BAB II ( Final )

37
BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 8 BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 2.1 Sistem Struktur Bangunan tinggi Pada dasarnya sistem struktur pada suatu bangunan merupakan penggabungan berbagai elemen struktur secara tiga dimensi, yang cukup rumit. Fungsi utama dari sistem struktur adalah untuk memikul secara aman dan efektif kombinasi beban yang bekerja pada bangunan itu sendiri, serta menyalurkannya ke tanah melalui fondasi. Beban- beban yang bekerja pada bangunan terdiri dari beban vertikal dan beban horizontal. Sistem struktur dalam proses perancangannya selalu menghadapi beberapa kendala, diantaranya : persyaratan arsitektural, sistem mekanikal dan elektrikal serta faktor ekonomi. Dalam sistem Tugas Akhir

Transcript of BAB II ( Final )

Page 1: BAB II ( Final )

BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 8

BAB II

DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG

2.1 Sistem Struktur Bangunan tinggi

Pada dasarnya sistem struktur pada suatu bangunan merupakan

penggabungan berbagai elemen struktur secara tiga dimensi, yang cukup

rumit. Fungsi utama dari sistem struktur adalah untuk memikul secara

aman dan efektif kombinasi beban yang bekerja pada bangunan itu

sendiri, serta menyalurkannya ke tanah melalui fondasi. Beban-beban yang

bekerja pada bangunan terdiri dari beban vertikal dan beban horizontal.

Sistem struktur dalam proses perancangannya selalu menghadapi

beberapa kendala, diantaranya : persyaratan arsitektural, sistem mekanikal

dan elektrikal serta faktor ekonomi. Dalam sistem struktur beton bertulang

selalu ada komponen yang dapat dikelompokan dalam sistem yang

berfungsi untuk menahan gaya gravitasi dan sistem untuk menahan gaya

lateral.

Tugas Akhir

Page 2: BAB II ( Final )

BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 9

Gambar 2.1 Sistem Struktur Bangunan Tinggi

2.1.1 Sistem Penahan Gaya Gravitasi

Beban gravitasi merupakan beban yang berasal dari beban mati

struktur dan beban hidup yang besarnya disesuaikan dengan

kebutuhan dan kriteria desain dan fungsi dari bangunan itu sendiri.

Struktur lantai merupakan salah satu bagian terbesar dari struktur

bangunan, sehingga pemilihannnya perlu dipertimbangkan secara

seksama, diantaranya :

Tugas Akhir

Page 3: BAB II ( Final )

BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 10

a. Pertimbangan terhadap berat sendiri lantai semakin ringan

material struktur lantai semakin berkurang dimensi kolom dan

fondasinya serta makin dimungkinkan menggunakan bentang

yang lebih besar.

b. Kapasitas lantai untuk memikul beban pada saat pekerjaan

konstruksi.

c. Dapat menyediakan tempat/ruang bagi saluran utilitas yang

diperlukan.

d. Memenuhi persyaratan bagi ketahanan api

e. Memungkinkan bagi kesinambungan pekerjaan konstruksi, jika

pelaksanaan pembangunannya membutuhkan waktu yang

panjang.

f. Dapat mengurangi penggunaan alat bantu pekerjaan dalam

pembuatan pelat lantai.

Tugas Akhir

Page 4: BAB II ( Final )

BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 11

Gambar 2.2 Struktur Lantai

Sistem struktur lantai biasanya merupakan kombinasi dari

pelat dengan balok induk (girder) atau balok anak (beam) yang

ketebalannya tergantung pada bentang, beban dan kondisi

tumpuannya.

Pada Struktur bangunan gedung, pelat lantai selain

berfungsi sebagai penahan beban gravitasi juga berfungsi sebagai

diagframa pengikat elemen-elemen vertical penahan beban lateral.

