BAB II

download BAB II

of 24

description

jantung

Transcript of BAB II

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Embriologi JantungSistem pembuluh darah mudigah manusia tampak pada pertengahan minggu ketiga, pada saat mudigah tidak lagi dapat mencukupi kebutuhan akan zat makanan hanya melalui difusi saja. Pada tingkat ini, sel-sel lapisan mesoderm splanknik pada mudigah presomit lanjut diinduksi oleh endoderm di bawahnya untuk membentuk angioblas. Sel-sel ini berpoliferasi dan membentuk kelompok-kelompok sel endotel tersendiri yang disebut angiokista. Pada mulanya sel-sel tersebut berada di sisi lateral mudigah tapi kemudian secara cepat menyebar ke daerah kepala. Dengan berlalunya waktu, kelompok-kelompok ini menyatu dan membentuk pembuluh darah kecil yang berbentuk tapal kuda. Bagian sentral pleksus ini dikenal sebagai daerah kardiogenik dan rongga selom intraembrional yang terletak diatas daerah ini nantinya akan berkembang menjadi rongga perikardium.Selain pleksus yang membentuk tapal kuda ini , kelompok-kelompok sel angiogenik lain muncul bilateral, sejajar dan dekat garis tengah cakram mudigah. Kelompok-kelompok ini juga memperoleh lumen dan membentuk sepasang pembuluh memanjang, aorta dorsale. Pada tingkat lebih lanjut, pembuluh-pembuluh darah ini berhubungan, melalui lengkung-lengkung aorta, dengan pleksus membentuk tapal kuda tadi dan akan membentuk tabung jantung.Pembentukan Sekat-Sekat Jantung1. Septum InteratrialSeptum atrium terbentuk antara minggu keempat dan keenam masa mudigah. Fase awal ditandai dengan pertumbuhan suatu septum primer (Septum primum) dari dinding dorsal rongga atrium komunis kearah bantalan endokardium yang sedang tumbuh sewaktu yang terakhir mulai memisahkan rongga atrium dan ventrikel. Suatu celah, yang disebut ostium primum, mula-mula memisahkan septum primum yang sedang tumbuh dari bantalan endokardium akhirnya melenyapkan ostium primum; namun pada saat ini lubangkedua, ostium sekundum, muncul dari bagian tengah septum primum. Hal ini memungkinkan berlanjutnya aliran darah teroksigenasi dari atrium kanan ke kiri yang esensial untuk kehidupan janin. Seiring dengan membesarnya ostium sekundum, sebuah septum sekunder (septum sekundum) muncul tepat disisi kanan ostium primum. Septum sekundum berploriferasi untuk membentuk struktur seperti bulan sabit yang akan mengelilingi suatu ruangan yang disebut foramen ovale. Foramen ovale dijaga pada sisi kirinya oleh sebuah flap jaringan yang berasal dari septum primum, yang berfungsi sebagai katup satu arah yang memungkinkan darah terus mengalir dari kanan ke kiri selama kehidupan intrauterus. Saat lahir, seiring dengan turunnya resisensi vaskular paru dan meningkatnya tekanan arteri sistemik, tekanan di atrium kiri meningkat melebihi tekanan di atrium kanan sehingga terjadi penutupan fungsional foramen ovale..2. Septum InterventrikularSeptum interventrikular dibentuk antara minggu keempat dan kedelapan getasi. Septum ini terbentuk oleh fusi suatu rigi otot intraventrikel yang tumbuh keatas dari apeks jantung ke partisi membranosa tipis yang tumbuh kebawah dari bantalan endokardium. Regio basal atau membranosa adalah bagian terakhir dari septum yang tumbuh dan merupakan tempat dimana sekitar 70 % defek septum berada. 3. Katup-katup AtrioventrikularSetelah bantalan-bantalan endokardium bersatu, masing-masing orifisium atrioventrikularis dikelilingi oleh proliferasi setempat jaringan mesenkim. Ketika jaringan yang terletak diatas permukaan ventrikular jaringan yang berploriferasi ini menjadi berongga dan menipis karena aliran darah, terbentuklah katup-katup yang tetap menempel pada dinding ventrikel melalui tali-tali otot. Akhirnya, jaringan otot di dalam tali-tali ini berdegenerasi dan digantikan oleh jaringan penyambung padat. Katup-katup ini kemudian terbentuk dari jaringan penyambung yang dibungkus oleh endokardium dan dihubingkan ke trabekula-trabekula tebal di dinding ventrikel, yaitu musculi papilares dan korda tendeniae. Sehingga terbentuklah 2 katup jantung (Bikuspidalis dan trikuspidalis) (Yanwirasti.2010).

