BAB II
-
Upload
marfuahroberto -
Category
Documents
-
view
27 -
download
3
description
Transcript of BAB II
![Page 1: BAB II](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081420/5695d4da1a28ab9b02a3066a/html5/thumbnails/1.jpg)
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Neurodermatitis sirkumskripta atau juga dikenal dengan liken simpleks
kronis adalah penyakit peradangan kronis pada kulit, gatal, sirkumskripta, dan
khas ditandai dengan likenifikasi. Likenifikasi timbul sebagai respon dari kulit
akibat gosokan dan garukan yang berulang-ulang dalam waktu yang cukup
lama, atau kebiasaan menggaruk pada satu area tertentu pada kulit sehingga
garis kulit tampak lebih menonjol menyerupai kulit batang kayu.1,2,3
B. Epidemiologi
Penyakit ini dapat mengenai semua kelompok umur mulai dari anak-
anak sampai dewasa. Kelompok usia dewasa 30 – 50 tahun paling sering
mengalami keluhan neurodermatitis. (1,2)
Neurodermatitis dapat terjadi pada laki-laki dan wanita, tetapi lebih
sering dilaporkan terjadi pada wanita terutama pada umur pertengahan.
Neurodermatitis jarang terjadi pada anak-anak, karena neurodermatitis
merupakan penyakit yang bersifat kronis dan dipengaruhi oleh keadaan emosi
dan penyakit yang mendasarinya.(2)
Dilihat dari ras dan suku bangsa, Asia terutama ras mongoloid lebih
sering terkena penyakit ini kemungkinan karena faktor protein yang
dikonsumsinya berbeda dengan ras dan suku bangsa lainnya. (4,5,6)
C. Etiologi
Etiologi pasti neurodermatitis sirkumskripta belum diketahui, namun
diduga pruritus memainkan peranan karena pruritus berasal dari pelepasan
mediator atau aktivitas enzim proteolitik. (1,2)
Disebutkan juga bahwa garukan dan gosokan mungkin respon terhadap
stres emosional. Selain itu, faktor-faktor yang dapat menyebabkan
neurodermatitis seperti pada perokok pasif, dapat juga dari makanan, alergen
seperti debu, rambut, makanan, bahan- bahan pakaian yang dapat mengiritasi
kulit, infeksi dan keadaan berkeringat. (1,2,3,5)
![Page 2: BAB II](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081420/5695d4da1a28ab9b02a3066a/html5/thumbnails/2.jpg)
Keadaan ini menimbulkan iritasi kulit dan sensasi gatal sehingga
penderita sering menggaruknya. Hipotesis mengenai pruritus dapat oleh karena
adanya penyakit yang mendasari, misalnya gagal ginjal kronis, obstruksi saluran
empedu, limfoma Hodgkin, hipertiroidia, penyakit kulit seperti dermatitis
atopik, gigitan serangga, dan aspek psikologik dengan tekanan emosi. (2)
D. Patogenesis
Liken simpleks kronis ditemukan pada regio yang mudah dijangkau
tangan untuk menggaruk. Sensasi gatal memicu keinginan untuk menggaruk
atau menggosok yang dapat mengakibatkan lesi yang bernilai klinis, namun
patofisiologi yang mendasarinya masih belum diketahui. Perubahan
histopatologi likenifikasi pada neurodermatitis sirkumskripta bervariasi
tergantung dari lokasi dan durasinya. (1,5)
Paling sering ditemukan akantosis dan hiperkeratosis dengan berbagai
tingkatan. Rete ridges tampak memanjang dengan semua komponen epidermis
mengalami hiperplasia. Dermis bagian papil dan sub-epidermal mengalami
fibrosis dan terdapat pula serbukan infiltrat radang kronis dan limfa histiosit di
sekitar pembuluh darah. Pada lesi yang sudah sangat kronis, khususnya pada
likenifikasi yang gigantik (sangat besar), akantosis dan hiperkeratosis dapat
dilihat secara gross, dan rete ridges tampak ireguler namun tetap memanjang
dan melebar. (1,2)
E. Gejala Klinis
Penderita penyakit ini akan mengeluh rasa gatal yang sangat
mengganggu aktivitas, dan dirasakan terutama ketika penderita tidak sedang
beraktivitas. Rasa gatal akan berkurang bila digaruk, dan penderita akan berhenti
menggaruk bila sudah timbul luka, akibat tergantikannya rasa gatal dengan rasa
nyeri. (1,2)
Lesi yang muncul biasanya tunggal, bermula sebagai plak eritematosa.
