Bab II Gambaran Umum Kondisi Daerah Ukuran a5

132
RPJMD KOTA SURABAYA TAHUN 2010 - 2015 II - 1 BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN DEMOGRAFIS II.1.1. KARAKTERISTIK LOKASI DAN WILAYAH Kota Surabaya sebagai ibukota Provinsi Jawa Timur terletak di tepi pantai utara Provinsi Jawa Timur atau tepatnya berada diantara 7° 9'- 7° 21' Lintang Selatan dan 112° 36' - 112° 54' Bujur Timur. Wilayahnya berbatasan dengan Selat Madura di sebelah Utara dan Timur, Kabupaten Sidoarjo di sebelah Selatan dan Kabupaten Gresik di sebelah Barat. Secara topografi, sebagian besar (25.919,04 Ha) merupakan dataran rendah dengan ketinggian 3 - 6 meter di atas permukaan laut pada kemiringan kurang dari 3 persen, sebagian lagi pada sebelah barat (12,77 persen) dan sebelah selatan (6,52 persen) merupakan daerah perbukitan landai dengan ketinggian 25 - 50 meter di atas permukaan laut dan pada kemiringan 5 – 15 persen. Jenis batuan yang ada terdiri dari 4 jenis yang pada dasarnya merupakan tanah liat atau unit-unit pasir. Sedangkan jenis tanah, sebagian besar berupa tanah alluvial, selebihnya tanah dengan kadar kapur yang tinggi (daerah perbukitan). Sebagaimana daerah tropis lainnya, Surabaya mengenal 2 musim yaitu musim hujan dan kemarau. Curah hujan rata-rata 172 mm, dengan temperatur berkisar maksimum 30° C dan minimum 25° C. Secara geografis, Kota Surabaya terletak di hilir sebuah Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas yang bermuara di Selat Madura. Beberapa sungai besar yang berfungsi membawa dan menyalurkan banjir yang berasal dari hulu mengalir melintasi Kota Surabaya, antara lain Kali Surabaya dengan Q rata2 = 26,70 m3/detik, Kali Mas dengan Q rata2 = 6,26 m3/detik dan Kali Jagir dengan Qrata2 = 7,06 m3/detik. Sebagai daerah hilir, Kota Surabaya dengan sendirinya merupakan daerah limpahan debit air

Transcript of Bab II Gambaran Umum Kondisi Daerah Ukuran a5

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 1

    BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

    II.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN DEMOGRAFIS II.1.1. KARAKTERISTIK LOKASI DAN WILAYAH

    Kota Surabaya sebagai ibukota Provinsi Jawa Timur terletak di tepi pantai utara Provinsi Jawa Timur atau tepatnya berada diantara 7 9'- 7 21' Lintang Selatan dan 112 36' - 112 54' Bujur Timur. Wilayahnya berbatasan dengan Selat Madura di sebelah Utara dan Timur, Kabupaten Sidoarjo di sebelah Selatan dan Kabupaten Gresik di sebelah Barat.

    Secara topografi, sebagian besar (25.919,04 Ha) merupakan dataran rendah dengan ketinggian 3 - 6 meter di atas permukaan laut pada kemiringan kurang dari 3 persen, sebagian lagi pada sebelah barat (12,77 persen) dan sebelah selatan (6,52 persen) merupakan daerah perbukitan landai dengan ketinggian 25 - 50 meter di atas permukaan laut dan pada kemiringan 5 15 persen.

    Jenis batuan yang ada terdiri dari 4 jenis yang pada dasarnya merupakan tanah liat atau unit-unit pasir. Sedangkan jenis tanah, sebagian besar berupa tanah alluvial, selebihnya tanah dengan kadar kapur yang tinggi (daerah perbukitan). Sebagaimana daerah tropis lainnya, Surabaya mengenal 2 musim yaitu musim hujan dan kemarau. Curah hujan rata-rata 172 mm, dengan temperatur berkisar maksimum 30 C dan minimum 25 C.

    Secara geografis, Kota Surabaya terletak di hilir sebuah Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas yang bermuara di Selat Madura. Beberapa sungai besar yang berfungsi membawa dan menyalurkan banjir yang berasal dari hulu mengalir melintasi Kota Surabaya, antara lain Kali Surabaya dengan Q rata2 = 26,70 m3/detik, Kali Mas dengan Q rata2 = 6,26 m3/detik dan Kali Jagir dengan Qrata2 = 7,06 m3/detik. Sebagai daerah hilir, Kota Surabaya dengan sendirinya merupakan daerah limpahan debit air

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 2

    dari sungai yang melintas dan mengakibatkan terjadinya banjir pada musim penghujan.

    Secara administrasi pemerintahan Kota Surabaya dikepalai oleh Walikota yang juga membawahi koordinasi atas wilayah administrasi kecamatan yang dikepalai oleh Camat. Jumlah kecamatan yang ada di Kota Surabaya sebanyak 31 kecamatan dan jumlah kelurahan sebanyak 160 kelurahan dan terbagi lagi menjadi 1.405 Rukun Warga (RW) dan 9.271 Rukun Tetangga (RT).

    II.1.2. POTENSI PENGEMBANGAN WILAYAH Kota Surabaya sebagai salah satu kota di Jawa Timur

    memiliki peran strategis pada skala nasional sebagai pusat pelayanan kegiatan Indonesia Timur, dan pada skala regional sebagai kota perdagangan dan jasa yang pada simpul transportasi (darat, udara dan laut) nasional dan internasional sehingga memberi peluang bagi Kota Surabaya untuk meningkatkan perannya sebagai Pusat Kegiatan Nasional. Dalam kaitannya dengan kondisi tersebut, Kota Surabaya memiliki kawasan strategis yang dapat dikembangkan secara berkelanjutan untuk mendukung eksistensi pengembangan wilayah dimasa mendatang, diantaranya adalah: a. Kawasan Pertahanan Dan Keamanan

    Kawasan pertahanan dan keamanan/militer yang ada di Kota Surabaya adalah: Kawasan Bumi Marinir TNI-AL di Karang Pilang Surabaya. Kawasan Basis Armada Timur dan KODIKAL dan

    LANTAMAL di Tanjung Perak. Kawasan Kodam Brawijaya dan Batalyon Infantri (YONIF)

    di Kawasan Gunungsari.

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 3

    b. Kawasan Pendorong Pertumbuhan Ekonomi Kawasan-kawasan yang akan dikembangkan untuk

    mendorong pertumbuhan ekonomi adalah: Kawasan Industri dan Pergudangan

    Ditinjau dari aksesbilitas karena letaknya berdekatan dengan pelabuhan Tanjung Perak dan Jalan Tol Sidoarjo - Surabaya Gresik, Kawasan industri dan pergudangan Margomulyo merupakan kawasan strategis untuk dioptimalisasi dan dikembangkan dengan orientasi pada industry smart and clean dengan didukung oleh infrastruktur yang memadai.

    Kawasan Segi Empat EmasTunjungan dan sekitarnya Sebagai kawasan pusat perdagangan dan perkantoran, kawasan Segi Empat Emas Tunjungan memerlukan penanganan dan pengelolaan yang optimal untuk mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi Kota Surabaya.

    Kawasan Kaki Jembatan Wilayah Suramadu - Pantai Kenjeran Merupakan kawasan strategis ditinjau dari lokasinya yang berada l di persimpangan kaki jembatan dan rencana jalan lingkar luar timur. Disamping itu, kawasan ini memiliki potensi sebagai kawasan perdagangan dan jasa skala regional. Keberadaan Jembatan Suramadu memberikan peningkatan potensi dan peran Kota Surabaya, sebagai pusat kegiatan regional, tidak hanya dalam lingkup Kawasan Gerbangkertosusila (Kabupaten Gresik, Kabupaten Bangkalan, kabupaten dan Kota Mojokerto, Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Lamongan), namun juga hingga kawasan kepulauan madura secara keseluruhan (Kabupaten Bangkalan,

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 4

    Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan dan Kabupaten Sumenep).

    Kawasan Waterfront city yang terintegrasi dengan rencana pengembangan Pelabuhan Teluk Lamong Kawasan ini akan dikembangkan dengan konsep mixed use antara hunian dan komersial yang didukung oleh rancang kota yang baik yang terintegrasi dengan rencana pengembangan Pelabuhan Teluk Lamong. Kedepannya kawasan pelabuhan dan waterfront city dapat terintegrasi dalam konteks sebuah kesatuan kawasan strategis

    Kawasan Terpadu Surabaya Barat Kawasan ini akan dikembangkan menjadi kawasan terpadu yang pusatnya akan dikembangkan di Stadion Bung Tomo sebagai kawasan pusat olahraga berskala nasional yang akan terintegrasi dengan pengembangan kawasan perdagangan dan jasa di sekitarnya.

    c. Kawasan Pengembangan Sosial Budaya Kawasan yang dikembangkan dari sudut kepentingan

    sosial dan budaya adalah kawasan adat tertentu, kawasan dan konservasi warisan budaya. Kawasan strategis sosial-budaya yang ada di Kota Surabaya adalah : Kawasan Religi Makam Sunan Ampel

    Merupakan kawasan cagar budaya yang memiliki karakter dan daya tarik kuat sebagai obyek wisata ziarah di Indonesia yang berkembang tidak hanya sebagai kampung budaya yang khas dengan beragam aktivitasnya tetapi juga memiliki kultur religi yang kuat.

    Kawasan Kota Lama Surabaya, Kawasan Bangunan dan Lingkungan Cagar Budaya Kawasan kota lama merupakan kawasan yang pada era kolonial terdelienasi sebagai kawasan eropa, kawasan

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 5

    arab dan kawasan cina yang tersebar di Kecamatan Krembangan, Kecamatan Pabean Cantian, Kecamatan Semampir dan Kecamatan Bubutan, sedangkan kawasan bangunan dan lingkungan cagar budaya merupakan kawasan bangunan dan lingkungan pada kawasan Darmo-Diponegoro serta kawasan kampung lama Tunjungan di Kecamatan Tegalsari. Seiring dengan waktu, pemanfaatan bangunan yang tidak serasi dangan karakter awal kawasan kota lama dan kampung lama membuat kawasan ini terlihat kumuh dan cenderung ditinggalkan, sehingga perlu penetapan sebagai kawasan cagar budaya yang berkarakter untuk mengendalikan pembangunan di kawasan ini.

    d. Kawasan Pendukung Lingkungan Hidup Kawasan yang dikembangkan untuk meningkatkan

    fungsi dan daya dukung lingkungan hidup yang ada di Kota Surabaya adalah: Kebun Binatang Surabaya (KBS)

    Merupakan hutan kota di kawasan Wonokromo yang berfungsi sebagai tempat perlindungan satwa, hutan kota dan rekreasi alam di dalam Kota Surabaya. Sebagai kawasan hijau yang masih di tengah Kota, Kebun Binatang Surabaya sangat berperan dalam mengatur iklim mikro di Kota Surabaya. Melihat nilai strategis sebagai kawasan wisata dalam kota, maka keberadaan KBS harus dipertahankan dan dijaga kelestariannya.

    Hutan Mangrove Pantai Timur Surabaya. Merupakan kawasan lindung alam berupa vegetasi mangrove yang berada di pesisir timur Kota Surabaya. Kawasan Mangrove Pamurbaya sangat berperan penting

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 6

    dalam menjaga keseimbangan ekosistem pesisir dan sebagai barier alami dari proses abrasi dan intrusi air laut.

    Kawasan Sempadan Sungai Kota Surabaya dilalui oleh sungai yang sangat berpengaruh pada ketersediaan air baku dan sistem utama drainase kota. Beberapa sungai tersebut adalah Kali Surabaya, Kali Wonokromo, Kalimas dan Kali Makmur. Semua aliran air permukaan dan air buangan bermuara di sungai-sungai tersebut, sehingga akan berpengaruh pada kualitas air baku. Mengingat populasi penduduk Kota Surabaya semakin tinggi yang berdampak pada semakin meningkatnya kebutuhan air bersih dan air buangan, maka perlu adanya pengelolaan kawasan daerah aliran sungai untuk mendukung fungsinya sebagai kawasan lindung.

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 7

    Gambar 2.1 Lokasi dan Peran Kota Surabaya

    e. Kawasan Strategis Pendayagunaan SDA dan Teknologi Tinggi

    Kawasan strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi

    Posisi Surabaya dalam konteks Nasional &

    internasional

    Surabaya dalam GERBANGKERTOSUSILA

    Surabaya dalam SMA

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 8

    adalah penghasil sumberdaya alam yang sangat potensial untuk kepentingan masyarakat beserta perangkat atau instalasi pengolahannya atau kawasan khusus untuk pengembangan teknologi untuk kepentingan strategis negara dan kepentingan umum. kawasan strategis SDA dan Teknologi Tinggi di Kota Surabaya adalah: Industri Pengembangan Perkapalan

    Merupakan salah satu kawasan yang digunakan dalam pengembangan teknologi perkapalan tingkat nasional. Sebagai industri perkapalan nasional, kawasan industri ini memiliki nilai strategis dan diperlukan upaya dalam menjaga dan meningkatkan nilai atau potensi kawasan tersebut.

    Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER). Merupakan kawasan industri dan pergudangan yang telah lama berdiri di Kota Surabaya. Mengingat Kota Surabaya sebagai kota jasa dan perdagangan,maka kegiatan industri dialihkan ke luar wilayah Kota Surabaya. Sedangkan kawasan SIER, kegiatan industrinya diarahkan menjadi industri dengan teknologi tinggi yang ramah lingkungan.

    Kawasan Depo dan Pengolahan BBM . Merupakan kawasan di sekitar Pelabuhan Tanjung Perak yang memiliki fungsi sebagai penyimpanan bahan bakar minyak. Pengelolaan BBM juga dilakukan pada lokasi tersebut, sehingga nilai strategis dalam kaitanya dengan sistem energi di Kota surabaya dan sekitarnya bergantung pada kawasan ini.

    Kawasan TPA Benowo. Merupakan kawasan yang digunakan untuk pemrosesan akhir sampah di Kota Surabaya. Mengingat semakin meningkatnya timbunan sampah di Kota Surabaya dan

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 9

    teknik open dumping yang tidak efektif dalam mengolah sampah, maka untuk kedepannya pengolahan sampah akan diarahkan dengan menggunakan teknologi pengolahan sampah yang lebih modern dan dalam jangka panjang akan dikembangkan dengan konsep: Waste to Energy.

    Selain potensi pengembangan kawasan strategis, perkembangan Kota Surabaya juga didukung oleh pengembangan dan pembangunan infrastruktur yang meliputi: 1. Pengembangan Pelabuhan Tanjung Perak untuk Terminal

    Peti Kemas/Reklamasi di Teluk Lamong. 2. Pengembangan jaringan jalan arteri yang menghubungkan

    antar pusat utama kota dengan pusat kota di kabupaten yang berbatasan langsung.

    3. Pengembangan jalur komuter / kereta api double track serta angkutan massal dan prasarana pendukungnya yang menghubungkan pusat-pusat pelayanan kota.

    4. Pengembangan dan normalisasi saluran drainase kota.

    II.1.3. WILAYAH RAWAN BENCANA Secara geografis Kota Surabaya tidak termasuk daerah

    rawan bencana karena letaknya jauh dari gunung berapi aktif dan tidak dilalui oleh sungai-sungai besar. Kejadian bencana yang umum terjadi di Kota Surabaya adalah banjir dan kebakaran. Beberapa wilayah di Kota Surabaya mengalami genangan dengan ketinggian yang bervariasi mulai dari 1070 cm dengan waktu genangan paling lama sekitar 6 jam.

    Jenis bencana lainnya adalah kebakaran. Kejadian kebakaran adalah jenis bencana yang tidak dapat diprediksi akan tetapi dapat dicegah. Penentuan daerah rawan kebakaran di Kota Surabaya didasarkan atas kepadatan penduduk, kepadatan

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 10

    bangunan, data kejadian kebakaran, kondisi bangunan dan proporsi kegiatan terbangun dengan luas lahan. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka kecamatan yang tergolong tingkat kerawanan sangat tinggi adalah Kecamatan Simokerto, Kecamatan Tambaksari, dan Kecamatan Sawahan. Kecamatan yang tergolong tingkat kerawanan tinggi adalah Kecamatan Tegalsari, Kecamatan Bubutan, Kecamatan Semampir, Kecamatan Krembangan, Kecamatan Gubeng, Kecamatan Wonokromo, Kecamatan Sukomanunggal. Sedangkan kecamatan lain yang tidak tergolong tingkat kerawanan sangat tinggi maupun tinggi harus tetap diwaspadai dan diperhatikan.

    Kawasan rawan banjir di Kota Surabaya seperti dalam gambar peta sebagai berikut :

    Gambar 2.2 Peta Kawasan Rawan Bencana Banjir Di Kota Surabaya

    Sumber : Review RTRW Kota Surabaya, Bappeko 2009

    Sedangkan genangan terjadi disebabkan tertundanya air hujan masuk ke saluran pematusan selama beberapa saat. Kawasan rawan atau berpotensi terjadi genangan di Kota Surabaya seperti dalam gambar sebagai berikut :

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 11

    Gambar 2.3 Peta Kawasan Rawan Genangan Di Kota Surabaya

    Sumber : Review RTRW Kota Surabaya, Bappeko 2009

    Sedangkan bencana lainnya yang umum terjadi adalah bencana kebakaran terutama di kawasan permukiman padat dan kawasan industri. Kawasan rawan bencana kebakaran disebabkan oleh beberapa hal seperti kepadatan penduduk, kondisi bangunan, tingkat kepadatan bangunan, kejadian kebakaran dan proporsi kegiatan terbangun dengan luas lahan.

    Berdasarkan pertimbangan tersebut maka daerah dengan tingkat kerawanan sangat tinggi yang memerlukan penanganan dan perhatian terdapat pada Kecamatan Simokerto, Kecamatan Tambaksari, Kecamatan Sawahan, dan daerah dengan tingkat kerawanan tinggi meliputi Kecamatan Tegalsari, Kecamatan Bubutan, Kecamatan Semampir, Kecamatan Krembangan, Kecamatan Gubeng, Kecamatan Wonokromo, Kecamatan Sukomanunggal. Kawasan rawan bencana kebakaran tersebut dapat dilihat pada gambar sebagai berikut :

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 12

    Gambar 2.4 Peta Kawasan Rawan Bencana Kebakaran Di Kota Surabaya

    Mitigasi bencana merupakan serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana yang harus dilakukan oleh semua komponen, baik masyarakat, pemerintah, maupun pengusaha. Mitigasi juga harus dilakukan dengan memperhatikan bagaimana upaya pencegahan bencana, minimalisasi dampak dan upaya pemulihan daerah yang terkena bencana.

    Mitigasi bencana banjir dan genangan dapat dilakukan dengan pelestarian/konservasi daerah pesisir secara intensif dan pengendalian kawasan sempadan sungai dan saluran pematusan di Kota Surabaya. Sedangkan mitigasi untuk bencana kebakaran dapat dilakukan dengan meningkatkan keandalan sistem proteksi kebakaran baik pada bangunan maupun pada lingkungan serta meningkatkan kesadaran dan partisipasi warga dalam upaya pencegahan dan penanggulangan bencana kebakaran.

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 13

    II.1.4. KONDISI DEMOGRAFIS Berdasarkan data dari Dinas Kependudukan dan Catatan

    Sipil, Kota Surabaya memiliki penduduk hingga akhir tahun 2010 sebanyak 2.929.528 orang dengan komposisi yang relative seimbang antara laki-laki dengan perempuan yaitu terdiri dari 50,18 persen Laki-laki dan 49,82 persen perempuan. Dengan luas wilayah yang seluas 33.048 Ha maka tingkat kepadatan Kota Surabaya sebesar 8.864 jiwa / km2.

    Jika dilihat berdasarkan struktur usianya, penduduk Kota Surabaya lebih banyak berusia produktif yaitu 35 tahun sampai 54 tahun atau sebesar 32,98 persen dari total penduduk, selanjutnya pada usia 15 tahun sampai 34 tahun atau sebesar 32,95 persen. Sedangkan pada proporsi penduduk usia tua hanya 14,89 persen dan sisanya proporsi penduduk usia muda atau anak-anak yaitu usia kurang dari 14 tahun yaitu 19,19 persen.

    Gambar 2.5. Piramida Penduduk KotaSurabaya Tahun 2010

    Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Surabaya, diolah

    Berdasarkan data sensus penduduk, tingkat pertumbuhan penduduk Kota Surabaya dari tahun 1980 sampai 1990 mencapai 2,06 persen, selanjutnya sampai tahun 2000 tingkat pertumbuhan

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 14

    Tidak/Belum

    Sekolah

    19%

    Belum

    Tamat SD

    Sederajat

    4%

    Tamat SD

    Sederajat

    22%

    SLTP

    Sederajat

    13%

    SLTA

    SEDERAJAT

    29%

    Perguruan

    Tinggi

    13%

    penduduk menjadi 0,5 persen. Dalam lima tahun terakhir, berdasarkan hasil registrasi penduduk rata-rata tingkat pertumbuhan penduduk Kota Surabaya meningkat 1,76 persen. Meningkatnya pertumbuhan tersebut terutama sebagai akibat dari tingkat kelahiran dan urbanisasi diiringi dengan meningkatnya usia harapan hidup penduduk Kota Surabaya.

    Komposisi penduduk Kota Surabaya dtinjau dari aspek pendidikan (di atas umur 10 Tahun), persentase jumlah penduduk yang manamatkan pendidikan minimal SLTP sebesar 35%, sedangkan jumlah penduduk yang sudah mengenyam pendidikan minimal SMU sederajat sebanyak 29 %. Dibanding kabupaten/kota yang ada di Jawa Timur, Kota Surabaya memiliki profil pendidikan penduduk yang relatif baik. Secara rinci profil pendidikan penduduk Kota surabaya tahun 2009 adalah sebagai berikut :

    Gambar 2.6 Profil Penduduk Kota Surabaya Berdasarkan Pendidikan Tertinggi

    yang Ditamatkan Tahun 2010

    Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surabaya, diolah

    Komposisi Penduduk Kota Surabaya ditinjau menurut agama yang dipeluk menunjukkan bahwa penduduk Kota Surabaya

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 15

    mayoritas memeluk agama Islam. Pada tahun 2010, penduduk Surabaya yang memeluk agama islam sebanyak 84,79 persen, selanjutnya pemeluk agama Kristen sebanyak 9,82 persen, kemudian pemeluk agama Katholik sebanyak 4,21% persen sedangkan penduduk yang memeluk agama Hindu, Budha dan lainnya, masing masing 0,33,1,76 dan 0,01 persen. Komposisi penduduk Kota Surabaya berdasarkan agama yang dipeluk untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

    Tabel 2.1 Profil Penduduk Kota Surabaya Berdasarkan Agama

    Agama 2008 2009 2010 Islam 82.31% 84.86% 84.79%

    Kristen 10.06% 9.99% 9.82%

    Katholik 4.50% 4.21% 4.21%

    Hindu 0.83% 0.34% 0.33% Budha 2.29% 1.82% 1.76%

    Lainnya 0.00% 0.01% 0.01% Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surabaya,

    diolah

    II.2. KESEJAHTERAAN MASYARAKAT II.2.1. KESEJAHTERAAN DAN PEMERATAAN EKONOMI

    a. Kondisi Makro Ekonomi Surabaya Perkembangan ekonomi Surabaya relatif tinggi

    dibanding pertumbuhan rata-rata Nasional (5,74%) maupun Jawa Timur (5,90%) pada tahun 2006 2010. Pertumbuhan ekonomi ini lebih didorong oleh pertumbuhan sektor tersier khususnya pertumbuhan di sektor perdagangan, jasa dan komunikasi yang pertumbuhan rata-ratanya berkisar antara 6% hingga 7% per tahun.

    Surabaya sebagai ibukota provinsi, sangat diuntungkan dengan adanya infrastruktur penunjang ekonomi seperti

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 16

    Terminal Purabaya, Pelabuhan Tanjung Perak, Bandara Internasional Juanda dan Stasiun Kereta Api Gubeng, yang mempunyai peran cukup strategis dan diperhitungkan dalam menentukan arah kebijakan pembangunan ekonomi Provinsi Jawa Timur. Kekuatan ekonomi dan segala aktivitas ekonomi yang ada, merupakan salah satu penggerak utama ekonomi Jawa Timur. Hal ini tercermin dari output Surabaya yang memberikan kontribusi paling besar dibanding kabupaten/ kota lain di Jawa Timur yang mencapai 26,35% terhadap perekonomian Jawa Timur (diukur dengan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) ADHB Surabaya 2010).

    Letak Kota Surabaya yang cukup strategis untuk perdagangan, ekspor dan impor relatif kondusif dapat menghasilkan iklim perekonomian yang cukup stabil dan bergairah. Hal ini tercermin dari tingkat pertumbuhan ekonomi Surabaya yang relatif tinggi di tahun 2010 mencapai 7,09% dan juga pertumbuhan positif pada sub sektor pengangkutan dan komunikasi (9,41%) dan sub sektor perdagangan, hotel dan restoran (8,47%).

    Perkembangan ekonomi daerah berdasarkan PDRB Kota Surabaya selama tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 relatif cukup baik. Hal ini terlihat dari nilai PDRB berdasarkan harga berlaku mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun 2006 sebesar Rp 125,36 trilyun meningkat menjadi Rp 162,83 trilyun tahun 2008 dan menjadi Rp 205,16 trilyun pada tahun 2010. Demikian juga dengan perkembangan nilai PDRB berdasarkan harga konstan, dari tahun 2006 sebesar Rp 68,82 trilyun meningkat menjadi Rp 77,72 trilyun tahun 2008 dan menjadi Rp 87,83 trilyun pada tahun 2010. Secara rinci PDRB kota Surabaya tahun 2006 sampai dengan 2010, berdasarkan harga berlaku dan konstan dapat dilihat pada Tabel 2.2 dan 2.3:

  • Tabel 2.2 Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB tahun 2006 s.d 2010

    Atas Dasar Harga Berlaku Kota Surabaya (dalam Milyar Rupiah dan %) SEKTOR 2006 % 2007 % 2008 % 2009 % 2010 %

    SEKTOR PRIMER 154,25 0,13 153,82 0,11 162,61 0,10 176,2 0,10 189,63 0,10 I. PERTANIAN 145,01 0,12 145,48 0,10 153,00 0,09 165,89 0,09 178,30 0,09

    II. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 9,24 0,01 8,35 0,01 9,61 0,01 10,31 0,01 11,32 0,01

    SEKTOR SEKUNDER 44.024.48 35,11 49.487,24 34,61 55.703,03 34,23 60.188,42 33,71 67.048,51 32,68

    III. INDUSTRI PENGOLAHAN 30.932,36 24,67 34.469,36 24,11 38.594,05 23,70 41.277,02 23,12 45.508,52 22,18

    IV. LISTRIK, GAS DAN AIR

    3.401,38 2,71 4.687,04 3,28 5.795,78 3,56 6.662,81 3,73 7.453,10 3,63

    V. KONSTRUKSI 9.690,74 7,73 10.330,84 7,23 11.340,19 6,96 12.248,59 6,86 14.086,89 6,87

    SEKTOR TERSIER 81.181,78 64,76 93.345,25 65,28 106.940,73 65,67 118.194,35 66,19 137.923,33 67,23

    VI. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN

    51.834,98 41,35 60.156,31 42,07 69.721,73 42,82 76.354,51 42,76 88.851,24 43,31

    VII. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 12.137,90 9,68 13.619,06 9,52 15.015,84 9,22 17.099,70 9,58 20.230,54 9,86

  • SEKTOR 2006 % 2007 % 2008 % 2009 % 2010 %

    VIII.

