BAB II - repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/9932/4/BAB II.docx · Web viewPTK bertujuan...
Transcript of BAB II - repository.unpas.ac.idrepository.unpas.ac.id/9932/4/BAB II.docx · Web viewPTK bertujuan...
BAB II
KAJIAN TEORETIS
A. Kajian Teori
1. Hakikat Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
a. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Penelitian Tindakan Kelas berasal dari bahasa Inggris, yaitu
Classrom Action Research, diartikan penelitian dengan tindakan
yang dilakukan dikelas.
“PTK merupakan siasat guru dalam mengaplikasikan pembelajaran dengan berkaca pada pengalamnya sendiri atau dengan perbandingan dari guru lain.” Menurut Lewin (2012, hlm.77)
“Penelitian Tindakan Kelas merupakan sebuah kegiatan yang dilaksanakan untuk mengamati kejadian-kejadian dalam kelas untuk memperbaiki praktek dalam pembelajaran agar lebih berkualitas dalam proses sehingga hasil belajarpun menjadi lebih baik.” Bahri (2012, hlm. 8)
"PTK secara lebih sistematis dibagi menjadi tiga kata yaitu penelitian, tindakan, dan kelas. Penelitian yaitu kegiatan mengamati suatu objek tertentu dengan menggunakan prosedur tertentu untuk menemukan data dengan tujuan meningkatkan mutu. Kemudian tindakan yaitu perlakuan yang dilakukan dengan sengaja dan terencana dengan tujuan tertentu. Dan kelas adalah tempat di mana sekelompok peserta didik menerima pelajaran dari guru yang sama.” Suyadi (2012, hlm.18)
Berdasarkan beberapa pemahaman mengenai PTK diatas
dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas (PTK) adalah
25
26
suatu pengamatan yang menerapkan tindakan didalam kelas
dengan menggunakan aturan sesuai dengan metodologi penelitian
yang dilakukan dalam beberapa periode atau siklus. Berdasarkan
jumlah dan sifat perilaku para anggotanya, PTK dapat berbentuk
individual dan kaloboratif, yang dapat disebut PTK individual dan
PTK kaloboratif. Dalam PTK individual seorang guru
melaksanakan PTK di kelasnya sendiri atau kelas orang lain,
sedang dalam PTK kaloboratif beberapa orang guru secara
sinergis melaksanakan PTK di kelas masing-masing dan diantara
anggota melakukan kunjungan antar kelas.
b. Karakteristik PTK
Berdasarkan pada pengertian di atas, PTK memiliki
karakterlistik tersendiri sebagai pembeda dengan penelitian-
penelitian lainya. Adapun beberapa karakter tersebut adalah:
1. PTK hanya dilakukan oleh guru yang memahami bahwa
proses pembelajaran perlu diperbaiki dan ia terpanggil
jiwanya untuk memberikan tindakan-tindakan tertentu untuk
membenahi masalah dalam proses pembelajaran dengan cara
melakukan kolaborasi. Menurut Usman dalam Daryanto,
(2011, hlm. 2) guru dengan kompetensi tinggi merupakan
seorang yang memiliki kemampuan dan keahlian serta
keterampilan dalam bidangnya. Sehingga Ia dapat melakukan
27
fungsi dan tugasnya sebagai pengajar dan pendidik dengan
maksimal.
2. Refleksi diri, refleksi merupakan salah satu ciri khas PTK
yang paling esensial. Dan ini sekaligus sebagai pembeda PTK
dengan penelitian lainnya yang menggunakan responden
dalam mengumpulkan data, sementara dalam PTK
pengumpulan data dilakukan dengan refleksi diri. Tahir
(2012 hlm. 80)
3. Penelitian tindakan kelas dilaksanakan di dalam “kelas”
sehingga interaksi antara siswa dengan guru dapat
terfokuskan secara maksimal. “Kelas” yang dimaksud di sini
bukan hanya ruang yang berupa gedung, melainkan “tempat”
berlangsungnya proses pembelajaran antara guru dan murid.
Suyadi (2012 hlm. 6)
4. PTK bertujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran
secara terus menerus. PTK dilaksakan secara
berkesinambungan di mana setiap siklus mencerminkan
peningkatan atau perbaikan. Siklus sebelumnya merupakan
patokan untuk siklus selanjutnya. Sehingga diperoleh model
pembelajaran yang paling baik. Daryanto (2011 hlm. 6)
5. PTK merupakan salah satu indikator dalam peningkatan
profesionalisme guru, karena PTK memberi motivasi kepada
guru untuk berfikir Kritis dan sistematis, membiasakan guru
28
untuk menulis, dan membuat catatan yang dapat. Di mana
semua itu dapat menunjang kemampuan guru dalam
pembelajaran. Daryanto (2011 hlm.6)
6. PTK bersifat fleksibel sehingga mudah diadaptasikan dengan
keadaan kelas. Dengan demikian proses pembelajaran tidak
monoton oleh satu model saja.Tahir(2012 hlm.81).
7. PTK menggunakaan metode kontekstuall. Artinya variable-
variable yang akan dipahami selalu berkaitan dengan kondisi
kelas itu sendiri. Sehingga data yang diperoleh hanya berlaku
untuk kelas itu saja dan tidak dapat digeneralisasikan dengan
kelas lain. Tahir (2012 hlm.81)
8. PTK dalam pelaksanaannya terbikai dalam beberapa
pembagian waktu atau siklus. Sukardi (2011 hlm. 212)
9. PTK tidak diatur secara khusus untuk memenuhi kepentingan
penelitian semata. melainkan harus disesuaikan dengan
program pembelajaran yang sedang berjalan di kelas tersebut.
(Sanjaya,2010:34)
10. Menurut Ibnu (dalam Aqib,2009, hlm. 16) memaparkan
bahwa PTK memiliki karakteristik dasar yaitu:
a. Dalam pelaksanaan tindakan berdasarkan pada masalah
yang dihadapi guru;
b. Adanya perpaduan dalam pelaksanaanya;
c. Peneliti sebagai media yang melakukan refleksi;
29
d. Bertujuan memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas
praktik instruksional;
e. Dalam pelaksanaannya terbagi beberapa siklus atau
periode.
Menurut Richard Winter ada enam karakteristik penelitian
tindakan kelas (PTK), yaitu :
1. Kritik Refleksi.
Salah satu langkah penelitian kualitatif pada umumya,
dan khususnya penelitian tindakan kelas ialah adanya upaya
refleksi terhadap hasil observasi mengenai latar dan
kegiatan suatu aksi. Hanya saja, di dalam(PTK) yang
dimaksud dengan refleksi ialah suatu upaya evaluasi atau
penelitian, dan refleksi ini perlu adanya kritik sehingga
dimungkinkan pada taraf evaluasi terhadap perubahan-
perubahan.
2. Kritik Dialektis.
Dengan adanya kritik dialektif diharapkan penelitian
bersedia melakukan kritik terhadap fenomena yang
ditelitinya. Selanjutnya peneliti akan bersedia melakukan
pemerisaan terhadap :
a. Kontek hubungan secara menyeluruh yang merupakan
suatu unit walaupun dapat dipisahkan secarta jelas.
30
b. Struktur kontradiksi internal, maksudnya dibalik unut
yang kelas yang memungkinkan adanya kecenderungan
mengalami perubahan meskipun sesuatu yang berada di
balik unit tersebut bersifat stabil.
3. Kritik Kolaboratif.
Dalam penelitian tindakan kelas (PTK) diperlukan
hadirnya suatu kerjasama dengan pihak-pihak lain seperti
atasan, sejawat atau kolega, mahasiswa, dan sebagainya.
4. Kritik Resiko.
Dengan adanya ciri resiko diharapkan dan dituntut agr
peneliti berani mengambil resiko, terutama pada waktu
proses penelitian berlangsung. Resiko yang mungkin ada
diantaranya: Adanya tuntutan untuk melakukan suatu
transformasi, dan Melesetnya hipotesis.
5. Kritik Susunan Jamak.
Pada umumnya penelitian kuantitatif atau tradisional
berstruktur tunggal karena ditentukan oleh suara tunggal,
penelitiannya. Akan tetapi, PTK memiliki struktur jamak
karena jelas penelitian ini bersifat dialektis, reflektif,
partisipasitif dan kolaboratif.
6. Kritik Internalisasi Teori dan Praktek.
Di dalam penelitian tindakan kelad (PTK),
keberadaan antara teori dan praktikbukan merupakan dua
31
dunia yang berlainan. Akan tetapi keduanya merupakan dua
tahap yang berbeda, yang saling bergantung dan keduanya
berfungsi untuk mendukung transformasi.
c. Tujuan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Berdasarkan pendapat para ahli, adapun Tujuan Penelitian
Tindakan Kelas dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Memperbaiki dan meningkatkan mutu praktik pembelajaran
yang dilaksanakan guru demi tercapainya tujuan
pembelajaran.
2. Memperbaiki dan meningkatkan kinerja-kinerja pembelajaran
yang dilaksanakan oleh guru.
3. Mengidentifikasi, menemukan solusi, dan mengatasi
masalah pembelajaran di kelas agar pembelajaran bermutu.
4. Meningkatkan dan memperkuat kemampuan guru dalam
memecahkan masalah-masalah pembelajaran dan membuat
keputusan yang tepat bagi siswa dan kelas yang diajarnya.
5. Mengeksplorasi dan membuahkan kreasi-kreasi dan inovasi-
inovasi pembelajaran (misalnya, pendekatan, metode, strategi
dan media) yang dapat dilakukan oleh guru demi peningkatan
mutu proses dan hasil pembelajaran.
6. Mencobakan gagasan, pikiran, kiat, cara, dan strategi baru
dalam pembelajaran untuk meningkatkan mutu pembelajaran
selain kemampuan inovatif guru.
32
7. Mengeksplorasi pembelajaran yang selalu berwawasan atau
berbasis penelitian agar pembelajaran dapat bertumpu pada
realitas empiris kelas, bukan semata-mata bertumpu pada
kesan umum atau asumsi.
8. Memecahkan masalah-masalah melalui penerapan langsung
di kelas atau tempat kerja. Isaac (1994 hlm. 27)
9. Menemukan pemecahan masalah yang dihadapi sesorang
dalam tugasnya sehari-hari dimana pun tempatnya, di kelas,
di kantor, di rumah sakit, dan seterusnya.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
tujuan umum dari penelitian tindakan kelas adalah untuk
memecahkan permasalahan yang terjadi dalam proses
pembelajaran di kelas sehinggah tercipta perbaikan dan
peningkatan mutu dan kualitas pembelajaran.
Dengan terlaksananya tujuan Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) tersebut, maka dapat diharapkan dapat menghasilkan
perbaikan dan peningkatan mutu proses dan hasil pembelajaran,
sebagai berikut :
1. Perbaikan dan peningkatan mutu isi, proses, hasil
pembelajaran.
2. Perbaikan dan peningkatan terhadap prestasi belajar peserta
didik di kelas atau ruang kuliah.
33
3. Perbaikan dan peningkatan terhadap materi, metode, dan
penggunaan media pembelajara di kelas.
Mengacu pada tujuan Penelitian Tindakan Kelas diatas maka
Output atau hasil yang diharapkan melalui PTK adalah
peningkatan atau perbaikan kualitas proses dan hasil
pembelajaran yang meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Peningkatan atau perbaikan kinerja siswa di sekolah.
2. Peningkatan atau perbaikan mutu proses pembelajaran di
kelas.
3. Peningkatan atau perbaikan kualitas penggunaan media, alat
bantu belajar, dan sumber belajar lainya.
4. Peningkatan atau perbaikan kualitas prosedur dan alat
evaluasi yang digunakan untuk mengukur proses dan hasil
belajar siswa.
5. Peningkatan atau perbaikan masalah-masalah pendidikan
anak di sekolah.
d. Manfaat Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Menurut Ahli
Manfaat Penelitian Tindakan Kelas (PTK) menurut beberapa
ahli adalah sebagai berikut :
1. Mohammad Asrori (2007 hlm.15) menyatakan bahwa
manfaat Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dapat dikaji dari
beberapa pembelajaran dikelas. Manfaat yang terkait dengan
komponen pembelajaran antara lain :
34
a. Inovasi pembelajaran
b. Pengembangan kurikulum di tingkat sekolah dan kelas
c. Peningkatan profesionalisme guru
2. Sukayati (2008 hlm. 13) manfaat Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) yang terkait dengan pembelajaran hampir sama
dengan yang disampaikan oleh Mohammad Asrori antara lain
mencakup hal-hal berikut:
a. Inovasi, dalam hal ini guru perlu selalu mencoba,
mengubah, mengembangkan, dan meningkatkan gaya
mengajarnya agar mampu merencanakan dan
melaksanakan model pembelajaran yang sesuai dengan
tuntutan kelas dan zaman.
b. Pengembangan kurikulum di tingkat kelas dan sekolah,
PTK dapat dimanfaatkan secara efektif oleh guru untuk
mengembangkan kurikulum. Hasil-hasil PTK akan
sangat bermanfaat jika digunakan sebagai sumber
masukan untuk mengembangkan kurikulum baik di
tingkat kelas maupun sekolah.
c. Peningkatan profesionalisme guru, keterlibatan guru
dalam PTK akan dapat meningkatkan profesionalisme
guru dalam proses pembelajaran. PTK merupakan salah
satu cara yang dapat digunakan oleh guru untuk
35
memahami apa yang terjadi di kelas dan cara
pemecahannya yang dapat dilakukan.
3. Rustam dan Mundilarto (2004) mengemukakan manfaat
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) bagi guru, yaitu:
a. Membantu guru memperbaiki mutu pembelajaran
b. Meningkatkan profesionalitas guru
c. Meningkatkan rasa percaya diri guru
d. Memungkinkan guru secara aktif mengembangkan
pengetahuan dan keterampilannya.
4. Cole dan Knowles (Prendergast, 2002:3-4) manfaat
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah dapat mengarahkan
para guru untuk melakukan kolaborasi, refleksi, dan bertanya
satu dengan yang lain dengan tujuan tidak hanya tentang
program dan metode mengajar, tetapi juga membantu para
guru mengembangkan hubungan-hubungan personal.
5. Noffke (Prendergast (2002:5), manfaat Penelitian Tindakan
Kelas (PTK) adalah dapat mendorong para guru melakukan
refleksi terhadap praktek pembelajarannya untuk membangun
pemahaman mendalam dan mengembangkan hubungan-
hubungan personal dan sosial antar guru.
6. Whitehead (1993) manfaat Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
adalah dapat memfasilitasi guru untuk mengembangkan
36
pemahaman tentang pedagogik dalam rangka memperbaiki
pembelajarannya.
7. Prendergast (2002) manfaat Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
adalah:
a. Dapat membantu pengembangan kompetensi guru dalam
menyelesaikan masalah pembelajaran mencakup kualitas
isi, efisiensi, dan efektivitas pembelajaran, proses, dan
hasil belajar siswa
b. Peningkatan kemampuan pembelajaran akan berdampak
pada peningkatan kompetensi kepribadian, sosial, dan
profesional guru.
