BAB II Halaman.doc

20
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Landasan Teori II.1.1. Pengertian Kehamilan Kehamilan adalah suatu peristiwa pertemuan antara ovum dan sperma yang kemudian berkembang menjadi fetus (Sherwood, 2001). Menurut perkumpulan obstetri ginekologi internasional, kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau pembuahan antara spermatozoa dengan ovum yang kemudian terjadi nidasi. Sejak fertilisasi sampai bayi lahir, berlangsung selama 40 minggu. Pada kehamilan normal lamanya waktu kehamilan dibagi menjadi tiga tahap atau trimester, trimester pertama berlangsung dalam 12 minggu, trimester kedua 15 minggu (minggu ke- 13 sampai ke- 27), sedang trimester ketiga 13 minggu (minggu ke- 28 sampai ke- 40) (Sarwono, 2009). Bila seorang wanita mengalami kehamilan secara alamiah akan terjadi perubahan fisiologis dan psikologis yang jelas. Persepsi mereka mengenai kehamilan berbeda, apakah kehamilan tersebut direncanakan atau tidak, bagaimana komunikasi antar pasangan suami istri tersebut, 4

Transcript of BAB II Halaman.doc

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

II.1.Landasan Teori

II.1.1.Pengertian Kehamilan

Kehamilan adalah suatu peristiwa pertemuan antara ovum dan sperma yang kemudian berkembang menjadi fetus (Sherwood, 2001). Menurut perkumpulan obstetri ginekologi internasional, kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau pembuahan antara spermatozoa dengan ovum yang kemudian terjadi nidasi. Sejak fertilisasi sampai bayi lahir, berlangsung selama 40 minggu. Pada kehamilan normal lamanya waktu kehamilan dibagi menjadi tiga tahap atau trimester, trimester pertama berlangsung dalam 12 minggu, trimester kedua 15 minggu (minggu ke- 13 sampai ke- 27), sedang trimester ketiga 13 minggu (minggu ke- 28 sampai ke- 40) (Sarwono, 2009).Bila seorang wanita mengalami kehamilan secara alamiah akan terjadi perubahan fisiologis dan psikologis yang jelas. Persepsi mereka mengenai kehamilan berbeda, apakah kehamilan tersebut direncanakan atau tidak, bagaimana komunikasi antar pasangan suami istri tersebut, apakah wanita itu menikah atau tidak, faktor usia atau perbedaan usia antara suami istri juga ikut berperan terhadap kehamilan, latar belakang kehidupan suami dan istri, persepsi terhadap dirinya sendiri, serta reaksi terhadap dirinya sebagai calon ibu. Selain itu, suami atau calon ayah bisa pula mengalami perubahan psikologi terhadap istri yang mengalami kehamilan (Kaplan, 2010).II.1.2.Perkembangan masa kehamilanII.1.2.1. Plasenta, Hormon-Hormon Plasenta dan Perubahan hormon lainnya yang terjadi pada masa kehamilanSherwood (2001) mengatakan bahwa plasenta adalah organ pertukaran darah antara ibu dan janin, menghasilkan hormon peptida dan steroid esensial untuk memelihara kehamilan. Hormon-hormon yang disekresikan oleh plasenta dan hormon lainnya selama masa kehamilan adalah:

1.Hormon chorionic gonadotropin (HCG)

Suatu hormon peptida yang memperpanjang lama kehidupan korpus luteum. Berfungsi untuk merangsang dan mempertahankan korpus luteum agar tidak berdegenerasi. Human chorionic gonadotropin dikeluarkan dari tubuh melalui urin, dan menjadi uji diagnosis kehamilan yang dapat dideteksi bila terlambat haid dua minggu (Sherwood, 2001).

