analisis pengaruh brand reputation, brand competence, dan brand ...
BAB II BRAND PADA LEMBAGA AMIL ZAKAT A. Pengertian dan...
Transcript of BAB II BRAND PADA LEMBAGA AMIL ZAKAT A. Pengertian dan...
![Page 1: BAB II BRAND PADA LEMBAGA AMIL ZAKAT A. Pengertian dan ...eprints.walisongo.ac.id/7522/3/135112056_bab2.pdf(bahasa Inggris) berasal dari kata ... merek, bukan menggunakan istilah brand.](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062912/5d5957aa88c993fb3c8b5c9b/html5/thumbnails/1.jpg)
18
BAB II
BRAND PADA LEMBAGA AMIL ZAKAT
A. Pengertian dan Seluk Beluk Brand
Sebelum pada penjelasan terkait pengertian brand atau merek, penulis
sampaikan terlebih dahulu mengenai sejarah singkat merek. Praktik brand
sebenarnya sudah berlangsung selama berabad-abad lamanya. Kata brand
(bahasa Inggris) berasal dari kata “brandr” (bahasa Old Norse) yang berarti to
burn, lebih mengacu pada pengidentifikasian ternak. Penggunaan cap pada
ternak pada saat itu bertujuan memudahkan mengenali beberapa ternak yang
berkualitas berdasarkan cap yang ada, dengan adanya cap akan mempermudah
pembeli untuk memilih ternak yang berkualitas (Tjiptono, 2005: 23).
Secara sederhana, pada awal kemunculannya, merek hanya sebagai
penanda berupa cap untuk mengidentifikasi suatu benda dengan tujuan
memudahkan. Kemudahan yang didapatkan dari cap ini dalam rangka
mengeliminasi benda-benda yang memiliki kualitas rendah. Cap seakan
sebagai bukti dan jaminan penjual kepada pembeli akan barang yang ia jual
memiliki perbedaan dengan barang penjual lain yang mungkin saja memiliki
kemiripan dalam hal jenis ataupun kualitas.
Brand atau merek didefinisikan Blackett (2003: 13) sebagai kata
benda, merupakan sebuah merek dagang. Sedangkan sebagai kata kerja, brand
berarti memberi merek pada sebuah benda, atau memberi label pada sebuah
merek dagang. Moilanen dan Rainisto (dalam Koswara, 2010: 340)
![Page 2: BAB II BRAND PADA LEMBAGA AMIL ZAKAT A. Pengertian dan ...eprints.walisongo.ac.id/7522/3/135112056_bab2.pdf(bahasa Inggris) berasal dari kata ... merek, bukan menggunakan istilah brand.](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062912/5d5957aa88c993fb3c8b5c9b/html5/thumbnails/2.jpg)
19
menyatakan bahwa sebuah merek tidak sebatas sebuah simbol yang
memisahkan satu produk dengan lainnya. Merek merupakan seluruh atribut
yang ditujukan pada benak konsumen saat memikirkan sebuah merek.
Kotler (1997: 63) dalam mengartikan merek lebih luas lagi, yakni
bahwa merek mengidentifikasikan penjual atau pembuat sekaligus menjadi
janji penjual untuk secara konsisten memberikan feature, manfaat, dan jasa
tertentu pada pembeli. Aaker (dalam Ilmiyati, 2012: 3) menjelaskan bahwa
suatu merek memberi tanda pada konsumen mengenai sumber produk, di
samping itu merek melindungi, baik konsumen maupun produsen dari para
kompetitor yang berusaha memberikan produk-produk yang tampak identik.
Merek bukanlah produk, produk berbeda dengan merek. Agar lebih
memperjelas definisi merek yang sama sekali berbeda dengan produk, Batey
(2008: 3) membuat rincian perbedaan antara brand dan produk. Perbedaan
tersebut adalah produk dibeli untuk apa ia digunakan sedangkan brand dipilih
berkaitan dengan apa maknanya, produk berada di rak-rak penjual sedangkan
brand berada di pikiran konsumen, produk dengan cepat dapat ketinggalan
jaman sedangkan brand tidak lekang oleh waktu atau abadi, serta produk
dapat ditiru oleh kompetitor sedangkan brand bersifat unik. Lebih jauh, Batey
(2008: 112) menyebut bahwa brand meaning memiliki dua sisi. Sisi pertama
yang dimiliki oleh brand adalah menampilkan bagaimana sebuah brand
dirasakan oleh publik pada level kesadaran, sedangkan yang kedua bagaimana
sebuah brand bergema di publik pada level semi/bawah sadar.
![Page 3: BAB II BRAND PADA LEMBAGA AMIL ZAKAT A. Pengertian dan ...eprints.walisongo.ac.id/7522/3/135112056_bab2.pdf(bahasa Inggris) berasal dari kata ... merek, bukan menggunakan istilah brand.](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062912/5d5957aa88c993fb3c8b5c9b/html5/thumbnails/3.jpg)
20
Undang-undang Nomor 15 tahun 2001 menyebutkan definisi tentang
merek, bukan menggunakan istilah brand. Merek diartikan sebagai tanda yang
berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau
kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan
digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Dalam Undang-
Undang tersebut disebutkan juga mengenai jenis merek, bahwa ada yang
namanya merek dagang, yakni merek yang digunakan pada barang yang
diperdagangkan oleh seseorang maupun beberapa orang secara bersama-sama
atau badan hukum agar membedakan dengan barang yang sejenis lainnya. Ada
pula yang disebut merek jasa, yakni merek yang digunakan pada jasa yang
diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau
badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenisnya. Kemudian ada
pula merek kolektif, yakni merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa
dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang
atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang
dan/atau jasa sejenis lainnya (Miru, 2005: 7-8).
Pengertian merek pada Undang-Undang No 15 Tahun 2001 tersebut
memiliki persamaan dengan pengertian brand secara definisi yang
dikemukakan oleh Kotler, Aaker, dan Batey. Sehingga penulis berkesimpulan
bahwasanya penggunaan kata brand maupun merek memiliki pengertian yang
sama secara definisi dan penggunaan. Sehingga, banyaknya definisi para ahli
mengenai merek atau brand membuat penulis mengambil kesimpulan
pengertian merek dari penjelasan Kotler (2005: 82), bahwasanya merek
![Page 4: BAB II BRAND PADA LEMBAGA AMIL ZAKAT A. Pengertian dan ...eprints.walisongo.ac.id/7522/3/135112056_bab2.pdf(bahasa Inggris) berasal dari kata ... merek, bukan menggunakan istilah brand.](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062912/5d5957aa88c993fb3c8b5c9b/html5/thumbnails/4.jpg)
21
merupakan sebuah simbol rumit yang dapat menyampaikan hingga enam
tingkat pengertian, yaitu:
1. Atribut. Merek dapat mengingatkan pada atribut-atribut tertentu.
2. Manfaat. Dari atribut-atribut tersebut kemudian diterjemahkan menjadi
manfaat fungsional dan emosional.
3. Nilai. Merek mengatakan sesuatu tentang nilai produsennya.
4. Budaya. Merek juga melambangkan tentang budaya tertentu.
5. Kepribadian. Merek mencerminkan kepribadian tertentu.
6. Pemakai. Merek dapat menunjukkan jenis konsumen yang menggunakan
produk tersebut.
