BAB II

20
BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Neurodermatitis sirkumskripta atau juga dikenal dengan liken simpleks kronis adalah penyakit peradangan kronis pada kulit, gatal, sirkumskripta, dan khas ditandai dengan likenifikasi. Likenifikasi timbul sebagai respon dari kulit akibat gosokan dan garukan yang berulang-ulang dalam waktu yang cukup lama, atau kebiasaan menggaruk pada satu area tertentu pada kulit sehingga garis kulit tampak lebih menonjol menyerupai kulit batang kayu. 1,2,3 B. Epidemiologi Penyakit ini dapat mengenai semua kelompok umur mulai dari anak-anak sampai dewasa. Kelompok usia dewasa 30 – 50 tahun paling sering mengalami keluhan neurodermatitis. (1,2) Neurodermatitis dapat terjadi pada laki-laki dan wanita, tetapi lebih sering dilaporkan terjadi pada wanita terutama pada umur pertengahan. Neurodermatitis jarang terjadi pada anak-anak, karena neurodermatitis merupakan penyakit yang bersifat kronis dan dipengaruhi oleh keadaan emosi dan penyakit yang mendasarinya. (2) Dilihat dari ras dan suku bangsa, Asia terutama ras mongoloid lebih sering terkena penyakit ini

description

;;;

Transcript of BAB II

Page 1: BAB II

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Neurodermatitis sirkumskripta atau juga dikenal dengan liken simpleks

kronis adalah penyakit peradangan kronis pada kulit, gatal, sirkumskripta, dan

khas ditandai dengan likenifikasi. Likenifikasi timbul sebagai respon dari kulit

akibat gosokan dan garukan yang berulang-ulang dalam waktu yang cukup

lama, atau kebiasaan menggaruk pada satu area tertentu pada kulit sehingga

garis kulit tampak lebih menonjol menyerupai kulit batang kayu.1,2,3

B. Epidemiologi

Penyakit ini dapat mengenai semua kelompok umur mulai dari anak-

anak sampai dewasa. Kelompok usia dewasa 30 – 50 tahun paling sering

mengalami keluhan neurodermatitis. (1,2)

Neurodermatitis dapat terjadi pada laki-laki dan wanita, tetapi lebih

sering dilaporkan terjadi pada wanita terutama pada umur pertengahan.

Neurodermatitis jarang terjadi pada anak-anak, karena neurodermatitis

merupakan penyakit yang bersifat kronis dan dipengaruhi oleh keadaan emosi

dan penyakit yang mendasarinya.(2)

Dilihat dari ras dan suku bangsa, Asia terutama ras mongoloid lebih

sering terkena penyakit ini kemungkinan karena faktor protein yang

dikonsumsinya berbeda dengan ras dan suku bangsa lainnya. (4,5,6)

C. Etiologi

Etiologi pasti neurodermatitis sirkumskripta belum diketahui, namun

diduga pruritus memainkan peranan karena pruritus berasal dari pelepasan

mediator atau aktivitas enzim proteolitik. (1,2)

Disebutkan juga bahwa garukan dan gosokan mungkin respon terhadap

stres emosional. Selain itu, faktor-faktor yang dapat menyebabkan

neurodermatitis seperti pada perokok pasif, dapat juga dari makanan, alergen

seperti debu, rambut, makanan, bahan- bahan pakaian yang dapat mengiritasi

kulit, infeksi dan keadaan berkeringat. (1,2,3,5)

Page 2: BAB II

Keadaan ini menimbulkan iritasi kulit dan sensasi gatal sehingga

penderita sering menggaruknya. Hipotesis mengenai pruritus dapat oleh karena

adanya penyakit yang mendasari, misalnya gagal ginjal kronis, obstruksi saluran

empedu, limfoma Hodgkin, hipertiroidia, penyakit kulit seperti dermatitis

atopik, gigitan serangga, dan aspek psikologik dengan tekanan emosi. (2)

D. Patogenesis

Liken simpleks kronis ditemukan pada regio yang mudah dijangkau

tangan untuk menggaruk. Sensasi gatal memicu keinginan untuk menggaruk

atau menggosok yang dapat mengakibatkan lesi yang bernilai klinis, namun

patofisiologi yang mendasarinya masih belum diketahui. Perubahan

histopatologi likenifikasi pada neurodermatitis sirkumskripta bervariasi

tergantung dari lokasi dan durasinya. (1,5)

