BAB II DASAR TEORI (Gibson, 1994) (Prasetyo, 2006) NO ...repository.untag-sby.ac.id/255/3/BAB...

27
Program StudiTeknikMesin FakultasTeknik UNTAG Surabaya 3 BAB II DASAR TEORI 2.1. Komposit Komposit adalah perpaduan dari bahan yang di pilih berdasarkam kombinasi sifat masing-masing material penyusun untuk menghasilkan material baru dengan sifat yang unik dibandingkan sifat material dasar sebelum di campur dan terjadi ikatan permukaan antara masing-masing material penyusun (Gibson, 1994). Dari campuran/ gabungan dua material tersebut maka akan menghasilkan sifat mekanik dan sifat fisik yang berbeda dari material penyusunnya. Bentuk (dimensi) dan struktur penyusun komposit akan mempengaruhi karakteristik komposit, begitu pula terjadi antara penyusun akan meningkatkan sifat dari komposit (Prasetyo, 2006). Karakteristik dan sifat komposit dipengaruhi matrial penyusunnya. Interaksi antar unsur-unsur penyusun komposit yaitu serat dan matriks sangat berpengaruh tehadap kekuatan ikatan antar muka. Kekuatan ikatan antarmuka yang optomal antara matriks dan serat merupakan aspek yang penting dalam penunjukan sifat-sifat mekanik komposit (Gibson, 1994). Tabel 2.l. Keuntungan dan kerugian dari Komposit (Mochtar, dkk, 2007). NO KELEBIHAN KEKURANGAN 1 Berat berkurang Biaya bertambah untuk bahan baku dan fabrikasi 2 Rasio anatar kekuatan atau rasio kekakuan dengan berat tinggi Sifat-sifat bidang melintang lemah 3 Sifat-sifat yang mam[u beradaptasi, kekuatan atau kekauan dapat beradaptasi terhadap pengaturan beban Kekerasan rendah 4 Lebih tahan terhadap korosi Matrik dapat menimbulkan degradasi lingkungan 5 Kehilangan sebagian sifat dasar material Sulit dalam mengikat 6 Ongkos manufaktur rendah Analisa sifat-sifat fisik dan mekanik untuk efisiensi damping tidak mencapai konseus 7 Konduktivitas termal atau konduktivitas listrik meningkat atau menurun

Transcript of BAB II DASAR TEORI (Gibson, 1994) (Prasetyo, 2006) NO ...repository.untag-sby.ac.id/255/3/BAB...

  • Program StudiTeknikMesin

    FakultasTeknik UNTAG Surabaya

    3

    BAB II

    DASAR TEORI

    2.1. Komposit

    Komposit adalah perpaduan dari bahan yang di pilih berdasarkam kombinasi

    sifat masing-masing material penyusun untuk menghasilkan material baru dengan

    sifat yang unik dibandingkan sifat material dasar sebelum di campur dan terjadi

    ikatan permukaan antara masing-masing material penyusun (Gibson, 1994). Dari

    campuran/ gabungan dua material tersebut maka akan menghasilkan sifat mekanik

    dan sifat fisik yang berbeda dari material penyusunnya. Bentuk (dimensi) dan

    struktur penyusun komposit akan mempengaruhi karakteristik komposit, begitu pula

    terjadi antara penyusun akan meningkatkan sifat dari komposit (Prasetyo, 2006).

    Karakteristik dan sifat komposit dipengaruhi matrial penyusunnya. Interaksi

    antar unsur-unsur penyusun komposit yaitu serat dan matriks sangat berpengaruh

    tehadap kekuatan ikatan antar muka. Kekuatan ikatan antarmuka yang optomal

    antara matriks dan serat merupakan aspek yang penting dalam penunjukan sifat-sifat

    mekanik komposit (Gibson, 1994).

    Tabel 2.l. Keuntungan dan kerugian dari Komposit (Mochtar, dkk, 2007).

    NO KELEBIHAN KEKURANGAN

    1 Berat berkurang Biaya bertambah untuk bahan baku dan

    fabrikasi

    2 Rasio anatar kekuatan atau rasio

    kekakuan dengan berat tinggi Sifat-sifat bidang melintang lemah

    3

    Sifat-sifat yang mam[u

    beradaptasi, kekuatan atau

    kekauan dapat beradaptasi

    terhadap pengaturan beban

    Kekerasan rendah

    4 Lebih tahan terhadap korosi Matrik dapat menimbulkan degradasi

    lingkungan

    5 Kehilangan sebagian sifat dasar

    material Sulit dalam mengikat

    6 Ongkos manufaktur rendah

    Analisa sifat-sifat fisik dan mekanik

    untuk efisiensi damping tidak

    mencapai konseus

    7

    Konduktivitas termal atau

    konduktivitas listrik meningkat

    atau menurun

  • Program StudiTeknikMesin

    FakultasTeknik UNTAG Surabaya

    4

    Komposit di bagi dari dua jenis material yang berbeda, yaitu pengikat

    matriks (pengikat) dan penguat (reinforcement). Matriks berperan sebagai media

    transfer ke beban penguat, menahan penyebaran retak dan melindungi penguat dari

    efek lingkungan serta kerusakan akibat benturan. Komposit mempunyai tiga jenis

    matriks, yaitu : Polymer Matrix Composite (PMC), Metal Matrix Composite

    (MMC), dan Ceramic Matrix Composite (CMC). Penguat merupakan unsur utama

    dalam struktur komposit yang berbahan mayoritas pembebanan yang di terima

    struktur komposit sehingga penguat inilah yang menentukan karakteristik bahan

    komposit seperti kekakuan, kekuatan dan sifat mekanik lainnya. Berdasarlan

    penguatnya di bagi menjadi tiga jenis yaitu Particle Reinforced Composite (PRC),

    Fiber Reinforced Composite (FRB), Laminar Reinforced Composite (LRC).

    Gambar 2.1. Particle Reinforced Composite

    Gambar 2.2.Fiber Reinforced Composite

  • Program StudiTeknikMesin

    FakultasTeknik UNTAG Surabaya

    5

    Gambar 2.3.Laminar Reinforced Composite (Sumber, Google)

    2.1.1. Metal Matrix Composite

    Metal Matrix Composite (MMC) merupakan gabungan dua material yang

    diperkuat keramik berupa fiber atau partikel. Material ini dikembangkan pertama

    kali untuk industri pesawat, serta diikuti oleh industri lainnya. Material jenis ini

    mempunyai karakteristik keuletan yang tinggi, modulus elastis tinggi, sifat yang

    baik pada temperatur tertentu, katahanan aus baik, koefisien termal ekspansi rendah,

    titik lebur yang rendah serta densitas yang rendah. Material yang digunakan sebagai

    penguatnya antara lain fiber alumina, silikon karbide whiskers, dan partikel grafit.

    Seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.8, memperlihatkan perbandingan kekuatan

    dan modulus young berbagai jenis logam dengan komposit. Nilai kekuatan modulus

    young komposit Al-SIC lebih tinggi dari paduan TI, baja, dan Al.

    Tabel 2.2. Properti dari Metal Matrix Composite yang menggunakan berbagai tipe

    reinforced

    Secara prinsip yang kontinyu akan memberikan sifat mekanik yang lebih

    baik. Akan tetapi metode pembuatannya lebih mahal jenis discontinous sehingga

  • Program StudiTeknikMesin

    FakultasTeknik UNTAG Surabaya

    6

    sekarang dikembangkan komposit dengan discontinous reinforce. Meskipun

    discontinous reinforce tidak menghasilkan sifat yang sama dan cenderung lebih

    rendah, akan tetapi biaya yang dibutuhkan untuk metode ini relatif lebi rendah.