Pengertian terakhir yang dikemukakan oleh Kotler mewakili
pengertian-pengertian yang diungkapkan oleh para ahli lainnya. Berdasarkan
definisi merek di atas, dapat disimpulkan juga bahwa bentuk merek dapat
berupa nama, logo, tagline (slogan), sejarah merek (Kotler dan Pfoertsch,
2006 : 92), dan simbol, istilah, serta fitur lain yang mengidentifikasi suatu
penjual barang atau jasa yang berbeda dari penjual lain (Bennett dalam Wood,
2000: 664), bahkan warna, karakter pendukung (Kapferer, 2008: 211),
kemudian Moilanen dan Rainisto (dalam Koswara, 2010: 340) menyebut
atribut merek diantaranya adalah fitur-fitur yang tampak maupun yang tidak
tampak, kemudian psikologikal dan sosiologikal terkait sebuah produk.
Kotler (1997: 66-68) membuat beberapa keterangan mengenai manfaat
dari adanya merek. Manfaat tersebut adalah:
![Page 5: BAB II BRAND PADA LEMBAGA AMIL ZAKAT A. Pengertian dan ...eprints.walisongo.ac.id/7522/3/135112056_bab2.pdf(bahasa Inggris) berasal dari kata ... merek, bukan menggunakan istilah brand.](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062912/5d5957aa88c993fb3c8b5c9b/html5/thumbnails/5.jpg)
22
1. Merek dapat memudahkan penjual melakukan proses pesanan dan
menelusuri masalah.
2. Merek memberi penjual kesempatan untuk menarik pelanggan yang setia
dan menguntungkan. Kesetiaan merek memberikan perlindungan pada
penjual dari persaingan serta pengendalian yang lebih besar dalam
perencanaan program pemasaran.
3. Merek membantu penjual melakukan segmentasi pasar.
4. Merek yang kuat membantu membangun citra perusahaan, memudahkan
perusahaan meluncurkan merek-merek baru yang mudah diterima para
distributor dan pelanggan.
B. Dakwah dan Lembaga Amil Zakat
1. Deskripsi Dakwah
Secara etimologi, dakwah berasal dari bahasa Arab da’a-yad’u-
da’watan (Amin, 2009: 1) yang memiliki arti ajakan, seruan, panggilan, dan
undangan (Omar, 1967: 1). Zaidan (1979: 1) menyebut dakwah sebagai
panggilan ke jalan Allah. Hal ini didasarkan pada firman Allah pada surat
Yusuf: 108, Ali Imran: 19, al-Ahzab: 45-46, dan Saba’: 28.
Warson Munawwir (dalam Amin, 2009: 1) mengartikan dakwah
sebagai memanggil (to call), mengundang (to invite), mengajak (to summon),
menyeru (to propose), mendorong (to urge) dan memohon (to pray).
Pengertian tersebut dapat dirujuk dari surat Yusuf: 33 dan surat Yunus: 25.
Dalam bahasa Arab, ada beberapa kata yang berkaitan erat dengan dakwah,
yaitu da’a ilaihi (mengajak kepada), da’a ‘alaihi (mendoakan kejahatan), da’a
![Page 6: BAB II BRAND PADA LEMBAGA AMIL ZAKAT A. Pengertian dan ...eprints.walisongo.ac.id/7522/3/135112056_bab2.pdf(bahasa Inggris) berasal dari kata ... merek, bukan menggunakan istilah brand.](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062912/5d5957aa88c993fb3c8b5c9b/html5/thumbnails/6.jpg)
23
lahu (mendoakan kebaikan), idda’a al-amra (mendakwahkan perkara), daa’in
(yang mendo’a, yang menyeru, yang memanggil).
Para ahli dakwah sering menjadikan rujukan pendapat Syaikh Ali
Mahfudz dalam mengartikan dakwah secara terminologi. Mahfudz (1979: 17)
mengartikan dakwah sebagai aktivitas memotivasi manusia untuk berbuat
kebajikan, mengikuti petunjuk, memerintahkan kebaikan dan mencegah
kemungkaran agar mereka memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Pernyataan Mahfudz tersebut tidak jauh berbeda dengan Omar (1979:
1) bahwa dakwah adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada
jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan, untuk keselamatan dan
kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat.
Berdasarkan beberapa definisi dakwah yang telah dipaparkan di atas,
penulis bersependapat dengan Amin (2009: 5-6) dalam mengartikan dakwah,
yakni dakwah dipahami sebagai sebuah proses penyampaian ajaran Islam
kepada umat manusia. Oleh karena sebagai sebuah proses, maka dakwah tidak
hanya merupakan usaha penyampaian saja, tapi merupakan usaha mengubah
way of thinking, way of feeling, dan way of life manusia sebagai sasaran
dakwah ke arah kualitas kehidupan yang lebih baik.
2. Deskripsi Lembaga Amil Zakat
Lembaga dapat diartikan sebagai badan (organisasi) yang memiliki
tujuan melakukan suatu penyelidikan keilmuan atau melakukan suatu usaha.
Lebih jauh lembaga keagamaan diartikan sebagai organisasi yang memiliki
tujuan mengembangkan dan membina kehidupan beragama (Kamus Besar
![Page 7: BAB II BRAND PADA LEMBAGA AMIL ZAKAT A. Pengertian dan ...eprints.walisongo.ac.id/7522/3/135112056_bab2.pdf(bahasa Inggris) berasal dari kata ... merek, bukan menggunakan istilah brand.](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062912/5d5957aa88c993fb3c8b5c9b/html5/thumbnails/7.jpg)
24
Bahasa Indonesia, 2008: 808). Menurut Amin (2009: 132) organisasi dakwah
memiliki arti usaha dan gerakan dakwah yang dilakukan oleh orang banyak
yang memiliki susunan teratur dalam rangka mencapai tujuan melalui cara
yang baik dan tepat.
Sedangkan, Undang-undang negara Nomor 38 tahun 1999 telah
mengatur dengan jelas tentang tugas dan fungsi lembaga amil zakat (LAZ).
Akan tetapi, karena dipandang tidak mampu memadai dengan perkembangan
kebutuhan hukum dalam masyarakat, Undang-undang ini direvisi dengan
hadirnya Undang-Undang zakat Nomor 23 tahun 2011. Dalam revisi Undang-
Undang yang baru tersebut pasal-pasal yang mengatur tugas dan wewenang
lembaga amil zakat tidak sebebas sebagaimana yang diatur pada Undang-
undang sebelumnya.
Diantara peraturan yang lebih ketat pada revisi tersebut adalah bahwa
masyarakat dalam membentuk LAZ yang baru wajib mendapat izin Menteri
atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri, secara berkala LAZ juga
berkewajiban melaporkan pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian dan
pendayagunaan zakat yang telah diaudit syari’ah dan keuangan kepada
BAZNAS. Lebih jelas, pada pasal 18 ayat (2) telah disebutkan bahwa dalam
pembentukan LAZ diharuskan terdaftar terlebih dahulu sebagai organisasi
kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang pendidikan, dakwah dan sosial;
berbentuk lembaga berbadan hukum; mendapat rekomendasi dari BAZNAS;
memiliki pengawas syari’ah; memiliki kemampuan teknis, administratif, dan
keuangan untuk melaksanakan kegiatan; bersifat nirlaba; memiliki program
![Page 8: BAB II BRAND PADA LEMBAGA AMIL ZAKAT A. Pengertian dan ...eprints.walisongo.ac.id/7522/3/135112056_bab2.pdf(bahasa Inggris) berasal dari kata ... merek, bukan menggunakan istilah brand.](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062912/5d5957aa88c993fb3c8b5c9b/html5/thumbnails/8.jpg)
25
untuk pendayagunaan zakat bagi kesejahteraan umat; dan bersedia diaudit
syari’ah dan keuangan secara berkala.
Zuhri (2012: 11) memberikan arti lembaga amil zakat sebagai pranata
keagamaan yang memiliki tujuan meningkatkan keadilan, kesejahteraan
masyarakat, dan penanggulangan kemiskinan. Pada intinya, lembaga amil
zakat merupakan sebuah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat, yang telah
berbadan hukum, yang memiliki tugas mengelola dana zakat, infaq, dan
shadaqah dari masyarakat untuk dapat diberdayakan pada masyarakat yang
tidak mampu.
