BAB II
-
Upload
ahmad-athoillah -
Category
Documents
-
view
13 -
download
1
description
Transcript of BAB II
5
BAB II
DASAR TEORI
2.1. INTREGATED CIRCUIT
2.1.1.MIKROKONTROLER AVR
Mikrokontroler AVR (Alf and Vegard’s Risc processor) dari Atmel ini
menggunakan arsitektur RISC (Reduced Instruction Set Computer) yang artinya prosesor
tersebut memiliki set instruksi program yang lebih sedikit dibandingkan dengan MCS-51
yang menerapkan arsitektur CISC (Complex Instruction Set Computer).
Hampir semua instruksi prosesor RISC adalah instruksi dasar (belum tentu
sederhana), sehingga instruksi-instruksi ini umumnya hanya memerlukan 1 siklus mesin
untuk menjalankannya. Kecuali instruksi percabangan yang membutuhkan 2 siklus
mesin. RISC biasanya dibuat dengan arsitektur Harvard, karena arsitektur ini yang
memungkinkan untuk membuat eksekusi instruksi selesai dikerjakan dalam satu atau dua
siklus mesin, sehingga akan semakin cepat dan handal. Proses downloading programnya
relatif lebih mudah karena dapat dilakukan langsung pada sistemnya.
Sekarang ini, AVR dapat dikelompokkan menjadi 6 kelas, yaitu keluarga ATtiny,
keluarga AT90Sxx, keluarga ATmega, keluarga AT90CAN, keluarga AT90PWM dan
AT86RFxx. Pada dasarnya yang membedakan masing-masing kelas adalah memori,
peripheral, dan fungsinya, sedangkan dari segi arsitektur dan instruksi yang digunakan,
mereka hampir sama. Sebagai pengendali utama dalam pembuatan robot ini, digunakan
salah satu produk ATMEL dari keluarga ATmega yaitu ATmega8535.
6
2.1.2. ARSITEKTUR ATMEGA8535
Mikrokontroler ATmega8535 memiliki fitur-fitur utama, seperti berikut.
1. Saluran I/O sebanyak 32 buah yaitu Port A, Port B, Port C, dan Port D.
2. ADC 10 bit sebanyak 8 saluran.
3. Tiga unit Timer/Counter dengan kemampuan pembandingan.
4. CPU yang terdiri atas 32 buah register.
5. Watchdog Timer dengan osilator internal.
6. SRAM sebesar 512 byte.
7. Memori Flash sebesar 8 kbytes dengan kemampuan Read While Write.
8. Unit interupsi internal dan eksternal.
9. Port antarmuka SPI.
10. EEPROM sebesar 512 byte yang dapat diprogram saat operasi.
11. Antarmuka komparator analog.
12. Port USART untuk komunikasi serial.
Mikrokontroler AVR ATMega8535 merupakan mikrokontroler produksi Atmel
dengan 8 KByte In-System Programmable-Flash, 512 Byte EEPROM dan 512 Bytes
Internal SRAM. AVR ATMega8535 memiliki seluruh fitur yang dimiliki AT90S8535.
Selain itu, konfigurasi pin AVR ATMega8535 juga kompatibel dengan AT90S8535.
Diagram blok arsitektur ATmega8535 ditunjukkan oleh Gambar 2.3. Terdapat
sebuah inti prosesor (processor core) yaitu Central Processing Unit, di mana terjadi
proses pengumpanan instruksi (fetching) dan komputasi data. Seluruh register umum
sebanyak 32 buah terhubung langsung dengan unit ALU (Arithmatic and Logic Unit).
Tedapat empat buah port masing-masing delapan bit dapat difungsikan sebagai masukan
maupun keluaran.
7
Media penyimpan program berupa Flash Memory, sedangkan penympan data
berupa SRAM (Static Ramdom Access Memory) dan EEPROM (Electrical Erasable
Programmable Read Only Memory). Untuk komunikasi data tersedia fasilitas SPI (Serial
Peripheral Interface), USART (Universal Synchronous and Asynchronous serial
Receiver and Transmitter), serta TWI (Two-wire Serial Interface).