    2.2. Aluminium

    Bahan campuran yang mempunyai sifat-sifat logam, terdiri dua unsur atau

    lebih. Untuk menambahkan sifat mekaniknya semakin meningkat dengan

    menambahkan CU, Mg, Si, Mn, Zn, Ni, dan lain-lainnya. Padaun aluminium di bagi

    dua kelompok yaitu aluminium wronglt alloy (lembaran) dan aluminium costing

    alloy (batang cor). Alumunium (99,99%) memiliki berat jenis sebesar 2,7 g/cm3,

    densitas 2,685 kg/m3, dan titik leburnya pada suhu 6600C, alumunium

    memiliki strength to weight ratio yang lebih tinggi dari baja. Unsur paduan dalam

    aluminium antara lain :

    1. Copper (Cu), menaikkan kekuatan dan kekerasan, namun menurunkan elongasi (pertambahan panjang pangjangan saat ditarik). Kandungan Cu

    dalam alumunium yang paling optimal adalah antara 4-6%.

    2. Zink atau Seng (Zn), menaikkan nilai tensile. 3. Mangan (Mn), menaikkan kekuatan dalam temperature tinggi. 4. Magnesium (Mg), menaikkan kekuatan alumunium dan menurunkan

    nilai ductility-nya. Ketahanan korosi dan weldability juga baik.

    5. Silikon (Si), menyebabkan paduan alumunium tersebut bisa diperlakukan panas untuk menaikkan kekerasannya.

    6. Lithium (Li), ditambahkan untuk memperbaiki sifat tahan oksidasinya.

    Alumunium copper alloy (seri 2xxx)

    Paduan ini dapat di heat treatment terutama yang mengandung (2,5-5%) Cu. Dari

    seri ini yang terkenal seri 2017 dikenal dengan nama “duralimin” mengandung

    4%Cu, 0,5%Mg, 0,5%Mn pada komposisi standard. Paduan ini Mg ditingkatkan

    pada komposisi standard dari Al, 4,5%Cu, 1,5%Mg, 0,5%Mn, dinamakan paduan

    2024 yang bernama Duralumin Super. Paduan yang memiliki Cu mempunyai

    ketahanan korosi yang jelek, jadi apabila ketahanan korosi khusus diperlukan

    permukaannya dilapisi dengan Al murni atau paduan Al yang tahan korosi yang

    disebut pelat alkad. Paduan ini banyak digunakan untuk alat-alat yang bekerja pada

    temperatur tinggi misalnya pada piston dan silinder head motor bakar.

    Alumunium magnese alloy (seri 3xxx)

    Mn adalah unsur yang memperkuat Al tanpa mengurangi ketahanan korosi dan

    dipakai untuk membuat paduan yang tahan korosi. Dalam diagram fasa, Al-Mn yang

    ada dalam keseimbangan dengan larutan padat Al adalah Al6Mn(25,3%).

    Sebenarnya paduan Al-1,2%Mn dan Al-1,2%Mn-1,0%Mg dinamakan paduan 3003

  • Program StudiTeknikMesin

    FakultasTeknik UNTAG Surabaya

    7

    dan 3004 yang dipergunakan sebagai paduan tanpa perlakuan panas. Paduan dalam

    seri ini tidak dapat dikeraskan dengan heat treatment. Seri 3003 dengan 1,2%Mn

    mudah dibentuk, tahan korosi, dan (weldability) baik. Banyak digunakan untuk pipa

    dan tangki minyak.

    Alumunium silikon alloy (seri 4xxx)

    Paduan Al-Si sangat baik kecairannya, yang mempunyai permukaan yang sangat

    bagus, tanpa kegetasan panas, dan sangat baik untuk paduan coran. Sebagai

    tambahan, paduan ini memiliki ketahanan korosi yang baik, sangat ringan, koefisien

    pemuaian yang sangat kecil, dan sebagai penghantar panas dan listrik yang baik.

    Karena memiliki kelebihan yang baik, paduan ini sangat banyak dipakai. Tetapi

    dalam hal ini modifikasi tidak perlu dilakukan. Sifat-sifat silumin sangat diperbaiki

    oleh perlakuan panas dan sedikit diperbaiki oleh unsur paduan. Umumnya dilakukan

    paduan dengan 0,15-0,4%Mn dan 0,5%Mg. Paduan yang diberi perlakuan pelarutan

    dan dituakan dinamakan silumin gamma dan yang hanya ditemper dinamakan

    silumin beta. Paduan yang memerlukan perlakuan panas ditambah dengan Mg juga

    Cu serta Ni untuk memberikan kekerasan pada saat panas, bahan ini biasa digunakan

    untuk torak motor. Koefisien pemuaian termal Si yang sangat rendah membuat

    koefisien termal paduannya juga rendah apabila ditambah Si lebih banyak. Telah

    dikembangkan paduan hypereutektik Al-Si sampai 29% Si untuk memperhalus butir

    primer Si. Proses penghalusan akan lebih efektif dengan penambahan P oleh paduan

    Cu-P atau penambahan fosfor klorida (PCl5) untuk mencapai presentasi 0,001%P,

    dapat tercapai penghalusan primer dan homogenisasi. Paduan Al-Si banyak dipakai

    sebagai elektroda untuk pengelasan yaitu terutama mengandung 5%Si. Paduan seri

    ini non heat treatable. Paduan seri 4032 yang mengandung 12,5%Si mudah ditempa

    dan memiliki koefisien muai panas sangat rendah digunakan untuk piston yang

    ditempa.

    Alumunium magnesium alloy (seri 5xxx)

    Dalam paduan biner Al-Mg satu fasa yang ada dalam keseimbangan dengan

    larutan padat Al adalah larutan padat yang merupakan senyawa antar logam

    Al3Mg2. Sel satuannya merupakan hexagonal susunan rapat (eph) tetapi ada juga

    yang sel satuannya kubus berpusat muka (fcc) rumit. Titik eutetiknya adalah 450ºC,

    35%Mg dan batas kelarutan padatnya pada temperature eutektik adalah 17,4% yang

    menurun pada temperature biasa sampai kira-kira 1,9%Mg, jadi kemampuan

    penuaan dapat diharapkan. Paduan Al-Mg mempunyai ketahanan korosi yang sangat

    baik disebut hidrinalium. Paduan dengan 2-3%Mg dapat mudah ditempa, dirol dan

    diekstrusi. Paduan Al-Mg umumnya non heat tretable. Seri 5052 dengan 2,5%Mg

    banyak digunakan untuk campuran minyak dan bahan bakar pesawat terbang. Seri

    5052 biasa digunakan sebagai bahan tempaan. Paduan 5056 adalah paduan paling

    kuat setelah dikeraskan oleh pengerasan regangan apabila diperlakukan kekerasan

  • Program StudiTeknikMesin

    FakultasTeknik UNTAG Surabaya

    8

    tinggi. Paduan 5083 yang dianil adalah paduan antara (4,5%Mg) yang kuat dan

    mudah dilas sehingga banyak digunakan sebagai bahan untuk tangki LNG. Seri

    5005 dengan 0,8%Mg banyak digunakan sebagai batang profil extrusi. Seri 5050

    dengan 1,2%Mg dipakai sebagai pipa saluran minyak dan gas pada kendaraan.