3. Lembaga Dakwah Bagian Dari Subjek Dakwah
Tidak banyak para ahli yang menyatakan bahwasanya subjek dakwah1
tidak hanya individu perorangan akan tetapi juga lembaga dakwah. Ismail dan
Hotman (2011: 73) memaparkan bahwa kata da’i (dalam bahasa Arab disebut
al-da’i, al-da’iyah, dan al-du’ah) menunjuk pada pelaku (subjek) dan
penggerak (aktivis). Hal ini sejalan dengan pendapat Amin (2009: 13) yang
menyatakan bahwa subjek dakwah adalah da’i atau komunikator, yakni pelaku
1 Subjek dakwah merupakan salah satu dari lima unsur dakwah. Unsur yang kedua ialah
metode dakwah, yakni cara penyampaian dakwah agar pesan-pesan dakwah mudah diterima oleh
masyarakat luas. Ketiga, media dakwah yaitu alat untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah.
Keempat, materi dakwah, yakni isi dari pesan-pesan dakwah. Dan yang kelima adalah objek
dakwah, atau disebut juga sebagai mad’u, yakni masyarakat sebagai penerima dakwah. Samsul
Munir Amin, 2009, Ilmu Dakwah, Jakarta: Amzah, hlm 13-15. Jika ditarik pada hal branding
dengan dakwah, maka istilah produsen atau subjek dakwah adalah lembaga amil zakat, metode
yang digunakan adalah dakwah bil hal, media yang digunakan adalah media cetak maupul
elektronik, materi dakwah atau produk adalah ajaran zakat infaq dan shadaqah, objek dakwah
(mad’u) atau konsumen adalah muzakki (disebut juga dengan donatur, atau orang yang mampu
memiliki harta untuk dikeluarkan, baik melalui zakat, infaq ataupun shadaqah) dan mustahik
(orang yang tidak mampu atau yang berhak menerima harta dari zakat infaq dan shadaqah).
Khusus terkait klasifikasi mad’u atau konsumen terdapat perbedaan. Dalam dakwah pada lembaga
amil zakat mad’u di sini tergolong menjadi dua golongan yang berbeda, kalau dalam istilah zakat
disebut sebagai muzakki dan mustahik. Dua golongan ini memiliki keadaan yang berbeda dilihat
dari sisi kehidupan sosial dan ekonomi, oleh karena itu jenis materi dakwah yang akan
disampaikan kepada keduanya tentunya juga harus dibedakan.
![Page 9: BAB II BRAND PADA LEMBAGA AMIL ZAKAT A. Pengertian dan ...eprints.walisongo.ac.id/7522/3/135112056_bab2.pdf(bahasa Inggris) berasal dari kata ... merek, bukan menggunakan istilah brand.](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062912/5d5957aa88c993fb3c8b5c9b/html5/thumbnails/9.jpg)
26
dakwah itu sendiri. Puteh (2006: 80) juga berpendapat sama dengan Amin,
bahwa subjek dakwah tidak hanya individual melainkan kolektif. Kata kolektif
dapat diartikan sebagai sekumpulan orang, baik yang dilembagakan ataupun
tidak. Dari penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwasanya pelaku
dakwah tidak hanya individu, lembaga dakwah merupakan penggerak dari
dakwah, oleh karena itu lembaga dakwah termasuk dari subjek dakwah.
Subjek dakwah memiliki persyaratan yang melekat pada dirinya dalam
menjalankan dakwah pada masyarakat. Pada penjelasan di atas telah
disepakati bahwasanya subjek dakwah tidak hanya individu melainkan
lembaga dakwah juga, maka dari itu persyaratan yang melekat pada da’i tidak
hanya dilakukan oleh individu melainkan lembaga, yang berkaitan dengan
pembahasan brand pada unsur dakwah dalam pembahasan ini adalah da’i.
Muriah (2000: 29) mengambil firman Allah surat Ali Imran ayat 1592
sebagai persyaratan bagi da’i. Penjelasan dalam ayat tersebut kurang lebih
mencakup beberapa kriteria, yakni:
a. Lemah lembut dalam menjalankan dakwah.
b. Bermusyawarah dalam segala urusan dakwah
c. Kebulatan tekad dalam menjalankan dakwah
2
Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan
tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya”.
![Page 10: BAB II BRAND PADA LEMBAGA AMIL ZAKAT A. Pengertian dan ...eprints.walisongo.ac.id/7522/3/135112056_bab2.pdf(bahasa Inggris) berasal dari kata ... merek, bukan menggunakan istilah brand.](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062912/5d5957aa88c993fb3c8b5c9b/html5/thumbnails/10.jpg)
27
d. Tawakkal kepada Allah
e. Memohon pertolongan Allah sebagai aspek konsekuensi dari
tawakkal
f. Menjauhi kecurangan atau keculasan.
4. Lembaga Amil Zakat Sebagai Salah Satu Lembaga Dakwah
Berdasarkan pengertian lembaga amil zakat dan lembaga dakwah
tersebut, dengan demikian lembaga amil zakat merupakan bagian dari aktifitas
dakwah bil hal, hal ini dikarenakan sebagian besar aktivitas lembaga amil
zakat adalah bagian dari dakwah. Dakwah bil hal atau bilisan al-hal
merupakan salah satu dari dua bentuk dakwah yang disebutkan oleh Ma’arif
(2010: 31). Dakwah bil hal diartikan Ma’arif sebagai kegiatan dakwah yang
kongkrit dengan mencurahkan segenap daya dan tenaga untuk membina,
memperbaiki lingkungan fisik, sosial dan pranata-pranatanya. Selain dakwah
bil hal ada juga dakwah bilisan al-maqal atau dakwah billisan, yakni suatu
usaha yang memiliki orientasi verbal. Sedangkan Amin (2009: 178-182)
mengartikan dakwah bil hal sebagai bentuk ajakan kepada Islam melalui amal,
kerja nyata, seperti mendirikan lembaga pendidikan Islam, kerja bakti,
mendirikan bangunan keagamaan, santunan dalam bentuk ekonomi kepada
masyarakat, kesehatan atau bahkan hingga acara-acara hiburan keagamaan.
Lebih jelas Amin menjelaskan bahwasanya berdakwah pada kondisi dan
kebutuhan mad’u yang berasal dari kalangan kaum dhuafa’, dakwah bil hal
dinilai sangat sesuai. Hal tersebut senada dengan penjelasan Mahfudz (2012:
113-114), bahwa dalam mengatasi kemiskinan ada dua cara berdakwah yang
![Page 11: BAB II BRAND PADA LEMBAGA AMIL ZAKAT A. Pengertian dan ...eprints.walisongo.ac.id/7522/3/135112056_bab2.pdf(bahasa Inggris) berasal dari kata ... merek, bukan menggunakan istilah brand.](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062912/5d5957aa88c993fb3c8b5c9b/html5/thumbnails/11.jpg)
28
dapat ditempuh. Pertama adalah memberikan motivasi pada kaum yang
mampu dalam rangka menumbuhkan solidaritas sosial. Kedua, dakwah dalam
bentuk aksi-aksi nyata serta program-program yang menyentuh pada
kebutuhan secara langsung, hal inilah yang paling mendasar dan mendesak.