Plak tersebut biasanya berbentuk plakat dan dapat memiliki 3 zona, yaitu:
a. Zona perifer. Zona ini selebar 2-3 cm yang tidak menebal dan dapat berisi
papul.
b. Zona media. Zona ini dapat memiliki papul lentikular yang mengalami
ekskoriasi.
![Page 3: BAB II](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081420/5695d4da1a28ab9b02a3066a/html5/thumbnails/3.jpg)
c. Zona sentral. Zona ini merupakan zona yang memiliki penebalan paling
parah dan alterasi pigmentasi. (1,5)
Selain bentuk plak, lesi pada liken simpleks kronik dapat muncul dengan sedikit
edema. Lambat laun edema dan eritema akan menghilang, lalu muncul skuama
pada bagian tengah dan menebal. Likenifikasi, ekskoriasi, dengan sekeliling
yang hiperpigmentasi, muncul seiring dengan menebalnya kulit, dan batas
menjadi tidak tegas. Gambaran klinis juga dipengaruhi oleh lokasi dan lamanya
lesi. (1,2)
Penyakit ini memiliki predileksi di punggung, leher, dan ekstremitas
terutama pergelangan tangan dan lutut. Neurodermatitis sirkumskripta
merupakan proses yang sekunder ketika seseorang mengalami sensasi gatal pada
daerah kulit yang spesifik dengan atau tanpa kelainan kulit yang mendasar yang
dapat mengakibatkan trauma mekanis pada kulit yang berakhir dengan
likenifikasi. (1,2)
Skuama pada penyakit ini dapat menyerupai skuama pada psoriasis.
Variasi klinis dari liken simplek kronik dapat berupa prurigo nodularis, akibat
garukan atau korekan tangan penderita yang berulang-ulang pada suatu tempat.
Lesi berupa nodus berbentuk kubah, permukaan mengalami erosi tertutup krusta
dan skuama, yang lambat laun akan menjadi keras dan berwarna lebih gelak.
Lesi biasanya multiple, dan tempat predileksi di ekstrimitas. (1,2)
Keparahan gatal dapat diperburuk bila pasien berkeringat, pasien berada
pada suhu yang lembab, atau pasien terkena benda yang merangsang timbulnya
gatal. Gatal juga dapat bertambah pada saat pasien mengalami stres psikologis.
Pada pasien muda, keluhan gatal umumnya kurang dirasakan karena tidak begitu
mengganggu aktivitasnya, akan tetapi keluhan gatalnya sangat dirasakan seiring
bertambahnya usia dan faktor pemicu stressnya. (1,2,6)
![Page 4: BAB II](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081420/5695d4da1a28ab9b02a3066a/html5/thumbnails/4.jpg)
Gambar 1 : Regio dorsum pedis dextra
Regio dorsum pedis dextra tampak plak hiperpigmentasi, soliter, bentuk oval,
ukuran 4 x 6 cm,batas tegas, ireguler, permukaan likenifikasi, bagian sentral
tampak eritem,sebagian erosi , tepi permukaan ditutupi skuama sedang selapis
warna putih. (1,2)
Gambar 2 : Kawasan Predileksi (5,6)
F. Diagnosis
Diagnosis untuk liken simpleks kronis dapat ditegakkan melalui
anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. (2)
![Page 5: BAB II](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081420/5695d4da1a28ab9b02a3066a/html5/thumbnails/5.jpg)
Pasien dengan neurodermatitis sirkumskripta mengeluh merasa gatal
pada satu daerah atau lebih sehingga timbul plak yang tebal karena mengalami
proses likenifikasi. Biasanya rasa gatal tersebut muncul pada tengkuk, leher,
ekstensor kaki, siku, lutut, pergelangan kaki. Eritema biasanya muncul pada
awal lesi. Rasa gatal muncul pada saat pasien sedang beristirahat dan hilang saat
melakukan aktivitas dan biasanya gatal timbul intermiten. Pemeriksaan fisis
menunjukkan plak yang eritematous, berbatas tegas, dan terjadi likenifikasi.
Terjadi perubahan pigmentasi, yaitu hiperpigmentasi. (2,5)
G. Diagnosis Banding
Kasus-kasus primer yang umumnya menyebabkan likenifikasi adalah:
1. Plak psoriasis :
Psoriasis merupakan gangguan peradangan kulit yang kronik, dengan
karakteristik plak eritematous, berbatas tegas, berwarna putih
keperakan,skuama yang kasar, berlapis-lapis, transparan, disertai
fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner.