Paling sering ditemukan akantosis dan hiperkeratosis dengan berbagai

tingkatan. Rete ridges tampak memanjang dengan semua komponen epidermis

mengalami hiperplasia. Dermis bagian papil dan sub-epidermal mengalami

fibrosis dan terdapat pula serbukan infiltrat radang kronis dan limfa histiosit di

sekitar pembuluh darah. Pada lesi yang sudah sangat kronis, khususnya pada

likenifikasi yang gigantik (sangat besar), akantosis dan hiperkeratosis dapat

dilihat secara gross, dan rete ridges tampak ireguler namun tetap memanjang

dan melebar. (1,2)

E. Gejala Klinis

Penderita penyakit ini akan mengeluh rasa gatal yang sangat

mengganggu aktivitas, dan dirasakan terutama ketika penderita tidak sedang

beraktivitas. Rasa gatal akan berkurang bila digaruk, dan penderita akan berhenti

menggaruk bila sudah timbul luka, akibat tergantikannya rasa gatal dengan rasa

nyeri. (1,2)

Lesi yang muncul biasanya tunggal, bermula sebagai plak eritematosa.

Plak tersebut biasanya berbentuk plakat dan dapat memiliki 3 zona, yaitu:

a. Zona perifer. Zona ini selebar 2-3 cm yang tidak menebal dan dapat berisi

papul.

b. Zona media. Zona ini dapat memiliki papul lentikular yang mengalami

ekskoriasi.

Page 3: BAB II

c. Zona sentral. Zona ini merupakan zona yang memiliki penebalan paling

parah dan alterasi pigmentasi. (1,5)

Selain bentuk plak, lesi pada liken simpleks kronik dapat muncul dengan sedikit

edema. Lambat laun edema dan eritema akan menghilang, lalu muncul skuama

pada bagian tengah dan menebal. Likenifikasi, ekskoriasi, dengan sekeliling

yang hiperpigmentasi, muncul seiring dengan menebalnya kulit, dan batas

menjadi tidak tegas. Gambaran klinis juga dipengaruhi oleh lokasi dan lamanya

lesi. (1,2)

Penyakit ini memiliki predileksi di punggung, leher, dan ekstremitas

terutama pergelangan tangan dan lutut. Neurodermatitis sirkumskripta

merupakan proses yang sekunder ketika seseorang mengalami sensasi gatal pada

daerah kulit yang spesifik dengan atau tanpa kelainan kulit yang mendasar yang

dapat mengakibatkan trauma mekanis pada kulit yang berakhir dengan

likenifikasi. (1,2)

Skuama pada penyakit ini dapat menyerupai skuama pada psoriasis.

Variasi klinis dari liken simplek kronik dapat berupa prurigo nodularis, akibat

garukan atau korekan tangan penderita yang berulang-ulang pada suatu tempat.

Lesi berupa nodus berbentuk kubah, permukaan mengalami erosi tertutup krusta

dan skuama, yang lambat laun akan menjadi keras dan berwarna lebih gelak.

Lesi biasanya multiple, dan tempat predileksi di ekstrimitas. (1,2)

Keparahan gatal dapat diperburuk bila pasien berkeringat, pasien berada

pada suhu yang lembab, atau pasien terkena benda yang merangsang timbulnya

gatal. Gatal juga dapat bertambah pada saat pasien mengalami stres psikologis.

Pada pasien muda, keluhan gatal umumnya kurang dirasakan karena tidak begitu

mengganggu aktivitasnya, akan tetapi keluhan gatalnya sangat dirasakan seiring

bertambahnya usia dan faktor pemicu stressnya. (1,2,6)

Page 4: BAB II

Gambar 1 : Regio dorsum pedis dextra

Regio dorsum pedis dextra tampak plak hiperpigmentasi, soliter, bentuk oval,

ukuran 4 x 6 cm,batas tegas, ireguler, permukaan likenifikasi, bagian sentral

tampak eritem,sebagian erosi , tepi permukaan ditutupi skuama sedang selapis

warna putih. (1,2)

Gambar 2 : Kawasan Predileksi (5,6)

F. Diagnosis

Diagnosis untuk liken simpleks kronis dapat ditegakkan melalui

anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. (2)

Page 5: BAB II

Pasien dengan neurodermatitis sirkumskripta mengeluh merasa gatal

pada satu daerah atau lebih sehingga timbul plak yang tebal karena mengalami

proses likenifikasi. Biasanya rasa gatal tersebut muncul pada tengkuk, leher,

ekstensor kaki, siku, lutut, pergelangan kaki. Eritema biasanya muncul pada

awal lesi. Rasa gatal muncul pada saat pasien sedang beristirahat dan hilang saat

melakukan aktivitas dan biasanya gatal timbul intermiten. Pemeriksaan fisis

menunjukkan plak yang eritematous, berbatas tegas, dan terjadi likenifikasi.

