BAB II Blm Selesaii

26
BAB II KERATITIS SEBAGAI KOMPLIKASI PADA PELAKSANAAN TERAPI KERATOPLASTI DITINJAU DARI KEDOKTERAN 2.1. Kornea 2.1.1. Anatomi Kornea Kornea dalam Bahasa Latin yaitu cornum yang diatikan seperti tanduk, adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang dapat tembus oleh cahaya, merupakan lapisan jaringan yang menutup bola mata sevbelah depan (Sidarta Ilyas, 2014). Kornea dapat disisipkan ke dalam sklera pada limbus, lekukan melingkar pada sambungan ini disebut sulcus scleralis. Kornea dewas rata-rata mempunyai tebal 550 µm di pusatnya (terdapat variasi menurut ras); diameter horizontalnya sekitar 11,75 mm dan vertikalnya 10,6 mm. Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda: lapisan epiter (yang berbatasan dengan lapisan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma,

description

cvcxbdf

Transcript of BAB II Blm Selesaii

BAB IIKERATITIS SEBAGAI KOMPLIKASI PADA PELAKSANAAN TERAPI KERATOPLASTI DITINJAU DARI KEDOKTERAN

2.1.Kornea2.1.1.Anatomi KorneaKornea dalam Bahasa Latin yaitu cornum yang diatikan seperti tanduk, adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang dapat tembus oleh cahaya, merupakan lapisan jaringan yang menutup bola mata sevbelah depan (Sidarta Ilyas, 2014). Kornea dapat disisipkan ke dalam sklera pada limbus, lekukan melingkar pada sambungan ini disebut sulcus scleralis. Kornea dewas rata-rata mempunyai tebal 550 m di pusatnya (terdapat variasi menurut ras); diameter horizontalnya sekitar 11,75 mm dan vertikalnya 10,6 mm. Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda: lapisan epiter (yang berbatasan dengan lapisan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membrane Descement, dan lapisan endotel (Paul Riordan-Eva, 2007).1. Lapisan EpitelLapisan epitel kornea mempunyai ketebalan 550 m, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal, dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel polygonal di depannya melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier. Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren. Epitel berasal dari ektoderm permukaan.

2. Membran BowmanMembran Bowman terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi. Lapisan Bowman merupakan lapisan jernih aselular, yang merupakan bagian stroma yang berubah.

3. StromaStroma kornea menyusun sekitar 90% ketebalan kornea. Bagian ini tersusun atas jalinan lamella serat-serat kolagen dengan lebar sekitar 10-250 m dan tinggi 1-2 m yang mencakup hampir seluruh diameter kornea. Lamella ini berjalan sejajar dengan permukaan kornea, dank arena ukuran dan kerapatannya menjadi jernih secara optis. Lamella terletak di dalam suatu zat dasar proteoglikan-terhidrasi bersama keratosit yang menghasilkan kolagen dan zat dasar. Terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.4. Membran DescementMembran Descement merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya. Membran Descement bersifat sangat elastik. Pada saat lahir tebalnya sekitar 3 m dan berkembang terus seumur hidup sampai mencapai 10 12 m. Membran Descement, yang merupakan lamina basalis endotel kornea, memiliki tampilan yang homogeny dengan mikroskop cahaya tetapi tampak berlapis-lapis dengan mikroskop electron akibat perbedaan struktur anata bagian pra- dan pascanasalnya. 5. Lapisan EndotelLapisan endotel kornea berasal dari mesotelium, berlapis satu, berbentuk heksagonal, dan mempunyai besar 20-40 m. Endotel melekat pada Membran Descement melalui hemidesmosom dan zonula okluden. Endotel yang hanya memiliki satu lapisan sel yang berperan besar dalam mempertahankan deturgensi stroma kornea. Endotel kornea cukup rentan terhadap trauma dan kehilangan sel-selnya seiring dengan penuaan. Reparasi endotel terjkadi hanya dalam wujud pembesaran dan pergeseran sel-sel, dengan sedikit pembelahan sel. Kegagalan fungsi endotel akan menimbulkan edema kornea.Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humor aqueous, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapatkan sebagian besar oksigen dari atmosfer. Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliaris longus, saraf nasosiliaris, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya

Gambar 1. Lapisan Kornea Gambar 2. Anatomi Kornea pada Mata (Meeney, A., 2014) (Meeney, A., 2014)

Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan. Trauma yang atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi. Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutupi bola mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar, masuk ke kornea (Paul Riordan-Eva, 2007) (Sidarta Ilyas, 2014).

