BAB II GAMBARAN UMUM KARESIDENAN MADIUN …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0512024_bab2.pdf ·...
Transcript of BAB II GAMBARAN UMUM KARESIDENAN MADIUN …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0512024_bab2.pdf ·...
16
BAB II
GAMBARAN UMUM KARESIDENAN MADIUN ABAD XX
Periode awal abad XX menjadi satu perubahan penting dalam
perekonomian Hindia Belanda, kepentingan akan pasokan bahan-bahan mentah
bagi ekspor terus mengalami peningkatan. Pembukaan lahan pertanian serta
perkebunan juga terjadi secara besar besaran apalagi diimbangi dengan banyaknya
modal asing yang masuk di Hindia Belanda. Dalam memenuhi berbagai
kebutuhan tersebut maka di berbagai daerah, terutama untuk daerah yang subur
menyediakan sebagian besar lahan pertaniannya untuk dimanfaatkan sebagai
penanaman bahan ekspor.
Madiun merupakan salah satu wilayah yang berada di Jawa Timur, pasca
perang Diponegoro, Madiun diambil alih oleh pemerintah Hindia Belanda. Bekas
provinsi-provinsi kerajaan di sebelah timur terbagi menjadi dua bagian yaitu
Madiun dan Kediri.1 Pada dasawarsa ketiga abad ke-19 pasca pemerintahannya
jatuh ditangan Belanda, Madiun memiliki kurang lebih 20 orang bupati yang
ditunjuk sebagai pejabat untuk mengatur administrasi di suatu daerah, di mana
kemudian oleh pemerintah Belanda diperkecil menjadi lima orang yang masing-
masing menguasai satu daerah kabupaten.
1 Onghokham., ’’Perubahan Sosial di Madiun Selama Abad XIX; Pajak
dan Pengaruhnya Terhadap Penguasaan Tanah’’, dalam Sediono M.P
Tjondronegoro, Gunawan Wiradi. Dua abad Penguasaan Tanah Pertanian di
Jawa dari Masa ke Masa (Jakarta: Gramedia. 1984) hlm. 4.
17
Daerah Madiun khususnya perkembangan industri perkebunan tebu sangat erat
kaitannya dengan kondisi geografis, demografis, juga berbagai potensi potensi
pertanian lain yang telah tumbuh di Madiun. Banyaknya industri perkebunan
swasta tumbuh dan memegang kendali dalam pengolahan sumber daya alam,
dalam bab ini akan diuraikan fakta-fakta terkait faktor pendukung tahap awal
tumbuh dan berkembangnya industri perkebunan tebu di Madiun sejak awal abad
ke-20.
A. Tata Pemerintahan Karesidenan Madiun
Seorang Residen memiliki peran penting sebagai tokoh yang paling
menonjol kedudukannya, Residen Madiun memiliki tugas untuk mengkoordinasi
dan mengawasi kelima pemerintahan dari setiap kabupaten, di mana Residen
memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibanding Asisten Residen maupun Bupati.
Hal ini merupakan salah satu bentuk penguasaan pemerintah Belanda yang
terkesan tidak langsung mengatur suatu wilayah.
Residen Madiun pada tahun 1879 mengangkat seorang Bupati yang
beranama Raden Mas Tumenggung Sosrodiningrat dan melaksanakan reorgaisasi
pemerintahan berdasarkan Staatsblad tahun 1887.2 Madiun terbagi menjadi lima
afdelingen, yang termasuk kontrol afdeling atau regentschap itu adalah Madiun,
Ngawi, Magetan, Ponorogo dan Pacitan yang dikendalikan oleh seorang Assisten
2 Humas Pemerintah Kabupaten/Kodya Daerah Tingkat II Madiun., Buku
Kenang-Kenangan Sekilas Lintas Madiun Pada Hari Jadi yang ke-418, (Madiun:
Humas Pemerintah Kabupaten/Kodya Daerah Tingkat II Madiun, 1986), hlm. 67.
18
Resident.3 Akibat adanya reorganisasi pemeritahan tersebut juga memicu
munculnya pemisahan antara kabupaten dan karesidenan, yang mana kemudian di
Madiun terbagi dalam empat distrik yakni Madiun, Uteran, Kaniogoro, dan
Caruban.
Dalam bidang tata pemerintahan Madiun memiliki susunan penguasa yang
terdiri dari seorang Residen yang berkedudukan di Madiun, seorang pembantu
Residen yang berada di Madiun juga, tiga orang Asisten Residen yang berada di
Madiun, Ngawi, dan Ponorogo. Adapun seorang Sekretaris membawahi
perkantoran karesidenan dan Bupati-Bupati di setiap daerah. Menurut Staatsblad
tahun 1859 nomor 102, yang kemudian diubah dalam Staastblad tahun 1876
nomor 57, jabatan Residen diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur Jendral
sehingga seorang Gubernur tidak memiliki wewenang untuk mengangkat dan
memberhentikan kedudukan seorang Residen.4 Seorang Residen memiliki tugas
pokok sebagai pejabat pamong praja, mewakili berbagai tugas dari Gubernur yang
berkaitan dengan kepentingan dari Karesidenan, ia juga sangat berpengaruh
terhadap kelancaran sosial dan ekonomi serta kemajuan masyarakat.
3 M.Nijhoff., Encyclopeadie Van Nederlandsch – Indie, ( Leyden: Brill
Publisher, 1917), hlm. 632.
4 Pemerintah Kabupaten Daerah Madiun Tingkat II,Sejarah Kabupaten
Madiun, (Madiun: Pemerintah Kabupaten Daerah Madiun Tingkat II,1980) hlm.
182.