B. Anatomi dan Fisiologi Peredaran Darah Foetus dan NeonatusSaat masih dalam kandungan, darah yang kaya oksigen dari placenta melalui v.Umbilicalis sinistra, sebagian besar melewati ductus venosus (Arantii) menuju v.cava inferior. Darah dari v.cava inferior ini kemudian menuju atrium dextrum, sebagian besar darahnya melalui foramen ovale masuk ke atrium sinistrum dan hanya sebagian kecil saja darah menuju ventriculus dexter. Sebagian darah yang masuk v.cava inferior bercampur dengan darah yang masuk melalui v.cava superior. (Hadiwidjaja, 2002)Darah di atrium sinistrum (bersama-sama dengan darah venosa dari pulmo) masuk ke ventriculus sinister dan aorta. Sebagian besar darah ini menuju ke caput, collum dan extremitas superior. Sebagian darah lainnya menuju aorta (bercampur darah venosa dari ductus arteriosus), terdistribusi ke truncus, extremitas inferior dan placenta. (Hadiwidjaja, 2002)Darah venosa dari extermitas superior, caput dan collum serta sebagian besar dinding tubuh masuk ke atrium dextrum malalui v.cava superior. Di atrium, darah ini bercampur dengan sejumlah kecil darah dari v.cava inferior kemudian mencapai ventriculus dexter dan truncus pulmonalis. Sebagian besar darah ini mencapai pulmo dan kembali lagi (tetap sebagai darah venosa) menuju ke atrium sinistrum (akan bercampur dengan darah kaya oksigen dari placenta). Tetapi sebagian besar darah dari truncus pulmonalis melewati ductus arteriosus (Bottali) ke aorta yang kemudian sebagian besar darah ini menuju ke placenta lagi untuk oksigenasi. (Hadiwidjaja, 2002)Sirkulasi darah foetal tersusun sedemikian rupa untuk dapat mengambil oksigen dari sirkulasi maternal di placenta. Walaupun pulmo foetus belum berfungsi untuk respirasi, sejumlah darah dalam sirkulasi yang berjalan didalamnya menyesuaikan diri, khususnya selama bagian akhir periode prenatal. Pulmo tidak mengembang dan resisten terhadap aliran darah yang lebih tinggi daripada saat lahir. Kontraksi ventriculus dexter melawan resistensi ini dan resistensi tekanan aorta. Sebelum lahir, dinding ventriculus dexter sekuat dengan dinding ventriculus sinister bahkan lebih kuat. (Hadiwidjaja, 2002)Segera setelah nafas pertama, kedua aa.umbilicales berkontraksi untuk mencegah darah meninggalkan tubuh janin. Darah tetap dapat kembali dari placenta ke janin karena v.umbilicalis sinistra dan ductus venosus (Arantii) belum berkontraksi secepat aa.umbilicales. Vasa darah ini secara perlahan-lahan berubah menjadi jaringan fibrosa seperti aa.umbilicales yang berubah menjadi ligamentum vesicoumbilicale mediale, pars intraabdominalis v.umbilicalis sinistra berubah menjadi ligamentum teres hepatis dan ductus venosus (Arantii) berubah menjadi ligamentum venosum (Arantii). (Hadiwidjaja, 2002)Dengan terjadinya nafas pertama, terjadi perubahan sirkulasi darah. Darah venosa langsung menuju pulmo untuk oksigenasi daripada yang ke placenta. Setelah pulmo dapat mengembang, resistensi terhadap aliran darah menjadi menurun dan aliran darah ke pulmo menjadi meningkat. Ductus arteriosus (Bottali) berkontraksi dan menyempit. Dengan turunnya tekanan darah pulmonal, darah mengalir dari aorta menuju ke a.pulmonalis sinister. Perubahan aliran yang terbalik dari ductus arteriosus (Bottali) ini tetap berlangsung untuk beberapa jam atau bahkan beberapa hari. (Hadiwidjaja, 2002)Banyak darah menuju ke pulmo dan banyak darah lagi yang kembali ke atrium sinistrum. Tekanan di atrium sinistrum menjadi seimbang dengan di atrium dextrum. Dengan seimbangnya tekanan di atria ini, maka limbus fossae ovalis dan valvula di foramen ovale secara bersama-sama menutup foramen ovale tersebut menjadi suatu lekukan disebut fossa ovalis. Bila foramen ovale ini tidak menutup, masih dapat dicapai tekanan yang berimbang antara atria ini. Penutupan foramen ovale terjadi segera setelah lahir, tetapi dapat juga berlangsung dalam beberapa minggu atau beberapa bulan. (Hadiwidjaja, 2002)Apabila ductus arteriosus (Bottali) telah menutup, maka sirkulasi darah dewasa telah tercapai, walaupun penutupan ini dapat berlangsung dalam beberapa jam atau beberapa hari setelah lahir. Penutupan lengkap secara anatomis memerlukan beberapa minggu atau beberapa bulan. Jaringan pengikat tumbuh dalam lumen ductus arteriosus (Bottali) dan secara perlahan-lahan mengalami obliterasi menjadi ligamentum arteriosus (Bottali). (Hadiwidjaja, 2002)Saat lahir, berat ventriculus dexter seimbang dengan ventriculus sinister; tetapi segera setelah lahir ventriculus sinister berkembang dengan pesat dan terjadi perbedaan ketebalan yang semakin meningkat sampai dewasa hingga akhirnya ventriculus sinister menjadi lebih kuat daripada ventriculus dexter. (Hadiwidjaja, 2002)

C. Penyakit Jantung BawaanPenyakit jantung bawaan adalah penyakit jantung yang dibawa sejak lahir, di mana kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung terjadi akibat gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin.3Penyebab PJB sendiri sebagian besar tidak diketahui, namun beberapa kelainan genetik seperti sindroma Down dan infeksi Rubella (campak Jerman) pada trimester pertama kehamilan sang ibu berhubungan dengan kejadian PJB tertentu.4Secara umum terdapat 2 kelompok besar PJB yaitu PJB sianotik (biru) dan PJB non sianotik (tidak biru). PJB sianotik biasanya memiliki kelainan struktur jantung yang lebih kompleks dan hanya dapat ditangani dengan tindakan bedah. Sementara PJB non sianotik umumnya memiliki lesi (kelainan) yang sederhana dan tunggal, namun tetap saja lebih dari 90% di antaranya memerlukan tindakan bedah jantung terbuka untuk pengobatannya. Sepuluh persen lainnya adalah kelainan seperti kebocoran sekat bilik jantung yang masih mungkin untuk menutup sendiri seiring dengan pertambahan usia anak.Penyakit Jantung Bawaan berdasar gejala di bagi atas Sianotic ( ciri klinisnya ialah biru di bagian tubuh, bibir, dan jari-jari tangan) Tetralogy of Fallot, Syndrome Eissenmenggers, Eisbein Anomaly Asianotic (tidak muncul ciri klinis biru) Ventricel Septal Defect, Atrium Septal Defect, Insuficiensi katub, Stenosis katub, dan Persistent Ductus Arteriosus.