2.1.2. Fisiologi KorneaKornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui oleh berkas cahaya saat menuju retina. Sifat tembus cahaya kornea disebabkan oleh strkturnya yang uniform, avascular, dan deturgesens. Deturgesens, atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi, dan kerusakan pada endotel jauh lebih serius dibandingkan kerusakan pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya transparansi, yang cenderung bertahan lama karena terbatasnya potensi perbaikan fungsi endotel. Kerusakan pada epitel biasanya hanya menyebabkan edema local sesaat pada stroma kornea yang akan menghilang dengan regenerasi sel-sel epitel yang cepat. Penguapan air dari film air mata prakornea menyebabkan film air mata menjadi hipertonik; proses tersebut dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang menarik air dari stroma kornea superfisial untuk mempertahankan keadaan dehidrasi. Penetrasi Obat melalui kornea yang utuh menjadi secara bifasik. Substansi larut-lemak dapat melalui epitel utuh, dan substansi larut-air dapat melalui stroma yang utuh. Jadi, agar dapat melalui kornea, obat harus larut-lemak sekaligus larut-air (Roderick Biswell, 2007)

2.2. Keratoplasti2.3.1. DefinisiKeratoplastiTransplantasi kornea atau keratoplasti adalah solusi pembedahan yang diperuntukan untuk kornea yang mengalami penurunan visus atau kebutaan, meskipun hasil jangka panjangnya mempunyai prognosis yang tidak sesuai harapan (Coster, et al, 2014). Terapi keratoplasti merupakan prosedur pembedahan yang tujuan utamanya adalah untuk mengembalikan integritas struktural mata (keratoplasti tektonik) (Donnenfeld, et al, 2011). Keratoplasti adalah suatu prosedur pembedahan dimana kornea yang telah mengalami kerusakan diganti dengan kornea dari donor. Donor kornea tersebut diambil dari seseorang yang telah menjadi calon donor setelah meninggal dunia, secara sukarela dan iklhlas mendonorkan korneanya. Transplantasi kornea diindikasikan pada sejumlah kondisi kornea yang serius , misalnya kondisi terdapat jaringan parut, edema, penipisan, dan distorsi (Vaughan, 2007)2.3.2. Jenis KeratoplastiPenetrating Keratoplasty (PK) merupakan penggantian kornea seutuhnya (full thickness). PK merupakan bedah mikro dimana 7-8 mm bagian tengah kornea yang rusak atau berkabut diangkat dan digantikan dengan kornea sehat dan jernih, lalu dijahit dengan benang nilon bedah mikro yang sangat halus (Vaughan, 2007).

Gambar 3. Penetrating Keratoplasty (PK)(Chai, 2013)Keratoplasti Lamelar berarti prosedur penggantian sebagian dari ketebalan kornea, dimana hanya bagian kornea yang rusak yang diangkat dan diganti dan mempertahankan jaringan kornea sehat. Bila hanya lapisan depan (anterior) dari kornea yang diganti, prosedur ini disebut Anterior Lamellar Keratoplasty (ALK), dan penggantian sebagian besar lapisan depan kornea misalnya luka superficial kornea sampai lapisan stroma maka prosedur ini disebut Deep Anterior Lamellar Keratoplasty (DALK) (Vaughan, 2007).

Gambar 4. Anterior Lamellar Keratoplasty (ALK)(Chai, 2013)Deep Lamellar Endothelial Keratoplasty (DLEK) adalah prosedur yang dilakukan jika terjadi kerusakan kornea pada bagian posterior. Pada prosedur ini, hanya lapisan tipis kornea terdalam yang digantikan yang berarti sebagian besar korne tidak diangkat. Tidak adanya jahitan, berarti proses pemulihan penglihatan setelah dilakukannya DLEK akan lebih cepat dan ketajaman penglihatan akan lebih baik dikarenakan kelainan refraksi dan astigmat yang ditimbulkan setelah DLEK lebih kecil (Anshu A., 2011).