Sebagai diagframa, pelat lantai berperan dalam mendistribusikan

bebna lateral gempa yang diterima struktur ke elemen-elemen

Tugas Akhir

Page 5: BAB II ( Final )

BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 12

vertikal penahan beban lateral. Distribusi yang terjadi pada

dasarnya dipengaruhi oleh kekakuan yang dimiliki elemen

diagframa. Bila diagframa bersifat kaku maka beban lateral gempa

akan terdistribusi ke elemen-elemen vertikal secara proporsional,

sebanding dengan kekakuannya. Bila diagframa bersifat fleksibel

maka beban lateral gempa akan tersalurkan ke elemen vertikal

sesuai dengan tributari bebannya.

Ada beberapa sistem struktur pelat lantai :

Pelat satu arah (one way slab) ditumpu oleh balok anak

yang ditempatkan sejajar dengan yang lainnya, dan perhitungan

pelat dapat dianggap sebagai balok tipis yang ditumpu oleh banyak

tumpuan.

Pelat rusuk satu arah (one way rib/joist slab) ditumpu oleh

anak balok yang jarak satu dengan yang lainnya sangat berdekatan,

sehingga secara virtual hampir sama dengan pelat satu arah.

Pelat yang keempat sisinya ditumpu oleh balok dengan

rasio perbandingan bentang panjang/ bentang pendek 2, disebut

pelat dua arah (two way slab)1. Perhitungan pelat lantai ini dapat

dilakukan dengan menggunakan pendekatan dua arah (diatur dalam

SNI 03-2487-2002 pasal 11.5.2).

1 Jimmy S.Juwana : Sistem Bangunan TinggiTugas Akhir

Page 6: BAB II ( Final )

BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 13

Dua jenis berikutnya adalah pelat dua arah yang tidak

ditumpu langsung oleh kolom tanpa penebalan disekitar kolom

atau kepala kolom (coloumn capital), sehingga beban vertikal

langsung dipikul oleh kolom dari segala arah. Sedangkan jenis

kedua, pada puncak kolom terdapat penebalan pelat lantai dan atau

kepala kolom, sehingga dapat memikul gaya geser atau momen

lentur yang lebih besar.

Pelat wafel adalah pelat 2 arah yang ditumpu oleh rusuk

dua arah. Pelat ini memberikan kekakuan yang cukup besar,

sehingga dapat memikul beban vertikal atau dapat digunakan untuk

bentang lantai yang lebih besar.

2.1.2 Sistem Penahan Gaya Lateral

Hal yang penting pada struktur bangunan tinggi adalah

stabilitas dan kemampuannya untuk menahan gaya lateral, baik

yang disebabkan oleh angin atau gempa bumi. Beban angin lebih

terkait pada dimensi ketinggian sedangkan beban gempa lebih

terkait pada massa bangunan.

Kolom bangunan tinggi perlu diperkokoh dengan sistem

pengaku untuk dapat menahan gaya lateral, agar deformasi yang

terjadi akibat gaya horizontal tidak melampaui ketentuan yang

Tugas Akhir

Page 7: BAB II ( Final )

BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 14

disyaratkan (P Δ Effect) dan batasan simpangan struktur ini diatur

dalam SNI 03-1726-2002 pasal 8.

Pengaku gaya lateral yang lazim digunakan pada struktur

bangunan adalah portal daktail penahan momen dan dinding geser

atau bresing. Portal penahan momen terdiri dari komponen

horizontal berupa balok dan komponen vertikal berupa kolom yang

dihubungkan secara kaku (rigid joint ). Kekakuan portal tergantung

pada dimensi balok dan kolom, serta proporsi terhadap jarak lantai

ke lantai dan jarak kolom ke kolom.

Dinding geser (shearwall) didefinisikan sebagai komponen

struktur vertikal yang relatif sangat kaku.

Bresing (braced frame) terdiri dari balok dan kolom yang

ditambahkan pengaku diagonal. Adanya pengaku diagonal ini

berpengaruh pada fleksibilitas perpanjangan/perpendekan lantai

dimana pengaku tersebut ditempatkan. Bresing biasanya banyak

digunakan pada bangunan tinggi yang menggunakan struktur baja.