Tanda klinis awal kehamilan adalah morning sickness, yaitu mual muntah yang terjadi pagi hari. Gangguan ini biasanya timbul segera setelah implantasi dan bersamaan dengan saat produksi HCG mencapai puncaknya (Sherwood, 2001).2.Hormon Estrogen

Fungsi estrogen adalah merangsang pertumbuhan miometrium, dan meningkatkan kekuatan uterus dalam melakukan persalinan serta membantu mempersiapkan kelenjar mamae untuk laktasi (Sherwood, 2001).3.Hormon ProgesteronPlasenta dapat mensintesis hormon ini segera setelah implantasi. Fungsi hormon ini adalah menekan kontraksi uterus, 4.Human chorionic somatomammotropinNama lain dari hormon ini adalah laktogen plasenta (HPL) karena bioaktivitasnya mirip hormon pertumbuhan serta laktogenik yang kuat (Cunningham, 2006).

5.Hormon KortisolPada masa kehamilan terjadi peningkatan hormon kortisol, yang meningkat seiring dengan bertambahnya usia kehamilan. Fungsinya berhubungan dengan relaksasi otot polos (miometrium maupun pembuluh darah), imunosupresi dan merangsang pembentukan prostaglandin plasenta (Prawirohardjo, 2009).6.Hormon Oksitosin

Fungsi dari hormon ini adalah merangsang kontraksi otot polos uterus untuk membantu proses persalinan, selain itu untuk meningkatkan produksi susu dari kelenjar mamae selama masa menyusui (Sherwood, 2001).

7.Hormon Prolaktin

Meningkatkan pertumbuhan payudara dan meningkatkan produksi air susu ibu pada masa kehamilan dan persalinan (Sherwood,2001).II.1.3.Perubahan fisik pada ibu hamil

Pada proses kehamilan terjadi perubahan fisik yang harus dihadapi oleh ibu hamil, yaitu: hiperpigmentasi kulit pada bagian tubuh (wajah, pipi, hidung, dan areola mamae), striae gravidarum (garis pada kulit), stria albikan (putih), stria livida (biru), linea nigra (garis kehitaman yang memanjang di tengah atas pusat pada daerah suprasimpisis). Kulit lebih berminyak, berjerawat atau kering. Perubahan payudara yang terlihat membesar, tegang dan sakit, hiperpigmentasi pada areola mamae dan puting susu, mulai mengeluarkan cairan pada usia kehamilan 16 minggu. Perut semakin membesar dengan semakin tuanya usia kehamilan, kulit perut meregang dan pusar menonjol keluar. Kadang-kadang terjadi edema pada tungkai, lengan, wajah dan varises pada tungkai, sikap tubuh menjadi lordosis karena perut membesar. Kadang timbul keluhan pusing pada kepala. Begitu pula terjadi perubahan pola defekasi dan kadang mengalami hemoroid (Siswosuharjo, 2008). II.1.4.Psikologi KehamilanBagi seorang wanita kehamilan merupakan suatu ekspresi diri bahwa ia mampu mengandung seorang bayi, serta nilai diri sebagai seorang wanita semakin jelas. Diakui pada saat hamil ada beberapa ibu memiliki pengalaman tersendiri yang memuaskan untuk kebutuhan narsistiknya, sehingga pikiran-pikiran negatif yang terjadi dapat dihindari (Kaplan, 2010).

Sikap negatif terhadap kehamilan sering dikaitkan dengan perasaan ketakutan saat melahirkan atau mengalami kegagalan di dalam peranan sebagai ibu. Ada pula pada beberapa wanita memandang kehamilan sebagai suatu cara menghilangkan keragu-raguan akan dirinya dengan meyakinkan dirinya bahwa ia seorang wanita yang mampu mengandung bayi menjadi harapan dalam pernikahannya (Kaplan, 2010).

