BAB II

16
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ekonomi Islam adalah sebuah sistem ilmu pengetahuan yang menyoroti masalah perekonomian, sama seperti konsep ekonomi konvensional lainnya. Hanya, dalam sistem ekonomi ini, nilai-nilai Islam menjadi landasan dan dasar dalam setiap aktivitasnya. Tujuannya adalah membantu manusia mencapai kemenangan di dunia dan di akhirat dengan berpusat pada tiga aspek yaitu penyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan lingkungannya, keadilan di bidang hukum dan muamalah, tercapainya maslahah (merupakan puncaknya). Indonesia sendiri belum menerapkan ekonomi Islam secara maksimal. Masih banyak berdiri bank, asuransi dan pegadaian konvensional. Penerapan ekonomi Islam banyak yang menyimpang dan banyak pihak yang belum mengerti pentingnya ekonomi Islam. 1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu : 1. Bagaimanakah prinsip ekonomi dalam Islam ? 2. Bagaimanakah persoalan ekonomi dalam pandangan Islam ? 3. Bagaimanakah bekerja sebagai kewajiban dan ibadah ? 4. Bagaimanakah akhlak bekerja dalam Islam ? 1

description

AIK

Transcript of BAB II

Page 1: BAB II

BAB I

PENDAHULUAN

1.1LATAR BELAKANG

Ekonomi Islam  adalah sebuah sistem ilmu pengetahuan yang menyoroti

masalah perekonomian, sama seperti konsep ekonomi konvensional lainnya. Hanya,

dalam sistem ekonomi ini, nilai-nilai Islam menjadi landasan dan dasar dalam setiap

aktivitasnya. Tujuannya adalah membantu manusia mencapai kemenangan di dunia

dan di akhirat dengan berpusat pada tiga aspek yaitu penyucian jiwa agar setiap

muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan lingkungannya,

keadilan di bidang hukum dan muamalah, tercapainya maslahah (merupakan

puncaknya).

Indonesia sendiri belum menerapkan ekonomi Islam secara maksimal. Masih

banyak berdiri bank, asuransi dan pegadaian konvensional. Penerapan ekonomi

Islam banyak yang menyimpang dan banyak pihak yang belum mengerti pentingnya

ekonomi Islam.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu :

1. Bagaimanakah prinsip ekonomi dalam Islam ?

2. Bagaimanakah persoalan ekonomi dalam pandangan Islam ?

3. Bagaimanakah bekerja sebagai kewajiban dan ibadah ?

4. Bagaimanakah akhlak bekerja dalam Islam ?

1.2Tujuan

1. Mengetahui prinsip ekonomi dalam Islam

2. Mengetahui persoalan ekonomi dalam pandangan Islam

3. Mengetahui bekerja sebagai kewajiban dan ibadah

4. Mengetahui akhlak bekerja dalam Islam

1

Page 2: BAB II

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Prinsip-Prinsip Ekonomi Dalam Islam

2.1.1 Kebebasan Individu Dalam Konteks Kesejahteraan Sosial

Kepemilikan pribadi diakui dalam batas-batas tertentu yang berhubungan

dengan kepentingan masyarakat dan tidak mengakui pendapatan yang tidak

diperoleh dengan cara tidak sah.

Firman Allah:

“...kepunyaan-Nya apa yang dilangit dan dibumi...’’ (QS.AL-Baqarah:225)

2.1.2 Mencapai Distribusi Pendapatan Dan Kekayaan Yang Adil Dan Merata

“dan dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa dibumi dan dia

meninggikan sebagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat, untuk

mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesunguhnya Tuhan-mu

amat cepat siksaNya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha

penyayang.” (QS. Al-An’am: 165)

Islam, kekayaan tidak boleh hanya dimilik oleh segelintir orang-orang kaya,

kekayaan harus berperan sebagai capital produktif yang akan meningkatkan

besaran produk nasional dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

2.1.3 Implementasi Zakat

Zakat merupakan alat distribusi kekayaan dari orang yang mampu kepada

masyarakat yang kurang mampu, manfaat zakat dianataranya adalah:

Memenuhi kebutuhan masyarakat yang kekurangan.

Memperkecil jurang kesenjangan ekonomi.