Sulthon (2011: 81-99) menjelaskan secara panjang lebar tentang
dakwah bil hal dalam bidang shadaqah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad,
diantaranya dalam praktek pembangunan sarana publik untuk pengamalan
ajaran Islam, sebagai contoh adalah pembangunan masjid. Menurut Sulthon
pembangunan masjid merupakan aktivitas perwujudan nilai-nilai yang
terkandung dalam ajaran shadaqah, karena dalam kegiatan membangun masjid
terwujud kerja sama antar individu umat Islam, yang saling menyumbangkan
tenaga dan harta untuk berdirinya sebuah bangunan masjid. Wujud lain dari
dakwah bil hal melalui shadaqah yang ditunjukkan oleh Nabi adalah sikap
tolong menolong serta memberikan bantuan kepada sesama, terlebih kepada
fakir miskin dan anak yatim, meskipun dalam bentuk yang sederhana seperti
meminjamkan perkakas rumah tangga kepada orang-orang yang
membutuhkan.
Pernyataan bahwa lembaga amil zakat merupakan lembaga dakwah
dapat dibuktikan juga melalui penelitian yang dilakukan oleh Nurbini (2014)
tentang peran dakwah dan sosial lembaga amil zakat, yang mengambil studi
kasus di Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU). Dalam penelitian tersebut
Nurbini mengungkapkan bahwasanya kegiatan-kegiatan yang dijalankan oleh
PKPU selain sebagai lembaga amil zakat yang mengelola dana zakat, infaq,
![Page 12: BAB II BRAND PADA LEMBAGA AMIL ZAKAT A. Pengertian dan ...eprints.walisongo.ac.id/7522/3/135112056_bab2.pdf(bahasa Inggris) berasal dari kata ... merek, bukan menggunakan istilah brand.](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062912/5d5957aa88c993fb3c8b5c9b/html5/thumbnails/12.jpg)
29
dan shadaqah, PKPU juga melakukan fungsi dakwah di masyarakat. Kegiatan
dakwah tersebut berupa pendampingan pada mustahik penerima manfaat dana
ZIS dengan memberikan nilai-nilai keagamaan. Di samping itu, amil, yang
berperan sebagai da’i, diberikan pembekalan-pembekalan keilmuan
keagamaan berupa mengikuti kajian keagamaan rutin setiap minggu.
Undang-undang Zakat No 23 Tahun 2011 pasal 18 ayat (2) telah
menyebutkan bahwa salah satu syarat dalam pembentukan LAZ adalah
diharuskan terdaftar terlebih dahulu sebagai organisasi kemasyarakatan Islam
yang mengelola bidang pendidikan, dakwah dan sosial. Penjelasan dari
Undang-undang tersebut dapat dipahami bahwa unsur dakwah dalam kegiatan
lembaga amil zakat tidak dapat dipisahkan. Lembaga amil zakat tidak hanya
semata-mata memiliki tugas mengumpulkan dana zakat kemudian
mendistribusikannya, akan tetapi sebelumnya diharuskan sebagai lembaga
atau organisasi kemasyarakatan Islam, yang salah satunya mengelola bidang
dakwah.
C. Penggunaan Brand pada Lembaga Amil Zakat
Brand, yang pada mulanya digunakan pada dunia bisnis dan penjualan
produk, ketika diadopsi dan digunakan di lembaga amil zakat akan
menimbulkan redefinisi. Hal tersebut mengingat lembaga amil zakat tidak
sama dengan perusahaan penghasil produk barang. Produk yang dihasilkan
lembaga amil zakat berupa program-program pemberdayaan masyarakat. Oleh
karena itu, branding pada lembaga amil zakat dimaksudkan bukan dalam
![Page 13: BAB II BRAND PADA LEMBAGA AMIL ZAKAT A. Pengertian dan ...eprints.walisongo.ac.id/7522/3/135112056_bab2.pdf(bahasa Inggris) berasal dari kata ... merek, bukan menggunakan istilah brand.](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062912/5d5957aa88c993fb3c8b5c9b/html5/thumbnails/13.jpg)
30
rangka menambah omset perusahaan3 akan tetapi lebih pada keberlangsungan
serta eksistensi lembaga di masyarakat.
Pada perkembangannya, brand mulai digunakan secara luas. Seperti
halnya brand digunakan dalam sebuah kota (brand city). Penelitian yang
dilakukan oleh Rostika (2012) dengan judul “Citra merek tujuan wisata dan
perilaku wisatawan: Yogyakarta sebagai daerah tujuan wisata”, dan tulisan
Koswara (2010) dengan judul “City’s branding ala Munich” membuktikan hal
tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan brand pada lembaga amil
zakat atau lembaga dakwah yang sedang penulis bahas bukan merupakan
pengembangan brand di bidang selain perusahaan penghasil produk yang
pertama, tidak menutup kemungkinan juga akan ada pengembangan brand
pada bidang baru yang lain.
1. Pembuatan brand pada lembaga amil zakat
Situasi pasar yang sibuk dan persaingan yang semakin kompetitif
membuat banyak orang yang memilih dan memilah lembaga yang
dipercaya untuk menyalurkan hartanya melalui pencarian di dunia maya
atau melalui kesan yang diperoleh dari orang lain yang telah memiliki
pengalaman membayar zakat melalui lembaga tertentu. Dari hal tersebut
dapat dipahami bahwa sebagian besar orang dengan cepat menyimpulkan
3 Meskipun aktifitas yang diperankan lembaga amil zakat saat ini hampir tidak jauh berbeda
dengan sebuah perusahaan, atau bisa dikatakan sebagai social entrepreneurship. Dikatakan
demikian karena aktifitas lembaga amil zakat hampir sama dengan lembaga bisnis. Sebagai
contoh, program Berbagi Sahur pada bulan ramadhan, jika dalam berkomunikasi program kepada
aghniya’, lembaga memberikan harga 30.000,00., maka yang didistribusikan ke mustahik hanya
seharga 25.000,00., dengan alasan 5.000,00., sebagai biaya operasional. Wawancara dengan salah
satu amil di salah satu lembaga amil zakat nasional di Semarang, 25 April 2015.
![Page 14: BAB II BRAND PADA LEMBAGA AMIL ZAKAT A. Pengertian dan ...eprints.walisongo.ac.id/7522/3/135112056_bab2.pdf(bahasa Inggris) berasal dari kata ... merek, bukan menggunakan istilah brand.](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062912/5d5957aa88c993fb3c8b5c9b/html5/thumbnails/14.jpg)
31
keseluruhan lembaga amil zakat menjadi satu kesan sederhana yang
didapatkan dari orang lain.
Segala hal membutuhkan nama, nama merupakan bagian dari
elemen brand4
. Pembuatan merek pada sebuah lembaga merupakan
rangkaian upaya pembentukan identitas lembaga. Langkah ini
dimaksudkan agar merek lembaga dapat memiliki posisi dalam benak
masyarakat, dengan begitu masyarakat akan dengan mudah menerima
pesan yang disampaikan oleh lembaga tanpa adanya paksaan.
Begitu pula dengan aktivitas dakwah yang menggunakan metode.
Adanya metode diharapkan agar pesan-pesan dakwah mudah diterima oleh
masyarakat melalui cara-cara penyampaian yang sesuai. Metode
digunakan menyesuaikan dengan situasi dan kondisi mad’u sebagai
penerima pesan-pesan dakwah. Aplikasi metode dakwah menurut Amin
(2009: 14), tidak cukup hanya mempergunakan metode yang tradisional,
akan tetapi perlu diterapkan metode yang menyesuaikan dengan situasi
dan kondisi zaman kekinian.