Keadaan dan perubahan psikologis pada pada wanita hamil, dikenal ada beberapa teori antara lain (Sujianti dkk, 2012):1. Teori Reva Rubin

Menurut Rubin untuk mencapai peran sebagai seorang ibu, dibutuhkan proses pembelajaran melalui aktivitas berupa latihan. Di dalam proses tersebut seorang wanita harus mampu beradaptasi dengan perubahan yang dialaminya. Reaksi umum yang terjadi pada kehamilan

a.Trimester I : Perasaan yang ambivalen, ketakutan, khawatir

b.Trimester II: Perasaan menjadi lebih nyaman, tampak narsistik,

tertutup, kadang egoisme c. Trimester III: Kadang timbul perasaan aneh, sembrono, tidak memikirkan untuk berhias diri2. Teori Ramona T. Mercer

Mercer lebih terfokus terhadap sikap pola asuh sebagai ibu. Jika seorang ibu mengalami stres saat antepartum yang berdampak pada kehamilan akibat pengalaman negatif dalam kehidupannya. Selain itu, Mercer juga memberikan tiga cara yang saling berhubungan, yaitu peran individu, peran timbal balik dan peran keluarga.

Ada beberapa faktor yang berperan dalam pemberian dukungan selama kehamilan serta meningkatkan rasa percaya diri, yaitu: hubungan interpersonal, peran keluarga, dukungan sosial, rasa percaya diri, penguasaan rasa takut akan keraguan.Peran seorang ibu menjadi dekat dengan bayinya ketika ia membutuhkan dukungan orangtua dan keluarga untuk dapat mengekspresikan kepuasan dirinya serta penghargaan peran. Mercer juga menjelaskan bahwa stres yang disebabkan kehamilan dapat berdampak terhadap penilaian diri, penghargaan diri, status kesehatan, serta dukungan sosial yang berkaitan dengan fungsi keluarga (Sujianti dkk, 2012). II.1.5.Kehamilan dan Pernikahan

Kehamilan merupakan krisis pematangan yang dapat menimbulkan stres. Namun, jika krisis tersebut dapat diatasi, maka wanita siap memasuki fase baru, yaitu mengemban tanggung jawab dan merawat kehamilan. Konsep diri sebagian wanita yang berkembang menjadi ibu dan orang tua. Bahwa tidak mudah menjadi orangtua yang mengubah keegoisan diri sendiri dengan kebebasan, menjadi suatu komitmen bertanggung jawab terhadap janin yang ada dalam kandungannya (Kaplan, 2010).

Kaplan (2010) menyatakan bahwa perkembangan ini membutuhkan tugas perkembangan yang pasti dan tuntas. Sejak menerima kehamilan, mengidentifikasi kehamilan sebagai ibu, membangun kembali hubungan dengan suami, serta bayi yang dikandung untuk mempersiapkan kelahiran buah hatinya. Dukungan suami secara emosional merupakan faktor penting juga bagi ibu dan janin. Suami atau ayah calon bayi yang dikandung juga berpengaruh terhadap kehamilan ibu. Jika seorang wanita memiliki hubungan harmonis dengan suaminya, maka psikologi yang dialami ibu dan janin berkembang sesuai kebutuhan umur kehamilan, yaitu perasaan dicintai dan value atau nilai diri bahwa ia mampu mengandung atau hamil.

Kehidupan suami istri atau calon ayah dan ibu, akan mengalami penyesuaian baik dalam hubungan dengan teman-teman, sanak saudara dan tanggung jawab barunya dalam mengasuh bayi yang baru lahir. Ada persepsi yang menyatakan bahwa seorang ayah mungkin merasa bersalah dengan perasaan yang dialami istrinya selama kehamilan dan persalinan, serta perasaan cemburu atau iri mengenai pengalaman hamil yang dialami istri (Kaplan, 2010).

