Bab II
-
Upload
dzulkifli-i-dotutinggi -
Category
Documents
-
view
14 -
download
0
description
Transcript of Bab II
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Definisi Latihan Fisik
Kamus saku kedokteran Dorland (Patricia, 1998) menyebutkan latihan fisik
merupakan gerakan pada bagian tubuh yang ditimbulkan oleh kontraksi dan
relaksasi volunter. Victor dan Jonathan (2006) mengemukakan bahwa latihan
fisik merupakan stres fisiologi yang paling umum dan menempatkan tuntunan
utama pada sistem kardiorespirasi. Untuk alasan ini, latihan fisik dapat dianggap
tes yang paling praktis digunakan untuk menilai fungsi dan perfusi jantung. Tes
latihan fisik merupakan alat yang non invasif untuk mengevaluasi respon sistem
kardiovaskular dibawah kondisi yang terkontrol secara hati-hati.
2. Sistem Pernapasan dan Kardiovaskular dalam Latihan Fisik
Daya tahan paru jantung atau disebut juga cardio respiratory adalah
kemampuan fungsional paru jantung mensuplai oksigen untuk kerja otot dalam
waktu lama. Seseorang yang memiliki daya tahan paru jantung baik, tidak akan
cepat kelelahan setelah melakukan serangkaian kerja. Kualitas daya tahan paru
jantung dinyatakan dengan VO2 maks, yakni banyaknya oksigen maksimum
yang dapat dikonsumsi dalam satuan ml / kgBB / menit. Latihan daya tahan akan
meningkatkan kekuatan dan kemampuan jantung beserta peredaran darahnya
dan paru-paru beserta sistem pernafasannya (Arista, 2009; Nugroho, 2007).
8
9
Bila seseorang sehat melakukan kegiatan fisik dinamik yang berat dengan
melibatkan otot-otot utamanya maka akan terjadi ambilan oksigen sebesar 15-20
kali lipat, karena peningkatan laju metabolik yang aktif. Berbagai mekanisme
kardiovaskular dan pernapasan harus bekerja secara terpadu untuk memenuhi
kebutuhan O2 jaringan aktif dan mengeluarkan CO2 beserta panas saat melakukan
aktivitas fisik. Ventilasi meningkat tiba-tiba begitu aktivitas fisik mulai
dilakukan dan setelah suatu periode jeda singkat akan diikuti oleh peningkatan
yang bertahap. Pada aktivitas fisik sedang, kenaikan ventilasi terutama
disebabkan oleh peningkatan kedalaman pernapasan, dan diikuti oleh
peningkatan frekuensi pernapasan bila aktivitas fisik lebih berat. Ventilasi
mendadak berkurang saat aktivitas fisik berhenti, dan setelah jeda singkat akan
diikuti oleh penurunan bertahap ke nilai sebelum latihan. Peningkatan mendadak
pada awal aktivitas fisik kemungkinan disebabkan oleh rangsang psikis dan
impuls aferen dari propioseptor di otot, tendo, dan sendi. Peningkatan yang
bertahap kemungkinan disebabkan oleh faktor humoral, walaupun selama
aktivitas fisik sedang, pH, PCO2 dan PO2 darah arteri tetap tidak berubah.
Peningkatan ventilasi sebanding dengan peningktan konsumsi O2, namun
mekanisme yang mendasari perangsangan pernapasan masih menjadi
perdebatan. Adanya peningkatan suhu tubuh juga dapat memainkan peranan.
Aktivitas fisik meningkatkan kadar K+ plasma, dan peningkatan ini dapat
merangsang kemoreseptor perifer. Selain itu, kepekaan neuron-neuron yang
mengontrol respon terhadap CO2 dapat meningkat (Yunir dan Soebardi, 2009;
Ganong, 2008).
10
Kapasitas pernapasan maksimum adalah sekitar 50% lebih besar daripada
ventilasi paru-paru yang sesungguhnya pada latihan maksimum. Keadaan ini
menyediakan suatu elemen keamanan yaitu memberi ventilasi tambahan yang
dapat digunakan pada kondisi seperti (1) latihan pada tempat yang sangat tinggi,
(2) latihan pada kondisi yang sangat panas dan (3) abnormalitas sistem
pernapasan. Hal yang penting adalah sistem pernapasan secara normal bukanlah
faktor pembatas utama pengangkutan oksigen ke dalam otot selama metabolisme
aerob otot maksimum, terdapat kemampuan jantung untuk memompa darah ke
otot yang merupakan faktor pembatas yang lebih besar (Guyton dan Hall,
2007).