Lokasi terbanyak ditemukan didaerah ekstensor. Beberapa hipotesa telah
mendapatkan bahwa penyakit ini bersifat autoimun dan residif. (2)
Gambar 3 : Plak Psoriasis Kronis. (1)
2. Dermatitis kontak alergi:
Dermatitis kontak alergik terjadi bila alergen atau senyawa sejenis
menyebabkan reaksi hipersensitvitas tipe lamat pada paparan . Penderita
![Page 6: BAB II](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081420/5695d4da1a28ab9b02a3066a/html5/thumbnails/6.jpg)
umumnya mengeluh gatal pada area yang terpajan/kontak dengan
sensitizer/alergen. (1)
Gambar 4 : Dermatitis kontak alergi. (1)
3. Skabies
Merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan dan
sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiel, hominis, dan produknya.
Memiliki 4 tanda kardinal, diagnosis dapat ditegakkan dengan
menemukan 2 dari 4 tanda kardinal :
a. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari
b. Menyerang sekelompok manusia, misal dalam keluarga dan asrama.
![Page 7: BAB II](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081420/5695d4da1a28ab9b02a3066a/html5/thumbnails/7.jpg)
c. Adanya terowongan ( kunikulus ) pada tempat – tempat predileksi
yang berwarna putih keabu – abuan, berbentuk garis lurus atau
berkelok, rata – rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan di
temukan papul atau vesikel
d. Menemukan tungau merupakan hal yang paling menunjang
diagnosis
4. Tinea Manus
Tinea manus adalah dermatofitosis pada tangan yang sering terjadi
unilateral pada tangan yang dominan digunakan dan sering berhubungan
dengan Tinea pedis. Tinea manus biasanya asimptomatis, dengan
perjalanan penyakit dalam hitungan bulan sampai tahun. Pada
kebanyakan kasus tinea manus lebih sering terjadi unilateral dan terjadi
pada usia dewasa. Etiologi tersering dari tinea manus adalah T. Rubrum
Tinea manus mengarah ke infeksi dimana area interdigital dan permukaan
permukaan tangan menunjukkan karakteristik patologi yang khas.
Temuan yang khas dari infeksi tinea adalah lesi berbentuk “ringworm”
dengan bagian tengah yang bersih dan batasnya bersisik, eritem, dan
meninggi. Reaksi inflamasi yang muncul menandakan adanya kolonisasi
Keluhan penderita bervariasi mulai dari tanpa keluhan sampai mengeluh
sangat gatal dan nyeri karena terjadinya infeksi sekunder dan peradangan.
Keluhan biasanya terjadi pada kedua tangan dan gambaran erupsi tampak
simetris, namun dalam beberapa kasus bisa terjadi hanya satu tangan
yang terinfeksi. Variasi lain dapat berupa hiperkeratosis difusa yang dapat
terjadi unilateral pada sebagian kasus. Variasi lesi lain dapat berupa sisik
berbentuk bulan sabit yang dikelilingi patch vesikuler, papul diskret
eritem, dan patch folikular. Lapisan bersisik yang eritem juga sering
dijumpai pada permukaan bagian dorsal manus. Bentuk-bentuk lain lesi
dapat berupa infeksi zoofilik
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari neurodermatitis sirkumskripta secara primer
adalah untuk mengurangi pruritus dan meminimalkan lesi yang ada dan
![Page 8: BAB II](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081420/5695d4da1a28ab9b02a3066a/html5/thumbnails/8.jpg)
menghindarkan pasien dari kebiasaan menggaruk dan menggosok secara terus-
menerus.(1,5,7,8) Ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti :
1. Kortikosteroid topikal :9
Topical steroid class
American calssification
Topical steroid class
Brithis classification
Common r
epresentative topical steroids
Indications
ISuperpotent
corticosteroids
IVery potent
Clobetasol propionate 0.05%cream or ointment
Alopecia areata
Halobetasol propionate 0.05%cream or ointment
Atopic dermatitis (resistant)
Betamethasone dipropionate
