BAB II

18
5 BAB II DASAR TEORI 2.1. INTREGATED CIRCUIT 2.1.1. MIKROKONTROLER AVR Mikrokontroler AVR (Alf and Vegard’s Risc processor) dari Atmel ini menggunakan arsitektur RISC (Reduced Instruction Set Computer) yang artinya prosesor tersebut memiliki set instruksi program yang lebih sedikit dibandingkan dengan MCS-51 yang menerapkan arsitektur CISC (Complex Instruction Set Computer). Hampir semua instruksi prosesor RISC adalah instruksi dasar (belum tentu sederhana), sehingga instruksi-instruksi ini umumnya hanya memerlukan 1 siklus mesin untuk menjalankannya. Kecuali instruksi percabangan yang membutuhkan 2 siklus mesin. RISC biasanya dibuat dengan arsitektur Harvard, karena arsitektur ini yang memungkinkan untuk membuat eksekusi instruksi selesai dikerjakan dalam satu atau dua siklus mesin, sehingga akan semakin cepat dan handal. Proses downloading programnya relatif lebih mudah karena dapat dilakukan langsung pada sistemnya. Sekarang ini, AVR dapat dikelompokkan menjadi 6 kelas, yaitu keluarga ATtiny, keluarga AT90Sxx, keluarga ATmega, keluarga AT90CAN, keluarga AT90PWM dan AT86RFxx. Pada dasarnya yang membedakan masing-masing kelas adalah memori, peripheral, dan fungsinya, sedangkan dari segi arsitektur dan instruksi yang digunakan, mereka hampir sama. Sebagai pengendali utama dalam pembuatan robot ini, digunakan salah satu produk ATMEL dari keluarga ATmega yaitu ATmega8535.

description

skipsi

Transcript of BAB II

Page 1: BAB II

5

BAB II

DASAR TEORI

2.1. INTREGATED CIRCUIT

2.1.1.MIKROKONTROLER AVR

Mikrokontroler AVR (Alf and Vegard’s Risc processor) dari Atmel ini

menggunakan arsitektur RISC (Reduced Instruction Set Computer) yang artinya prosesor

tersebut memiliki set instruksi program yang lebih sedikit dibandingkan dengan MCS-51

yang menerapkan arsitektur CISC (Complex Instruction Set Computer).

Hampir semua instruksi prosesor RISC adalah instruksi dasar (belum tentu

sederhana), sehingga instruksi-instruksi ini umumnya hanya memerlukan 1 siklus mesin

untuk menjalankannya. Kecuali instruksi percabangan yang membutuhkan 2 siklus

mesin. RISC biasanya dibuat dengan arsitektur Harvard, karena arsitektur ini yang

memungkinkan untuk membuat eksekusi instruksi selesai dikerjakan dalam satu atau dua

siklus mesin, sehingga akan semakin cepat dan handal. Proses downloading programnya

relatif lebih mudah karena dapat dilakukan langsung pada sistemnya.

Sekarang ini, AVR dapat dikelompokkan menjadi 6 kelas, yaitu keluarga ATtiny,

keluarga AT90Sxx, keluarga ATmega, keluarga AT90CAN, keluarga AT90PWM dan

AT86RFxx. Pada dasarnya yang membedakan masing-masing kelas adalah memori,

peripheral, dan fungsinya, sedangkan dari segi arsitektur dan instruksi yang digunakan,

mereka hampir sama. Sebagai pengendali utama dalam pembuatan robot ini, digunakan

salah satu produk ATMEL dari keluarga ATmega yaitu ATmega8535.

Page 2: BAB II

6

2.1.2. ARSITEKTUR ATMEGA8535

Mikrokontroler ATmega8535 memiliki fitur-fitur utama, seperti berikut.