Jenis bresing yang sering digunakan, diantaranya adalah pengaku

diagonal tunggal/ganda. Pada bangunan tinggi sering digunakan

gabungan antara portal penahan momen dengan dinding geser,

terutama pada bangunan tinggi yang dibangun di daerah yang

rawan gempa bumi. Penggabungan antara portal dan dinding geser

Tugas Akhir

Page 8: BAB II ( Final )

BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 15

sangat popular, terutama bagi bangunan tinggi dengan material

beton bertulang. Hal ini dapat memberikan hasil yang baik untuk

memperoleh daktilitas dan kekakuan sistem struktur.

Penempatan dinding geser dapat dilakukan pada sisi luar

bangunan atau pada pusat bangunan. Dinding geser yang

ditempatkan pada bagian dalam bangunan biasa disebut dengan inti

struktural (structural core).

Gambar 2.3 Perilaku Sistem Gabungan Penahan Gaya Lateral

2.2 Pembebanan pada Bangunan

2.2.1 Beban Mati (dead load )

Tugas Akhir

Page 9: BAB II ( Final )

BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 16

Beban mati adalah berat dari semua bagian dari suatu

bangunan yang bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan,

mesin-mesin serta peralatan tetap (fixed equipment) yang

merupakan bagian yang tak terpisahkan dari bangunan itu

(perlengkapan/ peralatan bangunan) menurut Peraturan

Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983.

2.2.2 Beban Hidup ( live load )

Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat

penghunian atau penggunaan suatu bangunan, dan didalamnya

terbentuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang

yang dapat berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang tidak

merupakan bagian yang terpisahkan dari bangunan yang dapat

diganti selama masih hidup dari bangunan itu, sehingga

mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap

bangunan tersebut. Khusus untuk atap yang dianggap beban hidup

termasuk beban yang berasal dari air hujan, baik akibat genangan

maupun akibat tekanan jatuh butiran air. Beban angin dan beban

gempa bukan termasuk dari beban hidup.

2.2.3 Beban Angin ( wind load )

Beban angin adalah semua beban yang bekerja pada

bangunan, atau bangunan yang disebabkan oleh selisih dalam

Tugas Akhir

Page 10: BAB II ( Final )

BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 17

tekanan udara.tekanan tiup harus diambil minimum 2,5 kN/m2.

Dan tepi laut sejauh 5 km dari tepi pantai harus diambil minimum

40 kg / m2 2.

Jika ada kemungkinan kecepatan angin mengakibatkan

tekanan tiup yang lebih besar, maka tekanan tiup harus dihitung

menurut rumus :

P= v2

16 (kN/m2)

Dimana : v adalah kecepatan angin dalam m/det

2.2.4 Beban Gempa (seismic load )

Beban gempa adalah semua beban statik maupun dinamik

dan beban – beban yang bekerja pada bangunan atau bagian

bangunan yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat

gempa itu. Ketika pengaruh gempa pada struktur bangunan

ditentukan berdasarkan suatu analisa dinamik, maka yang diartikan

dengan beban gempa disini adalah gaya- gaya di dalam struktur

tersebut yang terjadi oleh gerakan tanah akibat gempa itu.

Setiap struktur bangunan, menurut Tata Cara Perencanaan

Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung ( SNI 03-1726-2002) ,

2 Jimmy S.Juwana : Sistem Bangunan TinggiTugas Akhir

Page 11: BAB II ( Final )

BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 18

harus direncanakan untuk menahan suatu beban geser akibat

gempa dalam arah-arah yang ditentukan menurut rumus.

V=C I WtR

Dimana : C = Koefisien gempa dasar

I = Faktor keutamaan

R = Faktor reduksi gempa

Wt = Berat bangunan total

a. Koefisien Gempa Dasar

Koefisien gempa dasar harus ditentukan dari gambar di

dalam SNI 03-1726-2002 untuk memperoleh wilayah gempa.