Respons pasangan yaitu seorang pria yang menikah adalah positif. Terutama dalam memberi reaksi dari rasa bangga mampu menyebabkan seorang wanita hingga hamil sampai perasaan takut akan tanggung jawab yang semakin meningkat dengan kehadiran bayi tersebut (Kaplan, 2010).II.1.6.Gangguan Cemas

Gangguan cemas merupakan respons terhadap suatu ancaman yang sumbernya tidak diketahui, baik internal, maupun eksternal (Kaplan, 2010). Gangguan cemas merupakan ketegangan, rasa tak aman dan kekhawatiran yang berlebihan dan dirasakan sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan, tetapi sumbernya tidak diketahui dan manifestasi kecemasan dapat berdampak terhadap perubahan somatik dan psikologik (Maramis, 2005).

Menurut Miraz (2010) gangguan cemas merupakan keadaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan yang disertai dengan keluhan somatik yang diperlihatkan sebagai hiperaktivitas sistem saraf otonom. II.1.7.Gangguan cemas dan kehamilan

Pada seorang ibu yang baru pertama kali hamil, kebanyakan ibu akan mengalami cemas karena proses penyesuaian yang wajar terhadap perubahan fisik dan psikologis. Proses penyesuaian ini akibat perubahan hormon yang akan mempermudah janin untuk tumbuh dan kembang sampai saatnya keluar dari rahim ibu (Kushartanti dkk, 2004).

Menurut Arthur dan Coleman bahwa tingkat kecemasan dalam menghadapi persalinan pada seorang ibu hamil untuk pertama kali lebih tinggi dibanding ibu yang hamil kedua kalinya. Menghadapi kelahiran bayi pada ibu hamil yang kedua atau lebih, kecemasan yang terjadi tidak seperti yang pertama karena pengalaman yang pernah dialami sebelumnya (1980 cit. Kurniawati dkk, 2007). Burger, dkk menyatakan bahwa kecemasan ini semakin meningkat ketika ibu hamil pertama kali mengetahui bahwa kehamilan ini disertai kelainan bawaan, risiko tinggi persalinan serta komplikasi kehamilan yang bisa terjadi tanpa prediksi awal. Kondisi tersebut akan memperburuk bayi untuk menderita depresi atau sebagainya (1993 cit. Jayalangkara, 2005). Kalra et al (2005) mengungkapkan bahwa masa kehamilan dan pasca persalinan kadang memudahkan untuk timbulnya gangguan jiwa seperti gangguan cemas maupun gangguan mood. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sunter-Dallay AL et al (2004) bahwa wanita yang merasakan cemas saat hamil mempunyai risiko terjadinya gangguan depresi.II.I.8.Antenatal depressionDepresi yang dimulai pada saat kehamilan adalah antenatal depresi. Antenatal depresi bisa terjadi sewaktu-waktu pada saat kehamilan. Ini adalah perkiraan bahwa 1 dari 7 wanita yang hamil akan merasakan gejala dari depressi pada saat hamil. Meskipun banyaknya kasus yang terjadi, beberapa gejala dari antenatal depresi bisa menjadi terabaikan. Pada awalnya sulit untuk membedakan dari perubahan yang normal dihubungkan dengan masa kehamilan karena wanita hamil dan keluarganya menganggap akibat perubahan hormon pada saat hamil dan cenderung mengabaikan perubahan yang terjadi. Biasanya wanita hamil atau keluarga akan mengeluhkan ke tenaga medis jika sudah sangat mengganggu fungsi normal kegiatan sehari-hari.

Ada beberapa jenis penyebab dan faktor risiko dari antenatal depressi, yaitu : 1. Mempunyai riwayat depressi, gangguan bipolar, psikosisatau gangguan mental dan jiwa lainnya 2. Kurangnya dukungan sosial 3. Mempunyai riwayat kekerasan fisik, seksual dan emosional 4. Keguguran 5. Kehamilan yang tidak direncanakan dan tidak diinginkan 6. Tipe kepribadian seperti pencemas atau menyendiri meningkatkan kerentanan terjadinya depressi antenatal 7. Perubahan hormon 8. Ambivalen tentang kehamilan.