Persyaratan kunci fungsi kardiovaskular dalam latihan adalah mengangkut
oksigen dan nutrisi lain yang dibutuhkan ke otot yang bekerja. Untuk keperluan
itu, aliran darah otot meningkat secara dramatis selama latihan. Aliran darah otot
dapat meningkat maksimum kira-kira 25 kali lipat selama latihan paling berat.
Hampir separuh dari kenaikan aliran ini merupakan akibat vasodilatasi
intramuskular yang disebabkan oleh pengaruh langsung kenaikan metabolisme
otot. Separuh penyebab kenaikan lainnya disebabkan oleh banyak faktor, yang
paling penting mungkin kenaikan tekanan darah arteri dalam tingkat sedang
yang terjadi selama latihan, biasanya naik kira-kira 30 persen. Kenaikan tekanan
bukan saja memaksa lebih banyak darah melalui pembuluh darah, tetapi juga
meregangkan dinding arteriol dan lebih lanjut menurunkan tahanan vaskular.
Oleh karena itu, kenaikan tekanan darah sebanyak 30 persen sering dapat
meningkatkan aliran darah, lebih dari sekedar menggandakan. Hal ini akan
11
menambah kenaikan aliran yang besar yang telah disebabkan oleh vasodilatasi
metabolik, paling sedikit dua kali lipat lagi. Jadi, karena curah kerja otot
meningkatkan konsumsi oksigen, dan selanjutnya konsumsi oksigen akan
melebarkan pembuluh darah otot, sehingga meningkatkan aliran balik vena dan
curah jantung (Guyton dan Hall, 2007).
Selama latihan maksimum, baik frekuensi denyut jantung maupun isi
sekuncup meningkat sampai kira-kira 95 persen dari tingkat maksimumnya.
Respon kardiovaskular sistemik terhadap olahraga bergantung pada jenis
kontraksi yang dominan diotot, yakni isometrik atau isotonik dalam kaitannya
dengan kerja eksternal. Hal ini dikarenakan curah jantung sebanding dengan isi
sekuncup dikali frekuensi denyut jantung, terlihat bahwa curah jantung adalah
sekitar 90 persen dari keadaan maksimum yang dapat dicapai seseorang. Hal ini
berbeda dengan ventilasi paru maksimum yang kira-kira 65 persen. Oleh karena
itu, seseorang dapat dengan mudah melihat bahwa sistem kardiovaskular secara
normal lebih banyak membatasi VO2 maks daripada sistem pernapasan, karena
pemakaian oksigen oleh tubuh tidak dapat lebih dari kecepatan sistem
kardiovaskular menghantarkan oksigen ke jaringan (Ganong, 2008; Guyton dan
Hall, 2007).
3. Konsumsi oksigen maksimal (VO 2 maks)
Ketahanan kardiorespiratorik didefinisikan sebagai kemampuan untuk
melakukan latihan pada otot-otot besar, dinamik, dengan intensitas sedang
sampai tinggi untuk waktu yang lama (Mahler et. al., 2003).
12
Sumarjo et. al (2009) menyebutkan bahwa kebugaran merupakan elemen
mendasar dalam merumuskan ketahanan dan kekuatan fisik. Kebugaran dapat
meningkatkan kinerja jantung, paru-paru, dan otot, dan kemampuan berotot.
Menurut American Academy of Sport Pediatri Komite Sekolah Kedokteran dan
Kesehatan, kebugaran didefinisikan sebagai: kekuatan otot, fleksibilitas,
komposisi tubuh (derajat kegemukan) dan daya tahan kardiorespirasi. Kebugaran
merupakan salah satu di antara berbagai faktor yang menentukan derajat
kesehatan. Kebugaran tidak semata-mata dinilai secara fisik tetapi meliputi
seluruh tubuh, pikiran dan emosi.
Tingkat kebugaran dapat diukur dari volume seseorang dalam
mengkonsumsi oksigen saat latihan pada volume dan kapasitas maksimum (VO2
maks). VO2 maks adalah volume maksimal O2 yang diproses oleh tubuh manusia
pada saat melakukan kegiatan yang intensif. Konsumsi oksigen maksimal dapat
didefinisikan sebagai jumlah maksimum oksigen yang dikonsumsi oleh jaringan
saat melakukan kerja terkuat dan menggambarkan kedayagunaan tubuh dalam
menggunakan oksigen. Ketika tubuh melakukan kerja, sel-sel dalam tubuh
memerlukan oksigen untuk memproduksi energi khususnya sel tubuh yang
berperan dalam melakukan kerja tersebut, yaitu sel otot. Untuk itu diperlukan
kondisi paru yang baik supaya proses ambilan oksigen menjadi efektif, sistem
kardiovaskuler yang dapat bekerja maksimal untuk menghantarkan oksigen,
serta kemampuan sel untuk menggunakan oksigen dalam proses metabolisme.