1. Penyakit Jantung Bawaan SianotikPada PJB sianotik didapatkan kelainan struktur dan fungsi jantung sedemikian rupa sehingga sebagian atau seluruh darah balik vena sistemik yang mengandung darah rendah oksigen kembali beredar ke sirkulasi sistemik. Terdapat aliran pirau dari kanan ke kiri atau terdapat percampuran darah balik vena sistemik dan vena pulmonalis. Sianosis pada mukosa bibir dan mulut serta kuku jari tangankaki dalah penampilan utama pada golongan PJB ini dan akan terlihat bila reduce haemoglobin yang beredar dalam darah lebih dari 5 gram %. Bila dilihat dari penampilan klinisnya, secara garis besar terdapat 2 golongan PJB sianotik, yaitu (1) yang dengan gejala aliran darah ke paru yang berkurang, misalnya Tetralogi of Fallot (TF) dan Pulmonal Atresia (PA) dengan VSD, dan (2) yang dengan gejala aliran darah ke paru yang bertambah, misalnya Transposition of the Great Arteries (TGA) dan Common Mixing (Roebiono, 2009).

2. Penyakit Jantung bawaan AsianotikPenyakit jantung bawaan (PJB) non sianotik adalah kelainan struktur dan fungsi jantung yang dibawa lahir yang tidak ditandai dengan sianosis; misalnya lubang di sekat jantung sehingga terjadi pirau dari kiri ke kanan, kelainan salah satu katup jantung dan penyempitan alur keluar ventrikel atau pembuluh darah besar tanpa adanya lubang di sekat jantung. Masing-masing mempunyai spektrum presentasi klinis yang bervariasi dari ringan sampai berat tergantung pada jenis dan beratnya kelainan serta tahanan vaskuler paru. Yang akan dibicarakan disini hanya 2 kelompok besar PJB non sianotik; yaitu (1) PJB non sianotik dengan lesi atau lubang di jantung sehingga terdapat aliran pirau dari kiri ke kanan, misalnya ventricular septal defect (VSD), atrial septal defect (ASD) dan patent ductus arteriosus(PDA), dan (2) PJB non sianotik dengan lesi obstruktif di jantung bagian kiri atau kanan tanpa aliran pirau melalui sekat di jantung, misalnya aortic stenosis (AS), coarctatio aorta (CoA) dan pulmonary stenosis (PS).Penyakit jantung bawaan non sianotik dengan pirau dari kiri ke kananMasalah yang ditemukan pada kelompok ini adalah adanya aliran pirau dari kiri ke kanan melalui defek atau lubang di jantung yang menyebabkan aliran darah ke paru berlebihan. Manifestasi klinisnya sangat bervariasi, dari yang asimptomatik sampai simptomatik seperti kesulitan mengisap susu, sesak nafas, sering terserang infeksi paru, gagal tumbuh kembang dan gagal jantung kongestif.a. Persistent Ductus Arteriosus Paten Ductus Arteriosus (PDA) adalah kegagalan menutupnya ductus arteriosus (arteri yang menghubungkan aorta dan arteri pulmonal) pada minggu pertama kehidupan, yang menyebabkan mengalirnya darah dari aorta yang bertekanan tinggi ke arteri pulmonal yang bertekanan rendah. Adapun gejala paten ductus arteriosus pada bayi Kadang-kadang terdapat tanda-tanda gagal jantung, Machinery mur-mur persisten (sistolik, kemudian menetap, paling nyata terdengar di tepi sternum kiri atas.EtiologiPenyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian penyakit jantung bawaan :Faktor Prenatal:1. Ibu menderita penyakit infeksi : Rubella.2. Ibu alkoholisme.3. Umur ibu lebih dari 40 tahun.4. Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan insulin.5. Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu.Faktor Genetik:1. Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan.2. Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan.3. Kelainan kromosom seperti Sindrom Down.4. Lahir dengan kelainan bawaan yang lain. (Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler, Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita, 2001 ; 109)Duktus arteriosus adalah suatu pembuluh darah yang dilapisi oleh otot dan memiliki fungsi khusus. Jika kadar oksigen di dalam darah meningkat (biasanya terjadi segera setelah bayi lahir), otot ini akan mengkerut sehingga duktus menutup.Pada saat duktus menutup, darah dari jantung bagian kanan hanya mengalir ke paru-paru (seperti yang terjadi pada orang dewasa). Pada beberapa anak, duktus tidak menutup atau hanya menutup sebagian. Hal ini terjadi karena tidak adanya sensor oksigen yang normal pada otot duktus atau karena kelemahan pada otot duktus. Adapun faktor resiko terjadinya PDA adalah prematuritas dan sindroma gawat pernafasan. PDA mungkin terjadi : Herediter- Infeksi rubela pada trimester pertama kehamilan Rendahnya 02 (asfiksia, RDS, distres janin, di daerah dataran tinggi).

