BAB II DASAR TEORI (Gibson, 1994) (Prasetyo, 2006) NO ...repository.untag-sby.ac.id/255/3/BAB...
Transcript of BAB II DASAR TEORI (Gibson, 1994) (Prasetyo, 2006) NO ...repository.untag-sby.ac.id/255/3/BAB...
-
Program StudiTeknikMesin
FakultasTeknik UNTAG Surabaya
3
BAB II
DASAR TEORI
2.1. Komposit
Komposit adalah perpaduan dari bahan yang di pilih berdasarkam kombinasi
sifat masing-masing material penyusun untuk menghasilkan material baru dengan
sifat yang unik dibandingkan sifat material dasar sebelum di campur dan terjadi
ikatan permukaan antara masing-masing material penyusun (Gibson, 1994). Dari
campuran/ gabungan dua material tersebut maka akan menghasilkan sifat mekanik
dan sifat fisik yang berbeda dari material penyusunnya. Bentuk (dimensi) dan
struktur penyusun komposit akan mempengaruhi karakteristik komposit, begitu pula
terjadi antara penyusun akan meningkatkan sifat dari komposit (Prasetyo, 2006).
Karakteristik dan sifat komposit dipengaruhi matrial penyusunnya. Interaksi
antar unsur-unsur penyusun komposit yaitu serat dan matriks sangat berpengaruh
tehadap kekuatan ikatan antar muka. Kekuatan ikatan antarmuka yang optomal
antara matriks dan serat merupakan aspek yang penting dalam penunjukan sifat-sifat
mekanik komposit (Gibson, 1994).
Tabel 2.l. Keuntungan dan kerugian dari Komposit (Mochtar, dkk, 2007).
NO KELEBIHAN KEKURANGAN
1 Berat berkurang Biaya bertambah untuk bahan baku dan
fabrikasi
2 Rasio anatar kekuatan atau rasio
kekakuan dengan berat tinggi Sifat-sifat bidang melintang lemah
3
Sifat-sifat yang mam[u
beradaptasi, kekuatan atau
kekauan dapat beradaptasi
terhadap pengaturan beban
Kekerasan rendah
4 Lebih tahan terhadap korosi Matrik dapat menimbulkan degradasi
lingkungan
5 Kehilangan sebagian sifat dasar
material Sulit dalam mengikat
6 Ongkos manufaktur rendah
Analisa sifat-sifat fisik dan mekanik
untuk efisiensi damping tidak
mencapai konseus
7
Konduktivitas termal atau
konduktivitas listrik meningkat
atau menurun
-
Program StudiTeknikMesin
FakultasTeknik UNTAG Surabaya
4
Komposit di bagi dari dua jenis material yang berbeda, yaitu pengikat
matriks (pengikat) dan penguat (reinforcement). Matriks berperan sebagai media
transfer ke beban penguat, menahan penyebaran retak dan melindungi penguat dari
efek lingkungan serta kerusakan akibat benturan. Komposit mempunyai tiga jenis
matriks, yaitu : Polymer Matrix Composite (PMC), Metal Matrix Composite
(MMC), dan Ceramic Matrix Composite (CMC). Penguat merupakan unsur utama
dalam struktur komposit yang berbahan mayoritas pembebanan yang di terima
struktur komposit sehingga penguat inilah yang menentukan karakteristik bahan
komposit seperti kekakuan, kekuatan dan sifat mekanik lainnya. Berdasarlan
penguatnya di bagi menjadi tiga jenis yaitu Particle Reinforced Composite (PRC),
Fiber Reinforced Composite (FRB), Laminar Reinforced Composite (LRC).
Gambar 2.1. Particle Reinforced Composite
Gambar 2.2.Fiber Reinforced Composite
-
Program StudiTeknikMesin
FakultasTeknik UNTAG Surabaya
5
Gambar 2.3.Laminar Reinforced Composite (Sumber, Google)
2.1.1. Metal Matrix Composite
Metal Matrix Composite (MMC) merupakan gabungan dua material yang
diperkuat keramik berupa fiber atau partikel. Material ini dikembangkan pertama
kali untuk industri pesawat, serta diikuti oleh industri lainnya. Material jenis ini
mempunyai karakteristik keuletan yang tinggi, modulus elastis tinggi, sifat yang
baik pada temperatur tertentu, katahanan aus baik, koefisien termal ekspansi rendah,
titik lebur yang rendah serta densitas yang rendah. Material yang digunakan sebagai
penguatnya antara lain fiber alumina, silikon karbide whiskers, dan partikel grafit.
Seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.8, memperlihatkan perbandingan kekuatan
dan modulus young berbagai jenis logam dengan komposit. Nilai kekuatan modulus
young komposit Al-SIC lebih tinggi dari paduan TI, baja, dan Al.
Tabel 2.2. Properti dari Metal Matrix Composite yang menggunakan berbagai tipe
reinforced
Secara prinsip yang kontinyu akan memberikan sifat mekanik yang lebih
baik. Akan tetapi metode pembuatannya lebih mahal jenis discontinous sehingga
-
Program StudiTeknikMesin
FakultasTeknik UNTAG Surabaya
6
sekarang dikembangkan komposit dengan discontinous reinforce. Meskipun
discontinous reinforce tidak menghasilkan sifat yang sama dan cenderung lebih
rendah, akan tetapi biaya yang dibutuhkan untuk metode ini relatif lebi rendah.
2.2. Aluminium
Bahan campuran yang mempunyai sifat-sifat logam, terdiri dua unsur atau
lebih. Untuk menambahkan sifat mekaniknya semakin meningkat dengan
menambahkan CU, Mg, Si, Mn, Zn, Ni, dan lain-lainnya. Padaun aluminium di bagi
dua kelompok yaitu aluminium wronglt alloy (lembaran) dan aluminium costing
alloy (batang cor). Alumunium (99,99%) memiliki berat jenis sebesar 2,7 g/cm3,
densitas 2,685 kg/m3, dan titik leburnya pada suhu 6600C, alumunium
memiliki strength to weight ratio yang lebih tinggi dari baja. Unsur paduan dalam
aluminium antara lain :
1. Copper (Cu), menaikkan kekuatan dan kekerasan, namun menurunkan elongasi (pertambahan panjang pangjangan saat ditarik). Kandungan Cu
dalam alumunium yang paling optimal adalah antara 4-6%.
2. Zink atau Seng (Zn), menaikkan nilai tensile. 3. Mangan (Mn), menaikkan kekuatan dalam temperature tinggi. 4. Magnesium (Mg), menaikkan kekuatan alumunium dan menurunkan
nilai ductility-nya. Ketahanan korosi dan weldability juga baik.