Dengan memakai waktu getar alami (T) struktur seperti

ditentukan.

b. Faktor Keutamaan

Waktu ulang dari kerusakan struktur gedung akibat gempa

akan diperpanjang dengan pemakaian suatu faktor keutamaan

yang nilainya lebih besar dari 1,0. Suatu faktor yang lebih besar

harus dipakai pada bangunan rumah sakit yang menjadi pusat

pelayanan utama yang penting bagi usaha penyelamatan setelah

gempa terjadi gedung-gedung monumental, dan bangunan yang

Tugas Akhir

Page 12: BAB II ( Final )

BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 19

mendatangkan bahaya luar biasa kepada khalayak umum

(seperti reaktor nuklir).

Faktor keutamaan untuk jenis bangunan dapat dilihat pada tabel

1 SNI 03-1726-2002.

c. Faktor Daktilitas Struktur

Faktor daktilitas maksimum (µm), faktor reduksi gempa

minimum (Rm) dan faktor tahanan lebih struktur (f) dan

tahanan lebih total beberapa jenis sistem dan komponen

struktur gedung dapat dilihat pada tabel 3 pasal 4.3.6 SNI 03-

1726-2002.

d. Beban Geser Akibat Gempa

Beban geser akibat gempa (V), selanjutnya harus dibagikan

sepanjang tinggi bangunan menjadi beban-beban horizontal

terpusat (gaya gempa tingkat Fi) yang mempunyai titik tangkap

pada masing-masing taraf lantai tingkat menurut rumus :

Fi= Wihi

∑Wi hi.V

Dimana: hi adalah ketinggian lantai sampai taraf I diukur

dari dasar bangunan (meter)

Wi adalah massa lantai pada taraf i (kN)

Tugas Akhir

Page 13: BAB II ( Final )

BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 20

2.3 Gempa Bumi

2.3.1 Pengertian gempa bumi

Gempa bumi merupakan suatu fenomena alam yang tidak

dapat dihindari dan tidak dapat diramalkan kapan terjadinya dan

berapa besarnya, serta akan menimbulkan kerugian baik harta

maupun jiwa bagi daerah yang ditimpanya dalam waktu yang

relatif singkat.

Menurut ‘teori pelat tektonik’, para ahli geologi

mengasumsikan bahwa dunia terdiri dari beberapa lempengan

yang mengambang . Dimana masing-masing lempengan tersebut

bergerak pada arah yang berlainan sehingga tabrakan/tumbukan

antra dua atau lebih dari lempengan tersebut tdak dapat

dihindari, dimana lempeng yang kuat akan melengkung keatas,

itulah peristiwa terjadinya pegunungan sedangkan lempeng

yang lemah akan melengkung kebawah sehingga membentuk

palung laut. Pada peristiwa tabrakan/tumbukan tersebut akan

terjadinya gesekan antara dua atau lebih lempengan yang

mengakibatkan adanya pelepasan energi yang besar sekali, yang

berpengaruh pada daerah-daerah yang lemah pada lempengan

tersebut3. Bila daerah lemah berada di daerah puncak, akan

terjadi letusan gunung api yang diawali dengan adanya gempa

3 www.wikipedia.orgTugas Akhir

Page 14: BAB II ( Final )

BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 21

vulkanik. Pada daerah di bawah, bila terjadi patahan pada

lempengan, akan terjadi peristiwa gempa tektonik.

2.3.2 Filosofi Bangunan Tahan Gempa

Adapun filosofi yang harus diterapkan dalam

mengindentifikasi bangunan tahan gempa adalah :

1. Bila terjadi Gempa Ringan, bangunan tidak boleh

mengalami kerusakan baik pada komponen non-struktural

(dinding retak, genting dan langit-langit jatuh, kaca pecah,

dsb) maupun pada komponen strukturalnya (kolom dan

balok retak, fondasi amblas, dsb).

2. Bila terjadi Gempa Sedang, bangunan boleh mengalami

kerusakan pada komponen non-strukturalnya akan tetapi

komponen struktural tidak boleh rusak.

3. Bila terjadi Gempa Besar, bangunan boleh mengalami

kerusakan baik pada komponen non-struktural maupun

komponen strukturalnya, akan tetapi jiwa penghuni

bangunan tetap selamat, artinya sebelum bangunan runtuh

masih cukup waktu bagi penghuni bangunan untuk

keluar/mengungsi ketempat aman.