    KEUAGAN, PERSEWAAN & JS. PERUS

    7.214,88 5,76 8.382,02 5,86 9.630,01 5,91 10.879,17 6,09 12.388,90 6,04

    IX. JASA-JASA 9.994,02 7,97 11.187,87 7,82 12.573,15 7,72 13.860,96 7,76 16.452,65 8,02 TOTAL PDRB SURABAYA

    125.360,51

    100 142.986,31 100 162.833,38 100 178.558,97 100 205.161,47 100

    Sumber: BPS Kota Surabaya

    Tabel 2.3 Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB tahun 2006 s.d 2010 Atas Dasar Harga Konstan Kota Surabaya (dalam Milyar Rupiah dan %)

    SEKTOR 2006 % 2007 % 2008 % 2009 % 2010 %

    SEKTOR PRIMER 97,68 0,14 89,23 0,12 82,9 0,11 84,44 0,11 85,53 0,10 I. PERTANIAN 90,9 0,13 83,22 0,11 76,80 0,10 78,24 0,10 79,17 0,09

    II. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 6,78 0,01 6,01 0,01 6,1 0,01 6,2 0,01 6,35 0,01

    SEKTOR SEKUNDER 23.086,62 33,55 24.260,71 33,16 25.176,36 32,39 26.034,28 31,74 27.195,58 30,96

    III. INDUSTRI PENGOLAHAN 16.579,63 24,09 17.331,93 23,69 17.995,48 23,15 18.542,20 22,61 19.225,16 21,89

    IV. LISTRIK, GAS DAN AIR

    1.391,38 2,02 1.763,95 2,41 1.836,59 2,36 1.962,34 2,39 2.080,13 2,37

    V. KONSTRUKSI 5.115,61 7,43 5.164,82 7,06 5.344,29 6,88 5.529,74 6,74 5.890,30 6,71

  • SEKTOR 2006 % 2007 % 2008 % 2009 % 2010 % SEKTOR TERSIER 45.632,75 66,31 48.810,10 66,72 52.458,60 67,50 55.895,99 68,15 60.547,73 68,94

    VI. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN

    27.579,09 40,08 29.647,74 40,52 32.308,31 41,57 34.135,78 41,62 37.025,58 42,16

    VII. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 7.534,56 10,95 7.959,69 10,88 8.346,24 10,74 9.215,35 11,24 10.082,26 11,48

    VIII. KEUAGAN, PERSEWAAN & JS. PERUS

    4.462,07 6,48 4.801,35 6,56 5.037,07 6,48 5.368,47 6,55 5.745,70 6,54

    IX. JASA-JASA 6.057,04 8,80 6.401,31 8,75 6.766,98 8,71 7.176,39 8,75 7.694,19 8,76

    TOTAL PDRB SURABAYA 68.817,06 100 73.160,03 100 77.717,87 100 82.014,71 100 87.828,84 100

    Sumber : BPS kota Surabaya

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 20

    b. Struktur Ekonomi Kota Surabaya Struktur ekonomi Surabaya yang dicerminkan dari data

    PDRB ditentukan oleh 9 sektor lapangan usaha yang terbagi dalam sub sektor lapangan usaha. Perubahan makro ekonomi Surabaya yang terjadi, baik dari sisi pengeluaran atau produksi masing-masing sektor lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi, stabilitas harga, dapat dijelaskan dan diukur dengan menggunakan PDRB atas dasar harga konstan. Dari analisis peran masing-masing lapangan usaha akan diketahui pergeseran struktur ekonomi Kota Surabaya sehingga dapat diperkirakan arah dan rencana pembangunan kota, antar lapangan usaha pada waktu mendatang.

    Dari sisi penawaran, kontribusi sektoral terhadap PDRB Surabaya selama 5 tahun (2006-2010) didominasi oleh sektor tersier (sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, sektor jasa-jasa) sedangkan sektor primer (sektor pertanian dan sektor pertambangan) mempunyai kontribusi yang paling rendah jika dibandingkan sektor sekunder dan tersier. Kondisi ini mencerminkan ekonomi Kota Surabaya berkembang ke arah ekonomi yang digerakkan oleh sektor perdagangan dan jasa, sebagaimana terjadi pada kota-kota lain di dunia. Dalam struktur ekonomi Kota Surabaya, dalam kurun waktu 5 tahun belakangan ini, sektor perdagangan dan jasa atau yang tergabung dalam sektor tersier memegang peran besar dalam membentuk ekonomi di wilayah ini.

    Perkembangan peran sektor primer dan sektor sekunder dalam kurun waktu 5 tahun secara signifikan terus mengalami penurunan, dan sebaliknya peran sektor tersier secara signifikan terus mengalami peningkatan dimana pada tahun 2006 perannya sebesar 66,31% dan pada tahun 2010 peran sektor ini mencapai 68,94%. Pada sektor sekunder, sektor yang paling banyak mengalami penurunan cukup besar adalah sektor

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 21

    industri pengolahan. Hal ini dikarenakan sektor industri yang ada di kota Surabaya selama beberapa tahun terakhir pertumbuhannya stagnan, sedangkan dua sektor yang lainnya seperti sektor utilitas (listrik, gas dan air bersih) dan sektor konstruksi perannya dalam tiga tahun terakhir terus mengalami peningkatan secara signifikan. Hal ini dikarenakan pada beberapa tahun terakhir pembangunan mall, pertokoan, perkantoran dan ruko-ruko baru banyak bermunculan. Kenaikan pada sektor konstruksi ini tentunya mempengaruhi permintaan sektor utilitas, sehingga sektor listrik, gas dan air bersih ikut mengalami peningkatan.

    Untuk sektor tersier, maraknya pangsa pasar perdagangan yang menimbulkan permintaan fasilitas perdagangan baru seperti mall, pertokoan, perkantoran dan ruko-ruko baru banyak bermunculan. Pada 2 tahun terakhir, beberapa pusat perdagangan baru sudah mulai beroperasi, sehingga berdampak pada peningkatan output sektor perdagangan, hotel dan restoran yang pada akhirnya meningkatnya peran sektor tersebut dalam struktur ekonomi Surabaya. Peningkatan sektor perdagangan, hotel dan restoran tentunya menimbulkan dampak berganda (multiplier effect) pada lainnya yaitu sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yang selama ini sebagai pendukung pada sektor perdagangan.

    c. Pertumbuhan Ekonomi Kota Surabaya Kegiatan ekonomi Surabaya terkait dengan kegiatan

    ekonomi Jawa Timur yang juga terkait dengan kegiatan perekonomian secara nasional. Dalam perkembanganya, pertumbuhan ekonomi Surabaya semakin mantap, hal ini tercermin dari tingkat pertumbuhan ekonomi yang sejak tahun 2006 selalu lebih tinggi dari Jawa Timur bahkan Nasional.

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 22

    Pertumbuhan ekonomi tahun 2010 tumbuh sebesar 7,09%, cukup tinggi dibandingkan tahun 2009 yang mencapai 5,53%. Untuk sektor primer terus mengalami penurunan. Hal bisa dimaklumi mengingat Surabaya saat ini berkembang sebagai kota metropolitan, sehingga karakteristik ekonomi yang melingkupinya lebih cenderung mengarah pada sektor non primer khususnya semakin berkembangnya sektor tersier. Sedangkan sektor sekunder dan sektor tersier terus mengalami pertumbuhan walaupun sektor sekunder pertumbuhannya relatif lebih rendah dibanding sektor tersier namun sektor sekunder masih mempunyai andil yang cukup besar dalam menyumbang pertumbuhan ekonomi Surabaya, sebagaimana tertera pada tabel berikut :

    Tabel 2.4 Pertumbuhan Ekonomi Kota Surabaya Berdasarkan Sektoral Tahun 2006 2010

    URAIAN 2006(%) 2007(%) 2008(%) 2009(%) 2010(%)

    1. Pertanian 3,21 -8,45 -7,71 1,87 1,19 2. Pertambangan dan Penggalian -5,79 -11,44 1,57 1,65 2,42

    SEKTOR PRIMER 2,53 -8,65 -7,09 1,85 1,29

    3. Industri Pengolahan 5,83 4,54 3,83 3,04 3,68 4. Listrik, Gas dan Air Bersih

    19,67 26,78 4,12 6,85 6,00

    5. Konstruksi -2,71 0,96 3,47 3,47 6,52

    SEKTOR SEKUNDER 3,84 5,09 3,77 3,41 4,46

    6. Perdagangan, Hotel dan Restoran

    7,67 7,50 8,97 5,66 8,47

    7. Pengangkutan dan Komunikasi

    7,23 5,64 4,86 10,41 9,41

    8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

    6,04 7,60 4,91 6,58 7,03

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 23

    URAIAN 2006(%) 2007(%) 2008(%) 2009(%) 2010(%)

    9. Jasa-jasa 6,71 5,68 5,71 6,05 7,22 SEKTOR TERSIER 8,08 6,96 7,47 6,55 8,32

    PDRB KOTA SURABAYA 6,35 6,31 6,23 5,53 7,09

    Sumber : PDRB ADHK tahun 2000, BPS kota Surabaya

    Tabel 2.5 Pertumbuhan Ekonomi Kota Surabaya, Jawa Timur dan Nasional Tahun 2006 2010

    WILAYAH 2006(%) 2007(%) 2008(%) 2009(%) 2010(%) SURABAYA 6,35 6,31 6,23 5,53 7,09

    JAWA TIMUR 5,8 6,11 5,9 5,01 6,68

    INDONESIA 5,48 6,28 6,10 4,63 6,20

    Pada kelompok sektor sekunder, sektor yang pertumbuhannya relatif tinggi pada tahun 2010 adalah sektor konstruksi di mana pada tahun 2009 sektor ini tumbuh sebesar 3,47% dan tumbuh mencapai 6,52% (2010). Hal ini disebabkan oleh banyaknya pembangunan mall, ruko-ruko, gedung perkantoran serta infrastruktur baru lainya. Sedangkan sektor industri yang juga menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi, pertumbuhanya relatif kecil yaitu 3,68%. Relatif kecilnya pertumbuhan di sektor ini lebih di sebabkan stagnannya investasi pada sektor industri pengolahan, sehingga pertumbuhan yang terjadi lebih disebabkan oleh peningkatan produktivitas.

    Sektor tersier pada tahun 2010 tumbuh sebesar 8,32%, lebih tinggi dibanding tahun 2009 yang mencapai pertumbuhan sebesar 6,55%. Pada kelompok sektor tersier ini, sektor pengangkutan dan komunikasi mengalami pertumbuhan yang paling tinggi yaitu 9,41%, diikuti dengan pertumbuhan di sektor pedagangan, hotel dan restoran, dimana pada tahun 2010

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 24

    mencapai 8,47%. Tingginya pertumbuhan pada sektor pengangkutan dan komunikasi dikarenakan tumbuh pesatnya bisnis telekomunikasi akibat meningkatnya kebutuhan masyarakat akan penggunaan media komunikasi. Demikian halnya dengan pertumbuhan yang cukup tinggi pada sub sektor perdagangan salah satunya disebabkan oleh masuknya investasi di unit usaha perdagangan.

    d. Tingkat Inflasi Salah satu indikator perekonomian makro adalah angka

    inflasi di suatu daerah. Selama kurun waktu tahun 2006-2010 inflasi di Kota Surabaya rata-rata 6,49% per tahun. Tingkat inflasi sebesar ini masih dalam kategori low inflation atau disebut juga inflasi satu digit. Meskipun tergolong lemah, inflasi di Kota Surabaya telah menyebabkan berbagai permasalahan ekonomi bagi masyarakat terutama masyarakat miskin dalam pemenuhan kebutuhan pangan, sandang dan transportasi. Perkembangan inflasi di Surabaya pada tahun 2006 sebesar 6,71%, tahun 2007 mengalami sedikit penurunan sebesar 6,27%, tahun 2008 meningkat sebesar 8,73% kemudian tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 3,39%, dan semakin meningkat pada tahun 2010 sebesar 7,33%. Berikut tabel angka inflasi Kota Surabaya tahun 2006 - 2010:

    Tabel 2.6 Realisasi Inflasi Kota Surabaya Tahun 2006 2010

    Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-rata

    inflasi 2006-2010

    Inflasi 6,71% 6,27 % 8,73 % 3,39 % 7,33 % 6,49%

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 25

    Kondisi yang sama juga ditunjukkan oleh angka inflasi Provinsi dan Nasional, yang cenderung berfluktuasi per tahunnya. Hal ini dikarenakan inflasi baik di tingkat nasional maupun regional masih terpengaruh oleh kondisi perekonomian global, yang akhir-akhir ini sedang mengalami krisis keuangan. Selain itu, faktor perubahan iklim juga menjadi salah satu penyebab mengapa tingkat inflasi yang ada relatif naik turun.

    e. PDRB Perkapita Peningkatan laju pertumbuhan PDRB diikuti dengan

    kenaikan pendapatan per kapita. Selama periode tahun 2006-2010, PDRB perkapita Kota Surabaya mengalami pertumbuhan yang positif. PDRB perkapita atas dasar harga berlaku pada tahun 2006 sebesar Rp 46.139.805,- meningkat pada tahun 2007 menjadi sebesar Rp 52.627.084 ,- dan pada tahun 2008 sebesar Rp 59.140.503,- kemudian meningkat lagi pada tahun 2009 menjadi sebesar Rp 64.516.504,-. Selanjutnya pada tahun 2010 nilai PDRB perkapita ADHB menjadi sebesar Rp 70.032.261,- atau meningkat 8,55 % dari tahun 2009. Gambar 2.7 menunjukkan perkembangan PDRB perkapita Kota Surabaya dalam periode lima tahun terakhir.