Gejala dirasakan oleh wanita dengan antenatal depressi bervariasi, diantaranya : 1. Gejala fisik terdapat gangguan tidur (insomnia, tidur berlebihan, bangun tidur terlalu pagi), perubahan pola makan (tidak makan, makan berlebihan), kehilangan energi, kelelahan, sakit kepala. 2. Gejala psikologi antara lain perasaan sedih dan putus asa berlebihan, hilang ketertarikan atau kesenangan melakukan kegiatan, yang normalnya merasa menikmati, rasa bersalah, marah, kebencian, malu dan sensitif, kecemasan yang berlebihan, hilang rasa percaya diri, sedih, mudah tersinggung, mudah menangis, pernah berfikir bunuh diri.

II.I.9.Usia

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasioanl (BKKBN) (2007) terdapat kelompok usia berisiko hamil, yaitu terlalu muda < 20 tahun dan terlalu tua > 35 tahun. Jika usia terlalu muda risiko yang bisa terjadi, yaitu: kondisi rahim dan panggul belum berkembang optimal sehingga mengakibatkan kesakitan dan kematian ibu dan bayinya, perkembangan dan pertumbuhan fisik ibu terhambat. Sedang secara mental, usia muda belum siap menghadapi perubahan yang terjadi selama kehamilan, belum siap menjalankan peran sebagai seorang ibu, belum siap menghadapi masalah-masalah berumah tangga dan sebagainya.Pada usia > 35 tahun, risiko kehamilan terdapat juga baik fisik maupun mental. Diusia tersebut kondisi kesehatan sudah mulai menurun, fungsi rahim menurun, komplikasi medis meningkat pada kehamilan dan persalinan berhubungan dengan penyakit degeneratif, hipertensi, diabetes mellitus gestasional.

Menurut Detiana (2010) bila komplikasi terjadi pada kehamilan pertama ibu usia > 35 tahun maka kecenderungan untuk dilakukan sectiocesarea. Jadi usia paling ideal untuk wanita hamil, antara 20-35 tahun sebab pada usia tersebut kondisi fisik dalam keadaan optimal dan perkembangan organ reproduksi sudah berkembang sempurna. II.1.10. Tingkat PendidikanTingkat pendidikan seseorang berpengaruh dalam memberikan respons terhadap rangsang yang datang dari luar. Tingkat pendidikan seseorang yang rendah dapat mempengaruhi pengetahuan mengenai kesehatan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka pengetahuan mengenai kesehatanpun semakin tinggi antara lain mereka menyadari apa yang harus dilakukan sedini mungkin dalam mencegah terjadinya penyakit lebih jauh (Notoatmodjo, 2012). Selain itu, pemikiran mereka secara rasional untuk bisa menahan emosi dengan baik agar kecemasan dapat berkurang (Astria dkk, 2009). Kecemasan pada ibu hamil dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin banyak pengetahuan yang dimiliki tentang proses yang dialami selama kehamilan. Ibu hamil yang mempunyai pengetahuan tentang kehamilan dengan baik memungkinkan dirinya mengantisipasi diri dalam menghadapi kecemasan selama hamil (Budi, 2007). II.1.11. Lama Pernikahan