Gambar 5. Deep Lamellar Endothelial Keratoplasty (DLEK)(Chai, 2013)

2.3.3. Tujuan KeratoplastiTujuan dilakukan transplantasi kornea antara lain sebagai berikut (Vaughan, 2007):1. Tujuan Optik: Untuk memperbaiki visus atau ketajaman penglihatan2. Tujuan Terapi: Untuk menghilangkan keadaan yang patologis di jaringan kornea, misalnya dengan menghilangkan jaringan kornea yang meradang yang tidak responsive terhadap pengobatan dengan obat-obatan3. Tujuan Tektonik: Untuk memperbaiki struktur jaringan kornea yang mengalami penipisan atau kerusakan atau untuk merekonstruksi anatomi mata4. Tujuan Kosmetik: Untuk memulihkan kejernihan kornea agar tidak terlihat berwarna putih akibat bekas luka kornea2.3.4. Indikasi keratoplastiIndikasi trasplantasi kornea secara keseluruhan antara lain (Vaughan, 2007):1. Adanya jaringan parut pada kornea/ scar akibat infeksi, seperti herpes dan keratritis bakteri maupun jamur2. Kelainan kornea, seperti keratokonus3. Kerusakan kornea akibat trauma mata, trauma kimia, dan lain-lain4. Kelainan mata akibat dari faktor genetik, missal: distrofi kornea dan sebagainya.Adapun indikasi keratoplasti menurut tehniknya antara lain:1. Penetrating Keratoplasty (Davison, 2010) :a. Operasi ulang pada kegagalan dari operasi yang dilakukan sebelumnyab. Memperbaiki visual dalam penyakit katarakc. Mengeliminasi infeksi pada keratitis herpes simpleks kronik, keratitis bacterial, keratitis achantamoeba, dan lain-laind. Distrofi stroma korneae. Astigmatisme irregularf. Penebalanan jaringan parut pada korneag. Dan lain-lain2. Lamellar Keratoplasty (Deep Anterior Lamellar Keratoplasty) (Arslan, 2011):a. Distrofi korneab. Penebalan jaringan parut pada kornea (post-keratitis atau post-traumatic)c. Keratokonus atau penipisan pada kornea secara bertahapd. Kekeruhan pada kornea e. Infeksi pada kornea atau keratitis terutama yang mengenai lapisan stroma dan membran Descementf. Dan lain-lain3. Endothelial Keratoplasty (Price FW):a. Distrofi membran Fuchsb. Aphakic bullous keratopathyc. Iridocornea endothelial syndromed. Kegagalan pada penetrating keratoplastye. Infeksi pada kornea atau keratitis terutama yang mengenai sampai lapisan endotel f. Dan lain-lain

