenal, hepatical)

Death

Page 15: BAB II ISPA

18

IIIA Rawat inapPenyakit kardiopulmonal (+) dan atau faktor modifikasi (+4)

Streptococcus pneumonia (DRSP)Hemophilus influenzae Mycoplasma pneumonia

Infeksi campuran ( bakteri dan atipik )

Virus legionella spp Lain – lain :M.tuberculosisJamur endemic,Pneumocystis, carinii

Beta – lactam I.V (Cefotaxin,Cefriaxone)Ampicillin/sulbactam Ampicilin(dosis tinggi) dikombinasi: Macrolide. I.V. atau oral atau :fluroquinoloneantipneumococcus

IIIB Rawat inap penyakit kardiopulmonal (-)Faktor modifikasi

(-)

S.pneumoniae H. influenzae atau :

M. pneumoniae Infeksi campuran(bakteri dan atipik)Virus Legionella sppLain – lain :M.tuberculosisJamur endemic,Pneumocystis, carinii

Azithromycin I.V. atau doxycylin beta lactam atau : fluoroquinolone antipneumococcus

IVA Rawat ICU tanpa

resiko

Ps.Aeruginosa

S.pneumoniae Beta-

lactam I.V.

Legionella ,spp

Haemophilus

Enteric gram

negative

Beta – Lactam I.V :

Cefotaxin,

Cefriaxone

Dikombinasi :

Macrolide I.V

Page 16: BAB II ISPA

19

s.aureus

Mycoplasma

pneumoniae

Respiratory virosis

Lain – lain:

Chlamidya

pneumonia

M.tuberculosis

Jamur endemic

Azithromycin

Atau

Fluoroquinolone

I.V

IV B Rawat ICU dengan

risiko Aeruginosa

Sama dengan IV A

+ P.Aeroginosa

Beta lactam anti

pseudomonas tertentu

(Celepime,

Imepenem,

Meropenem

Piperacillin

/Tazobactam)

Dikombinasi:

Quinolone

Tabel 2.6 Daftar nama kuman dan antibiotika yang digunakan

Page 17: BAB II ISPA

20

Agen Penyebab Antibiotika Yang Digunakan

Pilihan Antibiotika Lain

Tanggapan

Legionella Eritromisin dengan atau tanpa rifampin siprofloksasin

Klaritromisin atau azitromisin, rifampin, doksisiklin dengan rifampin, ofloksasin

Mycoplasma pneumoniae

Doksisiklin, eritromisin

Klaritromisin atau azitromisin, rifampin, siprofloksasin atau ofloksasin

Selama1-2 minggu

Chlamydia pneumoniae

Doksisiklin, eritromisin

Klaritromisin atau azitromisin, Siprofloksasin atau ofloksasin

Selama1-2 minggu

Chlamydia psittaci Doksisiklin Eritromisin, kloramfenikol

S. pneumoniaSensitif terhadap penisilin (MIC < 0,1 ug/ml)

Penisilin G atau V Sefalosporin :Sefazolin

Sefuroksim,

Sefotaksim

Sefrizokisim

Seftriakson

Sefalosporin oral

Dosis untukPenyakit berat :Penisilin IV

0,5 juta unit/ 4 jamSefuroksim:750 mg/8 jam IVSefuroksim:2 g/hari IV

Resistensi sedang terhadap penisilin(MIC 0,1 ug/ml)

Penisilin G:2-3 juta unit/4 jamSeftriaksonSefataksimAgen oralMakrolidaSefuroksimsefodoksim

Vankomisin Tingkat resistensiSedang

0,1 – 1 ug/ml; 80%Biasanya sensitive TerhadapSefalosporin

Resistensi tinggi terhadap penisilin (MIC > 1 ug/ml)

Vankomisin Imipenem Resistensi tingkatTinggi> 1 ug/ml

Page 18: BAB II ISPA

21

20% perluVankomisin

H. Influenzae SefalosporinGenerasi keduaAtau ketigaKlaritromisin,AzittromisinTrimetoprinSulfametoksazol

Tetrasiklin :