Jadi, branding pada lembaga amil zakat merupakan metode atau
cara yang dilakukan oleh amil (sebagai pemasar) dalam rangka
meningkatkan profesionalitas dan nilai tambah suatu lembaga dakwah
yakni lembaga amil zakat. Pendapat Amir di atas, mengantarkan pada
4 Dalam ilmu komunikasi, disebutkan bahwasannya fungsi pertama dari bahasa adalah
penamaan. Nama diri-sendiri merupakan simbol pertama dan utama bagi seseorang. Karena dari
nama dapat melambangkan status, cita-rasa budaya, untuk memperoleh citra tertentu (pengelolaan
kesan) atau sebagai nama hoki. Interaksi pertama seseorang dimulai dari nama, baru kemudian
diikuti dengan atribut-atribut yang lain. selengkapnya lihat pada Deddy Mulyana, 2012, Ilmu
Komunikasi, Suatu Pengantar, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, hlm 305.
![Page 15: BAB II BRAND PADA LEMBAGA AMIL ZAKAT A. Pengertian dan ...eprints.walisongo.ac.id/7522/3/135112056_bab2.pdf(bahasa Inggris) berasal dari kata ... merek, bukan menggunakan istilah brand.](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062912/5d5957aa88c993fb3c8b5c9b/html5/thumbnails/15.jpg)
32
sebuah kesimpulan bahwasanya branding diperlukan pada lembaga
dakwah, mengingat manusia semakin berkembang maju, maka mad’u atau
obyek dakwah pun semakin mendorong agar da’i (individu maupun
lembaga) menyesuaikan diri dengan perkembangan mad’u.
Puteh (2006: 81) mengartikan kata “mendorong manusia” yang
dikemukakan oleh Syeikh Ali Mahfudh5 dalam mendeskripsikan dakwah
sebagai aktifitas mempengaruhi manusia dengan segala cara, baik dengan
lisan, tulisan ataupun perbuatan. Jika demikian, apabila brand memiliki
fungsi yang sama dengan pengertian dakwah dapat dipastikan bahwasanya
branding yang ada selama ini tidaklah bertentangan dengan prinsip-prinsip
dakwah6.
5Syeikh Ali Mahfudh mengartikan dakwah sebagai aktivitas mendorong manusia kepada
kebajikan, mendorong kepada peunjuk serta mendorong untuk melakukan amar ma’ruf, mencegah
dari pekerjaan mungkar sehingga manusia memperoleh kebahagiaan dalam waktu yang dekat dan
pada waktu yang akan datang. Lihat pada Ali Mahfudh, 1979, Hidayatul Mursyidin, Beirut: Dar
al-Fikr, hlm 17. 6Namun, tetap saja terdapat hal-hal yang perlu mendapatkan perhatian serius kaitannya
dengan pengadopsian brand pada dunia dakwah, artinya tidak semua nilai brand dapat diterapkan
pada dakwah. Hal-hal tersebut diantaranya adalah periklanan yang dilakukan oleh lembaga amil
zakat. Dalam branding perusahaan, sudah menjadi hal yang wajar apabila perusahaan
menghabiskan dana yang tidak sedikit dalam membangun ekuitas brand melalui periklanan.
Lembaga amil zakat tidak perlu melakukan hal demikian, meskipun periklanan yang dilakukan
akan sebanding dengan keuntungan yang akan diterima, karena mengingat dana yang dikumpulkan
oleh lembaga amil zakat merupakan dana masyarakat dari hasil zakat, infaq maupun shadaqah,
yang sudah jelas peruntukannya, yakni untuk 8 ashnaf. Pertama fakir, adalah orang yang tidak
memiliki harta benda dan pekerjaan yang mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari. Kedua
miskin, yaitu orang yang memiliki pekerjaan tetapi penghasilannya tidak dapat dipakai untuk
memenuhi hajat hidup. Ketiga amil, yaitu orang-orang yang bekerja memungut zakat. Keempat
muallaf, ialah orang-orang yang lemah niatnya untuk memasuki Islam. Kelima budak atau riqab,
yaitu budak muslim yang telah membuat perjanjian dengan tuannya untuk dimerdekakan dan tidak
memiliki uang untuk membayar tebusan atas diri mereka, meskipun dengan bekerja keras. Keenam
gharimin, yaitu orang-orang yang memiliki hutang, baik yang dipergunakan untuk dirinya sendiri
atau bukan. Ketujuh fii sabilillah, yakni para pejuang di jalan Allah. Kedelapan ibnu sabil, yaitu
orang yang sedang melakukan perjalanan dalam hal kebaikan. Jika dana ZIS banyak dipergunakan
untuk periklanan, maka hal tersebut tidak dapat dibenarkan oleh ajaran agama Islam. Lihat pada
Wahbah Zuhayly, 2005, Zakat Kajian Berbagai Madzhab, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, hlm
280-290.
![Page 16: BAB II BRAND PADA LEMBAGA AMIL ZAKAT A. Pengertian dan ...eprints.walisongo.ac.id/7522/3/135112056_bab2.pdf(bahasa Inggris) berasal dari kata ... merek, bukan menggunakan istilah brand.](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062912/5d5957aa88c993fb3c8b5c9b/html5/thumbnails/16.jpg)
33
Kepentingan dakwah berpusat pada mad’u, bukan pada apa yang
dikehendaki pelaku dakwah (da’i) (Ismail dan Hotman, 2011: 155). Begitu
pula dengan brand, yang memiliki orientasi pada kepuasan dan
kenyamanan konsumen dari produk yang tidak berkualitas. Seiring
berkembangnya kapasitas pemikiran, budaya dan peradaban masyarakat,
branding lembaga amil zakat merupakan rangkaian upaya pembentukan
identitas merek, dilanjutkan dengan upaya memosisikan merek dalam
prospek masyarakat (muzakki dan stakeholeder), hingga akhirnya
membentuk citra merek suatu lembaga amil zakat.
Jika sebuah lembaga amil zakat tidak memiliki kualitas
pengalaman lembaga dalam sebuah merek, hal ini dipastikan dapat
berdampak pada asosiasi yang negatif terhadap merek tersebut. Sebuah
asosiasi yang menjadikan konsumen jasa lembaga melihat merek pada
masa mendatang hanya berdasarkan kesan yang ditangkap oleh orang yang
pernah mendonasikan harta sebelumnya, baik itu tentang kepuasan
pelayanan yang diberikan oleh lembaga amil zakat ataupun sebaliknya.
Jika testimoni yang diberikan oleh muzakki yang berdonasi sebelumnya
adalah positif, maka hal ini akan menjadi sangat potensial dalam
meyakinkan muzakki berikutnya untuk berdonasi di lembaga.
Tanpa sebuah merek yang kuat, lembaga sosial akan memiliki
kesan tidak jauh berbeda dengan aksi amal yang setiap orang bisa
melakukannya. Kotler (2005: 81) mengatakan bahwa merek terkenal
meminta harga yang sangat tinggi, sebagaimana yang dikatakan oleh
![Page 17: BAB II BRAND PADA LEMBAGA AMIL ZAKAT A. Pengertian dan ...eprints.walisongo.ac.id/7522/3/135112056_bab2.pdf(bahasa Inggris) berasal dari kata ... merek, bukan menggunakan istilah brand.](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062912/5d5957aa88c993fb3c8b5c9b/html5/thumbnails/17.jpg)
34
Russel Hanlin, CEO Sunkist Growers bahwa jeruk hanya akan menjadi
jeruk biasa, kecuali kalau jeruk tersebut sudah mendapatkan merek seperti
yang ada pada Sunkist, suatu nama yang dikenal dan dipercayai sebanyak
80% konsumen.