Menurut Duval dan Miller, pernikahan merupakan suatu yang legal dan sah dalam hubungan seksual antara pria dan wanita, untuk memberi keturunan (1985 cit. Aisah 2011). Sedang menurut Indra dkk (2004) pernikahan merupakan sarana sah dalam membangun rumah tangga dengan melahirkan keturunan, sesuai fitrah manusia. Menurut Atwater ada beberapa hal yang menjadi tujuan utama seseorang untuk menikah, antara lain sebagai kebutuhan secara fisiologis untuk mendapatkan keturunan dan memenuhi kebutuhan seksual, pemenuhan kebutuhan ekonomis dalam memperoleh keamanan finansial, memenuhi kebutuhan psikologis untuk memperoleh keintiman, kasih sayang, dukungan dari pasangan hidup, saling menghargai serta saling melengkapi kehidupan (1983 cit. Aisah, 2011).Menurut Taher (2007) sekitar 85% pasangan yang sudah menikah selama satu setengah tahun memiliki keturunan. Jadi 15% pasangan yang sudah menikah selama satu setengah tahun belum memiliki buah hati. Widarjono (2007) mengatakan bahwa pernikahan tanpa kehadiran anak seringkali memicu persoalan tersendiri. Sehingga kehadiran seorang anak mendukung suami istri untuk memiliki keterikatan dan tanggung jawab dalam membesarkan, merawat dan mencintai buah hati dan juga dalam mempertahankan serta menghargai kebersamaan. Jadi kehadiran anak secara tidak langsung akan semakin mendekatkan pasangan suami istri.

Desmita (2005) mengatakan semakin lama usia pernikahan berarti usia wanita pun semakin bertambah. Sehingga tingkat kesuburan pria dan wanita semakin menurun pula. Menurut Alam dan Hadibroto (2007) pada kelompok yang paling subur, sekitar 90% adalah usia 20-29 tahun. Kemudian usia 30-34 tahun angka ketidaksuburan naik menjadi 14%, dan pada usia 35-39 tahun meningkat lagi menjadi 20%, pada akhirnya usia 40-44 tahun menjadi 25%. Akibatnya kesempatan memperoleh keturunan semakin kecil.

Kecemasan yang terjadi pada pasangan menikah yang belum memiliki keturunan semakin meningkat (Aisah, 2011). Masalahpun semakin banyak seperti keguguran, kehamilan di luar rahim dan kelainan plasenta yang membuat janin sulit bertahan hidup. II.1.12. Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS)

Hamilton Anxiety Rating Scale merupakan salah satu dari alat ukur (instrumen) yang dipakai untuk mengetahui sejauh mana tingkat kecemasan seseorang. Skala kecemasan pada alat ukur ini terdiri dari 14 kelompok gejala, masing-masing kelompok akan diuraikan dengan gejala-gejala yang lebih spesifik. Masing-masing gejala diberi penilaian angka (score) antara 0 (tidak ada gejala) sampai 4 (gejala berat sekali).

Pemakaian dan penilaian alat ukur ini dilakukan oleh dokter (psikiater) atau orang yang telah dilatih untuk menggunakan melalui teknik wawancara langsung.

Cara pengisian kuesioner ini dengan memberi tanda silang (x) pada masing-masing gejala spesifik dari 14 kelompok. Sesuai dengan angka penilaian 0 - 4. Score dari 14 kelompok gejala tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat kecemasan seseorang, yaitu: 14= tidak ada kecemasan, 14-20= kecemasan ringan, 21-27= kecemasan sedang, 28-41= kecemasan berat, 42-56= kecemasan berat sekali (Hawari, 2011).II.2.Kerangka Teori

Bagan 1. Kerangka TeoriII.3.Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian yaitu diagram sederhana yang menunjukkan variabel dan hubungan antarvariabel (Dahlan, 2010).

Bagan 2. Kerangka KonsepII.4.Hipotesis

Hipotesis adalah pernyataan sebagai jawaban sementara atas pertanyaan penelitian, yang harus diuji validitasnya secara empiris (Sastroasmoro, 2011 ).

H1:Usia mempengaruhi terjadinya gangguan cemas pada ibu primigravida

H2:Tingkat pendidikan mempengaruhi terjadinya gangguan cemas pada ibu primigravidaH3:Lama pernikahan mempengaruhi terjadinya gangguan cemas pada ibu primigravidaIbu

Usia

Kondisi Kesehatan

Tingkat Pendidikan

Gangguan Cemas

Pasangan

Dukungan

Lama Pernikahan

Status Pernikahan

Usia

Lama Pernikahan

Gangguan Cemas

Kehamilan Pertama

Tingkat Pendidikan

15