BAB II ISPA
-
Upload
debyjayanti -
Category
Documents
-
view
7 -
download
3
Transcript of BAB II ISPA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi ISPA
Dahulu ISPA sering disalah-artikan sebagai saluran pernafasan atas.
Sekarang, ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut, yang
meliputi saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan bagian bawah.
Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu atau lebih bagian dari saluran nafas
mulai dari hidung( saluran bagian atas) hingga jaringan didalam paru-paru ( saluran
bagian bawah) (Asiam, 2003).
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran pernafasan
bagian atas dan saluran pernafasan bagian bawah beserta adeneksanya (Asiam,2003).
Infeksi saluran nafas akut (ISPA) sering disalah artikan sebagai infeksi
saluran pernafasan atas(dalam dan luar).sebenarnya ISPA merupakan singkatan dari
infeksi saluran pernafasan akut,ISPA meliputi saluran pernafasan atas dan saluran
pernafasan bawah.(Dahlan, 2009).
Istilah ISPA diadaptasi dari istilah dalam bahasa inggris yaitu Acute
Respiratory Imfections(ARI),istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi,saluran
pernafasan,dan akut,dengan pengertian sebagai berikut :
a. Infeksi adalah salah satu keadaan dimana kuman penyakit berhasil
menyerang tubuh manusia kemudian berkembang baik dalam tubuh dan
menyebabkan penyakit (Sudoyono, 2006).
b. Saluran pernafasan adalah organ mulai hidung hingga alveoli beserta
organ adneksanya seperti sinus-sinus,rongga telinga tengah,dan pleura.
ISPA secara anatomis mencakup saluran penafasan bagian atas dan
4
5
saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ
adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk
dalam saluran pernafasan (Asih, 2004).
c. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas
14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa
penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA. Proses ini dapat
berlangsung lebih dari 14 hari (Dahlan, 2005).
ISPA adalah penyakit infeksi pada saluran pernafasan atas maupun bawah
yang disebabkan oleh masuknya kuman mikroorganisme (bakteri dan virus) kedalam
organ saluran pernafasan yang berlangsung selama 14 hari (Dongoes, 2006).
2.2 Klasifikasi Ispa
Ispa ( Infesi Saluran Pernasafasan Akut) meliputi saluran pernafasan bagaian
atas dan saluran pernafasan bagian bawah. ISPA terbagi dalam 2 golongan yaitu yang
bukan pneumonia dan pneumonia berikut penjelasannya:
a. Infeksi Saluran Pernafasan Atas
Saluran pernafasan atas berfungsi menghatkan,melembabkan,dan
menyaring udara. Bersama udara masuk berbagai pathogen, yang dapat
tersangkut di hidung, faring, laring atau trakea,dan dapat berproliferasi, bila
daya tahan tubuh menurun. Penyakit infeksi saluran pernafasan meliputi
sinusitis,rhinitis,pharingitis,tonsilitis, dan laringitis memiliki pola khusus dan
khas.
6
1) Sinusitis
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi atau peradangan pada suatu
atau lebih dari sinus pranasal. Sinus adalah merupakan suatu rongga/ruang
berisi udara dengan dinding yang terdiri dari membran mukosa. Meskipun
tipe sinusitis akut yang sering terjadi adalah disebabkan oleh virus dan
alergi akan tetapi diagnosa sinusitis fungal atau bakterial yang akurat
sangatlah penting bagi kebaikan pasien dan pencegahan komplikasi yang
mungkin terjadi seperti sinusitis kronis atau menyebarnya infeksi ketempat
yang lain (misal meningitis) (Padila, 2013).
Infeksi saluran pernafasan atas biasanya diikuti sinusitis bakterial akut.
Bakteri patogen yang biasa menjadi penyebab penyakit ini meliputi
Haemophilus Influenza,Streptococcus Pyogenes, dan Streptococcus
Pnemonal. Adanya infeksi yang berulang pada sinusitis kronis maka akan
terjadi sikatrik yang berakibat pada penebalan membran-membran dan
aliran pembuangan sekret menjadi terhambat. Selanjutnya pada keadaan ini
sangat kondusif bagi tumbuhnya bakteri dan berkembang dengan subur
dilingkunga ini (misnadiarly, 2008).
2) Rhinitis
Rhinitis didefinisikan sebagai penyakit inflamasi membran
mukosa dari cavum nasal dan nasopharyng. Sama halnya dengan sinusitis,
rhinitis bisa berupa penyakit akut dan kronis yang kebanyakan disebabkan
oleh virus dan alergi. Keluhan utama yang dirasakan oleh pasien meliputi
hidung berair ( rhinorrhea). Rhinitis paling sering akan menyertai infeksi
virus akut pada saluran pernafasan atas, yang sering dikenal dengan
Influenza ( common cold). Virus disebarkan melalui droplet (titik-titik)
yang berasal dari bersin (Davey P, 2006)
7
3) Pharingitis
Pharingitis adalah proses peradangan pada tenggorokan. Penyakit ini
juga sering dilihat sebagai inflamasi virus, namun juga disebabkan oleh
bakterial, seperti hemolytic Streptococcy, Staphylococci, atau bakteri
lainnya (Padilla, 2013).
