BAB II
description
Transcript of BAB II
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Persepsi
Mekanisme persepsi merupakan suatu peristiwa psikologi dan proses
eksternal yang membangkitkan persepsi yang mempengaruhi mata, saraf di bagian
visual cortex, yang memberikan efek ke lingkungan yang dapat mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh susunan saraf pusat.
Menurut Eko Hadi Wiyono (2007: 481) dalam bukunya:
”Persepsi adalah anggapan langsung atas sesuatu”
Gibson dan Donely (1994: 53) menjelaskan bahwa:
”Persepsi adalah proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh seorang
individu.”
Manusia secara umum menerima informasi dari lingkungan lewat proses
yang sama, oleh karena itu dalam memahami persepsi harus ada proses di mana ada
informasi yang di peroleh lewat ingatan organisme yang hidup. Fakta ini
memudahkan peningkatan persepsi individu, adanya stimulus yang mempengaruhi
individu yang mencetuskan suatu pengalaman dari organisme, sehingga timbul
berpikir yang dalam proses perseptual merupakan proses yang paling tinggi.
Dalam keterkaitan proses persepsi ada 3 komponen yang sangat terkait
diantaranya:
1. Pembelajaran dari pengalaman organisme terhadap stimulus
2. Ingatan dari organisme
3. Through dari komponen satu dan dua (Pembelajaran dan Ingatan).
Berdasarkan penjelasan keterkaitan proses persepsi maka organisme/individu
harus menerima informasi terlebih dahulu sebelumnya, dimana informasi yang
dibutuhkan adalah informasi mengenai bagi hasil. Hal ini dibutuhkan agar
organisme/individu dapat memahami informasi yang diproses bersamaan dengan
ingatan organisme/individu tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi, diantaranya sebagai berikut:
1. Faktor Eksternal atau dari luar :
- Concreteness, yaitu wujud atau gagasan yang abstrak yang sulit di
persepsikan dibandingkan dengan yang objektif .
- Novelty atau hal yang baru, biasanya lebih menarik untuk
dipersepsikan dibandingkan dengan hal-hal yang lama.
- Velocity atau percepatan misalnya gerak yang cepat untuk
menstimulasi munculnya persepsi lebih efektif dibandingkan dengan
gerakan yang lambat.
- Conditioned stimuli, stimulus yang di kondisikan seperti bel pintu,
deringan telepon dan lain lain.
2. Faktor Internal
- Motivasi, misalnya merasa lelah menstimulasi untuk berespon
terhadap istirahat
- Menarik, hal hal yang menarik lebih di perhatikan daripada yang
tidak menarik.
- Kebutuhan, kebutuhan akan hal tertentu akan menjadi pusat
perhatian.
- Asumsi, juga mempengaruhi persepsi sesuai dengan pengalaman
melihat, merasakan dan lain-lain.
Bagi Hasil
2.2.1 Pengertian Bagi Hasil
Menurut Muhammad (2005: 176):
”Bagi hasil adalah sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha
antara penyedia dana dengan pengelola dana. Pembagian hasil usaha ini dapat
terjadi antara bank dengan penyimpan dana, maupun antara bank dengan
nasabah penerima dana.”
Sedangkan menurut Ach. Bakhrul Muchtasib (Tanpa Tahun Terbit:
http://www.pkes.org/file/publication/bagi%20hasil%20in%20concept.doc):
”Bagi hasil merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian atau ikatan
bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut
diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat
antara kedua belah pihak atau lebih.”
Berdasarkan kedua pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa bagi
hasil merupakan perjanjian atau ikatan yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha
antara penyedia dana dan pengelola dana. Bagi hasil dalam sistem perbankan
syari‟ah merupakan ciri khusus yang ditawarkan kapada masyarakat, dan di dalam
aturan syari‟ah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan
terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan porsi bagi
hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus
terjadi dengan adanya kerelaan (An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa adanya
unsur paksaan.
Mekanisme perhitungan bagi hasil yang diterapkan di dalam perbankan
syari‟ah terdiri dari dua sistem, yaitu:
1. Profit Sharing
Profit sharing menurut etimologi Indonesia adalah bagi keuntungan. Dalam
kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Profit secara istilah adalah perbedaan
yang timbul ketika total pendapatan (total revenue) suatu perusahaan lebih besar dari
biaya total (total cost).
Di dalam istilah lain profit sharing adalah perhitungan bagi hasil didasarkan
kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Pada perbankan syariah istilah
yang sering dipakai adalah profit and loss sharing, di mana hal ini dapat diartikan
sebagai pembagian antara untung dan rugi dari pendapatan yang diterima atas hasil
usaha yang telah dilakukan.