Manfaat Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Bagi Siswa, Guru,
Sekolah dan Teori Pendidikan
1. Manfaat Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Bagi Siswa dan
Pembelajaran
Tujuan PTK adalah memperbaiki kualitas proses
pembelajaran dengan sasaran akhir memperbaiki hasil belajar
siswa, sehingga PTK mempunyai manfaat yang sangat besar
dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. Dengan
adanya pelaksanaan PTK, kesalahan dan kesulitan dalam
proses pembelajaran (baik strategi, teknik, konsep, dan lain-
lain) akan dengan cepat dapat dianalisis dan didiagnosis,
37
sehingga kesalahan dan kesulitan tersebut tidak akan berlarut-
larut. Jika kesalahan yang terjadi dapat segera diperbaiki,
maka pembelajaran akan mudah dilaksanakan, menarik, dan
hasil belajar siswa diharapkan akan meningkat.
Ini menunjukkan adanya hubungan timbal balik antara
pembelajaran dan perbaikan hasil belajar siswa. Keduanya
akan dapat terwujud, jika guru memiliki kemampuan dan
kemauan untuk melakukan PTK. Selain PTK dapat
meningkatkan hasil belajar siswa, PTK yang dilakukan oleh
guru dapat menjadi model bagi siswa dalam meningkatkan
prestasinya. Guru yang selalu melakukan PTK yang inovatif
dan kreatif akan memiliki sikap kritis dan reflektif terhadap
hasil belajar yang dicapai siswa. Sikap kristis inilah yang
akan dijadikan model bagi siswa untuk terus merefleksi diri
sebagaimana yang dilakukan oleh gurunya. Adapun Manfaat
PTK bagi siswa secara terperinci yaitu :
a. Peningkatan atau perbaikan kinerja siswa di sekolah
b. Peningkatan atau perbaikan masalah-masalah pendidikan
anak di sekolah
c. Peningkatan dan perbaikan kualitas dalam penerapan
kurikulum dan pengembangan kompetensi siswa di
sekolah
38
d. Memupuk dan meningkatkan keterlibatan, kegairahan,
ketertarikan, kenyamanan, kesenangan dalam diri siswa
untuk mengikuti proses pembelajaran di kelas. Di
samping itu, hasil belajar siswa pun dapat meningkat
e. Memberikan bekal kecakapan berfikir ilmiah melalui
keterlibatan siswa dalam kegiatan penelitian tindakan
kelas yang dilakukan oleh guru.
2. Manfaat Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Bagi Guru
a. Guru memiliki kemampuan memperbaiki proses
pembelajaran melalui suatu kajian yang mendalam
terhadap apa yang terjadi dikelasnya. Keberhasilan
dalam perbaikan ini akan menimbulkan rasa puas bagi
guru, karena Ia telah melakukan sesuatu yang bermanfaat
bagi siswanya melalui proses pembelajaran yang
dikelolanya.
b. Dengan melakukan PTK, guru dapat berkembang dan
meningkatkan kinerjanya secara profesional, karena guru
mampu menilai, merefleksi diri, dan mampu
memperbaiki pembelajaran yang dikelolanya. Dalam hal
ini, guru tidak lagi hanya sebagai seorang praktisi yang
sudah merasa puas terhadap apa yang dikerjakan selama
ini, namun juga sebagai peneliti dibidangnya yang selalu
39
ingin melakukan perbaikan-perbaikan pembelajaran yang
inovatif dan kreatif.
c. Melalui PTK, guru mendapat kesempatan untuk berperan
aktif dalam mengembangkan pengetahuan dan
keterampilan sendiri. Guru tidak hanya menjadi
penerima hasil perbaikan dari orang lain, namun guru itu
sendiri berperan sebagai perancang dan pelaku perbaikan
tersebut, sehingga diharapkan dapat menghasilkan teori-
teori dan praktik-praktik pembelajaran.
d. Dengan PTK, guru akan merasa lebih percaya diri. Guru
yang selalu merefleksi diri, melakukan evaluasi diri, dan
menganalisis kinerjanya sendiri di dalam kelas, tentu saja
akan selalu menemukan kekuatan, kelemahan, dan
tantangan pembelajaran dan pendidikan masa depan, dan
mengembangkan alternatif pemecahan masalah /
kelemahan yang ada pada dirinya dalam pembelajaran.
Guru yang demikian adalah guru yang memiliki
kepercayaan diri yang kuat.
3. Manfaat Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Bagi Sekolah
Sekolah yang para gurunya memiliki kemampuan untuk
melakukan perubahan atau perbaikan kinerjanya secara
profesional, maka sekolah tersebut akan berkembang pesat.
40
Ada hubungan yang erat antara berkembangnya suatu sekolah
dengan berkembangnya kemampuan guru. Sekolah tidak
akan berkembang, jika gurunya tidak memiliki kemampuan
untuk mengembangkan diri. Kaitannya dengan PTK, jika
sekolah yang para gurunya memiliki keterampilan dalam
melaksanakan PTK tentu saja sekolah tersebut akan
memperoleh manfaat yang besar, karena peningkatan kualitas
pembelajaran mencerminkan kualitas pendidikan di sekolah
tersebut. Adapun.
Manfaat PTK bagi sekolah secara terperinci yaitu :
a. Meningkatkan mutu isi, masukan, proses, dan hasil
pendidikan dan pembelajaran di sekolah
b. Membantu guru dan tenaga kependidikan lainnya dalam
mengatasi masalah pembelajaran dan pendidikan di
dalam dan luar kelas.
c. Meningkatkan sikap profesional pendidik dan tenaga
kependidikan.
d. Menumbuh-kembangkan budaya ilmiah di lingkungan
sekolah, untuk proaktif dalam melakukan perbaikan
mutu pendidikan/pembelajaran secara berkelanjutan.
e. Memberikan nilai tambah (value added) yang positif bagi
sekolah.
41
f. Menjadi alat evaluator dari program dan kebijakan
pengelolaan sekolah yang sudah berjalan
4. Manfaat Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Bagi Teori
Pendidikan
Manfaat bagi teori pendidikan yaitu dapat menjadi
jembatan teori dan praktik, dengan artian seorang praktisi
ataupun guru akan berkolaborasi dengan seorang akademikus
sehingga berpotensi menerjemahkan teori yang bersifat
konseptual menjadi hal-hal yang bersifat riil dan praktis.
Dari beberapa penjelasan diatas, maka adapun manfaat
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Secara umum, yaitu :
1. Menghasilkan laporan-laporan PTK yang dapat dijadikan
bahan panduan guru untuk meningkatkan mutu
pembelajaran. Selain itu hasil-hasil PTK yang dilaporkan
dapat menjadi bahan artikel ilmiah atau makalah untuk
berbagai kepentingan, antara lain disajikan dalam forum
ilmiah dan dimuat di jurnal ilmiah.
2. Menumbuhkembangkan kebiasaan, budaya, dan atau
tradisi meneliti dan menulis artikel ilmiah di kalangan
guru. Hal ini telah ikut mendukung profesionalisme dan
karir guru.
3. Mampu mewujudkan kerja sama, kaloborasi, dan atau
sinergi antar-guru dalam satu sekolah atau beberapa
42
sekolah untuk bersama-sama memecahkan masalah
pembelajaran dan meningkatkan mutu pembelajaran.
4. Mampu meningkatkan kemampuan guru dalam
menjabarkan kurikulum atau program pembelajaran
sesuai dengan tuntutan dan konteks lokal, sekolah, dan
kelas. Hal ini memperkuat dan relevansi pembelajaran
bagi kebutuhan siswa.
5. Dapat memupuk dan meningkatkan keterlibatan ,
kegairahan, ketertarikan, kenyamanan, dan kesenangan
siswa dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas
yang dilaksanakan guru. Hasil belajar siswa pun dapat
meningkatkan.
6. Dapat mendorong terwujudnya proses pembelajaran
yang menarik, menantang, nyaman, menyenangkan, dan
melibatkan siswa karena strategi, metode, teknik, dan
atau media yang digunakan dalam pembelajaran
demikian bervariasi dan dipilih secara sungguh-sungguh.
e. Prinsip Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Prinsip adalah suatu pegangan. Dan salah satu fungsi
pegangan adalah untuk pedoman. Suyadi, (2012, hlm. 29)
Agar pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik tanpa
menganggu tugas utama dari seorang guru, dibutuhkan prinsip
yaitu apa yang harus ada tanpa menganggu apa yang menjadi
tugas utama dari guru. Bahkan prinsip ini diharapkan agar PTK
43
dapat dilaksanakan dengan baik. Pelaksanaan penelitian tindakan
kelas dilaksanakan tanpa mengganggu komitmennya sebagai
pengajar. Artinya dalam pelaksanaannya PTK tetap mempunyai
pedoman-pedoman dasar yang tidak boleh untuk dilanggar oleh
guru.
Hal ini agar pelaksanaan PTK tetap dapat terlaksana dengan
baik tetapi tetap sesuai dengan apa yang telah direncanakan tanpa
menganggu apa yang menjadi tujuan dari guru secara formal.
Prinsip Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Secara umum prinsip-prinsip Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) tersebut adalah :
1. Tidak mengganggu komitmen guru sebagai pengajar;
2. Metode pengumpulan data tidak menuntut waktu yang
berlebihan;
3. Metodologi yang digunakan harus reliable sehingga
memungkinkan guru mengidentifikasi serta merumuskan
hipotesis secara meyakinkan;
4. Masalah berawal dari kondisi nyata di kelas yang dihadapi
guru;
5. Dalam penyelenggaraan penelitian, guru harus
memperhatikan etika profesionalitas guru;
6. Meskipun yang dilakukan adalah di kelas, tetapi harus dilihat
dalam konteks sekolah secara menyeluruh;
44
7. Tidak mengenal populasi dan sampel;
8. Tidak mengenal kelompok eksperimen dan control;
9. Tidak untuk digeneralisasikan.
Prinsip Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Menurut Arikunto
(2006)
Prinsip-prinsip Penelitian Tindakan Kelas menurut Arikunto
(2006) yaitu :
1. Kegiatan Nyata dalam Situasi Rutin
Penelitian yang dilakukan peneliti tidak boleh mengubah
suasana rutin, penelitian harus dalam situasi yang wajar,
sehingga hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan. Hal
ini berkaitan erat dengan profesi guru yaitu melaksanakan
pembelajaran, sehingga tindakan yang cocok dilakukan oleh
guru adalah yang menyangkut pembelajaran.
2. Adanya Kesadaran Diri Untuk Memperbaiki Kerja
Kegiatan penelitian tindakan kelas dilakukan bukan
karena keterpaksaan, akan tetapi harus berdasarkan keinginan
guru, guru menyadari adanya kekurangan pada dirinya atau
pada kinerja yang dilakukannya dan guru ingin melakukan
perbaikan. Guru harus berkeinginan untuk melakukan
peningkatan diri untuk hal yanglebih baik dan dilakukan
secara terus menerus sampai tujuannya tercapai
3. SWOT Sebagai Dasar Berpijak
45
Penelitian tindakan dimulai dengan melakukan analisis
SWOT, yang terdiri atas unsur-unsur, yaitu :
Strength : Kekuatan
Weaknesses : Kelemahan
Opportunity : Kesempatan
Threat : Ancaman
Empat hal tersebut dilihat dari sudut guru yang
melaksanakan maupun siswa yang dikenai tindakan. Dengan
berpijak pada hal-hal tersebut penelitian tindakan dapat
dilaksanakan hanya bila ada kesejalanan antara kondisi yang
ada pada guru dan juga siswa. Kekuatan dan kelemahan yang
ada pada diri peneliti dan subjek tindakan diidentifikasi
secara cermat sebelum mengidentifikasi yang lain.
4. Upaya Empiris dan Sistemik
Dengan telah dilakukannya analisis SWOT, tentu saja
apabila guru melakukan penelitian tindakan, berarti guru
sudah mengikuti prinsip empiris (terkait dengan pengalaman)
dan sistemik, berpijak pada unsur-unsur yang terkait dengan
keseluruhan sistem yang terkait dengan objek yang sedang
digarap. Pembelajaran adalah sebuah sistem, yang
keterlaksanaannya didukung oleh unsur-unsur yang kait
mengkait. Jika guru mengupayakan cara mengajar baru, harus
juga memikirkan tentang sarana pendukung yang berbeda,
46
mengubah jadwal pelajarandan semua yang terkait dengan
hal-hal yang baru diusulkan tersebut.
5. Ikuti Prinsip SMART dalam Perencanaan
Ketika guru menyusun rencana tindakan, hendaknya
mengingat hal -hal yang terkandung dalam SMART, yaitu:
Spesifik : khusus, permasalahan tidak terlalu umum
Managable : dapat dikelola, dilaksanakan. Penelitian
tindakan kelas hendaknya tidak sulit, baik dalam
menentukan lokasi, mengumpulkan hasil, mengoreksi,
atau kesulitan dalam bentuk lain
Acceptable : dapat diterima, dalam konteks ini dapat
diterima oleh subjek yang dikenai tindakan, artinya siswa
tidak mengeluh gara-gara guru memberikan tindakan-
tindakan tertentu dan juga lingkungan tidak terganggu.
Realistic : operasional, tidak di luar jangkauan.
Penelitian tindakan kelas tidak menyimpang dari
kenyataan dan jelas bermanfaat bagi diri guru dan siswa.
Time-Bound : diikat oleh waktu, terencana, artinya
tindakan-tindakan yang dilakukan terhadap siswa sudah
tertentu jangka waktunya. Batasan waktu ini penting agar
guru mengetahui betuk hasil yang diberikan kepada
siswanya.
47
Ketika guru menyusun rencana tindakan, harus mengingat hal-
hal yang disebutkan dalam SMART. Tindakan yang dipilih peneliti
harus :
a. Khusus specific, masalah yang diteliti tidak terlalu luas, ambil
satu aspek saja sehingga langkah dan hasilnya dapat jelas dan
spesifik.
b. Mudah dilakukan, tidak sulit atau berbelit, misalnya kesulitan
dalam mencari lokasi mengumpulkan hasil, mengoreksi dan
lainnya.
c. Dapat diterima oleh subjek yang dikenai tindakan, artinya
siswa tidak mengeluh gara-gara guru memberikan tindakan
dan juga lingkungan tidak terganggu karenanya.
d. Tidak menyimpang dari kenyataan dan jelas bermanfaat bagi
dirinya dan subjek yang dikenai tindakan.
Prinsip Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Menurut Hopkins (1993)
Menurut Hopkins (1993) ada enam prinsip dalam PTK, yaitu :
1. Autentik
Masalah yang ditangani adalah masalah pembelajaran yang
nyata dan merisaukan tanggung jawab profesional dan
komitmen terhadap pemerolehan mutu pembelajaran.
Prinsip ini menekankan bahwa diagnosis masalah bersandar
pada kejadian nyata yang berlangsung dalam konteks
48
pembelajaran yang sesungguhnya. Apabila pendiagnosisan
masalah berdasarkan pada kajian akademik atau kajian
literatur semata, maka penelitian tersebut dipandang sudah
melanggar prinsip keautentikan masalah, Jadi, masalah
harus didiagnosis dari kancah pembelajaran yang
sesungguhnya, bukan sesuatu yang dibayangkan akan terjadi
secara akademik.
2. Integral
Kegiatan PTK adalah pengembangan pembelajaran yang
merupakan bagian integral dari pembelajaran harus
diselenggarakan dengan tetap bersandar pada alur pikir dan
kaidah ilmiah. Alur pikir yang digunakan dimulai dari
pendiagnosisan masalah dan faktor penyebab timbulnya
masalah, pemilihan tindakan yang sesuai dengan permasalahan
dan penyebabnya, dan apabila perlu dirumuskan hipotesis
tindakan yang tepat, Selanjutnya, dilakukan penetapan
skenario tindakan, prosedur pengumpulan data, dan analisis
data. Objektivitas, reliabilitas, dan validitas proses, data,
dan hasil tetap dipertahankan selama penelitian
berlangsung. Prinsip kedua ini mempersyaratkan bahwa
dalam menyelenggarakan kegiatan pengembangan
pembelajaran tetap digunakan kaidah-kaidah ilmiah.