4) Amandel atau Tonsilitis
Tonsilitis merupakan inflamasi atau pembengkakan akut pada tonsil
atau amandel. Organisme penyebabnya yang utama meliputi Streptococcus
atau Staphylococcus. Infeksi terjadi pada hidung atau pharyng yang
menyebar melalui sistem limfa ke tonsil. Hiperthropi yang disebabkan oleh
infeksi, bisa menyebabkan tonsil membengkak sehingga bisa menghambat
keluar masuknya udara (misnadiarly, 2008).
5) Laryngitis
Laryngitis adalah proses peradangan dari membran mukosa yang
membentuk laryng. Peradangan ini mungkin akut atau kronis, penyebabnya
bisa berupa virus,bakteri, lingkungan maupun karena alergi. Gejala yang
timbul diakibatkan oleh pembengkakan pita suara. Bakteri penyebabnya
adalah Streptococcus Pneumoniae dan Beta Hemolytic Streptococcus.
Akibat yang timbul bisa berupa serak atau kehilangan suara (aphonia),
demam, tidak enak badan, sakit ketika menelan, batuk kering dan
tenggorokan gatal. Bagi pasien yang menghidap laryngitis, gangguan
seperti stridor dan dyspnea ini juga bisa muncul.
b. Peneumonia (Infeksi Saluran Pernafasan Bawah)
Pneumonia didefinisikan sebagai penyakit infeksi saluran pernafasan
bawah,yang meliputi parenkim paru-paru,termasuk alveoli dan struktur
8
pendukungnya. Pneumonia disebabkan oleh kuman seperti :
bakteri,virus,protozoa,dan virus phatogen yang masuk kedalam tubuh melalui
aspirasi, inhalasi atau penyebaran sirkulasi. Pneumonia inhalasi disebabkan
melalui droplet batuk dan bersin. Agen penyebabnya biasanya adalah virus.
Pneumonia bacterial, organisme gram-positif yang menyebabkan
pneumonia bacteri adalah Streptococcus Pneumonia, S.Aureus, dan
Streptococcus Pyogenes. Insiden pneumonia ini paling tinggi terjadi dimusim
dingin, dan biasanya merupakan akibat lanjutan dari infesi saluran pernafasan
atas.
Pneumonia virus yang merupakan tipe pneumonia paling umum
disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui transmisi droplet.
Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama pneumonia
virus.
Pneumonia protozoa yang merupakan tipe pneumonia paling umum
yang di sebabkan oleh protozoa,biasanya menjangkiti pasien yang mengalami
imunosupresi,protozoa menimbulkan terjadinya Pneumocystis Carinii
Pneumonia (CPC)
Pneumonia fungal, infeksi yang disebabkan oleh jamur seperti
Histoplasmosis. Menyebar melalui penghirupan udara yang mengandung
spora. Infeksi histoplasma terkadang hilang dengan sendirinya sehingga tidak
memerlukan perawatan (Mandal, 2006).
2.3 Patogensesis ISPA
ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, bersin, udara pernafasan yang
mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernafasannya. Ispa
9
yang berlanjut menjadi pneumonia sering terjadi pada anak kecil terutama apabila
terdapat gizi kurang dan dikombinasi dengan keadaan lingkungan yang tidak hygenis.
Resiko terutama terjadi pada anak-anak karena meningkatnya kemungkinan infeksi
silang, beban immunologisnya terlalu besar karena dipakai untuk penyakit parasit dan
cacing,serta tidak tersedianya atau berlebihannya pemakaian antibiotik (Asiam,
2003).
2.4 Etiologi ISPA
Etiologi ISPA terdiri atas: bakteri, virus(flu burung,SARS, EBOLA),protozoa,
jamur. Bakteri penyebab ISPA misalnya: Streptococcus Hemolitikus, Stafilokokus,
Pneumokukus, Hemofilus Influenza, Bordetella Pertusis, dan Korinebakterium
differia (Muttaqin, 2004).
Untuk golongan virus penyebab ISPA antara lain golongan
miksovirus(termasuk di dalamnya virus para-influenza,virus influenza,,virus flu
burung,virus SARS, virus Ebola). Virus para-influenza merupakan penyebab terbesar
dari sindroma batuk rejan, bronkiolitis dan penyakit demam saluran nafas bagian atas.
Untuk virus influenza bukan penyebab terbesar terjadinya sindroma saluran
pernafasan kecuali hanya epidemi-epidemi saja. Virus Ebola adalah sejenis virus dari
genus ebolavirus, familia filoviridae. Virus Ebola sangat menular, melalui kontak dan
tranfusi cairan tubuh,seperti darah, keringat, air liur, air mani, atau cairan tubuh yang
lainnya. Untungnya virus Ebola tidak dikatagorikan sebagai virus yang menyebar
melalui udara (Jeremy,2007).
2.5 Patofisiologi ISPA
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan
tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang
terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus kearah
faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut
10
gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan
(Robbins,2006).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk
kering. Kerusakan struktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan
kenaikkan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran
nafas,sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi normal. Rangsangan
cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk. Sehingga pada tahap awal
gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk (Robbins,2006).
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder
bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang
merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri
sehingga memudahkan bakteri-bakteri pathogen yang terdapat pada saluran
pernafasan atas seperti Streptococcus Pneumonia,Haemophylus influenza, dan
Staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut (Robbins,2006).Infeksi
sekunder bakteri ini menyebabkan infeksi mukus terlalu banyak dan dapat
menyumbat saluran nafas sehinggal timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk
yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya faktor-faktor seperti
kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan
adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan gangguan
gizi aku pada bayi dan anak (Tjay TH, 2007).