0.05% ointment
Discoid lupus
Betamethasone dipropionate0.05% cream
Hyperkeratotic eczema
IIPotent
corticosteroids
IIPotent
Flucinonide 0.05% ointment
Lichen planus
Halcinonide 0.1% cream
Lichen sclerosus (skin)
Mometasone furoate 0.1%
ointment
Lichen simplex chronicus
Betamethasone dipropionate0.05% lotion
Nummular eczema
IIIUpper mid-
strength corticosteroids
Fluticasone propionate 0.005%
ointment
Psoriasis
Triamcinolone acetonide 0.1%
ointment
Severe hand eczema
Halometasone 0.05%
![Page 9: BAB II](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081420/5695d4da1a28ab9b02a3066a/html5/thumbnails/9.jpg)
creamIV
Mid-strength corticosteroids
Flucinolone acetonide 0.025%
ointment
Asteatotic eczema
Mometasone furoate 0.1%
cream or lotion
Atopic dermatitis
VLower mid-
strength corticosteroids
IIIModerate
Betamethasone valerate 0.1%
cream
Lichen sclerosus (vulva)
Flucinolone acetonide 0.025%
cream
Nummular eczema
Fluticasone propionate 0.05%
cream
Scabies (after scabicide)
Hydrocortisone butyrate 0.1%
cream
Seborrheic dermatitis
Severe dermatitis
Severe intertrigo (short-term)
Statis dermatitisVI
Mild corticosteroidsAlclometasone dipropionate
0.05% cream or onintment
Dermatitis (diaper)
Desonide 0.05% cream
Dermatitis (eyelids)
Fluocinolone acetonide 0.01%
cream
Dermatitis (face)
Triamcinolone acetonide
0.025% cream
Intertigo
VIILeast potent
corticosteroids
IVMild
Hydrocortisone 1% or 2.5%
cream, 1% or 2.5% lotion, 1% or
Perianal inflammation
![Page 10: BAB II](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081420/5695d4da1a28ab9b02a3066a/html5/thumbnails/10.jpg)
2.5% ointmentHydrocortisone acetate (1% or
2.5% cream, 1% or 2.5% lotion,1% or 2.5% ointment)
2. Antihistamin10,11
Yang termasuk antihistamin generasi ketiga yaitu feksofenadin,
norastemizole dan deskarboetoksi loratadin (DCL), ketiganya adalah
merupakan metabolit antihistamin generasi kedua. Tujuan mengembangkan
antihistamin generasi ketiga adalah untuk menyederhanakan farmakokinetik
dan metabolismenya, serta menghindari efek samping yang berkaitan
dengan obat sebelumnya
a. Feksofenadin (Telfast ®)
Merupakan metabolit karboksilat dari antihistamin generasi
kedua terfenadin dan diijinkan untuk dipasarkan oleh FDA pada Juli
1996. Setelah diketahui bahwa feksofenadin tidak berpengaruh buruk
terhadap elektrofisiologi jantung dan mempunyai efektivitas sama
seperti terfenadin maka feksofenadin menggantikan terfenadin dan
telah dipasarkan di Indonesia dengan nama dagang Telfast ( di Amerika
: Allegra ®).
Sifat-sifat kimia feksofenadin adalah : secara oral cepat
diabsorpsi, hanya sekitar 5% mengalami metabolisme, sisanya
diekskresi dalam urin dan feses tanpa mengalami perubahan. Hasil ini
tidak dipengaruhi oleh adanya gangguan pada fungsi hati atau ginjal.
Pada penderita usia lanjut atau penderita dengan gangguan fungsi
ginjal, kadar feksofenadine dalam plasma darah dapat meningkat 2 kali
dari pada normal. Namun hal ini tidak perlu dikhawatirkan, karena
indeks terapi obat ini relatif tinggi. Feksofenadin tidak berpengaruh
pada interval QT pada percobaan binatang atau pada manusia yang
diberi 10 kali lipat dosis standar 60 mg 2 kali sehari. Feksofenadin
![Page 11: BAB II](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081420/5695d4da1a28ab9b02a3066a/html5/thumbnails/11.jpg)
tidak menembus sawar darah otak sehingga tidak mempunyai efek
samping terhadap susunan saraf pusat.
Penelitian yang dilakukan oleh Meltzer dkk. pada 826 penderita
rinitis allergika kronik karena musim, dari usia 12 hingga 65 tahun
dengan pemberian feksofenadin 60 mg ternyata dapat meningkatkan
kualitas hidup, tidak mengganggu aktifitas dan produksi kerja.