Sistem profit and loss sharing dalam pelaksanaannya merupakan bentuk dari
perjanjian kerjasama antara pemodal (Investor) dan pengelola modal (enterpreneur)
dalam menjalankan kegiatan usaha ekonomi, dimana di antara keduanya akan terikat
kontrak bahwa di dalam usaha tersebut jika mendapat keuntungan akan dibagi kedua
pihak sesuai nisbah kesepakatan di awal perjanjian, dan begitu pula bila usaha
mengalami kerugian akan ditanggung bersama sesuai porsi masing-masing.
Kerugian bagi pemodal tidak mendapatkan kembali modal investasinya
secara utuh ataupun keseluruhan, dan bagi pengelola modal tidak mendapatkan
upah/hasil dari jerih payahnya atas kerja yang telah dilakukannya.
Keuntungan yang didapat dari hasil usaha tersebut akan dilakukan pembagian
setelah dilakukan perhitungan terlebih dahulu atas biaya-biaya yang telah
dikeluarkan selama proses usaha. Keuntungan usaha dalam dunia bisnis bisa negatif,
artinya usaha merugi, positif berarti ada angka lebih sisa dari pendapatan dikurangi
biaya-biaya, dan nol artinya antara pendapatan dan biaya menjadi balance.
Keuntungan yang dibagikan adalah keuntungan bersih (net profit) yang merupakan
lebihan dari selisih atas pengurangan total cost terhadap total revenue.
2. Revenue Sharing
Revenue Sharing berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari dua kata yaitu,
revenue yang berarti; hasil, penghasilan, pendapatan. Sharing adalah bentuk kata
kerja dari share yang berarti bagi atau bagian. Revenue sharing berarti pembagian
hasil, penghasilan atau pendapatan.
Revenue (pendapatan) dalam kamus ekonomi adalah hasil uang yang diterima
oleh suatu perusahaan dari penjualan barang-barang (goods) dan jasa-jasa (services)
yang dihasilkannya dari pendapatan penjualan (sales revenue).
Dalam arti lain revenue merupakan besaran yang mengacu pada perkalian
antara jumlah out put yang dihasilkan dari kagiatan produksi dikalikan dengan harga
barang atau jasa dari suatu produksi tersebut.
Di dalam revenue terdapat unsur-unsur yang terdiri dari total biaya (total
cost) dan laba (profit). Laba bersih (net profit) merupakan laba kotor (gross profit)
dikurangi biaya distribusi penjualan, administrasi dan keuangan.
Berdasarkan definisi di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa arti revenue
pada prinsip ekonomi dapat diartikan sebagai total penerimaan dari hasil usaha dalam
kegiatan produksi, yang merupakan jumlah dari total pengeluaran atas barang
ataupun jasa dikalikan dengan harga barang tersebut. Unsur yang terdapat di dalam
revenue meliputi total harga pokok penjualan ditambah dengan total selisih dari hasil
pendapatan penjualan tersebut. Tentunya di dalamnya meliputi modal (capital)
ditambah dengan keuntungannya (profit).
Berbeda dengan revenue di dalam arti perbankan. Yang dimaksud dengan
revenue bagi bank adalah jumlah dari penghasilan bunga bank yang diterima dari
penyaluran dananya atau jasa atas pinjaman maupun titipan yang diberikan oleh
bank.
Revenue pada perbankan Syari'ah adalah hasil yang diterima oleh bank dari
penyaluran dana (investasi) ke dalam bentuk aktiva produktif, yaitu penempatan dana
bank pada pihak lain. Hal ini merupakan selisih atau angka lebih dari aktiva
produktif dengan hasil penerimaan bank.
Perbankan Syari'ah memperkenalkan sistem pada masyarakat dengan istilah
Revenue Sharing, yaitu sistem bagi hasil yang dihitung dari total pendapatan
pengelolaan dana tanpa dikurangi dengan biaya pengelolaan dana. Lebih jelasnya
Revenue sharing dalam arti perbankan adalah perhitungan bagi hasil didasarkan
kepada total seluruh pendapatan yang diterima sebelum dikurangi dengan biaya-
biaya yang telah dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Sistem
revenue sharing berlaku pada pendapatan bank yang akan dibagikan dihitung
berdasarkan pendapatan kotor (gross sales), yang digunakan dalam menghitung bagi
hasil untuk produk pendanaan bank.
2.3 Bunga
2.3.1 Pengertian Bunga
Dalam bunga di bank konvensional dapat disebut sebagai balas jasa yang
diberikan oleh pihak bank kepada nasabahnya karena telah mempercayai bank untuk
menyimpan uangnya di bank dan bila dilihat dari sisi bank sebagai penyedia kredit
maka pihak bank yang akan mendapatkan balas jasa dari nasabah berupa bunga.