Menekan jumlah permasalahan sosial, kriminalitas, pelacuran, gelandangan,

pengemis dan lain-lain.

2

Page 3: BAB II

Menjaga kemampuan beli masyarakat agar dapat memlihara sektor usaha.

Dengan kata lain zakat menjaga konsumsi masyarakat pada tingkat yang

minimal, sehingga perekonomian dapat terus berjalan.

2.1.4 Penghapusan Atau Pelarangan Riba

Riba adalah segala tamahan atas pinjaman atau tambahan dari pertukaran

pada satu jenis barang yang sama. Cara transaksi yang dibenarkan dalam islam

adalah pertukaran ekonomi yang bersifat produktif tanpa ada unsure riba (bunga),

ghahar (manipulasi), maisir (judi), ikhtikar (penimbunan), tatfif (curang)

“…allah telah menghlalkan juala beli dan mengharamkan riba…” (Al-baqarah: 275).

2.2 Persoalan-Persoalan Ekonomi

2.2.1 Permasalahan Bunga Bank

Bunga diterima sebagai jasa pemberian kredit terhadap pihak tertentu

debitur) dan bank.pun memberikan jasa bunga kepada pemilik uang (deposan)

dengan tingkat bunga tertentu. Yang menjadi masalah sekarang bunga bank

termasuk riba?. Dalam menjawab masalah ini para ulama tidak memiliki satu

kesepakatan. Mereka berselisih paham dalam menghukumi bunga bank yaitu:

a. Kelompok pertama, menyatakan bahwa bunga bank itu di hukumi riba, karena

terjadi penambahan jumlah pinjaman dengan jumlah pembayaran dan

penambahan tersebut adalah riba karena hukumnya haram.

b. Kelompok kedua menyatakan bahwa bunga bank hukumnya riba apapila;

1. Bunganya berlipat ganda

2. Bersifat memaksa

3. Memberatkan

Jika sifat bunga itu tidak memiliki sid=fat seperti itu maka bunga bank tidak

termasuk riba.

c. Kelompok ketiga menyatakan bahwa bunga bank dihukumi riba, tetapi karena

bank yang tanpa riba belum ada dan bank sangat diperlukan utnuk

3

Page 4: BAB II

perkembangan ekonomi umat, maka memanfaatkan bank dengan bunganya

termasu perbauatan darurat, karena itu tidak berdosa.

2.2.2 Asuransi

Suatu sistem keuangan yang mengharuskan penanggung membayar sejumlah

uang atau santunan berkala, atau tanggungan materi apa saja kepada tertanggung

karena suatu kejadian/resiko selama batas waktu tertentu sebagai imbalan dari

premi yang dibayarkan tertanggung, secara diangsur atau dibayar sekali jadi.

Ada beberapa pandangan atau pendapat mengenai asuransi ditinjau dari fiqh

Islam. Yang paling mengemuka perbedaan tersebut terbagi tiga, yaitu:

1) Asuransi itu haram dalam segala macam bentuknya, temasuk asuransi jiwa

Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq, Abdullah al-Qalqii (mufti

Yordania), Yusuf Qardhawi dan Muhammad Bakhil al-Muth‘i (mufti Mesir”).

Alasan-alasan yang mereka kemukakan ialah:

Asuransi sama dengan judi

Asuransi mengandung ungur-unsur tidak pasti.

Asuransi mengandung unsur riba/renten.

Asurnsi mengandung unsur pemerasan, karena pemegang polis, apabila tidak

bisa melanjutkan pembayaran preminya, akan hilang premi yang sudah

dibayar atau di kurangi.

Premi-premi yang sudah dibayar akan diputar dalam praktek-praktek riba.

Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai.

Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis, dan sama halnya dengan

mendahului takdir Allah.

2) Asuransi konvensional diperbolehkan

Pendapat kedua ini dikemukakan oleh Abd. Wahab Khalaf, Mustafa Akhmad

Zarqa (guru besar Hukum Islam pada fakultas Syari‘ah Universitas Syria),

Muhammad Yusuf Musa (guru besar Hukum Isalm pada Universitas Cairo

4

Page 5: BAB II

Mesir), dan Abd. Rakhman Isa (pengarang kitab al-Muamallha al-Haditsah wa

Ahkamuha). Mereka beralasan:

Tidak ada nash (al-Qur‘an dan Sunnah) yang melarang asuransi.

Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak.

Saling menguntungkan kedua belah pihak.

Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum, sebab premi-premi yang

terkumpul dapat di investasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan

pembangunan.

Asuransi termasuk akad mudhrabah (bagi hasil)

Asuransi termasuk koperasi (Syirkah Ta‘awuniyah).

Asuransi di analogikan (qiyaskan) dengan sistem pensiun seperti taspen.

3) Asuransi yang bersifat sosial di perbolehkan dan yang bersifat komersial

diharamkan

Pendapat ketiga ini dianut antara lain oleh Muhammad Abdu Zahrah (guru

besar Hukum Islam pada Universitas Cairo). Alasan kelompok ketiga ini sama

dengan kelompok pertama dalam asuransi yang bersifat komersial (haram)

dan sama pula dengan alasan kelompok kedua, dalam asuransi yang bersifat

sosial (boleh).

2.2.3 Valas (valuta asing)

Valas adalah istilah singkat yang menggambarkan Pasar Valuta Asing, pasar

tempat berbagai mata uang dunia diperdagangkan.. Sebagai hasil dari volume dan

fluiditas yang luar biasa, pasar Valas telah menjadi pasar keuangan terbesar dan

paling signifikan di dunia.

Berdasarkan perspektif islam Prof. Drs. Masjfuk Zuhdi berpendapat Valas

diperbolehkan dalam hukum Islam. Perdagangan valuta asing timbul karena

adanya perdagangan barang-barang kebutuhan/komoditi antar negara yang

bersifat internasional. Perdagangan (Ekspor-Impor) ini tentu memerlukan alat

bayar yaitu UANG yang masing-masing negara mempunyai ketentuan sendiri dan

berbeda satu sama lainnya sesuai dengan penawaran dan permintaan diantara

5

Page 6: BAB II

negara-negara tersebut sehingga timbul PERBANDINGAN NILAI MATA UANG antar

negara.

2.2.4 Bursa Efek

Secara defenitif bursa saham atau bursa efek dapat dikatakan sebagai tempat

diselenggarakannya kegiatan perdagangan efek pasar modal yang didirikan oleh

suatu badan usaha (Anoraga dan Pakarti, 2001). Sedangkan yang dimaksud pasar

modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan

perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang

diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek (UU Pasar

Modal No. 8 1995).

Instrumen (efek) yang diperdagangkan di pasar modal seperti saham,

obligasi dan instrumen turunannya saham merupakan tanda penyertaan atau

pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan yang wujudnya berupa

selembar kertas, yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik

perusahaan yang menerbitkan perusahaan itu.

Islam Memandang Bursa Efek di sini, terdapat beberapa aspek untuk menjadi

acuan penilaian apakah bursa efek haram atau tidak, yaitu instrumen yang

diperdagangkan, mekanisme transaksi, dan mudharat yang ditimbulkannya. Efek

yang diperdagangkan di pasar modal cukup beragam, tetapi semuanya kembali

kepada instrumen saham dan obligasi, selebihnya hanya turunan (derivatif) dari

kedua instrumen tersebut.

2.3 Bekerja sebagai kewajiban dan Ibadah

Allah SWT memerintahkan bekerja kepada setiap hamba-hamba-Nya (QS.

Attaubah/ 9 : 105) :

� �م ع�ال �ل�ى إ د�ون� �ر� ت و�س� �ون� �م�ؤ�م�ن و�ال �ه� ول س� و�ر� �م� �ك ع�م�ل �ه� الل ى �ر� ي ف�س� �وا اع�م�ل و�ق�ل�

ه�اد�ة� �و�الش �ب� �غ�ي ال

�ون� �ع�م�ل ت �م� �ت �ن ك �م�ا ب �م� �ك -ئ �ب �ن ف�ي

6

Page 7: BAB II

Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-

orang mu'min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada

(Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya

kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan".

Seorang insan minimal sekali diharuskan untuk dapat memberikan nafkah

kepada dirinya sendiri, dan juga kepada keluarganya.