Di samping itu terdapat fitur tambahan, antara lain AC (Analog Comparator), 8
kanal 10-bit ADC (Analog to Digital Converter), 3 buah Timer/Counter, WDT
(Watchdog Timer), manajemen penghematan daya (Sleep Mode), serta osilator internal 8
MHz. Seluruh fitur terhubung ke bus 8 bit. Unit interupsi menyediakan sumber interupsi
hingga 21 macam. Sebuah stack pointer selebar 16 bit dapat digunakan untuk menyimpan
data sementara saat interupsi.
Gambar 2.1 Arsitektur ATmega8535Sumber: Wardhana, Lingga, Belajar Sendiri Mikrokontroler AVR SeriATMega8535Simulasi, Hardware, dan Aplikasi, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2006.
8
Mikrokontroler ATmega8535 dapat dipasang pada frekuensi kerja hingga 16 MHz
(maksimal 8MHz untuk versi ATmega8535L). Sumber frekuensi bisa dari luar berupa
osilator kristal, atau menggunakan osilator internal.
Keluarga AVR dapat mengeksekusi instruksi dengan cepat karena menggunakan
teknik “memegang sambil mengerjakan” (fetch during execution). Dalam satu siklus
clock, terdapat dua register independen yang dapat diakses oleh satu instruksi.
2.1.3. KONFIGURASI PIN
ATMega8535 terdiri atas 40 pin dengan konfigurasi seperti pada tabel 1.1.
Tabel 1.1. Deskripsi pin
Nama Pin Fungsi
VCC Catu daya
GND Ground
Port A
(PA7..PA0)
Port I/O 8-bit dua arah dengan resistor pull-up internal.
Juga berfungsi sebagai masukan analog ke ADC (ADC0 s.d. ADC7)
Port B
(PB7..PB0)
Port I/O 8-bit dua arah dengan resistor pull-up internal.
Fungsi khusus masing-masing pin :
Port Pin Fungsi lain
PB0 T0 (Timer/Counter0 External Counter Input)
PB1 T1 (Timer/Counter1 External Counter Input)
PB2 AIN0 (Analog Comparator Positive Input)
PB3 AIN1 (Analog Comparator Negative Input)
PB4 SS (SPI Slave Select Input)
PB5 MOSI (SPI Bus Master Output/Slave Input)
9
PB6 MISO (SPI Bus Master Input/Slave Output)
PB7 SCK (SPI Bus Serial Clock)
Port C
(PC7..PC0)
Port I/O 8-bit dua arah dengan resistor pull-up internal.
Dua pin yaitu PC6 dan PC7 berfungsi sebagai oscillator luar untuk
Timer/Counter2.
Port D
(PD7..PD0)
Port I/O 8-bit dua arah dengan resistor pull-up internal.
Fungsi khusus masing-masing pin :
Port Pin Fungsi lain
PD0 RXD (UART Input Line)
PD1 TXD (UART Output Line)
PD2 INT0 (External Interrupt 0 Input)
PD3 INT1 (External Interrupt 1 Input)
PD4 OC1B (Timer/Counter1 Output CompareB Match
Output)
PD5 OC1A (Timer/Counter1 Output CompareA Match
Output)
PD6 ICP (Timer/Counter1 Input Capture Pin)
PD7 OC2 (Timer/Counter2 Output Compare Match Output)
RESET Masukan reset. Sebuah reset terjadi jika pin ini diberi logika rendah
melebihi periode minimum yang diperlukan.
XTAL1 Masukan ke inverting oscillator amplifier dan masukan ke
rangkaian clock internal.
10
XTAL2 Keluaran dari inverting oscillator amplifier.
AVCC Catu daya untuk port A dan ADC.
AREF Referensi masukan analog untuk ADC.
AGND Ground analog.
Gambar 2.2 Konfigurasi pin ATMega 8535Sumber: Wardhana, Lingga, Belajar Sendiri Mikrokontroler AVR SeriATMega8535 Simulasi, Hardware, dan Aplikasi, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2006.