2.3.3 Pembagian Jalur Gempa Bumi di Dunia

Tugas Akhir

Page 15: BAB II ( Final )

BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 22

Di dunia ini, berdasarkan hasil pencatatan tentang gempa-

gempa tektonik yang terjadi, terdapat 3 (tiga) Jalur Gempa

Bumi, dimana Indonesia dilalui oleh 2 (dua) jalur tersebut

1. Jalur Sirkum Pasific (Circum Pacific Belt)

Antara lain melalui daerah-daerah Chili, Equador,

Caribia, Amerika Tengah, Mexico, California,

Columbia, Alaska, Jepang, Taiwan, Philipina,

Indonesia (Sulawesi Utara, Irian), Selandia Baru, dan

negara-negara Polinesia.

2. Jalur Trans Asia (Trans Asiatic Belt)

Antara lain melalui daerah-daerah Azores,

Mediterania, Maroko,Portugal, Italia, Rumania,

Turki, Irak, Iran, Afganistan, Himalaya, Myanmar,

Indonesia (Bukit Barisan, Lepas pantai selatan P.

Jawa, Kep. Sunda Kecil, Maluku).

3. Jalur Laut Atlantic (Mid-Atlantic Oceanic Belt)

Antara lain melalui Splitbergen, Iceland dan

Atlantik Selatan.

2.3.4 Peta Gempa Indonesia

Tugas Akhir

Page 16: BAB II ( Final )

BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 23

Sesuai SNI 03-1726-2002 wilayah gempa Indonesia

dikategorikan dalam 6 wilayah gempa seperti yang dimuat pada

gambar 1 SNI 03 -1726-2002, dimana wilayah gempa 1 dan 2

adalah wilayah dengan resiko kegempaan rendah. Wilayah gempa

3 dan 4 adalah wilayah dengan resiko kegempaan sedang dan

wilayah gempa 5 dan 6 adalah wilayah dengan resiko kegempaan

tinggi. Gambar tersebut disusun berdasarkan atas 10 %

kemungkinan gerak tanah oleh gempa rencana dilampaui dalam

periode 50 tahun, yang identik dengan periode ulang rata-rata 500

tahun.

Wilayah gempa ini diklasifikasikan berdasarkan nilai

Percepatan Puncak Efektif Batuan Dasar di masing-masing

wilayah, dan dinyatakan dalam konstanta gravitasi (g). Seperti

yang tertera pada SNI 03-1726-2002 gambar 1, wilayah gempa 1

adalah wilayah kegempaan paling rendah dengan Percepatan

Puncak Efektif Batuan Dasar 0,03 g, sedangkan wilayah 6 gempa

menyandang wilayah kegempaan tinggi dengan Percepatan Puncak

Efektif Batuan Dasar = 0,30 g.

Tugas Akhir

Page 17: BAB II ( Final )

BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 24

Gambar 2.4 Peta Wilayah Gempa Indonesia 2002

Namun pada saat ini telah diterbitkan Peta hazard gempa

Indonesia 2010 yang meliputi peta percepatan puncak (PGA) dan

respon spektra percepatan di batuan dasar (SB) untuk perioda

pendek 0.2 detik (Ss) dan untuk perioda 1.0 detik (S1) dengan

redaman 5% mewakili tiga level hazard gempa yaitu 500, 1000 dan

2500 tahun atau memiliki kemungkinan terlampaui 10% dalam 50

tahun, 10% dalam 100 tahun, dan 2% dalam 50 tahun. Definisi

batuan dasar SB adalah lapisan batuan di bawah permukaan tanah

yang memiliki memiliki kecepatan rambat gelombang geser (Vs)

mencapai 750 m/detik dan tidak ada lapisan batuan lain di

bawahnya yang memiliki nilai kecepatan rambat gelombang geser

Tugas Akhir

Page 18: BAB II ( Final )

BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 25

yang kurang dari itu. Dengan demikian untuk suatu lokasi tinjauan,

PGA, SS, dan S1 di batuan dasar yang dibutuhkan untuk

perencanaan dapat diperoleh4

Perbedaan peta gempa baru dan peta gempa lama

Secara umum terdapat perbedaan mendasar antara peta zonasi

gempa Indonesia sebelumnya dan yang terbaru, bahwa peta tahun

2010 ini memiliki periode ulang gempa mencakup 2500 tahun.