Dalam Islam terdapat banyak sekali ibadah yang tidak mungkin dilakukan tanpa

biaya & harta, seperti zakat, infak, shadaqah, wakaf, haji dan umrah. Sedangkan

biaya/ harta tidak mungkin diperoleh tanpa proses kerja. Maka bekerja untuk

memperoleh harta dalam rangka ibadah kepada Allah menjadi wajib. Kaidah

fiqhiyah mengatakan :

و�اج�ب/ ف�ه�و� �ه� ب � �ال إ �و�اج�ب� ال �م� �ت ي � م�اال

“Suatu kewajiban yang tidak bisa dilakukan melainkan dengan pelaksanaan

sesuatu, maka sesuatu itu hukumnya wajib”.

2.4 Akhlak Bekerja Dalam Islam

2.4.1 Niat Ikhlas Karena Allah SWT

النية الخاصة لله تعالى

Artinya ketika bekerja, niatan utamanya adalah karena Allah SWT sebagai

kewajiban dari Allah yang harus dilakukan oleh setiap hamba. Dan

konsekwensinya adalah ia selalu memulai aktivitas pekerjaannya dengan

dzikir kepada Allah. Ketika berangkat dari rumah, lisannya basah dengan

doa bismillahi tawakkaltu alallah.. la haula wala quwwata illa billah.. Dan

ketika pulang ke rumahpun, kalimat tahmid menggema dalam dirinya yang

keluar melalui lisannya.

2.4.2 Itqan, Sungguh-Sungguh Dan Profesional Dalam Bekerja

Syarat kedua agar pekerjaan dijadikan sarana mendapatkan surga dari Allah

SWT adalah profesional, sungguh-sungguh dan tekun dalam bekerja.

7

Page 8: BAB II

Diantara bentuknya adalah, tuntas melaksanakan pekerjaan yang

diamanahkan kepadanya, memiliki keahlian di bidangnya dsb.

Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda

� ه� )رواهإ �ق�ن�99 �ت �ن� ي > أ �م� ع�م�ال د�ك �ح�99 ل� أ �ذ�ا ع�م�99 �ح�ب� إ ن� الل99ه� ي

الطبراني(

Sesungguhnya Allah mencintai seorang hamba yang apabila ia bekerja, ia

menyempurnakan pekerjaannya. (HR. Tabrani_

2.4.3 Bersikap Jujur & Amanah

Karena pada hakekatnya pekerjaan yang dilakukannya tersebut merupakan

amanah, baik secara duniawi dari atasannya atau pemilik usaha, maupun secara

duniawi dari Allah SWT yang akan dimintai pertanggung jawaban atas pekerjaan

yang dilakukannya. Implementasi jujur dan amanah dalam bekerja diantaranya

adalah dengan tidak mengambil sesuatu yang bukan menjadi haknya, tidak curang,

obyektif dalam menilai, dan sebagainya. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW

bersabda:

ه�د�اء� )رواه �ن� و�الش99� �ق�ي �ن� و�الص-د-ي -ي �ي �ب �ن� م�ع� الن �م�ي �أل �اج�ر� الص�د�و�ق� ا الت

الترمذي(

‘’Seorang pebisnis yang jujur lagi dapat dipercaya, (kelak akan dikumpulkan)

bersama para nabi, shiddiqin dan syuhada’. (HR. Turmudzi)

2.4.4 Menjaga Etika Sebagai Seorang Muslim

Bekerja juga harus memperhatikan adab dan etika sebagai seroang muslim,

seperti etika dalam berbicara, menegur, berpakaian, bergaul, makan, minum,

berhadapan dengan customer, rapat, dan sebagainya. Bahkan akhlak atau etika ini

merupakan ciri kesempurnaan iman seorang mu'min.

Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda :

�ق>ا )رواه الترمذي( ل �ه�م� خ� ن �ح�س� >ا أ �م�ان �ي �ن� إ �ي �م�ؤ�م�ن �م�ل� ال ك� أ

8

Page 9: BAB II

“Sesempurna-sempurnanya keimanan seorang mu’min adalah yang paling baik

akhlaknya” (HR. Turmudzi)

2.4.5 Tidak Melanggar Prinsip-Prinsip Syariah

Aspek lain dalam etika bekerja dalam Islam adalah tidak boleh melanggar

prinsip-prinsip syariah dalam pekerjaan yang dilakukannya. Tidak melanggar

prinsip syariah ini dapat dibagi menjadi beberapa hal :

Pertama dari sisi dzat atau substansi dari pekerjaannya, seperti

memporduksi tidak boleh barang yang haram, menyebarluaskan kefasadan (seperti

pornografi), mengandung unsur riba, maysir, gharar dsb.