Konsumsi oksigen maksimal memiliki hubungan dengan derajat kondisi fisik
dan sebagai parameter kebugaran fisik seseorang. Volume O2 maks adalah hasil
13
dari curah jantung maksimum dan ekstraksi O2 maksimum oleh jaringan dan
keduanya meningkat dengan latihan. Perubahan yang terjadi pada otot-otot
rangka dengan latihan adalah peningkatan jumlah mitokondria dan enzim yang
berperan pada metabolisme oksidatif. Jumlah kapiler meningkat, dengan
membaiknya distribusi darah ke serabut otot. Efek akhirnya adalah ekstraksi O2
yang lebih sempurna dan akibatnya, peningkatan pembentukan laktat lebih kecil
untuk beban kerja yang sama (Ganong, 2008; Sumarjo et. al., 2009; Warren,
2000).
Konsumsi oksigen maksimal (VO2 maks) dinyatakan dalam bentuk satuan
unit per waktu, biasanya dalam satuan liter / menit. Karena oksigen digunakan
oleh seluruh jaringan tubuh, individu yang memiliki massa tubuh lebih besar
mempunyai konsumsi oksigen lebih banyak dibanding individu yang memiliki
massa tubuh lebih kecil, baik ketika istirahat maupun melakukan kerja. Karena
itu konsumsi oksigen juga dinyatakan berdasarkan berat badan seseorang, yaitu
dalam ml / kgBB / menit (Astuti, 2000).
4. Faktor-faktor yang menentukan konsumsi oksigen maksimal
a) Fungsi paru
Paru-paru sebagai organ pernapasan utama harus dapat berfungsi
normal, termasuk kapiler dan pembuluh darah pulmonal sehingga ambilan
oksigen dari luar ke dalam tubuh dapat berjalan baik. Pada saat tubuh
melakukan kerja, terjadi peningkatan ventilasi. Peningkatan ventilasi ini
sebanding dengan peningkatan konsumsi oksigen. Peningkatan ventilasi
14
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang meningkat saat
melakukan kerja (Astuti, 2000).
b) Fungsi Kardiovaskuler
Untuk mendapatkan konsumsi oksigen maksimal proses
pengangkutan dan penghantaran oksigen dari paru ke jaringan harus
dalam kondisi baik. Faktor yang menunjukkan kerja jantung dalam
memenuhi kebutuhan oksigen adalah curah jantung. Curah jantung akan
meningkat selama kebutuhan oksigen juga mengalami peningkatan. Curah
jantung dipengaruhi oleh denyut jantung dan isi volume sekuncup.
Meningkatnya beban kerja yang berbanding lurus dengan meningkatnya
kebutuhan oksigen akan merangsang pula peningkatan denyut jantung
melalui aktivitas saraf simpatis. Isi volume sekuncup jantung yang
meningkat disebabkan peningkatan kontraktilitas miokardium dan aliran
balik vena. Aliran balik vena meningkat karena terjadi peningkatan
aktivitas otot dan pompa toraks, mobilisasi darah dari viscera,
peningkatan tekanan yang disalurkan lewat arteriol yang melebar ke vena,
dan vasokonstriksi yang diperantarai saraf simpatis yang menurunkan
volume darah dalam vena (Ganong, 2008).
c) Sel darah merah
Sel darah merah mengandung hemoglobin yang berfungsi mengikat
oksigen dan berperan dalam proses penghantaran oksigen ke seluruh
tubuh. Konsentrasi sel darah merah dipengaruhi oleh hemokonsentrasi
dan hemodilusi. Keluarnya plasma dari pembuluh darah dan
15
menyebabkan turunnya konsentrasi plasma dalam darah dikenal dengan
hemokonsentrasi, sedangkan masuknya cairan dari interstitial atau celah
interstitial ke dalam pembuluh darah dikenal dengan hemodilusi. Proses
penyampaian oksigen ke jaringan-jaringan oleh sel-sel darah merah harus
normal. Jumlah sel-sel darah merah dan konsentrasi hemoglobin serta
pembuluh darah harus mampu mengalihkan darah dari jaringan-jaringan
yang tidak aktif ke otot yang sedang aktif yang membutuhkan oksigen
lebih besar (Ganong, 2008; Nugroho, 2007).