3. Sitematis
49
Pelaksanaan PTK merupakan bagian integral dari
pembelajaran yang tidak menuntut kekhususan waktu maupun
metode pengumpulan data. Tahap-tahap pengembangan
pembelajaran selaras dengan pelaksanaan pembelajaran,
yaitu persiapan, pelaksanaan pembelajaran, observasi
kegiatan pembelajaran, evaluasi proses dan hasil pembelajaran,
dan refleksi dari proses dan hasil pembelajaran. Prinsip ketiga
ini mengisyaratkan agar proses dan hasil pembelajaran
direkam dan dilaporkan secara sistematis dan terkendali
menurut kaidah ilmiah.
4. Siklis
Tugas guru yang utama adalah menyelenggarakan
pembelajaran yang baik dan berkualitas. Untuk itu, guru
memiliki komitmen dalam mengupayakan perbaikan dan
peningkatan kualitas pembelajaran secara terus-menerus.
Dalam menerapkan suatu tindakan untuk memperbaiki
kualitas pembelajaran ada kemungkinan tindakan yang dipilih
guru kurang berhasil, maka harus tetap berusaha mencari
alternatif lain, tanpa menggeser tema sentral. Guru harus
menggunakan pertimbangan dan tanggung jawab
profesionalnya dalam pengupayakan jalan keluar dari
permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran. Prinsip
pertama ini berimplikasi pada sifat pengembangan
50
pembelajaran sebagai suatu upaya yang berkelanjutan secara
siklis sampai terjadinya peningkatan, perbaikan, atau
kesembuhan sistem, proses, hasil, dan sebagainya.
5. Konsisten
Konsistensi sikap dan kepedulian guru dalam memperbaiki
dan meningkatkan kualitas pembelajaran sangat diperlukan.
Hal ini penting karena upaya peningkatan kualitas
pembelajaran perlu perencanaan dan pelaksanaan yang
sungguh-sungguh. Oleh karena itu, motivasi untuk
memperbaiki kualitas harus tumbuh dari dalam, bukan sesuatu
yang bersifat instrumental.
6. Komprehensif
Cakupan permasalahan pembelajaran tidak seharusnya
dibatasi pada masalah pembelajaran di ruang kelas, tetapi
dapat diperluas pada tataran di luar ruangan, misalnya di
laboratorium atau di perpustakaan. Perspektif yang lebih luas
akan memberi sumbangan lebih signifikan terhadap upaya
peningkatan kualitas pendidikan.
2. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
a. Pengertian Model Problem Based Learning ( PBL )
Pembelajaran berbasis masalah itu merupakan salah satu model
pembelajaran yang digunakan dalam KTSP, Problem Based Learning
(PBL) merupakan suatu model pembelajaran yang dalam pelaksanaan
51
pembelajarannya berpegang pada sebuah masalah yang nantinya siswa
itu sendiri atau bersama dengan lain mencoba memecahkan masalah
yang diberikan untuk menumbuhkan sikap berfikir kritis dan jiwa
sosialnya dalam melakukan diskusi dengan siswa lain.
“ Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembeljaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran di stau kelas atau lain. Model pembelajaran ini dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut.“ Joyce & Weil dalam Rusman (2012, hlm. 132)
“ Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) adalah suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuaan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.” Nurhadi dalam Sitiatava (2013, hlm. 65)
Konsep yang dikemukakan di atas menjelaskan bahwa model
pembelajaran adalah suatu bentuk bagaimana interaksi yang tercipta
antara guru dan siswa berhubungan dengan strategi, pendekatan,
metode dan teknik pembelajaran yang digunakan dalam proses
pembelajran.belajar terjadi dari aksi siswa, dan pendidik yang berperan
dalam memfasilitasi terjadinya aktivitas kontruksi pengetahuan oleh
pembelajar. Pendidik harus memusatkan perhatiannya untuk membantu
peserta didik dalam mencapai keterampilan self directed learning
(pembelajaran yang berpusat pada siswa).
“ Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan
52
melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.” Tan dalam Rusman (2012, hlm. 229)
“ Pembelajaran Berbasis Masalah adalah inovasi yang signifikan dalam pendidikan. Margetson dalam Rusman (2012: 230) mengemukakan bahwa kurikulum Pembelajaran Berbasis masalah membantu untuk meningkatan perkembangan keterampilan belajar sepanjang hayat dalam pola piker yang terbuka, reflektif, kritis dan belajar aktif. Kurikulum PBM memfasilitasi keberhasilan memecahkan masalah, komunikasi, kerja kelompok dan keterampilan interpersonal dengan baik diban: dingkan pendekatan yang lain.“ Boud dan Feletti dalam Rusman (2012, hlm. 230)
“ Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan salah satu model pembelajaran yang digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi siswa dalam situasi yang berorientasi pada masalah dunia nyata, termasuk didalamnya belajar bagaimana belajar.“ Ibrahim dan Nur dalam Rusman (2012, hlm. 241)
“ Model Problem Based Learning adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik, sehingga ia bisa menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuh kembangkan keterampilan tinggi, memandirikan siswa, serta meningkatkan kepercayaan diri.“ Arends dalam Sitiatava (2013, hlm. 66)
“ Mengemukakan bahwa Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran.“ Moffit dalam Rusman (2012, hlm. 241)
Jadi, kesimpulannya penggunaan model Problem Based Learning (
PBL) juga bisa disebut Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) adalah
suatu proses belajar dengan mengeluarkan kemampuan siswa dengan
53
betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim
yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah,
menguji dan mengembangkan kemampuan berfikirnya secara
berkesinambungan yang berorientasi pada masalah dunia nyata.
Karena perkembangan intelektual siswa terjadi pada saat individu
berhadapan dengan pengalaman baru dan menantang serta ketika
mereka berusaha memecahkan masalah yang dimunculkan. Dalam
model pembelajaran ini siswa dituntut aktif dalam memecahkan suatu
masalah.
Pada dasar nya, Menurut Sitiatava PBL ini mempunyai banyak
variasi, yaitu : (1) Permasalahan sebagai pemandu; masalah menjadi
acuan konkret yang harus menjadi perhatian siswa. Maksudnya
masalah menjadi kerangka berpikir siswa dalam mengerjakan tugas .
(2) Permasalahan sebagai kesatuan dan alat evaluasi; masalah
diberikan setelah tugas-tugas dan penjelasan diberikan. Tujuanya ialah
untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk menerapkan
pengetahuannya guna memecahkan masalah. (3) Permasalahan sebagai
contoh; masalah dijadikan sebagai contoh dan bagian dari bahan ajar.
Maksudnya masalahpun bisa digunakan untuk menggambarkan teori
serta konsep atau prinsip, yang dibahas antara siswa dan guru. (4)
Permasalahan sebagai fasilitas proses belajar; masalah dijadikan sebagi
alat untuk melatih siswa, yang dibahas antar siswa dan guru. (5)
Permasalahan sebagai stimulus belajar; masalah bisa merangsang
54
siswa untuk mengembangkan keterampilan mengumpulkan dan
mengalisis data yang berkaitan dengan masalah dan keterampilan meta
kognitif. (Sitiatava 2013, hlm. 69)
Jadi kesimpulan dari variasi PBL adalah permasalah sebagai
pemandu, masalah sebagai kesatuan dan alat evaluasi, permasalahan
sebagai contoh, masalah sebagai fasilitas proses belajar, permasalah
sebagai stimulus belajar masalah bisa merangsang siswa untuk
mengembangkan keterampilan mengumpulkan dan mengalisis data.
b. Tujuan Model Problem Based Learning
Model Problem Based Learning memiliki tujuan secara umum
seperti yang dikemukakan oleh Sitiatava, yaitu: (1) Membantu siswa
mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, serta
kemampuan intelektual. (2) Belajar berbagai peran orang dewasa
melalui keterlibatan siswa dalam pengalaman nyata dan simulasi.
(Sitiatava 2013, hlm. 74)
Sedangkan menurut Tan, Ibrahim, dan Nur dalam Rusman secara
lebih rinci, yaitu: (1) Membantu siswa mengembangkan kemampuan
berpikir dan memecahkan masalah. (2) Belajar berbagai peran orang
dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata. (3)
Menjadi para siswa yang otonom. (Tan, Ibrahim, dan Nur dalam
Rusman 2012, hlm. 242)
55
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa
Problem Based Learning (PBL) bertujuan untuk Membantu siswa
mengembangkan keterampilan berfikir kritis dan keterampilan
pemecahan masalah, mengembangkan pemikiran kritik dan
ketrampilan kreatif, meningkatkan kemampuan memecahkan masalah,
meningkatkan motivasi belajar siswa,dan membantu siswa belajar
untuk menstranfer pengetahuan dengan situasi baru.
c. Karakteristik Model Problem Based Learning (PBL)
Setiap model pembelajaran memiliki karakteristik yang berbeda
begitupun dengan Rusman, yang mengemukakan karakteristik
Pembelajaran Berbasis Masalah, yaitu: (1) Permasalahan menjadi
starting point dalam belajar, (2) Permasalahan yang digunakan
merupakan masalah yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur, (3)
Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective),
(4) Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa,
sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi
kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar, (5) Belajar
pengarahan diri menjadi hal yang utama, (6) Pemanfaatan sumber
pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber
informasi merupakan proses yang esensial dalam PBL, (7) Belajar
adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif, (8) Pengembangan
keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan
56
penguasaan isi pengetahuan untuk mencapai solusi dari sebuah
permasalahan, (9) Keterbukaan proses dalam PBL meliputi sintesis
dan intergrasi dari sebuah proses belajar, dan (10) PBL melibatkan
evaluasi san review pengalaman siswa dan proses belajar. (Rusman
2012, hlm. 232)
Jadi, dapat disimpulkan bahwa model Problem Based Learning
(PBL) dimulai oleh adanya masalah yang dapat dimunculkan oleh
siswa ataupun guru, kemudian siswa memperdalam pengetahuannya
tentang sesuatu yang telah diketahuinya sekaligus yang perlu
diketahuinya untuk memecahkan masalah itu. Siswa juga dapat
memilih masalah yang dianggap menarik untuk dipecahkan, sehingga
ia terdorong untuk berperan aktif dalam belajar.
Adapun alur proses Pembelajaran Berbasis Masalah dapat dilihat
pada flowchart berikut ini:
57
Gambar 2.1Keberagaman Penggunaan PBM
Menurut Rusman (2012, hlm. 233)
Di samping memiliki karakteristik seperti disebutkan di atas,
strategi belajar berbasis masalah (PBM) juga harus dilakukan dengan
tahap-tahap tertentu. Menurut Forganty dalam Septiana, tahap-tahap
strategi belajar berbasis masalah yaitu: (a) Menemukan masalah, (b)
Mendefinisikan masalah, (c) Mengumpulkan fakta, (d) Menyusun
hipotesis (dugaan sementara), (e) Melakukan penyelidikan, (f)
Menyempurnakan permasalahan yang telah didefinisikan, (g)
Menentukan Masalah
Analisis Masalah
dan Isu Belajar
Pertemuan dan
Laporan
Penyajian Solusi dan
Refleksi
Kesimpulan,Integrasi,
dan Evaluasi
Belajar Pengarahan Diri
Belajar Pengarahan Diri
Belajar Pengarahan Diri
Belajar Pengarahan Diri
58
Menyim-pulkan alternatif pemecahan secara kolaboratif, dan (h)
Melakukan pengujian hasil (solusi) pemecahan masalah. (Forganty
dalam Septiana, 2013, hlm. 32)
Jadi dapat disimpulkan bahwa PBM digunakan tergantung dari
tujuan yang ingin dicapai apakah berkaitan dengan penguasaan isi
pengetahuan yang bersifat multi disipliner, penguasaan keterampilan
proses, belajar keterampilan pemecahan masalah, belajar kolaboratif
dan belajar keterampilan hidup yang lebih luas.
d. Ciri-ciri Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Adapun ciri-ciri model pembelajaran Problem Based Learning
(PBL) menurut Ibrahim dan Nur dalam Sitiatava (2013, hlm. 73)
adalah sebagai berikut:
1) Pengajuan pertanyaan atau masalah.
PBL mengorganisasikan pengajaran dengan masalah yang nyata
dan sesuai dengan pengalaman keseharian siswa.
2) Berfokus pada keterkaitan antardisiplin ilmu.
Masalah dan solusi pemecahan masalah yang diusulkan tidak
hanya ditinjau dari satu disiplin ilmu, tetapi dapat di tinjau dari
berbagai disiplin ilmu.
3) Penyelidikan autentik.
PBL mengharuskan siswa melakukan penyelidikan terhadap
masalah nyata melalui analisis masalah, observasi, maupun
59
eksperimen. Dalam hal ini, siswa bisa mengumpulkan informasi
dari beragam sumber pembelajaran untuk menyelesaikan
permasalahan sekaligus mengembangkan hipotesis terhadap
penyelesaian masalah yang dikemukakan.
4) Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya.
PBL menuntut siswa menghasilkan produk tertentu dalam bentuk
karya nyata guna menjelaskan atau mewakili penyelesaian masalah
yang ditemukan, kemudian memamerkan produk tersebut.
5) Kerja sama.
PBL dicirikan oleh siswa yang bekerja sama secara berpasangan
maupun dalam kelompok kecil guna memberikan motivasi
sekaligus mengembangkan keterampilan berpikir melalui tukar
pendapat serta berbagai penemuan.
Jadi, kesimpulannya dalam ciri-ciri model pembelajaran Problem
Based Learning sebagai berikut siswa mengorganisasikan pengajaran
dengan masalah yang nyata dan sesuai dengan pengalaman keseharian
siswa. PBL menuntut siswa menghasilkan produk tertentu dalam bentuk
karya nyata.
60
e. Beberapa Teori yang Melandasi Problem Based Learning (PBL)
Ada berbagai teori yang melandasi model pembelajaran PBL
menurut Sitiatava (2013, hlm. 76), diantaranya sebagai berikut:
1) Teori Dewey dalam Kelas Demokratis
Sekolah harusnya mencerminkan mayarakat yang lebih besar, dan
kelas merupakan laboratorium untuk memecahkan masalah yang
nyata. Dewey menganjurkan agar pembelajaran disekolah lebih
bermanfaat.
2) Pendapat Piagget dan Vygotsky dalam teori kontruktivisme
Piagget dan Vygotsky adalah tokoh penggembang konsep
kontruktivisme yang didasarkan pada teori kognitif piagget.
Pandangan kontruktivisme kognitif mengemukakan bahwa siswa
dalam segala usia secara aktif terlibat dalam proses perolehan
informasi dan membangun pengetahuan sendiri.
3) Pendapat brunner dalam teori pembelajaran penemuan
Menurut brunner, pembelajaran menekankan penalaran induktif
dan proses inquiri. Dalam toeri ini dikenal adanya scaffolding
sebagai suatu proses saat seseorang siswa dibantu oleh seorang
guru atau oaring lain yang memiliki kemampuan lebih dalam
menuntakan masalah tetentu, sehingga dapat melampaui kapasitas
perkembangannya.