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ketempat-tempat
lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang,demam,dan juga bisa
menyebar kesaluran nafas bawah. Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa
menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya
ditemukan dalam saluran pernafasan atas,sesudah terjadinya infeksi virus,dapat
meginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri (Sudoyono, 2006).
Dari uraian diatas,perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi
empat tahap, yaitu:
11
1. Tahap prepatogenesis,penyebab telah ada tetapi penderita belum
menunjukkan reaksi apa-apa.
2. Tahap inkubasi,viru merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dab daya tahan sebelumnya
memang sudah rendah.
3. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul
gejala demam dan batuk.
4. Tahap lanjut penyakit,dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh
sempurna dengan atelaksis,menjadi kronis dan dapat meninggal akibat
pneumonia (Tjay TH, 2007).
2.6 Manifestasi Klinis ISPA
1. Tanda-tanda ISPA
Pada umumnya suatu penyakit saluran pernafasan dimulai dengan
keluhan-keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit
mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh
dalam keadaan kegagalan pernafasan dan mungkin meniggal. Bila sudah
dalam kegagalan pernafasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih
rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan
agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat
ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernafasan. Tanda-
tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan tanda-tanda
laboratorium.
A. Tanda-tanda klinis
Pada sistem respiratorik adalah : tachypnea, nafas tidak teratur
(apnea), retraksi dinding thorax, nafas cuping hidung, suara nafas
lemah atau hilang,grunting expiratoir dan wheezing.
12
Pada sistem cardial adalah : tachycardia,mudah terangsang,sakit
kepala, bingung, papil bendung,kejang dan koma.
Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.
B. Tanda-tanda laboratorius :
Hypoxemia
Hypercapnia, dan
Acylosis (Metabolik dan atau Respiratorik) (Doenges, 2006).
2. Gejala ISPA
Infeksi saluran nafas bagian atas memberikan gejala yang sangat penting yaitu
batuk. Infeksi saluran nafas bagian bawah memberikan beberapa tanda lainnya seperti
nafas yang cepat dan retraksi dada. Semua orang dapat mengenal batuk tetapi
mungkin tidak mengenal tanda-tanda lainnya dengan mudah. Selain batuk gejala
ISPA juga dapat dikenali yaitu flu,demam, dan suhu tubuh meningkat lebih dari 38,5 0 Celcius dan disertai sesak nafas.
Menurut derajat keparahannya, ISPA dapat dibagi menjadi tiga golongan
yaitu:
a. ISPA ringan bukan pneumonia
b. ISPA sedang,pneumonia
c. ISPA berat,pneumonia berat
a. Gejala ISPA ringan
Seseorang dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan gejala sebagai
berikut :
1) Batuk,
2) Demam,
3) Pilek yang mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung
4) Panas atau demam.
13
b. Gejala ISPA sedang
Seseorang dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala ISPA
ringan dengan disertai gejala sebagai berikut :
1) Pernafasan lebih dari 50x/menit,
2) Suhu tubuh lebih dari 390 Celcius,
3) Tenggorokan berwarna merah,
4) Timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak,
5) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga,
6) Pernafasan berbunyi seperti mendengkur,
7) Pernafasan berbunyi seperti mencuit-cuit.
c. Gejala ISPA berat
Seseorang dinyatakan menderita ISPA berat jika ada gejala ISPA ringan atau
sedang disertai satu atau lebih gejala sebagai berikut :
1) Bibir atau kulit membiru,
2) Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu
bernafas,
3) Tidak sadar atau kesadarannya menurun,
4) Pernafasan menciut,
5) Pernafasan berbunyi mengorok,
6) Sela iga tertarik kedalam pada waktu bernafas,
7) Nadi lebih cepat dari 60x/menit atau tidak teraba,
8) Tenggorokan berwarna merah,
Pasien ISPA berat harus dirawat di Rumah sakit atau Puskesmas
karena perlu mendapat perawatan dengan peralatan khusus seperti oksigen
dan infuse (Padila, 2013)
2.7 Komplikasi ISPA
14
Penyakit ini sebenarnya merupakan self limited disease, yang sembuh sendiri
5-6 hari jika kita tidak terjadi invasi kuman lainnya. Komplikasi yang dapat terjadi
adalah sinusitis paranasal, penutupan tuba eusthacii dan penyeberan infeksi.
1. Sinusitis paranasal
Komplikasi ini hanya terjadi pada orang dewasa karena pada bayi dan
anak kecil sinus paranasal belum tumbuh. Gejala umum tampak lebih
besar,nyeri kepala bertambah, rasa nyeri dan nyeri tekan biasanya didaerah
sinus frontalis dan maksilaris. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan foto
rontgen dan transiluminasi pada anak besar.
Proses sinusitis sering menjadi kronik dengan gejala malaise, cepat
lelah dan sukar berkonsentrasi (pada anak besar). Kadang-kadang disertai
sumbatan hidung,nyeri kepala hilang timbul,bersin yang terus menerus
disertai secret purulen dapat unilateral ataupun bilateral. Bila didapatkan
pernafasan mulut yang menetap dan rangsang faring yang menetap tanpa
sebab yang jelas, perlu dipikirkan terjadinya komplikasi sinusitis. Sinusitis
paranasal ini dapat diobati dengan memberikan antibiotic (Asiam, 2003).