Dalam kegiatan perbankan berdasarkan prinsip konvensional ada dua macam bunga
yang diberikan kepada nasabah yaitu: Pertama adalah bunga simpanan yaitu bunga
yang diberikan sebagai rangsangan atau balas jasa bagi nasabah yang menyimpan
uang di Bank. Bunga simpanan merupakan harga yang harus dibayar bank kepada
nasabahnya, seperti jasa giro, bunga tabungan serta bunga deposito dan harga ini
bagi bank merupakan harga beli. Kedua adalah bunga pinjaman yaitu bunga yang
diberikan kepada para peminjam atau harga yang harus dibayar oleh nasabah
pemnjam kepada bank seperti bunga keredit dan harga ini bagi bank merupakan
harga jual.
Pada dasarnya suku bunga menurut Myers (1999) dapat dibedakan menjadi
suku bunga sederhana dan suku bunga majemuk. Suku buga sederhana mengambil
asumsi bahwa yang diinvestasikan. Kenyataannya, semua pelaku bisnis di bidang
keuangan menggunakan suku bunga majemuk.
Keynes dalam teorinya menyebutkan bahwa tingkat bunga ditentukan oleh
permintaan dan penawaran uang. Menurut teori ini, ada tiga motif seseorang bersedia
untuk memegang uang tunai, yaitu motif transaksi, motif berjaga-jaga dan spekulasi
(Boediono, 1982). Tiga motif itulah yang merupakan sumber timbulnya permintaan
uang yang diberi istilah liquidity preference, artinya permintaan akan uang menurut
teori Keynes berlandaskan pada konsepsi bahwa umumnya orang menginginkan
dirinya tetap liquid untuk memenuhi tiga motif tersebut.
Teori Keynes menekankan adanya hubungan langsung antara kesediaan
orang membayar harga uang tersebut (tingkat bunga) dengan unsur permintaan akan
uang untuk tujuan spekulasi (Boediono, 1982). Permintaan besar apabila tingkat
bunga tinggi dan permintaan kecil apabila tingkat bunga rendah. Tabungan, menurut
teori klasik adalah fungsi dari tingkat bunga, makin tinggi tingkat bunga makin tinggi
pula keinginan masyarakat untuk menyimpan dananya di bank. Artinya, pada tingkat
bunga tinggi, masyarakat akan terdorong untuk mengorbankan atau mengurangi
pengeluaran untuk konsumsi guna menambah tabungan.
Dasar-Dasar Penetapan Tingkat Suku Bunga
Dilihat dari sudut pandang ekonomi makro, pengertian dari tingkat bunga
akan dikaitkan dengan dua subyek yaitu pemilik modal dan pemakai modal. Dalam
transaksi negosiasi antara kedua belah pihak, tentu saja pemilik modal menginginkan
tingkat bunga setinggi-tingginya . Secara umum tingkat bunga dapat dikatakan
sebagai harga uang yang ditetapkan dari transaksi antara penawaran dan permintaan
uang. Besarnya penawaran dan permintaan dari uang tersebut juga dipengaruhi oleh
besarnya arus uang beredar.
Faktor utama yang mempengaruhi besarnya tingkat bunga yaitu
perkembangan ekonomi, kebijakan pemerintah. Menurut Kasmir (2003) dalam
bukunya “Manajemen Perbankan” suatu bank dalam menetapkan tingkat bunga
deposito akan dipengaruhi oleh hal sebagai berikut:
a. Faktor Fundamental
1. Keadaan ekonomi dan keuangan nasional
Suatu kondisi yang berhubungan dengan tingkat penawaran dan
permintaan uang, yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap inflasi dan
suku bunga deposito. Ilustrasi dapat dimisalkan seperti bank cenderung untuk
menaikkan tingkat suku bunga depositonya jika penawaran masyarakat akan
dana rendah, sehingga untuk mengantisipasinya keadaan semacam itu bank
menawarkan tingkat deposito yang tinggi.
2. Kebijakan pemerintah
Dalam menentukan baik untuk bunga simpanan maupun bunga pinjaman
bank tidak boleh melebihi batas yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
Artinya ada batasan maksimal dan batas minimal untuk suku bunga yang
dipinjamkan. Tujuannya adalah agar bank dapat bersaing secara sehat.
3. Persaingan
Dalam menarik konsumen agar menyimpan uang dan melakukan
pinjaman kepada sebuah bank, maka yang seharusnya dilakukan bank
tersebut adalah memperhatikan bunga simpanan dan bunga pinjaman yang
ditawarkan oleh pesaing. Dimana bila pesaing member harga untuk bunga
simpanan sebesar 15% per tahun maka hendaknya bank yang bersangkutan
memberikan harga diatas harga pesaing, namun dengan tetap memperhatikan
harga bunga simpanan yang telah ditetapkan oleh BI.
4. Jangka waktu
Bunga merupakan jasa bank terhadap deposan yang telah menyimpan
dananya di bank yang pada umumnya semakin lama jangka waktu simpanan
maka semakin tinggi pula suku bunga yang akan diperoleh deposan.