Jadi kesimpulan dari semua pendapat di atas mendukung model
pembelajaran PBL karena teori itu menekankan bahwa dalam
pembelajaran siswa dituntut memperoleh dengan cara mencari
61
informasi untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan materi
pelajaran.
f. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Problem Based Learning (PBL)
Model pembelajaran Problem -Based Learning memiliki kelebihan
dan kekurangan menurut Sitiatava (2013, hlm. 82), yaitu diantaranya
sebagai berikut:
1) Kelebihan pendekatan Problem Based Learning
Model pembelajaran PBL ini memiliki beberapa kelebihan,
diantaranya ialah sebagai berikut:
a) Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan lantaran ia
menemukan konsep tersebut.
b) Melibatkan siswa secara aktif dalam memecahkan masalah dan
menuntut keterampilan berpikir kritis siswa yang lebih tinggi.
c) Pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki oleh
siswa,sehingga pembelajaran lebih bermakana.
d) Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran, karena masalah-
masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan
kehidupan nyata.
e) Menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu member
aspirasi dan menerima pendapat oaring lain, serta menanmkan
sikap sosial yang positif dengan siswa lainnya.
62
f) Pengondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling
berintegrasi terhadap pembelajar dan temannya, sehingga
pencapaian ketuntasan belajar siswa dapat diharapkan.
g) PBL di yakini pula dapat menumbuhkembangkan kemampuan
kreativita siswa, baik secara individual maupun kelompok,
karena hampir disetiap langkah menuntut adanya keaktifan
siswa.
2) Kekurangan pendekatan Problem Based Learning (PBL)
Model pembelajaran PBL ini memiliki beberapa kekurangan,
diantaranya ialah sebagai berikut:
a) Bagi siswa yang malas, tujuan metode tersebut tidak dapat
tercapai.
b) Membutuhkan banyak waktu dan dana.
c) Tidak semua mata pelajaran bisa diterapkan dengan metode
PBL (Problem Based Learning).
Jadi, penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa model
pembelajaran Problem Based Learning memiliki kelebihan seperti
Melibatkan siswa secara aktif dalam memecahkan masalah dan
menuntut keterampilan berpikir kritis siswa yang lebih tinggi dan
Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran, Sedangkan kekurangan
model pembelajaran Problem Based Learning seperti membutuhkan
banyak waktu dan dana.
63
g. Evaluasi dalam Problem Based Learning (PBL)
Problem Based Learning memiliki Evaluasi dalam proses
pembelajarannya.
“ Tidak selamanya proses belajar model PBL berjalan secara lancar. Ada beberapa hambatan yang dapat muncul. Hambatan yang sering terjadi adalah kurang terbiasanya siswa dan guru dengan model ini. Faktor penghambat lainnya adalah kurangnya waktu. Proses PBL terkadang membutuhkan waktu yang lebih banyak.” Nursalam dan Ferry dalam Sitiatava (2013, hlm. 81),
Pembelajaran yang berorientasi pada proses, terdapat dua
komponem pokok yang perlu diperhatikan dalam proses evaluasi,
dalam Sitiatava, yakni : (1) Pengetahuan yang diperoleh siswa ( siswa
diharapkan mendapatkan pengetahuan lebih setelah melalui proses
belajar), (2) Proses belajar yang dilakukan oleh siswa (siswa
diharapkan menggunakan pendekatan belajar deep learning, yaitu
melakukan proses belajar yang aktif, mandiri, dan tanggung jawab).
(Sitiatava 2013, hlm. 81)
Jadi, kesimpulannya guru bisa memberikan umpan balik atau
menggunakan prosedur penilaian formatif dan surmatif sesuai dengan
aturan penilaian dari sekolah. Hal ini juga membantu dalam
mempertimbangkan penilaian kelompok secara keseluruhan. Dalam
hal itu, kelompok didorong untuk merefleksikan penampilan dalam
PBL, termasuk proses, keterampilan komunikasi, menghargai teman,
dan kontribusi individu.
64
h. Pengembangan Langkah-Langkah Pembelajaran Model Problem Based Learning (PBL)
PBM melibatkan siswa dalam penyelidikan pilihan sendiri yang
memungkinkan mereka menginterpretasikan dan menjelaskan
fenomena dunia nyata dan membangun pemahamannya tentang
fenomena itu.
Menurut Fogarty dalam Rusman PBM dimulai dengan masalah
yang tidak terstruktur sesuatu yang kacau. Dari kekacauan ini siswa
menggunakan berbagai kecerdasannya melalui diskusi dan penelitian
untuk menentukan isu nyata yang ada. Langkah–langkah yang akan
dilalui oleh siswa dalam sebuah proses PBM adalah: (1) Menemukan
masalah, (2) Mendefinisikan masalah, (3) Mengumpulkan fakta, (4)
Pembuatan hipotesis, (5) Penelitian, (6) Repprasing masalah, (7)
Menyuguhkan alternative, (8) Mengusulkan solusi. (Rusman 2012,
hlm. 243)
Ibrahim, Nur, dan Ismail dalam Rusman (2012, hlm. 243)
mengemukakan bahwa langkah-langkah Pembelajaran Berbasis
Masalah adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah
Fase Indikator Tingkah Laku Guru
1 Orientasi siswa pada
masalah
Menjelaskan tujuan pembelajaran,
menjelaskan logistik yang diperlukan,
dan memotivasi siswa terlibat pada
65
aktivitas pemecahan masalah.
2 Mengorganisasi siswa
untuk belajar
Membantu siswa untuk
mengidentifikasi dan
mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah
tersebut.
3 Membimbing
pengalaman
individual/kelompok
Mendorong siswa untuk
mengumpilkan informasi yang sesuai,
melaksanakan eksperimen untuk
mendapatkan penjelasan dan
pemecahan masalah.
4 Mengembangkan dan
menyajikan hasil
karya
Membantu siswa dalam
merencanakan dan menyiapkan karya
yang sesuai seperti laporan, dan
membantu mereka untuk berbagagi
tugas dengan temannya.
5 Menganalisis dan
mengevaluasi proses
pemecahan masalah
Membantu siswa untuk melakukan
refleksi atau evaluasi terhadap
penyelidikan mereka dan proses yang
mereka gunakan.
Jadi, berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa
Lingkungan belajar yang harus disiapkan dalam PBM adalah
66
lingkungan belajar yang terbuka, menggunakan proses demokrasi, dan
menekankan pada peran aktif siswa. Seluruh proses membantu siswa
untuk menjadi mandiri dan otonom yang percaya pada keerampilan
intelektual mereka sendiri.
3. Hakekat Motivasi
a. Pengertian Motivasi
Motivasi adalah proses membangkitkan, mempertahankan, dan
mengontrol minat-minat.
“ Motivasi secara psikologi adalah motivasi mewakili proses-proses psikologikal yang menyebabkan timbulnya, diarahkannya, dan terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan sukarela yang diarahkan ke arah tujuan tertentu.” Abdorrakhman Gintings ( 2010, hlm. 86 )
Motivasi itu sebagai faktor penggerak maupun dorongan yang
dapat memicu timbulnya rasa semangat dan juga mampu merubah
tingkah laku manusia atau individu untuk menuju pada hal yang lebih
baik untuk dirinya sendiri.
“ Motivasi adalah sesuatu yang menggerakan atau mendorong siswa untuk belajar dan menguasai materi pelajaran yang sedang didikutinya. Tanpa motivasi siswa tidak akan tertarik dan serius dalam mengikuti pembelajaran. Sebaliknya, dengan adanya motivasi yang tinggi siswa akan tertarik dan terlibat aktif bahkan berinisiatif dalam proses pembelajaran. Dengan motivasi yang tinggi siswa akan berupaya sekuat-kuatnya dan dengan menempuh berbagai strategi yang positif untuk mencapai keberhasilan dalam belajar.“ Abdorrakhman Gintings ( 2010, hlm. 86 )
“ Motivasi merupakan hasil sejumlah proses, yang bersifat internal atau eksternal bagi seseorang individu, yang
67
+*9menyebabkan imbulnya sikap antusianisme dan persistensi, dalam hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu.” Gray dkk dalam Abdorrakhman Gintings (2010, hlm. 88)
“ Motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu movere yang dalam bahasa Inggris berarti to move adalah kata kerja yang artinya sebuah kata benda yang penggerakan.“ Gintings (2010, hlm. 86)
“ Motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia, termasuk perilaku belajar. Dalam motivasi terkandung adanya keinginan yang mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan, dan mengarahkan sikap dan perilaku individu belajar.” Dimyati (2013, hlm. 80)
Jadi, pengertian motivasi dapat disimpulkan bahwa motivasi
adalah suatu daya penggerak aktif yang muncul baik dari dalam
maupun dari luar dirinya yang berupa semangat dan kegigihan
perilaku untuk mengarahkan kepada tingkah laku dalam mencapai
suatu tujuan tertentu.
b. Sumber-sumber Motivasi Belajar Siswa
Dalam pembelajaran dikenal dua jenis motivasi yang dilihat dari
sumber datangnya motivasi tersebut yang dikemukakan oleh
Abdorrakhman Gintngs (2010, hlm. 88) yaitu:
1) Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motivasi untuk belajar yang
berasal dari luar diri siswa itu sendiri. Motivasi ekstrinsik ini
diantaranya ditimbulkan oleh fackor-faktor yang muncul dari
68
luar pribadi siswa itu sendiri termasuk dari guru. Faktor-faktor
tersebut bisa positif dan bisa negatif.
Contoh dari motivasi ekstrinsik yang negatif adalah
rasa takut siswa akan hukuman yang akan diberikan oleh guru
mendorong siswa untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Contoh
motivasi ekstrinsik yang positif adalah dorongan siswa untuk
mengerjakan pekerjaan rumah karena ingin mendapatkan
pujian dari guru.
Dari kedua contoh tersebut maka dapat disimpulkan
beberapa sifat-sifat motivasi ekstrinsik sebagai berikut : 1)
karena munculnya bukan atas kesadaran sendiri, maka
motivasi ekstrinsik mudah hilang atau tidak dapat bertahan
lama, 2) motivasi ekstrinsik jika diberikan terus menerus akan
menimbulkan motivasi intrinsik dalam diri siswa.
2) Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik adalah motivasi untuk belajar yang
berasal dari diri siswa itu sendiri. Motivasi intrinsik ini
diantaranya ditimbulkan oleh faktor-faktor yang muncul dari
pribadi siswa itu sendiri terutama kesadaran akan manfaat
materi pelajaran bagi siswa itu sendiri. Manfaat tersebut bisa
berupa:
69
a) Keterpakaian kompetensi dalam bidang yang sedang
dipelajari dalam pekerjaan atau kehidupannya kelak.
b) Keterpakaian pengetahuan yang diperoleh dari
pembelajaran dalam memperluas wawasannya sehingga
memberikan kemampuan dalam mempelajari materi lain.
c) Diperolehnya rasa puas karena keberhasilan mengetahui
tentang sesuatu yang selama ini menjadi obsesi atau
dambaannya.
d) Diperolehnya kebanggaan karena adanya pengakuan oleh
lingkungan sosial terhadap kompetensi prestasinya dalam
belajar.
Diantara sifat-sifat motivasi intrinsik yaitu walaupun
motivasi intrinsik sangat diharapkan namun justru tidak selalu
timbul dalam diri siswa. Karena munculnya atas kesadaran
sendiri maka motivasi intrinsik akan bertahan lebih lama
dibandingkan motivasi ekstrinsik.
Berikut ini adalah tanda-tanda adanya motivasi intrinsik dalam diri siswa dalam Abdorrakhman Gintings, yaitu: (a) Adanya bukti yang jelas tentang keterlibatan, kreativitas, dan rasa menikmati pelajaran dalam diri siswa selama pembelajaran berlangsung, (b) Adanya suasana hati (mood) yang positif seperti keseriusan dan keceriaan, (c) Munculnya pertanyaan dan pengamatan dari siswa yang mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata, (d) Terdapat diskusi personal lajutan setelah selesainya jam pelajaran, (e) Menyerahkan tugas tanpa diingatkan oleh guru, (f) Berusaha keras dan tidak cepat menyerah dalam mengatasi kesulitan belajar atau komunikasi serta penyelesaian tugas, (g) Mengusulkan atau menetapkan tugas yang relevan
70
untuk dirinya sendiri, (h) Mengupayakan penguasaan materi secara mandiri dengan memanfaatkan berbagai strategi dan sumber belajar. (Abdorrakhman Gintings 2010, hlm. 90)
Jadi dapat disimpulkan motivasi dibagi menjadi dua yaitu
motivasi Ekstrinsik dan motivasi Intrinsik. Motivasi untuk
belajar yang berasal dari luar diri siswa itu sendiri, dan
motivasi untuk belajar yang berasal dari diri siswa itu sendiri.
Lingkungan juga menjadi motivasi bagi siswa karena jika
didalam lingkungan rumah itu terasa nyaman maka siswa akan
termotivasi dalam belajarnya.
c. Bentuk-bentuk dalam Motivasi Pembelajaran
Bentuk-bentuk dalam motivasi dalam pembelajaran meurut
Hamzah B. Uno (2011, hlm. 34) diantaranya adalah:
1) Pernyataan perhargaan secara verbal
Pernyataan verbal mengandung makna interaksi dan
pengalaman pribadi yang langsung antara siswa dan guru
2) Menggunakan nilai ulangan sebagai pemacu keberhasilan
Pengetahuan atas hasil pekerjaan merupakan cara untuk
meningkatkan motivasi belajar siswa
3) Menimbulkan rasa ingin tahu
Rasa ingin tahu merupakan daya untuk meningkatkan motivasi
belajar siswa.
4) Memunculkan sesuatu yang tidak diduga oleh siswa
5) Menjadikan tahap dini dalam belajar mudah bagi siswa
71
Hal ini memberikan semacam hadiah pada tahap awal belajar
yang memungkinkan siswa semangat semangat untuk belajar
selanjutnya.
6) Menggunakan materi yang dikenal siswa sebagai contoh dalam
belajar
7) Gunakan kaitan yang unik dan tak terduga untuk menerapkan
suatu konsep dan prinsip yang telah dipahami
8) Menuntut siswa untuk menggunakan hal-hal yang telah
dipelajari sebelumnya
9) Menggunakan simulasi dan permainan
10) Mengurangi akibat yang tidak menyenangkan dan keterlibatan
siswa dalam kegiatan pembelajaran
11) Memberi kesempatan kepada siswa untuk memperlihatkan
kemahirannya di depan umum
12) Memahami iklim sosial dalam sekolah
Pemahaman iklim dan suasana sekolah merupakan pendorong
kemudahan berbuat bagi siswa
13) Memanfaatkan kewibawaan guru secara tepat
Guru memahami secara tepat bilamana dia harus menggunakan
manifestasi kewibawaannya pada siswa untuk meningkatkan
motivasi belajarnya
14) Memperpadukan motif-motif yang kuat
72
Seorang siswa giat belajar mungkin karena latar belakang
motif berprestasi sebagai motif yang kuat
15) Memperjelas tujuan belajar yang hendak dicapai
Makin jelas tujuan yang dicapai, makin terarah upaya untuk
mencapainya
16) Merumuskan tujuan-tujuan sementara
Tujuan-tujuan belajar yang umum itu seyogianya dipilah
menjadi tujuan sementara yang lebih mudah dicapai
17) Memberitahukan hasil kerja yang telah dicapai
Dengan mengetahui hasil yang telah dicapai maka motivasi
belajar siswa akan lebih kuat
18) Membuat suasana persainngan yang sehat diantara siswa
Suasana ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengukur kemampuan dirinya melalui kemampuan orang lain
19) Mengembangkan persaingan dengan diri sendiri
Persaingan semacam ini dilakukan dengan memberikan tugas
dalam berbagai kegiatan yang dilakukan sendiri
20) Memberikan contoh yang positif
Guru harus melakukan pengawasan dan pembimbingan yang
memadai selama siswa mengerjakan tugas di kelas
Berdasarkan penjelasan diatas tentang bentuk-bentuk dalam
motivasi dapat disimpulkan bahwa pengetahuan atas hasil
73
pekerjaan merupakan cara untuk meningkatkan motivasi belajar
siswa, rasa ingin tahu merupakan daya untuk meningkatkan
motivasi belajar siswa, hal ini memberikan semacam hadiah pada
tahap awal belajar yang memungkinkan siswa semangat semangat
untuk belajar selanjutnya.
d. Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar
Dalam kegiatan belajar peranan motivasi baik instrinsik
maupun ekstrinsik sangat diperlukan. Dengan motivasi, siswa dapat
mengembangkan segala aktivistas dan inisiatif, dapat mengarahkan
dan memelihara ketekunan dalam melakkan kegiatan belajar.