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 26

    Gambar 2.7 Perkembangan PDRB Perkapita Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan Kota Surabaya Tahun 2006-2010

    Sumber : BPS Kota Surabaya

    PDRB perkapita atas dasar harga konstan dari tahun ke tahun juga menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2006 sebesar Rp 25.328.594,- meningkat menjadi Rp 26.927.047,- pada tahun 2007 dan Rp 28.226.855,- di tahun 2008. Peningkatan kembali terjadi di tahun 2009 dan 2010 di mana PDRB perkapitanya tumbuh tipis sebesar 1,17 % dari Rp 29.633.362,- (2009) menjadi Rp 29.980.544,- (2010).

    f. Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Nilai ICOR Kota Surabaya untuk beberapa tahun terahir

    mengalami banyak perubahan. Tahun 2006 nilai ICOR Kota Surabaya sebesar 3,46 dan menurun ke tingkat 3,23 di tahun 2007. Nilai ini kemudian meningkat kembali di tahun 2008 (3,48) dan meningkat kembali mencapai 3,77 (2009) dan terakhir di angka 3,43 pada tahun 2010. Secara umum, nilai ICOR yang menurun menandakan performa ekonomi yang relatif baik, dikarenakan dengan nilai investasi yang sama dapat menghasilkan output yang lebih besar.

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 27

    Gambar 2.8 Perkembangan ICOR Kota Surabaya Tahun 2006-2010

    Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

    II.2.2. KESEJAHTERAAN SOSIAL Gambaran secara makro pencapaian pembangunan

    kesejahteraan masyarakat dapat dilihat melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang merupakan salah satu tolok ukur indikator kualitas hidup manusia. Dalam lima tahun terakhir, IPM Kota Surabaya mengalami peningkatan setiap tahunnya, hingga pada tahun 2011 telah mencapai 77,61. Menurut kriteria UNDP, angka tersebut termasuk dalam kategori menengah atas (66-79,99). Jika dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di Jawa Timur, angka IPM Kota Surabaya tergolong tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan Surabaya telah memberikan dampak yang baik terhadap peningkatan kualitas SDM, sehingga mengalami perkembangan yang positif.

    Peningkatan IPM terutama ditopang oleh meningkatnya angka harapan hidup (life expectancy of birth), angka melek huruf (adult literacy rate), rata-rata lama sekolah (mean years of schooling), dan daya beli masyarakat (puschasing power parity). Selama tahun 2006-2011, angka harapan hidup cenderung meningkat, yaitu dari 69,8 pada tahun 2006 meningkat menjadi

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 28

    70,71 pada tahun 2009, 70,97 pada tahun 2010 dan pada tahun 2011 mencapai 71,24. Fakta ini merupakan salah satu bentuk keberhasilan pemerintah Kota Surabaya dalam membenahi faktor kesehatan penduduk Kota Surabaya serta mencerminkan adanya peningkatan kemampuan penduduk dalam upaya memperbaiki kualitas hidupnya.

    Paritas daya beli masyarakat Kota Surabaya dalam rentang tahun 2006-2011 pun mengalami peningkatan walaupun relatif kecil yaitu dari 1.810 ribu per kapita per tahun pada tahun 2006 menjadi 1.823,54 ribu kapita per tahun pada tahun 2011. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan daya beli masyarakat Kota Surabaya semakin meningkat pula seiring dengan inflasi barang dan jasa.

    Gambar 2. 9 IPM dan Komponennya Kota Surabaya Tahun 2006-2011

    Sumber : BPS Kota Surabaya Diolah,

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 29

    Tabel 2.7 Komponen Pembentuk IPM Tahun 2006-2011

    No Komponen 2006 2007 2008 2009 2010 2011

    1. Angka Harapan Hidup (tahun) 69,80 70,16 70,40 70,71 70,97 71,24

    2. Angka Melek Huruf (%) 94,40 95,72 95,77 96,05 96,45 96,69

    3. Rata2 Lama Sekolah (tahun) 10,34 10,49 10,49 10,52 10,57 10,59

    4. Paritas Daya Beli (rupiah)

    1.810.431

    1.812.465

    1.816.965

    1.819.518

    1.820.816

    1.823.547

    IPM 75,11 75,87 76,36 76,82 77,18 77,61 Sumber: BPS Kota Surabaya

    a. Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu aspek yang berperan

    dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Semakin baik tingkat pendidikan akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Semakin baik kualitas sumber daya manusia menjadikan semakin baik pula kualitas hidup masyarakat.

    Tingkat pendidikan masyarakat di Kota Surabaya setiap tahun mengalami peningkatan, pada tahun 2000 penduduk dengan pendidikan terakhir Perguruan Tinggi sebanyak 8,55 persen dan terus mengalami peningkatan sampai pada tahun 2007 bertambah menjadi 13,31 persen. Sedangkan penduduk dengan pendidikan terakhir setara SLTA sebanyak 36,1 persen, angka ini terus mengalami penurunan sejak tahun 2006, akan tetapi jika dibandingkan 7 tahun yang lalu mengalami peningkatan sebesar 2,48 persen.

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 30

    Tabel 2.8 Perkembangan Angka Melek Huruf Kota Surabaya Tahun 2006-2011

    Uraian 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Angka Melek

    Huruf 94,40 95,72 95,77 96,05 96,45 96,69

    Sumber BPS Kota Surabaya, Penyusunan IPM, IKM dan IPG Kota Surabaya Tahun 2010

    Angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah pun mengalami peningkatan dalam rentang tahun 2006-2011. Pada tahun 2006, angka melek huruf mencapai 94,40 persen meningkat menjadi 96,45 persen pada tahun 2010 demikian halnya dengan rata-rata lama sekolah yang meningkat dari 10,34 tahun pada tahun 2006 menjadi 10,57 tahun pada tahun 2010. Keduanya menunjukkan keberhasilan pemerintah kota dalam upaya peningkatan pendidikan dasar.

    Tabel 2.9 Angka Melek Huruf Menurut Kecamatan di Kota Surabaya

    Tahun 2009-2010

    No. Kecamatan Angka Melek Huruf

    2009 2010

    1 Karangpilang 98.74 99.73 2 Jambangan 95.44 96.39 3 Gayungan 99.05 100.00 4 Wonocolo 97.67 98.65 5 TenggilisMejoyo 97.98 98.96 6 Gunung Anyar 97.02 97.99 7 Rungkut 96.48 97.44

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 31

    No. Kecamatan Angka Melek Huruf

    2009 2010

    8 Sukolilo 96.8 97.77 9 Mulyorejo 95.46 96.41 10 Gubeng 97.3 98.27 11 Wonokromo 96.35 98.12 12 Dukuh Pakis 97.28 98.25 13 Wiyung 96.81 97.78 14 Lakarsantri 91.88 92.8 15 Sambi Kerep 97.37 98.34 16 Tandes 96.46 97.42 17 Sukomanunggal 94.48 95.42 18 Sawahan 97.15 98.25 19 Tegalsari 99.93 100 20 Genteng 100.00 100 21 Tambaksari 98.74 99.73 22 Kenjeran 89.78 92.15 23 Bulak 89.29 90.18 24 Simokerto 92.75 93.68 25 Semampir 96.19 97.15 26 PabeanCantian 93.29 94.22 27 Bubutan 92.8 93.73 28 Krembangan 97.56 98.54 29 Asemrowo 96.26 97.22 30 Benowo 97.14 98.11 31 Pakal 96.78 98.15

    Sumber BPS Kota Surabaya, Penyusunan IPM, IKM dan IPG Kota Surabaya Tahun 2009 dan 2010

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 32

    Berdasarkan Angka Melek Huruf menurut kecamatan menunjukkan bahwa kecamatan-kecamatan yang memiliki angka melek huruf tinggi di Kota Surabaya dari tahun 2009-2010 antara lain kecamatan Gayungan, Tegalsari dan Genteng. Sebaliknya kecamatan-kecamatan yang memiliki Angka Melek Huruf yang rendah antara lain kecamatan Kenjeran dan Bulak.

    Tabel 2.10 Rata-Rata Lama Sekolah Menurut Kecamatan di Kota

    Surabaya Tahun 2009-2010

    No Kecamatan Rata-Rata Lama Sekolah

    2009 2010 1 Karangpilang 10.54 10.65 2 Jambangan 9.5 9.6 3 Gayungan 11.74 11.86 4 Wonocolo 11.07 11.18 5 TenggilisMejoyo 11.22 11.33 6 Gunung Anyar 8.12 8.2 7 Rungkut 9.02 9.11 8 Sukolilo 10.45 10.55 9 Mulyorejo 9.63 9.73 10 Gubeng 10.71 11.74 11 Wonokromo 10.59 10.76 12 Dukuh Pakis 8.81 8.9 13 Wiyung 11.62 11.74 14 Lakarsantri 7.85 7.93 15 Sambikerep 8.35 8.77 16 Tandes 10.08 10.18 17 Sukomanunggal 8.53 8.62 18 Sawahan 9.68 10.76 19 Tegalsari 11.97 12.09

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 33

    No Kecamatan Rata-Rata Lama Sekolah

    2009 2010 20 Genteng 12.2 12.12 21 Tambaksari 9.44 9.53 22 Kenjeran 8.19 9.25 23 Bulak 7.38 9.05 24 Simokerto 8.71 8.8 25 Semampir 8.97 9.06 26 Pabean Cantian 9.08 9.17 27 Bubutan 8.94 9.03 28 Krembangan 9.9 10 29 Asemrowo 8.98 9.07 30 Benowo 8.93 9.02 31 Pakal 9.07 9.16

    Sumber BPS Kota Surabaya, Penyusunan IPM, IKM dan IPG Kota Surabaya Tahun 2010

    Berdasarkan Rata-Rata Lama Sekolah menurut kecamatan menunjukkan bahwa kecamatan-kecamatan yang memiliki Rata-Rata Lama Sekolah tinggi di Kota Surabaya dari tahun 2009-2010 antara lain kecamatan Genteng, Tegalsari dan Gayungan. Sebaliknya kecamatan-kecamatan yang yang memiliki Angka Melek Huruf yang rendah antara lain kecamatan Lakarsantri dan Gunung Anyar.

    b. Kesehatan Sebagaimana pendidikan, kesehatan merupakan salah

    satu aspek yang berperan dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Semakin tingginya kesadaran masyarakat akan kesehatan lingkungan dan dirinya maka semakin baik tinggi derajat kesehatan masyarakat. Semakin rendahnya Angka

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 34

    Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Ibu (AKI) dan Status Gizi Buruk masyarakat maka semakin tinggi derajat kesehatan masyarakat.

    Dalam rentang tahun 2006 sampai 2010, AKB di Kota Surabaya cenderung mengalami penurunan dari 25,05 kematian bayi dalam 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2006 menjadi sekitar 7.84 kematian bayi dalam 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2010. Kematian bayi ini banyak disebabkan oleh Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR), Gangguan Fungsi Multi Organ, Bronkopneomoni, Gizi Buruk, Asfiksia, Kelainan Kongenital, Tetanus Neonatorum, Infeksi, Trauma Lahir. Menurunnya AKB tersebut menunjukkan bahwa derajat kesehatan bayi semakin meningkat.

    Adapun perkembangan Angka Kematian Ibu (AKI) selama tahun 2006 sampai 2009 yaitu pada tahun 2006 tercatat sebesar 199 per 100.000 persalinan hidup, pada tahun 2007 menurun menjadi 99,28 per 100.000 persalinan hidup. Angka tersebut juga dicapai pada tahun 2008, dan pada tahun 2010 mengalami penurunan yaitu menjadi 71.07 per 100.000 kelahiran hidup. Perkembangan AKI tersebut relatif mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa derajat kesehatan terhadap ibu hamil dan melahirkan semakin meningkat.