2.3. Keratitis sebagai komplikasi keratoplasti2.3.1. Definisi KeratitisKeratitis adalah peradangan pada salah satu dari kelima lapisan kornea. Peradangan tersebut dapat terjadi pada bagian epitel, membran Bowman, stroma, membran Descemet, ataupun endotel. Peradangan juga dapat melibatkan lebih dari satu lapisan kornea. Pola keratitis dapat dibagi menurut distribusi, kedalaman, lokasi, dan bentuk. Berdasarkan distribusinya, keratitis dibagi menjadi keratitis difus, fokal, atau multifokal. Berdasarkan kedalamannya, keratitis dibagi menjadi epitelial, subepitelialm stromal, atau endotelial. Lokasi keratitis dapat berada di bagian sentral atau perifer kornea, sedangkan berdasarkan bentuknya terdapat keratitis dendritik, disciform, dan bentuk lainnya (Bower, 2011).Keratitis mikrobial atau infektif disebabkan oleh proliferasi mikroorganisme, yaitu bakteri, jamur, virus dan parasit, yang menimbulkan inflamasi dan destruksi jaringan kornea. Kondisi ini sangat mengancam tajam penglihatan dan merupakan kegawatdaruratan di bidang oftalmologi. Pada satu penelitian, keratitis merupakan penyebab kedua terbanyak (24,5%) untuk tindakan keratoplasti setelah edema kornea (24,8%). Membedakan etiologi keratitis infektif sulit dilakukan secara klinis dan membutuhkan pemeriksaan diagnosis penunjang (Bower, 2011).Terdapat beberapa tanda klinis yang membedakan keratitis mikroba dari peradangan kornea yang terkait dengan trauma, hipersensitivitas, atau kondisi imun. Riwayat pasien dan pemeriksaan mata sebelumnya, dengan fokus pada ada atau tidak adanya cacat epitel dan atau peradangan stroma, serta petunjuk diagnosis lainnya. Sifat peradangan stroma (supuratif atau non supuratif) dan lokasi (fokal, multifokal, atau difus) juga membantu dalam membuat diagnosis. Tes mikrobiologis yang diperlukan untuk membuat agen etiologi dan kerentanan antimikroba, Peradangan kornea harus dianggap sebagai ancaman bagi ketajaman visus, sehingga membutuhkan evaluasi dan pengobatan yang tepat. Bahkan ulserasi kornea yang relatif kecil dapat menyebabkan penurunan yang signifikan dalam ketajaman visual. Perforasi kornea dapat terjadi dalam waktu 24 jam dengan virulensi organisme tertentu; endophthalmitis (proses inflamasi yang melibatkan rongga mata dan struktur yang berdekatan), yang menyebabkan hilangnya penglihatan atau bahkan hilangnya mata, merupakan bahaya yang selalu ada dalam pengaturan tersebut (Lichtinger A, 2012).2.3.2. Etiologi KeratitisBanyak jenis patogen telah terlibat dalam menyebabkan keratitis mikroba setelah transplantasi kornea. Beberapa mikroba yang mendominasi yang terlibat dalam keratitis mikroba antara lain Streptococcus pneumoniae dan Staphylococcus aureus diikuti pula oleh bakteri gram negatif dan beberapa jamur. Namun, dalam banyak kasus, organisme yang biasanya tidak dianggap patogen dapat menjadi oportunistik dalam kondisi tertentu pada mata. Lamensdorf dan rekannya melaporkan pengalaman yang sangat berbeda dengan organisme yang bertanggung jawab menyebabkan keratitis mikroba. Dalam laporan mereka, sebagian besar patogen umumnya adalah Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus aureus, dan Candida albicans (Wagoner, 2007). Secara keseluruhan, infeksi jamur telah didokumentasikan dalam 6% sampai 36% dari kasus keratitis mikroba setelah keratoplasti. Berbeda dengan seri sebelumnya, Tavakkoli dan Gula melaporkan Pseudomonas aeruginosa, Serratia marcescens, Staphylococcus koagulasi negatif, dan Staphylococcus aureus adalah organisme yang dominan menyebabkan keratitis pascakeratoplasti (Fong, 2010).2.3.3. Faktor PredisposisiBeberapa faktor yang memperngaruhi keratitis sebagai komplikasi dari pelaksanaan keratoplasti atau transplantasi kornea antara lain (Jafarinasab, 2012) (Shi, 2010):1. Pra-operatif (sebelum pembedahan): Bahan donor yang terkontaminasi dengan lingkungan luar yang kurang higienis Sistem imun dari penerima donor yang menurun atau kurang baik Persiapan operasi yang tidak steril Pelaksanaan keratoplasti pada fase akut yang sangat beresiko menimbulkan banyak komplikasi Penggunaan steroid atau imunosupresan pada saat praoperasi diduga pula dapat menyebabkan infeksi pada kornea pasca operasi. Selain itu, dikatakan bahwa penggunaan steroid dapat meningkatkan tingkat keparahan penyakit dan tingkat kekambuhan pada mata dengan pengobatan menggunakan steroid pada praoperasi2. Intraoperatif (pada saat dilakukan pembedahan): Terdapat infeksi intraoperatif atau infeksi nosokomial oleh mikroorganisme Pelaksanaan pembedahan yang kurang steril (baik dari pihak dokter, perawat, maupun sterilisasi yang kurang pada alat bedah dan kornea pada pasien yang akan dibedah) sehingga mikroorganisme dapat menyerang bagian kornea3. Pasca-operatif (setelah pembedahan): Kecacatan epitel dari kornea Trauma yang mengenai mata pascaoperatif Penerapan kortikosteroid topikal dan penggunaan antibiotik berspektrum luas yang dapat mengubah flora normal pada mata sehingga memungkinkan mikroorganisme lain untuk tumbuh Adanya resistensi terhadap penggunaan antibiotik atau antijamur Kurangnya asupan nutrisi (terutama pada vitamin A yang baik untuk mata) Terdapat penurunan sistem imun akibat penggunaan kortikosteroid yang berlebihan Adanya perluasan perlukaan yang diakibatkan oleh insisi pembedahan yang terlalu dalam sehingga mikroorganisme, seperti jamur, dapat menembus ke dalam lapisan kornea atau ruang anterior dalam waktu singkat.2.3.3. Jenis Keratitis Pascakeratoplasti1. Keratitis BakteriKeratitis bakterial jarang terjadi pada mata normal dikarenakan adanya mekanisme pertahanan alami kornea terhadap infeksi. Faktor predisposisi yang umum terjadi adalah penggunaan lensa kontak, trauma, riwayat operasi kornea, kelainan permukaan bola mata, penyakit sistemik dan imunosupresi (Sutphin, 2008).a. Epidemiologi:Kejadian keratitis bacterial diperkirakan pada wilayah Amerika Serikat adalah 28 per 100.000 orang per tahun. Insiden keratitis bakterial di negara berkembang bahkan lebih tinggi, dengan perkiraan insiden antara 100 sampai 800 per 100.000 orang per tahun. Mengingat komplikasi kebutaan pada mata yang berpotensi dari keratitis bakteri yang parah, hal ini merupakan isu kesehatan yang sangat penting. Sejumlah bakteri organisme dapat menyebabkan keratitis menular. Kejadian infeksi oleh organisme tertentu bervariasi menurut wilayah. Praktisi harus menyadari pola epidemiologi lokal infeksi kornea. Staphylococcus sp. merupakan spesies yang paling sering terlihat di Kanada dan Amerika Serikat bagian timur, infeksi Pseudomonas lebih umum di Amerika Serikat bagian selatan. Streptococcus pneumoniae pernah menjadi bakteri yang paling patogendii solasi dari ulkus kornea bakteri. Kejadian relatif infeksi Pseudomonas dan Staphylococcus mengalami peningkatan. Infeksi kornea juga terjadi pada pasien dengan penurunan sistem imun pada beberapa kasus, diantaranya seperti penyalahgunaan alkohol, kekurangan gizi, atau diabetes sering dikaitkan dengan Moraxella. Di negara berkembang, infeksi kornea oleh Streptococcus tetap yang paling umum, diikuti oleh bakteri Staphylococcus dan Pseudomonas (Jeng, 2010) (Dart, 2008). b. Patogenesis Epitel kornea dan membran Bowman bagian bawah merupakan batas masuknya organisme ke dalam stroma kornea, kecuali apabila barrier tersebut mengalami kerusakan akibat trauma. Beberapa organisme yang muncul dan masuk kedalam kornea dalam keadaan tidak adanya trauma merusak barrier tersebut dengan menggunakan enzim proteolitik atau racun lalu melisiskan penghalang jaringan pada lapisan kornea. Adanya migrasi leukosit yang masuk ke dalam limbus ke kornea yang terinfeksi akan menambah destruksi pada jaringan (Butcko, 2007).