Motivasi dalam belajar adalah faktor yang penting karena hal
tersebut merupakan keadaan yang mendorong keadaan siswa untuk
melakukan belajar. Persoalan mengenai motivasi dalam belajar
adalah bagaimana cara mengatur agar motivasi dapat ditingkatkan.
Demikian pula dalam kegiatan belajar mengajaran seorang anak
didik akan berhasil jika mempunyai motivasi untuk belajar.
Sardiman (2011, hlm. 97) menyatakan bahwa ada beberapa
bentuk dan cara untuk menumbuhkann motivasi dalam kegiatan
belajar mengajar disekolah, antara lain:
1) Memberi angka
Angka dalam hal ini sebagai simbol dari nilai kegiatan
belajarnya. Banyak siswa belajar, yang utama justru untuk
mencapai angka/nilai yang baik. Sehingga siswa biasanya yang
74
dikejar adalah nilai ulangan atau nilai-nilai pada raport
angkanya baik-baik.
Angka-angka yang baik itu bagi para siswa merupakan
motivasi yang sangat kuat. Tetapi juga, bahakan banyak siswa
bekerja atau belajar hanya ingin mengejar pokoknya naik kelas
saja. Ini menujukkan motivasi yang dimilikinya kurang
berbobot bila dibandingkan dengan siswa-siswa yang
menginginkan angka baik. Namun demikian semua itu harus
diingat oleh guru bahwa pencapaian angka-angka seperti itu
belum merupakan hasil belajar yang sejati, hasil belajar yang
bermakna. Oleh karena itu, langkah selanjutnya yang ditempuh
oleh guru adalah bagaimana cara memberikan angka-angka
dapat dikaitkan dengan value yang terkandung di dalam setiap
pengetahuan yang diajarkan kepada para siswa sehingga tidak
sekadar konitif saja tetapi juga keterampilan dan afeksinya.
2) Hadiah
Hadiah dpat juga dikatakan sebagai motivasi, tetapi
tidaklah selalu demikian. Karena hadiah untuk suatu pekerjaan,
mungkin tidak akan menarik bagi seseorang yang tidak senang
dan tidak berbakat untuk sesuatu pekerjaan tersebut. Sebagai
contoh hadiah yang diberikan untuk gambar yang terbaik
mungkin tidak akan menarik bagi seseorang yang tidak
memiliki bakat menggambar.
75
3) Saingan/kompetisi
Saingan atau kompetisi dapat digunakan sebagai alat
motivasi untuk mendorong belajar siswa. Persaingan, baik
persaingan individual maupun persaingan kelompok dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa. Memang unsur
persaingan ini banyak dimanfaatkan di dalam dunia industri
atau perdagangan, tetapi juga sangat baik digunakan untuk
meningkatkan kegiatan belajar siwa.
4) Memberi ulangan
Para siswa akan menjadi giat belajar kalau mengetahui
akan ada ulangan. Oleh karena itu, memberi ulangan ini juga
merupakan sarana motivasi. Tetapi yang harus diingat oleh
guru, adalah jangan terlalu sering (misalnya tiap hari) karena
bisa membosankan dan bersifat rutinitas. Dalam hal ini guru
harus juga terbuka, maksudnya kalau akan ulangan harus
diberitahukan kepada siswanya.
5) Mengetahui hasil
Dengan mengetahui hasil pekerjaan, apalagi kalau tahu
terjadi kemajuan, akan terdorong siswa untuuk lebih giat
belajar. Semakin mengetahui bahwa grafik hasil belajar
meningkat maka akan ada motivasi dalam diri siswa untuk
terus belajar, dengan suatu harapan hasilnya terus menungkat.
6) Pujian
76
Apabila ada siswa yang sukses yang berhasil
menyekesaikan tugas dengan baik, perlu diberikan pujian.
Pujian ini adalah bentuk reinforcement yang positif dan
sekaligus merupakan motivasi yang baik. Olehkarena itu,
supaya pujian ini merupakan motivasi, pemberiannya harus
tepat. Dengan pujian yang tepat akan memupuk suasana yang
menyenangkan dan mempertingi gairah belajar serta sekaligus
akan membangkitkan harga diri.
7) Hukuman
Hukuman sebagai reinforcement yang negative tetapi kalau
diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi.
Oleh karena itu guru harus memahami prinsip-prinsip
pemberian hukuman.
8) Hasrat untuk belajar
Hasrat untuk belajar, berarti ada unsur kesenjangan, ada
maksud untuk belajar. Hal ini akan lebbihh baik bila
dibandingkan segala sesuatu kegiatan yang tanpa maksud.
Hasrat untuk belajar berarti pada diri anak didik itu memang
ada motivasi untuk belajar, sehingga sudah barang tentu
hasilnya akan lebih baik.
9) Minat
Di depan sudah diuraikan bahwa soal motivasi sangat erat
hubungannya dengan unsur minat. Motivasi muncul karena ada
77
kebutuhan, begitu juga minat sehingga tepatlah kalau minat
merupakan alat motivasi yang pokok. Proses belajar itu akan
berjalan lancar kalau disertai dengan minat.
10) Tujuan yang diakui
Rumusan tujuan yang diakui dan diterima baik oleh siswa,
akan merupakan alat motivasi yang snagat penting. Sebab
dengan memahami tujuan yang harus dicapai, karena dirasa
sangat berguna dan menguntungkan, maka akan timbul gairah
untuk terus belajar.
Sedangkan menurut Fathurrohman Dan Sutikno (2001, hlm.
22), Ada beberapa strategi untuk menumbuhkan motivasi belajar
siswa, yakni :
1) Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik.
Pada permulaan belajar mengajar seharusnya terlebih dahulu
seorang guru menjelaskan mengenai tujuan yang akan
dicapainya kepada siswa. Makin jelas tujuan maka makin
besar pula motivasi dalam melaksanakan kegiatan belajar.
2) Hadiah .
Berikan hadiah untuk siswa yang berprestasi. Hal ini akan
memacu semangat mereka untuk bisa belajar lebih giat lagi.
Di samping itu, siswa yang belum berprestasi akan
termotivasi untuk bisa mengajar siswa yang berprestasi.
78
3) Saingan / kompetisi.
Guru berusaha mengadakan persaingan di antara siswanya
untuk meningkatkan prestasi belajarnya, dan berusaha
memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya.
4) Pujian
Sudah sepantasnya siswa yang berprestasi untuk diberikan
penghargaan atau pujian. Tentunya pujian yang bersifat
membangun.
5) Hukuman.
Hukuman diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan
saat proses belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan
harapan agar siswa tersebut mau merubah diri dan berusaha
memacu motivasi belajarnya.
6) Membangkitkan dorongan kepada peserta didik untuk belajar.
Strateginya adalah dengan memberikan perhatian maksimal
kepada peserta didik.
7) Membentuk kebiasaan belajar yang baik.
8) Membantu kesuliatan belajar peserta didik, baik secara
individual maupun kelompok.
9) Menggunakan metode yang bervariasi
10) Menggunakan media yang baik serta harus sesuai dengan
tujuan pembelajaran
79
Jadi dapat disimpulkan bahwa cara menumbuhkan motivasi
belajar yaitu memberikan pujian atau memberikan hadiah agar
peserta didik lebih bersemangat lagi dalam belajarnya, berikan
hadiah untuk siswa yang berprestasi. Hal ini akan memacu
semangat mereka untuk bisa belajar lebih giat lagi. Di samping itu,
siswa yang belum berprestasi akan termotivasi untuk bisa mengajar
siswa yang berprestasi.
e. Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Pemberian Motivasi
Ranupandojo dalam Abdorrakhman Gintings (2010, hlm. 99)
memberikan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
memberikan motivasi sebagaimana dirangkum berikut ini:
1) Memahami adanya perbedaan individu baik secara fisik
maupun secara emosional.
2) Setiap individu memiliki kepribadian yang unik sehingga
memiliki cara yang berbeda dalam menghadapi situasi tertentu.
3) Semua perilaku terjadi akibat adanya perubahan baik dalam
diri individu maupun dalam situasi yang dihadapinya.
4) Setiap individu memiliki rasa ego yang cenderung
mengabaikan kepentingan orang lain, akan tetapi secara
rasional ia dapat menyesuaikan dengan kepentingan orang lain.
5) Emosi seseorang biasanya dapat dengan mudah dikenali dan
sangat dominan dalam membentuk prilaku seseorang. Dengan
melihat emosinya, kita dapat memperkirakan bagaimana
perilakunya.
80
6) Pada umumnya kita jarang mengetahui kondisi individu secara
mendalam, sehingga sukar memperkirakan reaksinya terhadap
situasi tertentu.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam pemberian motivasi seperti setiap
individu memiliki rasa ego yang cenderung mengabaikan
kepentingan orang lain, memahami adanya perbedaan individu baik
secara fisik maupun secara emosional.
4. Hakekat Hasil Belajar
a. Definisi Hasil belajar
Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh individu
setelah proses pembelajaran berlangsung, yang dapat memberikan
pengaruh tingkah laku baik pengetahuam, pemahaman, sikap dan
keterampilan peserta didik sehingga menjadi lebih baik dari yang
sebelumnya.
“ Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku subjek yang meliputi kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor dalam situasi tertentu berkat pengalamannya berulang-ulang.” Hamalik (2011, hlm. 37)
“ Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama. Ini berarti keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung pada bagaimana proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif. Menurut Slavin dalam Sitiatava pembelajaran didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku individu yang disebabkan oleh pengalaman.” (Sitiatava 2013, hlm. 15)
81
“ Pembelajaran ialah suatu kombinasi yang tersusun dari unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Belajar pada hakekatnya merupakan proses perubahan didalam kepribadian yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, dan kepandaian.” Oemar Hamalik dalam Sitiatava (2013, hlm. 17)
“ Belajar dan mengajar sebagai suatu proses mengandung tiga unsur yang dapat dibedakan yakni tujuan pengajaran (instruksional), pengalaman (proses) belajar mengajar dan hasil belajar. Tujuan instruksional dapat di ambil tindakan perbaikan pengajaran dan perbaikan siswa yang bersangkutan. Misalnya dengan melakukan perubahan dalam strategi mengajar, memberikan bimbingan dan bantuan belajar kepada siswa. Dengan perkataan lain, hasil penilaian tidak hanya bermanfaat untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan instruksional dalam hal ini perubahan tingkah laku tetapi juga sebgai umpan balik bagi upaya memperbaiki proses belajar mengajar.“ Nana Sudjana (2013, hlm. 2)
Proses adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam
mencapai tujuan pengajaran, sedangkan hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajarnya.
“ Hasil belajar dibagi menjadi tiga macam, yaitu (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah di tetapkan dalam kurikulum.” Howard dalam Nana Sudjana (2002, hlm. 22)
Kegiatan yang dilakukan oleh individu akan mengakibatkan
perubahan-perubahan baik berupa pengetahuan maupun sikap dan
82
keterampilan. Perubahan itu adalah hasil yang telah dicapai dari
proses belajar.
Terdapat beberapa aspek sebagai objek penilaian yang terdiri
dari Ranah Kognitif, Ranah Afektif, Ranah Psikomotor. Ranah
Kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang tediri
dari enam aspek yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman,
aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama
disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya
termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah Afektif berkenaan dengan
sikap yang terdiri dari lima aspek yakni penerimaan, jawaban atau
reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah Psikomotor
berkenaan denganhasil belajar keterampilan dan kemampuan
bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris yakni (a) gerakan
refleks, (b) keterampilan gerakan dasar, (c) kemampuan
perseptual, (d) keharmonisan dan ketepatan, (e) gerakan
ketrampilan kompleks, dan (f) gerkan ekspresif dan interpretative.
(Nana Sudjana 2013, hlm. 22)
Hasil belajar diartikan sebagai hasil akhir pengambilan
keputusan tentang tinggi rendahnya nilai siswa selama mengikuti
proses belajar mengajar, pembelajaran dikatakan berhasil jika
tingkat pengetahuan siswa bertambah dari hasil sebelumnya.
Adapun tipe hasil belajar menurut sujhana (2002, hlm. 50-55)
sebagai berikut :
83
1) Tipe hasil belajar bidang kognitif
a) Tipe Hasil Belajar Pengetahuan (knowledge)
Termasuk tipe hasil belajar tingkat rendah jika
dibandingkan tipe hasil belajar lainnya. Namun demikian
tipe hasil belajar ini penting sebagai persyaratan untuk
menguasai dan mempelajari tipe hasil belajar lain yang
lebih tinggi. Setidaknya pengetahuan hafalan merupakan
kemampuan terminal (jembatan) untuk menguasai tipe
hasil belajar lainnya.
b) Tipe Hasil Belajar Pemahaman (kompherension)
Pemahaman memerlukan kemampuan menangkap
makna atau arti dari suatu konsep. Untuk itu maka perlu
adanya hubungan atau pertautan antara konsep dengan
makna yang ada dalam konsep tersebut.
c) Tipe Hasil Belajar Penerapan ( aplikasi )
Aplikasi adalah kesanggupan menerapkan
mengabraksikan suatu konsep,ide, rumus, dan hukum
dalam situasi yang baru. Misalnya, memecahkan
persoalan. Jadi, dalam aplikasi harus ada konsep, teori,
hukum, dan rumus. Dalil hukum tersebut, diterapkan
dalam suatu masalah (situasi tertentu).
d) Tipe Belajar Analisis
84
Analisis adalah kesanggupan memecahkan, menguraikan
suatu integritas (kesatuan yang utuh) menjadi unsur-unsur
atau bagian-bagian yang mempunyai arti atau mempunyai
tingkat. Analis merupakan tipe hasil belajar yang kompleks
yang memanfaat kan unsur tipe hasil belajar sebelumnya,
yakni pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi.
e) Tipe Belajar Sintesis
Sintesis adalah lawanan analisis. Bila pada analisis
tekanan pada kesanggupan menguraikan suatu integritas
menjadi bagian yang bermakna, pada sintesis adalah
kesanggupan menyatukan unsur atau bagian menjadi suatu
integritas.
f) Tipe Belajar Evaluasi
Evaluasi adalah kesanggupan member keputusan tentang
nilai sesuatu berdasarkan judgment yang dimilikinya, dan
kriteria yang dipakainya. Tipe hasil belajar ini dikategorikan
paling tinggi dan terkandung semua tipe hasil belajar yang
telah dijelaskan sebelumnya. Dalam tipe hasil belajar
evaluasi, tekanan pada pertimbangan suatu nilai, mengenai
baik tidaknya, tepat tidaknya, dengan menggunakan kriteria
tertentu. Tingkah laku operasional dalam kata-kata menilai,
membandingkan, mempertimbangkan, mempertentang,
85
menyarankan, mengkritik, menyimpulkan,member pendapat
dan lain-lain.