Lebih jauh Kotler (1997: 68) menganggap bahwa merek yang kuat
akan membantu suatu perusahaan atau lembaga dalam membangun citra
dirinya. Hal ini tidak berlebihan jika dikatakan bahwa mad’u akan
memiliki pengalaman yang jauh lebih baik ketika menggunakan brand
yang memiliki kekuatan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Siswantoro
(2011: 109-120) memperkuat pendapat di atas. Tidak semua lembaga amil
zakat, meskipun telah memiliki nama pada tingkat nasional menjadi
rujukan bagi masyarakat dalam metode perhitungan zakat. Artinya,
masyarakat pun selektif dan memiliki standar tersendiri dalam menentukan
kriteria perhitungan zakat yang ditentukan lembaga amil zakat. Kenyataan
demikian semakin memperkuat pendapat Kapferer (2008: 10) bahwa
brand telah menunjukkan dirinya sebagai sebuah aset yang tidak terwujud.
Hal yang diperlukan dalam membuat merek adalah menyiapkan
nama, logo, warna, slogan dan simbol merek tersebut (Kotler, 2005: 84),
yang kesemuanya itu mewakili sejarah yang membentuk sebuah brand.
Bahkan, nama merek mampu menginformasikan tentang produk, misalnya
tentang ukuran, kecepatan, kekuatan, berat dan lainnya. Informasi produk
yang disampaikan oleh nama merek dengan sendirinya tersebut baik
dengan adanya pendukung komunikasi pemasaran ataupun tanpa adanya
![Page 18: BAB II BRAND PADA LEMBAGA AMIL ZAKAT A. Pengertian dan ...eprints.walisongo.ac.id/7522/3/135112056_bab2.pdf(bahasa Inggris) berasal dari kata ... merek, bukan menggunakan istilah brand.](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062912/5d5957aa88c993fb3c8b5c9b/html5/thumbnails/18.jpg)
35
pendukung komunikasi pemasaran. Hal ini berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Klink (2000: 5-20) dengan menggunakan linguistik
dan simbol suara dalam menciptakan nama merek dengan nama yang
melekat.
Kotler (2005: 90) bahkan membuat kriteria merek yang diinginkan
masyarakat, yakni dengan merek suatu produk lebih mudah ditangani,
mempertahankan produksi dapat memenuhi standar mutu tertentu,
memperkuat preferensi pembeli, dan lebih memudahkan
pengidentifikasian pemasok. Seorang konsumen lebih menginginkan nama
merek dapat membantu pengidentifikasian perbedaan mutu dan efisiensi
dalam berbelanja.
Penjelasan Kotler di atas mempertegas bahwasanya nama merek
seharusnya kata yang mudah diucapkan dan diingat oleh masyarakat calon
pengguna merek, karena seseorang akan cenderung lebih mengingat hal-
hal yang mudah diterima oleh ingatan dan mampu memberikan kesan yang
mendalam. Kesan yang mendalam dapat menarik minat seseorang untuk
menjadi pelanggan merek yang setia. Oleh karena itu, pemilihan nama
merek sangat penting dan berpengaruh pada kelangsungan suatu produk.
Berdasarkan penjelasan merek di atas, penulis menegaskan bahwa
penggunaan merek pada lembaga amil zakat memiliki beberapa
keuntungan, yakni:
a. Memberikan identitas sekaligus menjadi pembeda dari lembaga amil
zakat lain.
![Page 19: BAB II BRAND PADA LEMBAGA AMIL ZAKAT A. Pengertian dan ...eprints.walisongo.ac.id/7522/3/135112056_bab2.pdf(bahasa Inggris) berasal dari kata ... merek, bukan menggunakan istilah brand.](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062912/5d5957aa88c993fb3c8b5c9b/html5/thumbnails/19.jpg)
36
b. Menciptakan kualitas identitas atau nilai tambah lembaga
c. Melindungi lembaga amil zakat yang bermerek dari kualitas rendah,
peniruan bahkan penipuan lembaga amil zakat lain.
2. Cara kerja brand pada Lembaga Amil Zakat
Seorang produsen atau penjual membuat produk yang ditawarkan
menjadi familiar di masyarakat melalui brand. Pengelolaan zakat yang
baik saja belum dirasa cukup, brand dibutuhkan sebagai tanda pengenal
dan identitas. Sebagai contoh, setiap orang tidak akan percaya saja dengan
orang yang baru saja dikenalnya, apalagi tidak mengetahui namanya. Akan
tetapi, dengan bertemu secara terus menerus serta mengetahui nama,
seseorang akan mulai melakukan interaksi lebih jauh dan tidak menutup
kemungkinan akan menimbulkan sikap saling percaya diantara keduanya.
Demikian cara kerja brand.
Manfaat yang ditampilkan brand serta atribut yang dimiliki brand
mempermudah usaha menarik perhatian masyarakat serta dapat membuat
suatu produk atau program diterima oleh masyarakat luas. Apalagi jika
brand memiliki kekuatan akan semakin melekat di benak pelanggan
daripada sekedar brand yang biasa. Penelitian yang dilakukan oleh Royle,
dkk (1999-2000: 5) menyebutkan bahwa 56% pembeli buku memiliki
kesadaran merek percetakan. Hal itu dikarenakan terdapat perbedaan
antara produk yang memiliki merek dengan produk tanpa merek, yakni
terletak pada persepsi dan perasaan pelanggan tentang atribut produk dan
bagaimana kinerja dari sebuah produk (Kotler, 2005: 82).
![Page 20: BAB II BRAND PADA LEMBAGA AMIL ZAKAT A. Pengertian dan ...eprints.walisongo.ac.id/7522/3/135112056_bab2.pdf(bahasa Inggris) berasal dari kata ... merek, bukan menggunakan istilah brand.](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062912/5d5957aa88c993fb3c8b5c9b/html5/thumbnails/20.jpg)
37
3. Pengenalan brand (brand communication)
Sekali lembaga amil zakat telah membuat brand akan dirinya,
sebuah segmen masyarakat dijadikan target, citra positif nilai-nilai
lembaga telah menjadi merek. Langkah selanjutnya dalam proses brand
adalah mempromosikan brand agar sampai kepada masyarakat.
Perencanaan promosi dirancang dalam rangka mengkomunikasikan brand
kepada target sasaran mengenai citra lembaga serta pelayanan-pelayanan
yang disediakan lembaga kepada masyarakat.
Komunikasi merek menghasilkan pengenalan nama merek dan
pengetahuan tentang merek (manfaat, nilai dan lainnya). Komunikasi
merek menjadi sebuah keharusan bagi lembaga agar pesan-pesan nilai
lembaga serta zakat dapat diterima secara utuh oleh masyarakat, karena
menurut Watzlawick (2003: 127) hampir tidak mungkin tanpa adanya
komunikasi. Grant (2006: 52) berpendapat bahwa antara
mengkomunikasikan brand dengan mengkreasikan brand memiliki dua
buah persamaan. Pertama, mengembangkan (mengembangkan kembali)
ide brand yang berupa produk, desain identitas, penamaan, dan usulan
percobaan. Yang kedua, melalui peluncuran (peluncuran kembali) brand
melalui ide periklanan, PR (public relation) dan lainnya.
Sedangkan menurut Feldwick (2003: 127), model komunikasi yang
digunakan dalam mensosialisakan brand dimulai dari paket cara yang
dirancang, kata-kata yang digunakan, cara yang digunakan dalam
menjawab atau tidak menjawab telefon, tempat produk akan diletakkan,
![Page 21: BAB II BRAND PADA LEMBAGA AMIL ZAKAT A. Pengertian dan ...eprints.walisongo.ac.id/7522/3/135112056_bab2.pdf(bahasa Inggris) berasal dari kata ... merek, bukan menggunakan istilah brand.](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062912/5d5957aa88c993fb3c8b5c9b/html5/thumbnails/21.jpg)
38
serta toko yang akan menjual produk. Kesemua hal terebut dengan
sendirinya dapat mengatakan hal-hal yang kuat tentang produk.