    Alumunium magnesium silikon alloy (seri 6xxx)

    Penambahan sedikit Mg pada Al akan menyebabkan pengerasan penuaan sangat

    jarang terjadi, namun apabila secara simultan mengandung Si, maka dapat

    diperkeras dengan penuaan panas setelah perlakuan pelarutan. Hal ini dikarenakan

    senyawa M2Si berkelakuan sebagai komponen murni dan membuat keseimbangan

    dari sistem biner semu dengan Al. Paduan dalam sistem ini memiliki kekuatan yang

    lebih kecil dibanding paduan lainnya yang digunakan sebagai bahan tempaan, tetapi

    sangat liat, sangat baik kemampuan bentuknya untuk penempaan, ekstrusi dan

    sebagai tambahan dapat diperkuat dengan perlakuan panas setelah pengerjaan.

    Paduan 6063 banyak digunakan sebagai rangka konstruksi. Karena paduannya

    memiliki kekuatan yang cukup baik tanpa mengurangi hantaran listrik maka

    dipergunakan untuk kabel tenaga. Dalam hal ini percampuran dengan Cu, Fe, dan

    Mn perlu dihindari karena unsur-unsur tersebut menyebabkan tahanan listrik

    menjadi tinggi. Magnesium dan Silikon membentuk senyawa Mg2Si (Magnesium

    Silisida) yang memberikan kekuatan tinggi pada paduan ini setelah proses heat

    treatment. Seri 6053, 6061, 6063 memiliki sifat tahan korosi sangat baik dari pada

    heat treatable aluminium lainnya. Penggunaan aluminium seri 6xxx banyak

    digunakan untuk piston motor dan silinder head motor bakar, part sepeda. Dl

  • Program StudiTeknikMesin

    FakultasTeknik UNTAG Surabaya

    9

    Tabel 2.3. Karakteristik Al 6061 (Smith F. Wiliam, 1994)

    Alloy Temper

    Tensile

    strength,

    psi

    Tensile

    yield

    strength

    psi

    Elongation

    & in 2 in

    Hardness

    Bhn

    Shear

    strength

    psi

    Fatigue

    limit

    psi

    6050

    6061

    6066

    6070

    6101

    6151

    6201

    6262

    6351

    6951

    0

    T6

    0

    T4,T451

    T6,T651

    T81

    T91

    T913

    0

    T4,T451

    T6,T651

    0

    T6

    T6

    T6

    T81

    T9

    T4,T451

    T6,T651

    0

    T6

    16.000

    37.000

    18.000

    35.000

    45.000

    55.000

    59.000

    67.000

    22.000

    52.000

    57.000

    21.000

    57.000

    32.000

    48.000

    48.000

    58.000

    42.000

    49.000

    16.000

    39.000

    8.000

    32.000

    8.000

    21.000

    40.000

    52.000

    57.000

    66.000

    12.000

    30.000

    52.000

    10.000

    52.000

    28.000

    43.000

    55.000

    27.000

    43.000

    6.000

    33.000

    35

    13

    25

    22

    12

    15

    12

    10

    18

    18

    12

    20

    12

    15

    17

    6

    10

    20

    13

    30

    13

    26

    80

    30

    65

    95

    43

    90

    120

    35

    120

    71

    100

    120

    60

    95

    28

    82

    11.000

    23.000

    12.000

    24.000

    30.000

    32.000

    33.000

    35.000

    14.000

    29.000

    34.000

    14.000

    34.000

    20.000

    32.000

    35.000

    22.000

    29.000

    11.000

    26.000

    8.000

    13.000

    9.000

    13.000

    14.000

    14.000

    16.000

    9.000

    14.000

    12.000

    15.000

    13.000

    13.000

    13.000

  • Program StudiTeknikMesin

    FakultasTeknik UNTAG Surabaya

    10

    Tabel 2.4. Komposisi Al 6061 dan penggunaan (Smith F. Wiliam, 1994)

    Alloy %

    Mg

    %

    Si

    %

    Mn

    %

    Cr

    %

    Cu

    % other Aplications

    6003

    6005

    6009

    6010

    6053

    6061

    6063

    6065

    6076

    6101

    6151

    6162

    6201

    6253

    6262

    6163

    1,2

    0,5

    0,6

    0,8

    1,3

    1

    0,7

    1,1

    0,8

    0,6

    0,6

    0,9

    0.8

    1,2

    1

    0,7

    0,7

    0,8

    0,8

    1

    0,7

    0,6

    0,4

    1,3

    1,4

    0,5

    0,9

    0,6

    0,7

    0,7

    0,6

    0,4

    0,4

    0,5

    0,5

    0,8

    0,7

    0,25

    0,2

    0,25

    0,25

    0,09

    0,38

    0,38

    0,27

    0,9

    0,3

    0,27

    2,0 Zn

    0,55

    pb;0,55

    Bi

    Low iron

    (0,15

    max)

    Clading for sheets and plates

    Truck and marine structures

    railroad cars; furniture

    Auto body sheets

    Auto body sheets

    Wire and rods for rifets

    Heavy duty structures where

    corosion resistance is needed

    Truck and marine structures

    Pipe; railings; furniture;

    architecturals extrusions

    truck flooring

    Forging and extrusions for

    wekled structures

    Heavy duty structures where

    pipelines

    High strengthbus conductors

    Moderatc strength intricate

    forging far machine and parts

    Structures requiring moderats

    strength ; busbars

    Electrical conductor wire

    (high strength)

    Component of clad roa and

    wire

    Screw –machine product

    better corrosion resistance

    2011

    Architecturals and trim

    extrusions

  • Program StudiTeknikMesin

    FakultasTeknik UNTAG Surabaya

    11

    Tabel 2.5. Komposisi kimia dari Al66061 Alloy

    Konstituen Komposisi i%

    Mg 0.92

    Si 0.76

    Fe 0.28

    Cu 0.22

    Ti 0.10

    Cr 0.07

    Zn 0.06

    Mn 0.04

    Be 0.003

    V 0.01

    Al Keseimbangan

    Alumunium zink alloy (seri 7xxx)

    Aluminium menyebabkan keseimbangan biner semu dengan senyawa antar

    logam MgZn2 dan kelarutannya menurun apabila temperaturnya turun. Telah

    diketahui sejak lama bahwa paduan sistem ini dapat dibuat keras sekali dengan

    penuaian setelah perlakuan pelarutan. Tetapi sejak lama, tidak dipakai sebab

    mempunyai sifat patah getas oleh retakan korosi tegangan. Di Jepang pada

    permulaan tahun 1940, Iragashi dkk mengadakan studi dan berhasil dalam

    pengembangan suatu paduan dengan penambahan kira-kira 0,3%Mn atau Cr, dimana

    bitur Kristal padat diperhalus, dan mengubah bentuk presipitasi serta retakan korosi

    tegangan tidak terjadi. Pada saat itu paduan tersebut dinamakan ESD, Duralumin,

    superekstra. Selama perang dunia ke II, di Amerika Serikat dengan maksud yang

    hampir sama telah dikembangkan pula suatu paduan, yaitu suatu paduan yang terdiri

    dari Al-5, 5%Zn-2,5%Mn-1,5%Cu-0,3%Cr-0,2%Mn, sekarang dinamakan paduan

    7075. Paduan ini mempunyai kekuatan tertinggi diantara paduan-paduan lainnya.

    Penggunaan paduan ini paling besar adalah untuk konstruksi pesawat udara. Di

    samping itu penggunaannya menjadi lebih penting sebagai bahan konstruksi.