2. Penyebaran infeksi
Penjalaran infeksi sekunder dari nasofaring kearah bawah seperti
laryngitis,trakeitis, bronkitis, dan broncopneumonia. Selain itu dapat juga
terjadi komplikasi jauh, misalnya terjadi meningitis purulenta (Tjay TH,
2007).
Tabel 2.1 Daftar mikroorganisme yang menyebabkan pneumonia
15
Infeksi Bakteri Infeksi Atipikal Infeksi JamurStreptococcus pneumoniae Haemophillus influenza Klebsiella pneumoniae Pseudomonas aeruginosa Gram-negatif (E. Coli)
Mycoplasma pneumoniae Legionella pneumophillia Coxiella burnetii Chlamydia psittaci
Aspergillus Histoplasmosis Candida Nocardia
Infeksi Virus Infeksi Protozoa Penyebab LainInfluenza Coxsackie Adenovirus Sinsitial respiratori
Pneumocytis carinii Toksoplasmosis Amebiasis
Aspirasi Pneumonia lipoid Bronkiektasis Fibrosis kistik
(Padila, 2013).
Tabel 2.2. Stratifikasi pasien CAP
Kelompok Tipe Pasien
I Pasien rawat jalan, tanpa riwayat penyakit kardiopulmonal
dan tanpa faktor modifikasi.
II Pasien rawat jalan disertai penyakit kardiopulmonal dan
atau faktor modifikasi lainnya (faktor resiko DRSP
(S.Pneumoniae) atau bakteri gram negatif
III Pasien rawat inap Non-ICU :
a. Dengan penyakit kardiopulmonal dan atau faktor
modifikasi lain
b. Tanpa penyakit kardiopulmonal, dan tanpa faktor
modifikasi lainnya
IV Pasien rawat inap ICU :
a. Tanpa terinfeksi Pseudomonas aeruginosa
b. Dengan resiko terinfeksi P. Aeruginosa.
The clinical presentation of serious infections in hospitalized patients
16
ICU Scoryng System : (Resp.30, Total 3.000) APACHE II/III SOFA Score ARDS Sore Mayor Trauma S.S Pithsburg Brain S.S Modiried Apache II Criteria for organ System failure S.Cardivasvular F
Bacteria
Lacteria
Clinical Presentation
Endotoxin
Binds to LPS-binding protein
Macrophage
CD 14
17
Tabel perjalanan klinis suatu bakteri.
Tabel 2.4. Pemilihan Antibiotik pada CAP berdasarkan kelompok, tipe pasien dan jenis mikroorganisme yang terisolasi dan teridentifikasi.
Kelompok Tipe pasien Jenis mikroorganisme
Regimen
Tumor necrosis factorIL-1,-2,-6,-8,-12
Interferon-γPlatelet-activating factor
Capillary endothelial cell Vessel wallHypothalamus
FeverTachycardia
Cellular hypoxia
Neutrophil marginationPlatelet adherence
DIC with clinical thrombosis and/or hemorrhage
Depletion of intravascular volume
Nitric oxide synthesis
Nitric oxide synthesis
Low systemic vascular resistance, toxic oxygen radicalsLow systemic vascular resistance, toxic oxygen radicals
Lactic acidosis
Multi-organ dysfuction
(myocardial pulmonary, trenal, hepatical)
Death
18
IIIA Rawat inapPenyakit kardiopulmonal (+) dan atau faktor modifikasi (+4)
Streptococcus pneumonia (DRSP)Hemophilus influenzae Mycoplasma pneumonia
Infeksi campuran ( bakteri dan atipik )
Virus legionella spp Lain – lain :M.tuberculosisJamur endemic,Pneumocystis, carinii
Beta – lactam I.V (Cefotaxin,Cefriaxone)Ampicillin/sulbactam Ampicilin(dosis tinggi) dikombinasi: Macrolide. I.V. atau oral atau :fluroquinoloneantipneumococcus
IIIB Rawat inap penyakit kardiopulmonal (-)Faktor modifikasi
(-)
S.pneumoniae H. influenzae atau :
M. pneumoniae Infeksi campuran(bakteri dan atipik)Virus Legionella sppLain – lain :M.tuberculosisJamur endemic,Pneumocystis, carinii
Azithromycin I.V. atau doxycylin beta lactam atau : fluoroquinolone antipneumococcus
IVA Rawat ICU tanpa
resiko
Ps.Aeruginosa
S.pneumoniae Beta-
lactam I.V.