Darah pada orang normal mengandung hemoglobin hampir 15 gram
dalam tiap 100 ml darah, dan tiap gram hemoglobin dapat berikatan
dengan maksimal kira-kira 1,34 ml oksigen. Rata-rata hemoglobin dalam
100 ml darah dapat bergabung dengan total sekitar 20 ml oksigen bila
tingkat kejenuhan 100%. Oksigen terikat pada sisi hem dari hemoglobin.
Presentasi sisi hem hemoglobin yang mengikat oksigen tersebut disebut
saturasi oksigen (SaO2) (Matondang, 2008).
d) Komposisi tubuh
Perbedaan komposisi tubuh menyebabkan perbedaan konsumsi
oksigen. Tubuh yang memiliki presentase lemak tinggi, mempunyai
konsumsi okigen maksimum (VO2 maks) lebih rendah (Astuti, 2000).
Komposisi tubuh mengacu pada presentase relatif berat antara badan
yang terdiri dari lemak dan jaringan tubuh bebas lemak. Evaluasi terhadap
komposisi tubuh merupakan komponen yang umum dan penting untuk
penilaian kebugaran tubuh secara menyeluruh (Mahler et. al., 2003).
16
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi oksigen maksimal
a) Latihan fisik
Latihan dapat meningkatkan nilai konsumsi oksigen maksimum (VO2
maks) yang dicetuskan oleh olahraga. VO2 maks rerata pada pria sehat
aktif adalah sekitar 38 ml / kg / menit dan pada wanita sehat aktif adalah
sekitar 29 ml / kgBB / menit. Angka ini lebih rendah pada orang yang
tidak aktif. VO2 maks adalah hasil dari curah jantung maksimum dan
ekstraksi O2 maksimum oleh jaringan dan keduanya meningkat dengan
latihan (Ganong, 2008).
b) Genetik
Nilai VO2 maks dapat ditingkatkan melalui latihan. Namun dengan
porsi latihan yang sama didapatkan fakta bahwa tidak semua atlet
memiliki peningkatan nilai VO2 maks yang sama. Terdapat laporan bahwa
nilai VO2 maks pada kembar identik adalah sama. Dari penelitian di
dapatkan bahwa efek genetik sekitar 20-30 % untuk VO2 maks (Astuti,
2000; McArdle et. al., 2007).
c) Usia
Usia berpengaruh pula terhadap nilai konsumsi oksigen maksimal.
Nilai VO2 maks absolut pada anak-anak memiliki nilai yang sama hingga
usia 12 tahun. Saat usia 14 tahun nilai VO2 maks pada anak laki-laki lebih
tinggi 25% dan pada usia 16 tahun terjadi perbedaan peningkatan sebesar
50%. Nilai VO2 maks dewasa dan anak-anak berbeda, perbedaan usia
17
mempengaruhi fungsi paru, kardiovaskuler, komposisi tubuh dan kadar
hemoglobin (Astuti, 2000; McArdle et. al., 2007).
d) Jenis kelamin
Wanita dan pria memiliki perbedaan nilai konsumsi oksigen
maksimal. Dari penelitian pria memiliki nilai VO2 maks sebesar 15-20%
lebih tinggi daripada wanita. Perbedaan tersebut disebabkan perbedaan
komposisi tubuh dan kadar hemoglobin antara pria dan wanita. Selain itu
perbedaan bentuk anatomis tubuh pria dan wanita turut pula
mempengaruhi kapasitas fungsi paru dan kardiovaskuler (Astuti, 2000).
e) Suhu
Suhu tubuh mempengaruhi proses metabolisme dalam tubuh. Enzim
intrasel menjadi inaktif, metabolisme sel menurun sehingga respirasi dan
fungsi jantung turut menurun pula pada penurunan suhu tubuh hingga <
35,4ºC. Sedang pada suhu tubuh yang mengalami peningkatan akan
memacu kerja jantung agar panas tubuh yang berlebih dapat segera
dikeluarkan dan suhu tubuh dapat turun dan kembali normal (Ganong,
2008).
f) Menstruasi
Selama fase folikuler, masa antara berhentinya menstruasi dan
terjadinya ovulasi (disebut juga estrogenic phase), estrogen adalah
hormon yang berperan dominan. Progesteron berada dalam kadar yang
rendah pada fase folikuler awal dan mulai mengalami peningkatan
mendekati saat ovulasi. Hormon progesteron akan mengalami kadar
18
puncak pada pertengahan fase luteal, masa antara sesudah terjadinya
ovulasi hingga terjadinya menstruasi berikutnya (Guyton dan Hall, 2007).