Kedua dari sisi penunjang yang tidak terkait langsung dengan pekerjaan,

seperti risywah, membuat fitnah dalam persaingan, tidak menutup aurat, ikhtilat

antara laki-laki dengan perempuan, dsb.

وا �ط�ل�99 �ب � ت ول� و�ال س�99 �وا الر �ط�يع�99 ه� و�أ �وا الل99 �ط�يع�99 �وا أ �ذ�ين� ء�ام�ن �ه�ا ال ي� �اأ ي

�م� �ك �ع�م�ال أ

“Hai orang-orang yang beriman, ta`atlah kepada Allah dan ta`atlah kepada rasul dan

janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu.” (QS. Muhammad, 47 : 33)

2.4.6 Menghindari Syubhat

Dalam bekerja terkadang seseorang dihadapkan dengan adanya syubhat

atau sesuatu yang meragukan dan samar antara kehalalan dengan

keharamannya. Seperti unsur-unsur pemberian dari pihak luar, yang terdapat

indikasi adanya satu kepentingan terntentu. Atau seperti bekerja sama dengan

pihak-pihak yang secara umum diketahui kedzliman atau pelanggarannya

terhadap syariah. Dan syubhat semacam ini dapat berasal dari internal maupun

eksternal.

Oleh karena itulah, kita diminta hati-hati dalam kesyubhatan ini. Dalam

sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda, "Halal itu jelas dan haram itu jelas, dan

diantara keduanya ada perkara-perkara yang syubhat. Maka barang siapa yang

9

Page 10: BAB II

terjerumus dalam perkara yang syubhat, maka ia terjerumus pada yang

diharamkan..." (HR. Muslim)

2.4.7 Menjaga Ukhuwah Islamiyah

Aspek lain yang juga sangat penting diperhatikan adalah masalah ukhuwah

islamiyah antara sesama muslim. Jangan sampai dalam bekerja atau berusaha

melahirkan perpecahan di tengah-tengah kaum muslimin. Rasulullah SAW sendiri

mengemukakan tentang hal yang bersifat prefentif agar tidak merusak ukhuwah

Islamiyah di kalangan kaum muslimin. Beliau mengemukakan, "Dan janganlah

kalian membeli barang yang sudah dibeli saudara kalian" Karena jika terjadi

kontradiktif dari hadits di atas, tentu akan merenggangkan juga ukhuwah Islamiyah

diantara mereka; saling curiga, su'udzon dsb.

10

Page 11: BAB II

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Di dalam sistem ekonomi Islam, nilai-nilai Islam menjadi landasan dan dasar

dalam setiap aktivitasnya agar tidak timbul persoalan-persoalan ekonomi.

Adapun di dalam system perekonomian islam, terdapat beberapa prinsip yang

harus dijalani agar tetap berjalan dengan lancar seperti kebebasan individu dalam

konteks kesejahteraan sosial, mencapai distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil

dan merata, implementasi zakat, dan penghapusan atau pelarangan riba.

3.2 Saran

Dalam perekonomian islam itu sangat dilarang yang namanya riba dan

sejenisnya,hal ini dilarang karna hal-hal tersebut sangat dilarang oleh rasulallah

SAW,sebab dapat saling merugikan baik dalam bentuk materi atau lainnya,tapi keadaan

masyarakat sekarang sangat berbeda,kebanyakan riba.

Oleh karna itu marilah kita sama-sama melakukan usaha ekonomi,dll,secara

jujur,terbuka tanpa ada suatu hal yang ditutupi,agar tidak ada pihak yang

dirugikan.dengan ini kita sudah menjalankan sunnah rasulallah SAW

11

Page 12: BAB II

Daftar Pustaka

Karim, Adiwarman. 2002. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. The International Institute Of

Islamic Thought (IIIT). Jakarta

Karim, Rusli. 1992. Berbagai Aspek Ekonomi Islam. PT Tiara Wacana Yogya Dan P3EI

UII. Yogyakarta

12