Legionella ,spp
Haemophilus
Enteric gram
negative
Beta – Lactam I.V :
Cefotaxin,
Cefriaxone
Dikombinasi :
Macrolide I.V
19
s.aureus
Mycoplasma
pneumoniae
Respiratory virosis
Lain – lain:
Chlamidya
pneumonia
M.tuberculosis
Jamur endemic
Azithromycin
Atau
Fluoroquinolone
I.V
IV B Rawat ICU dengan
risiko Aeruginosa
Sama dengan IV A
+ P.Aeroginosa
Beta lactam anti
pseudomonas tertentu
(Celepime,
Imepenem,
Meropenem
Piperacillin
/Tazobactam)
Dikombinasi:
Quinolone
Tabel 2.6 Daftar nama kuman dan antibiotika yang digunakan
20
Agen Penyebab Antibiotika Yang Digunakan
Pilihan Antibiotika Lain
Tanggapan
Legionella Eritromisin dengan atau tanpa rifampin siprofloksasin
Klaritromisin atau azitromisin, rifampin, doksisiklin dengan rifampin, ofloksasin
Mycoplasma pneumoniae
Doksisiklin, eritromisin
Klaritromisin atau azitromisin, rifampin, siprofloksasin atau ofloksasin
Selama1-2 minggu
Chlamydia pneumoniae
Doksisiklin, eritromisin
Klaritromisin atau azitromisin, Siprofloksasin atau ofloksasin
Selama1-2 minggu
Chlamydia psittaci Doksisiklin Eritromisin, kloramfenikol
S. pneumoniaSensitif terhadap penisilin (MIC < 0,1 ug/ml)
Penisilin G atau V Sefalosporin :Sefazolin
Sefuroksim,
Sefotaksim
Sefrizokisim
Seftriakson
Sefalosporin oral
Dosis untukPenyakit berat :Penisilin IV
0,5 juta unit/ 4 jamSefuroksim:750 mg/8 jam IVSefuroksim:2 g/hari IV
Resistensi sedang terhadap penisilin(MIC 0,1 ug/ml)
Penisilin G:2-3 juta unit/4 jamSeftriaksonSefataksimAgen oralMakrolidaSefuroksimsefodoksim
Vankomisin Tingkat resistensiSedang
0,1 – 1 ug/ml; 80%Biasanya sensitive TerhadapSefalosporin
Resistensi tinggi terhadap penisilin (MIC > 1 ug/ml)
Vankomisin Imipenem Resistensi tingkatTinggi> 1 ug/ml
21
20% perluVankomisin
H. Influenzae SefalosporinGenerasi keduaAtau ketigaKlaritromisin,AzittromisinTrimetoprinSulfametoksazol
Tetrasiklin :
Betalaktam-BetalaktamaseFluorokuinolonKloramfenikol
S. aureus Nafsilin/ oxasilin dengan atautanpa rimfapinisin ataugentamisin
Sefazolin atauSefuroksim,
VankomisinKlindamisinKlindamisinSulfametoksazol
FluorokuinolonEnterobakteriaceae(E. coli, Klebsiella, Proteus, Enterobacter)
Sefalosporin generasi kedua atau ketiga dengan/tanpa aminoglikosida
Aztreonam, imipenem, betalaktam- betalaktamase
Menurut Pedoman CAP dari BTS (British Thoracic Sociaty) 2005
2.8 Golongan Betalaktam
Antibiotika ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok penisilin dan
sefalosporin.
A. Kelompok Penisilin
Penisilin diperoleh dari jamur Penicillium chrysogenum dari berbagai
jenis yang dihasilkannya, perbedaannya hanya pada gugus samping-R saja.
Penisillin bersifat bakterisid dan bekerja dengan cara menghambat sintesis
dnding sel. Efek samping yang terpenting adalah reaksi yang dapat
menimbulkan urtikaria, dan kadang-kadang reaksi analfilaksis dapat menjadi
fatal (Asiam, 2003).
1. Benzilpenisilin: penisilin G bersifat bakterisid terhadap kuman Gram-
positif (khususnya cocci) dan hanya beberapa kuman negatif. Penisilin G
22
tidak tahan-asam, maka hanya digunakan sebagai injeksi i.m atau infus
intravena. Ikatan dengan protein plasma lebih kurang 60%; plasma t½ nya
sangat singkat, hanya 30 menit dan kadar darahnya cepat menurun.
Eksresinya berlangsung sebagian besar melalui transport aktif tubuler dari
ginjal dan dalam keadaan utuh. Aktivitas penisilin G masih dinyatakan
dalam Unit Internasional (UI).
2. Fenoksimetilpenisilin: Penisilin-V; derivate semisintesis ini tahan asam
dan memiliki spektrum kerja yang dapat disamakan dengan pen-G, tetapi
terhadap kuman negatif (antara lain suku Nesseira dan bacilli H.
influenzae) 5-10 kali lebih lemah. Resorpsi penisilin-V tidak diuraikan
oleh asam lambung. Ikatan dengan protein plasma lebih kurang 80%,
plasma t½ 30-60 menit. Sebagian besar zat dirombak di dalam hati, dan
rata-rata 30% dieksresikan lewat kemih dalam keadaan utuh. Dosis oral 3-
6 dd 25-500 mg 1 jam sebelum makan, atau 2 jam sesudah makan
3. Ampisilin: penisilin broad spectrum ini tahan asam dan lebih luas
spektrum kerjanya yang meliputi banyak kuman gram-negatif yang hanya
peka bagi penisilin-G dalam dosis intravena tinggi. Kuman-kuman yang
memproduksi penisilinase tetap resisten terhadap ampisilin (dan
amoksisilin). Ampisilin efektif terhadap E. coli, H. influenzae, Salmonella,
dan beberapa suku Proteus. Resorpsinya dari usus 30-40% (dihambat oleh
makanan), plasma t½ nya 1-2 jam. Ikatan dengan protein plasmanya jauh
lebih ringan daripada penisilin G dan penisilin V. Eksresinya berlangsung
melalui ginjal yaitu 30-45% dalam keadaan utuh aktif dan sisanya sebagai
metabolit. Efek samping berkaitan dengan gangguan lambung-usus dan
alergi. Dosis untuk oral 4 dd sehari 0,5-1 g (garam-K atau trihidrat)
sebelum makan.