5. Silikon (Si), menyebabkan paduan alumunium tersebut bisa diperlakukan panas untuk menaikkan kekerasannya.
6. Lithium (Li), ditambahkan untuk memperbaiki sifat tahan oksidasinya.
Alumunium copper alloy (seri 2xxx)
Paduan ini dapat di heat treatment terutama yang mengandung (2,5-5%) Cu. Dari
seri ini yang terkenal seri 2017 dikenal dengan nama “duralimin” mengandung
4%Cu, 0,5%Mg, 0,5%Mn pada komposisi standard. Paduan ini Mg ditingkatkan
pada komposisi standard dari Al, 4,5%Cu, 1,5%Mg, 0,5%Mn, dinamakan paduan
2024 yang bernama Duralumin Super. Paduan yang memiliki Cu mempunyai
ketahanan korosi yang jelek, jadi apabila ketahanan korosi khusus diperlukan
permukaannya dilapisi dengan Al murni atau paduan Al yang tahan korosi yang
disebut pelat alkad. Paduan ini banyak digunakan untuk alat-alat yang bekerja pada
temperatur tinggi misalnya pada piston dan silinder head motor bakar.
Alumunium magnese alloy (seri 3xxx)
Mn adalah unsur yang memperkuat Al tanpa mengurangi ketahanan korosi dan
dipakai untuk membuat paduan yang tahan korosi. Dalam diagram fasa, Al-Mn yang
ada dalam keseimbangan dengan larutan padat Al adalah Al6Mn(25,3%).
Sebenarnya paduan Al-1,2%Mn dan Al-1,2%Mn-1,0%Mg dinamakan paduan 3003
-
Program StudiTeknikMesin
FakultasTeknik UNTAG Surabaya
7
dan 3004 yang dipergunakan sebagai paduan tanpa perlakuan panas. Paduan dalam
seri ini tidak dapat dikeraskan dengan heat treatment. Seri 3003 dengan 1,2%Mn
mudah dibentuk, tahan korosi, dan (weldability) baik. Banyak digunakan untuk pipa
dan tangki minyak.
Alumunium silikon alloy (seri 4xxx)
Paduan Al-Si sangat baik kecairannya, yang mempunyai permukaan yang sangat
bagus, tanpa kegetasan panas, dan sangat baik untuk paduan coran. Sebagai
tambahan, paduan ini memiliki ketahanan korosi yang baik, sangat ringan, koefisien
pemuaian yang sangat kecil, dan sebagai penghantar panas dan listrik yang baik.
Karena memiliki kelebihan yang baik, paduan ini sangat banyak dipakai. Tetapi
dalam hal ini modifikasi tidak perlu dilakukan. Sifat-sifat silumin sangat diperbaiki
oleh perlakuan panas dan sedikit diperbaiki oleh unsur paduan. Umumnya dilakukan
paduan dengan 0,15-0,4%Mn dan 0,5%Mg. Paduan yang diberi perlakuan pelarutan
dan dituakan dinamakan silumin gamma dan yang hanya ditemper dinamakan
silumin beta. Paduan yang memerlukan perlakuan panas ditambah dengan Mg juga
Cu serta Ni untuk memberikan kekerasan pada saat panas, bahan ini biasa digunakan
untuk torak motor. Koefisien pemuaian termal Si yang sangat rendah membuat
koefisien termal paduannya juga rendah apabila ditambah Si lebih banyak. Telah
dikembangkan paduan hypereutektik Al-Si sampai 29% Si untuk memperhalus butir
primer Si. Proses penghalusan akan lebih efektif dengan penambahan P oleh paduan
Cu-P atau penambahan fosfor klorida (PCl5) untuk mencapai presentasi 0,001%P,
dapat tercapai penghalusan primer dan homogenisasi. Paduan Al-Si banyak dipakai
sebagai elektroda untuk pengelasan yaitu terutama mengandung 5%Si. Paduan seri
ini non heat treatable. Paduan seri 4032 yang mengandung 12,5%Si mudah ditempa
dan memiliki koefisien muai panas sangat rendah digunakan untuk piston yang
ditempa.
Alumunium magnesium alloy (seri 5xxx)
Dalam paduan biner Al-Mg satu fasa yang ada dalam keseimbangan dengan
larutan padat Al adalah larutan padat yang merupakan senyawa antar logam
Al3Mg2. Sel satuannya merupakan hexagonal susunan rapat (eph) tetapi ada juga
yang sel satuannya kubus berpusat muka (fcc) rumit. Titik eutetiknya adalah 450ºC,
35%Mg dan batas kelarutan padatnya pada temperature eutektik adalah 17,4% yang
menurun pada temperature biasa sampai kira-kira 1,9%Mg, jadi kemampuan
penuaan dapat diharapkan. Paduan Al-Mg mempunyai ketahanan korosi yang sangat
baik disebut hidrinalium. Paduan dengan 2-3%Mg dapat mudah ditempa, dirol dan
diekstrusi. Paduan Al-Mg umumnya non heat tretable. Seri 5052 dengan 2,5%Mg
banyak digunakan untuk campuran minyak dan bahan bakar pesawat terbang. Seri
5052 biasa digunakan sebagai bahan tempaan. Paduan 5056 adalah paduan paling
kuat setelah dikeraskan oleh pengerasan regangan apabila diperlakukan kekerasan
-
Program StudiTeknikMesin
FakultasTeknik UNTAG Surabaya
8
tinggi. Paduan 5083 yang dianil adalah paduan antara (4,5%Mg) yang kuat dan
mudah dilas sehingga banyak digunakan sebagai bahan untuk tangki LNG. Seri
5005 dengan 0,8%Mg banyak digunakan sebagai batang profil extrusi. Seri 5050
dengan 1,2%Mg dipakai sebagai pipa saluran minyak dan gas pada kendaraan.
Alumunium magnesium silikon alloy (seri 6xxx)
Penambahan sedikit Mg pada Al akan menyebabkan pengerasan penuaan sangat
jarang terjadi, namun apabila secara simultan mengandung Si, maka dapat
diperkeras dengan penuaan panas setelah perlakuan pelarutan. Hal ini dikarenakan
senyawa M2Si berkelakuan sebagai komponen murni dan membuat keseimbangan
dari sistem biner semu dengan Al. Paduan dalam sistem ini memiliki kekuatan yang
lebih kecil dibanding paduan lainnya yang digunakan sebagai bahan tempaan, tetapi
sangat liat, sangat baik kemampuan bentuknya untuk penempaan, ekstrusi dan
sebagai tambahan dapat diperkuat dengan perlakuan panas setelah pengerjaan.