    2.2.1. Aluminium 6061

    Alumunium memiliki jumlah yang sangat banyak, lebih dari 300 komposisi

    unsure paduan pada paduan alumunium. Semua jenis paduan alumunium

    mengandung dua atau lebih unsur kimia yang mampu mempengaruhi sifat mekanik

    dari paduan tersebut. (ASM Metal Handbook Volume 9, 2004).Pada percobaan kali

    ini spesimen yang digunakan salah satunya alumunium 6061. Umumnya material

    alumunium jenis 6XXX diaplikasikan untuk automotif dan alat-alat konstruksi

    karena memiliki machine ability ,corrosion , konduktivitas thermal dan elektik yang

    cukup baik.

  • Program StudiTeknikMesin

    FakultasTeknik UNTAG Surabaya

    12

    Tabel 2.6. (Alumunium Structures, 2002)

    Sedangkan komposisi dari alumunium seri 6061 adalah sebagai berikut :

    Tabel 2.7. Komposisi aluminium

    Paduan alumunium seri 6061 berdasarkan table di atas maka unsure yang memiliki

    komposisi paling besar serta sangat mempengaruhi sifat mekanik dari padual

    alumunium seri 6061 adalah Magnesium (Mg) dan Silika (Si), sehingga paduan

    alumunium seri 6061 memiliki diagram fasa sebagai berikut:

    http://3.bp.blogspot.com/-MSa-wjCTZeE/U6OFO5DjYHI/AAAAAAAAAbg/XCABsGdk6PU/s1600/referensi+1.PNGhttp://1.bp.blogspot.com/-yow8O5lMBls/U6OFsjt8TlI/AAAAAAAAAbo/KkBNUFMt1fc/s1600/referensi+2.PNG

  • Program StudiTeknikMesin

    FakultasTeknik UNTAG Surabaya

    13

    Gambar 2.4. (ASM Metal Handbook Volume 9, 2004)

    Paduan alumunium seri 6061 akan menghasilkan dua fasa dan satu karbida

    yang bisa dianalisis berdasarkan diagram fasa yang ada. Fasa-fasa dan karbida yang

    terbentuk dari paduan alumunium seri 6061 adalah β-AlFeSi, α-Al(FeSi) dan

    Mg2Si.

    Tabel 2.8. Fasa – fasa dan karbida yang terbentuk dari paduan aluminium

    seri 6061.

    http://3.bp.blogspot.com/-eWYqiUnIIoA/U6OGImkcQsI/AAAAAAAAAbw/TljvVBgRkMA/s1600/referensi+3.PNGhttp://4.bp.blogspot.com/-T17IDscc5Mc/U6OG3yzhW_I/AAAAAAAAAb4/QcRpSHU642k/s1600/refrensi+4.PNG

  • Program StudiTeknikMesin

    FakultasTeknik UNTAG Surabaya

    14

    Magnesium dan silica menjadi unsure paduan yang sangat penting bagi

    paduan alumunium seri 6061 karena magnesium dan silica akan membentuk karbida

    Mg2Si yang menyebabkan paduan seri 6061 ini bisa diberikan perlakuan panas

    untuk memperbaiki sifat mekaniknya. Adanya unsure besi (Fe) menyebabkan

    kelarutan silica (Si) dalam Alumunium (Al) akan berkurang. Adanya fasa α dan β

    disebabkan oleh terjadinya reaksi peritektik dan reaksi solidifikasi diakhiri dengan

    rekasi eutektik.

    Adapun larutan etsa yang digunakan untuk menganalisis struktur mikro dari padual

    alumunium 6061 adalah keller. Keller merupakan etsa yang dibuat dari campuran

    larutan 2ml HF + 3ml HCl +5ml HNO3 +190ml H2O.

    Tabel 2.9. (Smithells Metals Reference Book 7 Edition, 1993)

    Dari table di atas, etsa keller digunakan untuk meilhat fasa β-AlFeSi, α-

    Al(FeSi) yang akan berwarna gelap dan melihat karbida Mg2Si yang akan berwarna

    biru hingga orange. Adapun gambar dari struktur mikro yang dihasilkan dari paduan

    alumunium seri 6061 yang dfoto dengan ukuran perbesaran berbeda, mulai dari

    perbesaran 20 mikro, 50 mikro, dan 100 mikro. Gambar yang didapatkan adalah

    sebagai berikut:

    http://1.bp.blogspot.com/-e-B293A7abE/U6OHYuY8xOI/AAAAAAAAAcA/iZxeYM7PdVc/s1600/referensi+5.PNG

  • Program StudiTeknikMesin

    FakultasTeknik UNTAG Surabaya

    15

    Gambar 2.5. perbesaran 20 mikro

    Gambar 2.6. perbesaran 50 mikro

    Berdasarkan dari foto struktur mikro padual Al seri 6061, didapatkan 2

    kontras warna yang berbeda. Pertama adalah warna gelap, jika mengacu pada

    referensi yang sudah didapatkan di atas maka warna gelap yang dihasilkan

    merupakan fasa β-AlFeSi, α-Al(FeSi) yang merupakan metafasa. Artinya fasa ini

    bisa saja berubah apabila mendapatkan temperature yang cukup tinggi. Kedua

    adalah warna orange, bila mengacu pada refrensi warna orange yang dihasilkan

    karena menggunakan etsa keller merupakan Mg2Si. Penggunaan larutan etsa akan

    mempengaruhi gambar dari struktur mikro yang dihasilkan. Penggunaan larutan etsa

    disesuaikan dengan tujuan dari percobaan itu sendiri, karena setiap larutan etsa

    memiliki kemampuan yang berbeda-beda untuk memperlihatkan fasa-fasa pada

    gambar struktur mikro.

    http://1.bp.blogspot.com/-LgeaDwz6NTQ/U6OH41kEI7I/AAAAAAAAAcI/KfYKDD_33TI/s1600/al+2+(1).jpghttp://3.bp.blogspot.com/-V7AEXQauVUE/U6OILfbGzfI/AAAAAAAAAcQ/D8Q99Id-Il8/s1600/al+5+(1).jpg

  • Program StudiTeknikMesin

    FakultasTeknik UNTAG Surabaya

    16

    2.3. Abu Dasar Batu Bara

    Abu dasar batu bara (bottom ash) merupakan sisa hasil proses pembakaran

    batu bara, yang merupakan limbah meningkat setiap tahunnya, sehingga diperlukan

    penanggulangan, karena dapat mengakibatkan dampak lingkungan berupa polusi

    udara (tekMIRA, 2010). Komposisi abu batu bara yang dihasilkan terdiri dari 5% -

    15% abu dasar, sedangkan sisanya sekitar 85% - 95%.