Betalaktam-BetalaktamaseFluorokuinolonKloramfenikol

S. aureus Nafsilin/ oxasilin dengan atautanpa rimfapinisin ataugentamisin

Sefazolin atauSefuroksim,

VankomisinKlindamisinKlindamisinSulfametoksazol

FluorokuinolonEnterobakteriaceae(E. coli, Klebsiella, Proteus, Enterobacter)

Sefalosporin generasi kedua atau ketiga dengan/tanpa aminoglikosida

Aztreonam, imipenem, betalaktam- betalaktamase

Menurut Pedoman CAP dari BTS (British Thoracic Sociaty) 2005

2.8 Golongan Betalaktam

Antibiotika ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok penisilin dan

sefalosporin.

A. Kelompok Penisilin

Penisilin diperoleh dari jamur Penicillium chrysogenum dari berbagai

jenis yang dihasilkannya, perbedaannya hanya pada gugus samping-R saja.

Penisillin bersifat bakterisid dan bekerja dengan cara menghambat sintesis

dnding sel. Efek samping yang terpenting adalah reaksi yang dapat

menimbulkan urtikaria, dan kadang-kadang reaksi analfilaksis dapat menjadi

fatal (Asiam, 2003).

1. Benzilpenisilin: penisilin G bersifat bakterisid terhadap kuman Gram-

positif (khususnya cocci) dan hanya beberapa kuman negatif. Penisilin G

Page 19: BAB II ISPA

22

tidak tahan-asam, maka hanya digunakan sebagai injeksi i.m atau infus

intravena. Ikatan dengan protein plasma lebih kurang 60%; plasma t½ nya

sangat singkat, hanya 30 menit dan kadar darahnya cepat menurun.

Eksresinya berlangsung sebagian besar melalui transport aktif tubuler dari

ginjal dan dalam keadaan utuh. Aktivitas penisilin G masih dinyatakan

dalam Unit Internasional (UI).

2. Fenoksimetilpenisilin: Penisilin-V; derivate semisintesis ini tahan asam

dan memiliki spektrum kerja yang dapat disamakan dengan pen-G, tetapi

terhadap kuman negatif (antara lain suku Nesseira dan bacilli H.

influenzae) 5-10 kali lebih lemah. Resorpsi penisilin-V tidak diuraikan

oleh asam lambung. Ikatan dengan protein plasma lebih kurang 80%,

plasma t½ 30-60 menit. Sebagian besar zat dirombak di dalam hati, dan

rata-rata 30% dieksresikan lewat kemih dalam keadaan utuh. Dosis oral 3-

6 dd 25-500 mg 1 jam sebelum makan, atau 2 jam sesudah makan

3. Ampisilin: penisilin broad spectrum ini tahan asam dan lebih luas

spektrum kerjanya yang meliputi banyak kuman gram-negatif yang hanya

peka bagi penisilin-G dalam dosis intravena tinggi. Kuman-kuman yang

memproduksi penisilinase tetap resisten terhadap ampisilin (dan

amoksisilin). Ampisilin efektif terhadap E. coli, H. influenzae, Salmonella,

dan beberapa suku Proteus. Resorpsinya dari usus 30-40% (dihambat oleh

makanan), plasma t½ nya 1-2 jam. Ikatan dengan protein plasmanya jauh

lebih ringan daripada penisilin G dan penisilin V. Eksresinya berlangsung

melalui ginjal yaitu 30-45% dalam keadaan utuh aktif dan sisanya sebagai

metabolit. Efek samping berkaitan dengan gangguan lambung-usus dan

alergi. Dosis untuk oral 4 dd sehari 0,5-1 g (garam-K atau trihidrat)

sebelum makan.

4. Amoksisilin: derivat hidroksi dengan aktivitas sama seperti ampisilin.

Resorpsinya lebih lengkap (80%) dan pesat dengan kadar darah dua kali

lipat. Ikatan dengan protein plasma dan t½ nya lebih kurang sama, namun

Page 20: BAB II ISPA

23

difusinya ke jaringan dan cairan tubuh lebih baik. Kombinasi dengan asam

klavulanat efektif terhadap kuman yang memproduksi penisilinase. Efek

samping yang umum adalah gangguan lambung-usus dan radang kulit

lebih jarang terjadi. Dosis untuk oral 3 dd 375-1.000 mg, anak-anak < 10

tahun 3 dd 10 mg/kg, juga diberikan secara i.m/i.v.