19
B. Kondisi Geografis Madiun
Karesidenan Madiun merupakan wilayah yang strategis, selain memiliki
potensi besar dalam bidang pertanian juga menjadi jalur utama transportasi
perlintasan antar daerah, terutama untuk bagian kota Madiun. Pada masa
Cultuurstelsel, Madiun juga menjadi salah satu wilayah yang memiliki peran
besar dalam menghasilkan tanaman ekspor. Madiun merupakan salah satu wilayah
yang berada di lembah-lembah sungai dan di kelilingi oleh gunung-gunung berapi
sehingga berbagai tanaman ekspor dapat tumbuh dengan baik di sana. Keadaan
geologinya sebagian besar terdiri dari tanah alluvial dengan kadar mineral serta
organisme yang cukup, sehingga keadaan debit air untuk keperluan masyarakat
cukup memadai. Sumber dangkal sekitar ± 8 meter sedang sumber air artetis
terdapat pada kedalaman sekitar 90 meter.5
Karesidenan Madiun dipisahkan oleh rangkaian gunung berapi Lawu yang
membentang luas dan tinggi yang juga merupakan perbatasan di sebelah barat
dengan Surakarta. Pada timur berbatasan dengan gunung berapi Wilis dan daerah
Kediri yang membentang daerah aliran sungai Madiun yang mengarah ke kali
Brantas, hingga ke ujung selatan berbatasan dengan pantai selatan. Rembang yang
merupakan rangkaian dari pegunungan Kendeng menjadi wilayah perbatasan di
sebelah utara. Sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Hindia dan berbagai
sudut-sudut yang tinggi dan curam termasuk teluk Pacitan, Kauripan dan Damas.
5 Humas Pemerintah Kabupaten/Kodya Daerah Tingkat II Madiun., op.cit.,
hlm. 73.
20
Menurut Geertz dalam teorinya mengenai pertanian di Jawa pada masa pra
kolonial dibagi menjadi empat tingkat daerah kesuburan, wilayah kesuburan pada
tingkat pertama adalah daerah kejawen, kedua daerah sunda, ketiga daerah pesisir
dan keempat adalah daerah ujung timur, yang termasuk dalam daerah kejawen
salah satunya adalah wilayah Ponorogo yang merupakan afdeling dari
Karesidenan Madiun,6 wilayah Madiun merupakan bagian hilir dari Bengawan
Solo dan Brantas.7 Saluran irigasi memiliki fungsi pokok dalam pertanian
terutama untuk lahan persawahan yakni sebagai pengairan, pengontrol persediaan
air, dan meningkatkan kesuburan tanah karena zat-zat mineral yang terkandung
dalam air sungai. Selain lokasi yang benar-benar strategis wilayah pegunungan
api yang banyak memberikan zat-zat mineral yang baik untuk tumbuh-tumbuhan
sehingga potensi adanya kegagalan panen sangat kecil kemungkinannya.
Perbedaan kondisi geografis di setiap daerah menyebabkan adanya
perbedaan hasil bumi yang diperoleh, khususnya di Pacitan yang berada daerah
tebing curam dan pantai. Daerah-daerah lain seperti Ngawi, Ponorogo, Magetan
pada umunya memiliki hasil bumi yang sama di Kabupaten Pacitan ikatan
desanya sangat lemah, karena pada umumnya tanah perorangan turun-temurun
diterapkan, untuk tanah desa yang dikerjakan oleh para pejabat biasanya kurang
baik yakni tandus dan kurang menguntungkan apalagi sistem pengairan belum
6 Daerah kejawen yang memiliki kesuburan pada tingkat pertama
diantaranya adalah daerah Banyumas, Magelang, Surakarta, Ponorogo, Kediri dan
Malang. lihat Soekesi Soemoatmodjo, “Petani Jawa Dan Kebudayaanya Dilihat
Dari Sejarahnya” (karya ilmiah Fakultas Sastra Universitas Gajah Mada, 1983),
hlm. 2.
7 Ibid., hlm.2.
21
teratur dengan baik, dengan begitu maka sebagian besar cocok tanam padinya
adalah padi gogo yang hanya dapat dikerjakan dua kali dalam setahun. Hasil
terpenting adalah ketela, ketela menjadi bahan pangan pokok rakyat sepanjang
tahun, ketela setelah dipanen dijadikan gaplek dan dikonsumsi menjadi pengganti
beras. Karena luasnya areal tanam ketela di Pacitan dan hasil yang memuaskan
maka tak jarang hasil panennya dijual hingga luar daerah. Daerah Ponorogo dan
Ngawi selain memiliki areal tanah sawah yang luas juga terdapat hutan-hutan
yang luas di mana banyak kayu jati yang dihasilkan. Pada umumnya tidak banyak
perbedaan hasil produksi-produksi, pengolahan tanah sawah yang berdampingan
dengan tanaman tebu tidak selalu menimbulkan dampak negatif, hal ini
berhubungan dengan adanya berbagai perbaikan dalam hal irigasi. Tebu
memerlukan air yang lebih banyak dari pada tanaman padi, secara tidak langsung
air yang mengaliri tanaman tebu juga mengaliri tanah sawah untuk tanaman padi.
Pergantian areal tanaman dari yang semula dimanfaatkan untuk menanam tebu di
rubah menjadi lahan sawah juga menjadi faktor pendukung naiknya jumlah
produksi padi yang telah dipanen, berhubungan dengan kesuburan unsur hara
dalam tanah.
Berikut adalah peta Karesidenan Madiun pada abad ke-20, ditunjukkan
dengan warna biru.