2) Tipe hasil belajar bidang afektif
Bidang afektif berkenaan dengan sikap dan nilai.
Beberapa ahli menyatakan bahwa, sikap seseorang dapat
diramalkan perubahannya, bila seseorang telah menguasai
bidang kognitif tingkat tinggi. Tipe hasil belajar afektif
tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti
perhatian pada pelajaran, disiplin, motivasi, belajar,
menghargai guru teman sekelas kebiasaan belajar dan lain-
lain.
3) Tipe hasil belajar psikomotorik
Hasil belajar bidang psikomotorik tampak dalam bentuk
keterampilan (skill), kemampuan bertindak individu
(seseorang). Tipe hasil belajar yang dikemukakan tersebut
sebenarnya tifdak berdiri sendiri, tetapi selalu berhubungan
satu sama lain bahkan dalam kebersamaan. Seseorang yang
berubah tingkat kognitifnya sebenarnya dalam kadar tertentu
telah berubah sikap dan perilakunya.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan
belajar adalah lingkungan internal dan lingkungan eksternal.
Lingkungan internal terdiri atas faktor biologis (kondisi fisik yang
86
normal dan kondisi kesehatan fisik) dan fsikologis (intelegensi,
kemampuan, bakat, daya ingat, dan konsentrasi),sedangkan faktor
eksternal terdiri dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah,
dan lingkungan masyarakat.
Hasil belajar dapat diketahui melalui penilaian dan evaluasi.
Penilaian menetapkan baik buruknya hasil kegiatan pembelajaran
yang menekankan pada informasi dan perolehan siswa dalam
mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan dan evaluasi
dalam Dimyati dan Mudjiono, (2001, hlm. 176). Tujuannya yaitu
untuk mengetahui sejauh mana bahan yang dipelajari dapat
dipahami oleh siswa. Adapun evaluai hasil belajar menurut
Arikunto (2002, hlm. 25) adalah kegiatan pengumpulan data
untuk mengukur sejauh mana tujuan pembelajaran sudah tercapai.
Jadi, kesimpulannya hasil belajar siswa dapat diketahui
melalui evaluasi kemampuan dalam ranah kognitif. Untuk
mengamati serta mengukur keberhasilan siswa dalam proses
belajar mengajar dalam ranah kognitif dapat diadakan tes formatif
sebagai nilai tes yang merupakan hasil belajar siswa.
b. Ranah Tingkah Laku dalam Hasil Belajar
Hasil belajar dalam bentuk perubahan tingkah laku tersebut
merupakan tingkat kemampuan yang dapat dikuasi peserta didik,
sebagaimana yang diungkapkan oleh Bloom dalam Ginting (2010,
87
hlm. 35) bahwa tingkat kemampuan atau penguasaan yang dapat
dikuasai oleh peserta didik mencakup tiga aspek, yaitu:
1. Kemampuan kognitif (Cognitive Domain), adalah
kemampuan yang berkaitan dengan aspek-aspek intelektual
atau secara logis yang biasa diukur dengan pikiran atau nalar,
yaitu terdiri dari :
a) Pengetahuan (Knowledge), mencakup ingatan akan hal-
hal yang dipelajari dan disimpan dalam ingatan.
b) Pemahaman (Comperhension), mengacu pada
kemampuan memahami makna materi.
c) Penerapan (Application), mengacu pada kemampuan
menggunakan atau menerapkan materi yang sudah
dipelajari.
d) Analisis (AAnalysis), mengacu pada kemampuan yang
menguraikan materi ke dalam komponen-komponen atau
faktor penyebabnya.
e) Sitesis (synthesis), mengacu pada kemampuan
mengadukan konsep.
f) Evaluasi (Evaluation), mengacu pada kemampuan
memberikan pertimbangan terhadap nilai-nilai materi
untuk tujuan tertentu.
2. Kemampuan afektif (The Affective Domain), adalah
kemampuan yang berkaitan dengan aspek-aspek emosional,
88
seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan
sebagainya.
Kemampuan ini terdiri dari :
a) Kemampuan Menerima (Receiving), mengacu pada
kesukarelaan dan kemampuan memperhatikan respon
terhadap stimulasi yang tepat.
b) Sambutan (Responding), merupakan sikap peserta didik
dalam memberikan respon aktif terhadap stimulusyang
dating dari luar.
c) Penghargaan (Valueving),mengacu pada penilaian.
d) Pengorganisasian (Organizing), mengacu pada
penyatuan nilai sebagai pedoman dan sebagai pegangan
dalam kehidupan.
3. Kemampuan psikomotor (The Psychomotor Domain),
adalah kemampuan yang berkaitan dengan aspek-aspek
keterampilan yang melibatkan fungsi sitem syaraf, otot dan
fungsi psikis.
Kemampuan ini yang terdiri dari :
a) Persepsi (Perseption), mencakup kemampuan untuk
mengadakan diskriminasi yang tepat antara dua
perangsang atau lebih.
89
b) Kesiapan (Ready), mencakup kemampuan untuk
menempatkan dirinya dalam keadaan akan memulai
sesuatu gerakan.
c) Gerakan terbimbing (Guidance Response), mencakup
kemampuan untuk melakukan suatu serangkaian
gerak-gerik sesuai dengan contoh yang diberikan
(imitasi).
d) Gerakan yang terbiasa (Mechanical response),
mencakup kemampuan serangkaian gerak-gerik dengan
lancer, karena sudah dilatih sebelumnya.
e) Gerakan kompleks (Complexs response), mencakup
kemampuan untuk melaksanakan suatu keterampilan.
f) Kreativitas (Creativity), mencakup kemampuan untuk
malahirkan pola gerak-gerik yang baru.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa ranah
tingkah laku dalam hasil belajar yaitu kemampuan yang berkaitan
dengan aspek-aspek intelektual atau secara logis yang biasa diukur
dengan pikiran atau nalar, kemampuan yang berkaitan dengan
aspek-aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan
terhadap moral sedangkan kemampuan psikomotor. Dan
kemampuan yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang
melibatkan fungsi sitem syaraf, dan fungsi psikis.
90
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut
Slameto (2007, hlm. 54) adalah sebagai berikut:
1) Faktor Intern, meliputi :
a) Faktor jamaniah terdiri dari faktor kesehatan dan faktor
cacat tubuh;
b) Faktor psikologis terdiri dari intelegensi, perhatian, minat,
bakat, motif, kematangan, dan kesiapan;
c) Faktor kelelahan baik kelelahan secara jasmani maupun
kelelahan rohani.
2) Faktor Ekstern, meliputui :
a) Faktor keluarga terdiri dari cara orang tua mendidik, relasi
antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi
keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang
kebudayaan;
b) Faktor sekolah terdiri dari metode mengajar, kurikulum,
relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa,
disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar
pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar,
dan tugas rumah;
c) Faktor masyarakat terdiri dari kegiatan siswa dalam
masyrakat, teman bergaul, dan bentuk kehidupan
masyarakat.
91
Jadi dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar yaitu faktor Intern dan faktor Ekstern
jadi setiap siswa perlu di perhatikan dalam faktor intern yang
berada dalam diri siswa dan faktor ekstern meliputi faktor dalam
keluarga, sekolah, dan masyarakat itu sangan mempengaruhi hasil
belajar.
5. Hakekat Pembelajaran IPS di SD
a. Pengertian Pembelajaran IPS
IPS merupakan suatu program pendidikan dan bukan sub-
disiplin ilmu tersendiri, sehingga tidak akan ditemukan baik dalam
nomenklatur filsafat ilmu, disiplin ilmu-ilmu sosial (social
science), maupun ilmu pendidikan (Sumantri. 2001 hlm. 89). Social
Scence Education Council (SSEC) dan National Council for Social
Studies (NCSS), menyebut IPS sebagai “Social Science Education”
dan “Social Studies”. Dengan kata lain, IPS mengikuti cara
pandang yang bersifat terpadu dari sejumlah mata pelajaran seperti:
geografi, ekonomi, ilmu politik, ilmu hukum, sejarah, antropologi,
psikologi, sosiologi, dan sebagainya
Ada banyak istilah bidang pengetahuan sosial, Istilah tersebut
meliputi : Ilmu Sosial (Social Sciences), Studi Sosial (Social
Studies) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
1. Ilmu Sosial (Sicial Science)
92
Sesuai dengan yang dikemukakan Achmad Sanusi yang
memberikan batasan tentang Ilmu Sosial (Saidihardjo, 1996
hlm.2) adalah sebagai berikut: “Ilmu Sosial terdiri disiplin-
disiplin ilmu pengetahuan sosial yang bertarap akademis dan
biasanya dipelajari pada tingkat perguruan tinggi, makin lanjut
makin ilmiah”.
Sedangkan menurut Gross (Kosasih Djahiri,1981,
hlm.1), Ilmu Sosial merupakan disiplin intelektual yang
mempelajari manusia sebagai makluk sosial secara ilmiah,
memusatkan pada manusia sebagai anggota masyarakat dan
pada kelompok atau masyarakat yang ia bentuk.
Selain pendapat dari Achmad Sanusi dan Gross adapun
pendapat lainnya menurut Nursid Sumaatmadja, yang
menyatakan bahwa Ilmu Sosial adalah “cabang ilmu
pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia baik
secara perorangan maupun tingkah laku kelompok”. Oleh
karena itu ilmu sosial adalah ilmu yang mempelajari tingkah
laku manusia dan mempelajari manusia sebagai anggota
masyarakat.
2. Studi Sosial (Social Studies).
Perbeda dengan Ilmu Sosial, Studi Sosial bukan
merupakan suatu bidang keilmuan atau disiplin akademis,
93
melainkan lebih merupakan suatu bidang pengkajian tentang
gejala dan masalah social.
“Sudi Sosial tidak selalu bertaraf akademis-universitas, bahkan merupakan bahan-bahan pelajaran bagi siswa sejak pendidikan dasar”. Achmad Sanusi (1971, hlm. 18)
3. Pengetahuan Sosial (IPS)
Harus diakui bahwa ide IPS berasal dari literatur
pendidikan Amerika Serikat. Nama asli IPS di Amerika Serikat
adalah “Social Studies”. Istilah tersebut pertama kali
dipergunakan sebagai nama sebuah komite yaitu “Committee
of Social Studies” yang didirikan pada tahun 1913. Tujuan dari
pendirian lembaga itu adalah sebagai wadah himpunan tenaga
ahli yang berminat pada kurikulum Ilmu-ilmu Sosial di tingkat
sekolah dan ahli-ahli Ilmu-ilmu Sosial yang mempunyai minat
sama.
Definisi IPS menurut National Council for Social Studies
(NCSS), mendifisikan IPS sebagai berikut:
“social studies is the integrated study of the science and humanities to promote civic competence. Whitin the school program, socisl studies provides coordinated, systematic study drawing upon such disciplines as anthropology, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology, as well as appropriate content from the humanities, mathematics, and natural sciences. The primary purpose of social studies is to help young people develop the ability to make informed and reasoned decisions for the public good as citizen of a
94
culturally diverse, democratic society in an interdependent world”.
“ Merupakan suatu pendekatan interdsipliner (Inter-disciplinary Approach) dari pelajaran Ilmu-ilmu Sosial. IPS merupakan integrasi dari berbagai cabang Ilmu-ilmu Sosial, seperti sosiologi, antropologi budaya, psikologi sosial, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik, dan sebagainya”. Mulyono Tj. (1980, hlm. 8)
“IPS merupakan hasil kombinasi atau hasil pemfusian atau perpaduan dari sejumlah mata pelajaran seperti: geografi, ekonomi, sejarah, sosiologi, antropologi, politik”. Saidiharjo (1996, hlm. 4)
b. Tujuan Pembelajaran IPS
Mata pelajaran IPS disekolah dasar marupakan program
pengajaran yang bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta
didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi dimasyarakat,
memilki sikap mental positif terhadap perbaikan segala
ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah
yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun
yang menimpa masyarakat. Tujuan tersebut dapat dicapai manakala
program-program pelajaran IPS disekolah diorganisasikan secara
baik.
Tujuan khusus pengajaran IPS disekolah dapat dikelompokkan
menjadi empat komponen yaitu:
a. Memberikan kepada Siswa pengetahuan tentang pengalaman
manusia dalam kehidupan bermasyarakat pada masa lalu,
sekarang dan masa akan datang.
95
b. Menolong siswa untuk mengembangkan keterampilan (skill)
untuk mencari dan mengolah informasi.
c. Menolong siswa untuk mengembangkan nilai / sikap
demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat.
d. Menyediakan kesempatan kepada siswa untuk mengambil
bagian / berperan serta dalam bermasyarakat.
Berdasarkan pada falsafah negara tersebut, maka telah
dirumuskan tujuan pendidikan nasional, yaitu:
“ Membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila dan untuk membentuk manusia yang sehat jasmani dan rokhaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya, dan mencintai sesama manusia sesuai ketentuan yang termaksud dalam UUD 1945”.
Berkaitan dengan tujuan pendidikan di atas, kemudian apa
tujuan dari pendidikan IPS yang akan dicapai? Tentu saja tujuan
harus dikaitkan dengan kebutuhan dan disesuaikan dengan
tantangan-tantangan kehidupan yang akan dihadapi anak.
Berkaitaan dengan hal tersebut, kurikulum 2004 untuk tingkat SD
menyatakan bahwa, Pengetahuan Sosial sebutan IPS dalam
kurikulum (2004), bertujuan untuk:
96
1. mengajarkan konsep-konsep dasar sosiologi, geografi,
ekonomi, sejarah, dan kewarganegaraan, pedagogis, dan
psikologis.
2. mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif,
inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan sosial
3. membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai
sosial dan kemanusiaan
4. meningkatkan kemampuan bekerja sama dan berkompetisi
dalam masyarakat yang majemuk, baik secara nasional
maupun global.
Sejalan dengan tujuan tersebut tujuan pendidikan IPS menurut (Nursid Sumaatmadja. thn. 2006) adalah “membina anak didik menjadi warga negara yang baik, yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kepedulian social yang berguna bagi dirinya serta bagi masyarakat dan negara” Sedangkan secara rinci Oemar Hamalik merumuskan tujuan pendidikan IPS berorientasi pada tingkah laku para siswa, yaitu : (1) pengetahuan dan pemahaman, (2) sikap hidup belajar, (3) nilai-nilai sosial dan sikap, (4) keterampilan (Oemar hamalik. 1992 hlm. 40-41).