Patofisiologi yang terjadi adalah :1. Pirau dari kiri ke kanan, berakibat peningkatan aliran darah ke arteri pulmonalis 2. Dilatasi atrium kiri, peningkatan tekanan atrium kiri 3. Peningkatan volume (volume overload) ventrikel kiriNormalnya, duktus tersebut menutup secara fungsional 10-15 jam setelah bayi lahir dan secara anatomis menjadi ligamentum arteriosum pada usia 2-3 minggu. Bila duktus tersebut tidak menutup maka disebut duktus arteriosus persisten. Pada bayi yang lahir normal PDA terjadi pada 1 dari 2000 kelahiran atau 5-10 % dari seluruh kelainan jantung bawaan. Pada bayi prematur angka kekerapannya meningkat, terutama bila terjadi distres pernapasan. (Roebiono , 2003)Adanya PDA memungkinkan aliran pirau dari kiri ke kanan (dari aorta ke arteri pulmonalis). Besarnya aliran tergantung dari ukuran PDA dan besarnya tahanan arteri pulmonalis. Adanya aliran berlebih melalui arteri pulmonalis memungkinkan terjadinya hipertensi pulmonal dengan tahanan vaskuler paru yang tinggi. Sianosis terjadi bila terjadi penyakit vaskuler dimana aliran pirau berubah dari kanan ke kiri (sindrom Eisenmenger), terjadi kurang dari 10 % kasus. Risiko terjadinya endokarditis infektif pada PDA sangat tinggi, terutama sesudah usia decade pertama. Keluhan timbul bila aliran ke paru cukup besar, sehingga penderita sering batuk, tampak lelah waktu minum susu, sesak napas dan pertumbuhan fisik lambat. (Roebiono , 2003)Pada PDA pernapasan cepat (takipneu) timbul bila aliran pirau besar. Sianosis pada kuku jari tangan kiri dan kedua kaki bila telah terjadi sindrom Eisenmenger. Nadi perifer terasa menghentak akibat tekanan nadi (pulse pressure) yang besar. Terdengar bising kontinyu yang khas machinery murmur dan dapat teraba getaran (thrill) di SIC II kiri yang menjalar ke bawah klavikula kiri. Bila telah terjadi hipertensi pulmonal, bunyi jantung kedua mengeras dan bising diastolik melemah atau menghilang. Pada foto thoraks tampak kardiomegali akibat pembesaran atrium dan ventrikel kiri. Aorta membesar dan arteri pulmonalis menonjol. Corakan vaskularisasi paru meningkat (plethora). Tetapi bila telah terjadi hipertensi pulmonal yang disertai perubahan vaskuler paru, maka corakan tersebut didaerah tepi berkurang (pruned tree). Pada EKG tampak hipertrofi atrium dan ventrikel kiri. Bila terjadi hipertensi pulmonal maka terlihat juga hipertrofi ventrikel kanan. Pada ekokardiogram M-mode menunjukkan adanya dilatasi atrium dan ventrikel kiri serta gambaran ventrikel kiri yang hiperdinamik, merupakan petunjuk tak langsung besarnya PDA. Pada ekokardiogram 2 dimensi, penampang sumbu panjang parasternal letak tinggi atau suprasternal, dapat terlihat PDA dan dapat ditentukan besar diameternya. Dengan ekokardiogram dopler dapat ditentukan patensi dan aliran darah PDA. Kateterisasi jantung hanya dilakukan bila terdapat hipertensi pulmonal, yaitu dimana secara Doppler ekokardiografi tak terlihat aliran diastolic, ada keraguan kemungkinan suatu aorto-pulmonary window atau disertai dengan kelainan lain. Pada kateterisasi didapat kenaikan saturasi O2 di arteri pulmonalis. Bila tekanan arteri pulmonalis meninggi perlu diulang pengukurannya dengan menutup PDA dengan kateter balon. Angiografi ventrikel kiri dilakukan untuk mengevaluasi fungsinya dan juga melihat kemungkinan adanya VSD atau kelainan lain yang tidak terdeteksi dengan pemeriksaan ekokardiografi. (Roebiono , 2003)Pada dasarnya pasien PDA harus dioperasi secepatnya bila kesempatan untuk menutup sendiri tak mungkin lagi (usia 14-16 minggu) untuk mencegah endokarditis infektif. Risiko operasi hampir tidak ada. Pada neonatus usia 10 hari, usaha untuk menutup PDA dapat dengan pemberian indometasin peroral dengan dosis 0.2 mg/kg BB/8 jam, pemberian dapat diulang sampai 3 dosis. Bila terdapat gagal jantung diberikan digitalis, diuretik, atau vasodilator bila perlu. Pada neonatus terutama premature dimana penutupan spontan masih diharapkan terjadi, sebaiknya tidak diberikan diuretic atau vasodilator yang dapat menghambat penutupan spontan tersebut. Kalau PDA tetap terbuka dan gagal jantung tidak teratasi maka harus segera dilakukan operasi. Bila gagal jantung teratasi maka operasi dapat ditunda sampai usia 14-16 minggu untuk menunggu kesempatan menutup spontan. Pada anak-anak dengan hipertensi pulmonal yang irreversible operasi tidak dianjurkan. Operasi PDA dapat berupa ligasi ataupun pemotongan PDA. Pencgahan terhadap endokarditis infektif harus diberikan pada penderita PDA yang belum dioperasi. Penutupan PDA juga dapat dilakukan secara invasive dengan pemasangan alat yang berbentuk seperti paying (umbrella duct occlude device) di duktus tersebut. Dengan teknik ini tindakan operasi dapat dihindarkan. (Roebiono , 2003)KomplikasiGagal Jantung KongestifAnak-anak dan orang dewasa dengan paten ductus yang besar sering menunjukkan gejala gagal jantung kongestif akibat overcirculation paru dan overload volume jantung kiri. Duktus yang cukup besar menyebabkan resistensi minimal terhadap aliran (nonrestrictive), tingkat pirau (shunting) tergantung pada status resistensi pembuluh darah paru. Pada banyak anak dengan paten ductus sedang atau besar, resistensi vaskuler paru tetap meninggi sehingga akan membatasi pirau yang cukup untuk mengurangi dampak fisiologis dan meningkatkan harapan hidup dan pertumbuhan anak. Walaupun pasien dengan duktus yang kecil sampai sedang sering asimtomatik selama masa bayi dan kanak-kanak, dan beberapa mungkin tidak pernah mengalami gejala, mereka dengan peningkatan signifikan volume jantung kiri yang terjadi secara kronis dapat mengembangkan penyakit gagal jantung kongestif di masa dewasa, biasanya dimulai pada dekade ketiga. Pada orang dewasa, gagal jantung sering dikaitkan dengan atrial flutter atau fibrilasi. (Schneider dan Moore, 2006)Hypertensive Pulmonary Vascular DiseasePasien dengan nonrestrictive besar atau patent ductus restriktif minimal cenderung akan mengembangkan penyakit pembuluh darah pulmonar yang ireversibel. Beberapa kasus muncul secara sekunder akibat tekanan dan volume overload dalam sirkulasi pulmonary yang terjadi dalam waktu yang lama, meskipun banyak kasus tampaknya terkait dengan penyakit paru primer akibat gangguan vaskular daripada terjadi sebagai akibat dari kelainan duktus. Beberapa bayi dan anak dengan paten ductus arteriosus besar tidak mengalami penurunan nilai normal postnatal terkait resistensi vaskuler pulmonalis, dan bahkan setelah penutupan duktus, penyakit pembuluh darah paru dapat berkembang, dan akhirnya dapat berakibat fatal. (Schneider dan Moore, 2006)Aneurysm of Ductus ArteriosusAneurisma dari ductus arteriosus adalah suatu entitas dengan kejadian yang dilaporkan setinggi 8%. Insiden sebenarnya tidak jelas karena definisi aneurisma ductus arteriosus tidak tepat dan karena banyak aneurisma ductus arteriosus kebetulan ditemukan atau dideteksi dengan echocardiography pada janin atau bayi baru lahir dengan kelainan penutupan duktus dan trombosis, tanpa gejala klinis yang jelas. Aneurisma ductal paling sering ditemukan pada masa bayi, tetapi juga dilaporkan terjadi pada orang dewasa dan dapat berkembang setelah infeksi endarteritis, penutupan bedah, atau transkateter coil oklusi. Dan sekitar seperempat dari pasien, menunjukkan adanya gangguan yang mendasari seperti trisomi 21, trisomi 13, sindrom Smith-Lemli-Opitz, IV sindrom Ehlers-Danlos jenis, atau sindrom Marfan. (Schneider dan Moore, 2006)Jarang sekali aneurisma ductus arteriosus dapat muncul dengan gejala massa di bagian thoraks, termasuk suara serak karena kelumpuhan vokal kord kiri dari nervus laryngeal recurren kiri yang berulang maupun obstruksi bronkus kiri. Reseksi bedah diindikasikan jika ada kompromi fungsional struktur yang berdekatan, patensi persisten duktus, thrombus, tromboemboli, atau dari penyakit jaringan ikat. Peran perkutan oklusi dengan aneurisma obliterasi belum ditetapkan untuk ductus arteriosus aneurisma, tapi satu teknik yang berpotensi adalah penempatan stent tercakup dalam aorta untuk secara bersamaan mengecualikan aneurisma dan menutup jalan ductus arteriosus. (Schneider dan Moore, 2006)Penatalaksanaan..Komplikasi LainPDA, khususnya yang berkaitan dengan hipertensi paru, dapat menyebabkan kelumpuhan nervus laringeal berulang bahkan tanpa aneurisma, karena pelampiasan saraf seperti kursus melalui segitiga yang dibentuk oleh lengkungan aorta, arteri paru-paru membesar, dan duktus arteriosus. Diseksi dan / atau ruptur spontan arteri paru yang berdilatasi akibat PDA dengan hipertensi paru dapat terjadi . Selain itu, diseksi aorta akut dapat juga terjadi. Namun, komplikasi ini sangat jarang terjadi. (Schneider dan Moore, 2006)PrognosisASD bersifat segnifikan secara hemodinamik berhubungan dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Prognosis jangka panjang menjadi lebih baik jika defek ditutp, terutama pada tahun-tahun pertama.