22
Gambar. 1
Kaart Der Suikerfabrieken Spoor-En Tramwegen Van Java En
Sumber: Badan Perpustakaan Dan Kearsipan Jawa Timur
23
C. Kondisi Demografis Madiun
Kondisi demografis suatu wilayah sangat erat kaitannya dengan faktor
ekonomi yang ada pada satu wilayah tertentu. Jawa khususnya kenaikan jumlah
peduduk semakin bertambah setiap tahunnya, seiring dengan berkembanganya
berbagai sektor industri oleh para pengusaha barat. Kondisi semacam ini tidak
selalu memberikan dampak yang positif karena kemudian menimbulkan berbagai
kesukaran. Meningkatnya jumlah penduduk tidak serta merta diikuti oleh
meningkatnya perluasan lahan-lahan pertanian di Jawa. Perluasan besar dari pada
penanaman–penanaman perusahaan terutama penanaman tebu banyak membantu
hal itu.8
Perubahan penduduk suatu wilayah merupakan salah satu tolak ukur
satuan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Wilayah yang setiap tahunnya
mengalami peningkatan penduduknya dapat disimpulkan bahwa ekonomi wilayah
tersebut mengalami peningkatan, sebaliknya wilayah yang jumlah penduduknya
semakin berkurang disimpulkan bahwa ekonomi kurang baik ada di daerah
tersebut. Meningkatnya jumlah peduduk di Jawa tidak hanya terjadi pada
masyarakat pribumi saja, melainkan juga golongan-golongan orang Eropa,
Tionghoa, dan Arab pada abad ke-20.
Meningkatnya pertumbuhan ekonomi tersebut juga mendatangkan
keberuntungan bagi orang-orang Tionghoa dan Arab. Mengenai meningkatnya
8 Burger., Sejarah Ekonomi Sosiologis Indonesia Jilid II, diterjemahkan
oleh Prajudi Atmosudirdjo, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1970), hlm. 18.
24
jumlah peduduk di Jawa sejak pertengahan abad sembilan belas hingga dua puluh.
Pada dasarnya bertambah dan berkurangnya jumlah penduduk pada suatu wilayah
tidak hanya ditentukan oleh imigrasi saja melainkan juga besar kecilnya jumlah
kelahiran dan kematian yang terjadi pada satu wilayah. Jumlah kematian di
Indonesia pada abad dua puluh mengalami penurunan, namun untuk jumlah
kelahiran terus mengalami kenaikan. Bertambahnya jumlah penduduk yang
semakin hari semakin meningkat disertai dengan perluasan areal pertanian, jumlah
kelahiran yang terus bertambah menyebabkan ketidak adanya keseimbangan
antara banyaknya penduduk dan bahan-bahan pangan, khususnya di Jawa sangat
sulit sekali mengadakan perluasan produksi yang seimbang.
Berikut adalah gambaran jumlah penduduk di Madiun saat diadakan
sensus penduduk pada bulan November tahun 1920.
Tabel. 1
Jumlah penduduk Madiun tahun 1905 - 1920
Tahun Eropa Pribumi Timur
Asing
Jumlah
1905 1917 1920
1905 1830 1432796 4846 1349472 - -
1917 3173 1592574 6495 - 1602242 -
1920 2450 1586008 6197 - - 1594655
Sumber : Volkstelling 1920, hlm. 3.
Dari perbandingan data jumlah penduduk di Hindia Belanda dan jumlah
penduduk di Madiun diperoleh hasil sebagai berikut, yakni jumlah penduduk
Madiun pada tahun 1920 mencapai sekitar 3,23 % dari keseluruhan jumlah
25
masyarakat Jawa yang pada tahun 1920 jumlah penduduk mencapai 49.451.000
jiwa termasuk masyarakat Timur Asing, Eropa maupun Tionghoa.9 Sejak tahun
1905 hingga 1917 pertumbuhan penduduk Eropa, pribumi maupun Timur Asing
di Madiun terus mengalami kenaikan yang drastis, hanya saja memasuki tahun
1920 jumlah penduduk mengalami penurunan. Penduduk Eropa di Madiun sejak
tahun 1917 hingga 1920 mengalami penurunan hampir 29%, begitupun dengan
masyarakat Timur Asing yang juga mengalami penurunan meskipun hanya sekitar
4,8 % saja. Jumlah penduduk pribumi yang banyak sangat memungkinkan untuk
berbagai industri perkebunan tumbuh dan berkembang di daerah Madiun terkait
jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan.
Karesidenan Madiun menjadi salah satu daerah industri perkebunan tebu
yang telah mengalami perkembangan pesat sejak abad ke-19 bahkan hingga
sekarang. Jumlah industri yang berkembang pada abad ke-20 sekitar enam pabrik
gula. Dalam hal ini dukungan faktor produksi berupa tenaga kerja maupun kondisi
tanah sangat diperhitungkan. Ketersediaan jumlah penduduk di Madiun bisa
dikatakan sudah cukup banyak dan beragam. Mulai dari penduduk pribumi,
bangsa Eropa hingga Tioghoa dan Arab yang sama-sama memiliki tujuan dalam
bidang ekonomi.
Sebagian besar lokasi yang digunakan untuk perkebunan atau pabrik
adalah wilayah yang memiliki jumlah penduduk sekitar 400 hingga 500 jiwa per
9 Jumlah penduduk mencapai 49.451.000 diperoleh dari jumlah penduduk
pada tahun 1920 yang terdiri dari Jawa ( 34.429.000), luar Jawa (14.000.000),
Eropa (168), Tionghoa (809) dan Arab (45) lihat Burger., Sejarah Ekonomi
Sosiologis Indonesia Jilid II, diterjemahkan oleh Prajudi Atmosudirdjo, (Jakarta:
Pradnya Paramita, 1970), hlm. 18.