Tetapi periode periode gempa 500 tahun dan 1000 tahun juga ada,

tinggal tergantung kebutuhan penggunaan peta. Kalau jembatan

bentang ada yang didesain hingga periode ulang gempa 1000

tahun. Sedangkan peta yang lama (tahun 2002) hanya mencakup

periode ulang gempa 500 tahun.

Kalau dulu hanya percepatan maksimum di batuan dasar tetapi

sekarang percepatan maksimum dan respon spektra di batuan

dasar. Respon spektra hubungannya dengan kandungan frekuensi,

jadi dengan adanya respon spektra sudah mencerminkan

kandungan frekuensi goyangan gelombang gempa di batuan dasar.

ini terutama dibutuhkan untuk perencanaan gedung.

Sekarang untuk satu periode ulang yang sama peta bisa digunakan

untuk semua jenis bangunan seperti gedung / infrastruktur jalan,

bendungan dan jembatan. Sedangkan peta terdahulu hanya

4 Buku Penggunaan Peta Indonesia 2010Tugas Akhir

Page 19: BAB II ( Final )

BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 26

memiliki 1 jenis periode ulang saja yaitu 500 tahun, tetapi petanya

dibeda-bedakan berdasarkan jenis bangunan yaitu untuk gedung

dan infrastruktur.

Peta terbaru yang dihasilkan ada 9 buah, yaitu masing-masing 3

peta untuk periode ulang 500, 1000, dan 2500 tahun. Masing-

masing 3 itu terdiri dari percepatan maksimum, respon spektra 0,2

detik dan respon spektra 1 detik. Akibatnya cara perhitungan

struktur bangunan untuk menghadapi gempa juga turut berubah.

Sama seperti sistem sebelumnya, peta terbaru ini hanya

memberikan zonasi gempa di batuan dasar, sedangkan bangunan

ada di atas permukaan tanah. Karenanya kedalaman batuan dasar

dan jenis tanah yang berlapis-lapis mempengaruhi kekuatan gempa

yang mengguncang suatu bangunan pada suatu wilayah. Untuk

keperluan perhitungan dikeluarkan faktor koreksi tanah untuk

mendapatkan nilai besaran gempa di permukaan tanah. Segera

setelah diluncurkan peta zonasi gempa ini akan ditetapkan dalam

Standar Nasional Indonesia (SNI) yang juga termasuk di dalamnya

penetapan faktor koreksi tadi dan juga terkait material bangunan

tahan gempa. Tetapi peta zonasi gempa ini belum daoat diterapkan

seutuhnya sebagai acuan perancangan gedung terbaru karena masih

banyak yang dikoreksi didalamnya5.

5 Sannga Pramana Wicaksana : Blog teknik sipilTugas Akhir

Page 20: BAB II ( Final )

BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 27

Gambar 2.5 Contoh Peta Wilayah Gempa Indonesia 2010 untuk probabilitas 10% dalam 50 tahun

2.3.5 Pengukuran Kekuatan Gempa Bumi

Terdapat 2 (dua) besaran yang biasa dipakai untuk mengukur

kekuatan gempa bumi :

1. Magnitude (M)

Yaitu suatu ukuran dari besarnya energi yang dilepaskan

oleh Sumber Gempa (hypocenter). Skala yang biasa

dipakai adalah skala Magnitude dari Richter.

2. Intensitas Gempa ( MMI )

Yaitu besar kecilnya getaran permukaan di tempat

bangunan berada. Skala Intensitas dibuat berdasarkan

pengamatan manusia terhadap derajat kerusakan yang

Tugas Akhir

Page 21: BAB II ( Final )

BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 28

ditimbulkan oleh gempa terhadap bangunan. Skala

Intensitas yang biasa digunakan adalah Skala Intensitas

dari Mercalli yang telah dimodifikasi.