Komunikasi juga dapat dilakukan melalui periklanan, sesuai
dengan pendapat Batey (2008: 209). Jenis periklanan yang dirancang dapat
melalui sejumlah saluran media pada slot yang sama atau dapat juga
beriklan melalui event besar yang dapat menarik khalayak luas (Kotler,
dalam Wiryawan dan Pratiwi, 2009: 237).
Metode yang digunakan dalam mengomunikasikan informasi brand
pada pengunjung yang dilakukan oleh Koswara (2010: 342) mengenai city
branding kota Munich melalui tiga metode. Pertama iklan7, baik melalui
brosur, flyer, billboard, iklan di media cetak, televisi maupun radio. Kedua
metode public relation, yakni melalui pengiriman siaran pers ke media
massa, penyampaian pidato-pidato juru bicara, penempatan photo caption
(keterangan foto) yang strategis, dan sponsorship dalam berbagai kegiatan
yang relevan. Ketiga melalui pemasaran langsung, yakni melalui
penggunaan teknologi komunikasi dan kerjasama dengan providers
(penyedia layanan).
Pada intinya, media8 yang digunakan dalam promosi dapat berupa
media cetak (baik berupa majalah9
, poster dan spanduk) maupun
7 Menurut Alo Liliweri, tujuan dari iklan adalah menjalankan tugas mengomunikasikan
informasi untuk mencapai pelanggan khusus, bahwa sebuah perusahaan mencoba mencapai
audiens dalam jangka waktu tertentu. Perusahaan pengiklan selalu memilih satu dari empat tujuan,
yakni mencoba, melanjutkan, memperkenalkan merek baru atau membayangkan suatu produk di
masa lalu. Lihat pada Alo Liliweri, 2011, Komunikasi Serba Ada Serba Makna, Jakarta: Kencana,
hlm 539. 8
Association For Education and Communication Technologi (AECT) mendefinisikan
media sebagai segala bentuk yang dipergunakan untuk suatu proses penyaluran informasi. Lihat
![Page 22: BAB II BRAND PADA LEMBAGA AMIL ZAKAT A. Pengertian dan ...eprints.walisongo.ac.id/7522/3/135112056_bab2.pdf(bahasa Inggris) berasal dari kata ... merek, bukan menggunakan istilah brand.](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062912/5d5957aa88c993fb3c8b5c9b/html5/thumbnails/22.jpg)
39
elektronik (radio, televisi, film) (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008:
892), bahkan media sosial.
4. Keberhasilan brand
Terdapat elemen-elemen dari brand yang dapat dijadikan sebagai
salah satu alat ukur bagi berhasil tidaknya brand di masyarakat. Penulis
memilih empat elemen dalam mengukur keberhasilan brand, yakni brand
image (citra merek), brand awareness (kesadaran merek), brand trust
(kepercayaan merek), dan brand loyalty (loyalitas merek). Dari brand
image dapat dilihat tingkat kekuatan lembaga amil zakat dalam
mencitrakan dirinya di masyarakat, sehingga dengan begitu akan
menciptakan kesadaran brand pada masyarakat. Apabila masyarakat telah
memiliki kesadaran terhadap merek lembaga amil zakat tertentu
semestinya akan menimbulkan suatu kepercayaan merek, dan dari
kepercayaan merek selanjutnya akan menjadi loyalitas suatu merek. Proses
yang terjadi demikian saling berkaitan dan sambung-menyambung dalam
mengukur keberhasilan brand.
pada Apriadi Tamburaka, 2013, Literasi Media, Cerdas Bermedia Khalayak Media Massa,
Jakarta: Rajawali Press, hlm. 39. 9 Menurut Biagi, majalah dibagi menjadi tiga tipe, yakni majalah komersial; perdagangan,
teknikal dan profesional; dan majalah perusahaan. Dari ketiga kategori tersebut maka, majalah
yang dimiliki oleh lembaga amil zakat termasuk kategori dari majalah perusahaan, yang menurut
Biagi diartikan sebagai majalah yang diproduksi oleh pemilik usaha untuk para karyawan, nasabah
dan pemegang usaha. Lihat pada Shirley Biagi, 2010, Media/Impact; Pengantar Media Massa,
Jakarta: Salemba Humanika, hlm 99-100.
![Page 23: BAB II BRAND PADA LEMBAGA AMIL ZAKAT A. Pengertian dan ...eprints.walisongo.ac.id/7522/3/135112056_bab2.pdf(bahasa Inggris) berasal dari kata ... merek, bukan menggunakan istilah brand.](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062912/5d5957aa88c993fb3c8b5c9b/html5/thumbnails/23.jpg)
40
a. Brand image (citra merek)
Pencitraan diperlukan dalam sebuah proses pertumbuhan
lembaga dakwah, khususnya pada lembaga zak10
. Pencitraan tercipta
salah satunya melalui pengemasan brand yang baik. Pencitraan
dimaksudkan bukanlah dalam rangka membuat apa yang tidak baik
menjadi baik, akan tetapi lebih kepada penciptaan nama baik sebuah
lembaga dengan pelayanan yang diberikan.
Brand image diartikan Keller (dalam Lee, dkk, 2011: 1093)
sebagai sebuah persepsi tentang brand sebagai cerminan kumpulan
atau asosiasi11
brand yang diadakan oleh ingatan konsumen.
Sebenarnya dalam mempermudah visualisasi pembangunan
citra merek, Scott (dalam Kotler, 2005: 83) menggambarkannya dalam
piramida merek sebagai berikut:
Nilai merek
Manfaat merek
Atribut merek
10
Dalam sebuah penelitian, sebuah pencitraan dilakukan pada lembaga pendidikan dengan
pendekatan TQM (Total Quality Management). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Ismail
ini dapat ditarik kesimpulan bahwa pencitraan diperlukan dalam rangka membangun citra yang
baik suatu sekolah di masyarakat. Lihat pada Ismail, 2010, Manajemen Pencitraan dalam Sistem
Manajemen Mutu Terpadu pada Madrasah Unggulan Nasional (Studi di MAN Insan Cendekia
Serpong), Semarang: Pusat Penelitian IAIN Walisongo. 11
Asosiasi yang dimaksudkan berkenaan dengan beberapa sudut pandang brand dalam
ingatan konsumen (Aaker dalam Hsiang Ming Lee, dkk, 2011, “Brand Image Strategy Affects
Brand Equity After M&A”, European Journal of Marketing, 45 (7\8) 1093)
![Page 24: BAB II BRAND PADA LEMBAGA AMIL ZAKAT A. Pengertian dan ...eprints.walisongo.ac.id/7522/3/135112056_bab2.pdf(bahasa Inggris) berasal dari kata ... merek, bukan menggunakan istilah brand.](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062912/5d5957aa88c993fb3c8b5c9b/html5/thumbnails/24.jpg)
41
Dari gambar di atas, pada tingkat terendah terletak atribut-
atribut merek, tingkat ini paling tidak diinginkan oleh pembeli karena
manfaat dari merek (tingkat kedua) lebih menarik, selain itu atribut
merek mudah ditiru oleh pesaing, dan pada tingkat paling atas adalah
nilai dari merek.
b. Brand awareness (kesadaran merek)
Kesadaran merek (brand awareness) diartikan sebagai
kemampuan pembeli potensial untuk mengenali (recognize) atau
mengingat kembali (recall) suatu merek sebagai bagian dari suatu
kategori produk (Ilmiyati, 2012: 6).
Aaker (1996: 10) memberikan pengertian tentang kesadaran
merek adalah kekuatan keberadaan merek dalam pikiran pelanggan.