26
kilometernya. Contohnya saja seperti di distrik Magetan, Madiun tepatnya di
wilayah Uteran, Ngawi dan Ponorogo di sekitar daerah Somoroto. Adapun
rincian jiwanya adalah sebagai berikut distrik Maospati (601,1 jiwa per Km²),
Goranggareng (633,6 jiwa per Km²) di kabupaten Magetan, Ponorogo (612,8 jiwa
per Km²) dan Madiun (772,5 : luar wilayah kota 572,9 jiwa per Km²).10
Perbandingan antara jiwa laki-laki dan perempuan di Karesidenan Madiun
tidak begitu berbeda jauh, untuk penduduk Eropa dan penduduk Cina jumlah laki-
laki jauh lebih banyak dari pada jumlah penduduk wanita sebaliknya untuk
masyarakat pribumi jumlah penduduk perempuan jauh lebih banyak dari pada
laki-laki. Untuk jumlah penduduk laki-laki sekitar 783.327 jiwa, sedangkan untuk
jumlah perempuan mencapai 802.017 jiwa. Berikut adalah tabel lengkapnya:
Tabel: 2
Perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan di Karesidenan
Madiun tahun 1920
Kabupaten Eropa Pribumi Cina
L P Total L P Total L P Total
Madioen 761 788 1549 162757 164813 327570 1560 1264 2824
Ngawi 305 248 553 160966 162700 323666 586 551 1137
Magetan 104 88 192 143832 150001 293833 490 430 920
Ponorogo 67 57 124 197179 198179 396054 526 430 956
Pacitan 16 16 32 118543 126342 244885 113 145 258
Sumber: Volkstelling 1920, hlm.106.
Keterangan L: Laki-laki
P : Perempuan
10
Volkstelling 1930, hlm. 7.
27
Madiun menjadi pusat pertumbuhan penduduk Eropa dan Cina yang tertinggi jika
dibandingkan dengan daerah lain, kemudian disusul oleh Ngawi, Magetan,
Ponorogo dan Pacitan, namun begitu untuk pertumbuhan penduduk pribumi yang
terbesar ada di daerah Ponorogo mencapai 396.054 jiwa.
1. Pendidikan
Sehubung dengan diterapkannya Sistem Politik Etis pada awal abad ke dua
puluh menimbulkan berbagai perubahan dalam sendi-sendi kehidupan sosial
masyarakat di karesidenan Madiun salah satunya adalah dalam bidang pendidikan
selain irigasi dan migrasi. Pengadaan edukasi terutama ditujukan untuk memenuhi
keperluan administrasi pemerintah kolonial ataupun kepentingan-kepentingan
pengusaha asing diluar tanggung jawab negara. Karesidenan Madiun keberadaan
dunia pendidikan sudah ada sejak abad sembilan belas, di mana hal yang melatar
belakanginya adalah banyaknya kaum priyayi yang berdatangan di Madiun dan
sebagian besar dari mereka membutuhkan pendidikan dengan biaya yang besar,
sedangkan untuk masyarakat bumi putera biaya pendidikan yang besar tidak
mampu mereka bayar. Pada tahun 1877 untuk pertama kalinya Bupati Madiun
Raden Mas Tumenggung Adipati Sosronagoro membuka sekolah rakyat.
Sekolah rakyat di Madiun diberi nama Sekolah Gubernemen atau Sekolah
Kelas Satu yang kemudian dirubah menjadi Vervolg School. Terdapat tiga
Vervolg School yakni Vervolg School Panggung yang terdapat di depan istana
Bupati Madiun yang mana sekolah tersebut digunakan oleh sebagian besar putra-
putri pegawai pemerintah kabupaten. Vervolg school Benteng, sesuai dengan
namanya sekolah rakyat Benteng berada di Benteng tempat batalyon Belanda dan
di fungsikan khusus untuk putra-putri para pegawai karesidenan, Balatentara
28
Belanda dan Abtenar lainnya. Vervolg School Sleko disediakan untuk putra-putri
Abtenar perkebunan dan lain sebagainya. Mata pelajaran yang diberikan
disesuaikan menurut kebangsaan, meliputi bahasa daerah, bahasa melayu
(Indonesia), membaca menulis huruf Jawa, huruf latin, adat-istiadat daerah,
berhitung, pengetahuan hayat, pengetahuan alam, menggambar, menyanyi, dan
olah raga permainan.11
Untuk masyarakat pribumi, sekolah kelas satu dan dua mulai diadakan
sejak tahun 1908. Sebagian besar sekolah-sekolah ini dibuka di setiap onder
distrik (kecamatan). Untuk Madiun sendiri dibagi menjadi empat distrik untuk
memenuhi kebutuhan pendidikan setempat, adapun nama sekolah rakyat tersebut
adalah sekolah rakyat Uteran untuk wilayah Uteran, Sekolah Rakyat Mejayan
untuk kepentingan pendidikan di distrik Caruban, di Wungu untuk kepentingan di
distrik Kanigoro sedangkan untuk di Bagi (Nglames) untuk kepentingan
pendidikan bagi masyarakat di distrik Madiun.
Dalam sekolah desa hanya diajarkan bahasa daerah, pengajaran berhitung
tidak lebih dari pada yang berguna sehari hari, pengajaran membaca seperti biasa,
setengah menyanyi, pengajaran menulis lebih dahulu dengan huruf Jawa dan
kemudian baru huruf latin.12
Waktu yang digunakan untuk sekolah rakyat pun
hanya singkat bahkan kurang dari dua setengah jam setiap harinya.
Selain sekolah rakyat di Madiun juga terdapat sekolah khusus wanita yang
diberi nama Perkumpulan Gerakan Wanita Madiun yang memiliki tujuan untuk
11
Pemerintah Kabupaten Daerah Madiun Tingkat II, op.cit., hlm. 227. 12
Pemerintah Kabupaten Daerah Madiun Tingkat II, op.cit., hlm.228.