5. Keadaan intern bank
Terlihat pada komposisi dana bank, kebutuhan dana bank dan kebijakan
intern bank. Pada umumnya dana bank berasal dari pihak ketiga. Berdasarkan
hal tersebut hendaknya bank dalam menentukan tingkat suku bunga deposito
harus tetap memperhatikan pula tingkat suku bunga produk lain.
b. Faktor Teknis
Secara teknis perkembangan tingkat suku bunga dilihat dari
pergerakannya, yaitu:
1. Secular
Merupakan pergerakan suku bunga yang terjadi atas beberapa lingkaran
usaha dalam kurun waktu 10-40 tahun. Pengamatan pada pergerakan tingkat
suku bunga ini berguna untuk mengamati pergerakan tingkat suku bunga
jangka panjang.
2. Cyclical
Merupakan pergerakan suku bunga yang menjadi bagian dari secular
dimana terjadi dalam kurun 3-5 tahun. Pergerakan ini bermanfaat untuk
memperkirakan perkembangan tingkat suku bunga dalam jangka menengah.
3. Seasonal and Random
Merupakan pergerakan tingkat suku bunga yang dipengaruhi oleh suatu
kejadian luar biasa seperti adanya perang, bencana alam, dll.
2.4 Pengertian Minat
Definisi minat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 744):
”Kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu.”
Menurut Eko Hadi Wiyono (2007: 406):
”Minat merupakan keinginan yang kuat, gairah, kecenderungan hati yang
sangat tinggi terhadap sesuatu.”
Menurut John Holland (2008: http://www. bpkpenabur.or.id/files/hal. 17-
35%20penguatan%20membaca.pdf):
”Minat sebagai aktivitas atau tugas-tugas yang membangkitkan perasaan
ingin tahu, perhatian, dan memberi kesenangan atau kenikmatan. Minat dapat
menjadi indikator dari kekuatan seseorang di area tertentu dimana ia akan
termotivasi untuk mempelajari dan menunjukkan kinerja yang tinggi.”
Berdasarkan pernyataan diatas minat itu timbul didahului oleh pengetahuan
dan informasi, kemudian disertai dengan rasa senang dan timbul perhatian
terhadapnya serta ada hasrat dan keinginan untuk melakukannya.
Dari beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian minat, maka dapat
disimpulkan bahwa minat merupakan:
1. Kecenderungan untuk memikirkan dalam jiwa seseorang.
2. Adanya pemusatan penelitian dari individu.
3. Rasa senang yang timbul dalam diri individu terhadap objek.
4. Keinginan dalam diri individu untuk mengetahui, melakukan dan
membuktikan lebih lanjut.
5. Pemusatan pikiran, perasaan dan kemauan terhadap objek karena menarik
perhatian.
Jadi dengan kata lain bahwa minat timbul didahului oleh pengetahuan dan
informasi, kemudian disertai dengan rasa senang dan timbul perhatian terhadapnya
serta ada hasrat dan keinginan untuk melakukannya.
Minat menurut Hurlock (1995: 117) terbagi menjadi 3 aspek, yaitu:
a) Aspek kognitif
Berdasarkan atas pengalaman pribadi dan apa yang pernah dipelajari baik
di rumah, sekolah dan masyarakat dan berbagai jenis media massa.
b) Aspek Afektif
Konsep yang membangun aspek kognitif, minat dinyatakan dalam sikap
terhadap kegiatan yang ditimbulkan minat.
Berkembang dari pengalaman pribadi dari sikap orang yang penting yaitu,
orang tua, guru dan teman sebaya terhadap kegiatan yang berkaitan
dengan minat tersebut dan dari sikap yang dinyatakan atau tersirat dalam
berbagai bentuk media massa terhadap kegiatan itu.
c) Aspek Psikomotor
Berjalan dengan lancar tanpa perlu pemikiran lagi, urutannya tepat.
Namun kemajuan tetap memungkinkan sehingga keluwesan dan
keunggulan meningkat meskipun ini semua berjalan lambat.”
Jika seseorang sangat menginginkan objek minat dalam waktu segera. Minat
dapat ditimbulkan dengan cara (Effendi, 1993: 72):
a) Membangkitkan suatu kebutuhan.
b) Menghubungkan dengan pengalaman yang lampau.
c) Memberikan kesempatan untuk mendapat hasil yang lebih baik.