Terjadi perubahan pigmentasi, yaitu hiperpigmentasi. (2,5)

G. Diagnosis Banding

Kasus-kasus primer yang umumnya menyebabkan likenifikasi adalah:

1. Plak psoriasis :

Psoriasis merupakan gangguan peradangan kulit yang kronik, dengan

karakteristik plak eritematous, berbatas tegas, berwarna putih

keperakan,skuama yang kasar, berlapis-lapis, transparan, disertai

fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner.

Lokasi terbanyak ditemukan didaerah ekstensor. Beberapa hipotesa telah

mendapatkan bahwa penyakit ini bersifat autoimun dan residif. (2)

Gambar 3 : Plak Psoriasis Kronis. (1)

2. Dermatitis kontak alergi:

Dermatitis kontak alergik terjadi bila alergen atau senyawa sejenis

menyebabkan reaksi hipersensitvitas tipe lamat pada paparan . Penderita

Page 6: BAB II

umumnya mengeluh gatal pada area yang terpajan/kontak dengan

sensitizer/alergen. (1)

Gambar 4 : Dermatitis kontak alergi. (1)

3. Skabies

Merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan dan

sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiel, hominis, dan produknya.

Memiliki 4 tanda kardinal, diagnosis dapat ditegakkan dengan

menemukan 2 dari 4 tanda kardinal :

a. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari

b. Menyerang sekelompok manusia, misal dalam keluarga dan asrama.

Page 7: BAB II

c. Adanya terowongan ( kunikulus ) pada tempat – tempat predileksi

yang berwarna putih keabu – abuan, berbentuk garis lurus atau

berkelok, rata – rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan di

temukan papul atau vesikel

d. Menemukan tungau merupakan hal yang paling menunjang

diagnosis

4. Tinea Manus

Tinea manus adalah dermatofitosis pada tangan yang sering terjadi

unilateral pada tangan yang dominan digunakan dan sering berhubungan

dengan Tinea pedis. Tinea manus biasanya asimptomatis, dengan

perjalanan penyakit dalam hitungan bulan sampai tahun. Pada

kebanyakan kasus tinea manus lebih sering terjadi unilateral dan terjadi

pada usia dewasa. Etiologi tersering dari tinea manus adalah T. Rubrum

Tinea manus mengarah ke infeksi dimana area interdigital dan permukaan

permukaan tangan menunjukkan karakteristik patologi yang khas.

Temuan yang khas dari infeksi tinea adalah lesi berbentuk “ringworm”

dengan bagian tengah yang bersih dan batasnya bersisik, eritem, dan

meninggi. Reaksi inflamasi yang muncul menandakan adanya kolonisasi

Keluhan penderita bervariasi mulai dari tanpa keluhan sampai mengeluh

sangat gatal dan nyeri karena terjadinya infeksi sekunder dan peradangan.

Keluhan biasanya terjadi pada kedua tangan dan gambaran erupsi tampak

simetris, namun dalam beberapa kasus bisa terjadi hanya satu tangan

yang terinfeksi. Variasi lain dapat berupa hiperkeratosis difusa yang dapat

terjadi unilateral pada sebagian kasus. Variasi lesi lain dapat berupa sisik

berbentuk bulan sabit yang dikelilingi patch vesikuler, papul diskret

eritem, dan patch folikular. Lapisan bersisik yang eritem juga sering

dijumpai pada permukaan bagian dorsal manus. Bentuk-bentuk lain lesi

dapat berupa infeksi zoofilik

H. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dari neurodermatitis sirkumskripta secara primer

adalah untuk mengurangi pruritus dan meminimalkan lesi yang ada dan

Page 8: BAB II

menghindarkan pasien dari kebiasaan menggaruk dan menggosok secara terus-

menerus.(1,5,7,8) Ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti :

1. Kortikosteroid topikal :9

Topical steroid class

American calssification

Topical steroid class

Brithis classification

Common r

epresentative topical steroids

Indications

ISuperpotent

corticosteroids

IVery potent

Clobetasol propionate 0.05%cream or ointment

Alopecia areata

Halobetasol propionate 0.05%cream or ointment

Atopic dermatitis (resistant)

Betamethasone dipropionate

0.05% ointment

Discoid lupus

Betamethasone dipropionate0.05% cream

Hyperkeratotic eczema

IIPotent

corticosteroids

IIPotent

Flucinonide 0.05% ointment

Lichen planus

Halcinonide 0.1% cream

Lichen sclerosus (skin)

Mometasone furoate 0.1%

ointment

Lichen simplex chronicus

Betamethasone dipropionate0.05% lotion

Nummular eczema

IIIUpper mid-

strength corticosteroids

Fluticasone propionate 0.005%

ointment

Psoriasis

Triamcinolone acetonide 0.1%

ointment

Severe hand eczema

Halometasone 0.05%

Page 9: BAB II

creamIV

Mid-strength corticosteroids

Flucinolone acetonide 0.025%

ointment

Asteatotic eczema

Mometasone furoate 0.1%

cream or lotion

Atopic dermatitis

VLower mid-

strength corticosteroids

IIIModerate

Betamethasone valerate 0.1%

cream

Lichen sclerosus (vulva)

Flucinolone acetonide 0.025%

cream

Nummular eczema

Fluticasone propionate 0.05%

cream

Scabies (after scabicide)

Hydrocortisone butyrate 0.1%

cream

Seborrheic dermatitis

Severe dermatitis

Severe intertrigo (short-term)

Statis dermatitisVI

Mild corticosteroidsAlclometasone dipropionate

0.05% cream or onintment

Dermatitis (diaper)

Desonide 0.05% cream

Dermatitis (eyelids)

Fluocinolone acetonide 0.01%

cream

Dermatitis (face)

Triamcinolone acetonide

0.025% cream

Intertigo

VIILeast potent

corticosteroids

IVMild

Hydrocortisone 1% or 2.5%

cream, 1% or 2.5% lotion, 1% or

Perianal inflammation

Page 10: BAB II

2.5% ointmentHydrocortisone acetate (1% or

2.5% cream, 1% or 2.5% lotion,1% or 2.5% ointment)

2. Antihistamin10,11

Yang termasuk antihistamin generasi ketiga yaitu feksofenadin,

norastemizole dan deskarboetoksi loratadin (DCL), ketiganya adalah

merupakan metabolit antihistamin generasi kedua. Tujuan mengembangkan

antihistamin generasi ketiga adalah untuk menyederhanakan farmakokinetik

dan metabolismenya, serta menghindari efek samping yang berkaitan

dengan obat sebelumnya

a. Feksofenadin (Telfast ®)

Merupakan metabolit karboksilat dari antihistamin generasi

kedua terfenadin dan diijinkan untuk dipasarkan oleh FDA pada Juli

1996. Setelah diketahui bahwa feksofenadin tidak berpengaruh buruk

terhadap elektrofisiologi jantung dan mempunyai efektivitas sama

seperti terfenadin maka feksofenadin menggantikan terfenadin dan

telah dipasarkan di Indonesia dengan nama dagang Telfast ( di Amerika

: Allegra ®).

Sifat-sifat kimia feksofenadin adalah : secara oral cepat

diabsorpsi, hanya sekitar 5% mengalami metabolisme, sisanya

diekskresi dalam urin dan feses tanpa mengalami perubahan. Hasil ini

tidak dipengaruhi oleh adanya gangguan pada fungsi hati atau ginjal.

Pada penderita usia lanjut atau penderita dengan gangguan fungsi

ginjal, kadar feksofenadine dalam plasma darah dapat meningkat 2 kali

dari pada normal. Namun hal ini tidak perlu dikhawatirkan, karena

indeks terapi obat ini relatif tinggi. Feksofenadin tidak berpengaruh

pada interval QT pada percobaan binatang atau pada manusia yang

diberi 10 kali lipat dosis standar 60 mg 2 kali sehari. Feksofenadin

Page 11: BAB II

tidak menembus sawar darah otak sehingga tidak mempunyai efek

samping terhadap susunan saraf pusat.

Penelitian yang dilakukan oleh Meltzer dkk. pada 826 penderita

rinitis allergika kronik karena musim, dari usia 12 hingga 65 tahun

dengan pemberian feksofenadin 60 mg ternyata dapat meningkatkan

kualitas hidup, tidak mengganggu aktifitas dan produksi kerja.