29
melaksanakan berbagai gagasan nasional yang moderat serta untuk
menghilangkan tindakan-tindakan yang kurang adil terhadap wanita. Selain itu
juga untuk mengimbangi berbagai peran orang-orang Belanda yang sudah banyak
bertempat tinggal di Madiun sebagai pekerja perkebunan, perdagangan maupun
bekerja di perindustrian. Pada tahun 1912 di Madiun tepatnya berada di desa
Kartoharjo didirikan sebuah sekolah yang bernama sekolah Kartini, bahasa Jawa
menjadi bahasa pengantar yang digunakan di sekolah ini. Para wanita yang
berhasil menamatkan pendidikannya di Sekolah Kartini memiliki bekal
ketrampilan yang memadai sehingga mampu dimanfaatkan untuk mencari nafkah.
Perkembangan pendidikan ini tidak hanya terjadi di daerah kota Madiun
tetapi juga meliputi berbagai daerah kabupaten-kabupaten di karesidenan Madiun
salah satunya adalah wilayah Ponorogo. Kabupaten Ponorogo pada tanggal 1
januari 1923 mempunyai sekolah pribumi sebagai berikut, 8 Tweede Klasse
School, 10 Vervolg School, Vervolg School Babadan dan gedungnya masih
menyewa, 1 Kopschool yang belum mempunyai gedung sendiri.13
2. Migrasi
Migrasi tidak semata-mata diadakan untuk menciptakan keselarasan dalam
kehidupan masyarakat karena banyaknya kepadatan penduduk yang ada dalam
suatu wilayah melainkan lebih ditekankan pada pemenuhan kebutuhan tenaga
kerja bagi tenaga kerja di luar Jawa untuk perusahaan-perusahaan asing.
Emigrasi diadakan pula oleh pemerintah Madiun, hal tersebut diadakan dalam
13 Memori Serah Jabatan 1921-1930 (Jawa Timur dan Tanah Kerajaan),
(Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia, 1978), hlm. 215.
30
jumlah terbatas terutama disediakan bagi masyarakat yang berkeinginan menjadi
kuli-kuli di berbagai perkebunan swasta milik warga asing khususnya di daerah
luar pulau Jawa seperti di daerah Sumatra Timur.
Alasan mendasar yang menyebabkan adanya pembatasan jumlah imigran
adalah untuk mengurangi biaya pengeluaran dana oleh pemerintah, sebab
pemerintah juga tidak ingin dirugikan akibat adanya kenaikan migrasi yang harus
mengirim para kuli ke berbagai daerah diluar pulau Jawa. Khususnya untuk
kabupaten Madiun sejak tahun 1895 hingga tahun 1920 tiap dataran satu Km²
berpenduduk 292 orang.14
Kondisi tersebut dikatakan sebagai masa yang padat
jumlah kenaikan angka jiwa di setiap daerah, selama 25 tahun tersebut
diperkirakan kenaikan jumlahnya mencapai 60%.
Ponorogo merupakan salah satu wilayah yang memiliki jumlah penduduk
padat, bahkan mencapai lima jiwa setiap bau persegi. Angka kelahirannya rata-
rata mencapai 3% sedangkan kematiannya hanya 1%. Jumlah emigran cukup
banyak dan memang didorong dan diberikan penerangan oleh pemerintah melalui
beberapa lembaga resmi, salah satunya adalah AVROS (Algemeene Vereeniging
van Rubberplanters Ter Oostkust van Sumatra) secara teratur mengirim tenaga
kerja untuk perusahaan-perusahaan perkebunan di luar Jawa.15
Biasanya emigran
hanya mengetahui mereka akan dipekerjakan di perkebunan tanpa mengetahui di
mana mereka akan ditempatkan, emigran dari Ponorogo biasanya selain di
14 Pemerintah Kabupaten Daerah Madiun Tingkat II, op.cit. hlm. 230.
15 Memori Serah Jabatan 1921-1930 (Jawa Timur dan Tanah Kerajaan)
,op.cit., hlm. 203.
31
Sumatra ditempatkan di Singapura, meskipun pemerintah sudah banyak berperan
dalam menyalurkan para emigran keberbagai daerah namun emigran gelap juga
masih menjadi masalah yang kerap kali terjadi khususnya di Ponorogo.
Pada dasarnya wilayah-wilayah yang memiliki jumlah penduduk yang
padat adalah wilayah yang memiliki potensi besar terhadap perkebunan dan tanah
yang subur. Kepadatan penduduk yang terus meningkat di Madiun menyebabkan
banyaknya berbagai protes dan pembangkangan yang dilakukan oleh masyarakat,
mengingat apa yang mereka kerjakan tidak sesuai dengan tuntutan kebutuhan
hidup, mereka harus bekerja keras untuk memenuhi keperluan pemerintah. Van
Heutzs yang menjabat gubernur di Madiun pada tahun 1904 hingga 1909 bersikap
keras terhadap apapun yang menganggu berbagai program pemerintah yang telah
ditentukan. Pemerintah lebih mementingakan kemajuan perniagaan, perusahaan
pabrik, dan kerajinan dibandingkan kesejahteraan masyarakat.