2.2. OPERATINAL AMPLIFIER
Operasional amplifier (Op-Amp) adalah suatu penguat berpenguatan tinggi yang
terintegrasi dalam sebuah chip IC yang memiliki dua input inverting dan non-inverting
dengan sebuah terminal output, dimana rangkaian umpan balik dapat ditambahkan untuk
mengendalikan karakteristik tanggapan keseluruhan pada operasional amplifier (Op-
Amp). Pada dasarnya operasional amplifier (Op-Amp) merupakan suatu penguat
diferensial yang memiliki 2 input dan 1 output. Op-amp ini digunakan untuk membentuk
fungsi-fungsi linier yang bermacam-mcam atau dapat juga digunakan untuk operasi-
operasi tak linier, dan seringkali disebut sebagai rangkaian terpadu linier dasar. Penguat
operasional (Op-Amp) merupakan komponen elektronika analog yang berfungsi sebagai
amplifier multiguna dalam bentuk IC dan memiliki 10ymbol sebagai berikut :
11
Gambar 2.3 Oerational amplifierSumber: http://elektronika-dasar.web.id/teori-elektronika/operasional-amplifier-op-
amp
Simbol Operasional Amplifier (Op-Amp) simbol Op Amp,simbol penguat
operasional,simbol operasional amplifier,prinsip kerja op-amp,karakteristik op-
amp,fungsi op-amp Prinsip kerja sebuah operasional Amplifier (Op-Amp) adalah
membandingkan nilai kedua input (input inverting dan input non-inverting), apabila
kedua input bernilai sama maka output Op-amp tidak ada (nol) dan apabila terdapat
perbedaan nilai input keduanya maka output Op-amp akan memberikan tegangan output.
Operasional amplifier (Op-Amp) dibuat dari penguat diferensial dengan 2 input. Sebagai
penguat operasional ideal , operasional amplifier (Op-Amp) memiliki karakteristik
sebagai berikut : Impedansi Input (Zi) besar = ∞ Impedansi Output (Z0) kecil= 0
Penguatan Tegangan (Av) tinggi = ∞ Band Width respon frekuensi lebar = ∞ V0 = 0
apabila V1 = V2 dan tidak tergantung pada besarnya V1. Karakteristik operasional
amplifier (Op-Amp) tidak tergantung temperatur / suhu.
12
2.3. IC NE555
Hampir semua pabrikan membuat komponen jenis ini, walaupun dengan nama
yang berbeda-beda. Misalnya National Semiconductor menyebutnya dengan LM555,
Philips dan Texas Instrument menamakannya SE/NE555. Motorola / ON-Semi
mendesainnya dengan transistor CMOS sehingga komsusi powernya cukup kecil dan
menamakannya MC1455. Philips dan Maxim membuat versi CMOS-nya dengan nama
ICM7555. Walaupun namanya berbeda-beda, tetapi fungsi dan pin diagramnya saling
kompatibel satu dengan yang lainnya (functional and pin-to-pin compatible). Hanya saja
ada beberapa karakteristik spesifik yang berbeda misalnya konsumsi daya, frekuensi
maksimum dan sebagainya. Spesifikasi lebih detail biasanya dicantumkan pada datasheet
masing-masing pabrikan. Dulu pertama kali casing dibuat dengan 8 pin T-package
(tabular dari kaleng mirip transistor), namun sekarang lebih umum dengan kemasan IC
DIP 8 pin.
2.3.1. Rangkaian Monostable
IC ini didesain sedemikian rupa sehingga hanya memerlukan sedikit komponen
luar untuk bekerja. Diantaranya yang utama adalah resistor dan kapasitor luar (eksternal).
IC ini memang bekerja dengan memanfaatkan prinsip pengisian (charging) dan
pengosongan (discharging) dari kapasitor melalui resistor luar tersebut. Untuk
menjelaskan prinsip kerjanya, coba perhatikan diagram gambar IC 555 dengan resistor
dan kapasitor luar berikut ini. Rangkaian ini tidak lain adalah sebuah rangkaian pewaktu
(timer) monostable. Prinsipnya rangkaian ini akan menghasilkan pulsa tunggal dengan
lama tertentu pada keluaran pin 3, jika pin 2 dari komponen ini dipicu. Perhatikan di
dalam IC ini ada dua komparator yaitu Comp A dan Comp B. Perhatikan juga di dalam
13
IC ini ada 3 resistor internal R yang besarnya sama. Dengan susunan seri yang demikian
terhadap VCC dan GND, rangkaian resistor internal ini merupakan pembagi tegangan.
Susunan ini memberikan tegangan referensi yang masing-masing besarnya 2/3 VCC pada
input negatif komparator A dan 1/3 VCC pada input positif komparator B.