4. Amoksisilin: derivat hidroksi dengan aktivitas sama seperti ampisilin.
Resorpsinya lebih lengkap (80%) dan pesat dengan kadar darah dua kali
lipat. Ikatan dengan protein plasma dan t½ nya lebih kurang sama, namun
23
difusinya ke jaringan dan cairan tubuh lebih baik. Kombinasi dengan asam
klavulanat efektif terhadap kuman yang memproduksi penisilinase. Efek
samping yang umum adalah gangguan lambung-usus dan radang kulit
lebih jarang terjadi. Dosis untuk oral 3 dd 375-1.000 mg, anak-anak < 10
tahun 3 dd 10 mg/kg, juga diberikan secara i.m/i.v.
5. Coamoksiklav terdiri dari amoksilin dan asam klavulanat (penghambat
beta laktamase). Asam klavulanat sendiri hampir tidak memiliki
antibakterial. Tetapi dengan menginaktifkan penisilinase, kombinasi ini
aktif terhadap bakteri penghasil penisilinase yang resisten terhadap
amoksisilin.
6. Penisilin antipseudomonas: obat ini diindikasikan untuk infeksi berat yang
disebabkan oleh Pseudomonas aeruginosa. Selain itu juga aktif terhadap
beberapa kuman gram negatif, termasuk Proteus spp dan Bacteroides
fragilis.
B. Kelompok Sefalosporin
Sefalosporin diperoleh dari jamur Cephalorium acremonium yang berasal dari
Sicilia. Sefalosporin merupakan antibiotika betalaktam dengan struktur, khasiat, dan
sifat yang banyak mirip penisilin, tetapi dengan keuntungan-keuntungan antara lain
spektrum antibakterinya lebih luas tetapi tidak mencakup enterococci dan kuman-
kuman anaerob serta resisten terhadap penisilinase, tetapi tidak efektif terhadap
Staphylococcus yang resisten terhadap metisilin (Davey, 2006).
Berdasarkan sifat farmakokinetika, sefalosporin dibedakan menjadi dua
golongan. Sefaleksim, sefaklor, dan sefadroksil dapat diberikan per oral karena
diabsorpsi melalui saluran cerna. Sefalosporin lainnya hanya dapat diberikan
parenteral. Sefalotin dan sefapirin umumnya diberikan secara i.v. karena
menimbulkan iritas pada pemberian i.m. Beberapa sefalosporin generasi ketiga
misalnya mosalaktam, sefotaksim, seftizoksim, dan seftriakson mencapai kadar tinggi
24
dalam cairan serebrospinal, sehingga bermanfaat untuk pengobatan meningitis
purulenta. Selain itu sefalosporin juga melewati sawar plasenta, mencapai kadar
tinggi dalam cairan synovial dan cairan perikardium. Pada pemberian sistemik kadar
sefalosporin generasi ketiga dalam cairan mata relatif tinggi, tapi tidak mencapai
vitreus. Kadar dalam empedu umumnya tinggi terutama sefoperazon. Kebanyakan
sefalosporin dieskresi dalam bentuk utuh ke urin, kecuali sefoperazon yang sebagian
besar dieskresi melalui empedu. Oleh karena itu dosisnya harus disesuaikan pada
pasien gangguan fungsi ginjal (Effendy, 2004).
Reaksi alergi merupakan efek samping yang paling sering terjadi. Reaksi
anafiilaksis dengan spasme bronkus dan urtikaria dapat terjadi. Reaksi silang
biasanya terjadi pada pasien dengan alergi penisilin berat, sedangkan pada alergi
penisilin yang ringan dan sedang kemungkinannya kecil. Sefalosporin merupakan zat
yang nefrotoksik, walaupun jauh kurang toksis dibandingkan dengan aminoglikosida.
Kombinasi sefalosporin dengan aminoglikosida mempermudah terjadinya
nefrotoksisitas (Jeremy, 2007).
Yang termasuk dalam kelompok sefalosporin adalah:
1. Sefalosporin generasi pertama: sefalotin, sefazolin, sefradin, sefaleksin, dan
sefadroksil. Terutama aktif terhadap kuman gram positif. Golongan ini efektif
terhaap sebagina besar S. aureus dan streptokokus termasuk Str. pyogenes,
Str. viridans, dan Str. pneumoniae. Bakteri gram positif yang juga sensitif
adalah Clostridium perfringens, dan Corinebacterium diphtheria. Sefaleksim,
sefradin, sefadroksil aktif pada pemberian per oral. Obat ini diindikasikan
untuk infeksi salura kemih yang tidak berespons terhadap obat lain atau yang
terjadi selama kehamilan, infeksi saluran napas, sinusitis, infeksi kulit dan
jaringan lunak (Jeremy, 2007).
2. Sefalosporin generasi kedua: Sefaklor, sefamandol, sefmetazol, sefuroksim.
Dibandingkan dengan generasi pertama, sefalosporin generasi kedua kurang
aktif terhadap bakteri gram positif, tetapi lebih aktif terhadap gram negatif,
misalnya H. Influenza, E. Coli, dan Klebsiella. Golongan ini tidak efektif
25
terhadap kuman anaerob. Sefuroksim dan sefamandol lebih tahan terhadap
penisilinase dibandingkan dengan generasi pertama dan memiliki aktivitas
yang lebih besar terhadap H. Influenzae dan N. Gonorrheae (Jeremy, 2007).