b. Ventricle Septal Defect (VSD)Ventrikel septum defek merupakan kelainan jantung dimana terjadi defek sekat antar ventrikel pada berbagai lokasi, dimana terjadi aliran darah dari ventrikel kiri menuju ventrikel kanan terjadi percampuran darah arteri dan vena tanpa sianosis.Ventricular septumdefect(VSD) merupakan suatu keadaan adanya lubang disekat jantung yang memisahkan ruang ventrikel (bilik) kanan dan kiri . Lubang ini mengakibatkan kebocoran aliran darah dari bilik kiri yang memiliki tekanan lebihbesarmelalui bilik kanan langsung masuk ke pembuluh nadi paru (arteri pulmonalis).Defek Septum Ventrikel (DSV) terjadi bila sekat (septum) ventrikel tidak terbentuk sempurna, akibatnya darah dari bilik kiri mengalir ke bilik kanan padasistole. Besarnya defek bervariasi dari beberapa mm sampai beberapa cm.

EtiologiPada sebagian besar kasus, penyebab dari PJB ini tidak diketahui atau idiopatik (Sastroasmoro, 1994). Beberapa faktor yang diyakini dapat menyebabkan PJB ini secara garis besar dapat kita klasifikasikan menjadi dua golongan besar, yaitu genetik dan lingkungan. Pada faktor genetik, hal yang penting kita perhatikan adalah adanya riwayat keluarga yang menderita penyakit jantung. Hal lain yang juga berhubungan adalah adanya kenyataan bahwa sekitar 10% penderita PJB mempunyai penyimpangan pada kromosom, misalnya pada Sindroma Down. Namun, penyakit VSD lebih sering ditemukan pada anak-anak dan seringkali merupakan suatu kelainan jantung bawaan. Pada anak-anak, lubangnya sangat kecil, tidak menimbulkan gejala dan seringkali menutup dengan sendirinya sebelum anak berumur 18 tahun. Pada kasus yang lebih berat, bisa terjadi kelainan fungsi ventrikel dangagaljantung. VSD (Ventricular Septal Defect) bisa ditemukan bersamaan dengan kelainan jantung lainnya. Penyebab penyakit jantung congenital berkaitan dengan kelainan perkembangan embrionik, pada usia lima sampai delapan minggu, jantung dan pembuluh darah besar dibentuk. Penyebab utama terjadinya penyakit jantung congenital belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian penyakit jantung bawaan. Faktor prenatal yang mungkin berhubungan dengan VSD : Rubella atau infeksi virus lainnya pada ibu hamil Gizi ibu hamil yang buruk Ibu yang alkoholik Usia ibu diatas 40 tahun Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan insulin Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu dan sebelumnya ikut program KB oral atau suntik, minum obat-obatan tanpa resep dokter, (thalidmide, dextroamphetamine, aminopterin, amethopterin). Terpajan radiasi (sinar X). Gizi ibu yang buruk. Kecanduan obat-obatan yang mempengaruhi perkembangan embrio.