    Peningkatan derajat kesehatan yang terlihat melalui AKB dan AKI tersebut juga mengindikasikan semakin meningkatnya pelayanan kesehatan yang dapat dibuktikan dengan indikator persentase penangan persalinan. Persentase penangan persalinan oleh tenaga medis tercatat sebanyak 79,04 persen pada tahun 2006, kemudian meningkat menjadi 81,11 persen pada tahun 2007, pada tahun 2008 juga meningkat menjadi 89,10 persen dan pada tahun 2009 meningkat menjadi 95,6 persen. Dengan demikian perkembangan persentase penanganan persalinan oleh tenaga medis terus meningkat setiap tahunnya.

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 35

    Pencapaian Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Ibu (AKI) dan persentase penanganan persalinan oleh tenaga medis pada tahun 2009 tersebut, telah mencapai target MDGs Indonesia, yaitu masing-masing ditargetkan 23 per 1000 kelahiran hidup, 102 per 100.000 persalinan hidup dan meningkatnya persentase persalinan oleh tenaga medis.

    Pada tahun 2006 terdapat 1.617 anak balita yang memiliki status gizi buruk atau 2,09 persen dari keseluruhan jumlah anak balita sebanyak 77.368 anak, pada tahun 2007 tercatat lebih banyak yaitu sebanyak 2.239 anak balita yang memiliki status gizi buruk, namun presentasenya menurun menjadi 1,96 persen dari keseluruhan jumlah anak balita sebanyak 114.401 anak, pada tahun 2008 tercatat sebanyak 2.068 anak balita yang memiliki status gizi buruk atau 1,81 persen dari keseluruhan jumlah anak balita sebanyak 114.108 anak dan pada tahun 2009 tercatat 1.888 anak balita yang memiliki status gizi buruk atau 1,39 persen dari keseluruhan jumlah anak balita sebanyak 136.155 anak dan pada tahun 2010 menurun menjadi 0.95 persen. Dengan demikian, angka balita dengan status gizi buruk cenderung menurun dan telah mencapai target yang telah ditetapkan.

    Masih adanya angka balita dengan status gizi buruk di Kota Surabaya disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: Faktor Intern balita yaitu adanya penyakit bawaan (jantung

    congenital) dan penyakit infeksi ( diare, pneumoni,TBC, kecacingan dan lain-lain ) yang dapat berpengaruh pada status gizi balita.

    Faktor Ekstern balita yaitu faktor ekonomi yang berpengaruh langsung pada kemampuan dan tingkat daya beli masyarakat yang pasti akan berpengaruh pada pola konsumsi pangan dan faktor sosial yaitu tingkat pengetahuan ibu yang berpengaruh pada perilaku ibu, yang pasti juga akan mempengaruhi pola asuh dan pola konsumsi pangan.

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 36

    c. Seni budaya dan olah raga Pembangunan seni budaya dan olahraga tidak dapat

    dipisahkan dari kehidupan dan sekaligus merupakan kebutuhan manusia. Oleh karena itu, pembangunan seni, budaya dan olahraga merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari pembinaan dan pembangunan bangsa dalam rangka peningkatan kualitas Sumber Daya Insani, terutama diarahkan pada peningkatan kesehatan jasmani dan rohani, serta untuk membentuk watak dan kepribadian yang memiliki disiplin dan sportivitas yang tinggi. Di samping itu, pembangunan seni, budaya dan olahraga juga dijadikan sebagai alat untuk memperlihatkan eksistensi bangsa melalui pembinaan prestasi yang setinggi - tingginya. Untuk melaksanakan pembangunan seni, budaya dan olahraga, perlu dilakukan berbagai upaya penggalangan dan penggalian terhadap potensi yang ada, baik dalam bidang sistem pembinaan, lembaga/organisasi, maupun adanya landasan hukum yang digunakan sebagai dasar pembangunan seni, budaya dan keolahragaan.

    Dasar pembangunan seni budaya tentu adalah minat masyarakat kota Surabaya terhadap seni budaya itu sendiri, terutama minat akan budaya lokal. Minat masyarakat kota Surabaya akan budaya lokal menunjukkan perkembangan dari waktu ke waktu. Jumlah kelompok kesenian yang telah mendapat pembinaan dari Pemerintah Kota Surabaya juga menunjukkan trend yang terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2010 jumlah kelompok kesenian yang telah dibina mencapai 162 kelompok meningkat dari tahun sebelumnya sebanyak 147 kelompok.

    Bidang keolahragaan di Kota Surabaya secara organisasi ditangani oleh KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia) Kota Surabaya. Berdasarkan data dari KONI Surabaya pada tahun 2009 terdapat 38 cabang olahraga yang

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 37

    dibina oleh KONI Surabaya. Diantara beberapa cabang olahraga yang telah dibina tersebut seperti cabang olahraga panahan, panjat tebing, dayung, karate, pencak silat telah mengukir prestasi dalam event nasional maupun internasional dengan menyumbangkan emas pada tahun 2006 sampai dengan tahun 2008.

    Untuk menumbuhkan dan menciptakan budaya olahraga yang sehat, diperlukan penyediaan sarana dan prasarana olahraga yang memadai baik di lingkungan sekolah, pekerjaan maupun pemukiman sehingga memungkinkan segenap lapisan warga masyarakat melakukan olahraga dan berbagai aktivitas jasmani. Sehingga sampai dengan tahun 2010, berdasarkan data dari Dinas Pemuda dan Olah Raga telah tercatat sebanyak 69 lapangan olahraga seperti lapangan bola volley, bulutangkis, sepak bola, bola basket, tenis lapangan futsal dan lain-lain yang tersebar di beberapa kecamatan di kota Surabaya.

    Tabel 2.11 Perkembangan Seni Budaya dan Olahraga

    di Kota Surabaya Tahun 2006-2010 Capaian Pembangunan 2006 2007 2008 2009 2010

    Jumlah Grup Kesenian 51 96 67 147 162 Jumlah Cabang olahraga yang berprestasi

    22 27 28 38 41

    Jumlah Lapangan Olahraga 69 69 69 69 79 Jumlah Gedung Olahraga 2 2 2 2 3 Jumlah Organisasi/pemuda yang berprestasi

    4 16 30 164 212

    Sumber data : Bappeko diolah

    d. Ketenagakerjaan Peningkatan kegiatan ekonomi di berbagai sektor akan

    memberikan dampak positif baik langsung maupun tidak

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 38

    langsung terhadap ketersediaan lapangan pekerjaan. Peningkatan kesempatan kerja yang diikuti dengan peningkatan produktivitas diharapkan mampu menambah penghasilan/pendapatan masyarakat yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

    Dengan semakin bertambahnya penduduk maka tidak bisa dipungkiri bahwa jumlah penduduk usia kerja (tenaga kerja) dari tahun ke tahun semakin meningkat. Perkembangan tenaga kerja di Kota Surabaya selama lima tahun terakhir (Tahun 2005-2009) terjadi pertumbuhan rata-rata sebesar 1,42 persen per tahun. Penduduk yang tergolong sebagai angkatan kerja (pekerja dan pencari kerja) mengalami penambahan setiap tahunnya rata-rata 0,69 persen, sedangkan peningkatan penduduk yang terserap dalam lapangan pekerjaan (pekerja) rata-rata sebesar 89,77 persen per tahun dengan tingkat pengangguran terbuka pada Tahun 2009 sebesar 8,63 persen.

    Berdasarkan data BPS, tingkat pengangguran terbuka di Surabaya masih relatif tinggi dibandingkan Propinsi Jawa Timur, Pada tahun 2006 Tingkat Pengangguran terbuka sebesar 9,68%, tahun 2007 naik menjadi 11,59%, tahun 2008 naik kembali menjadi 11,84%, sedangkan pada tahun 2009 kembali turun menjadi 8,63%. Tingginya Tingkat Pengangguran Terbuka pada tahun 2007 dan 2008 tersebut tidak lepas dari kondisi makro ekonomi dimana pada tahun 2007 terjadi krisis global yang menyebabkan turunnya tingkat penyerapan tenaga kerja di Surabaya. Hal lain yang menyebabkan angka pengangguran Kota Surabaya tinggi adalah semakin menyempitnya pasar kerja formal yang ada dimana tidak lebih 30 persen lapangan kerja yang di sediakan di sektor formal. Fenomena ini terjadi salah satunya dipicu oleh melemahnya kinerja sektor riil dan daya saing produk-produk domestik baik di tingkat internasional maupun di pasar domestik khususnya melemahnya sektor industri dan produksi manufaktur. Pelemahan ini bisa dilihat dari

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 39

    semakin mengecilnya proporsi sektor industri dalam pembentukan PDRB Kota Surabaya serta tingkat pertumbuhannya dari tahun ke tahun yang terus menurun.

    II.3. PELAYANAN UMUM II.3.1. FOKUS URUSAN WAJIB

    a. Pendidikan Dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya

    manusia, pembangunan pendidikan Kota Surabaya di arahkan pada perluasan dan pemerataan pendidikan. Hal ini dapat dijelaskan antara lain melalui Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka Partisipasi Sekolah (APS), Angka Kelulusan (AL) dan Angka Putus Sekolah (APS).

    Dalam rentang tahun 2006-2010, APK pada jenjang SD/MI menunjukkan angka 105,2% kecuali pada tahun 2008 yang sempat mengalami lonjakan hingga 112,42% sehingga rata-rata keberhasilan pencapaian target yang diharapkan sebesar 101,37% per tahun. Sementara pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi yaitu SMP/MTs, menunjukkan nilai APK sebesar 99,31% pada tahun 2006, 99,51% pada tahun 2007, 99,61% pada tahun 2008, 99,80% pada tahun 2009, dan meningkat tajam menjadi 105,0% pada tahun 2010 . Rata-rata pencapaian APK SMP/MTs ini 101,04% per tahun. Sedangkan APK SMA/SMK/MA pada tahun 2006-2009 sebesar 108,11% dan tahun 2010 menjadi 105,00%, sehingga rata-rata pencapaiannya sebesar 99,42% per tahun.

    Angka Partisipasi Sekolah (APS) juga merupakan indikator cakupan penduduk dalam mengenyam pendidikan, bedanya APS dapat melihat partisipasi penduduk kelompok usia standar di jenjang pendidikan yang sesuai dengan standar tersebut.

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 40

    APS pada jenjang SD/MI dari tahun 2006-2010 mengalami peningkatan yang signifikan, pada tahun 2006 APS SD/MI mencapai 107,74% tahun 2007 meningkat menjadi 92,92%, tahun 2008 meningkat tajam menjadi 99,31%, tahun 2009 dan 2010 masing-masing sebesar 92,93% dan 92,95%. Dibandingkan dengan target yang diterapkan, capian APS SD/MI dari tahun 2006-2010 masih di atas target. Sedangkan APS SMP/MTs menunjukkan angka yang cenderung meningkat setiap tahunnya, pada tahun 2006 sebesar 79,67%, pada tahun 2007 sebesar 78,58%, pada tahun 2008 sebesar 79,65%, pada tahun 2009 sebesar 79,89% dan pada tahun 2010 sebesar 90,0% . Dibanding dengan target yang diterapkan, capian APS SMA/SMK/MA dari tahun 2006-2010 masih diatas target yang telah di tetapkan.

    Tabel 2.12 Angka Partisipasi Sekolah Kota Surabaya Tahun 2006-2010

    NO. JENJANG PENDIDIKAN

    2006 2007 2008 2009 2010

    1 SD/MI 1.1 Jumlah Murid usia

    7 12 tahun 270,084 263,341 221,304 253,503 231,052

    1.2 Jumlah penduduk kelompok usia 7 12 tahun

    250,692 283,406 222,842 272,777 248,583

    1.3 APS SD/MI 92.82 92.92 99.31 92.93 92.95 2 SMP/MTs

    2.1 Jumlah Murid usia 13 15 tahun

    91,501 90,045 87,195 92,572 88,700

    2.2 Jumlah penduduk kelompok usia 13 15 tahun

    114,850 114,591 109,473 115,880 98,552

    2.3 APS SMP/MTs 79.67 78.58 79.65 79.89 90.00 Sumber: Dinas Pendidikan Kota Surabaya

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 41

    Menurut Angka Partisipasi Sekolah tingkat kecamatan menunjukkan bahwa kecamatan dengan APS yang tertinggi untuk SD/MI adalah kecamatan Tambaksari dengan nilai 424,90 dan yang terendah adalah kecamatan Asemrowo dengan nilai 23,28 sedangkan untuk tingkat SMP/MTs Genteng menjadi kecamatan dengan nilai tertinggi untuk APS tingkat SMP/MTs dengan nilai 1.174,16 dan Tenggilis Mejoyo menjadi kecamatan dengan nilai APS Terendah untuk tingkat SMP/MTs dengan nilai 19,24. Angka Partisipasi Sekolah menurut kecamatan di Kota Surabaya Tahun 2010 untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.13.