    Abu dasar mempunyai partikel lebih besar dan lebih berat dari pada abu

    terbang, sehingga abu dasar akan jatuh pada dasar tungku pembakaran dan

    terkumpul pada penampung debu lalu dikeluarkan dengan cara di semprot dengan

    air untuk kemudian di buang dan dimanfaatkan sebagai bahan pengganti sebagai

    pasir. Sifat kimia, fisik, dan mekanik dari abu batu bara tergantung tipe batu bara,

    asal, ukuran, teknik pembakaran, ukuran boiley, proses pembuangan, dan metoda

    penaggulangan (Talib, 2009). Berdasarkan (CIRCA, 2010), secara umum abu batu

    bara dapat digunakan sebagai lapisan base atau sub-base pada jalan, aggregat dalam

    beton dan aspal, material timbunan, pengontrol es dan salju, bahan dasar klinker

    semen, dan reklamasi.

    Berdasarkan penelitian (Muhardi et al, 2010) diketahui bahwa ukuran

    partikel abubatu bara berdasarkan SEM (Scanning Electron Microscopic) bertambah

    seiringdengan bertambahnya masa pemeraman yaitu7 dan 28 hari akibat adanya

    reaksi pozzolan.(Ramme dan Tharaniyil, 2000), (Pando danHwang 2006) dalam

    penelitiannya mengemukakan bahwa abu dasar menunjukkan reaksi pozzolan yang

    lebih sedikit daripada abu terbang. Reaksi pozzolan tersebut membuat abu dasar

    tersementasi, mengikat dan mengeras.

    2.4. Magnesium dan Wettability

    Dalam pembuatan komposit ini menggunakan unsur Mg yang berfungsi

    untuk meningkatkan wettability matrik terhadap partikel SiC. Karena, kemampuan

    suatu cairan untuk membasahi seluruh permukaan zat padat, yang akan berefek pada

    peningkatan kekuatan ikatan matrik dan partikel penguat SiC. Sehingga sifat

    mekanik yang dihasilkan juga meningkat. Dalam bidang pengecoran MMC,

    wettability partikel penguat oleh matriks paduan adalah parameter yang penting.

    Kontak yang bagus antar partikel keramik solid dengan matriks hasil pengecoran

    menandakan bahwa cairan bisa membasahi fasa padat partikel penguat. Permasalah

    wettability tersebut disebabkan dua hal yaitu sifat kimia permukaan dan tegangan

    permukaan. Sifat kimia permukaan partikel meliputi kontaminasi maupun oksidasi.

    Namun partikel penguat sulit untuk dibasahi logam cair. Ada beberapa cara yang

    bisa digunakan untuk meningkatkan wettability partikel, yaitu dengan penambahan

    elemen pengaktif permukaan ke dalam matriks, semisal unsur magnesium Mg,

    pelapisan atau oksidasi partikel keramik, pembersihan partikel, dan perlakuan pre-

    heat pada partikel.

    (Hashim dkk, 2001) meneliti tentang problem wettablity antara partikel

    keramik sebagai penguat dengan aluminium cair pada MMC. Penelitian

  • Program StudiTeknikMesin

    FakultasTeknik UNTAG Surabaya

    17

    menggunakan bahan paduan A359 sebagai matriks, partikel SiC sebagai penguat,

    dan dengan penambahan Mg sebagai wetting agent. Stir casting silakukan selama

    proses peleburan. Hasil penelitian tersebut adalah bahwa penambahan Mg bisa

    meningkatkan wettability matrik A359 cair terhadap partikel SiC. Namun

    penambhan pada Mg melebihi 1% akan meningkatkan viskositas dan mengurani

    kemampuan penyebaran partikel SiC. Mekanisme stirring diperlukan untuk

    meningkatkan wettability.

    Mekanismestirring diperlukan untuk menigkatkan wettability. Penelitian

    tentang pengaruh Mg juga dilakukan oleh (Zehraa dan Ameer, 2013), dijelaskan

    bahwa penambahan unsur Mg dapat meningkatkan wettability antara matriks Al dan

    SiC. Hal tersebut bisa terjadi dengan mekanisme proses reduksi lapisan SiO² di

    permukaan SiC, sehingga lapisan oksida penghalang di permukaan SiC bisa di

    eliminasi.

    2.5. Metode Squeeze Casting

    Squeeze casting lebih dikenal sebagai proses high pressure casting atau

    sering di sebut penempaan logam cair(liquid metal forging) yaitu suatu proses

    dimana logam cair didinginkan sambil di beri tekanan. Teknik ini merupakan

    kombinasi dari proses forging dan casting; molten metal dalam cetakan dibentuk

    dan membeku di bawah tekanan mekanis yang tinggi. Hasil proses ini memiliki sifat

    mekanis, permukaan, kepadatan, dan keakuratan dimensi yang sangat baik. Teknik

    squeeze casting merupakan teknik pengecoran alumunium yang paling efektif,

    terutama untuk produk-produk berukuran kecil dan memerlukan kecepatan produksi

    yang tinggi.

    Perlengkapan proses anatara lain: dapur pemanas, mekanisme press, punch,

    dan die (direct), pouring hole, injection chamber plunger dan gatingsystem

    (indirect). Kontak logam cair dengan permukaan die memungkinkan terjadinya

    perpindahan panas yang cukup cepat, menghasilkan struktur mikro yang homogen

    dengan sifat mekanik yang baik.

  • Program StudiTeknikMesin

    FakultasTeknik UNTAG Surabaya

    18

    Tabel 2.10. Perbandingan sifat mekanis beberapa paduan

    Jenis pengecoran dikategorikan menjadi dua jenis yaitu pengisian langsung

    (direct squeeze casting) dan pengisian tidak langsung (indirect squeeze casting).

    Gambar 2.7. Skema Proses Squeeze Casting

    2.5.1. Direct squeeze casting (DSC)

    DSC adalah Proses pengecoran dimana logam cair didinginkan dengan

    disertai pemberian tekanan secara langsung. Dengan harapkan mampu mencegah

    munculnya porositas gas dan penyusutan pada hasil coran. Keuntungan DSC antara

    lain:

  • Program StudiTeknikMesin

    FakultasTeknik UNTAG Surabaya

    19

    Mampu menghasilkan produk cor tanpa porositas gas dan penyusutan.

    Tidak diperlukan gating system, dengan demikian terjadi pembuangan material.

    Tidak begitu mempertimbangkan castability, karena pemberian tekanan dapat mengeliminir kebutuhan akan high fluidity, baik

    untuk coran secara umum paduan kasar.

    Mikrostruktur coran dapat dimanipulasi dengan mudah melalui suatu proses kontrol yang baik seperti temperatur penuangan dan

    besarnya tekanan. Untuk mencapai sifat coran yang optimum dapat

    juga ditambahkan bahan inti tertentu, akan tetapi hal ini biasanya

    tidak begitu penting.

    Dikarenakan tidak adanya cacat proses squeeze yang baik maka biaya perlakuan setelah coran selesai dan biaya untuk pengelasan

    non destructive dapat di hemat atau tidak diperlukan.

    Gambar 2.8. Mekanisme direct squeeze casting

    Keterangan gambar:

    1. Punch 2. Dies 3. Benda Cetak 4. Plunyer Pendorong

    2.5.2. Indirect Squeeze Casting (ISC)

    Indirect di pakai untuk menggambarkan injeksi logam ke dalam rongga

    cetakan dengan bantuan piston berdiameter kecil dimana mekanisme penekan ini

    dipertahankan sampai logam cair membeku. Keuntungan utama ISC adalah

    kemampuannya untuk menghasilkan produk cor dengan bentuk yang lebih kompleks

    dengan memberikan beberapa sistem pengeluaran inti (core pull). Proses ini tidak

    sebaik proses DSC. Secara khusus ada dua kelemahan ISC di banding dengan DSC:

    Penggunaan bahan baku tidak efisien karena adanya kebutuhan pembuatan runner dan gating system. Efisiensi pemakaian bahan hanya 28%. Sebagai

    contoh untuk menghasilkan piston dengan berat 0,62kg diperlukan bahan

    cor seberat 2,2kg.