Beberapa kondisi yang mempengaruhi minat:
a) Status ekonomi
Apabila status ekonomi membaik, orang cenderung memperluas minat
mereka untuk mencakup hal yang semula belum mampu mereka
laksanakan. Sebaliknya kalau status ekonomi mengalami kemunduran
karena tanggung jawab keluarga atau usaha yang kurang maju, maka
orang cenderung untuk mempersempit minat mereka.
b) Pendidikan
Semakin tinggi dan semakin formal tingkat pendidikan yang dimiliki
seseorang maka semakin besar pula kegiatan yang bersifat intelek yang
dilakukan. Seperti yang dikutip Notoatmojo, 1997 dari L.W. Green
mengatakan bahwa “Jika ada seseorang yang mempunyai pengetahuan
yang baik, maka ia mencari pelayanan yang lebih kompeten atau lebih
aman baginya”. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai pelayanan
kesehatan akan mempengaruhi pemanfaatan fasilitas pelayanan yang ada
sehingga berpengaruh pada kondisi kesehatan mereka.
c) Tempat tinggal
Dimana orang tinggal banyak dipengaruhi oleh keinginan yang biasa
mereka penuhi pada kehidupan sebelumnya masih dapat dilakukan atau
tidak.
Berdasarkan hasil riset yang dilakukan perusahaan riset marketing Asto S
Subroto (2008: www.marsindonesia.com), diungkapkan:
”Ternyata faktor utama nasabah memilih bank syariah adalah keuntungan
emosional atau emotional benefit. Hal ini tercermin dari dua alasan terbesar
nasabah, yaitu kesesuaian dengan syariat Islam dan keinginan agar terhindar
dari riba. Sementara sisanya, merupakan faktor yang bersifat keuntungan
fungsional yang mendasar atau functional benefit. Seperti keamanan,
kedekatan lokasi, bagi hasil, dan kualitas layanan.”
Hasil riset diatas didukung dengan beberapa pendapat para ahli, seperti
menurut Moh Khoiruddin (tanpa tahun terbit: 2):
“Sebagai proses pengambilan keputusan, perilaku konsumen untuk menjadi
nasabah sangat dipengaruhi oleh faktor intern, seperti sikap, persepsi,
motivasi, dan faktor ekstern, seperti pengaruh kelompok referensi,
pendidikan, kondisi sosial dan keluarga.”
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa
minat yang juga didukung oleh beberapa riset adalah seperti di bawah ini:
1. Faktor dorongan dari dalam (intern) meliputi sikap, persepsi, dan
motivasi.
2. Faktor motivasi sosial (ekstern) meliputi pengaruh kelompok referensi,
pendidikan, kondisi sosial dan keluarga.
3. Faktor emosional (emotional benefit) meliputi kesesuaian dengan syariat
Islam dan keinginan agar terhindar dari riba.
2.5 Pengertian Mahasiswa
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2000: 613):
“Mahasiswa merupakan orang yang belajar di perguruan tinggi.”
Mahasiswa secara harfiah adalah orang yang belajar di perguruan tinggi entah
di universitas, institut atau akademi. Mereka yang terdaftar sebagai murid di
perguruan tinggi otomatis dapat disebut sebagai mahasiswa.
Mahasiswa dapat dikatakan sebuah komunitas unik yang berada di
masyarakat, dengan kesempatan dan kelebihan yang dimilikinya, mahasiswa mampu
berada sedikit di atas masyarakat. Mahasiswa juga belum tercekcoki oleh
kepentingan-kepentingan suatu golongan, ormas, parpol, dsb. Sehingga mahasiswa
dapat dikatakan (seharusnya) memiliki idealisme. Idealisme adalah suatu kebenaran
yang diyakini murni dari pribadi seseorang dan tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor
eksternal yang dapat menggeser makna kebenaran tersebut.
Mahasiswa memang menjadi komunitas yang unik di mana dalam catatan
sejarah perubahan selalu menjadi garda terdepan dan motor penggerak perubahan.
Mahasiswa di kenal dengan jiwa patriotnya serta pengorbanan yang tulus tanpa
pamrih . Namun hanya sedikit rakyat Indonesia yang dapat merasakan dan punya
kesempatan memperoleh perndidikan hingga ke jenjang ini karena system
perekomian di Indonesia yang kapitalis serta biaya pendidikan yang begitu mahal
sehingga kemiskinan menjadi bagian hidup rakyat ini .
Berdasarkan berbagai potensi dan kesempatan yang dimiliki oleh mahasiswa,
tidak sepantasnyalah bila mahasiswa hanya mementingkan kebutuhan dirinya sendiri
tanpa memberikan kontribusi terhadap bangsa dan negaranya. Mahasiswa itu sudah
bukan siswa yang tugasnya hanya belajar, bukan pula rakyat, bukan pula pemerintah.
Mahasiswa memiliki tempat tersendiri di lingkungan masyarakat, namun bukan
berarti memisahkan diri dari masyarakat. Oleh karena itu perlu dirumuskan perihal
peran, fungsi, dan posisi mahasiswa untuk menentukan arah perjuangan dan
kontribusi mahasiswa tersebut.