  • Tabel 2.13 Angka Partisipasi Sekolah Menurut Kecamatan di Kota Surabaya Tahun 2010

    No. Kecamatan

    SD/MI SMP/MTs

    Jumlah murid usia

    7 12 tahun

    Jumlah penduduk

    kelompok usia 7 12 tahun

    APS SD/MI

    Jumlah Murid usia

    13 -15 tahun

    Jumlah penduduk

    kelompok usia 13 15 tahun

    APS SMP/MTs

    1. Karang Pilang 6,842 10,650 64.24 2,917 4,116 70.87 2. Jambangan 3,157 10,005 31.55 2,403 4,065 59.11 3. Gayungan 5,929 10,632 55.77 1,529 4,271 35.80 4. Wonocolo 7,478 6,053 123.54 3,112 2,117 147.00 5. Tenggilis Mejoyo 5,091 19,225 26.48 1,632 8,484 19.24 6. Gunung Anyar 3,706 8,402 44.11 1,207 3,283 36.77 7. Rungkut 8,947 6,360 140.68 4,503 4,799 93.83 8. Sukolilo 8,872 12,347 71.86 4,221 5,177 81.53 9. Mulyorejo 7,046 3,493 201.72 2,721 755 360.40 10. Gubeng 12,811 13,844 92.54 3,586 5,781 62.03 11. Wonokromo 10,820 23,299 46.44 6,313 8,846 71.37 12. Dukuh Pakis 5,305 9,023 58.79 1,922 3,543 54.25 13. Wiyung 4,963 7,072 70.18 1,169 2,616 44.69

  • No. Kecamatan

    SD/MI SMP/MTs

    Jumlah murid usia

    7 12 tahun

    Jumlah penduduk

    kelompok usia 7 12 tahun

    APS SD/MI

    Jumlah Murid usia

    13 -15 tahun

    Jumlah penduduk

    kelompok usia 13 15 tahun

    APS SMP/MTs

    14. Lakarsantri 4,634 8,519 54.4 2,685 3,327 80.70 15. Tandes 8,423 5,029 167.49 2,252 1,628 138.33 16. Sukomanunggal 9,096 4,504 201.95 1,911 1,237 154.49 17. Sawahan 13,897 17,452 79.63 3,346 7,105 47.09 18. Tegalsari 9,305 9,223 100.89 3,095 8,131 38.06 19. Genteng 6,379 4,022 158.6 4,180 356 1,174.16 20. Tambaksari 16,125 3,795 424.9 4,909 985 498.38 21. Kenjeran 11,034 3,875 284.75 6,598 1,018 647.50 22. Simokerto 5,949 3,805 156.35 1,147 2,485 46.16 23. Semampir 12,011 4,664 257.53 2,595 601 431.78 24. Pabean Cantian 3,746 5,336 70.2 2,019 1,710 118.07 25. Bubutan 7,608 8,409 90.47 1,723 3,191 54.00 26. Krembangan 11,549 3,919 294.69 6,784 1,015 668.37 27. Asemrowo 1,930 8,289 23.28 1,132 3,288 34.43 28. Benowo 4,632 4,210 110.02 968 1,092 88.64

  • No. Kecamatan

    SD/MI SMP/MTs

    Jumlah murid usia

    7 12 tahun

    Jumlah penduduk

    kelompok usia 7 12 tahun

    APS SD/MI

    Jumlah Murid usia

    13 -15 tahun

    Jumlah penduduk

    kelompok usia 13 15 tahun

    APS SMP/MTs

    29. Bulak 5,093 3,847 132.39 1,641 928 176.83 30. Pakal 4,985 4,401 113.27 2,624 1,151 227.98 31. Sambikerep 3,689 4,879 75.61 1,856 1,450 128.00

    Jumlah 231,052 248,583 92.9476 88700 98,552 90.00

    Sumber: Dinas Pendidikan Kota Surabaya

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 45

    Berdasarkan pencapaian keberhasilan angka APK maupun APS menunjukkan bahwa penduduk usia sekolah baik pada jenjang sekolah dasar, SMP dan SMA telah memperoleh kemudahan akses dalam hal pendidikan dan tentunya menunjukkan bahwa pelaksanaan program Wajib Belajar 9 tahun dan program pendidikan menengah telah mencapai target pemerintah Kota Surabaya.

    Angka kelulusan pada tingkat SD/MI tahun 2006-2010 terus mengalami peningkatan pencapaian dan selalu melampaui target yang ditentukan. Pada tahun 2006 angka kelulusan pencapaian sebesar 99,18%, tahun 2007 sebesar 99,30%, tahun 2008 sebesar 99,38%, tahun 2009 dan 2010 naik menjadi sebesar 100%. Sementara pada tingkat SMP/MTs angka kelulusan di tahun pada tahun 2006 sebesar 99,83%, tahun 2007 meningkat menjadi 99,86%, tahun 2008 meningkat lagi menjadi 99,88%, tahun 2009 turun menjadi 98,80% dan tahun 2010 turun lagi menjadi 98,58%.

    Sedangkan angka kelulusan pada Tingkat SMA/SMK/MA tahun 2006-2010 cenderung mengalami naik tiap tahunnya, pada tahun 2006 angka kelulusan sebesar 97,95%, pada tahun 2007 meningkat menjadi 98,24%, pada tahun 2008 meningkat menjadi 98,52%, tahun 2009 mengalami sedikit penurunan menjadi 98,43%, dan tahun 2010 meningkat lagi menjadi 99,67%.

    Berdasarkan pencapaian angka kelulusan (AL) tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan pendidikan baik pada jenjang sekolah dasar, sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas telah dilakukan secara optimal dalam rangka peningkatan standar pelayanan minimal pendidikan di Kota Surabaya.

    Angka Putus Sekolah (APS) di Kota Surabaya dalam rentang tahun 2006 sampai 2009 menunjukkan kecenderungan yang menurun baik pada jenjang pendidikan SD/MI, SMP/MTs

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 46

    ataupun SMA/SMK/MA, seperti yang tersaji dalam Gambar 2.10. Penyebab utama adanya anak putus sekolah disebabkan oleh ketidakmampuan orang tua dalam membiayai sekolah anaknya, tetapi dengan adanya program biaya operasional sekolah, biaya pendidikan semakin menurun sehingga diharapkan lebih mudah terjangkau oleh masyarakat. Berdasarkan masih adanya anak putus sekolah yang disebabkan oleh faktor biaya maka salah satu upaya yang telah dilakukan pemerintah Kota Surabaya untuk mengatasinya adalah melalui penyediaan dana Bantuan Operasional Pendidikan Daerah (BOPDA) kepada siswa jenjang SD/MI sampai dengan jenjang SMA/SMK/MA.

    Gambar 2. 10 Angka Putus Sekolah (APS)

    Sumber Data: Dinas Pendidikan Kota Surabaya, 2010

    Terlihat pula bahwa persentase APS terendah pada tingkat SD/MI kemudian pada tingkat SMP/MTs dan terbesar pada tingkat SMA/SMK/MA, namun pada tahun 2009 persentase APS tingkat SMA/SMK/MA masih lebih rendah dibanding tingkat SMP/MTs. Hal ini mencerminkan bahwa kesadaran masyarakat akan pendidikan semakin meningkat. Selain itu, hal ini juga memperlihatkan keberhasilan upaya yang telah dilakukan

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 47

    pemerintah Kota Surabaya melalui kegiatan Penyediaan Biaya Operasional Pendidikan Daerah (BOPDA) Untuk Siswa Kurang Mampu Tingkat SMA serta siswa SMKN.

    Dengan adanya program BOPDA maka jumlah SD/MI dan SMP/MTs Negeri yang telah membebaskan SPP dan uang pangkal sebanyak 612 sekolah pada tahun 2006, 602 sekolah pada tahun 2007, 589 sekolah pada tahun 2008 serta 554 sekolah pada tahun 2009. Terdapat beberapa sekolah negeri yang mengalami merger maupun penambahan jumlah kelembagaan pada tahun 2009 sehingga menjadi 554 sekolah yang terdiri dari 491 Sekolah Dasar Negeri, 2 Madrasah Ibtidaiyah Negeri, 45 SMP Negeri, 12 SMPN Terbuka, dan 4 Madrasah Tsanawiyah Negeri. Dapat disampaikan bahwa 554 sekolah Negeri penyelenggara pendidikan dasar tersebut telah membebaskan SPP dan uang pangkal seluruhnya.

    Keberadaan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan relevansi pendidikan atas kebutuhan dunia kerja yang membutuhkan lulusan jenjang pendidikan menengah yang lebih terampil. Indikasi keberhasilan SMK dalam meningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan terhadap dunia kerja diantaranya dapat dilihat dari persentase siswa kejuruan yang diterima bekerja. Pada tahun 2006 siswa kejuruan yang diterima bekerja mencapai 62% dari total siswa kejuruan yang lulus pada tahun tersebut. Pada tahun 2007 meningkat menjdi 64,03%. Pada tahun 2008 menunjukkan peningkatan kembali menjadi 66,07 persen. Hal ini menunjukkan adanya kenaikan sebesar 2,04 point. Namun pada tahun 2009, siswa kejuruan yang diterima bekerja sekitar 62% sehingga rata-rata pencapaian keberhasilan dari target yang diharapkan mulai tahun 2006 sampai 2009 sekitar 97,83%. Berdasarkan indikasi-indikasi tersebut, menunjukkan bahwa kualitas pendidikan kejuruan semakin berbenah dan mampu menghasilkan lulusan yang siap kerja.

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 48

    Ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan juga merupakan faktor penting dalam upaya pemerataan dan perluasan pendidikan, baik dari ketersediaan sekolah, kelas ataupun guru. Dengan demikian ketersediaan ruang kelas dan guru pengajar masih kurang memadai sehingga masih membutuhkan perhatian untuk memperlancar proses belajar mengajar pada tingkat pendidikan dasar.

    Tabel 2.14 Ketersediaan Sekolah dan Penduduk Usia Sekolah

    di Kota Surabaya Tahun 2006-2010

    No Jenjang

    Pendidikan 2006 2007 2008 2009 2010

    1 SD/MI 1.1 Jumlah Gedung

    Sekolah 1.034 977 945 953 897

    1.2 Jumlah penduduk kelompok usia 7-12 tahun

    270.084 283.406 222.842 272.777 248.583

    1.3 Rasio 1 : 261 1 : 290 1 : 236 1 : 286 1 : 277 2 SMP/MTs 2.1 Jumlah Gedung

    Sekolah 360 396 369 303 310

    2.2 Jumlah penduduk kelompok usia 13-15 tahun

    114.850 114.591 109.473 115.880 98.552

    2.3 Rasio 1 : 319 1 : 289 1 : 297 1 : 382 1 : 318 Sumber: Dinas Pendidikan Kota Surabaya

    Ketersediaan terhadap sarana sekolah juga termasuk salah satu faktor yang berpengaruh dalam terciptanya iklim pendidikan yang sehat. Rasio antara Jumlah penduduk dibandingkan dengan jumlah gedung sekolah dari tahun 2006 sampai tahun 2010 menunjukkan trend yang fluktuatif baik itu

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 49

    tingkat SD/MI maupun tingkat SMP/MTs. Pada Tingkat SD/MI misalnya, pada tahun 2006 rasio antara Jumlah penduduk dibandingkan dengan jumlah gedung sekolah menunjukkan rasio 1:261 dimana rata-rata 1 SD/MI menampung 261 siswa jumlah ini mengalami trend yang fluktuatif hingga pada tahun 2010 menunjukkan rasio 1:277 dimana rata-rata 1 SD/MI menampung 277 siswa. Sedangkan keadaan yang hampir sama juga ditunjukkan untuk tingkat SMP/MTs, pada tahun 2006 rasio antara Jumlah penduduk dibandingkan dengan jumlah gedung sekolah menunjukkan nilai rasio 1:319 dimana rata-rata 1 SMP/MTs menampung 319 siswa dan pada tahun 2010 rasio tersebut menjadi 1:319 dimana rata-rata 1 SMP/MTs menampung 319 siswa.