2.4 Sistem Struktur Bangunan

Sistem struktur suatu gedung adalah sistem yang dibentuk oleh

komponen struktur gedung berupa balok, kolom, pelat dan dinding geser

yang disusun sedemikian rupa sehingga masing-masing komponen

mempunyai peran yang berbeda untuk menahan beban-beban yang ada.

Sistem struktur yang direncanakan akan mempengaruhi perencanaan

struktur gedung. Dalam hal ini berkaitan dengan beban gempa yang akan

direncanakan bekerja pada struktur gedung tersebut.

Sistem struktur utama yang tercantum dalam SNI 03-1726-2002 tabel 3

antara lain :

1. Sistem Dinding Penumpu

2. Sistem Rangka Gedung

3. Sistem Rangka Pemikul Momen ( SRPM )

4. Sistem Ganda

Tugas Akhir

Page 22: BAB II ( Final )

BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 29

Gambar 2.6 Sistem Struktur

2.4.1 Struktur Sistem Ganda (dual system structure)

Struktur Sistem Ganda adalah salah satu sistem struktur

yang beban gravitasinya dipikul sepenuhnya oleh rangka ruang

(space Frame), sedangkan beban lateralnya dipikul bersama-sama

oleh rangka ruang dan dinding geser (shearwall). Menurut SNI 03-

1726-2002 pasal 5.2.3 Rangka ruang sekurang-kurangnya memikul

25 % dari beban lateralnya dan sisanya dipikul oleh struktur

dinding geser.

Tugas Akhir

Page 23: BAB II ( Final )

BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 30

Pada beberapa kasus sebenarnya tanpa dinding geser,

struktur rangka sudah mencukupi untuk menanggung beban

gravitasi pada struktur. Sedangkan untuk ketahanan terhadap beban

lateralnya aksi lentur dari komponen sudah cukup memadai untuk

menanggungnya.

Tetapi ketika beban lateral yang dihasilkan jauh lebih besar

dibanding beban gravitasinya, maka sistem struktur dinding

dibutuhkan untuk menahan gaya lateral. Sistem struktur tersebut

memungkinkan rangka menanggung beban gravitasi dan beban

lateral oleh dinding geser.

Dalam beberapa bangunan tahan gempa, seluruh beban

gempa akan ditanggung oleh rangka dan dinding geser. Ini disebut

sistem ganda (dual system) dimana dinding geser dan rangka

dirancang untuk menahan gaya lateral yang besarnya sebanding

dengan kekakuan relatif mereka, mempertimbangkan interaksi

antara dinding geser dan rangka disemua lantai.

Interaksi mereka sendiri diatur oleh kekakuan lantai yang

bersifat sebagai efek diagframa. Ketika lantai mempunyai

kekakuan penuh lantai tersebut menghubungkan kedua komponen

struktur tersebut. Defleksi lateral pada lantai tidak perlu

dikuatirkan terutama pada setengah tinggi struktur kebawah karena

Tugas Akhir

Page 24: BAB II ( Final )

BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 31

dinding geser bekerja penuh menahan gaya lateral. Namun pada

kondisi setengah tinggi struktur keatas keadaan akan berubah

karena pada kondisi tersebut kedua komponen struktur

berdeformasi secara terpisah, pada keadaan tersebut rangka

cenderung menahan gaya lateral lebih besar dibanding gaya lateral

yang direncanakan akibat dinding geser di daerah bagian atas

gedung terkena momen negatif.

Jika rangka memikul gaya geser rencana kurang dari 10 %

dari total gaya rencana maka sistem struktur dianggap struktur

dinding geser saja bukan struktur sistem ganda.

Untuk dual system, daktilitas struktur merunut pada kekauan

struktur komponen rangka dan dinding geser. Bila kinerja mereka

dikombinasikan, kapasitas kekakuan harus dibatasi karena sendi

plastis hanya diizinkan didasar dinding dan di sambungan (joint)

dinding geser.

Tugas Akhir