Penggunaan antihistamin untuk penderita lanjut usia harus

mempertimbangkan berbagai kemungkinan interaksi obat serta kondisi

organ tubuh yang biasanya telah mengalami penurunan. Feksofenadin

merupakan antihistamin nonsedatif, yang sama dengan terfenadin tetapi

tidak bersifat kardiotoksik. Pada penderita penyakit hati tidak

diperlukan penyesuaian dosis, demikian juga untuk penderita gangguan

fungsi ginjal dosis yang dianjurkan adalah dosis tunggal 60 mg/ hari.

b. Norastemizole

Mempunyai beberapa kelebihan dibanding dengan astemizole,

dan menurut McCullogh dkk norastemizole menghambat reseptor H1 13

sampai 16 kali lebih kuat.

Pada percobaan dengan binatang, konstriksi bronkus akibat

histamin juga dihambat 20 sampai 40 kali lebih kuat dibanding

astemizole. Mulai kerja norastemizole lebih cepat dibanding

astemizole. Norastemizole tidak mengalami metabolisme, diekskresi

dalam urin dalam bentuk tidak berubah, waktu paruh plasma sekitar

satu minggu, jadi setengah dari pada waktu paruh astemizole. Dalam

percobaan pada tikus, obat ini tidak menaikkan berat badan. Terhadap

jantung, pengaruhnya relatif lebih aman meskipun dalam kombinasi

dengan obat lainnya, tidak meningkatkan interval QT setelah

pemberian per os dengan dosis tunggal 100 mg. Obat ini belum

dipasarkan di Indonesia.

c. DCL (diproduksi oleh Schering Plough)

Lebih kuat dari pada loratadin terhadap reseptor H1. Juga

diketahui bahwa obat ini menghambat reseptor muskarinik M1 dan M3

sehingga meningkatkan efek dalam pengobatan asma bronkiale. DCL

Page 12: BAB II

mula kerjanya sedikit lebih lambat dan mempunyai waktu paruh dalam

plasma lebih panjang dibandingkan dengan loratadine. Dalam

percobaan binatang dengan dosis yang tinggi ternyata tidak

berpengaruh terhadap interval QT dan denyut jantung meskipun dengan

dosis sampai 100 mg/ kg BB. Pada kombinasi dengan eritromisin,

kadar DCL dalam plasma sedikit menurun.

Page 13: BAB II

DAFTAR PUSTAKA

1. Sterling JC. Virus infections. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C,

eds. Rook’s Textbook of Dermatology.8th . United Kingdom: Wiley-

Blackwell;2012.p. 1023-6.

2. Wolff K. Viral infection of skin and mucosa. In: Richard AJ, Wolff K, eds.

Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology.6th United

Kingdom: Wiley Blackwell; 2007. p.81-2.

3. James WD. Viral diseases. In: James WD, Timoty G, Berger D. Andrews’

Diseases of The Skin: Clinical Dermatology. 10thed. Canada: Saunders Elsevier;

2006. p.58.

4. Sterling JC. Virus infections. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C.

Rook’s Textbook of Dermatology.7th United Kingdom: Wiley-Blackwell;2012.p.

1741-4.

5. Suyoso, S. Pengobatan dermatitis numularis dan neurodermatitis sirkumskripta.

Neurodermatitis, 2008. 1, 20.

6. Jin-Gang An, et al., Quality Of Life of Patients with Neurodermatitis.

International Journal of Medical Science, 2013. 10(1): p. 6.

7. Hunter J. Infections. In: Hunter J, Savin J, Dahl M. Clinical Dermatology.

3rded.United States of America: Blackwell Publishing Company; 2002. p. 2-4.

91 & 187.

8. Habif TP. Bacterial infections. In: Habif TP, editor. Clinical Dermatology:A

Color Guide to Diagnosis and Therapy. 4th , Hanover, USA: Mosby; 2003.

p.228-30

9. Ference JD, Last AR. Choosing topical corticosteroids. Am Fam. Physician

2009; 79(2): 135-40.

10. Handley DA, Magnetti A, Higgins A.J. Therapeutic advantages of third

generation antihistamines. Exp Opin Invest Drugs 1998; 7: 1045-54.

Page 14: BAB II

11. Simons FER, Simons KJ. The pharmacology and use of H - receptor - antagonist

drugs. New Engl J Med 1994; 330: 1663-70.