Paduan 6063 banyak digunakan sebagai rangka konstruksi. Karena paduannya
memiliki kekuatan yang cukup baik tanpa mengurangi hantaran listrik maka
dipergunakan untuk kabel tenaga. Dalam hal ini percampuran dengan Cu, Fe, dan
Mn perlu dihindari karena unsur-unsur tersebut menyebabkan tahanan listrik
menjadi tinggi. Magnesium dan Silikon membentuk senyawa Mg2Si (Magnesium
Silisida) yang memberikan kekuatan tinggi pada paduan ini setelah proses heat
treatment. Seri 6053, 6061, 6063 memiliki sifat tahan korosi sangat baik dari pada
heat treatable aluminium lainnya. Penggunaan aluminium seri 6xxx banyak
digunakan untuk piston motor dan silinder head motor bakar, part sepeda. Dl
-
Program StudiTeknikMesin
FakultasTeknik UNTAG Surabaya
9
Tabel 2.3. Karakteristik Al 6061 (Smith F. Wiliam, 1994)
Alloy Temper
Tensile
strength,
psi
Tensile
yield
strength
psi
Elongation
& in 2 in
Hardness
Bhn
Shear
strength
psi
Fatigue
limit
psi
6050
6061
6066
6070
6101
6151
6201
6262
6351
6951
0
T6
0
T4,T451
T6,T651
T81
T91
T913
0
T4,T451
T6,T651
0
T6
T6
T6
T81
T9
T4,T451
T6,T651
0
T6
16.000
37.000
18.000
35.000
45.000
55.000
59.000
67.000
22.000
52.000
57.000
21.000
57.000
32.000
48.000
48.000
58.000
42.000
49.000
16.000
39.000
8.000
32.000
8.000
21.000
40.000
52.000
57.000
66.000
12.000
30.000
52.000
10.000
52.000
28.000
43.000
55.000
27.000
43.000
6.000
33.000
35
13
25
22
12
15
12
10
18
18
12
20
12
15
17
6
10
20
13
30
13
26
80
30
65
95
43
90
120
35
120
71
100
120
60
95
28
82
11.000
23.000
12.000
24.000
30.000
32.000
33.000
35.000
14.000
29.000
34.000
14.000
34.000
20.000
32.000
35.000
22.000
29.000
11.000
26.000
8.000
13.000
9.000
13.000
14.000
14.000
16.000
9.000
14.000
12.000
15.000
13.000
13.000
13.000
-
Program StudiTeknikMesin
FakultasTeknik UNTAG Surabaya
10
Tabel 2.4. Komposisi Al 6061 dan penggunaan (Smith F. Wiliam, 1994)
Alloy %
Mg
%
Si
%
Mn
%
Cr
%
Cu
% other Aplications
6003
6005
6009
6010
6053
6061
6063
6065
6076
6101
6151
6162
6201
6253
6262
6163
1,2
0,5
0,6
0,8
1,3
1
0,7
1,1
0,8
0,6
0,6
0,9
0.8
1,2
1
0,7
0,7
0,8
0,8
1
0,7
0,6
0,4
1,3
1,4
0,5
0,9
0,6
0,7
0,7
0,6
0,4
0,4
0,5
0,5
0,8
0,7
0,25
0,2
0,25
0,25
0,09
0,38
0,38
0,27
0,9
0,3
0,27
2,0 Zn
0,55
pb;0,55
Bi
Low iron
(0,15
max)
Clading for sheets and plates
Truck and marine structures
railroad cars; furniture
Auto body sheets
Auto body sheets
Wire and rods for rifets
Heavy duty structures where
corosion resistance is needed
Truck and marine structures
Pipe; railings; furniture;
architecturals extrusions
truck flooring
Forging and extrusions for
wekled structures
Heavy duty structures where
pipelines
High strengthbus conductors
Moderatc strength intricate
forging far machine and parts
Structures requiring moderats
strength ; busbars
Electrical conductor wire
(high strength)
Component of clad roa and
wire
Screw –machine product
better corrosion resistance
2011
Architecturals and trim
extrusions
-
Program StudiTeknikMesin
FakultasTeknik UNTAG Surabaya
11
Tabel 2.5. Komposisi kimia dari Al66061 Alloy
Konstituen Komposisi i%
Mg 0.92
Si 0.76
Fe 0.28
Cu 0.22
Ti 0.10
Cr 0.07
Zn 0.06
Mn 0.04
Be 0.003
V 0.01
Al Keseimbangan
Alumunium zink alloy (seri 7xxx)
Aluminium menyebabkan keseimbangan biner semu dengan senyawa antar
logam MgZn2 dan kelarutannya menurun apabila temperaturnya turun. Telah
diketahui sejak lama bahwa paduan sistem ini dapat dibuat keras sekali dengan
penuaian setelah perlakuan pelarutan. Tetapi sejak lama, tidak dipakai sebab
mempunyai sifat patah getas oleh retakan korosi tegangan. Di Jepang pada
permulaan tahun 1940, Iragashi dkk mengadakan studi dan berhasil dalam
pengembangan suatu paduan dengan penambahan kira-kira 0,3%Mn atau Cr, dimana
bitur Kristal padat diperhalus, dan mengubah bentuk presipitasi serta retakan korosi
tegangan tidak terjadi. Pada saat itu paduan tersebut dinamakan ESD, Duralumin,
superekstra. Selama perang dunia ke II, di Amerika Serikat dengan maksud yang
hampir sama telah dikembangkan pula suatu paduan, yaitu suatu paduan yang terdiri
dari Al-5, 5%Zn-2,5%Mn-1,5%Cu-0,3%Cr-0,2%Mn, sekarang dinamakan paduan
7075. Paduan ini mempunyai kekuatan tertinggi diantara paduan-paduan lainnya.
Penggunaan paduan ini paling besar adalah untuk konstruksi pesawat udara. Di
samping itu penggunaannya menjadi lebih penting sebagai bahan konstruksi.
2.2.1. Aluminium 6061
Alumunium memiliki jumlah yang sangat banyak, lebih dari 300 komposisi
unsure paduan pada paduan alumunium. Semua jenis paduan alumunium
mengandung dua atau lebih unsur kimia yang mampu mempengaruhi sifat mekanik
dari paduan tersebut. (ASM Metal Handbook Volume 9, 2004).Pada percobaan kali
ini spesimen yang digunakan salah satunya alumunium 6061. Umumnya material
alumunium jenis 6XXX diaplikasikan untuk automotif dan alat-alat konstruksi
karena memiliki machine ability ,corrosion , konduktivitas thermal dan elektik yang
cukup baik.