  • Program StudiTeknikMesin

    FakultasTeknik UNTAG Surabaya

    20

    Wrought aerospace alloy yang memiliki kekuatan tinggi, pada dasarnya sulit dikerjakan dengan ISC, kalau pun bisa hasil coran tidak bebas dari

    cacat.

    Gambar 2.9. Mekanisme indirect squeeze casting

    Keterangan gambar:

    1. Plunyer penekan

    2. Dies

    3. Pouring hole

    4. Gating system

    5. Benda cetak

    Faktor kunci dalam ISC adalah memberikan proses pengisian rogga cetak

    secara mulus tanpa mengakibatkan aliran turbulen. Ini berarti bahwa cairan logam

    mengalir secara laminer selama pengisian rongga cetak. Makin rendah kecepatan

    pengisian menyebabkan makin tingginya kemungkinan untuk mendapatkan aliran

    laminer Suatu penelitian yang telah dilaksanakan mengungkapkan bahwa kecepatan

    aliran sebesar 320 cm³/sec yang dikombisanasikan dengan tekanan squeeze 90 Mpa

    dan dilakukan proses perlakuan panas T61 memberikan kenaikan Ultimate Tensile

    Strength (UTS) 19% serta perpanjangan 33%.

    Dibandingkan dengan sifat mekanik produk cor high pressure die cast untuk

    spesimen yang sama, UTS squeeze casting meningkat 38% (setelah di cor) dan 70%

    (setelah dilakukan proses perlakuam panas). Jika Dibandingkan dengan proses

  • Program StudiTeknikMesin

    FakultasTeknik UNTAG Surabaya

    21

    gravity die cast dengan spesimen yang sama, UTS squeeze casting meningkat 32%

    (setelah di cor) dan 8,5% (setelah dilakukan proses perlakuan panas); perpanjangan

    meningkat 82% (setelah di cor) dan 63% (setelah dilakukan proses perlakuan panas).

    2.5.3. Parameter Proses Pengecoran Squeeze

    Untuk memperoleh produk cor yang memenuhi syarat-syarat ideal bagi

    suatu sound cast, ada beberapa variabel yang perlu diperhatikan, yaitu:

    a. Volume Cairan Logam (Melt Volume) Diperlukan kontrol yang akurat ketika logam cair dituangkan ke dalam rongga

    cetak (die cavity).

    b. Temperatur Tuang (Casting Temperature) Temperatur ini tergantung pada jenis paduan dan bentuk coran/komponen.

    Biasanya temperatur ruang di ambil 6 - 55˚C di atas temperatur liquidus.

    c. Temperatur Perkakas (Tooling Temperature) Temperatur normal adalah 190 - 315˚C. Untuk produk cor yang mempunyai

    penampilan relatif tebal, rentang temperatur ini dapat diturunkan. Biasanya

    temperatur ini punch di atur 15 - 30˚C di bawah temperatur die terendah untuk

    memungkinkan adanya kelonggaran atau ventilasi yang memadai diantara

    keduanya. Kelonggaran yang berlebihan antara punch dan die mengakibatkan

    erosi pada permukaan keduanya.

    d. Waktu Tunggu (Time Delay) Wakgtu tunggu adalah lamaya waktu yang di ukur dari saat pertama penuangan

    logam cair ke dalam rongga cetak hingga saat permukaan punh menyentuh dan

    mulai menekan permukaan logam cair. Bentuk penampang yang komplek

    memerlukan waktu yang cukup bagi logam cair mengisi keseluruhan rongga

    cetakan; untuk itu perlu adanya tenggang waktu yang cukup sebelum punch

    menyentuh dan menekan logam cair. Hal ini untuk menghidari terjadinya

    porositas akibatkan penyusutan (shrinkage porosity).

    e. Batas Tekanan (Pressure Level) Rentang tekanan normak adalah 50-140 Mpa, tergantung pada bentuk geometri

    komponen serta sifat mekanis yang dibutuhkan. Tetapi dimungkinkan tekanan

    minimum adalah 40 Mpa. Tekanan yang sering digunakan 70 Mpa

    f. Durasi Penekanan (Pressure Duration) Durasi penekanan dihitung dari saat punch di titik terendah sampai saat punch di

    angkat (penekanan dilepaskan). Untuk benda cor dengan berat 9kg, durasi

    penekanan yang seri di pakai bervariasi antara 30 – 120 detik. Akan tetapi

    biasanya durasi ini juga tergantung pada bentuk geometri coran yang diinginkan.

    Untuk material komposit pemberian tekanan setelah pembekuan (solidification)

    tidak memperbaiki sifat, tetapi hanya menambah waktu siklus saja.

    g. Pelumasan (Lubrication) Proses squeeze casting membutuhkan pelumas pada permukaan dies untuk

    memudahkan proses pengambilan produk cor dari cetakannya. Akan tetapi sistem

  • Program StudiTeknikMesin

    FakultasTeknik UNTAG Surabaya

    22

    pelumasan ini diusahakan jangan sampai menutuipi lubang ventilasi yang ada

    pada dies. Untuk paduan aluminium, magnesium dan tembaga, permukaan dies

    biasanya di lapisi dengan sejenis bahan keramik untuk mencegah efek pengelasan

    antara produk cor dengan permukaan dies.

    h. Kecepatan Pengisian (Filling rate) Makin rendah kecepatan pengisian akan menyebabkan makin tingginya

    kemungkinan luntuk mendapatkan aliran laminer. Akan tetapi kecepatan

    pengisisa yang terlalu rendah dapat menyebabkan kehilangan panas (heat loss)

    yang besar dan berakibat pada terjadinya premature solidification serta cold

    shuts. Oleh karena itu perlu ditentukan kecepatan pengisian yang optimal,

    sehingga aliran pengisian menjadi laminer dan tidak terjadi turbulensi.

    2.6. Koefisien Pemuaian Panas

    Pemuaian panas adalah perubahan suatu benda yang bisa menjadi

    bertambah panjang, lebar, luas, atau berubah volumenya karena terkena panas

    (kalor). Singkatnya, pemuaian panas adalah perubahan benda yang terjadi karena

    panas. Pemuaian tiap-tiap benda akan berbeda, tergantung pada suhu di sekitar dan

    koefisien muai atau daya muai dari benda tersebut. Perubahan panjang akibat panas

    ini, sebagai contoh, akan mengikuti:

    𝐿𝑡 = 𝐿0(1 + 𝛼 ∗ ∆𝑡)

    Dimana

    - 𝐿𝑡 adalah panjang pada suhu t - 𝐿0adalah panjang pada suhu awal - 𝛼 adalah koefisien muai panjang/ koefisien muai linier - ∆𝑡 adalah besarnya perubahan suhu

    Suatu benda akan mengalami muai panjang apabila benda itu hanya memiliki

    (dominan dengan) ukuran panjangnya saja. Muai luas terjadi pada benda apabila

    benda itu memiliki ukuran panjang dan lebar, sedangkan muai volum terjadi

    apabila benda itu memiliki ukuran panjang, lebar, dan tinggi.