D. Perkembangan Pertanian di Karesidenan Madiun
Pada suatu daerah dengan kepadatan penduduk dalam jumlah besar
biasanya terdapat tanah yang luas dan dimanfaatkan sebagai lahan penanaman
bahan-bahan makanan di sawah dan tegalan. Sawah dan tegalan yang
dimanfaatkan secara terus menerus membutuhkan pengurusan yang lebih banyak
untuk mencegah mundurnya kesuburan tanah. Kemunduran kesuburan tanah ini
dapat di atasi dengan memberikan pengairan yang teratur di mana air yang
mengalir dengan lumpur menyebabkan kesuburan sehingga secara berturut-turut
penanaman padi dapat dilakukan. Bagi masyarakat Jawa agraris, tanah merupakan
satu-satunya sumber pendapatan yang menguntungkan.
32
Meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan perubahan model pertanian
dari yang semula merupakan pertanian ladang beralih ke pertanian sawah yang
merupakan perpendekan kecepatan pemakaian tanah. Khususnya di Jawa sawah-
sawah mengambil tempat yang penting sekali dalam perekonomian rakyat. Areal
sawah biasanya dikelilingi oleh tanggul-tanggul irigasi yang dapat terus
mengairinya, selain itu irigasi juga diperoleh dari sungai, aliran selokan ataupun
waduk, meskipun pengairan mendapat suplai setiap tahunnya tetapi ini bukan
berarti tanpa permasalahan. Areal tanam di Jawa pada umumnya dibedakan
menjadi tiga jenis yakni untuk tanah sawah yang terdiri dari tanah dengan (irigasi,
tanah tadah hujan dan tanah sawah rawa) tegalan dan tanah gaga. Pada abad
sembilan belas tanah sawah diperkirakan mencapai 80% sedangkan memasuki
abad dua puluh menurun menjadi 43%.16
Pada awal abad dua puluh di Madiun telah terjadi perkembangan satu
sektor ekonomi yang mengonsentrasikan pada kegiatan perkebunan dan
perkembangan serta untuk ekspor ke pasar dunia. Ciri yang menonjol pada masa
ini adalah ekonomi petani yang memproduksi hasil bahan pangan dikerjakan
dengan tradisional berdampingan dengan perkebunan besar yang memproduksi
hasil-hasil tanam ekspor dengan alat-alat teknologi modern.17
Selain itu juga
16 Peter Boomgaard dan J.L. Van Zanden., Changing Economy in
Indonesia A Selection Of Statistical Source Material From The Early 19th
Century Up To 1940 Volume 10 Food Crops And Arable Lands, Java 1815-1942
(Amsterdam: Royal Tropical Institute, 1990), hlm. 12.
17 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.,
Indonesia Dalam Arus Sejarah, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve,2012), hlm.
194.
33
adanya ekonomi perdagangan dan perantara yang dilakukan oleh orang Cina dan
Arab atau lebih sering dikenal sebagai Timur Asing.
Sebagai dampak yang ditimbulkan akibat terus berkembangnya ekonomi
modern memunculkan peluang ekonomi baru di lingkungan pedesaan di Jawa,
seperti munculnya industri gula, kopi, maupun tembakau. Sebagian besar
penduduk pribumi mempunyai mata pencaharian di sektor pertanian termasuk
pertanian rakyat. Terdapat sekitar 57,7 persen dari penduduk hidup sebagai petani
kecil dan sebanyak 6,7 persen sebagai buruh perusahaan perkebunan.18
Pertanian
rakyat banyak sekali macamnya dan terus mengalami pertumbuhan meskipun
membutuhkan waktu yang cukup lama. Adapun yang dimaksud sebagai
pertumbuhan pertanian misalnya perubahan penyesuaian kepada alam dan
perubahan akibat adanya kenaikan jumlah penduduk pada suatu wilayah dan
kemudian kebutuhan akan tanah menjadi lebih intensif, meskipun begitu beberapa
faktor lain seperti kemajuan lalu lintas dan banyaknya inovasi baru mendukung
tumbuhnya ekonomi pertanian rakyat.
18 Ibid., hlm. 197.
34
Tabel. 3
Tanah garapan (total dan sawah ) di Madiun dalam ha ( x1,000)
tahun 1918-1929.
Tahun 1918 1919 1920 1921 1922 1923 1924 1925 1926 1927 1928 1929
Total 370 379.4 410.7 419.5 416.2 415.9 413.7 412.9 412 415.2 416.0 415.6
Sawah 139 149.8 155.1 156.2 156.2 156.3 156.3 157.3 158.2 157.6 158.2 158.3
Sumber: Changing Economy in Indonesia hlm. 91
Untuk tanah garapan di Madiun sejak 1918 hingga 1922 mengalami peningkatan
sekitar 7000-18000 ha, namun memasuki tahun 1922 hingga 1925 penurunan
lahan garapan terus terjadi meskipun hanya sekitar 1000-2000 ha, bukan berarti
penurunan tersebut mengurangi porsi tanah sawah karena sejak tahun 1918 justru
tanah sawah terus mengalami peningkatan. Kenaikan jumlah tanah sawah
tertinggi terjadi pada tahun 1929 mencapai 158.300 ha. Adapun hasil produksi
padi yang diperoleh pada tahun 1918 hingga 1929 adalah sebagai berikut.
Tabel. 4
Produksi gabah di Madiun dalam ton ( x1000) tahun 1918-1929
Tahun 1918 1919 1920 1921 1922 1923 1924 1925 1926 1927 1928 1929
Jumlah 297.2 366.3 275.0 233.0 325.3 338.9 359.8 317.1 337.1 323.2 313.6 308.2
Sumber: Changing Economy in Indonesia hlm. 121
Dari data di atas menunjukan bahwa jumlah hasil panen gabah di Madiun tidak
selalu mengalami peningkatan, meskipun telah terjadi peluasan areal tanam sawah
35
setiap tahunnya (lihat tabel. 3). Sejak tahun 1918 hingga 1929 hasil terbesar
gabah mencapai jumlah 366.300 ton pada tahun 1919. Pasca 1919 hasil panen
gabah tidak seburuk tahun sebelumnya yang hanya mencapai angka 200.000an
ribu namun begitu penurunan dan peningkatannya sedikit demi sedikit.