VSD terjadi karena faktor buruk ibu seperti kebiasaan merokok, meminum alkohol, dan gizi buruk yang menyebabkan kerja jantung menurun sehingga suplai oksigen berkurang dan membuat sirkulasi darah yang mengalir ke janin menjadi buruk. Hal ini menyebabkan pembentukan organ jantung pada bayi yang tidak sempurna hingga menyebabkan VSD atau kelainan jantung yang lain. Seperti telah disebutkan di atas terdapat faktor genetic dan lingkungan, yang dijelaskan dibawah ini :Faktor Genetik : Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan. Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan. Kelainan kromosom seperti Sindrom Down. Lahir dengan kelainan bawaan yang lain. Faktor Lingkungan Paparan lingkungan yang tidak baik, misalnya menghirup asap rokok. Rubella, infeksi virus ini pada kehamilan trimester pertama, akan menyebabkan penyakit jantung bawaan Diabetes, bayi yang dilahirkan dari seorang ibu yang menderita diabetes tidak terkontrol mempunyai risiko sekitar 3-5% untuk mengalami penyakit jantung bawaan Alkohol, seorang ibu yang alkoholik mempunyai insiden sekitar 25-30% untuk mendapatkan bayi dengan penyakit jantung bawaan Ectasy dan obat-obat lain, seperti diazepam, corticosteroid, phenothiazin, dan kokain akan meningkatkan insiden penyakit jantung bawaan.