Penggunaan antihistamin untuk penderita lanjut usia harus
mempertimbangkan berbagai kemungkinan interaksi obat serta kondisi
organ tubuh yang biasanya telah mengalami penurunan. Feksofenadin
merupakan antihistamin nonsedatif, yang sama dengan terfenadin tetapi
tidak bersifat kardiotoksik. Pada penderita penyakit hati tidak
diperlukan penyesuaian dosis, demikian juga untuk penderita gangguan
fungsi ginjal dosis yang dianjurkan adalah dosis tunggal 60 mg/ hari.
b. Norastemizole
Mempunyai beberapa kelebihan dibanding dengan astemizole,
dan menurut McCullogh dkk norastemizole menghambat reseptor H1 13
sampai 16 kali lebih kuat.
Pada percobaan dengan binatang, konstriksi bronkus akibat
histamin juga dihambat 20 sampai 40 kali lebih kuat dibanding
astemizole. Mulai kerja norastemizole lebih cepat dibanding
astemizole. Norastemizole tidak mengalami metabolisme, diekskresi
dalam urin dalam bentuk tidak berubah, waktu paruh plasma sekitar
satu minggu, jadi setengah dari pada waktu paruh astemizole. Dalam
percobaan pada tikus, obat ini tidak menaikkan berat badan. Terhadap
jantung, pengaruhnya relatif lebih aman meskipun dalam kombinasi
dengan obat lainnya, tidak meningkatkan interval QT setelah
pemberian per os dengan dosis tunggal 100 mg. Obat ini belum
dipasarkan di Indonesia.
c. DCL (diproduksi oleh Schering Plough)
Lebih kuat dari pada loratadin terhadap reseptor H1. Juga
diketahui bahwa obat ini menghambat reseptor muskarinik M1 dan M3
sehingga meningkatkan efek dalam pengobatan asma bronkiale. DCL
![Page 12: BAB II](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081420/5695d4da1a28ab9b02a3066a/html5/thumbnails/12.jpg)
mula kerjanya sedikit lebih lambat dan mempunyai waktu paruh dalam
plasma lebih panjang dibandingkan dengan loratadine. Dalam
percobaan binatang dengan dosis yang tinggi ternyata tidak
berpengaruh terhadap interval QT dan denyut jantung meskipun dengan
dosis sampai 100 mg/ kg BB. Pada kombinasi dengan eritromisin,
kadar DCL dalam plasma sedikit menurun.
![Page 13: BAB II](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081420/5695d4da1a28ab9b02a3066a/html5/thumbnails/13.jpg)
DAFTAR PUSTAKA
1. Sterling JC. Virus infections. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C,
eds. Rook’s Textbook of Dermatology.8th . United Kingdom: Wiley-
Blackwell;2012.p. 1023-6.
2. Wolff K. Viral infection of skin and mucosa. In: Richard AJ, Wolff K, eds.
Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology.6th United
Kingdom: Wiley Blackwell; 2007. p.81-2.
3. James WD. Viral diseases. In: James WD, Timoty G, Berger D. Andrews’
Diseases of The Skin: Clinical Dermatology. 10thed. Canada: Saunders Elsevier;
2006. p.58.
4. Sterling JC. Virus infections. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C.
Rook’s Textbook of Dermatology.7th United Kingdom: Wiley-Blackwell;2012.p.
1741-4.
5. Suyoso, S. Pengobatan dermatitis numularis dan neurodermatitis sirkumskripta.
Neurodermatitis, 2008. 1, 20.
6. Jin-Gang An, et al., Quality Of Life of Patients with Neurodermatitis.
International Journal of Medical Science, 2013. 10(1): p. 6.
7. Hunter J. Infections. In: Hunter J, Savin J, Dahl M. Clinical Dermatology.
3rded.United States of America: Blackwell Publishing Company; 2002. p. 2-4.
91 & 187.
8. Habif TP. Bacterial infections. In: Habif TP, editor. Clinical Dermatology:A
Color Guide to Diagnosis and Therapy. 4th , Hanover, USA: Mosby; 2003.
p.228-30
9. Ference JD, Last AR. Choosing topical corticosteroids. Am Fam. Physician
2009; 79(2): 135-40.
10. Handley DA, Magnetti A, Higgins A.J. Therapeutic advantages of third
generation antihistamines. Exp Opin Invest Drugs 1998; 7: 1045-54.
![Page 14: BAB II](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081420/5695d4da1a28ab9b02a3066a/html5/thumbnails/14.jpg)
11. Simons FER, Simons KJ. The pharmacology and use of H - receptor - antagonist
drugs. New Engl J Med 1994; 330: 1663-70.