1. Saluran I/O sebanyak 32 buah yaitu Port A, Port B, Port C, dan Port D.

2. ADC 10 bit sebanyak 8 saluran.

3. Tiga unit Timer/Counter dengan kemampuan pembandingan.

4. CPU yang terdiri atas 32 buah register.

5. Watchdog Timer dengan osilator internal.

6. SRAM sebesar 512 byte.

7. Memori Flash sebesar 8 kbytes dengan kemampuan Read While Write.

8. Unit interupsi internal dan eksternal.

9. Port antarmuka SPI.

10. EEPROM sebesar 512 byte yang dapat diprogram saat operasi.

11. Antarmuka komparator analog.

12. Port USART untuk komunikasi serial.

Mikrokontroler AVR ATMega8535 merupakan mikrokontroler produksi Atmel

dengan 8 KByte In-System Programmable-Flash, 512 Byte EEPROM dan 512 Bytes

Internal SRAM. AVR ATMega8535 memiliki seluruh fitur yang dimiliki AT90S8535.

Selain itu, konfigurasi pin AVR ATMega8535 juga kompatibel dengan AT90S8535.

Diagram blok arsitektur ATmega8535 ditunjukkan oleh Gambar 2.3. Terdapat

sebuah inti prosesor (processor core) yaitu Central Processing Unit, di mana terjadi

proses pengumpanan instruksi (fetching) dan komputasi data. Seluruh register umum

sebanyak 32 buah terhubung langsung dengan unit ALU (Arithmatic and Logic Unit).

Tedapat empat buah port masing-masing delapan bit dapat difungsikan sebagai masukan

maupun keluaran.

Page 3: BAB II

7

Media penyimpan program berupa Flash Memory, sedangkan penympan data

berupa SRAM (Static Ramdom Access Memory) dan EEPROM (Electrical Erasable

Programmable Read Only Memory). Untuk komunikasi data tersedia fasilitas SPI (Serial

Peripheral Interface), USART (Universal Synchronous and Asynchronous serial

Receiver and Transmitter), serta TWI (Two-wire Serial Interface).

Di samping itu terdapat fitur tambahan, antara lain AC (Analog Comparator), 8

kanal 10-bit ADC (Analog to Digital Converter), 3 buah Timer/Counter, WDT

(Watchdog Timer), manajemen penghematan daya (Sleep Mode), serta osilator internal 8

MHz. Seluruh fitur terhubung ke bus 8 bit. Unit interupsi menyediakan sumber interupsi

hingga 21 macam. Sebuah stack pointer selebar 16 bit dapat digunakan untuk menyimpan

data sementara saat interupsi.

Gambar 2.1 Arsitektur ATmega8535Sumber: Wardhana, Lingga, Belajar Sendiri Mikrokontroler AVR SeriATMega8535Simulasi, Hardware, dan Aplikasi, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2006.

Page 4: BAB II

8

Mikrokontroler ATmega8535 dapat dipasang pada frekuensi kerja hingga 16 MHz

(maksimal 8MHz untuk versi ATmega8535L). Sumber frekuensi bisa dari luar berupa

osilator kristal, atau menggunakan osilator internal.

Keluarga AVR dapat mengeksekusi instruksi dengan cepat karena menggunakan

teknik “memegang sambil mengerjakan” (fetch during execution). Dalam satu siklus

clock, terdapat dua register independen yang dapat diakses oleh satu instruksi.

2.1.3. KONFIGURASI PIN

ATMega8535 terdiri atas 40 pin dengan konfigurasi seperti pada tabel 1.1.

Tabel 1.1. Deskripsi pin

Nama Pin Fungsi

VCC Catu daya

GND Ground

Port A

(PA7..PA0)

Port I/O 8-bit dua arah dengan resistor pull-up internal.

Juga berfungsi sebagai masukan analog ke ADC (ADC0 s.d. ADC7)

Port B

(PB7..PB0)

Port I/O 8-bit dua arah dengan resistor pull-up internal.