-
Program StudiTeknikMesin
FakultasTeknik UNTAG Surabaya
12
Tabel 2.6. (Alumunium Structures, 2002)
Sedangkan komposisi dari alumunium seri 6061 adalah sebagai berikut :
Tabel 2.7. Komposisi aluminium
Paduan alumunium seri 6061 berdasarkan table di atas maka unsure yang memiliki
komposisi paling besar serta sangat mempengaruhi sifat mekanik dari padual
alumunium seri 6061 adalah Magnesium (Mg) dan Silika (Si), sehingga paduan
alumunium seri 6061 memiliki diagram fasa sebagai berikut:
http://3.bp.blogspot.com/-MSa-wjCTZeE/U6OFO5DjYHI/AAAAAAAAAbg/XCABsGdk6PU/s1600/referensi+1.PNGhttp://1.bp.blogspot.com/-yow8O5lMBls/U6OFsjt8TlI/AAAAAAAAAbo/KkBNUFMt1fc/s1600/referensi+2.PNG
-
Program StudiTeknikMesin
FakultasTeknik UNTAG Surabaya
13
Gambar 2.4. (ASM Metal Handbook Volume 9, 2004)
Paduan alumunium seri 6061 akan menghasilkan dua fasa dan satu karbida
yang bisa dianalisis berdasarkan diagram fasa yang ada. Fasa-fasa dan karbida yang
terbentuk dari paduan alumunium seri 6061 adalah β-AlFeSi, α-Al(FeSi) dan
Mg2Si.
Tabel 2.8. Fasa – fasa dan karbida yang terbentuk dari paduan aluminium
seri 6061.
http://3.bp.blogspot.com/-eWYqiUnIIoA/U6OGImkcQsI/AAAAAAAAAbw/TljvVBgRkMA/s1600/referensi+3.PNGhttp://4.bp.blogspot.com/-T17IDscc5Mc/U6OG3yzhW_I/AAAAAAAAAb4/QcRpSHU642k/s1600/refrensi+4.PNG
-
Program StudiTeknikMesin
FakultasTeknik UNTAG Surabaya
14
Magnesium dan silica menjadi unsure paduan yang sangat penting bagi
paduan alumunium seri 6061 karena magnesium dan silica akan membentuk karbida
Mg2Si yang menyebabkan paduan seri 6061 ini bisa diberikan perlakuan panas
untuk memperbaiki sifat mekaniknya. Adanya unsure besi (Fe) menyebabkan
kelarutan silica (Si) dalam Alumunium (Al) akan berkurang. Adanya fasa α dan β
disebabkan oleh terjadinya reaksi peritektik dan reaksi solidifikasi diakhiri dengan
rekasi eutektik.
Adapun larutan etsa yang digunakan untuk menganalisis struktur mikro dari padual
alumunium 6061 adalah keller. Keller merupakan etsa yang dibuat dari campuran
larutan 2ml HF + 3ml HCl +5ml HNO3 +190ml H2O.
Tabel 2.9. (Smithells Metals Reference Book 7 Edition, 1993)
Dari table di atas, etsa keller digunakan untuk meilhat fasa β-AlFeSi, α-
Al(FeSi) yang akan berwarna gelap dan melihat karbida Mg2Si yang akan berwarna
biru hingga orange. Adapun gambar dari struktur mikro yang dihasilkan dari paduan
alumunium seri 6061 yang dfoto dengan ukuran perbesaran berbeda, mulai dari
perbesaran 20 mikro, 50 mikro, dan 100 mikro. Gambar yang didapatkan adalah
sebagai berikut:
http://1.bp.blogspot.com/-e-B293A7abE/U6OHYuY8xOI/AAAAAAAAAcA/iZxeYM7PdVc/s1600/referensi+5.PNG
-
Program StudiTeknikMesin
FakultasTeknik UNTAG Surabaya
15
Gambar 2.5. perbesaran 20 mikro
Gambar 2.6. perbesaran 50 mikro
Berdasarkan dari foto struktur mikro padual Al seri 6061, didapatkan 2
kontras warna yang berbeda. Pertama adalah warna gelap, jika mengacu pada
referensi yang sudah didapatkan di atas maka warna gelap yang dihasilkan
merupakan fasa β-AlFeSi, α-Al(FeSi) yang merupakan metafasa. Artinya fasa ini
bisa saja berubah apabila mendapatkan temperature yang cukup tinggi. Kedua
adalah warna orange, bila mengacu pada refrensi warna orange yang dihasilkan
karena menggunakan etsa keller merupakan Mg2Si. Penggunaan larutan etsa akan
mempengaruhi gambar dari struktur mikro yang dihasilkan. Penggunaan larutan etsa
disesuaikan dengan tujuan dari percobaan itu sendiri, karena setiap larutan etsa
memiliki kemampuan yang berbeda-beda untuk memperlihatkan fasa-fasa pada
gambar struktur mikro.
http://1.bp.blogspot.com/-LgeaDwz6NTQ/U6OH41kEI7I/AAAAAAAAAcI/KfYKDD_33TI/s1600/al+2+(1).jpghttp://3.bp.blogspot.com/-V7AEXQauVUE/U6OILfbGzfI/AAAAAAAAAcQ/D8Q99Id-Il8/s1600/al+5+(1).jpg
-
Program StudiTeknikMesin
FakultasTeknik UNTAG Surabaya
16
2.3. Abu Dasar Batu Bara
Abu dasar batu bara (bottom ash) merupakan sisa hasil proses pembakaran
batu bara, yang merupakan limbah meningkat setiap tahunnya, sehingga diperlukan
penanggulangan, karena dapat mengakibatkan dampak lingkungan berupa polusi
udara (tekMIRA, 2010). Komposisi abu batu bara yang dihasilkan terdiri dari 5% -
15% abu dasar, sedangkan sisanya sekitar 85% - 95%.
Abu dasar mempunyai partikel lebih besar dan lebih berat dari pada abu
terbang, sehingga abu dasar akan jatuh pada dasar tungku pembakaran dan
terkumpul pada penampung debu lalu dikeluarkan dengan cara di semprot dengan
air untuk kemudian di buang dan dimanfaatkan sebagai bahan pengganti sebagai
pasir. Sifat kimia, fisik, dan mekanik dari abu batu bara tergantung tipe batu bara,
asal, ukuran, teknik pembakaran, ukuran boiley, proses pembuangan, dan metoda
penaggulangan (Talib, 2009). Berdasarkan (CIRCA, 2010), secara umum abu batu
bara dapat digunakan sebagai lapisan base atau sub-base pada jalan, aggregat dalam
beton dan aspal, material timbunan, pengontrol es dan salju, bahan dasar klinker
semen, dan reklamasi.
Berdasarkan penelitian (Muhardi et al, 2010) diketahui bahwa ukuran
partikel abubatu bara berdasarkan SEM (Scanning Electron Microscopic) bertambah
seiringdengan bertambahnya masa pemeraman yaitu7 dan 28 hari akibat adanya
reaksi pozzolan.(Ramme dan Tharaniyil, 2000), (Pando danHwang 2006) dalam
penelitiannya mengemukakan bahwa abu dasar menunjukkan reaksi pozzolan yang
lebih sedikit daripada abu terbang. Reaksi pozzolan tersebut membuat abu dasar
tersementasi, mengikat dan mengeras.