    𝐴𝑡 = 𝐴0(1 + 𝛽 ∗ ∆𝑡)

    Dimana

    - 𝐴𝑡 adalah luas (area) pada suhu t - 𝐴0 adalah luas pada suhu awal - 𝛽 (2 kali ∙ 𝛼) adalah koefisien muai luas - ∆𝑡 adalah besarnya suhu

    https://id.wikipedia.org/wiki/Panjanghttps://id.wikipedia.org/wiki/Lebarhttps://id.wikipedia.org/wiki/Luashttps://id.wikipedia.org/wiki/Volumehttps://id.wikipedia.org/wiki/Panas

  • Program StudiTeknikMesin

    FakultasTeknik UNTAG Surabaya

    23

    Dan untuk perubahan volum:

    - 𝑉𝑡 = 𝑉0(1 + 𝛾 ∗ ∆𝑡)

    Dimana

    - 𝑉𝑡 adalah volum pada suhu t - 𝑉0 adalah volum pada suhu awal - 𝛾 (3 kali ∙ 𝛼) adalah koefisien muai volum - ∆𝑡 adalah besarnya perubahan suhu

    Pada umumnya, ukuran suatu benda akan berubah apabila suhunya berubah.

    Pada benda-benda yang berbentuk batang, perubahan ukuran panjang akibat

    perubahan suhu adalah sangat nyata, sedangkan perubahan ukuran luas dapat

    diabaikan karena kecilnya.

    Perubahan panajng akibat perubahan suhu dapat dirumuskan sebagai berikut

    :

    ∆L = œ. Lo. ∆T ……………………………………………………..(1)

    Persamaan tersebut dapat diubah menjadi dimana ∆L/Lo adalah perubahan

    relative dari panjang dan ∆T adalah perubaha suhu. Dengan demikian koefisien

    muai panjang ( œ ) suatu zat didefinisikan sebagai perubahan relative dari panjang

    zat itu perdrajat perubahan suhu (Tim Penyusun, 2007).

    Efek-efek yang lazim dari perubahan temperatur (suhu) adalah suatu

    perubahan ukuran bahan. Bils temepratur dinaikan maka jarak rata-rata diantara

    atom-atom akan bertambah yang mengakibatkan suatu ekspansi dari seluruh benda

    padat tersebut. Perubahan dari setiap dimensi linier tersebut, seperti panjang , lebar,

    atau tebalnya dinamakan ekspansi linier.

    Koefisien ekspansi linier mempunyai nilai yang berbeda-beda untuk bahan-

    bahan yang berbeda. Tegasnya boleh dikatakan bahwa kooegisien ekspansi linier

    atau koefisien muai panjang tergantung pada temperatur referensi yang dipilih unutk

    menentukan panjang awal. Akan tetapi variasinya biasanya dapat diabaikan

    dibandingkan terhadap ketelitian dengan nama pengukuran (Tepler, 1998).

    Salah satu sifat zat pada umumnya adalah akan mengalami perubahan

    dimensi (panjang, luas dan volume) bila dikenai panas, seandainya benda tersebut

    berwujud batang atau kabel maka yang banyak menarik perahatian adalah perubahan

    panjangnya. Untuk itu didefinisikan suatu besaran yang disebut koefisien muai

    panjang ( œ ) suattu perubahan fraksional panjang ∆L/Lo dibagi perubahan suhu.

    Bila ∆L = Lt – Lo

    Maka, Lt = Lo ( 1 + œ . ∆T ) ………………………………………………(2)

  • Program StudiTeknikMesin

    FakultasTeknik UNTAG Surabaya

    24

    Bila umumnya œ berharga sangat kecil, sehingga œ2 dapat diabaikan, maka :

    L2 = L1 ( 1 + œ ( T2 – T1 ) ………………………………………………......(3)

    Persamaan diatas menyatakan bahwa panjang batang pada suatu kondisi dapat

    dinyatakan dalam panjang batang disetiap kondisi lain asal suhu kedua kondisi itu

    diketahui (Tim Penyusun, 2003).

    Semua logam memuai pada fraksi yang sama dari volume semula.

    Kehilangan logam seperti timah seola-olah mengetahui bahwa ia akan cepat

    melebar, sehingga ia memuai dengan cepat sesuai dengan kenaikan temperatur.

    Sedangkan platina dengan titik lebur tinggi memperlambat kelajuan pemuaiannya.

    Koefisien volume dapat dihitung dalam bentuk koefisien linier (lurus) sebagai

    berikut, misalnya sebuah benda padat berbentuk paralepedium tegak yang panjang

    isinya L1, L2, dan L3.

    Maka volumenya ialah :

    V = L1. L2. L3 …………………………………………………………… (4)

    dV = L1. L2. dL1 + L1.L3 dL2 + L1. L2 dL3 ………………………… (5)

    dt dt dt dt

    Ini kita bagi dengan Ll, L2, L3, maka :

    1. dV = 1. dL1 + 1 dL2 + 1 dL3 ……………………………..(6) V dt L1 dt L2 dt L3 dt (Sears&Zemansky, 1969)

    2.7. Pengujian Struktur Mikro

    Dalam ilmu metalurgi struktur mikro merupakan hal yang sangat

    pentinguntuk dipelajari. Karena struktur mikro sangat berpengaruh pada sifat fisik

    danmekanik suatu logam. Struktur mikro yang berbeda sifat logam akan

    berbedapula. Struktur mikro yang kecil akan membuat kekerasan logam akan

    meningkat.Dan juga sebaliknya, struktur mikro yang besar akan membuat logam

    menjadi uletatau kekerasannya menurun. Struktur mikro itu sendiri dipengaruhi

    olehkomposisi kimia dari logam atau paduan logam tersebut serta proses

    yangdialaminya.

    Metalografi bertujuan untuk mendapatkan struktur makro dan mikro suatu

    logam sehingga dapat dianalisa sifat mekanik dari logam tersebut. Pengamatan

    metalografi dibagi menjadi dua,yaitu:

    1. Metalografi makro, yaitu penyelidikan struktur logam dengan pembesaran

    10 ± 100kali.

    2. Metalografi mikro, yaitu penyelidikan struktur logam dengan pembesaran

    1000 kali.

  • Program StudiTeknikMesin

    FakultasTeknik UNTAG Surabaya

    25

    Untuk mengamati struktur mikro yang terbentuk pada logam tersebut

    biasanya memakai mikroskop optik. Sebelum benda uji diamati pada mikroskop

    optik, benda uji tersebut harus melewati tahap-tahap preparasi. Tujuannya adalah

    agar pada saat diamati benda uji terlihat dengan jelas, karena sangatlah penting hasil

    gambar pada metalografi. Semakin sempurna preparasi benda uji, semakin jelas

    gambar struktur yang diperoleh. Adapun tahapan preparasinya meliputi pemotongan,

    mounting, pengampelasan, polishing dan etching (etsa) (Riky Ramadhan. 2012).

    2.8. Proses Perlakuan Panas

    Heat treatment merupakan suatu proses pemanasan dan pendinginan yang

    terkontrol, dengan tujuan mengubah sifat fisik dan sifat mekanis dari suatu bahan

    atau logam sesuai dengan yang dinginkan. (Kamenichny, 1969: 74). Proses dalam

    heat treatment meliputi heating, colding, dan cooling. Adapun tujuan dari masing-

    masing proses yaitu :

    1. Heating : proses pemanasan sampai temperatur tertentu dan dalam periode waktu. Tujuannya untuk memberikan kesempatan agar terjadinya perubahan

    struktur dari atom-atom dapat menyeluruh.