Fungsi khusus masing-masing pin :

Port Pin Fungsi lain

PB0 T0 (Timer/Counter0 External Counter Input)

PB1 T1 (Timer/Counter1 External Counter Input)

PB2 AIN0 (Analog Comparator Positive Input)

PB3 AIN1 (Analog Comparator Negative Input)

PB4 SS (SPI Slave Select Input)

PB5 MOSI (SPI Bus Master Output/Slave Input)

Page 5: BAB II

9

PB6 MISO (SPI Bus Master Input/Slave Output)

PB7 SCK (SPI Bus Serial Clock)

Port C

(PC7..PC0)

Port I/O 8-bit dua arah dengan resistor pull-up internal.

Dua pin yaitu PC6 dan PC7 berfungsi sebagai oscillator luar untuk

Timer/Counter2.

Port D

(PD7..PD0)

Port I/O 8-bit dua arah dengan resistor pull-up internal.

Fungsi khusus masing-masing pin :

Port Pin Fungsi lain

PD0 RXD (UART Input Line)

PD1 TXD (UART Output Line)

PD2 INT0 (External Interrupt 0 Input)

PD3 INT1 (External Interrupt 1 Input)

PD4 OC1B (Timer/Counter1 Output CompareB Match

Output)

PD5 OC1A (Timer/Counter1 Output CompareA Match

Output)

PD6 ICP (Timer/Counter1 Input Capture Pin)

PD7 OC2 (Timer/Counter2 Output Compare Match Output)

RESET Masukan reset. Sebuah reset terjadi jika pin ini diberi logika rendah

melebihi periode minimum yang diperlukan.

XTAL1 Masukan ke inverting oscillator amplifier dan masukan ke

rangkaian clock internal.

Page 6: BAB II

10

XTAL2 Keluaran dari inverting oscillator amplifier.

AVCC Catu daya untuk port A dan ADC.

AREF Referensi masukan analog untuk ADC.

AGND Ground analog.

Gambar 2.2 Konfigurasi pin ATMega 8535Sumber: Wardhana, Lingga, Belajar Sendiri Mikrokontroler AVR SeriATMega8535 Simulasi, Hardware, dan Aplikasi, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2006.

2.2. OPERATINAL AMPLIFIER

Operasional amplifier (Op-Amp) adalah suatu penguat berpenguatan tinggi yang

terintegrasi dalam sebuah chip IC yang memiliki dua input inverting dan non-inverting

dengan sebuah terminal output, dimana rangkaian umpan balik dapat ditambahkan untuk

mengendalikan karakteristik tanggapan keseluruhan pada operasional amplifier (Op-

Amp). Pada dasarnya operasional amplifier (Op-Amp) merupakan suatu penguat

diferensial yang memiliki 2 input dan 1 output. Op-amp ini digunakan untuk membentuk

fungsi-fungsi linier yang bermacam-mcam atau dapat juga digunakan untuk operasi-

operasi tak linier, dan seringkali disebut sebagai rangkaian terpadu linier dasar. Penguat

operasional (Op-Amp) merupakan komponen elektronika analog yang berfungsi sebagai

amplifier multiguna dalam bentuk IC dan memiliki 10ymbol sebagai berikut :

Page 7: BAB II

11

Gambar 2.3 Oerational amplifierSumber: http://elektronika-dasar.web.id/teori-elektronika/operasional-amplifier-op-

amp

Simbol Operasional Amplifier (Op-Amp) simbol Op Amp,simbol penguat

operasional,simbol operasional amplifier,prinsip kerja op-amp,karakteristik op-

amp,fungsi op-amp Prinsip kerja sebuah operasional Amplifier (Op-Amp) adalah

membandingkan nilai kedua input (input inverting dan input non-inverting), apabila

kedua input bernilai sama maka output Op-amp tidak ada (nol) dan apabila terdapat

perbedaan nilai input keduanya maka output Op-amp akan memberikan tegangan output.

Operasional amplifier (Op-Amp) dibuat dari penguat diferensial dengan 2 input. Sebagai

penguat operasional ideal , operasional amplifier (Op-Amp) memiliki karakteristik

sebagai berikut : Impedansi Input (Zi) besar = ∞ Impedansi Output (Z0) kecil= 0

Penguatan Tegangan (Av) tinggi = ∞ Band Width respon frekuensi lebar = ∞ V0 = 0

apabila V1 = V2 dan tidak tergantung pada besarnya V1. Karakteristik operasional

amplifier (Op-Amp) tidak tergantung temperatur / suhu.