Hormon progesteron dan LH (Luteinizing Hormone) menyebabkan
peningkatan suhu tubuh. Karena itu sesaat sebelum ovulasi hingga
pertengahan fase luteal terjadi peningkatan suhu basal tubuh kurang lebih
0,5ºC. Peningkatan suhu ini dapat diukur sendiri oleh tiap wanita dan
dapat menjadi tanda terjadinya ovulasi. Perbedaan kadar hemoglobin saat
menstruasi juga menyebabkan perbedaan nilai VO2 maks (Guyton dan
Hall, 2007; Astuti, 2000).
6. Pengukuran Nilai Konsumsi Oksigen Maksimal
Ukuran kriteria tradisional yang bisa diterima dari ketahanan
kardiorespiratorik adalah ambilan oksigen maksimal yang diukur secara
langsung (VO2 maks). Pengukuran VO2 maks memerlukan analisa contoh udara
ekspirasi yang dikumpulkan saat subjek melakukan latihan dalam intensitas yang
progresif. Analisa gas ekspirasi menghasilkan VO2 maks yang akurat (Mahler et.
al., 2003).
Pengukuran VO2 maks secara langsung sering tidak mungkin dikerjakan
karena peralatannya mahal, memerlukan personil terlatih dan cenderung makan
waktu, sehingga banyak prosedur telah dikembangkan untuk memperkirakan
VO2 maks. Penaksiran VO2 maks dari intensitas latihan maksimal dianggap
sebagai metode yang paling akurat setelah analisa langsung gas ekspirasi. Tes-
tes ini telah divalidasi dengan menguji: (a) korelasi antara VO2 maks yang
diukur secara langsung dan VO2 maks yang ditaksir dari respon fisiologis
19
terhadap latihan submaksimal (seperti denyut jantung pada keluaran kekuatan
yang khusus) atau (b) korelasi antara VO2 maks yang diukur secara langsung dan
uji latihan (seperti, waktu untuk lari 1 mil atau waktu sampai kelelahan yang
volitional dengan menggunakan protokol uji standar). Namun metode tersebut
memiliki kelemahan, membutuhkan peserta untuk latihan sampai titik kelelahan
volitional (Mahler et. al., 2003).
Uji latihan submaksimal dikembangkan karena uji latihan maksimal
merupakan metode yang tidak mungkin dikerjakan untuk menilai ketahanan
kardiorespiratorik pada kebanyakan praktisi kesehatan/kebugaran. Tujuan dasar
uji submaksimal ini adalah menentukan hubungan antara respon denyut jantung
subjek tersebut dan VO2-nya selama latihan progresif dan menggunakan
hubungan tersebut untuk menilai VO2 maks. Supaya penentuan hubungan
tersebut akurat, denyut jantung dan VO2 maks perlu diukur pada dua atau lebih
latihan berintensitas submaksimal. Uji latihan submaksimal, meskipun tidak
secermat uji latihan maksimal, dapat tetap mencerminkan dengan cukup akurat
kebugaran individu tanpa biaya, risiko, waktu dan usaha pada subjek (Mahler et.
al., 2003).
Pada tes maksimal respons kardiovaskuler adalah maksimal, yaitu denyut
nadi mencapai denyut nadi maksimal dan frekuensi respirasi juga mencapai
frekuensi maksimal. Pencapaian denyut nadi dan frekuensi respirasi yang
maksimal ini juga disebabkan oleh sekresi epinefrin dan norepinefrin yang
maksimal juga. Pada tes submaksimal, denyut nadi yang dicapai hanya sampai
20
85% denyut nadi maksimal sedangkan frekuensi respirasi mengikuti pencapaian
denyut nadi 85% denyut nadi maksimal (Budiman, 2007).
Menurut Sumarjo dan rekan-rekannya (2009) sebagai pertimbangan dalam
mengukur VO2 maks adalah tes harus diciptakan sedemikian rupa sehingga
tekanan pada pasokan oksigen ke otot jantung harus berlangsung maksimal.