Gambar 2 : Rangkaian pewaktu monostableSumber: http://duniainformatikaindonesia.blogspot.com/2013/03/rangkaian-penghasil-
clock.html
Pada keadaan tanpa input, keluaran pin 3 adalah 0 (ground atau normally low). Transistor
Q1 yang ada di dalam IC ini selalu ON dan mencegah kapasitor eksternal C dari proses
pengisisian (charging). Ketika ada sinyal trigger dari 1 ke 0 (VCC to GND) yang
diumpankan ke pin 2 dan lebih kecil dari 1/3 VCC, maka serta merta komparator B men-
set keluaran flip-flop. Ini pada gilirannya memicu transistor Q1 menjadi OFF. Jika
transistor Q1 OFF akan membuka jalan bagi resistor eksternal R untuk mulai mengisi
kapasitor C (charging). Pada saat yang sama output dari pin 3 menjadi high (VCC), dan
terus high sampai satu saat tertentu yang diinginkan. Sebut saja lamanya adalah t detik,
yaitu waktu yang diperlukan untuk mengisi kapasitor C mencapai tegangan 2/3 VCC.
14
Tegangan C ini disambungkan ke pin 6 yang tidak lain merupakan input positif comp A.
Maka jika tegangan 2/3 VCC ini tercapai, komparator A akan men-reset flip-flop dan
serta merta transistor internal Q1 menjadi ON kembali. Pada saat yang sama keluaran pin
3 dari IC 555 tersebut kembali menjadi 0 (GND).
Berapa lama pulsa yang dihasilkan amat tergantung dari nilai resitor dan kapasitor
eksternal yang pasangkan. Dari rumus ekponensial pengisian kapasitor diketahui bahwa :
Vt = VCC(1- e-t/RC) ….. (1)
Vt adalah tegangan pada saat waktu t. Jika t adalah waktu eksponensial yang diperlukan
untuk mengisi kapasitor sampai Vt = 2/3 VCC, maka rumus (1) dapat disubstitusi dengan
nilai ini menjadi :
2/3 = 1-e-t/RC
1/3 = e-t/RC
ln(1/3) = -t/RC dan seterusnya dapat diperoleh
t = (1.0986123)RC yang dibulatkan menjadi
t = 1.1 RC
Inilah rumusan untuk mengitung lamanya keluaran pulsa tunggal yang dapat dihasilkan
dengan rangkaian monostable dari IC 555.
Rangkaian Astable
Sedikit berdeda dengan rangkaian monostable, rangkaian astable dibuat dengan
mengubah susunan resitor dan kapasitor luar pada IC 555 seperti gambar berikut. Ada
dua buah resistor Ra dan Rb serta satu kapasitor eksternal C yang diperlukan. Prinsipnya
rangkaian astable dibuat agar memicu dirinya sendiri berulang-ulang sehingga rangkaian
ini dapat menghasilkan sinyal osilasi pada keluarannya. Pada saat power supply rangkaian
ini di hidupkan, kapasitor C mulai terisi melalui resistor Ra dan Rb sampai mencapai
15
tegangan 2/3 VCC. Pada saat tegangan ini tercapai, dapat dimengerti komparator A dari
IC 555 mulai bekerja mereset flip-flop dan seterusnya membuat transistor Q1 ON. Ketika
transisor ON, resitor Rb seolah dihubung singkat ke ground sehingga kapasitor C
membuang muatannya (discharging) melalui resistor Rb. Pada saat ini keluaran pin 3
menjadi 0 (GND). Ketika discharging, tegangan pada pin 2 terus turun sampai mencapai
1/3 VCC. Ketika tegangan ini tercapai, bisa dipahami giliran komparator B yang bekerja
dan kembali memicu transistor Q1 menjadi OFF. Ini menyebabkan keluaran pin 3 kembali
menjadi high (VCC). Demikian seterusnya berulang-ulang sehingga terbentuk sinyal
osilasi pada keluaran pin3. Terlihat di sini sinyal pemicu (trigger) kedua komparator
tersebut bekerja bergantian pada tegangan antara 1/3 VCC dan 2/3 VCC. Inilah batasan
untuk mengetahui lebar pulsa dan periode osilasi yang dihasilkan. Misal diasumsikan t1
adalah waktu proses pengisian kapasitor yang di isi melalui resistor Ra dan Rb dari 1/3
VCC sampai 2/3 VCC. Diasumsikan juga t2 adalah waktu discharging kapasitor melalui
resistor Rb dari tegangan 2/3 VCC menjadi 1/3 VCC. Dengan perhitungan eksponensial
dengan batasan 1/3 VCC dan 2/3 VCC maka dapat diperoleh :
t1 = ln(2) (Ra+Rb)C = 0.693 (Ra+Rb)C
dan
t2 = ln(2) RbC = 0.693 RbC
16
Gambar 2.4 Rangkaian osilator astableSumber:http://www.electronics-tutorials.ws/waveforms/555_oscillator.html
Periode osilator adalah dapat diketahui dengan menghitung T = t1 + t2. Persentasi duty
cycle dari sinyal osilasi yang dihasilkan dihitung dari rumus t1/T. Jadi jika
diinginkan duty cycle osilator sebesar (mendekati) 50%, maka dapat digunakan resistor
Ra yang relatif jauh lebih kecil dari resistor Rb.