Page 8: BAB II

12

2.3. IC NE555

Hampir semua pabrikan membuat komponen jenis ini, walaupun dengan nama

yang berbeda-beda. Misalnya National Semiconductor menyebutnya dengan LM555,

Philips dan Texas Instrument menamakannya SE/NE555. Motorola / ON-Semi

mendesainnya dengan transistor CMOS sehingga komsusi powernya cukup kecil dan

menamakannya MC1455. Philips dan Maxim membuat versi CMOS-nya dengan nama

ICM7555. Walaupun namanya berbeda-beda, tetapi fungsi dan pin diagramnya saling

kompatibel satu dengan yang lainnya (functional and pin-to-pin compatible). Hanya saja

ada beberapa karakteristik spesifik yang berbeda misalnya konsumsi daya, frekuensi

maksimum dan sebagainya. Spesifikasi lebih detail biasanya dicantumkan pada datasheet

masing-masing pabrikan. Dulu pertama kali casing dibuat dengan 8 pin T-package

(tabular dari kaleng mirip transistor), namun sekarang lebih umum dengan kemasan IC

DIP 8 pin.

2.3.1. Rangkaian Monostable

IC ini didesain sedemikian rupa sehingga hanya memerlukan sedikit komponen

luar untuk bekerja. Diantaranya yang utama adalah resistor dan kapasitor luar (eksternal).

IC ini memang bekerja dengan memanfaatkan prinsip pengisian (charging) dan

pengosongan (discharging) dari kapasitor melalui resistor luar tersebut. Untuk

menjelaskan prinsip kerjanya, coba perhatikan diagram gambar IC 555 dengan resistor

dan kapasitor luar berikut ini. Rangkaian ini tidak lain adalah sebuah rangkaian pewaktu

(timer) monostable. Prinsipnya rangkaian ini akan menghasilkan pulsa tunggal dengan

lama tertentu pada keluaran pin 3, jika pin 2 dari komponen ini dipicu. Perhatikan di

dalam IC ini ada dua komparator yaitu Comp A dan Comp B. Perhatikan juga di dalam

Page 9: BAB II

13

IC ini ada 3 resistor internal R yang besarnya sama. Dengan susunan seri yang demikian

terhadap VCC dan GND, rangkaian resistor internal ini merupakan pembagi tegangan.

Susunan ini memberikan tegangan referensi yang masing-masing besarnya 2/3 VCC pada

input negatif komparator A dan 1/3 VCC pada input positif komparator B.

Gambar 2 : Rangkaian pewaktu monostableSumber: http://duniainformatikaindonesia.blogspot.com/2013/03/rangkaian-penghasil-

clock.html

Pada keadaan tanpa input, keluaran pin 3 adalah 0 (ground atau normally low). Transistor

Q1 yang ada di dalam IC ini selalu ON dan mencegah kapasitor eksternal C dari proses

pengisisian (charging). Ketika ada sinyal trigger dari 1 ke 0 (VCC to GND) yang

diumpankan ke pin 2 dan lebih kecil dari 1/3 VCC, maka serta merta komparator B men-

set keluaran flip-flop. Ini pada gilirannya memicu transistor Q1 menjadi OFF. Jika

transistor Q1 OFF akan membuka jalan bagi resistor eksternal R untuk mulai mengisi

kapasitor C (charging). Pada saat yang sama output dari pin 3 menjadi high (VCC), dan

terus high sampai satu saat tertentu yang diinginkan. Sebut saja lamanya adalah t detik,

yaitu waktu yang diperlukan untuk mengisi kapasitor C mencapai tegangan 2/3 VCC.

Page 10: BAB II

14

Tegangan C ini disambungkan ke pin 6 yang tidak lain merupakan input positif comp A.