Untuk lebih jelasnya akan dibahas satu persatu.
a. Pengetahuan dan Pemahaman
Salah satu fungsi pengajaran IPS adalah mentransmisikan
pengetahuan dan pemahaman tentang masyarakat berupa fakta-
fakta dan ide-ide kepada anak.
b. Sikap Hidup Belajar
97
IPS juga bertujuan untuk mengembangkan sikap belajar yang
baik. Artinya dengan belajar IPS anak memiliki kemampuan
menyelidiki (inkuiri) untuk menemukan ide-ide, konsep-konsep
baru sehingga mereka mampu melakukan perspektif untuk masa
yang akan datang.
c. Nilai-nilai Sosial dana Sikap
Anak membutuhkan nilai-nilai untuk menafsirkan fenomena
dunia sekitarnya, sehingga mereka mampu melakukan
perspektif. Nilai-nilai sosial merupakan unsur penting di dalam
pengajaran IPS. Berdasar nilai-nilai sosial yang berkembang
dalam masyarakat, maka akan berkembang pula sikap-sikap
sosial anak. Faktor keluarga, masyarakat, dan pribadi/tingkah
laku guru sendiri besar pengaruhnya terhadapa perkembangan
nilai-nilai dan sikap anak
d. Keterampilan
Anak belajar menggunakan keterampilan dan alat-alat studi
sosial, misalnya mencari bukti dengan berpikir ilmiah,
keterampilan mempelajari data masyarakat, mempertimbangkan
validitas dan relevansi data, mengklasifikasikan dan
menafsirkan data-data sosial, dan merumuskan kesimpulan.
98
c. Karakteristik Pembelajaran IPS
Untuk membahas karakteristik IPS, dapat dilihat dari berbagai
pandangan. Berikut ini dikemukakan karakteristik IPS dilihat dari
materi dan strategi penyampaiannya.
1) Materi IPS
Ada 5 macam sumber materi IPS antara lain:
a. Segala sesuatu atau apa saja yang ada dan terjadi di
sekitar anak sejak dari keluarga, sekolah, desa,
kecamatan sampai lingkungan yang luas negara dan
dunia dengan berbagai permasalahannya.
b. Kegiatan manusia misalnya: mata pencaharian,
pendidikan, keagamaan, produksi, komunikasi,
transportasi.
c. Lingkungan geografi dan budaya meliputi segala aspek
geografi dan antropologi yang terdapat sejak dari
lingkungan anak yang terdekat sampai yang terjauh.
d. Kehidupan masa lampau, perkembangan kehidupan
manusia, sejarah yang dimulai dari sejarah lingkungan
terdekat sampai yang terjauh, tentang tokoh-tokoh dan
kejadian-kejadian yang besar.
e. Anak sebagai sumber materi meliputi berbagai segi, dari
makanan, pakaian, permainan, keluarga
99
2) Strategi Penyampaian Pembelajaran IPS
Strategi penyampaian pengajaran IPS, sebagaian
besar adalah didasarkan pada suatu tradisi, yaitu materi
disusun dalam urutan: anak (diri sendiri), keluarga,
masyarakat/tetangga, kota, region, negara, dan dunia. Tipe
kurikulum seperti ini disebut “The Wedining Horizon or
Expanding Enviroment Curriculum” (Mukminan, 1996
hlm.5).
Sebutan Masa Sekolah Dasar, merupakan periode
keserasian bersekolah, artinya anak sudah matang untuk
besekolah. Adapun kriteria keserasian bersekolah adalah
sebagai berikut.
1. Anak harus dapat bekerjasama dalam kelompok dengan
teman-teman sebaya, tidak boleh tergantung pada ibu,
ayah atau anggota keluarga lain yang dikenalnya.
2. Anak memiliki kemampuan sineik-analitik, artinya dapat
mengenal bagian-bagian dari keseluruhannya, dan dapat
menyatukan kembali bagian-bagian tersebut.
3. Secara jasmaniah anak sudah mencapai bentuk anak
sekolah.
Anak mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : (1) Anak merespon (menaruh perhatian) terhadap bermacam-macam aspek dari dunia sekitarnya.Anak secara spontan menaruh perhatian terhadap kejadian-kejadian-peristiwa, benda-benda yang ada
100
disekitarnya. Mereka memiliki minat yang laus dan tersebar di sekitar lingkungnnya. (2) Anak adalah seorang penyelidik, anak memiliki dorongan untuk menyelidiki dan menemukan sendiri hal-hal yang ingin mereka ketahui. (3) Anak ingin berbuat, ciri khas anak adalah selalu ingin berbuat sesuatu, mereka ingin aktif, belajar, dan berbuat. (4) Anak mempunyai minat yang kuat terhadap hal-hal yang kecil atau terperinci yang seringkali kurang penting/bermakna. (5) Anak kaya akan imaginasi, dorongan ini dapat dikembangkan dalam pengalaman-pengalaman seni yang dilaksanakan dalam pembelajaran IPS sehingga dapat memahami orang-orang di sekitarnya. Misalnya pula dapat dikembangkan dengan merumuskan hipotesis dan memecahkan masalah. (Preston dalam Oemar Hamalik. 2008 hlm. 42-44)
Berkaitan dengan atmosfir di sekolah, ada sejumlah
karakteristik yang dapat diidentifikasi pada siswa SD
berdasarkan kelas-kelas yang terdapat di SD.
1. Karakteristik pada Masa Kelas Rendah SD (Kelas 1,2,
dan 3)
a. Ada hubungan kuat antara keadaan jasmani dan
prestasi sekolah
b. Suka memuji diri sendiri
c. Apabila tidak dapat menyelesaikan sesuatu, hal itu
dianggapnya tidak penting
d. Suka membandingkan dirinya dengan anak lain
dalam hal yang menguntungkan dirinya
e. Suka meremehkan orang lain
101
2. Karakteristik pada Masa Kelas Tinggi SD (Kelas 4,5,
dan 6).
a. Perhatianya tertuju pada kehidupan praktis sehari-
hari
b. Ingin tahu, ingin belajar, dan realistis
c. Timbul minat pada pelajaran-pelajaran khusus
d. Anak memandang nilai sebagai ukuran yang tepat
mengenai prestasi belajarnya di sekolah.
Sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Jean
Piagiet, pada usia siswa SD (7-12 tahun) ada pada stadium
operasional konkrit. Oleh karena itu guru harus mampu
merancang pembelajaran yang dapat membangkitkan siswa,
misalnya penggalan waktu belajar tidak terlalu panjang,
peristiwa belajar harus bervariasi, dan yang tidak kalah
pentingnya sajian harus dibuat menarik bagi siswa.
d. Ruang Lingkup Pembelajaran IPS
“Ilmu pengetahuan sosial merupakan integrasi dari berbagai
cabang ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, sejarah, geografi,
ekonomi, politik, hukum, dan budaya” (Trianto, 2010 hlm. 171).
Senada dengan pendapat Trianto dan Wahyudi (2002)
mengungkapkan bahwa “di sekolah dasar ilmu pengetahuan sosial
merupakan paduan dari sejumlah pengetahuan sosial seperti
lingkungan sosial, geografi, ekonomi, pemerintah, dan sejarah”.
102
Pembelajaran IPS di SD mengkaji seperangkat peristiwa, fakta,
konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial.
(Depdiknas, thn. 2006) Berdasarkan dari pendapat para ahli
diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa ilmu pengetahuan
sosial merupakan hasil integrasi dari sejumlah berbagai cabang
ilmu sosial kehidupan yang menelaah dan mengkaji problematika
yang terjadi di masyarakat. Problematika yang terjadi di
masyarakat sebagai isi dari pembelajaran IPS terjadi karena
dipengaruhi oleh globalisasi dan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan komunikasi. Untuk itu pembelajaran
IPS mencakup berbagai aspek kehidupan sebagai penyusunnya.
Adapun penjelasan tentang ruang lingkup pembelajaran IPS
menurut Wahyudi (2002) pembelajaran yang sering muncul
dalam pembelajaran IPS di SD masih diwarnai oleh masalah
umum yang terdapat dalam pendidikan di Indonesia, antara lain:
1. Kurangnya pemahaman terhadap kurikulum IPS terutama
terhadap isi tuntutan garis-garis besar program pengajaran
IPS.
2. Kesenjangan antara waktu yang dialokasikan dengan materi
pelajaran.
3. Penggunaan sarana, prasarana, serta lingkungan sumber
belajar yang kurang berdaya guna dan berhasil guna.
103
4. Latar belakang pendidikan tenaga pengajar yang tidak sesuai
dengan mata pelajaran yanga ada.
5. Kurangnya penguasaan metodologi pengajaran IPS oleh guru
sehingga kadang-kadang IPS dalam pengajarannya di kelas
membuat siswa tidak menyenangi IPS.
6. Cakupan materi yang sering berubah karena perkembangan
situasi.
Mata pelajaran IPS disusun secara sistemats, komprehensif,
dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan
keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat, sehingga siswa
diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang
demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta
damai, (Depdiknas, thn. 2006). Oleh sebab itu diperlukan upaya
kemampuan guru supaya content (isi) dari pembelajaran IPS
dapat tersampaikan kepada siswa dengan baik, sehingga siswa
akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam
pada bidang ilmu tersebut. Disamping itu juga, guru hendaknya
mampu mengkorelasikan berbagai komponen penyusun IPS
tersebut menjadi satu kesatuan utuh yang merupakan bagian dari
ruang lingkup dari pembelajaran IPS agar dapat berjalan baik dan
selaras jika diterapkan dalam proses belajar mengajar terhadap
siswa.
104
Berdasarkan pendapat di atas, peneliti menyimpulkan
bahwa ruang lingkup pembelajaran IPS adalah meliputi manusia,
tempat dan lingkungannya dalam memepersiapkan siswa untuk
melanjutkan studi ke perguruan tinggi yang tujuannya mendidik
warga negara yang baik, serta sasarannya mengarah pada 2 hal
yaitu: Pembinaan warga negara Indonesia atas dasar moral
Pancasila / UUD 1945 dan Sikap sosial yang rasional dalam
kehidupan
Berdasarkan panduan yang ditetapkan oleh Badan Standar
Nasional Pendidikan (BSNP) terkait dengan ruang lingkup bahan
kajian IPS untuk SD/MI kelas IV semester 2, standar kompetensi
dan kompetensi dasar pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS) adalah sebagai berikut.
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
2. Mengenal sumber daya
alam, kegiatan ekonomi, dan
kemajuan teknologi di
lingkungan kabupaten/kota
dan provinsi.
a. Mengenal aktifitas ekonomi yang
berkaitan dengan sumber daya
alaman potensi lain di daerahnya.
b. Mengenal pentingnya koperasi
dalam meningkatkan kesejah-
teraan masyarakat.
c. Mengenal perkembangan
teknologi produksi, komunikasi,
dan transportasi serta pengalaman
105
menggunakannya.
d. Mengenal permasalahan sosial di
daerahnya.
e. Materi Ilmu Pengetahuan Sosial yang Akan Diajarkan dalam Penelitian
Berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar
yang telah disampaikan di atas, pada penelitian ini kompetensi
dasar yang akan digunakan adalah kompetensi dasar 1.1
Membaca peta lingkungan setempat (kabupaten/kota provinsi)
dengan menggunakan skala sederhana, maka indikator
pembelajaran IPS kelas IV semester 2 yang digunakan adalah
sebagai berikut :
Kompetensi Dasar Indikator Pencapaian Kompetensi
2.1 Mengenal aktifitas ekonomi
yang berkaitan dengan potensi
sumber daya alam dan potensi
lain di daerahnya.
1. Menjelaskan pengertian kegiatan
ekonomi penduduk.
2. Mengidentifikasi kegiatan
ekonomi berkembang.
3. Menjelaskan perkembangan
kegiatan ekonomi.
4. Menjelaskan pengertian kegiatan
pemanfaatan sumber daya alam.
5. Mengidentifikasi pemanfaatan
sumber daya alam dalam kegiatan
106
ekonomi.
6. Menjelaskan sumber daya alam
yang dapat di golongkan dalam
jenis usaha.
f. Standar Proses Berdasarkan PP NO. 41 Tahun 2007
Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat identitas
mata pelajaran, standar kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD),
indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar,
alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran,
penilaian hasil belajar, dan sumber belajar. RPP dijabarkan dari
silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam
upaya mencapai KD. Berdasarkan PP No. 41 Tahun 2007
menyatakan sebagai berikut :
1) Silabus
Silabus sebagai acuan pengembangan RPP memuat
identitas mata pelajaran atau tema pelajaran, SK, KD, materi
pelajaran, kegiatan pembelajaran, indicator, pencapaian
kompetensi, penilaian, aoakis waktu dan sumber belajar.
Silabus dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan
Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL), serta
panduan penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidika
107
(KTSP). Dalam pelaksanaannya, pengembangan silabus dapat
dilakukan oelh para guru secara mandiri atau berkelompok
dalam sebuah sekolah/madrasah atau beberapa sekolah,
kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran Pusat Kegiatan
Guru dan Dinas Pendidikan.
6. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
a. Hakikat RPP
Rencana Pembelajaran adalah salah satu patokan guru di dalam
kelas yang sebagaimana dikemukakan Menurut Permendikbud No.
65 Tahun 2013 tentang Standar Proses,
“Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana
kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau
lebih. RPP dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan
kegiatan pembelajaran peserta didik dalam upaya mencapai
Kompetensi Dasar.”
Selanjutnya menurut Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013
Lampiran IV tentang Implementasi Kurikulum Pedoman Umum
Pembelajaran (Kemdikbud, 2013: 37) tahapan pertama dalam
pembelajaran menurut Standar Proses adalah perencanaan
pembelajaran yang diwujudkan dengan kegiatan penyusunan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP adalah rencana
pembelajaran yang dikembangkan secara rinci dari suatu materi
pokok atau tema tertentu yang mengacu pada silabus.
108
“ RPP adalah rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP dikembangkan secara rinci dari suatu materi pokok atau tema tertentu yang mengacu pada silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran siswa dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar (KD).” Kemdikbud (2013, hlm. 9)
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpilkan bahwa
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran itu adalah salah satu acuan
guru atau pegangan guru untuk mengajar. Yang utama guru
membuat RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) agar menjadi
patokan untuk kegiatan belajar mengajar guru, kurikulum menjadi
acuan dalam membuat rencana pelaksaan pembelajaran guru di
dalam kelas.
b. Prinsip-prinsip Pengembangan RPP
Berbagai prinsip dalam menyusun Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran menurut Kemendikbud (2014, hlm. 112)
mengatakan adalah sebagai berikut:
1) RPP disusun guru sebagai terjemahan dari ide kurikulum dan
berdasarkan silabus yang telah dikembangkan pada tingkat
nasional ke dalam bentuk rancangan proses pembelajaran
untuk direalisasikan dalam pembelajaran.
2) RPP dikembangkan guru dengan menyesuaikan apa yag
dinyatakan dalam silabus dengan kondisi pada satuan
pendidikan baik kemampuan awal peserta didik, minat,
109
motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan emosi, maupun
gaya belajar.
3) RPP mendorong partisipasi aktif peserta didik.
4) RPP sesuai dengan tujuan Kurikulum 2013 untuk
menghasilkan peserta didik sebagai manusia yang mandiri dan
tak berhenti belajar, proses pembelajaran dalam RPP dirancang
dengan berpusat pada peserta didik untuk mengembangkan
motivasi, minat, rasa ingin tahu, kreativitas, inisiatif, inspirasi,
kemandirian, semangat belajar, keterampilan belajar, dan
kebiasaan belajar.
5) RPP mengembangkan budaya membaca dan menulis.
6) Proses pembelajaran dalam RPP dirancang untuk
mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam
bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan.
7) RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik
positif, penguatan, pengayaan, remedi, dan umpan balik.
8) RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan
keterpaduan antara KI dan KD, materi pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, penilaian, dan sumber belajar dalam satu
keutuhan pengalaman belajar. RPP disusun dengan
mengakomodasi pembelajaran IPS, keterpaduan lintas
matapelajaran untuk sikap dan keterampilan, dan keragaman
budaya.