    2. Holding : proses penahanan pemanasan pada temperatur tertentu, bertujuan untuk memberikan kesempatan agar terbentuk struktur yang teratur dan

    seragam sebelum proses pendinginan.

    3. Cooling : proses pendinginan dengan kecepatan tertentu, bertujuan untuk mendapatkan struktur dan sifat fisik maupun sifat mekanis yang diinginkan.

    Perlakuan panas pada aluminium paduan dilakukan dengan memanaskan sampai

    terjadi fase tunggal kemudian ditahan beberapa saat dan diteruskan dengan

    pendinginan cepat hingga tidak sempat berubah ke fase lain. Jika bahan tadi

    dibiarkan untuk jangka waktu tertentu maka terjadilah proses penuaan (aging).

    Perubahan akan terjadi berupa presipitasi (pengendapan) fase kedua yang dimulai

    dengan proses nukleasi dan timbulnya klaster atom yang menjadi awal dari

    presipitat. Presipitat ini dapat meningkatkan kekuatan dan kekerasannya. Proses ini

    merupakan proses age hardening yang disebut natural aging. Jika setelah dilakukan

    pendinginan cepat kemudian dipanaskan lagi hingga di bawah temperatur solvus

    (solvus line) kemudian ditahan dalam jangka waktu yang lama dan dilanjutkan

    dengan pendinginan lambat di udara disebut proses penuaan buatan (artificial

    aging).

    Proses perlakuan panas pada saat penuaan mempunyai dua proses yaitu

    perlakuan panas T6 dan perlakuan panas T4. Dimana untuk T6 panas yang diberikan

    secara konstan dan terukur maka proses ageing akan semakin cepat dan material

    akan cepat mencapai kekerasan maksimumnya. Akan tetapi pada saat proses ageing

    T6 ini mencapai titik yang melebihi maka akan menimbulkan overageing yang akan

    membuat sifat mekanis dari material akan menurun. Karena, proses ini

  • Program StudiTeknikMesin

    FakultasTeknik UNTAG Surabaya

    26

    menyebabkan material lebih cepat sampai ke puncak ageing. Berbeda dengan T4,

    dimana panas yang di serap tidak menentu. Sebab, proses T4 dilakukan secara

    alamiah (natural ageing) yaitu material ditempatkan di daerah terbuka sehingga

    menyerap panas dari udara luar. Sehingga proses ini memakan waktu yang lebih

    lama dan umumnya lebih kecil menyebabkan overageing.

    Gambar 2.10. Diagram fasa perubahan mikrostruktur paduan Al-Cu,

    Sumber : William K. Dalton : 259.

    2.9. Penelitian yang Sudah Dilakukan

    Investigasi yang dilakukan oleh B.V Madhu, K. Pralhada Rao dan D.P.

    Girish menggunakan Al6061 dan Al2O3 partikulat 30-50 μm digunakan sebagai

    penguat. Proses pembuatan komposit menggunakan metode compo casting dan

    beberapa pengujian seperti Uji Coefficient of Thermal Expansion (CTE) dan Uji

    Damping Capcity.

    Hasil CTE dinyatakan sebagai PLC sebagai fungsi temperatur untuk

    berbagai% berat penguatan dalam Al 6061 MMC ditunjukkan pada Gambar 2.1

    Data PLC menunjukkan kesepakatan yang cukup baik dengan variasi maksimum

    0,05 pada 500°C selama sebagian besar spesimen yang diuji. PLC kurva untuk

    siklus pemanasan menunjukkan peningkatan linier dengan peningkatan suhu,

    sedangkan untuk siklus pendinginan itu menunjukkan penurunan parabola dengan

    penurunan suhu. Ini pemanasan dan pendinginan kurva menunjukkan beberapa

    hysteresis sisa ketegangan, yang meningkat dengan peningkatan persen berat

    penguatan Al2O3. Regangan sisa dalam kasus lipat paduan matriks ditemukan

  • Program StudiTeknikMesin

    FakultasTeknik UNTAG Surabaya

    27

    memiliki nilai minimum. Area hysteresis antara kurva meningkat dengan

    peningkatan penguatan Al2O3.

    Gambar 2.11. Persen Linear Perubahan (PLC) sebagai Fungsi Suhu Bervariasi di

    Tingkat 5°C/ menit dalam pemanasan dan pendinginan Siklus untuk Al2O3

    Reinforced Al Komposit

    Variasi CTE dengan suhu komposit serta paduan matriks lipat ditunjukkan pada

    Gambar.2.3 Sementara CTE dari komposit menurun dengan peningkatan persen

    berat Al2O3, itu cukup meningkat dengan peningkatan suhu.

  • Program StudiTeknikMesin

    FakultasTeknik UNTAG Surabaya

    28

    Gambar 2.12. Rata-rata Koefisien Ekspansi Thermal sebagai Fungsi Suhu

    Bervariasi pada 5°C/ menit dalam pemanasan dan pendinginan Siklus untuk Al2O3

    penguat Al Komposit

    Redaman kapasitas (tan φ) ayat kurva temperatur untuk paduan dasar dan

    komposit untuk pemanasan dan pendinginan siklus ditunjukkan pada Gambar. 3.

    Beberapa tren menarik diamati dari kurva yang ditemukan menjadi ciri khas dari

    Al2O3 yang diperkuat Al komposit. Pada siklus pemanasan, 25-150°C, redaman

    kapasitas tampaknya meningkatkan margin sekutu dengan peningkatan suhu, dari

    150 -300°C ditemukan meningkat dengan cepat dengan peningkatan suhu, dan dari

    300-500°C itu meningkatkan sedikit tetapi secara linear dengan peningkatan suhu.

    Juga, dalam siklus pemanasan, baik untuk paduan matriks lipat dan komposit

    diperkuat, sebuah maxima (puncak) diamati pada 500°C. Pada siklus pendinginan,

    pengamatan lebih dekat dari Gambar 2.4 mengungkapkan beberapa detail menarik

    pada perilaku histeresis dan maxima (puncak) fenomena komposit dipamerkan

    antara pemanasan dan pendinginan kurva. Pada siklus pendinginan, sifat yang

    berbeda dari kurva diamati. Awalnya, 500-400°C kapasitas redaman sedikit

    menurun, 400-250°C meningkatkan, 250-25°C itu curam menurun dengan

    penurunan suhu. Secara keseluruhan, kapasitas redaman dan daerah kurva hysteresis

    meningkat dengan peningkatan penguatan. pengamatan yang cermat dari data

    kapasitas redaman di kisaran 225-250°C menunjukkan puncaknya. Kapasitas

    redaman dari komposit serta paduan matriks telah ditemukan meningkat dengan

    peningkatan suhu dan peningkatan penguatan.

  • Program StudiTeknikMesin

    FakultasTeknik UNTAG Surabaya

    29

    Gambar 2.13. Damping Kapasitas (tan φ) pada 0,1 Hz sebagai-cast Al 6061 Alloy

    dan Al2O3 Diperkuat Al Komposit di pemanas dan pendingin Siklus pada 10°C/

    menit.