PatofisiologiVSD ditandai dengan adanya hubungan septal yang memungkinkan darah mengalir langsung antar ventrikel biasanya dari kiri ke kanan. Diameter defek bervariasi dari 0,5 3,0 cm. Kira kira 20% dari defek ini pada anak adalah defek sederhana, banyak diantaranya menutup secara spontan. Kira kira 50 % 60% anak anak menderita defek ini memiliki defek sedang dan menunjukkan gejalanya pada masa kanak kanak. Defek ini sering terjadi bersamaan dengan defek jantung lain. Perubahan fisiologi yang terjadi sebagai berikut:1. Tekanan lebih tinggi pada ventrikel kiri dan meningkatkan aliran darah kaya oksigen melalui defek tersebut ke ventrikei kanan.2. Volume darah yang meningkat dipompa ke dalam paru, yang akhirnya dipenuhi darah dan dapat menyebabkan naiknya tahanan vaskular pulmonar.3. Jika tahanan pulmonar inibesar, tekanan ventrikel kanan meningkat menyebabkan pirau terbalik, mengalirkan darah miskin oksigen dari ventrikel kanan ke kiri menyebabkan sianosis ( sindrom eisenmenger ).Berdasarkan lokasi lubang VSD diklasifikasikan dalam 3 tipe, yaitu:a. Perimembranus, bila lubang terletak didaerah septum membranus dan sekitarnya.b. Subarterial doubly commited, bila lubang terletak didaerah septum infundibuler.c. Muskuler, bila lubang terletak didaerah septum muskuler inlet,outlet ataupun trabekuler.(Rilantono , 2003)VSD merupakan kelainan jantung bawaan yang tersering dijumpai yaitu 33 % dari seluruh kelainan jantung bawaan. Di Indonesia, khususnya di RS Jantung Harapan Kita, tipe perimembranus terbanyak ditemukan (60 %), kedua adalah subarterial (37 %), dan yang terjarang tipe muskuler (3 %). (Rilantono , 2003)Adanya lubang pada septum interventrikuler memungkinkan terjadinya aliran dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan, sehingga aliran darah yang ke paru bertambah. Manifestasi klinis tergantung pada besarnya aliran pirau yang melewati lubang VSD dan ini ditentukan oleh ukuran VSD serta besarnya tahanan pembuluh darah paru. Pada usia 6 bulan pertama, besar aliran pirau dapat berubah-ubah sesuai dengan penurunan tahanan pembuluh darah paru akibat maturasi paru yang berlangsung cepat pada periode tersebut. Penurunan maksimal biasanya terjadi pada usia 1-6 minggu, tapi terkadang baru terjadi pada usia 12 minggu. Aliran pirau dari kiri ke kanan akan ertambah dengan menurunnya tahanan pembuluh paru, sehingga gagal jantung pada bayi dengan VSD besar biasa terjadi pada usia 2-3 bulan. Bila aliran pirau kecil umumnya tidak menimbulkan keluhan, tetapi bila besar menimbulkan keluhan seperti kesulitan waktu minum atau makan karena cepat lelah atau sesak dan sering mengalami batuk serta infeksi saluran nafas berulang. Ini mengakibatkan pertumbuhan yang lambat. Komplikasi yang paling sering dijumpai pada VSD adalah endokarditis infektif. (Rilantono , 2003)Pada VSD dengan aliran pirau besar biasanya terlihat takipneu. Aktivitas ventrikel kiri meningkat dan dapat teraba thrill sistolik. Komponen pulmonal bunyi jantung kedua mengeras bila terjadi hipertensi pulmonal. Terdengar bising holosistolik (pansistolik) yang keras di SIC III-IV parasternal kiri dan menyebar sepanjang parasternal dan apeks. Pada aliran pirau yang besar, dapat terdengar bising mid-diastolik didaerah katup mitral akibat aliran yang berlebihan. Tanda gagal jantung kongestif dapat ditemukan pada bayi atau anak dengan aliran pirau yang besar. Bila terjadi penyakit vaskuler paru dan sindrom Eisenmenger, penderita tampak sianosis dengan jari-jari tabuh, bahkan mungkin disertai tanda gagal jantung kanan. (Rilantono , 2003)Pada pemeriksaan foto thoraks tampak kardiomegali akibat pembesaran ventrikel kiri. Gambaran vaskularisasi paru meningkat, kecuali bila telah terjadi penyakit vaskuler paru dimana terlihat gambaran pruned tree yang disertai penonjolan arteri pulmonalis. Pada pemeriksaan ekokardiogram dapat terlihat hipertrofi ventrikel kiri dan mungkin hipertrofi atrium kiri. Bila terdapat hipertrofi kedua ventrikel dan deviasi sumbu QRS ke kanan maka perlu dipikirkan adanya hipertensi pulmonal atau hipertrofi infundibulum ventrikel kanan. Dengan ekokardiogram M-mode dapat diukur dimensi atrium dan ventrikel kiri. Dengan pemeriksaan ekokardiografi 2 dimensi dapat dideteksi dengan tepat ukuran dan lokasi VSD. Dengan pemeriksaan ekokardiografi berwarna dan Doppler dapat dipastikan arah dan besarnya aliran yang melewati defek tersebut. Tingginya tekanan arteri pulmonalis pada hipertrofi infundibulum juga dapat diukur. (Rilantono , 2003)Kateterisasi jantung pada anak dengan VSD dilakukan secara efektif pada penderita dengan tanda-tanda hipertensi pulmonal. Tes pemberian O2 100% dilakukan untuk menilai reversibilitas vaskuler paru. Rasio aliran ke paru dan sistemik (Qp/Qs) serta tahanan pembuluh darah paru dapat diukur dan ini penting untuk menentukan indikasi dan indikasi kontra operasi. Angiografi ventrikel kiri dilakukan untuk melihat jumlah dan lokasi VSD, sedangkan angiografi aorta untuk melihat adanya kemungkinan prolaps katup aorta dan regurgitasi. (Rilantono , 2003)Bila VSD ditemukan pada bayi usia dibawah 1 tahun, maka perlu dikontrol secara periodik setiap bulan sampai usia 1 tahun, mengingat besar aliran pirau dapat berubah akibat resistensi par uterus mengalami penurunan. Bila terdapat gagal jantung, maka perlu diberikan obat-obat seperti digitalis, diuretik, atau vasodilator. Setelah usia 1 tahun penderita dapat dikontrol setiap 3 bulan sekali. Bila gagal jantung tidak dapat teratasi dengan medikamentosa dan pertumbuhan tampak terhambat maka sebaiknya dilakukan tindakan paliatif bedah pulmonary artery banding untuk mengurangi aliran yang berlebih ke paru atau langsung penutupan VSD bila BB anak memenuhi. Hal ini juga ditentukan oleh pengalaman dan kemampuan pusat bedah jantung setempat. Bila gagal jantung dapat teratasi dan anak tumbuh baik maka kateterisasi jantung dan bedah penutupan VSD dilakukan setelah anak usia 3-4 tahun. Dalam observasi setiap kasus VSD perlu diperhatikan kemungkinan terjadinya prolaps katup aorta, hipertrofi infundibulum atau hipertensi pulmonal. Bila kelainan-kelainan tersebut terjadi maka tindakan kateterisasi dan bedah penutupan VSD perlu dipercepat. Bila telah terjadi hipertensi pulmonal yang disertai dengan penyakit vaskuler paru (irreversible), maka bedah penutupan VSD tidak dianjurkan lagi. Bila ada prolaps katup aorta dan regurgitasi katup aorta yang berat maka mungkin juga dilakukan penggantian katup. Pencegahan terhadap endokarditis infektif pada setiap tindakan bedah minor (misalnya cabut gigi) perlu dilakukan pada setiap kasus VSD. (Rilantono , 2003)Penatalaksanaan Komplikasi1. Gagal jantung kronik2. Endokarditis infektif3. Terjadinya insufisiensi aorta atau stenosis pulmonary4. Penyakit vaskular paru progresif5. Kerusakan sistem konduksi ventrikel(Betz dan Sowden, 2002)PrognosisVSD terapi ditujukan agar anak bias tumbuh dengan baik mencegah penyakit vaskuler paru, dan mencegah disfungsi ventrikel kiri secara endokorditis. Keputusan penutupan defek dipertimbangkan pada usia 1-4 bulan. (Raharjoe,2011)