Maka jika tegangan 2/3 VCC ini tercapai, komparator A akan men-reset flip-flop dan

serta merta transistor internal Q1 menjadi ON kembali. Pada saat yang sama keluaran pin

3 dari IC 555 tersebut kembali menjadi 0 (GND).

Berapa lama pulsa yang dihasilkan amat tergantung dari nilai resitor dan kapasitor

eksternal yang pasangkan. Dari rumus ekponensial pengisian kapasitor diketahui bahwa :

Vt = VCC(1- e-t/RC) ….. (1)

Vt adalah tegangan pada saat waktu t. Jika t adalah waktu eksponensial yang diperlukan

untuk mengisi kapasitor sampai Vt = 2/3 VCC, maka rumus (1) dapat disubstitusi dengan

nilai ini menjadi :

2/3 = 1-e-t/RC

1/3 = e-t/RC

ln(1/3) = -t/RC dan seterusnya dapat diperoleh

t = (1.0986123)RC yang dibulatkan menjadi

t = 1.1 RC

Inilah rumusan untuk mengitung lamanya keluaran pulsa tunggal yang dapat dihasilkan

dengan rangkaian monostable dari IC 555.

Rangkaian Astable

Sedikit berdeda dengan rangkaian monostable, rangkaian astable dibuat dengan

mengubah susunan resitor dan kapasitor luar pada IC 555 seperti gambar berikut. Ada

dua buah resistor Ra dan Rb serta satu kapasitor eksternal C yang diperlukan. Prinsipnya

rangkaian astable dibuat agar memicu dirinya sendiri berulang-ulang sehingga rangkaian

ini dapat menghasilkan sinyal osilasi pada keluarannya. Pada saat power supply rangkaian

ini di hidupkan, kapasitor C mulai terisi melalui resistor Ra dan Rb sampai mencapai

Page 11: BAB II

15

tegangan 2/3 VCC. Pada saat tegangan ini tercapai, dapat dimengerti komparator A dari

IC 555 mulai bekerja mereset flip-flop dan seterusnya membuat transistor Q1 ON. Ketika

transisor ON, resitor Rb seolah dihubung singkat ke ground sehingga kapasitor C

membuang muatannya (discharging) melalui resistor Rb. Pada saat ini keluaran pin 3

menjadi 0 (GND). Ketika discharging, tegangan pada pin 2 terus turun sampai mencapai

1/3 VCC. Ketika tegangan ini tercapai, bisa dipahami giliran komparator B yang bekerja

dan kembali memicu transistor Q1 menjadi OFF. Ini menyebabkan keluaran pin 3 kembali

menjadi high (VCC). Demikian seterusnya berulang-ulang sehingga terbentuk sinyal

osilasi pada keluaran pin3. Terlihat di sini sinyal pemicu (trigger) kedua komparator

tersebut bekerja bergantian pada tegangan antara 1/3 VCC dan 2/3 VCC. Inilah batasan

untuk mengetahui lebar pulsa dan periode osilasi yang dihasilkan. Misal diasumsikan t1

adalah waktu proses pengisian kapasitor yang di isi melalui resistor Ra dan Rb dari 1/3

VCC sampai 2/3 VCC. Diasumsikan juga t2 adalah waktu discharging kapasitor melalui

resistor Rb dari tegangan 2/3 VCC menjadi 1/3 VCC. Dengan perhitungan eksponensial

dengan batasan 1/3 VCC dan 2/3 VCC maka dapat diperoleh :

t1 = ln(2) (Ra+Rb)C = 0.693 (Ra+Rb)C

dan

t2 = ln(2) RbC = 0.693 RbC

Page 12: BAB II

16

Gambar 2.4 Rangkaian osilator astableSumber:http://www.electronics-tutorials.ws/waveforms/555_oscillator.html

Periode osilator adalah dapat diketahui dengan menghitung T = t1 + t2. Persentasi duty

cycle dari sinyal osilasi yang dihasilkan dihitung dari rumus t1/T. Jadi jika

diinginkan duty cycle osilator sebesar (mendekati) 50%, maka dapat digunakan resistor

Ra yang relatif jauh lebih kecil dari resistor Rb.