Kekuatan tersebut ditunjukkan pada kemampuan pelanggan mengenal
dan mengingat merek. Adapun tingkat kesadaran merek berkisar dari
tingkatan recognize the brand, yakni pelanggan dapat mengenal suatu
merek sampai pada tingkatan merek menjadi dominant brand recalled,
merek sebagai satu-satunya yang diingat dan menjadi identitas kategori
produk.
Pada waktu pengambilan keputusan pembelian konsumen
dilakukan, kesadaran merek memegang peran penting. Merek menjadi
bagian dari consideration set sehingga memungkinkan preferensi
pelanggan untuk memilih merek tersebut. Pelanggan cenderung
membeli merek yang sudah dikenal karena perasaan aman dengan
![Page 25: BAB II BRAND PADA LEMBAGA AMIL ZAKAT A. Pengertian dan ...eprints.walisongo.ac.id/7522/3/135112056_bab2.pdf(bahasa Inggris) berasal dari kata ... merek, bukan menggunakan istilah brand.](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062912/5d5957aa88c993fb3c8b5c9b/html5/thumbnails/25.jpg)
42
sesuatu yang dikenal dan beranggapan bahwa merek yang sudah
dikenal kemungkinan bisa dihandalkan, dan kualitas yang bisa
dipertanggungjawabkan (Astuti dan Cahyadi, 2007: 147). Brand
awareness pada lembaga dapat dilihat dari respon yang diberikan
masyarakat melalui follower di twitter, ataupun like dan share di
facebook sebagai bentuk respon masyarakat atas lembaga.
c. Brand trust (kepercayaan merek)
Kepercayaan yang didapatkan suatu perusahaan atau lembaga
dari pelanggan pada suatu merek memiliki kontribusi pada intensitas
pelanggan dalam melakukan pembelian kembali pada merek yang
sama di masa yang akan datang. Rekomendasi yang diberikan oleh
pelanggan terhadap merek kepada orang lain menjadi hal yang paling
penting. Dari hal inilah penjual perlu membangun kepercayaan
pelanggan pada merek yang ditawarkan. Karakteristik merek
memberikan peran sangat penting pada penentuan keputusan serta
kepercayaan pelanggan pada suatu merek. Kepercayaan pelanggan
dibangun berdasarkan reputasi merek, prediktabilitas merek, dan
kompetensi merek (Tjahyadi, 2006: 76).
Kepercayaan pelanggan pada merek didefinisikan sebagai
keinginan pelanggan dalam bersandar pada sebuah merek dengan
berbagai resiko yang dihadapi karena ekspektasi terhadap merek
menyebabkan hasil yang positif (Lau dan Lee dalam Ilmiyati, 2012: 4).
Brand merupakan sebuah simbol kepercayaan yang menghubungan
![Page 26: BAB II BRAND PADA LEMBAGA AMIL ZAKAT A. Pengertian dan ...eprints.walisongo.ac.id/7522/3/135112056_bab2.pdf(bahasa Inggris) berasal dari kata ... merek, bukan menggunakan istilah brand.](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062912/5d5957aa88c993fb3c8b5c9b/html5/thumbnails/26.jpg)
43
sebuah hubungan personal dengan pelanggan. Sehingga, pada situasi
demikian, merek berperan sebagai substitute hubungan person-to-
person antara perusahaan dengan pelanggan. Entitas yang dipercaya
dalam hubungan kepercayaan dan merek bukanlah orang melainkan
simbol. Oleh sebab itu, loyalitas merek melibatkan kepercayaan pada
merek. Hingga, pengembangan brand trust harus memperhatikan tiga
karakteristik penting, yakni karakteristik merek, karakteristik
perusahaan dan karakteristik hubungan pelanggan merek (Ilmiyati,
2012: 5). Brand trust pada lembaga amil zakat dapat diukur melalui
adanya muzakki atau donatur yang membayarkan donasi di lembaga
amil zakat.
d. Brand loyalty (loyalitas merek)
Istilah loyalitas pelanggan menunjukkan pada kesetiaan pada
objek tertentu, salah satunya merek. Loyalitas merek memberikan nilai
strategis bagi keuntungan lembaga apabila dapat dikelola dengan
benar. Keuntungan tersebut dapat berupa terkuranginya biaya
pemasaran serta peningkatan nilai penjualan dan meluasnya pangsa
pasar.
Adanya loyalitas pada pelanggan tidak hanya membuat
konsumen rela melakukan pembelian ulang, akan tetapi jauh yang
lebih penting adalah kegiatan mereferensikan produk atau program
lembaga kepada orang lain serta sikap tetap bertahan terhadap suatu
merek meskipun terdapat banyak godaan dan tawaran dari merek
![Page 27: BAB II BRAND PADA LEMBAGA AMIL ZAKAT A. Pengertian dan ...eprints.walisongo.ac.id/7522/3/135112056_bab2.pdf(bahasa Inggris) berasal dari kata ... merek, bukan menggunakan istilah brand.](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062912/5d5957aa88c993fb3c8b5c9b/html5/thumbnails/27.jpg)
44
pesaing. Menurut Tjahyadi (2006: 67) kepercayaan pelanggan pada
sebuah merek (brand trust) merupakan determinan penting dari
loyalitas merek atau loyalitas pelanggan. Sehingga, Tjahyadi (2005:
68) memiliki kesimpulan bahwasanya loyalitas pelanggan merupakan
hal yang komplek yang melibatkan dimensi keperilakuan (behavioral)
dan sikap (attitudinal). Lebih jelasnya dapat dilihat dalam gambar:
High Low
High
Relative Attitude
Low
Gambar tersebut menurut Tjahyadi menjelaskan tentang
loyalitas sesungguhnya (true loyalty) terjadi ketika pembelian ulang
muncul bersama sikap relatif yang tinggi. Seorang konsumen
mengetahui perbedaan kualitas dari merek focal dibanding dengan para
pesaingnya, dan konsumen tersebut memiliki tingkat pembelian tinggi.
Spurious loyalty terjadi ketika konsumen memiliki sikap relatif rendah
dan pembelian ulang tinggi. Pembelian ulang tersebut terjadi
dikarenakan hanya ada satu merek yang tersedia dan yang ditawarkan.
No loyalty terjadi ketika konsumen memiliki sikap relatif dan
pembelian ulang rendah. Kondisi tersebut terjadi ketika konsumen
mengetahui tidak adanya perbedaan di antara merek yang ada. Latent
loyalty terjadi ketika konsumen memiliki sikap relatif yang tinggi,
tetapi tingkat pembelian ulangnya rendah. Hal ini terjadi karena
Loyalty Latent Loyalty
Spurious Loyalty No Loyalty
![Page 28: BAB II BRAND PADA LEMBAGA AMIL ZAKAT A. Pengertian dan ...eprints.walisongo.ac.id/7522/3/135112056_bab2.pdf(bahasa Inggris) berasal dari kata ... merek, bukan menggunakan istilah brand.](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022062912/5d5957aa88c993fb3c8b5c9b/html5/thumbnails/28.jpg)
45
keadaan lingkungan atau faktor situasional yang mempengaruhi tingkat
pembelian konsumen tersebut. Brand loyalty pada lembaga amil zakat
dapat diukur dari adanya donatur atau muzakki tetap pada lembaga
amil zakat.
Aaker (dalam Kotler, 2005: 86) membedakan lima tingkat
sikap pelanggan terhadap merek, mulai dari hal terendah hingga
tertinggi:
1. Pelanggan akan melakukan pergantian merek, khususnya karena
alasan harga.
2. Pelanggan merasa puas, tidak ada alasan untuk mengganti merek.
3. Pelanggan merasa puas dan akan mengalami kerugian dengan
berganti merek.
4. Pelanggan menghargai merek dan menganggap merek sebagai
teman.
5. Pelanggan sangat setia terhadap merek.