5. Coamoksiklav terdiri dari amoksilin dan asam klavulanat (penghambat

beta laktamase). Asam klavulanat sendiri hampir tidak memiliki

antibakterial. Tetapi dengan menginaktifkan penisilinase, kombinasi ini

aktif terhadap bakteri penghasil penisilinase yang resisten terhadap

amoksisilin.

6. Penisilin antipseudomonas: obat ini diindikasikan untuk infeksi berat yang

disebabkan oleh Pseudomonas aeruginosa. Selain itu juga aktif terhadap

beberapa kuman gram negatif, termasuk Proteus spp dan Bacteroides

fragilis.

B. Kelompok Sefalosporin

Sefalosporin diperoleh dari jamur Cephalorium acremonium yang berasal dari

Sicilia. Sefalosporin merupakan antibiotika betalaktam dengan struktur, khasiat, dan

sifat yang banyak mirip penisilin, tetapi dengan keuntungan-keuntungan antara lain

spektrum antibakterinya lebih luas tetapi tidak mencakup enterococci dan kuman-

kuman anaerob serta resisten terhadap penisilinase, tetapi tidak efektif terhadap

Staphylococcus yang resisten terhadap metisilin (Davey, 2006).

Berdasarkan sifat farmakokinetika, sefalosporin dibedakan menjadi dua

golongan. Sefaleksim, sefaklor, dan sefadroksil dapat diberikan per oral karena

diabsorpsi melalui saluran cerna. Sefalosporin lainnya hanya dapat diberikan

parenteral. Sefalotin dan sefapirin umumnya diberikan secara i.v. karena

menimbulkan iritas pada pemberian i.m. Beberapa sefalosporin generasi ketiga

misalnya mosalaktam, sefotaksim, seftizoksim, dan seftriakson mencapai kadar tinggi

Page 21: BAB II ISPA

24

dalam cairan serebrospinal, sehingga bermanfaat untuk pengobatan meningitis

purulenta. Selain itu sefalosporin juga melewati sawar plasenta, mencapai kadar

tinggi dalam cairan synovial dan cairan perikardium. Pada pemberian sistemik kadar

sefalosporin generasi ketiga dalam cairan mata relatif tinggi, tapi tidak mencapai

vitreus. Kadar dalam empedu umumnya tinggi terutama sefoperazon. Kebanyakan

sefalosporin dieskresi dalam bentuk utuh ke urin, kecuali sefoperazon yang sebagian

besar dieskresi melalui empedu. Oleh karena itu dosisnya harus disesuaikan pada

pasien gangguan fungsi ginjal (Effendy, 2004).

Reaksi alergi merupakan efek samping yang paling sering terjadi. Reaksi

anafiilaksis dengan spasme bronkus dan urtikaria dapat terjadi. Reaksi silang

biasanya terjadi pada pasien dengan alergi penisilin berat, sedangkan pada alergi

penisilin yang ringan dan sedang kemungkinannya kecil. Sefalosporin merupakan zat

yang nefrotoksik, walaupun jauh kurang toksis dibandingkan dengan aminoglikosida.

Kombinasi sefalosporin dengan aminoglikosida mempermudah terjadinya

nefrotoksisitas (Jeremy, 2007).

Yang termasuk dalam kelompok sefalosporin adalah:

1. Sefalosporin generasi pertama: sefalotin, sefazolin, sefradin, sefaleksin, dan

sefadroksil. Terutama aktif terhadap kuman gram positif. Golongan ini efektif

terhaap sebagina besar S. aureus dan streptokokus termasuk Str. pyogenes,

Str. viridans, dan Str. pneumoniae. Bakteri gram positif yang juga sensitif

adalah Clostridium perfringens, dan Corinebacterium diphtheria. Sefaleksim,

sefradin, sefadroksil aktif pada pemberian per oral. Obat ini diindikasikan

untuk infeksi salura kemih yang tidak berespons terhadap obat lain atau yang

terjadi selama kehamilan, infeksi saluran napas, sinusitis, infeksi kulit dan

jaringan lunak (Jeremy, 2007).