    Rasio antara Jumlah penduduk dibandingkan dengan jumlah gedung sekolah menurut kecamatan di kota Surabaya pada tahun 2010 menunjukkan bahwa untuk tingkat SD/MI, kecamatan yang memiliki rasio terbesar adalah kecamatan Tenggilis Mejoyo dengan nilai rasio sebesar 1:961 dimana rata-rata 1 SD/MI di kecamatan Tenggilis Mejoyo menampung 961 siswa sebaliknya kecamatan yang memiliki rasio terkecil adalah kecamatan Tambaksari dengan nilai rasio sebesar 1:70 dimana rata-rata 1 SD/MI di kecamatan Tambaksari menampung 70 siswa. Pada tingkat SMP/MTs kecamatan Asemrowo memiliki rasio tertinggi yaitu 1:1096 dimana 1 SMP/MTs di Asemrowo rata-rata menampung 1096 siswa dan kecamatan Semampir merupakan kecamatan dengan rasio terendah yaitu 1:35 dimana 1 SMP/MTs di Semampir rata-rata menampung 35 siswa. Rasio antara Jumlah penduduk dibandingkan dengan jumlah gedung sekolah menurut kecamatan di kota Surabaya pada tahun 2010 untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

  • Tabel 2.15 Ketersediaan Sekolah Dan Penduduk Usia Sekolah di Kota Surabaya Menurut Kecamatan

    No. Kecamatan

    SD/MI SMP/MTs

    Jumlah Gedung

    Jumlah penduduk

    kelompok usia 7-12 tahun

    Rasio Jumlah Gedung

    Jumlah penduduk

    kelompok usia 13-15 tahun

    Rasio

    1 Karang Pilang 23 10.650 1:463 10 4.116 1:412

    2 Jambangan 14 10.005 1:715 4 4.065 1:1016

    3 Gayungan 21 10.632 1:506 6 4.271 1:712

    4 Wonocolo 28 6.053 1:216 8 2.117 1:265

    5 Tenggilis Mejoyo 20 19.225 1:961 6 8.484 1: 1414 6 Gunung Anyar 9 8.402 1:934 4 3.283 1:821

    7 Rungkut 25 6.360 1:254 12 4.799 1:400

    8 Sukolilo 34 12.347 1:363 15 5.177 1:345

    9 Mulyorejo 25 3.493 1: 140 13 755 1:58 10 Gubeng 51 13.844 1:271 16 5.781 1:361

  • No. Kecamatan

    SD/MI SMP/MTs

    Jumlah Gedung

    Jumlah penduduk

    kelompok usia 7-12 tahun

    Rasio Jumlah Gedung

    Jumlah penduduk

    kelompok usia 13-15 tahun

    Rasio

    11 Wonokromo 50 23.299 1:466 19 8.846 1:466

    12 Dukuh Pakls 25 9.023 1:361 7 3.543 1:506

    13 Wiyung 18 7.072 1:393 5 2.616 1:523

    14 Lakarsantri 20 8.519 1:426 8 3.327 1:416

    15 Tandes 30 5.029 1:168 14 1.628 1:116

    16 Sukomanunggal 31 4.504 1:145 12 1.237 1:103

    17 Sawahan 56 17.452 1:312 16 7.105 1:444

    18 Tegalsari 43 9.223 1:214 10 8.131 1:813

    19 Genteng 22 4.022 1:183 9 356 1:40

    20 Tambaksari 54 3.795 1:70 18 985 1:55

    21 Kenjeran 33 3.875 1:117 12 1.019 1:85 22 Simokerto 30 3.805 1:127 9 2.485 1:276

  • No. Kecamatan

    SD/MI SMP/MTs

    Jumlah Gedung

    Jumlah penduduk

    kelompok usia 7-12 tahun

    Rasio Jumlah Gedung

    Jumlah penduduk

    kelompok usia 13-15 tahun

    Rasio

    23 Semampir 50 4.664 1:93 17 601 1:35

    24 Pabean Cantian 22 5.336 1:243 7 1.710 1:244

    25 Bubutan 38 8.409 1:221 9 3.191 1:355

    26 Krembangan 41 3.919 1:96 18 1.015 1:56

    27 Asemrowo 9 8.289 1:921 3 3.288 1:1096

    28 Benowo 16 4.210 1:263 4 1.092 1:273

    29 Bulak 21 3.847 1:183 5 928 1:186

    30 Pakal 22 4.401 1:200 7 1.151 1:164

    31 Sambikerep 16 4.879 1:305 7 1.450 1:207

    Jumlah 897 248.583 1:277 310 98.552 1:318

    Sumber: Dinas Pendidikan Kota Surabaya

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 53

    Kebutuhan guru yang memenuhi kualifikasi menjadi sangat penting dalam upaya peningkatan kualitas dan pemerataan pendidikan di semua jenjang pendidikan. Dengan pendidikan guru yang sesuai dengan standar kualifikasi maka diharapkan akan mampu menghasilkan kualitas siswa didik yang lebih berkualitas pula. Dan tentunya juga dibutuhkan ketersediaan guru yang berkompetensi di setiap sekolah.

    Tabel 2.16 Jumlah Guru dan Murid Jenjang Pendidikan Dasar

    No Jenjang

    Pendidikan 2006 2007 2008 2009 2010

    1 SD/MI 1.1 Jumlah Guru 13.560 13.532 13.807 12.841 13.809 1.2 Jumlah murid 284.128 298.143 250.519 286.951 261.509 1.3 Rasio 1 : 21 1 : 22 1 : 18 1 :22 1 : 19 2 SMP/MTs

    2.1 Jumlah guru 9.172 8.923 9.763 9.331 7.399

    2.2 Jumlah murid 114.058 114.030 109.046 115.331 103.480

    2.3 Rasio 1 : 12 1 : 13 1 : 11 1 : 12 1 : 14

    Sumber: Dinas Pendidikan Kota Surabaya

    Rasio antara Jumlah murid dibandingkan dengan jumlah guru dari tahun 2006 sampai tahun 2010 menunjukkan trend yang fluktuatif baik itu tingkat SD/MI maupun tingkat SMP/MTs. Pada Tingkat SD/MI misalnya, pada tahun 2006 rasio antara jumlah murid dibandingkan dengan jumlah guru menunjukkan 1: 21 dimana rata-rata 1 guru di Surabaya menangani 21 siswa. Jumlah ini mengalami trend yang fluktuatif hingga pada tahun 2010 menunjukkan nilai rasio 1:19 dimana rata-rata 1 guru menangani 19 siswa. Sedangkan keadaan yang hampir sama juga ditunjukkan untuk tingkat SMP/MTs, pada tahun 2006 rasio antara Jumlah murid dibandingkan dengan jumlah guru

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 54

    menunjukkan 1:12 dimana rata-rata 1 guru menangani 12 siswa dan pada tahun 2010 rasio tersebut menurun menjadi 1: 14 dimana rata-rata 1 guru menangani 14 siswa.

    Rasio antara jumlah murid dibandingkan dengan jumlah guru menurut kecamatan di kota Surabaya pada tahun 2010 menunjukkan bahwa untuk tingkat SD/MI, kecamatan yang memiliki rasio terbesar adalah kecamatan Gununganyar dengan rasio 1 : 25 dimana rata-rata 1 guru SD/MI di Gununganyar menangani 25 siswa sebaliknya kecamatan yang memiliki rasio terkecil adalah kecamatan Mulyorejo dengan nilai rasio sebesar 1 : 14 dimana rata-rata 1 guru SD/MI di Mulyorejo menangani 14 siswa. Pada tingkat SMP/MTs kecamatan Asemrowo memiliki rasio tertinggi yaitu 1 : 22 dimana 1 guru SMP/MTs di Asemrowo rata-rata menangani 22 siswa dan kecamatan Simokerto merupakan kecamatan dengan rasio terendah yaitu 1 : 8 dimana 1 guru SMP/MTs di Simokerto rata-rata menangani 8 siswa. Rasio antara Jumlah murid dibandingkan dengan jumlah guru sekolah menurut kecamatan di kota Surabaya pada tahun 2010 untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

  • Tabel 2.17 Jumlah Guru dan Murid Jenjang Pendidikan Dasar Menurut Kecamatan

    No. Kecamatan SD/MI SMP/MTs

    Jumlah Guru Jumlah Murid Rasio Jumlah Guru Jumlah Murid Rasio

    1 Karang Pilang 333 7.767 1: 23 295 3.723 1 : 13

    2 Jambangan 191 3.439 1 : 18 187 2.792 1 : 15

    3 Gayungan 450 6.751 1 : 15 122 1.441 1 : 12

    4 Wonocolo 414 8.383 1 : 20 216 3.546 1 : 16

    5 Tenggilis Mejoyo 292 5.549 1 : 19 105 1.659 1 : 16

    6 Gununganyar 158 4.009 1 : 25 62 1.018 1 : 16

    7 Rungkut 447 9.961 1 : 22 430 5.287 1 : 12

    8 Sukolilo 674 10.094 1 : 15 359 5.328 1 : 15

    9 Mulyorejo 557 8.013 1 : 14 323 3.915 1 : 12

    10 Gubeng 875 14.653 1 : 17 380 4.054 1 : 11

  • No. Kecamatan SD/MI SMP/MTs

    Jumlah Guru Jumlah Murid Rasio Jumlah Guru Jumlah Murid Rasio

    11 Wonokromo 688 12.461 1 : 18 553 8.153 1 : 15

    12 Dukuh Pakis 391 6.078 1 : 16 168 2.068 1 : 12

    13 Wiyung 361 5.591 1 : 15 68 1.028 1 : 15

    14 Lakarsantri 269 5.325 1 : 20 254 3.272 1 : 13

    15 Tandes 451 9.629 1 : 21 173 2.393 1 : 14

    16 Sukomanunggal 563 10.271 1 : 18 105 1.895 1 : 18

    17 Sawahan 733 16.039 1 : 22 277 4.067 1 : 15

    18 Tegal Sari 571 10.665 1 : 19 180 3.390 1 : 19

    19 Genteng 400 7.201 1 : 18 349 5.267 1 : 15

    20 Tambaksari 835 18.031 1 : 22 438 6.405 1 : 15

    21 Kenjeran 487 12.097 1 : 25 382 7.384 1 : 19

  • No. Kecamatan SD/MI SMP/MTs

    Jumlah Guru Jumlah Murid Rasio Jumlah Guru Jumlah Murid Rasio

    22 Simokerto 387 6.763 1 : 17 167 1.392 1 : 8

    23 Semampir 673 13.692 1 : 20 309 2.959 1 : 10

    24 Pabean Cantian 231 4.272 1 : 18 173 2.242 1: 13

    25 Bubutan 521 8.739 1 : 17 176 1.824 1: 10

    26 Krembangan 644 13.327 1 : 21 515 8.471 1 : 16

    27 Asemrowo 107 2.125 1 : 20 52 1.127 1 : 22

    28 Benowo 245 5.191 1 : 21 60 764 1 : 13

    29 Bulak 293 5.651 1 : 19 157 1.666 1: 11

    30 Pakal 331 5.671 1 : 17 177 2.880 1 : 16

    31 Sambi Kerep 237 4.071 1 : 17 187 2.070 1: 11

    Jumlah 13.809 261.509 1 : 19 7.399 103.480 1 : 14

    Sumber: Dinas Pendidikan Kota Surabaya

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 58

    Dalam upaya meningkatkan minat dan budaya gemar membaca masyarakat Kota Surabaya dan meningkatkan akses dan kualitas perpustakaan, pemerintah Kota Surabaya berupaya dengan menyediakan perpustakaan daerah, perpustakaan keliling yang menggunakan sarana angkutan bis keliling yang melayani di sekolah-sekolah dan taman, menyediakan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) di kelurahan dan kecamatan, bahkan ada pula ditempat-tempat pelayanan publik lainnya seperti puskesmas, taman-taman kota, balai RW, Rusun dan Liponsos. Kondisi jumlah pengunjung perpustakaan daerah setiap tahunnya mengalami peningkatan yaitu 93.335 pengunjung pada tahun 2006, 140.232 pengunjung pada tahun 2007, 315.432 pengunjung pada tahun 2008, 343.271 pengunjung pada tahun 2009, dan 1.292.388 pada tahun 2010. Demikian pula dengan Koleksi buku setiap tahunnya selalu ditambah untuk memperkaya perpustakaan-perpustakaan tersebut sehingga semakin menambah minat baca masyarakat. Keberadaan koleksi buku yang tersedia di perpustakaan daerah setiap tahunnya terus meningkat, pada tahun 2006 tercatat sebanyak 10.000 buku dengan 7.935 judul buku dan menjadi 96.520 buku dengan 10.358 judul buku pada tahun 2010. Distribusi koleksi buku tersebut sebagian besar berada di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Kecamatan, Kelurahan dan Balai RW yaitu 44.36 persen atau 42.817 buku, kemudian terdapat di perpustakaan sekolah 17.61 persen atau 17.000, di perpustakaan umum 10.81 persen atau 10.436, di PAUD 9.84 persen atau 9.500 buku, untuk bis keliling Taman Bungkul, Taman Prestasi, dan TBM Kebun Bibit 5.83 persen atau 5.628 buku, di TBM Rumah Susun 4.12 persen atau 3.978 buku, layanan paket 3.46 persen atau 3.341 buku, di TBM Liponsos 1.99 persen atau 1.920 buku, sudut baca di Puskesmas 1.35

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 59

    persen atau 1300 buku, Masjid Muhajirin 0.52 % atau 500 buku, dan RS. Bhakti Dharma Husada 0.10 persen atau 100 buku.

    Atas upaya-upaya yang telah dilakukan dalam meningkatkan pelayanan perpustakaan dan minat baca masyarakat, Pemerintah Kota Surabaya berhasil mendapatkan penghargaan Unit Kerja/Kantor Pelayanan Masyarakat Percontohan Jawa Timur Tahun 2010 oleh Gubernur Jawa Timur pada tahun 2010.

    b. Kesehatan Arah pembangunan kesehatan di kota Surabaya selama

    tahun 2006-2010 secara umum adalah untuk mewujudkan kualitas pelayanan kesehatan yang terjangkau bagi masyarakat kota serta meningkatkan pemahaman masyarakat tentang lingkungan sehat dan perilaku sehat.

    Ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan merupakan faktor penting dalam pelayanan kesehatan masyarakat. Jumlah fasilitas kesehatan di Kota Surabaya dalam rentang tahun 2005-2010 relatif menunjukkan adanya peningkatan. Pada tahun 2005 tercatat terdapat 43 Rumah Sakit meningkat menjadi 50 Rumah Sakit pada tahun 2010. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduknya maka rasio rumah sakit dengan jumlah penduduk adalah sekitar 1:78.470. Menurut standar pelayanan minimal, setiap rumah sakit dapat melayani 240.000 penduduk. Dengan demikian keberadaan rumah sakit di Kota Surabaya dapat dikatakan sudah memadai.