Penyakit jantung bawaan non sianotik dengan lesi obstruktif tanpa pirauObstruksi di alur keluar ventrikel kiri dapat terjadi pada tingkat subvalvar, valvar ataupun supravalvar sampai ke arkus aorta. Akibat kelainan ini ventrikel kiri harus memompa lebih kuat untuk melawan obstruksi sehingga terjadi beban tekanan pada ventrikel kiri dan hipertrofi otot miokardium. Selama belum terjadi kegagalan miokardium, biasanya curah jantung masih dapat dipertahankan, pasien asimptomatik dan ukuran jantung masih normal. Tergantung beratnya obstruksi presentasi klinis penderita kelompok ini dapat asimptomatik atau simptomatik. Yang simptomatik umumnya adalah gagal jantung yang gejalanya sangat bervariasi tergantung dari beratnya lesi dan kemampuan miokard ventrikel. Gejala yang ditemukan antara lain sesak nafas, sakit dada, pingsan atau pusing saat melakukan aktivitas fisik dan mungkin kematian mendadak. Pada keadaan yang berat dengan aliran darah sistemik yang tidak adekwat, sebelum terjadi perburukan akan ditandai dahulu sesaat dengan kemampuan mengisap susu yang cepat menurun dan bayi terlihat pucat, takipnoe, takikardia dan berkeringat banyak.Adanya penurunan perfusi perifer ditandai dengan nadi yang melemah, pengisian kapiler yang lambat dan akral yang dingin.Obstruksi pada alur keluar ventrikel kanan juga dapat berada di tingkat subvalvar atau infundibular, valvar dan supravalvar sampai ke percabangan arteri pulmonalis. Obstruksi ini akan menyebabkan terjadinya beban tekanan dan hipertrofi ventrikel kanan. Penderita kelompok PJB ini umumnya juga asimptomatik kecuali bila obstruksinya berat dan kemampuan miokard ventrikel kanan menurun. Presentasi klinisnya dapat berupa gagal jantung kanan seperti edema perifer, hepatomegali dan asites, atau sindroma curah jantung rendah seperti sulit bernafas, lemah, sakit dada, sinkop dan mungkin kematian mendadak akibat aritmia. Bila bayi dan anak dengan Patent Foramen Ovale (PFO) maka mungkin akan terlihat sianosis akibat pirau dari kanan ke kiri melalui celah ini.a. Aorta StenosisAS derajat ringan atau sedang umumnya asimptomatik sehingga sering terdiagnosis secara kebetulan karena saat pemeriksaan rutin terdengar bising sistolik ejeksi dengan atau tanpa klik ejeksi di area aorta; parasternal sela iga 2 kiri sampai ke apeks dan leher. Bayi dengan AS derajat berat akan timbul gagal jantung kongestif pada usia minggu-minggu pertama atau bulan-bulan pertama kehidupannya. Pada AS yang ringan dengan gradien tekanan sistolik kurang dari 50 mmHg tidak perlu dilakukan intervensi. Intervensi bedah valvotomi atau non bedah Balloon Aortic Valvuloplasty harus segera dilakukan pada neonatus dan bayi dengan AS valvular yang kritis serta padaanak dengan AS valvular yang berat atau gradien tekanan sistolik 90 100 mmHg. b. Coarctatio AortaCoA pada anak yang lebih besar umumnya juga asimptomatik walaupun derajat obstruksinya sedang atau berat. Kadang-kadang ada yang mengeluh sakit kepala atau epistaksis berulang, tungkai lemah atau nyeri saat melakukan aktivitas. Tanda yang klasik pada kelainan ini adalah tidak teraba, melemah atau terlambatnya pulsasi arteri femoralis dibandingkan dengan arteri brakhialis, kecuali bila ada PDA besar dengan aliran pirau dari arteri pulmonalis ke aorta desendens. Selain itu juga tekanan darah lengan lebih tinggi dari pada tungkai. Obstruksi pada AS atau CoA yang berat akan menyebabkan gagal jantung pada usia dini dan akan mengancam kehidupan bila tidak cepat ditangani. Pada kelompok ini, sirkulasi sistemik pada bayi baru lahir sangat tergantung pada pirau dari kanan ke kiri melalui PDA sehingga dengan menutupnya PDA akan terjadi perburukan sirkulasi sistemik dan hipoperfusi perifer. Pemberian Prostaglandin E1 (PGE1) dengan tujuan mempertahankan PDA agar tetap terbuka akan sangat membantu memperbaiki kondisi sementara menunggu persiapan untuk operasi koreksi. c. Pulmonal StenosisStatus gisi penderita dengan PS umumnya baik dengan pertambahan berat badan yang memuaskan. Bayi dan anak dengan PS ringan umumnya asimptomatik dan tidak sianosis sedangkan neonatus dengan PS berat atau kritis akan terlihat takipnoe dan sianosis. Penemuan pada auskultasi jantung dapat menentukan derajat beratnya obstruksi. Pada PS valvular terdengar bunyi jantung satu normal yang diikuti dengan klik ejeksi saat katup pulmonal yang abnormal membuka. Klik akan terdengar lebih awal bila derajat obstruksinya berat atau mungkin tidak terdengar bila katup kaku dan stenosis sangat berat. Bising sistolik ejeksi yang kasar dan keras terdengar di area pulmonal. Bunyi jantung dua yang tunggal dan bising sistolik ejeksi yang halus akan ditemukan pada stenosis yang berat. Intervensi non bedah Balloon Pulmonary Valvuloplasty (BPV) dilakukan pada bayi dan anak dengan PS valvular yang berat dan bila tekanan sistolik ventrikel kanan supra sistemik atau lebih dari 80 mmHg. Sedangkan intervensi bedah koreksi dilakukan bila tindakan BPV gagal atau disertai dengan PS infundibular (subvalvar).

D. Mekanisme Gejala1. Nafsu makan menurun.Tanda dan gejala PJB sangat bervariasi tergantung dari jenis dan berat kelainan.1,2 PJB yang berat bisa dikenali saat kehamilan atau segera setelah kelahiran. Sedangkan PJB yang ringan sering tidak menampakkan gejala, dan diagnosisnya didasarkan pada pemeriksaan fisik dan tes khusus untuk alasan yang lain.2 Gejala dan tanda PJB yang mungkin terlihat pada bayi atau anak-anak antara lain: bernafas cepat, sianosis ( suatu warna kebiru-biruan pada kulit, bibir, dan kuku jari tangan) , cepat lelah, peredaran darah yang buruk, dan nafsu makan berkurang. 1,2,3

2. Berdebar-debarPalpitasi adalah merasakan jantung berdebar. Biasanya muncul karena karena merasa ada kelainan pada denyut jantung walaupun sebenarnya normal atau karena takiaritmia (bradiaritmia tidak pernah menyebabkan palpitasi). Untuk membantu menegakkandiagnosis perlu diketahui onsetnya (mendadak atau dalam beberapa menit), kecepatana serta ritmenya (minta pasien menirukan palpitasi dengan ketukan tangan). Yang membedakan antara lain:1. Palpitasi karena merasakan adanya sinus takikardia: denyut jantung normal, namun lebih kuat dari biasanya: ini terjadi saat istirahat, takut, atau tekanan psikologis, termasuk kecemasan. Diagnosis ditemukan dengan menemukan adanya riwayat yang sesuai. Palpitasi di mulai dan berhenti dalam beberapa menit, tidak seperti takiaritmia yang muncul mendadak. Denyut jantung normal dan lambat (