Pertanian padi pada umumnya dibedakan menjadi dua macam, yaitu
kering dan basah. Padi kering penanamannya sangat tergantung dengan hujan,
sedangkan untuk tanah basah terdapat usaha dari pemilik lahan untuk menahan
aliran air dengan membentuk pematang-pematang atau dengan membuat aliran air
khusus irigasi sawah. Pengetahuan tentang pengairanpun semakin hari semakin
bertambah, dengan membuat berbagai saluran air dan bendungan-bendungan di
sungai dengan begitu memperkecil kesukaran dan kegagalan panen.
Perluasan penanaman jagung dan ketela pohon telah terjadi sejak abad
sembilan belas. Ketela pohon merupakan tanaman khas tegalan, karena ketela
pohon membutuhkan waktu yang lama untuk di panen bahkan tanpa harus
menggunakan pengairan yang rutin tetap dapat tumbuh dengan baik, sedangkan
kelebihan lainnya adalah dapat di panen saat persediaan makan telah habis.
Adapun luasan areal tanam jagung, ketela pohon, kentang, kacang-kacangan, dan
kedelai di Madiun sebagai berikutsejak tahun 1918 hingga memasuki masa krisis
ekonomi 1929.
36
Tabel. 5
Luasan areal tanaman pertanian di Madiun dalam ha(x1000) tahun 1918-
1929
Tahun 1918 1919 1920 1921 1922 1923 1924 1925 1926 1927 1928 1929
Jagung 44.5 81.4 81.9 57.7 68.9 69.9 86.4 77.4 99.1 94.6 87.9 72.5
Ketela 59.0 57.9 56.0 69.3 70.2 78.7 84.9 88.1 87.9 103.0 78.1 80.2
Kentang 14.8 15.6 15.7 12.6 10.2 10.6 11.9 8.9 11.4 14.2 10.5 9.1
Kacang 6.9 5.0 6.2 6.7 8.2 7.8 11.5 14.2 13.0 11.3 10.0 8.9
Sumber: Changing Economy Indonesia hlm. 97-100
Pada tahun 1926 luasan areal tanam pertanian di Madiun khususnya jagung
meningkat hingga 99.100 hektar sedangkan untuk ketela pada tahun 1927
menempati posisi tertinggi hingga 103.000 hektar. Kentang memiliki luasan areal
tanam terbesar pada tahun 1920 mencapai 15.700 hektar. Kacang menjadi satu
hasil pertanian yang memiliki luasan lahan pertanian paling kecil dan mengalami
kenaikan pada perluasan areal tanam pada tahun 1924 yakni 11.500 hektar. Secara
keseluruhan lahan areal tanam ketela yang memiliki luasan paling banyak,
mengingat fungsi ketela yang penting sebagai ganti beras dan untuk perawatan
pun lebih mudah, sedangkan untuk luasan tanah terkecil adalah untuk lahan
tanaman kacang pada tahun 1919 yang hanya sekitar 5.000 hektar.
37
Tabel. 6
Produksi pertanian di Madiun dalam ton( x1000) tahun 1918-1929
Tahun 1918 1919 1920 1921 1922 1923 1924 1925 1926 1927 1928 1929
Jagung 68.8 132.4 130.9 99.4 74.4
Ketela 761.9 757.2 905.2 671.3 647.1
Kentang . 71.9 101.5 134.8 92.4 78.7
Kacang 18.3 10.6 8.8 8.6 9.6
Sumber: Changing Economy Indonesia hlm.97-100
Luasan areal tanam pertanian sejak tahun 1918 hingga 1929 terus mengalami
perubahan, dari data diatas pertanian ketela pohon menjadi salah satu yang paling
luas areal tanamnya yakni mencapai 103.000 hektar dengan hasil 905.200 ton
yakni terjadi pada tahun 1927. Adapun jenis tanaman lain juga terus mengalami
perubahan seperti halnya jagung, kentang dan kacang-kacangan. Kacang-
kacangan memiliki hasil yang memuaskan pada tahun 1925, jagung pada tahun
1926 dan kacang - kacangan pada tahun 1925. Ketela pohon merupakan salah satu
hasil tanam pertanian yang sangat penting, di mana ketela dapat ditanam dalam
waktu yang lama dan tidak harus dipanen setiap bulan atau tahun bahkan
perawatannya pun paling mudah dibangingkan dengan jenis tanaman lainnya.
Keuntungan lain menanam ketela dalam waktu lama adalah dapat dimanfaatkan
sebagai pengganti beras saat musim panen belum tiba.
Selain berbagai tanaman pertanian yang berkembang di Madiun awal abad
dua puluh industri perkebunan tebu terus mengalami perkembangan yang pesat
sehingga untuk menunjang pertumbuhan industri dan berkembangnya kegiatan
38
ekonomi, maka pemerintah Hindia Belanda membangun berbagai sarana dan
prasarana di wilayah Madiun seperti gedung-gedung pemerintahan, jalan yang
mampu menghubungkan antar wilayah dan alat transportasi seperti trem dan
kereta di mana tujuan utamanya adalah sebagai alat angkut hasil perkebunan.
Wilayah Karesidenan Madiun merupakan salah satu wilayah yang strategis
untuk melakukan berbagai jenis tanaman ekspor, apalagi dengan adanya
pengairan yang terurus. Pada tahun 1909 hingga tahun 1917 dilaksanakan
pembangunan bendungan di kali Madiun dan berlokasi di dekat desa Djali
afdeling Magetan. Saluran pengairan ini sangat berguna hingga daerah Slahung,
Ponorogo. Semakin banyak dan baiknya penyiraman tanaman maka hasil yang
diperoleh pun akan menjadi semakin banyak bagi perusahaan yang mengusahakan
berbagai tanaman ekspor maupun bagi masyarakat sekitar.