Satu hal yang menarik dari komponen IC 555, baik timer aplikasi rangkaian

monostable maupun frekuensi osilasi dari rangkaian astable tidak tergantung dari berapa

nilai tegangan kerja VCC yang diberikan. Tegangan kerja IC 555 bisa bervariasi antara 5

sampai 15 Vdc. Tingkat keakuratan waktu (timing) yang dihasilkan tergantung dari nilai

dan toleransi dari resistor dan kapasitor eksternal yang digunakan. Untuk rangkaian yang

tergolong time critical, biasanya digunakan kapasitor dan resistor yang presisi dengan

toleransi yang kecil. Pada banyak nota aplikasi, biasanya juga ditambahkan kapasitor 10

nF pada pin 5 ke ground untuk menjamin kestabilan tegangan referensi 2/3 VCC. Banyak

aplikasi lain yang bisa dibuat dngan IC 555, salah satu aplikasi yang populer lainnya

adalah rangkaian PWM (Pulse Width Modulation). Rangkaian PWM mudah

Page 13: BAB II

17

direalisasikan dengan sedikit mengubah fungsi dari rangkaian pewaktu monostable. Yaitu

dengan memicu pin trigger (pin 2) secara kontiniu sesuai dengan perioda clock yang

diinginkan, sedangkan lebar pulsa dapat diatur dengan memberikan tegangan variabel

pada pin control voltage (pin5).

2.3. FLAYBACK TRANSFORMER

Trafo Flyback atau Flayback Transformer (FBT) adalah transformator khusus

yang dirancang untuk menghasilkan sinyal gigi gergaji yang tinggi. Trafo Flyback

digunakan dalam pengoperasian perangkat CRT-display seperti TV dan monitor

komputer CRT. Tegangan tinggi yang dihasilkan setiap Flyback berbeda-beda tergantung

rangkaian dan perangkat yang digunakan, sebagai contoh, TV warna mungkin

memerlukan 20-50 kV dengan frekuensi kisaran 15 kHz sampai 50 kHz. Setiap Flyback

terdapat kaki atau terminal yang memiliki fungsi masing-masing.

2.3.1. Skematik bagian dalam Flyback Tranformator

Gambar 2.5 Konfigurasi Pin Kaki Flyback TransformerSumber: nadabinangkit.blogspot.com/2011/09/fungsi-kaki-trafo-flyback.html

Page 14: BAB II

18

Sebuah flyback memiliki dua lilitan/kumparan utama yakni kumparan primer dan

kumparan skunder, kumparan primer adalah bagian input dan kumparan sekunder adalah

bagian output. Kaki atau terminal utama dan wajib dimilik oleh flyback adalah: HV,

FOCUS, SCREEN, ABL, AFC, HOT, B+, dan GND.

2.3.2. Fungsi kaki Trafo Flyback

1. HV. Terminal ini terhubung ke Kop FLyback dan menghasilkan tegangan tinggi skitar

26kV yang menuju atas tabung

2. Focus. Terminal ini terhubung ke CRT (G3/G4) dan berfungsi untuk mengatur fokus

gambar (kabur tidaknya gambar)

3. Screen. Terminal ini terhubung ke CRT (G2) dan berfungsi untuk mengatur terang

gelap gambar

4. ABL (Automatic Brightness Liminter) terminal ini terhubung ke sirkuit ABL

biasanya di IC Chroma, selain iti pin ABL ini terhubung HV (kop FBT) melalui

beberapa buah dioda tegangan tinggi yang di seri. Tengannya yang keluar dai pin ABL

ini tinggi sekali (jangan coba-coba mengukurnya), jika pin ini tidak tersambung

biasanya akan mngeluarkan semburan api. Fungsinya dan tujuan utama adalah untuk

membatasi level sinar elektron (brightness) yang menuju ke blok RGB secara

otoumatis. sehingga tidak lebih dari kekuatan yang diijinkan dewan keamanan

kesehatan

5. AFC (Automatic Frequency Control), ada juga yang menamakan FBP (Flyback

Pulse) Terminal ini terhubung ke sikuit AFC/FBP biasanya di IC Chroma. Fungsinya

adalah sebagai pengunci frekwensi osilator horizontal. Jika AFC ini tidak stabil maka