Fungsi Mahasiswa
Berdasarkan tugas perguruan tinggi yang diungkapkan M.Hatta yaitu
membentuk manusisa susila dan demokrat yang :
1. Memiliki keinsafan tanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat
2. Cakap dan mandiri dalam memelihara dan memajukan ilmu pengetahuan
3. Cakap memangku jabatan atau pekerjaan di masyarakat
Berdasarkan pemikiran M.Hatta tersebut, dapat kita sederhanakan bahwa
tugas perguruan tinggi adalah membentuk insan akademis, yang selanjutnya hal
tersebut akan menjadi sebuah fungsi bagi mahasiswa itu sendiri. Insan akademis itu
sendiri memiliki dua ciri yaitu : memiliki sense of crisis, dan selalu mengembangkan
dirinya.
Insan akademis harus memiliki sense of crisis yaitu peka dan kritis terhadap
masalah-masalah yang terjadi di sekitarnya saat ini. Hal ini akan tumbuh dengan
sendirinya bila mahasiswa itu mengikuti watak ilmu, yaitu selalu mencari
pembenaran-pembenaran ilmiah. Dengan mengikuti watak ilmu tersebut maka
mahasiswa diharapkan dapat memahami berbagai masalah yang terjadi dan terlebih
lagi menemukan solusi-solusi yang tepat untuk menyelesaikannya.
Insan akademis harus selalu mengembangkan dirinya sehingga mereka bisa
menjadi generasi yang tanggap dan mampu menghadapi tantangan masa depan.
Dalam hal insan akademis sebagai orang yang selalu mengikuti watak ilmu,
ini juga berhubungan dengan peran mahasiswa sebagai penjaga nilai, dimana
mahasiswa harus mencari nilai-nilai kebenaran itu sendiri, kemudian meneruskannya
kepada masyarakat, dan yang terpenting adalah menjaga nilai kebenaran tersebut.
Peran Mahasiswa
Mahasiswa dengan segala kelebihan dan potensinya tentu saja tidak bisa
disamakan dengan rakyat dalam hal perjuangan dan kontribusi terhadap bangsa.
Mahasiswa pun masih tergolong kaum idealis, dimana keyakinan dan pemikiran
mereka belum dipengarohi oleh parpol, ormas, dan lain sebagainya. Sehingga
mahasiswa menurut saya tepat bila dikatakan memiliki posisi diantara masyarakat
dan pemerintah.
Mahasiswa dalam hal hubungan masyarakat ke pemerintah dapat berperan
sebagai kontrol politik, yaitu mengawasi dan membahas segala pengambilan
keputusan beserta keputusan-keputusan yang telah dihasilkan sebelumnya.
Mahasiswa pun dapat berperan sebagai penyampai aspirasi rakyat, dengan
melakukan interaksi sosial dengan masyarakat dilanjutkan dengan analisis masalah
yang tepat maka diharapkan mahasiswa mampu menyampaikan realita yang terjadi
di masyarakat beserta solusi ilmiah dan bertanggung jawab dalam menjawab
berbagai masalah yang terjadi di masyarakat.
Mahasiswa dalam hal hubungan pemerintah ke masyarakat dapat berperan
sebagai penyambung lidah pemerintah. Mahasiswa diharapkan mampu membantu
menyosialisasikan berbagai kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Tak jarang
kebijakan-kebijakan pemerintah mengandung banyak salah pengertian dari
masyarakat, oleh karena itu tugas mahasiswalah yang marus “menerjemahkan”
maksud dan tujuan berbagai kebijakan kontroversial tersebut agar mudah dimengerti
masyarakat.
2.6 Pengertian Nasabah
Pengertian nasabah menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah adalah:
“Akad pihak yang menggunakan jasa Bank Syariah dan/atau Unit Usaha
Syariah.”
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 775):
“Orang yang biasa berhubungan dengan atau menjadi pelanggan bank (dalam
hal keuangan).”
Menurut Eko Hadi Wiyono (2007: 424):
“Orang yang menjadi pelanggan (menabung, dsb) di bank.”
Sedangkan menurut Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/7/PBI/2005
tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah:
“Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank, termasuk pihak yang
tidak memiliki rekening namun memanfaatkan jasa bank untuk melakukan
transaksi keuangan (walk-in costumer).”
Dari beberapa pengertian yang dikemukakan di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa nasabah merupakan pihak yang menggunakan jasa bank dalam hal keuangan.
2.7 Bank Syariah
2.7.1 Pengertian Bank Syariah
Pengertian Bank Syariah menurut Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah adalah:
“Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan
menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah.”
Menurut Institut Manajemen Bina Mulia Consulting Centre (2008: 4):
“Bank syariah ialah bank yang berasaskan, antara lain, pada asas kemitraan,
keadilan, transparansi dan universal serta melakukan kegiatan usaha
perbankan berdasarkan prinsip syariah.”