2.4. Magnesium dan Wettability
Dalam pembuatan komposit ini menggunakan unsur Mg yang berfungsi
untuk meningkatkan wettability matrik terhadap partikel SiC. Karena, kemampuan
suatu cairan untuk membasahi seluruh permukaan zat padat, yang akan berefek pada
peningkatan kekuatan ikatan matrik dan partikel penguat SiC. Sehingga sifat
mekanik yang dihasilkan juga meningkat. Dalam bidang pengecoran MMC,
wettability partikel penguat oleh matriks paduan adalah parameter yang penting.
Kontak yang bagus antar partikel keramik solid dengan matriks hasil pengecoran
menandakan bahwa cairan bisa membasahi fasa padat partikel penguat. Permasalah
wettability tersebut disebabkan dua hal yaitu sifat kimia permukaan dan tegangan
permukaan. Sifat kimia permukaan partikel meliputi kontaminasi maupun oksidasi.
Namun partikel penguat sulit untuk dibasahi logam cair. Ada beberapa cara yang
bisa digunakan untuk meningkatkan wettability partikel, yaitu dengan penambahan
elemen pengaktif permukaan ke dalam matriks, semisal unsur magnesium Mg,
pelapisan atau oksidasi partikel keramik, pembersihan partikel, dan perlakuan pre-
heat pada partikel.
(Hashim dkk, 2001) meneliti tentang problem wettablity antara partikel
keramik sebagai penguat dengan aluminium cair pada MMC. Penelitian
-
Program StudiTeknikMesin
FakultasTeknik UNTAG Surabaya
17
menggunakan bahan paduan A359 sebagai matriks, partikel SiC sebagai penguat,
dan dengan penambahan Mg sebagai wetting agent. Stir casting silakukan selama
proses peleburan. Hasil penelitian tersebut adalah bahwa penambahan Mg bisa
meningkatkan wettability matrik A359 cair terhadap partikel SiC. Namun
penambhan pada Mg melebihi 1% akan meningkatkan viskositas dan mengurani
kemampuan penyebaran partikel SiC. Mekanisme stirring diperlukan untuk
meningkatkan wettability.
Mekanismestirring diperlukan untuk menigkatkan wettability. Penelitian
tentang pengaruh Mg juga dilakukan oleh (Zehraa dan Ameer, 2013), dijelaskan
bahwa penambahan unsur Mg dapat meningkatkan wettability antara matriks Al dan
SiC. Hal tersebut bisa terjadi dengan mekanisme proses reduksi lapisan SiO² di
permukaan SiC, sehingga lapisan oksida penghalang di permukaan SiC bisa di
eliminasi.
2.5. Metode Squeeze Casting
Squeeze casting lebih dikenal sebagai proses high pressure casting atau
sering di sebut penempaan logam cair(liquid metal forging) yaitu suatu proses
dimana logam cair didinginkan sambil di beri tekanan. Teknik ini merupakan
kombinasi dari proses forging dan casting; molten metal dalam cetakan dibentuk
dan membeku di bawah tekanan mekanis yang tinggi. Hasil proses ini memiliki sifat
mekanis, permukaan, kepadatan, dan keakuratan dimensi yang sangat baik. Teknik
squeeze casting merupakan teknik pengecoran alumunium yang paling efektif,
terutama untuk produk-produk berukuran kecil dan memerlukan kecepatan produksi
yang tinggi.
Perlengkapan proses anatara lain: dapur pemanas, mekanisme press, punch,
dan die (direct), pouring hole, injection chamber plunger dan gatingsystem
(indirect). Kontak logam cair dengan permukaan die memungkinkan terjadinya
perpindahan panas yang cukup cepat, menghasilkan struktur mikro yang homogen
dengan sifat mekanik yang baik.
-
Program StudiTeknikMesin
FakultasTeknik UNTAG Surabaya
18
Tabel 2.10. Perbandingan sifat mekanis beberapa paduan
Jenis pengecoran dikategorikan menjadi dua jenis yaitu pengisian langsung
(direct squeeze casting) dan pengisian tidak langsung (indirect squeeze casting).
Gambar 2.7. Skema Proses Squeeze Casting
2.5.1. Direct squeeze casting (DSC)
DSC adalah Proses pengecoran dimana logam cair didinginkan dengan
disertai pemberian tekanan secara langsung. Dengan harapkan mampu mencegah
munculnya porositas gas dan penyusutan pada hasil coran. Keuntungan DSC antara
lain:
-
Program StudiTeknikMesin
FakultasTeknik UNTAG Surabaya
19
Mampu menghasilkan produk cor tanpa porositas gas dan penyusutan.
Tidak diperlukan gating system, dengan demikian terjadi pembuangan material.
Tidak begitu mempertimbangkan castability, karena pemberian tekanan dapat mengeliminir kebutuhan akan high fluidity, baik
untuk coran secara umum paduan kasar.
Mikrostruktur coran dapat dimanipulasi dengan mudah melalui suatu proses kontrol yang baik seperti temperatur penuangan dan
besarnya tekanan. Untuk mencapai sifat coran yang optimum dapat
juga ditambahkan bahan inti tertentu, akan tetapi hal ini biasanya
tidak begitu penting.
Dikarenakan tidak adanya cacat proses squeeze yang baik maka biaya perlakuan setelah coran selesai dan biaya untuk pengelasan
non destructive dapat di hemat atau tidak diperlukan.
Gambar 2.8. Mekanisme direct squeeze casting
Keterangan gambar:
1. Punch 2. Dies 3. Benda Cetak 4. Plunyer Pendorong
2.5.2. Indirect Squeeze Casting (ISC)
Indirect di pakai untuk menggambarkan injeksi logam ke dalam rongga
cetakan dengan bantuan piston berdiameter kecil dimana mekanisme penekan ini
dipertahankan sampai logam cair membeku. Keuntungan utama ISC adalah
kemampuannya untuk menghasilkan produk cor dengan bentuk yang lebih kompleks
dengan memberikan beberapa sistem pengeluaran inti (core pull). Proses ini tidak
sebaik proses DSC. Secara khusus ada dua kelemahan ISC di banding dengan DSC:
Penggunaan bahan baku tidak efisien karena adanya kebutuhan pembuatan runner dan gating system. Efisiensi pemakaian bahan hanya 28%. Sebagai
contoh untuk menghasilkan piston dengan berat 0,62kg diperlukan bahan
cor seberat 2,2kg.
-
Program StudiTeknikMesin
FakultasTeknik UNTAG Surabaya
20
Wrought aerospace alloy yang memiliki kekuatan tinggi, pada dasarnya sulit dikerjakan dengan ISC, kalau pun bisa hasil coran tidak bebas dari
cacat.