2. Sefalosporin generasi kedua: Sefaklor, sefamandol, sefmetazol, sefuroksim.

Dibandingkan dengan generasi pertama, sefalosporin generasi kedua kurang

aktif terhadap bakteri gram positif, tetapi lebih aktif terhadap gram negatif,

misalnya H. Influenza, E. Coli, dan Klebsiella. Golongan ini tidak efektif

Page 22: BAB II ISPA

25

terhadap kuman anaerob. Sefuroksim dan sefamandol lebih tahan terhadap

penisilinase dibandingkan dengan generasi pertama dan memiliki aktivitas

yang lebih besar terhadap H. Influenzae dan N. Gonorrheae (Jeremy, 2007).

3. Sefalosporin generasi ketiga: sefoperazon, sefotaksim, seftriakson, sefiksim,

sefodoksim, sefprozil. Golongan ini umumnya kurang efektif terhadap kokus

gram positif dibandingkan dengan generasi pertama, tapi jauh lebih aktif

terhadap Enterobacteriaceae termasuk strain penghasil penisilinase (Elin,

2008). Aktivitasnya terhadap gram negatif lebih kuat dan lebih luas lagi dan

meliputi Pseudomonas dan Bacteroides, khususnya seftazidim (Jeremy,

2007).

4. Sefalosporin generasi keempat: sefepim dana sefpirom. Obat-obat baru ini

sangat resisten terhadap laktamase, sefepim juga aktif sekali terhadap

pseudomonas (jeremy, 2007).

C. Antibiotika Laktam Lainnya

1. Imipenem: khasiat bakterisidnya berdasarkan perintangan sintesis dinding-

sel kuman. Spektrum kerjanya luas meliputi, banyak kuman gram-positif

dan negatif termasuk Pseudomonas, Enterococcus, dan Bacteroides, juga

kuman patogen anaerob. Tahan terhadap kebanyakan betalaktamase

kuman, tetapi berdaya menginduksi produksi enzim ini. Oleh ginjal

dehidropeptidase-1 dirombak menjadi metabolit nefrotoksis, maka hanya

digunakan terkombinasi dengan suatu penghambat enzim yaitu silastatin.

Dosis terkombinasi dengan cilastatin i.v. sebagai infus 250-1.000mg

setiap 5 jam (Asiam, 2003). Efek samping sama dengan antibiotika

betalaktam lainnya. Neurotoksisitas pernah dilaporkan pada dosis sangat

tinggi dan pada pasien gagal ginjal (Effendy, 2004).

2. Meropenem sama dengan imipenem, tetapi lebih tahan terhadap enzim di

ginjal sehingga dapat diberikan tanpa silastin. Penetrasinya ke dalam

semua jaringan baik termasuk ke dalam cairan serebrospinal sehingga

Page 23: BAB II ISPA

26

efektif terhadap meningitis bakterial. Dosisnya untuk intravena atau infus

10-120 mg/kg dalam 3-4 dosis atau setiap 8-12 jam (Effendy, 2004).

2.9 Golongan Makrolida

Kelompok antibiotika ini terdiri dari eritromisin dengan derivatnya

klaritromisin, roksitromisin, azitromisin, dan diritromisin. Semua makrolida

diuraikan dalam hati, sebagian oleh sistem enzim oksidatif sitokrom-P450 menjadi

metabolit inaktif. Pengecualian adalah metabolit OH dari klaritromisin dengan

aktivitas cukup baik. Eksresinya berlangsung melalui empedu, tinja serta kemih,

terutama dalam bentuk inaktif (Davey, 2006).