    Sebagai ujung tombak pelayanan masyarakat, Puskesmas di Kota Surabaya tercatat sebanyak 53 unit pada tahun 2010. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk maka rasio antara Puskesmas dengan penduduk adalah 154.781, sementara menurut standar pelayanan minimal kesehatan, setiap puskesmas minimal melayani sekitar 30.000 penduduk. Sehingga secara rasio masih terdapat kekurangan saranan

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 60

    kesehatan dasar/ puskesmas di Kota Surabaya. Namun demikian, untuk mengatasi kekurangan tersebut, setiap Puskesmas di Kota Surabaya ini memiliki puskesmas pembantu (Pustu) masing-masing sekitar 1-2 unit sehingga sampai dengan tahun 2010 tercatat terdapat 69 Pustu. Ditambah lagi dengan keberadaan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) yang tersebar hampir di setiap Rukun Warga (RW) sehingga tercatat sebanyak 2,794 unit. Selain itu, untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, terdapat 38 Puskesmas yang memberikan pelayanan diluar jam kerja yaitu pada hari Senin sampai dengan Sabtu, pukul 14.00 19.00 WIB serta puskesmas dengan layanan spesialis sebanyak 25 unit. Ketersediaan dokter atau tenaga medis merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam terciptanya keseimbangan dalam dunia kesehatan. Jumlah dokter yang ada di Kota Surabaya dari tahun 2005-2010 terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2005 jumlah dokter yang tercatat adalah sebanyak 2.398 dokter dan pada tahun 2010 sudah meningkat sebanyak 3.899 dokter. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk maka rasio antara jumlah dokter dengan jumlah penduduk adalah 1:753 dimana 1 dokter menangani sekitar 753 penduduk kota Surabaya pada tahun 2010. Selain itu terlihat peran yang semakin besar oleh pihak swasta dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan memberikan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat, hal ini telihat dari semakin meningkatnya jumlah klinik kesehatan yang dikelola oleh pihak swasta. Dengan demikian dapat dikatakan jumlah fasilitas kesehatan di Kota Surabaya relatif sudah lebih baik dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Namun demikian pemerintah Kota Surabaya harus tetap mempertimbangkan pertumbuhan penduduk yang tentunya secara otomakebutuhan fasilitas kesehatan akan bertambah.

    Dari data di atas diperoleh gambaran bahwa cakupan pelayanan kesehatan masyarakat semakin meluas melalui

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 61

    pengembangan sarana dan prasarana serta tenaga medis dan paramedis disamping semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pemeliharaan kesehatan bagi dirinya dan keluarganya. Namun demikian masih dialami kasus-kasus penyakit menular yang terjadi di Kota Surabaya seperti demam berdarah, infeksi saluran pernafasan bagian atas (ISPA), diare, dan HIV/AIDS.

    Atas berbagai upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan akses serta mutu pelayanan kesehatan tersebut, Pemerintah Kota mendapatkan sejumlah penghargaan antara lain yaitu Pemenang Otonomi Award 2009 Special Category (Region in an inovative brekthrough on health service) dari JPIP (the jawa pos institute of pro-otonomi) kepada Kota Surabaya dan Manggala Karya Bhakti Husada Arutala dari Menteri Kesehatan RI kepada Pemerintah Kota Surabaya pada tahun 2009.

    c. Pekerjaan Umum c.1. Sarana Prasarana Jalan dan Jembatan

    Sistem jaringan jalan di kota Surabaya membentuk pola grade dengan pusat-pusat pertumbuhan primer dan sekunder saat ini tersebar di koridor Utara dan Selatan serta Timur dan Barat Kota. Panjang ruas jalan di kota Surabaya pada tahun 2010 sepanjang 1.911,34 km yang terdiri atas ruas jalan nasional, jalan provinsi dan jalan kota. Terkait kondisi jalan saat ini, dari total 11,021 ruas jalan di Surabaya terdapat 9,632 ruas jalan masih layak, 1,374 ruas jalan yang harus diperbaiki, dan 15 ruas masih dalam perbaikan. Adapun masalah utama pada sistem jaringan jalan di Surabaya adalah sebagai berikut : Kemacetan dan rendahnya tingkat aksesibilitas ke

    beberapa wilayah di kota Surabaya. Masalah kemacetan yang terjadi di koridor Utara-Selatan saat ini disebabkan

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 62

    karena koridor tersebut secara alami telah terbentuk dan akses koridor terhubung dengan sempurna sehingga pusat pusat kegiatan primer dan sekunder lebih dahulu tumbuh dengan pesat pada wilayah koridor ini dari pada wilayah yang dihubungkan oleh koridor Timur-Barat. Pada wilayah koridor Timur-Barat Surabaya saat ini mulai tumbuh dengan pesat namun masih belum didukung oleh akses yang sempurna untuk menghubungkan kedua wilayah tersebut sehingga apabila pergerakan menuju wilayah Timur atau wilayah Barat harus melewati pusat kota dan pada akhirnya lalu lintas akan menumpuk pada koridor Utara-Selatan Kota. Isu lain yang menjadi pendorong terjadinya masalah kemacetan adalah terdapatnya ruas jalan yang berbentuk bottle neck sehingga menghambat arus lalu lintas serta adanya persimpangan yang sebidang dengan rel kereta.

    Volume kendaraan yang semakin meningkat mengakibatkan kapasitas jalan menjadi semakin kecil jika tidak diimbangi dengan peningkatan jaringan dan kapasitas jalan. Tabel 2.18 dibawah mengindikasikan bahwa sistem jaringan jalan Kota Surabaya secara mayoritas sudah tidak sanggup lagi mengimbangi pertumbuhan volume kendaraan. Hal ini juga terlihat dari tingkat pelayanan jaringan jalan berdasarkan angka rasio volume lalu lintas terhadap kapasitas ruas jalan (V/C ratio) berkisar pada angka 0,7.

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 63

    Volume Kapasitas DS Volume Kapasitas DS Volume Kapasitas DS Volume Kapasitas DS(smp/jam) (smp/jam) (smp/jam) (smp/jam) (smp/jam) (smp/jam) (smp/jam) (smp/jam)

    1 A. Yani (Polda) 8,757 9,742 0.90 8,757 9,742 0.90 8,757 9,742 0.90 8,757 9,742 0.90

    2 A. Yani (Waru) 11,034 9,742 1.13 11,034 9,742 1.13 11,034 9,742 1.13 11,034 9,742 1.13

    3 Bubutan 5,006 6,215 0.81 5,006 6,215 0.81 5,006 6,215 0.81 5,006 6,215 0.81

    4 Darmahusada 3,706 5,078 0.73 3,706 5,078 0.73 3,706 5,078 0.73 3,706 5,078 0.73

    5 Darmawangsa 2,966 6,105 0.49 2,966 6,105 0.49 2,966 6,105 0.49 2,966 6,105 0.49

    6 Diponegoro 4,206 9,810 0.43 4,000 9,810 0.41 4,000 9,810 0.41 4,000 9,810 0.41

    7 Dupak 4,265 9,810 0.43 4,265 9,810 0.43 4,265 9,810 0.43 4,265 9,810 0.43

    8 Embong Malang 5,112 7,453 0.69 4,650 7,453 0.62 4,650 7,453 0.62 4,650 7,453 0.62

    9 Gresik 2,343 3,603 0.65 2,343 3,603 0.65 2,343 3,603 0.57 2,343 4,103 0.57

    10 Gubeng 5,627 6,539 0.86 5,120 6,539 0.78 5,120 6,539 0.78 5,120 6,539 0.78

    11 Gunungsari 5,003 5,483 0.91 4,852 5,483 0.88 4,852 5,483 0.88 4,852 5,483 0.88

    12 HR. Muhammad 4,902 9,384 0.52 4,902 9,384 0.52 4,902 9,384 0.50 4,902 9,884 0.50

    13 Mastrip 1,516 2,770 0.55 1,516 2,770 0.55 1,516 2,770 0.55 1,516 2,770 0.55

    14 Mayjen Sungkono 7,690 8,744 0.88 7,690 8,744 0.88 7,690 8,744 0.88 7,960 8,744 0.88

    15 Menganti 1,674 2,371 0.71 1,674 2,371 0.71 1,674 2,371 0.71 1,674 2,371 0.71

    16 Ngagel 2,891 5,792 0.50 2,891 5,792 0.50 2,891 5,792 0.50 2,891 5,792 0.50

    17 Nginden 5,564 9,504 0.59 5,564 9,504 0.59 5,564 9,504 0.59 5,564 9,504 0.59

    18 Oso Wilangun 1,610 3,293 0.49 1,610 3,293 0.49 1,610 3,293 0.49 1,610 3,293 0.49

    19 Pahlawan 5,240 12,055 0.43 5,240 12,055 0.43 5,240 12,055 0.43 5,240 12,055 0.43

    20 Panglima Sudirman 6,965 8,234 0.85 6,965 8,234 0.85 6,965 8,234 0.85 6,965 8,234 0.85

    21 Prof. Dr. Moestopo 5,783 10,137 0.57 5,783 10,137 0.57 5,783 10,137 0.57 5,783 10,137 0.57

    22 Rajawali 3,187 7,913 0.40 3,187 7,913 0.40 3,187 7,913 0.40 3,187 7,913 0.40

    23 Raja Rungkut 3,566 5,504 0.65 3,586 5,504 0.65 3,586 5,504 0.65 3,586 5,504 0.65

    24 Raya Wonokromo 9,724 9,181 1.06 9,724 9,181 1.06 9,724 9,181 1.06 9,724 9,181 1.06

    25 Rungkut Industri 5,461 8,997 0.61 5,461 8,997 0.61 5,461 8,997 0.61 5,461 8,997 0.61

    26 Rungkut Menanggal 2,383 2,386 1.00 2,383 2,386 1.00 2,383 2,386 1.00 2,383 2,386 1.00

    27 Semarang 2,307 2,986 0.77 2,307 2,986 0.77 2,307 2,986 0.77 2,307 2,986 0.77

    28 Tandes 3,025 3,127 0.97 3,025 3,127 0.97 3,025 3,127 0.97 3,025 3,127 0.97

    29 Tunjungan 5,926 7,499 0.79 5,926 7,499 0.79 5,926 7,499 0.79 5,926 7,499 0.79

    30 Urip Sumoharjo 10,421 10,002 1.04 10,421 10,002 1.04 10,421 10,002 1.04 10,421 10,002 1.04

    31 Wiyung 2,435 2,589 0.94 2,435 2,589 0.94 2,435 2,589 0.94 2,435 2,589 0.94

    32 Banyu Urip 1,360 2,350 0.58

    33 Semolowaru 1,465 2,350 0.62

    34 Menur 0 2,350 0.00

    35 Frontage Road A.Yani 3,285 3,425 0.96

    22.35 22.15 22.05 24.20

    0.72 0.71 0.71 0.69

    J U M L A H

    RATA - RATA

    No. Nama Ruas Jalan

    J U M L A H

    RATA - RATA

    2009200820072006

    J U M L A H

    RATA - RATA

    J U M L A H

    RATA - RATA

    Tabel 2.18 Data V/C Ratio di Beberapa Ruas Jalan SurabayaTahun 2006 2009

    Sumber : Hasil Survey Dinas PU Bina Marga dan Pematusan, 2009

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 64

    c.2. Pematusan Kota Banjir dan genangan di jalan berakibat pada

    gangguan terhadap mobilisasi penduduk karena menyebabkan/meningkatkan kemacetan lalu lintas dan beresiko terhadap penurunan kesehatan masyarakat apabila permukiman terjangkit wabah penyakit akibat banjir. Upaya yang telah dilakukan adalah pengembangan sistem drainase. Secara administrasi Kota Surabaya memiliki luas area 33.048 ha, namun untuk rencana pengembangan sistem drainase perlu ditambahkan sekitar 3.000 ha di bagian Barat (Kabupaten Gresik) dan Selatan kota (Kabupaten Sidoarjo) serta 500 ha tanah reklamasi di pantai Timur. Sistem drainase Kota Surabaya dibagi dalam 5 (lima) wilayah rayon, yaitu rayon Genteng, Gubeng, Jambangan, Wiyung dan Tandes dengan total luas wilayah pematusan kurang lebih sebesar 36.396,46 ha, seperti yang ditampilkan pada Tabel berikut ini.

    Tabel 2.19 Luas Wilayah Pematusan Berdasarkan Rayon Rayon Pematusan Luas Wilayah

    Pematusan (ha) Genteng 3.841 Gubeng 7.123 Jambangan 7.421 Wiyung 7.290,27 Tandes 10.721,19

    Total 36.396,46 Sumber: Surabaya Drainage Master Plan 2018, Review

    Berdasarkan sejarah pengembangan drainase perkotaan di Surabaya, beberapa dari saluran-saluran yang dulu dirancang untuk penyediaan irigasi sekarang beralih

  • R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 5

    II - 65

    fungsi sebagai saluran drainase seiring dengan pesatnya pertumbuhan kawasan terbangun. Dalam peralihan fungsi saluran irigasi menjadi saluran drainase diperlukan banyak perbaikan dan penggalian pada elevasi yang lebih rendah karena adanya prinsip konstruksi saluran irigasi yang berbeda dengan prinsip konstruksi saluran drainase dimana saluran irigasi umumnya menyempit di bagian hil