Gambar 2.9. Mekanisme indirect squeeze casting
Keterangan gambar:
1. Plunyer penekan
2. Dies
3. Pouring hole
4. Gating system
5. Benda cetak
Faktor kunci dalam ISC adalah memberikan proses pengisian rogga cetak
secara mulus tanpa mengakibatkan aliran turbulen. Ini berarti bahwa cairan logam
mengalir secara laminer selama pengisian rongga cetak. Makin rendah kecepatan
pengisian menyebabkan makin tingginya kemungkinan untuk mendapatkan aliran
laminer Suatu penelitian yang telah dilaksanakan mengungkapkan bahwa kecepatan
aliran sebesar 320 cm³/sec yang dikombisanasikan dengan tekanan squeeze 90 Mpa
dan dilakukan proses perlakuan panas T61 memberikan kenaikan Ultimate Tensile
Strength (UTS) 19% serta perpanjangan 33%.
Dibandingkan dengan sifat mekanik produk cor high pressure die cast untuk
spesimen yang sama, UTS squeeze casting meningkat 38% (setelah di cor) dan 70%
(setelah dilakukan proses perlakuam panas). Jika Dibandingkan dengan proses
-
Program StudiTeknikMesin
FakultasTeknik UNTAG Surabaya
21
gravity die cast dengan spesimen yang sama, UTS squeeze casting meningkat 32%
(setelah di cor) dan 8,5% (setelah dilakukan proses perlakuan panas); perpanjangan
meningkat 82% (setelah di cor) dan 63% (setelah dilakukan proses perlakuan panas).
2.5.3. Parameter Proses Pengecoran Squeeze
Untuk memperoleh produk cor yang memenuhi syarat-syarat ideal bagi
suatu sound cast, ada beberapa variabel yang perlu diperhatikan, yaitu:
a. Volume Cairan Logam (Melt Volume) Diperlukan kontrol yang akurat ketika logam cair dituangkan ke dalam rongga
cetak (die cavity).
b. Temperatur Tuang (Casting Temperature) Temperatur ini tergantung pada jenis paduan dan bentuk coran/komponen.
Biasanya temperatur ruang di ambil 6 - 55˚C di atas temperatur liquidus.
c. Temperatur Perkakas (Tooling Temperature) Temperatur normal adalah 190 - 315˚C. Untuk produk cor yang mempunyai
penampilan relatif tebal, rentang temperatur ini dapat diturunkan. Biasanya
temperatur ini punch di atur 15 - 30˚C di bawah temperatur die terendah untuk
memungkinkan adanya kelonggaran atau ventilasi yang memadai diantara
keduanya. Kelonggaran yang berlebihan antara punch dan die mengakibatkan
erosi pada permukaan keduanya.
d. Waktu Tunggu (Time Delay) Wakgtu tunggu adalah lamaya waktu yang di ukur dari saat pertama penuangan
logam cair ke dalam rongga cetak hingga saat permukaan punh menyentuh dan
mulai menekan permukaan logam cair. Bentuk penampang yang komplek
memerlukan waktu yang cukup bagi logam cair mengisi keseluruhan rongga
cetakan; untuk itu perlu adanya tenggang waktu yang cukup sebelum punch
menyentuh dan menekan logam cair. Hal ini untuk menghidari terjadinya
porositas akibatkan penyusutan (shrinkage porosity).
e. Batas Tekanan (Pressure Level) Rentang tekanan normak adalah 50-140 Mpa, tergantung pada bentuk geometri
komponen serta sifat mekanis yang dibutuhkan. Tetapi dimungkinkan tekanan
minimum adalah 40 Mpa. Tekanan yang sering digunakan 70 Mpa
f. Durasi Penekanan (Pressure Duration) Durasi penekanan dihitung dari saat punch di titik terendah sampai saat punch di
angkat (penekanan dilepaskan). Untuk benda cor dengan berat 9kg, durasi
penekanan yang seri di pakai bervariasi antara 30 – 120 detik. Akan tetapi
biasanya durasi ini juga tergantung pada bentuk geometri coran yang diinginkan.
Untuk material komposit pemberian tekanan setelah pembekuan (solidification)
tidak memperbaiki sifat, tetapi hanya menambah waktu siklus saja.
g. Pelumasan (Lubrication) Proses squeeze casting membutuhkan pelumas pada permukaan dies untuk
memudahkan proses pengambilan produk cor dari cetakannya. Akan tetapi sistem
-
Program StudiTeknikMesin
FakultasTeknik UNTAG Surabaya
22
pelumasan ini diusahakan jangan sampai menutuipi lubang ventilasi yang ada
pada dies. Untuk paduan aluminium, magnesium dan tembaga, permukaan dies
biasanya di lapisi dengan sejenis bahan keramik untuk mencegah efek pengelasan
antara produk cor dengan permukaan dies.
h. Kecepatan Pengisian (Filling rate) Makin rendah kecepatan pengisian akan menyebabkan makin tingginya
kemungkinan luntuk mendapatkan aliran laminer. Akan tetapi kecepatan
pengisisa yang terlalu rendah dapat menyebabkan kehilangan panas (heat loss)
yang besar dan berakibat pada terjadinya premature solidification serta cold
shuts. Oleh karena itu perlu ditentukan kecepatan pengisian yang optimal,
sehingga aliran pengisian menjadi laminer dan tidak terjadi turbulensi.
2.6. Koefisien Pemuaian Panas
Pemuaian panas adalah perubahan suatu benda yang bisa menjadi
bertambah panjang, lebar, luas, atau berubah volumenya karena terkena panas
(kalor). Singkatnya, pemuaian panas adalah perubahan benda yang terjadi karena
panas. Pemuaian tiap-tiap benda akan berbeda, tergantung pada suhu di sekitar dan
koefisien muai atau daya muai dari benda tersebut. Perubahan panjang akibat panas
ini, sebagai contoh, akan mengikuti:
𝐿𝑡 = 𝐿0(1 + 𝛼 ∗ ∆𝑡)
Dimana
- 𝐿𝑡 adalah panjang pada suhu t - 𝐿0adalah panjang pada suhu awal - 𝛼 adalah koefisien muai panjang/ koefisien muai linier - ∆𝑡 adalah besarnya perubahan suhu
Suatu benda akan mengalami muai panjang apabila benda itu hanya memiliki
(dominan dengan) ukuran panjangnya saja. Muai luas terjadi pada benda apabila
benda itu memiliki ukuran panjang dan lebar, sedangkan muai volum terjadi
apabila benda itu memiliki ukuran panjang, lebar, dan tinggi.