Satu hal yang menarik dari komponen IC 555, baik timer aplikasi rangkaian
monostable maupun frekuensi osilasi dari rangkaian astable tidak tergantung dari berapa
nilai tegangan kerja VCC yang diberikan. Tegangan kerja IC 555 bisa bervariasi antara 5
sampai 15 Vdc. Tingkat keakuratan waktu (timing) yang dihasilkan tergantung dari nilai
dan toleransi dari resistor dan kapasitor eksternal yang digunakan. Untuk rangkaian yang
tergolong time critical, biasanya digunakan kapasitor dan resistor yang presisi dengan
toleransi yang kecil. Pada banyak nota aplikasi, biasanya juga ditambahkan kapasitor 10
nF pada pin 5 ke ground untuk menjamin kestabilan tegangan referensi 2/3 VCC. Banyak
aplikasi lain yang bisa dibuat dngan IC 555, salah satu aplikasi yang populer lainnya
adalah rangkaian PWM (Pulse Width Modulation). Rangkaian PWM mudah
17
direalisasikan dengan sedikit mengubah fungsi dari rangkaian pewaktu monostable. Yaitu
dengan memicu pin trigger (pin 2) secara kontiniu sesuai dengan perioda clock yang
diinginkan, sedangkan lebar pulsa dapat diatur dengan memberikan tegangan variabel
pada pin control voltage (pin5).
2.3. FLAYBACK TRANSFORMER
Trafo Flyback atau Flayback Transformer (FBT) adalah transformator khusus
yang dirancang untuk menghasilkan sinyal gigi gergaji yang tinggi. Trafo Flyback
digunakan dalam pengoperasian perangkat CRT-display seperti TV dan monitor
komputer CRT. Tegangan tinggi yang dihasilkan setiap Flyback berbeda-beda tergantung
rangkaian dan perangkat yang digunakan, sebagai contoh, TV warna mungkin
memerlukan 20-50 kV dengan frekuensi kisaran 15 kHz sampai 50 kHz. Setiap Flyback
terdapat kaki atau terminal yang memiliki fungsi masing-masing.
2.3.1. Skematik bagian dalam Flyback Tranformator
Gambar 2.5 Konfigurasi Pin Kaki Flyback TransformerSumber: nadabinangkit.blogspot.com/2011/09/fungsi-kaki-trafo-flyback.html
18
Sebuah flyback memiliki dua lilitan/kumparan utama yakni kumparan primer dan
kumparan skunder, kumparan primer adalah bagian input dan kumparan sekunder adalah
bagian output. Kaki atau terminal utama dan wajib dimilik oleh flyback adalah: HV,
FOCUS, SCREEN, ABL, AFC, HOT, B+, dan GND.