Efek samping yang terpenting adalah pengaruhnya bagi lambung-usus berupa

diare, nyeri perut, nausea, dan kadang-kadang muntah, yang terutama terlihat pada

eritromisin akibat penguraiannya oleh asam lambung. Eritromisin pada dosis tinggi

dapat menimbulkan ketulian yang reversibel. Semua makrolida dapat mengganggu

fungsi hati, yang tampak sebagai peningkatan nilai-nilai enzim tertentu dalam serum

(Mandal BK, 2006).

a. Eritromisin memiliki spektrum antibakteri yang hampir digunakan sama

dengan penisilin, sehingga obat ini digunakan sebagai alternatif pengganti

penisilin. Eritromisin bersifat bakteriostatis terhadap bakteri gram-positif.

Mekanisme kerjanya melalui pengikatan reversibel pada ribosom kuman,

sehingga sintesis proteinnya dirintangi. Absorpsinya tidak teratur, agak sering

menimbulkan efek samping saluran cerna, sedangkan masa paruhnya singkat,

maka perlu ditakar sampai 4 x sehari. Eritromisin merupakan pilihan pertama

khususnya pada infeksi paru-paru dengan Legionella pneumophila dan

Mycoplasna pneumonia. Eritromisin menyebabkan mual, muntah, dan diare.

Dosis: oral 2-4 dd 250-500 mg pada saat perut kosong selama maksimal 7

hari.

Page 24: BAB II ISPA

27

b. Azitromosin dan klaritromisin merupakan derivat dari eritromisin. Memiliki

sifat farmakokinetik yang jauh lebih baik dibandingkan eritomisin, antara lain

resorpsinya dari usus lebih tinggi karena lebih tahan asam, begitu pula daya

tembus ke jaringan dan intra-seluler. Azitromisin mempunyai t1/213 jam yang

memungkinkan pemberian dosis hanya 1 atau 2 kali sehari. Makanan

memperburuk resorpsinya, maka sebaiknya diminum pada saat perut kosong

(Mandal BK, 2006).

2.10 Golongan Aminoglikosida

Aminoglikosida dihasilkan oleh jenis-jenis fungi Streptomyces dan

Micromonospora. Aminoglikosida bersifat bakterisid berdasarkan dayanya untuk

menembus dinding bakteri dan mengikat diri pada ribosom di dalam sel. Proses

translasi (RNA dan DNA) diganggu sehingga biosintesis proteinnya dikacaukan.

Spektrum kerjanya luas yaitu aktif terhadap bakteri gram positif dan gram negatif.

Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah streptomisin, gentamisin, amikasin,

kanamisin, neomisin, dan paramomisin (Asiam, 2003).

a. Amikasin: merupakan turunan kanamisin. Obat ini tahan terhadap 8 dari 9

enzim yang merusak aminoglikosida, sedangkan gentamisin dapat dirusak

oleh 5 dari enzim tersebut. Terutama diindikasikan untuk infeksi berat gram

negatif yang resisten terhadap gentamisin. Guna menghindari resisten, jangan

digunakan lebih dari 10 hari (Asiam, 2003).

b. Gentamisin: spektrum antibakterinya luas, tapi tida efektif terhadap kuman

anaerob, kurang efektif terhadap Str. Hemolyticus. Bila digunakan pada

infeksi berat yang belum diketahui penyebabnya, sebaiknya dikombinasi

dengan penisilin dan/atau metronidazol (Effendy, 2004). Dosis harian 5

mg/kg dalam dosis terbagi tiap 8 jam (bila fungsi ginjal normal). Sebaiknya

pemberian jangan melebihi 7 hari. Dosis lebih tinggi kadang-kadang

diperlukan pada neonatus dan defisiensi imunologis (Manurung S, 2009).