3. Sefalosporin generasi ketiga: sefoperazon, sefotaksim, seftriakson, sefiksim,
sefodoksim, sefprozil. Golongan ini umumnya kurang efektif terhadap kokus
gram positif dibandingkan dengan generasi pertama, tapi jauh lebih aktif
terhadap Enterobacteriaceae termasuk strain penghasil penisilinase (Elin,
2008). Aktivitasnya terhadap gram negatif lebih kuat dan lebih luas lagi dan
meliputi Pseudomonas dan Bacteroides, khususnya seftazidim (Jeremy,
2007).
4. Sefalosporin generasi keempat: sefepim dana sefpirom. Obat-obat baru ini
sangat resisten terhadap laktamase, sefepim juga aktif sekali terhadap
pseudomonas (jeremy, 2007).
C. Antibiotika Laktam Lainnya
1. Imipenem: khasiat bakterisidnya berdasarkan perintangan sintesis dinding-
sel kuman. Spektrum kerjanya luas meliputi, banyak kuman gram-positif
dan negatif termasuk Pseudomonas, Enterococcus, dan Bacteroides, juga
kuman patogen anaerob. Tahan terhadap kebanyakan betalaktamase
kuman, tetapi berdaya menginduksi produksi enzim ini. Oleh ginjal
dehidropeptidase-1 dirombak menjadi metabolit nefrotoksis, maka hanya
digunakan terkombinasi dengan suatu penghambat enzim yaitu silastatin.
Dosis terkombinasi dengan cilastatin i.v. sebagai infus 250-1.000mg
setiap 5 jam (Asiam, 2003). Efek samping sama dengan antibiotika
betalaktam lainnya. Neurotoksisitas pernah dilaporkan pada dosis sangat
tinggi dan pada pasien gagal ginjal (Effendy, 2004).
2. Meropenem sama dengan imipenem, tetapi lebih tahan terhadap enzim di
ginjal sehingga dapat diberikan tanpa silastin. Penetrasinya ke dalam
semua jaringan baik termasuk ke dalam cairan serebrospinal sehingga
26
efektif terhadap meningitis bakterial. Dosisnya untuk intravena atau infus
10-120 mg/kg dalam 3-4 dosis atau setiap 8-12 jam (Effendy, 2004).
2.9 Golongan Makrolida
Kelompok antibiotika ini terdiri dari eritromisin dengan derivatnya
klaritromisin, roksitromisin, azitromisin, dan diritromisin. Semua makrolida
diuraikan dalam hati, sebagian oleh sistem enzim oksidatif sitokrom-P450 menjadi
metabolit inaktif. Pengecualian adalah metabolit OH dari klaritromisin dengan
aktivitas cukup baik. Eksresinya berlangsung melalui empedu, tinja serta kemih,
terutama dalam bentuk inaktif (Davey, 2006).
Efek samping yang terpenting adalah pengaruhnya bagi lambung-usus berupa
diare, nyeri perut, nausea, dan kadang-kadang muntah, yang terutama terlihat pada
eritromisin akibat penguraiannya oleh asam lambung. Eritromisin pada dosis tinggi
dapat menimbulkan ketulian yang reversibel. Semua makrolida dapat mengganggu
fungsi hati, yang tampak sebagai peningkatan nilai-nilai enzim tertentu dalam serum
(Mandal BK, 2006).
a. Eritromisin memiliki spektrum antibakteri yang hampir digunakan sama
dengan penisilin, sehingga obat ini digunakan sebagai alternatif pengganti
penisilin. Eritromisin bersifat bakteriostatis terhadap bakteri gram-positif.
Mekanisme kerjanya melalui pengikatan reversibel pada ribosom kuman,
sehingga sintesis proteinnya dirintangi. Absorpsinya tidak teratur, agak sering
menimbulkan efek samping saluran cerna, sedangkan masa paruhnya singkat,
maka perlu ditakar sampai 4 x sehari. Eritromisin merupakan pilihan pertama
khususnya pada infeksi paru-paru dengan Legionella pneumophila dan
Mycoplasna pneumonia. Eritromisin menyebabkan mual, muntah, dan diare.
Dosis: oral 2-4 dd 250-500 mg pada saat perut kosong selama maksimal 7
hari.
27
b. Azitromosin dan klaritromisin merupakan derivat dari eritromisin. Memiliki
sifat farmakokinetik yang jauh lebih baik dibandingkan eritomisin, antara lain
resorpsinya dari usus lebih tinggi karena lebih tahan asam, begitu pula daya
tembus ke jaringan dan intra-seluler. Azitromisin mempunyai t1/213 jam yang
memungkinkan pemberian dosis hanya 1 atau 2 kali sehari. Makanan
memperburuk resorpsinya, maka sebaiknya diminum pada saat perut kosong
(Mandal BK, 2006).
2.10 Golongan Aminoglikosida
Aminoglikosida dihasilkan oleh jenis-jenis fungi Streptomyces dan
Micromonospora. Aminoglikosida bersifat bakterisid berdasarkan dayanya untuk
menembus dinding bakteri dan mengikat diri pada ribosom di dalam sel. Proses
translasi (RNA dan DNA) diganggu sehingga biosintesis proteinnya dikacaukan.
Spektrum kerjanya luas yaitu aktif terhadap bakteri gram positif dan gram negatif.
Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah streptomisin, gentamisin, amikasin,
kanamisin, neomisin, dan paramomisin (Asiam, 2003).
a. Amikasin: merupakan turunan kanamisin. Obat ini tahan terhadap 8 dari 9
enzim yang merusak aminoglikosida, sedangkan gentamisin dapat dirusak
oleh 5 dari enzim tersebut. Terutama diindikasikan untuk infeksi berat gram
negatif yang resisten terhadap gentamisin. Guna menghindari resisten, jangan
digunakan lebih dari 10 hari (Asiam, 2003).
b. Gentamisin: spektrum antibakterinya luas, tapi tida efektif terhadap kuman
anaerob, kurang efektif terhadap Str. Hemolyticus. Bila digunakan pada
infeksi berat yang belum diketahui penyebabnya, sebaiknya dikombinasi
dengan penisilin dan/atau metronidazol (Effendy, 2004). Dosis harian 5
mg/kg dalam dosis terbagi tiap 8 jam (bila fungsi ginjal normal). Sebaiknya
pemberian jangan melebihi 7 hari. Dosis lebih tinggi kadang-kadang
diperlukan pada neonatus dan defisiensi imunologis (Manurung S, 2009).
28
2.11 Golongan Fluorokuinolon
a. Kloramfenikol: berkhasiat bakteriostatik terhadap hampir semua kuman gram-
positif dan sejumlah kuman gram-negatif, juga terhadap Chlamydia
trachomatis dan Mycoplasma. Bekerja bakterisid terhadap S. pneumonia, dan
H. influenzae. Mekanisme kerjanya berdasarkan perintangan sintesis
polipeptida kuman. Resorpsinya dari usus cepat dan lengkap dengan
bioavaibilitas 75-90%. Ikatan dengan protein plasma lebih kurang 50% , t½
nya rata-rata 3 jam. Dalam hati 90% zat ini dirombak menjadi glukuronida
inaktif. Eksresinya melaui ginjal, terutama sebagai metabolit inaktif dan lebih
kurang 10% secara utuh. Efek samping umum berupa gangguan lambung-
usus, neuropati optis dan perifer, radang lidah dan mukosa mulut. Tetapi yang
sangat berbahaya adalah depresi sumsum tulang yang dapat berwujud dalam
bentuk anemia (Effendy, 2004).
b. Vankomisin: antibiotika glikopeptida ini dihasilkan oleh Streptpmyces
orientalis. Berkhasiat bakterisid terhadap kuman Gram-positif aerob dan
anaerob termasuk Staphylococcus yang resistensi terhadap metisilin. Daya
kerjanya berdasarkan penghindaran pembentukan peptidoglikan. Penting
sekali sebagai antibiotika terakhir pada infeksi parah jika antibiotika yang lain
tidak ampuh lagi. Obat ini juga digunakan bila terdapat alergi untuk
penisilin/sefalosporin. Resorpsinya dari usus sehat sangat buruk, tetapi lebih
baik pada enteris. Vankomisin mempunyai t½ nya 5-11 jam. Eksresinya
berlangsung 80% melalui kemih. Efek sampingnya berupa gangguan fungsi
ginjal, terutama pada penggunaan lama dosis tinggi, juga neuropati perifer,
reaksi alergi kulit, mual, dan demam. Kombinasinya dengan aminoglikosida
meningkatkan risiko nefro dan ototoksisitas. Dosis untuk infeksi parah i.v.
(infuse) 1 g dalam 200 ml larutan NaCl 0,9% (atau glukosa 5%) setiap 12 jam
dengan jangka waktu minimal 2 jam (Effendy, 2004).
c. Doksisiklin: derivat long-acting ini berkhasiat bakteriostastik terhadap kuman
yang resisten terhadap tetrasiklin atau penisilin. Resorpsinya dari usus hampir
29
lengkap. Bioavaibilitasnya tidak dipengaruhi oleh makanan atau susu seperti
tetrasiklin, namun tidak boleh dikombinasi dengan logam berat (besi,
aluminium, dana bismuth). Doksisiklin mempunyai t½ yang panjang (14-17
jam), sekali sehari 100 mg setelah dimulai, dengan loading dose 200 mg. Efek
samping dapat mengakibatkan borok kerongkongan bila ditelan dalam
keadaan berbaring atau dengan terlampau sedikit air(Asiam, 2003).
2.12 Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian
ini adalah :
2.13 Definisi Operasional
Penderita ISPA adalah pasien yang dinyatakan menderita pneumonia
berdasarkan hasil diagnosa dokter, diambil dari data rekam medik di RSUD.
Dr.Djasamen Saragih PematangSiantar Tahun 2012
Karakteristik dibedakan atas :
Penderita ISPAPenderita ISPA
Gambaran :
Umur
Jenis kelamin
Pekerjaan
Jenis Penyakit
30
a. Umur adalah usia pasien pada saat dinyatakan terkena ISPA sesuai dengan
yang tertulis pada kartu status pasien yang dikategorikan menjadi :
- < 40 tahun
- ≥ 40 tahun
b. Jenis kelamin adalah identitas pasien yang dapat membedakan pasien laki-laki
dan perempuan secara biologis sesuai dengan yang tercatat pada kartu status
pasien.
c. Pekerjaan adalah suatu profesi yang dijalani seseorang dalam kurun waktu
cukup lama yang dikelompokkan menjadi :
- PNS
- TNI - AD
- Wiraswasta
- Ibu Rumah Tangga ( IRT)
d. Jenis penyakit adalah jenis – jenis penyakit yang di derita pasien pada saat di
rawat dirumah sakit yang dikelompokkan menjadi :
- bronkitis
- Bronkiolitis
-Meningitis
31
-Pneumonia