Menurut Edy Wibowo dan Untung Hendy Widodo (2005: 33):
“Bank syariah atau bank Islam adalah bank yang beroperasi sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah Islam.”
Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam maksudnya
adalah bank yang dalam operasinya itu mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam,
khususnya yang menyangkut tata-cara bermuamalah secara Islam. Dalam tata cara
bermuamalah itu dijauhi praktik-praktik yang dikhawatirkan mengandung unsur-
unsur riba, untuk diisi dengan kegiatan-kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan
pembiayaan perdagangan atau praktik-praktik usaha yang dilakukan di zaman
Rasulullah atau bentuk-bentuk usaha yang telah ada sebelumnya, tetapi tidak
dilarang oleh beliau.
Falsafah dasar beroperasinya bank syariah yang menjiwai seluruh hubungan
transaksinya adalah efisiensi, keadilan, dan kebersamaan. Efisiensi mengacu pada
prinsip saling membantu secara sinergis untuk memperoleh keuntungan sebesar
mungkin. Keadilan mengacu pada hubungan yang tidak dicurangi, ikhlas, dengan
persetujuan yang matang atas proporsi masukan dan keluarannya. Kebersamaan
mengacu pada prinsip saling menawarkan bantuan dan nasihat untuk saling
meningkatkan produktivitas.
Bisnis berdasarkan syariah di negeri ini tampak mulai tumbuh. Pertumbuhan
itu tampak jelas pada sektor keuangan. Di mana kita telah mencatat tiga bank umum
syariah, 78 BPR Syariah, dan lebih dari 2.000 unit Baitul Maal wa Tamwil (Lembaga
Keuangan Mikro Syariah seperti BMT). Lembaga ini telah mengelola berjuta bahkan
bermiliar rupiah dana masyarakat sesuai dengan prinsip syariah. Lembaga keuangan
tersebut harus beroperasi secara ketat berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Prinsip ini
sangat berbeda dengan prinsip yang dianut oleh lembaga keuangan non-syariah.
Menurut Muhamad, (2000: 25):
“Adapun prinsip-prinsip yang dirujuk adalah:
1. Larangan menerapkan bunga pada semua bentuk dan jemis transaksi.
2. Menjalankan bisnis dan perdagangan berdasarkan pada kewajaran dan
keuntungan yang halal.
3. Mengeluarkan zakat dari hasil kegiatannya.
4. Larangan menjalankan monopoli.
5. Bekerjasama dalam membangun masyarakat, melalui aktivitas bisnis dan
perdagangan yang tidak dilarang oleh Islam.”
Tabel 2.1. Perbedaan Bank Syarih dan Bank Konvensional
No. Perbedaan Bank Syariah Bank Konvensional
1 Falsafah Tidak berdasarkan bunga
(riba), spekulasi (maisir),
dan ketidakjelasan (ghanar)
Berdasarkan bunga
2 Operasionalisasi - Dana masyarakat berupa
titipan dan investasi yang
baru akan mendapatkan
hasil jika “diusahakan”
terlebih dahulu
- Penyaluran pada usaha
yang halal dan
menguntungkan
- Dana masyarakat berupa
simpanan harus dibayar
bunganya pada saat
jatuh tempo
- Penyaluran pada sektor
yang menguntungkan
tanpa memperhitungkan
aspek halal atau
tidaknya sektor tersebut
3 Aspek Sosial Dinyatakan secara eksplisit
dan tegas yang tertuang
dalam visi dan misi
Tidak diketahui secara
tegas
4 Organisasi Harus memiliki Dewan
Pengawas Syariah
Tidak memiliki Dewan
Pengawas Syariah Sumber: Rifki Muhammad (2008: 53)
Tabel 2.2. Perbedaan Bagi Hasil dan Bunga
BAGI HASIL BUNGA
1. Penentuan besarnya
rasio/nisbah bagi hasil
dengan pedoman pada
kemungkinan untung-rugi.
1. Penentuan unga dengan asumsi
harus selalu untung.
2. Besarnya rasio bagi hasil
berdasarkan pada jumlah
keuntungan.
2. Besarnya % berdasarkan
jumlah uang yang
dipinjamkan.
3. Bagi hasil bergantung pada
keuntungan proyek yang
dijalankan (bisa bagi untung
arau bagi rugi)
3. Pembayaran bunga tetap tanpa
pertimbangan apakah proyek
untung atau rugi.
4. Jumlah pembagian laba
meningkat sesuai dengan
peningkatan jumlah
pendapatan.
4. Jumlah pembayaran bunga
tidak terpengaruh oleh
peningkatan atau penurunan
jumlah pendapatan.
5. Tidak ada yang meragukan
keabsahan bagi hasil.
5. Eksistensi bunga diragukan
oleh semua agama, termasuk
Islam.