𝐴𝑡 = 𝐴0(1 + 𝛽 ∗ ∆𝑡)
Dimana
- 𝐴𝑡 adalah luas (area) pada suhu t - 𝐴0 adalah luas pada suhu awal - 𝛽 (2 kali ∙ 𝛼) adalah koefisien muai luas - ∆𝑡 adalah besarnya suhu
https://id.wikipedia.org/wiki/Panjanghttps://id.wikipedia.org/wiki/Lebarhttps://id.wikipedia.org/wiki/Luashttps://id.wikipedia.org/wiki/Volumehttps://id.wikipedia.org/wiki/Panas
-
Program StudiTeknikMesin
FakultasTeknik UNTAG Surabaya
23
Dan untuk perubahan volum:
- 𝑉𝑡 = 𝑉0(1 + 𝛾 ∗ ∆𝑡)
Dimana
- 𝑉𝑡 adalah volum pada suhu t - 𝑉0 adalah volum pada suhu awal - 𝛾 (3 kali ∙ 𝛼) adalah koefisien muai volum - ∆𝑡 adalah besarnya perubahan suhu
Pada umumnya, ukuran suatu benda akan berubah apabila suhunya berubah.
Pada benda-benda yang berbentuk batang, perubahan ukuran panjang akibat
perubahan suhu adalah sangat nyata, sedangkan perubahan ukuran luas dapat
diabaikan karena kecilnya.
Perubahan panajng akibat perubahan suhu dapat dirumuskan sebagai berikut
:
∆L = œ. Lo. ∆T ……………………………………………………..(1)
Persamaan tersebut dapat diubah menjadi dimana ∆L/Lo adalah perubahan
relative dari panjang dan ∆T adalah perubaha suhu. Dengan demikian koefisien
muai panjang ( œ ) suatu zat didefinisikan sebagai perubahan relative dari panjang
zat itu perdrajat perubahan suhu (Tim Penyusun, 2007).
Efek-efek yang lazim dari perubahan temperatur (suhu) adalah suatu
perubahan ukuran bahan. Bils temepratur dinaikan maka jarak rata-rata diantara
atom-atom akan bertambah yang mengakibatkan suatu ekspansi dari seluruh benda
padat tersebut. Perubahan dari setiap dimensi linier tersebut, seperti panjang , lebar,
atau tebalnya dinamakan ekspansi linier.
Koefisien ekspansi linier mempunyai nilai yang berbeda-beda untuk bahan-
bahan yang berbeda. Tegasnya boleh dikatakan bahwa kooegisien ekspansi linier
atau koefisien muai panjang tergantung pada temperatur referensi yang dipilih unutk
menentukan panjang awal. Akan tetapi variasinya biasanya dapat diabaikan
dibandingkan terhadap ketelitian dengan nama pengukuran (Tepler, 1998).
Salah satu sifat zat pada umumnya adalah akan mengalami perubahan
dimensi (panjang, luas dan volume) bila dikenai panas, seandainya benda tersebut
berwujud batang atau kabel maka yang banyak menarik perahatian adalah perubahan
panjangnya. Untuk itu didefinisikan suatu besaran yang disebut koefisien muai
panjang ( œ ) suattu perubahan fraksional panjang ∆L/Lo dibagi perubahan suhu.
Bila ∆L = Lt – Lo
Maka, Lt = Lo ( 1 + œ . ∆T ) ………………………………………………(2)
-
Program StudiTeknikMesin
FakultasTeknik UNTAG Surabaya
24
Bila umumnya œ berharga sangat kecil, sehingga œ2 dapat diabaikan, maka :
L2 = L1 ( 1 + œ ( T2 – T1 ) ………………………………………………......(3)
Persamaan diatas menyatakan bahwa panjang batang pada suatu kondisi dapat
dinyatakan dalam panjang batang disetiap kondisi lain asal suhu kedua kondisi itu
diketahui (Tim Penyusun, 2003).
Semua logam memuai pada fraksi yang sama dari volume semula.
Kehilangan logam seperti timah seola-olah mengetahui bahwa ia akan cepat
melebar, sehingga ia memuai dengan cepat sesuai dengan kenaikan temperatur.
Sedangkan platina dengan titik lebur tinggi memperlambat kelajuan pemuaiannya.
Koefisien volume dapat dihitung dalam bentuk koefisien linier (lurus) sebagai
berikut, misalnya sebuah benda padat berbentuk paralepedium tegak yang panjang
isinya L1, L2, dan L3.
Maka volumenya ialah :
V = L1. L2. L3 …………………………………………………………… (4)
dV = L1. L2. dL1 + L1.L3 dL2 + L1. L2 dL3 ………………………… (5)
dt dt dt dt
Ini kita bagi dengan Ll, L2, L3, maka :
1. dV = 1. dL1 + 1 dL2 + 1 dL3 ……………………………..(6) V dt L1 dt L2 dt L3 dt (Sears&Zemansky, 1969)
2.7. Pengujian Struktur Mikro
Dalam ilmu metalurgi struktur mikro merupakan hal yang sangat
pentinguntuk dipelajari. Karena struktur mikro sangat berpengaruh pada sifat fisik
danmekanik suatu logam. Struktur mikro yang berbeda sifat logam akan
berbedapula. Struktur mikro yang kecil akan membuat kekerasan logam akan
meningkat.Dan juga sebaliknya, struktur mikro yang besar akan membuat logam
menjadi uletatau kekerasannya menurun. Struktur mikro itu sendiri dipengaruhi
olehkomposisi kimia dari logam atau paduan logam tersebut serta proses
yangdialaminya.
Metalografi bertujuan untuk mendapatkan struktur makro dan mikro suatu
logam sehingga dapat dianalisa sifat mekanik dari logam tersebut. Pengamatan
metalografi dibagi menjadi dua,yaitu:
1. Metalografi makro, yaitu penyelidikan struktur logam dengan pembesaran
10 ± 100kali.
2. Metalografi mikro, yaitu penyelidikan struktur logam dengan pembesaran
1000 kali.
-
Program StudiTeknikMesin
FakultasTeknik UNTAG Surabaya
25
Untuk mengamati struktur mikro yang terbentuk pada logam tersebut
biasanya memakai mikroskop optik. Sebelum benda uji diamati pada mikroskop
optik, benda uji tersebut harus melewati tahap-tahap preparasi. Tujuannya adalah
agar pada saat diamati benda uji terlihat dengan jelas, karena sangatlah penting hasil
gambar pada metalografi. Semakin sempurna preparasi benda uji, semakin jelas
gambar struktur yang diperoleh. Adapun tahapan preparasinya meliputi pemotongan,
mounting, pengampelasan, polishing dan etching (etsa) (Riky Ramadhan. 2012).
2.8. Proses Perlakuan Panas
Heat treatment merupakan suatu proses pemanasan dan pendinginan yang
terkontrol, dengan tujuan mengubah sifat fisik dan sifat mekanis dari suatu bahan
atau logam sesuai dengan yang dinginkan. (Kamenichny, 1969: 74). Proses dalam
heat treatment meliputi heating, colding, dan cooling. Adapun tujuan dari masing-
masing proses yaitu :
1. Heating : proses pemanasan sampai temperatur tertentu dan dalam periode waktu. Tujuannya untuk memberikan kesempatan agar terjadinya perubahan
struktur dari atom-atom dapat menyeluruh.