Pada penjelasan lain, dikatakan bahwa permukaan kornea biasanya dilindungi dengan baik oleh berbagai mekanisme. Kelopak mata dan bulu mata membentuk penghalang fisik untuk materi luar, dan refleks berkedip menyapu puing-puing yang akan terjebak dalam air mata. Sebuah garis pertahanan kedua adalah film air mata, yang berisi bermacam-macam antimikroba dan anti-inflamasi faktor, seperti laktoferin, lisozim, beta-lisin, air mata-spesifik albumin, dan immunoglobulin A (IgA). Akhirnya, sel-sel epitel kornea dan konjungtiva memberikan penghalang melalui pertahanan ketat, molekul yang penting bagi mereka untuk sistem kekebalan (misalnya: reseptor), dan menghasilkan berbagai antimikroba peptida. Konjungtiva memberikan perlindungan tambahan dari infeksi. Konjungtiva tersebut mengandung sel mast yang ketika diaktifkan, menyebabkan pembuluh darah dilatasi dan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah, yang mengakibatkan produksi dari transudat antimikroba. Konjungtiva juga berisi limfoid yang terdiri dari nodul limfosit yang bertanggung jawab untuk pertahanan lokal dari antigen. Sel plasma, makrofag, dan berbagai sel T juga hadir, serta IgG, IgA, dan IgM, yang dibawa oleh pembuluh darah konjungtiva. Dalam sebagian besar kasus keratitis bakteri, setidaknya salah satu faktor risiko yang merupakan penyebab terganggunya mekanisme pertahanan dapat diidentifikasi. Kelainan menutup pada mata seperti entropion atau ektropion, paparan permukaan kornea, atau trichiasis dapat menyebabkan kerusakan epitel kornea pelindung. Produksi air mata yang buruk dapat menyebabkan pengurangan antimikroba komponen air mata dan pengeringan epitel dan kerusakan. masalah epitel seperti keratopati bulosa, toksisitas obat, dan penyakit infeksi herpes sebelumnya dapat memungkinkan invasi dari mikroba. Penurunan sistem imun lokal dapat pula menyebabkan keratitis bakteri. Hal ini paling sering disebabkan oleh penggunaan kortikosteroid topikal yang menyebabkan imunosupresi. Selain itu, keganasan, kekurangan gizi, atau luka bakar yang luas juga dapat menyebabkan hal itu, meskipun gangguan kontinuitas epitel adalah yang paling umum yang memungkinkan pembentukan infeksi kornea (Sutphin, 2008).