2.8 Pengaruh Persepsi Atas Bagi Hasil Terhadap Minat Mahasiswa Menjadi
Nasabah Bank Syariah
Bank syariah dalam pengembangannya tidak hanya berlandaskan pada aspek
legalitas keberadaan undang-undang dan keunggulan nilai-ilai moral semata yang
diaplikasikan dalam operasi perbankan syariah, tetapi juga harus berdasarkan pada
market driven. Bank syariah dapat berkembang baik bila mengacu pada demand
masyarakat akan produk yang menguntungkan dan jasa bank syariah.
Potensi terbesar bank syariah terdapat pada segmen floating market, yang
mempunyai cirri lebih menunjkkan aspek financial benefit dibandingkan aspek
syariah. Bagi segmen floating market, ketertarikan dan kemauan untuk bertransaksi
dengan bank syariah sangat ditentukan oleh layanan dan keuntungan yang
ditawarkan. Segmen pasar ini akan bertransaksi dengan bank syariah jika bank
syariah memberikan layanan dan keuntungan minimal sama atau bahkan lebih
dibandingkan ank konvensional (Karim, 2005). Sehingga bank syariah jika ingin
merebut pangsa floating market, harus memikirkan cara untuk meningkatkan
pendapatan bagi hasil yang diberikan kepada nasabah. Artinya, jika bank syariah
memiliki pendapatan bagi hasil yang lebih besar dari periode sebelumnya, berearti
bank syariah telah mampu menunjukkan kinerja yang lebih baik, sehingga akan
mempengaruhi minat masyarakat khususnya mahasiswa untuk mengadopsi bank
syariah, yang akhirnya berdampak pada kenaikkan jumlah simpanan di bank syariah.
2.9 Pengaruh Persepsi Atas Bunga Terhadap Minat Mahasiswa Menjadi
Nasabah Bank Syariah
Bank syariah dalam menjalankan kegiatan operasionalnya dihadapkan pula
pada resiko suku bunga. Tidak dapat dipungkiri lagi, semua sisi perekonomian tidak
luput mekanisme bunga. Alasan utama ketertarikan pasar terhadap suku bunga
adalah adanya kepastian hasil. Sampai saat ini, suku bunga masih menjadi faktor
penentu utama dalam mempertimbangkan keputusan investasi bisnis.
Smithin (1994) menyebutkan bahwa tingkat bunga merupakan salah satu
pertimbangan utama seseorang dalam memutuskan untuk menabung. Wicksell
(1997) juga menyatakan bahwa tingginya minat masyarakat untuk enabung
dipengaruhi oleh tingkat bunga. Artinya, pada saat tingkat bunga tinggi, masyarakat
lebih tertarik untuk mengorbankan konsumsi sekarang guna menambah tabungannya.
Jika dikaitkan dengan teori Keynes, seseorang bersedia untuk memegang
uang tunai salah satunya karena motif berspekulasi. Berawal dari motif berspekulasi
itulah ketika masyarakat yang memegang uang tunai tersebut dihadapkan pada suku
bunga yang tinggi, akan cenderung menanamkan dananya di bank konvensional
ketimbang menginvestasikannya di bank syariah, dengan alasan adanya kepastian
hasil. Suku buga yang tinggi tersebut memungkinkan masyarakat yang sudah
mengadopsi bank syariah untuk segera menarik dananya di bank syariah.
2.10 Pengaruh Persepsi Atas Bagi Hasil Dan Bunga Terhadap Minat
Mahasiswa Menjadi Nasabah Bank Syariah
Pendapatan bagi hasil dan bunga digunakan untuk menggambarkan tingkat
return yang diberikan bank syariah dan bank konvensional. Semakin besar
pendapatan bagi hasil dan bunga yang diberikan, akan semakin besar pula
pendapatan yang diperoleh pemegang dana. Pendapatan bagi hasil dan suku bunga
bisa saja berbeda-beda antara satu bank dengan bank yang lainnya, atau dari satu
periode ke periode lainnya, tetapi yang jelas semakin tinggi pendapatan bagi hasil
dan suku bunga yang diberikan bank, akan semakin besar minat nasabah rasional
untuk menyimpan dananya di bank tersebut. Nasabah rasional yang dimaksud adalah
nasabah yang dalam menentukan pilihan untuk menanamkan dana lebih
mementingkan keuntungan.
Hubungan positif antara tingkat return dengan tingkat tabungan menunjukkan
bahwa pada umumnya para penabung bermotif keuntungan (Khairunnisa, 2001).
Besarnya proporsi nasabah rasional (floating market), membuat bank syariah dan
bank konvensional berlomba-lomba untuk merebut pasar tersebut. Nasabah rasional
pemburu keuntungan atau mencermati setiap pergerakan pendapatan bagi hasil dan
bunga.