Munculnnya usaha perkebunan di berbagai daerah termasuk di Madiun
yang banyak mengusahakan industri gula tidak luput dari berbagai permasalahan
yang muncul akibat adanya perbedaan pendistribusian air. Tanah sawah yang pada
umumnya masih dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai kepentingan
pangan seperti jagung, padi, dan lain-lain harus bersedia berdampingan dengan
tanaman tebu yang juga hanya bisa dan dapat tumbuh di tanah sawah. Biasannya
masyarakat menggunakan dua pertiga tanahnya untuk digunakan sebagai tanah
sawah untuk menanam padi. Pemerintah membangun dan memelihara pekerjaan
irigasi, tidak memungut biaya untuk air, kecuali tagihan sekitar ƒ. 5 per bau
39
kepada pabrik untuk pengairan perkebunan.19
Kebutuhan air bagi perkebunan tebu
yang lebih banyak dari pada sawah membutuhkan kontrol yang lebih besar dan
ketat atas suplai air yang dibutuhkan. Salah satu solusi yang ditawarkan adalah
dengan membagi distribusi air secara merata dan digilir berdasarkan jam-jam
tertentu yang telah ditetapkan untuk menghindari adanya perselisihann antara
pengguna lahan perkebunan ataupun pertanian tradisional.
Berikut adalah gambaran kondisi sungai Madiun
Gambar. 2
Perbedaan kali Madiun sebelum dan setelah musim kemarau sekitar tahun
1916-1919
Sumber : KITLV media
Wilayah utara termasuk Ngawi terdapat sistem sewa tanah yang
dimanfaatkan untuk penanaman kopi, kapuk randu, karet, dan kina sebagai
19 J.S Furnivall, Hindia Belanda :Studi Tentang Ekonomi Majemuk
(Jakarta: Freedom Institute,2009), hlm. 334.
40
tanaman utamanya. Selain itu juga terdapat perusahaan penebangan pohon, selain
di daerah Ngawi di Ponorogo juga menjadi lahan dengan produksi utamanya
adalah kayu jati. Hutan memiliki arti yang sangat penting selain untuk keperluan
ekonomis, juga sebagai sumber air yang nyata. Dedaunan yang ada di hutan dan
terkena air hujan akan menjadi humus, dan dari humus tersebut sehingga tanah
dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Pacitan memiliki komoditas taman
berupa kopi, padi dan kelapa. Namun demikian produksi kopi tidak begitu banyak
tumbuh di Pacitan karena sebagian besar wilayahnya kurang subur dan tertutup
oleh alang-alang.
Pada tahun 1874 saat di Jawa terdapat pembatasan terhadap pembukaan
hutan diterapkan. Pembukaan-pembukaan tanah harus mendapat izin lebih dahulu
dari pemerintah, sehingga hutan di lereng-lereng gunung yang curam dapat
dilindungi.20
Hal ini mengingat pula dampak yang mungkin terjadi akibat
banyaknya lumpur dan pasir yang mungkin terbawa dengan derasnya air hujan
hingga menyebabkan bencana banjir.
Adapun jenis penguasaan tanah di Madiun antara lain adalah tanah
eigendom, tanah erfpach. Tanah eigendom didiskripsikan sebagai hak atas tanah
yang dibatasi oleh ketentuan, bahwa penggunaannya tidak boleh menganggu
penduduk. Tanah erfpach yaitu hak penggunaan tanah milik penduduk dengan
kekuasaan penuh, yang menggunakan tanah itu wajib memberi ganti rugi sebagai
sewa setiap tahun, penggunaanya dapat turun temurun selama waktu yang
20
D.H.Burger.,op.,cit, hlm. 101.
41
ditentukan dalam perjanjian yang ditanda tanganinya.21
Industri gula di Madiun
dimiliki oleh orang-orang Eropa, jumlahnya hampir mencapai enam hingga tujuh
perusahaan Jumlah luas tanah penduduk dengan irigasi yang baik memiliki jumlah
yang paling besar. Luasan tanah tersebut sudah dapat di pastikan bahwa tanah
yang berpotensi untuk penanaman berbagai tanaman ekspor maupun pangan yang
membutuhkan pengairan yang cukup jauh lebih besar dari pada tanah tadah hujan,
tegalan maupun tanah pekarangan yang tidak digarap.
Kondisi geografis Madiun yang strategis yakni dikelilingi oleh banyak
pegunungan berapi di sisi timur dan barat serta lembaha-lembah yang subur dan
sebagai salah daerah aliran sungai, Madiun memiliki potensi yang besar dalam
meningkatkan hasil tanam, baik berupa tanaman ekspor maupun tanaman pangan.
Apalagi didukung oleh jumlah masyarakat pribumi yang setiap tahunnya
mengalami peningkatan, maka ketersediaan tenaga kerja pun mudah untuk
terpenuhi. Dalam menunjang berbagai kegiatan perkebunan banyak dibangun
sarana dan prasarana yang memadai. Berkembangnya berbagai teknologi modern
dalam bentuk mesin atau sarana transportasi dan datangnya berbagai penduduk
baik Cina, Arab maupun Eropa memunculkan peluang baru dalam bidang
perekonomian. Setiap wilayah di karesidenan Madiun memiliki keunggulan hasil
pertaniannya masing-masing.
21
Pemerintah Kabupaten Daerah Madiun Tingkat II, op.cit., hlm. 210.
-