Page 25: BAB II ISPA

28

2.11 Golongan Fluorokuinolon

a. Kloramfenikol: berkhasiat bakteriostatik terhadap hampir semua kuman gram-

positif dan sejumlah kuman gram-negatif, juga terhadap Chlamydia

trachomatis dan Mycoplasma. Bekerja bakterisid terhadap S. pneumonia, dan

H. influenzae. Mekanisme kerjanya berdasarkan perintangan sintesis

polipeptida kuman. Resorpsinya dari usus cepat dan lengkap dengan

bioavaibilitas 75-90%. Ikatan dengan protein plasma lebih kurang 50% , t½

nya rata-rata 3 jam. Dalam hati 90% zat ini dirombak menjadi glukuronida

inaktif. Eksresinya melaui ginjal, terutama sebagai metabolit inaktif dan lebih

kurang 10% secara utuh. Efek samping umum berupa gangguan lambung-

usus, neuropati optis dan perifer, radang lidah dan mukosa mulut. Tetapi yang

sangat berbahaya adalah depresi sumsum tulang yang dapat berwujud dalam

bentuk anemia (Effendy, 2004).

b. Vankomisin: antibiotika glikopeptida ini dihasilkan oleh Streptpmyces

orientalis. Berkhasiat bakterisid terhadap kuman Gram-positif aerob dan

anaerob termasuk Staphylococcus yang resistensi terhadap metisilin. Daya

kerjanya berdasarkan penghindaran pembentukan peptidoglikan. Penting

sekali sebagai antibiotika terakhir pada infeksi parah jika antibiotika yang lain

tidak ampuh lagi. Obat ini juga digunakan bila terdapat alergi untuk

penisilin/sefalosporin. Resorpsinya dari usus sehat sangat buruk, tetapi lebih

baik pada enteris. Vankomisin mempunyai t½ nya 5-11 jam. Eksresinya

berlangsung 80% melalui kemih. Efek sampingnya berupa gangguan fungsi

ginjal, terutama pada penggunaan lama dosis tinggi, juga neuropati perifer,

reaksi alergi kulit, mual, dan demam. Kombinasinya dengan aminoglikosida

meningkatkan risiko nefro dan ototoksisitas. Dosis untuk infeksi parah i.v.

(infuse) 1 g dalam 200 ml larutan NaCl 0,9% (atau glukosa 5%) setiap 12 jam

dengan jangka waktu minimal 2 jam (Effendy, 2004).

c. Doksisiklin: derivat long-acting ini berkhasiat bakteriostastik terhadap kuman

yang resisten terhadap tetrasiklin atau penisilin. Resorpsinya dari usus hampir

Page 26: BAB II ISPA

29

lengkap. Bioavaibilitasnya tidak dipengaruhi oleh makanan atau susu seperti

tetrasiklin, namun tidak boleh dikombinasi dengan logam berat (besi,

aluminium, dana bismuth). Doksisiklin mempunyai t½ yang panjang (14-17

jam), sekali sehari 100 mg setelah dimulai, dengan loading dose 200 mg. Efek

samping dapat mengakibatkan borok kerongkongan bila ditelan dalam

keadaan berbaring atau dengan terlampau sedikit air(Asiam, 2003).

2.12 Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian

ini adalah :

2.13 Definisi Operasional

Penderita ISPA adalah pasien yang dinyatakan menderita pneumonia

berdasarkan hasil diagnosa dokter, diambil dari data rekam medik di RSUD.

Dr.Djasamen Saragih PematangSiantar Tahun 2012

Karakteristik dibedakan atas :

Penderita ISPAPenderita ISPA

Gambaran :

Umur

Jenis kelamin

Pekerjaan

Jenis Penyakit

Page 27: BAB II ISPA

30

a. Umur adalah usia pasien pada saat dinyatakan terkena ISPA sesuai dengan

yang tertulis pada kartu status pasien yang dikategorikan menjadi :

- < 40 tahun

- ≥ 40 tahun

b. Jenis kelamin adalah identitas pasien yang dapat membedakan pasien laki-laki

dan perempuan secara biologis sesuai dengan yang tercatat pada kartu status

pasien.

c. Pekerjaan adalah suatu profesi yang dijalani seseorang dalam kurun waktu

cukup lama yang dikelompokkan menjadi :

-  PNS

- TNI - AD

-  Wiraswasta

-  Ibu Rumah Tangga ( IRT)

d. Jenis penyakit adalah jenis – jenis penyakit yang di derita pasien pada saat di

rawat dirumah sakit yang dikelompokkan menjadi :

- bronkitis

- Bronkiolitis

-Meningitis

Page 28: BAB II ISPA

31

-Pneumonia