2.3.2. Fungsi kaki Trafo Flyback
1. HV. Terminal ini terhubung ke Kop FLyback dan menghasilkan tegangan tinggi skitar
26kV yang menuju atas tabung
2. Focus. Terminal ini terhubung ke CRT (G3/G4) dan berfungsi untuk mengatur fokus
gambar (kabur tidaknya gambar)
3. Screen. Terminal ini terhubung ke CRT (G2) dan berfungsi untuk mengatur terang
gelap gambar
4. ABL (Automatic Brightness Liminter) terminal ini terhubung ke sirkuit ABL
biasanya di IC Chroma, selain iti pin ABL ini terhubung HV (kop FBT) melalui
beberapa buah dioda tegangan tinggi yang di seri. Tengannya yang keluar dai pin ABL
ini tinggi sekali (jangan coba-coba mengukurnya), jika pin ini tidak tersambung
biasanya akan mngeluarkan semburan api. Fungsinya dan tujuan utama adalah untuk
membatasi level sinar elektron (brightness) yang menuju ke blok RGB secara
otoumatis. sehingga tidak lebih dari kekuatan yang diijinkan dewan keamanan
kesehatan
5. AFC (Automatic Frequency Control), ada juga yang menamakan FBP (Flyback
Pulse) Terminal ini terhubung ke sikuit AFC/FBP biasanya di IC Chroma. Fungsinya
adalah sebagai pengunci frekwensi osilator horizontal. Jika AFC ini tidak stabil maka
19
gambar tidak akan normal dan warna pun hilang, AFC biasanya selain ada pin
tersendiri pada FBT nya ada juga yang di gabung pada pin 180v, pin Heater dll.
6. HOT. Terminal ini terhubung keh transistor horizontal output (HOT), terminal ini
kadang juga di tulis COL. Terminal ini akan putus dan nyambungkan (switch) ke
GND dengan kecepatan tinggi (Frekuensi tinggi) 15 kHz sampai 50 kHz, dan
pekerjaan ini dilakukan oleh transistor horizontal output (HOT)
7. B+. terminal ini terhubung ke power supply positive dengan tegangan antara 110-
130v sesuai sikuit masing-masing TV atau Monitornya. Jika tengangan yang masuk
ke B+ ini tidak semestinya maka akan mempengaruhi kinerja sirkuit horizontal
8. GND. Terminal ini terhubung ke jalur groud (GND).
2.4. PWM (Pulse Width Modulation)
Pulse Width Modulation (PWM) secara umum adalah sebuah cara memanipulasi
lebar sinyal yang dinyatakan dengan pulsa dalam suatu perioda, untuk mendapatkan
tegangan rata-rata yang berbeda. Beberapa Contoh aplikasi PWM adalah pemodulasian
data untuk telekomunikasi, pengontrolan daya atau tegangan yang masuk ke beban,
regulator tegangan, audio effect dan penguatan, serta aplikasi-aplikasi lainnya.
Gambar 2.6 Sinyal PWM
Sumber : http://ini-robot.blogspot.com
20
Sinyal PWM pada umumnya memiliki amplitudo dan frekuensi dasar yang tetap,
namun memiliki lebar pulsa yang bervariasi. Lebar Pulsa PWM berbanding lurus dengan
amplitudo sinyal asli yang belum termodulasi. Artinya, Sinyal PWM memiliki
frekuensi gelombang yang tetap namun duty cycle bervariasi (antara 0% hingga 100%)
21
Gambar 2.7 Sinyal PWM dan Persamaan Vout PWMSumber : http://ini-robot.blogspot.com
Dari persamaan diatas diketahui bahwa perubahan duty cycle akan merubah
tegangan keluaran atau tegangan rata-rata seperti gambar dibawah ini
Gambar 2.8 Vrata-rata Sinyal PWMSumber : http://ini-robot.blogspot.com
22
Pulse Width Modulation (PWM) merupakan salah satu teknik untuk
mendapatkan signal analog dari sebuah piranti digital. Sebenarnya Sinyal PWM dapat
dibangkitkan dengan banyak cara, dapat menggunakan metode analog dengan
menggunakan rankaian op-amp atau dengan menggunakan metode digital.
Dengan metode analog setiap perubahan PWM-nya sangat halus, sedangkan
menggunakan metode digital setiap perubahan PWM dipengaruhi oleh resolusi dari
PWM itu sendiri. Resolusi adalah jumlah variasi perubahan nilai dalam PWM
tersebut. Misalkan suatu PWM memiliki resolusi 8 bit berarti PWM ini memiliki
variasi perubahan nilai sebanyak 28 = 256 variasi mulai dari 0 – 255 perubahan nilai
yang mewakili duty cycle 0 – 100% dari keluaran PWM tersebut
Gambar 2.9 Duty Cycle dan Resolusi PWMSumber : http://kecoakacau.blogspot.com)