Page 15: BAB II

19

gambar tidak akan normal dan warna pun hilang, AFC biasanya selain ada pin

tersendiri pada FBT nya ada juga yang di gabung pada pin 180v, pin Heater dll.

6. HOT. Terminal ini terhubung keh transistor horizontal output (HOT), terminal ini

kadang juga di tulis COL. Terminal ini akan putus dan nyambungkan (switch) ke

GND dengan kecepatan tinggi (Frekuensi tinggi) 15 kHz sampai 50 kHz, dan

pekerjaan ini dilakukan oleh transistor horizontal output (HOT)

7. B+. terminal ini terhubung ke power supply positive dengan tegangan antara 110-

130v sesuai sikuit masing-masing TV atau Monitornya. Jika tengangan yang masuk

ke B+ ini tidak semestinya maka akan mempengaruhi kinerja sirkuit horizontal

8. GND. Terminal ini terhubung ke jalur groud (GND).

2.4. PWM (Pulse Width Modulation)

Pulse Width Modulation (PWM) secara umum adalah sebuah cara memanipulasi

lebar sinyal yang dinyatakan dengan pulsa dalam suatu perioda, untuk mendapatkan

tegangan rata-rata yang berbeda. Beberapa Contoh aplikasi PWM adalah pemodulasian

data untuk telekomunikasi, pengontrolan daya atau tegangan yang masuk ke beban,

regulator tegangan, audio effect dan penguatan, serta aplikasi-aplikasi lainnya.

Gambar 2.6 Sinyal PWM

Sumber : http://ini-robot.blogspot.com

Page 16: BAB II

20

Sinyal PWM pada umumnya memiliki amplitudo dan frekuensi dasar yang tetap,

namun memiliki lebar pulsa yang bervariasi. Lebar Pulsa PWM berbanding lurus dengan

amplitudo sinyal asli yang belum termodulasi. Artinya, Sinyal PWM memiliki

frekuensi gelombang yang tetap namun duty cycle bervariasi (antara 0% hingga 100%)

Page 17: BAB II

21

Gambar 2.7 Sinyal PWM dan Persamaan Vout PWMSumber : http://ini-robot.blogspot.com

Dari persamaan diatas diketahui bahwa perubahan duty cycle akan merubah

tegangan keluaran atau tegangan rata-rata seperti gambar dibawah ini

Gambar 2.8 Vrata-rata Sinyal PWMSumber : http://ini-robot.blogspot.com

Page 18: BAB II

22

Pulse Width Modulation (PWM) merupakan salah satu teknik untuk

mendapatkan signal analog dari sebuah piranti digital. Sebenarnya Sinyal PWM dapat

dibangkitkan dengan banyak cara, dapat menggunakan metode analog dengan

menggunakan rankaian op-amp atau dengan menggunakan metode digital.

Dengan metode analog setiap perubahan PWM-nya sangat halus, sedangkan

menggunakan metode digital setiap perubahan PWM dipengaruhi oleh resolusi dari

PWM itu sendiri. Resolusi adalah jumlah variasi perubahan nilai dalam PWM

tersebut. Misalkan suatu PWM memiliki resolusi 8 bit berarti PWM ini memiliki

variasi perubahan nilai sebanyak 28 = 256 variasi mulai dari 0 – 255 perubahan nilai

yang mewakili duty cycle 0 – 100% dari keluaran PWM tersebut

Gambar 2.9 Duty Cycle dan Resolusi PWMSumber : http://kecoakacau.blogspot.com)