2. Holding : proses penahanan pemanasan pada temperatur tertentu, bertujuan untuk memberikan kesempatan agar terbentuk struktur yang teratur dan
seragam sebelum proses pendinginan.
3. Cooling : proses pendinginan dengan kecepatan tertentu, bertujuan untuk mendapatkan struktur dan sifat fisik maupun sifat mekanis yang diinginkan.
Perlakuan panas pada aluminium paduan dilakukan dengan memanaskan sampai
terjadi fase tunggal kemudian ditahan beberapa saat dan diteruskan dengan
pendinginan cepat hingga tidak sempat berubah ke fase lain. Jika bahan tadi
dibiarkan untuk jangka waktu tertentu maka terjadilah proses penuaan (aging).
Perubahan akan terjadi berupa presipitasi (pengendapan) fase kedua yang dimulai
dengan proses nukleasi dan timbulnya klaster atom yang menjadi awal dari
presipitat. Presipitat ini dapat meningkatkan kekuatan dan kekerasannya. Proses ini
merupakan proses age hardening yang disebut natural aging. Jika setelah dilakukan
pendinginan cepat kemudian dipanaskan lagi hingga di bawah temperatur solvus
(solvus line) kemudian ditahan dalam jangka waktu yang lama dan dilanjutkan
dengan pendinginan lambat di udara disebut proses penuaan buatan (artificial
aging).
Proses perlakuan panas pada saat penuaan mempunyai dua proses yaitu
perlakuan panas T6 dan perlakuan panas T4. Dimana untuk T6 panas yang diberikan
secara konstan dan terukur maka proses ageing akan semakin cepat dan material
akan cepat mencapai kekerasan maksimumnya. Akan tetapi pada saat proses ageing
T6 ini mencapai titik yang melebihi maka akan menimbulkan overageing yang akan
membuat sifat mekanis dari material akan menurun. Karena, proses ini
-
Program StudiTeknikMesin
FakultasTeknik UNTAG Surabaya
26
menyebabkan material lebih cepat sampai ke puncak ageing. Berbeda dengan T4,
dimana panas yang di serap tidak menentu. Sebab, proses T4 dilakukan secara
alamiah (natural ageing) yaitu material ditempatkan di daerah terbuka sehingga
menyerap panas dari udara luar. Sehingga proses ini memakan waktu yang lebih
lama dan umumnya lebih kecil menyebabkan overageing.
Gambar 2.10. Diagram fasa perubahan mikrostruktur paduan Al-Cu,
Sumber : William K. Dalton : 259.
2.9. Penelitian yang Sudah Dilakukan
Investigasi yang dilakukan oleh B.V Madhu, K. Pralhada Rao dan D.P.
Girish menggunakan Al6061 dan Al2O3 partikulat 30-50 μm digunakan sebagai
penguat. Proses pembuatan komposit menggunakan metode compo casting dan
beberapa pengujian seperti Uji Coefficient of Thermal Expansion (CTE) dan Uji
Damping Capcity.
Hasil CTE dinyatakan sebagai PLC sebagai fungsi temperatur untuk
berbagai% berat penguatan dalam Al 6061 MMC ditunjukkan pada Gambar 2.1
Data PLC menunjukkan kesepakatan yang cukup baik dengan variasi maksimum
0,05 pada 500°C selama sebagian besar spesimen yang diuji. PLC kurva untuk
siklus pemanasan menunjukkan peningkatan linier dengan peningkatan suhu,
sedangkan untuk siklus pendinginan itu menunjukkan penurunan parabola dengan
penurunan suhu. Ini pemanasan dan pendinginan kurva menunjukkan beberapa
hysteresis sisa ketegangan, yang meningkat dengan peningkatan persen berat
penguatan Al2O3. Regangan sisa dalam kasus lipat paduan matriks ditemukan
-
Program StudiTeknikMesin
FakultasTeknik UNTAG Surabaya
27
memiliki nilai minimum. Area hysteresis antara kurva meningkat dengan
peningkatan penguatan Al2O3.
Gambar 2.11. Persen Linear Perubahan (PLC) sebagai Fungsi Suhu Bervariasi di
Tingkat 5°C/ menit dalam pemanasan dan pendinginan Siklus untuk Al2O3
Reinforced Al Komposit
Variasi CTE dengan suhu komposit serta paduan matriks lipat ditunjukkan pada
Gambar.2.3 Sementara CTE dari komposit menurun dengan peningkatan persen
berat Al2O3, itu cukup meningkat dengan peningkatan suhu.
-
Program StudiTeknikMesin
FakultasTeknik UNTAG Surabaya
28
Gambar 2.12. Rata-rata Koefisien Ekspansi Thermal sebagai Fungsi Suhu
Bervariasi pada 5°C/ menit dalam pemanasan dan pendinginan Siklus untuk Al2O3
penguat Al Komposit
Redaman kapasitas (tan φ) ayat kurva temperatur untuk paduan dasar dan
komposit untuk pemanasan dan pendinginan siklus ditunjukkan pada Gambar. 3.
Beberapa tren menarik diamati dari kurva yang ditemukan menjadi ciri khas dari
Al2O3 yang diperkuat Al komposit. Pada siklus pemanasan, 25-150°C, redaman
kapasitas tampaknya meningkatkan margin sekutu dengan peningkatan suhu, dari
150 -300°C ditemukan meningkat dengan cepat dengan peningkatan suhu, dan dari
300-500°C itu meningkatkan sedikit tetapi secara linear dengan peningkatan suhu.
Juga, dalam siklus pemanasan, baik untuk paduan matriks lipat dan komposit
diperkuat, sebuah maxima (puncak) diamati pada 500°C. Pada siklus pendinginan,
pengamatan lebih dekat dari Gambar 2.4 mengungkapkan beberapa detail menarik
pada perilaku histeresis dan maxima (puncak) fenomena komposit dipamerkan
antara pemanasan dan pendinginan kurva. Pada siklus pendinginan, sifat yang
berbeda dari kurva diamati. Awalnya, 500-400°C kapasitas redaman sedikit
menurun, 400-250°C meningkatkan, 250-25°C itu curam menurun dengan
penurunan suhu. Secara keseluruhan, kapasitas redaman dan daerah kurva hysteresis
meningkat dengan peningkatan penguatan. pengamatan yang cermat dari data
kapasitas redaman di kisaran 225-250°C menunjukkan puncaknya. Kapasitas
redaman dari komposit serta paduan matriks telah ditemukan meningkat dengan
peningkatan suhu dan peningkatan penguatan.
-
Program StudiTeknikMesin
FakultasTeknik UNTAG Surabaya
29
Gambar 2.13. Damping Kapasitas (tan φ) pada 0,1 Hz sebagai-cast Al 6061 Alloy
dan Al2O3 Diperkuat Al Komposit di pemanas dan pendingin Siklus pada 10°C/
menit.