110
9) RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi
informasi dan komunikasikan secara terintegrasi, sistematis,
dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
RPP disusun oleh guru sebagai rancangan untuk pembelajaran,
dikembangkan guru dari silabus Rpp juga mendorong partisipasi
siswa dalam belajar , disusun dengan memperhatikan keterkaitan
dan keterpaduan antara KI dan KD, materi pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan
pengalaman belajar.
c. Komponen dan Sistematika RPP
Menurut Permendikbud No 81 A Tahun 2013 Lampiran IV
tentang Implementasi Kurikulum Pedoman Pembelajaran RPP
paling sedikit memuat: (i) tujuan pembelajaran, (ii) materi
pembelajaran, (iii) metode pembelajaran, (iv) sumber belajar, dan
(v) penilaian. (Kemdikbud, 2013, hlm. 38) Komponen-komponen
tersebut secara operasional diwujudkan dalam bentuk format
berikut ini.
111
Langkah-langkah Menyusun RPP
Komponen-komponen RPP:
1) Identitas sekolah yaitu nama satuan pendidikan.
2) Kelas/semester.
3) Materi pokok.
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Satuan Pendidikan : Kelas/Semester : Alokasi Waktu :
A. Kompetensi Inti (KI) B. Kompetensi Dasar dan Indikator
1. -------------------------- (KD pada KI-1) 2. -------------------------- (KD pada KI-2) 3. -------------------------- (KD pada KI-3)
Indikator:--------------------------------4. -------------------------- (KD pada KI-4)
Indikator: -------------------------------
C. Tujuan Pembelajaran D. Materi Pembelajaran (Rincian dari materi pembelajaran) E. Metode Pembelajaran (Rincian dari Kegiatan Pembelajaran)F. Media, Alat, dan Sumber Pembelajaran
1. Media 2. Alat/ Bahan3. Sumber Belajar
G. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran 1. Pertemuan Kesatu:
a. Pendahuluan (….menit) b. Inti (…menit)c. Penutup (….. menit)
2. Pertemuan Kedua:a. Pendahuluanb. Inti (…menit)c. Penutup (…..menit)
H. Penilaian1. Jenis/ Teknik Penilaian2. Bentuk Instrumen dan Instrumen3. Pedoman Penskoran
KD-1 dan KD-2 dari KI1 dan KI2 tidak harus dikembangkan dalam indikator karena keduanya dicapai melalui proses pembelajaran yang tidak langsung. Indikator dikembangkan hanya untuk KD-3 dan KD-4 yang dicapai melalui proses pembelajaran langsung.
112
1) Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluanuntuk
pencapaian KD dan beban belajar dengan mempertimbangkan
jumlah jam pelajaran yang tersedia dalam silabus dan KD yang
harus dicapai.
2) Kompetensi Inti (KI), merupakan gambaran secara kategorial
mengenai kompetensi dalam aspek sikap, pengetahuan, dan
keterampilan yang harus dipelajari siswa untuk suatu jenjang
sekolah, kelas, dan matapelajaran.
3) Kompetensi Dasar dan Indikator pencapaian kompetensi.
a. Kompetensi Dasar; merupakan kemampuan spesifik yang
mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang terkait
muatan pelajaran;
b. Indikator pencapaian merupakan penanda pencapaian
kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan perilaku yang
dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan.
c. Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik siswa,
satuan pendidikan, dan potensi daerah. Indikator digunakan
sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian. Dalam
merumuskan indikator perlu memperhatikan beberapa hal di
bawah ini.
113
1. Keseluruhan indikator memenuhi tuntutan kompetensi
yang tertuang dalam kata kerja yang digunakan dalam
KI-KD.
2. Indikator dimulai dari tingkatan berpikir mudah ke sukar,
sederhana ke kompleks, dekat ke jauh, dan dari konkrit
ke abstrak (bukan sebaliknya).
3. Indikator harus mencapai tingkat kompetensi minimal
KD dan dapat dikembangkan melebihi kompetensi
minimal sesuai dengan potensi dan kebutuhan siswa.
4. Indikator harus menggunakan kata kerja operasional
yang sesuai.
4) Tujuan pembelajaran yang dirumuskan berdasarkan KD, dengan
menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan
diukur, yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Tujuan dapat diorganisasikan mencakup seluruh KD atau
diorganisasikan setiap pertemuan. Tujuan pembelajaran yang
dinyatakan dengan baik mulai dengan menyebut Audiencepeserta
didik untuk siapa tujuan itu dimaksudkan. Tujuan itu kemudian
mencantumkan Behavior atau kemampuan yang harus
didemonstarsikan dan Condition seperti apa perilaku atau
kemampuan yang akan diamati. Akhirnya, tujuan itu
mencantumkan Degree keterampilan baru itu harus dicapai dan
114
diukur, yaitu dengan standar seperti apa kemampuan itu dapat
dinilai.
5) Materi pembelajaran adalah rincian dari materi pokok yang
memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan
ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator
ketercapaian kompetensi.
6) Metode pembelajaran merupakan rincian dari kegiatan
pembelajaran, digunakan oleh pendidik untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
mencapai KD yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik
dan KD yang akan dicapai.
7) Media, Alat dan Sumber Pembelajaran
a. Media pembelajaran, berupa alat bantu proses pembelajaran
untuk menyampaikan materi pelajaran.
b. Alat pembelajaran adalah alat bantu pembelajaran yang
memudahkan memberikan pengertian kepada siswa.
c. Sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan
elektronik, alam sekitar, atau sumber belajar lain yang
relevan.
8) Langkah –langkah Kegiatan Pembelajaran, mencakup:
a. Pertemuan pertama, berisi pendahuluan; kegiatan Inti, dan
penutup.
115
b. Pertemuan kedua, berisi pendahuluan, kegiatan inti, dan
penutup.
9) Penilaian
a. Berisi jenis/teknik penilaian.
b. Bentuk instrumen.
c. Pedoman perskoran.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang akan digunakan
pada saat Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dilapangan Terlampir.
B. Analisis dan Pengembangan Materi Pelajaran yang Diteliti
1. Keluasan dan Kedalaman Materi
Keluasan dan kedalaman materi Pemanfaatan Sumber Daya Alam
Dalam Kegiatan Ekonomi yaitu :
1) Siswa dapat mengindentifikasi jenis-jenis sumber daya alam didaerah
sekitar dan pesebaran.
2) Siswa dapat menjelaskan manfaat sumber daya alam.
3) Siswa dapat menjelaskan perlunya menjaga kelestarian sumber daya
alam.
4) Siswa dapat mengamati dan memahami bahwa hubungan sumber daya
alam dengan kegiatan ekonomi penduduk.
2. Karateristik Materi IPS
Karateristik tentang materi Pemanfaatan Sumber Daya Alam dalam
Kegiatan Ekonomi yaitu :
116
1) mengindentifikasi jenis-jenis sumber daya alam didaerah sekitar dan
pesebaran.
2) Menjelaskan manfaat sumber daya alam
3) menjelaskan perlunya menjaga kelestarian sumberdaya alam.
4) mengamati dan memahami bahwa hubungan sumber daya alam
dengan kegiatan ekonomi penduduk.
3. Bahan dan Media
a. Bahan Ajar
1. Angket
Angket adalah teknik pengumpulan data dengan cara
mengajukan pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula
oleh responden. Angket merupakan sebuah pertanyaan-pertanyaan
yang tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari
responden tentang diri pribadi atau hal-hal yang ia ketahui.
2. Lembar Kerja Siswa
Lembar kerja siswa adalah lembaran-lembaran yang
digunakan sebagai pedoman di dalam pembelajaran serta berisi
tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik dalam kajian
tertentu.
b. Media
1. Media gambar jenis – jenis sumber daya alam
2. Media video tentang sumber daya alam
117
c. Strategi Pembelajaran
Strategi Pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Pembelajaran strategi belajar berbasis masalah (PBM) juga
harus dilakukan dengan tahap-tahap tertentu. Menurut Forganty dalam
Septiana, tahap-tahap strategi belajar berbasis masalah yaitu: (1)
Menemukan masalah, (2) Mendefinisikan masalah, (3)
Mengumpulkan fakta, (4) Menyusun hipotesis (dugaan sementara), (5)
Melakukan penyelidikan, (6) Menyempurnakan permasalahan yang
telah didefinisikan, (7) Menyimpulkan alternatif pemecahan secara
kolaboratif, dan (8) Melakukan pengujian hasil (solusi) pemecahan
masalah. (Forganty dalam Septiana 2013, hlm. 32)
Jadi dapat disimpulkan bahwa PBM digunakan tergantung dari
tujuan yang ingin dicapai apakah berkaitan dengan penguasaan isi
pengetahuan yang bersifat multi disipliner, penguasaan keterampilan
proses, belajar keterampilan pemecahan masalah, belajar kolaboratif
dan belajar keterampilan hidup yang lebih luas.
d. Sistem Evaluasi
Sistem evaluasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Problem Based Learning memiliki Evaluasi dalam proses
pembelajarannya Menurut Nursalam dan Ferry dalam Sitiatava (2013,
hlm. 81), tidak selamanya proses belajar model PBL berjalan secara
lancar. Ada beberapa hambatan yang dapat muncul. Hambatan yang
sering terjadi adalah kurang terbiasanya siswa dan guru dengan model
118
ini. Faktor penghambat lainnya adalah kurangnya waktu. Proses PBL
terkadang membutuhkan waktu yang lebih banyak.
Pembelajaran yang berorientasi pada proses, terdapat dua
komponem pokok yang perlu diperhatikan dalam proses evaluasi,
yakni: (1) Pengetahuan yang diperoleh siswa ( siswa diharapkan
mendapatkan pengetahuan lebih setelah melalui proses belajar), (2)
Proses belajar yang dilakukan oleh siswa (siswa diharapkan
menggunakan pendekatan belajar deep learning, yaitu melakukan
proses belajar yang aktif, mandiri, dan tanggung jawab). (Sitiatava
2013, hlm. 81)
Jadi, kesimpulannya guru bisa memberikan umpan balik atau
menggunakan prosedur penilaian formatif dan surmatif sesuai dengan
aturan penilaian dari sekolah. Hal ini juga membantu dalam
mempertimbangkan penilaian kelompok secara keseluruhan. Dalam
hal itu, kelompok didorong untuk merefleksikan penampilan dalam
PBL, termasuk proses, keterampilan komunikasi, menghargai teman,
dan kontribusi individu.
e. Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar
Model pembelajaran problem based learning adalah model
pembelajaran dengan pendekatan yang berpusat pada siswa (student
centered approach), di mana siswa belajar bersama di dalam
kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 6 hingga 10 orang, untuk
memecahkan suatu masalah tertentu yang menjadi fokus belajar
119
kelompok. Selain itu, telah disebutkan juga bahwa pada model PBL
ini guru berperan sebagai fasilitator yang mensupport kegiatan
pembelajaran siswanya, dan bukan sebagai pemberi materi. Ada
prinsip konstruktivisme yang harus dipegang guru dalam
melaksanakan proses pembelajaran dengan mengimplementasikan
model pembelajaran PBL ini.
Bahwa dalam model PBL, masalah yang dicoba untuk dipecahkan
oleh siswa bersama kelompoknya tersebut akan menstimulasi siswa
untuk belajar secara mandiri secara langsung (self-directed learning)
secara aktif melalui kegiatan fisik (hands on) dan akan memicu
pemikiran mereka (minds on). Melalui proses pembelajaran yang
demikianlah maka proses belajar pada diri setiap siswa diharapkan
akan terjadi. Mereka belajar berbasis kebutuhan untuk memperoleh
pengetahuan atau keterampilan yang diperlukan dalam memecahkan
masalah.
Sebagai fasilitator, guru harus berupaya mengubah gaya
mengajarnya yang mungkin masih terbawa gaya mengajar dengan
metode konvensional-tradisional. Permasalahan yang masih dialami
oleh banyak guru adalah di mana guru lebih banyak
mempresentasikan materi ajar ketimbang memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mencari dan membangun sendiri pengetahuannya
tentang materi ajar tersebut melalui pemecahan masalah yang mereka
upayakan dalam implementasi model pembelajaran PBL ini. Untuk
120
menghindari hal semacam ini, latihan dan pemahaman yang baik
tentang model PBL (problem based learning model) ini memang
menjadi syarat.
f. Implementasi Model PBL (Model Problem Based Learning)
1. Pusat Pembelajaran adalah Pada Siswa (Student Centered)
Guru harus selalu ingat posisinya. Guru adalah fasilitator yang
bertugas mensupport kegiatan pemecahan masalah yang
dilakukan siswa. Guru bukanlah pemberi solusi dari permasalahan
tersebut. Jadi, apapun yang dilakukan di kelas oleh guru, semata-
mata adalah untuk tujuan membantu pembelajaran atau proses
belajar siswa. Ketika pusat pembelajaran di kelas adalah siswa,
maka akan terlihat bahwa segala aktivitas belajar jelas-jelas
nampak pada siswa.
2. Arahkan Pertanyaan-Pertanyaan
Pada saat proses pembelajaran di kelas di mana guru
menerapkan model problem based learning, maka guru harus
mengarahkan siswa melalui pertanyaan-pertanyaan, bukan
penjelasan. Pertanyaan-pertanyaan dari guru, ataupun pertanyaan-
pertanyaan dari siswa akan mengarahkan kegiatan pembelajaran
siswa untuk menemukan informasi baru. Pertanyaan-pertanyaan
siswa tidak dijawab oleh guru, tetapi akan diarahkan sedemikian
rupa sehingga siswa berusaha mencari tahu tentang jawaban
pertanyaan itu, yang akan bernilai penting apabila jawaban-
jawaban atas pertanyaan itu nantinya akan membantu mereka
121
menemukan solusi untuk masalah yang disajikan. Melalui
pertanyaan-pertanyaan inilah siswa akan dimotivasi untuk
mempelajari pengetahuan baru.
3. Fasilitasi Siswa Melakukan Penyelidikan untuk
Menyelesaikan Masalah
Ketika siswa atau kelompok siswa dihadapkan pada suatu
masalah, mereka akan membutuhkan penyelidikan untuk
menyelesaikannya. Penyelidikan ini dimaksudkan untuk
mengumpulkan informasi yang mereka perlukan. Pada saat inilah
mereka sebenarnya sedang membangun pengetahuannya. Mereka
dapat menelusuri beragam bahan bacaan yang telah disediakan
melalui fasilitasi guru. Mereka dapat melakukan percobaan-
percobaan dan merancangnya sendiri sesuai dengan tujuan
mereka. Guru harus memfasilitasi keberlangsungan kegiatan
penting dalam model problem based learning ini.
4. Berikan Otonomi pada Siswa
Ketika kelompok siswa atau siswa telah mampu berinisiatif
untuk melakukan penyelidikan, mempelajari sesuatu yang mereka
rasa akan dibutuhkan untuk penyelesaian masalah, maka guru
harus memberikan otonomi kepada siswa. Guru memberikan
kebebasan cara-cara apa yang akan siswa tempuh untuk
memecahkan masalah, tetapi tentu tetap dengan pengarahan agar
122
penyelesaian masalah yang dilakukan akan lebih efektif.
Memberikan otonomi kepada siswa diharapkan akan
menumbuhkan motivasi intrinsik di dalam diri mereka untuk
belajar berdasarkan kebutuhan mereka. Ini akan membentuk
siswa menjadi pmebelajar yang mandiri.