Kegiatan fisik yang memenuhi kriteria ini harus:
a. Melibatkan minimal 50 % dari total masa otot. Aktivitas yang memenuhi
kriteria ini adalah lari, bersepeda, mendayung. Cara yang paling umum
dilakukan dengan lari di treadmill, yang bisa diatur kecepatan dari sudut
inklinasinya.
b. Lamanya tes harus menjamin terjadinya kerja jantung maksimal. Pada
umumnya berlangsung minimal 6 sampai 12 menit.
Budiman (2007) menyebutkan beberapa cara untuk mengetahui kapasitas
VO2 maks, seperti :
1. Tes kebugaran lapangan
a. Tes Balke→ lari selama 15 menit
b. Tes Cooper→ lari selama 12 menit.
2. Tes kebugaran laboratorium .
a. Tes Treadmill merupakan tes maksimal yang paling sering
dipakai adalah protokol Bruce. Hasil tes adalah nilai kebugaran
dalam Mets atau dalam ml O2 / kgBB / menit.
21
b. Tes Ergometer sepeda merupakan tes submaksimal yang sering
dilakukan adalah adalah tes ergometer sepeda Astrand dan Fox.
Hasil tes adalah nilai kebugaran dalam ml O2 / kgBB / menit.
c. Tes Bangku merupakan tes submaksimal yang paling sering
dilakukan adalah tes bangku Astrand, Queen’s College. Hasil tes
adalah nilai kebugaran dalam skor atau dalam ml O2 / kgBB /
menit.
Untuk tes bangku, uji tersebut harus dilakukan pada sebuah bangku setinggi 12
inci, dengan kecepatan 24 langkah / menit selama 5 menit. Setelah latihan selesai,
subjek segera duduk dan denyut jantung dihitung selama 1 menit. Perhitungan
harus mulai dalam 5-20 detik dari berakhirnya latihan. Nilai VO2 maks dapat
diketahui melalui denyut jantung dan nilai VO2 maks memakai prediksi
normogram Astrand, denyut jantung submaksimal dengan rumus Fox, dan dengan
menarik garis lurus dari beban kerja (pada ergometer sepeda) atau berat badan
(pada step test) ke skala VO2 kemudian dihubungkan dengan denyut jantung
untuk mendapatkan VO2 maks (Astuti, 2000; McArdle et. al., 2007).
7. Manfaat Air Beroksigen
Oksigen diperlukan tubuh untuk reaksi oksidasi. Pada manusia, oksigen
diangkut melalui darah oleh hemoglobin dari paru-paru ke jaringan. Minuman
beroksigen mampu berdifusi ke dalam darah melalui absorpsi di saluran intestinal
setelah dikonsumsi. Menurut Niewenhoven et. al (dalam Matondang, 2008)
kecepatan nutrisi termasuk di dalamnya air dan elektrolit masuk ke dalam darah
22
sistemik tergantung pada laju pengosongan lambung dan laju absorpsi cairan dari
usus halus. Pada keadaan biasa terdapat keseimbangan antara laju pengosongan
lambung dengan laju absorpsi usus halus. Sedangkan menurut Wijayanto (dalam
Laila, 2007) saat orang berolahraga, keseimbangan cairan tidak selalu dapat
dipertahankan. Ini disebabkan baik oleh karena jumlah produksi keringat yang
melampaui laju pengosongan cairan oleh lambung, juga akibat olahragawan
mengkonsumsi cairan kurang memadai. Untuk antisipasi atau mengurangi
timbulnya dehidrasi dan gangguan elektrolit.
Kelarutan oksigen dalam air sangat rendah karena oksigen bersifat nonpolar.
Pada penelitian terhadap salah satu merek air minuman beroksigen
memperlihatkan setelah dibuka selama 3 hari kandungan oksigen yang semula
120 ppm turun menjadi 80 ppm. Bila hal tersebut terjadi, maka air beroksigen
tersebut akhirnya berubah menjadi air biasa (Anonim, 2006; Nurachman, 2008).
Sebuah studi pada tahun 1997 pada Texas Women’s University mendapati
pelari jarak 5 km yang minum air beroksigen lebih cepat berlari dengan VO 2 maks
yang lebih tinggi dibanding yang minum air biasa. Sedangkan pada penelitian
yang dilakukan Willmert dkk (2002) menunjukkan bahwa minuman beroksigen
tidak memberikan pengaruh terhadap VO2 maks (Wilmert et. al., 2002).
23
8. Kerangka Teori
Keterangan:
: Variabel diteliti
: Variabel tidak diteliti
: Terjadi peningkatan
: Terjadi penurunan
Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian
Latihan Fisik
Sistem otot skletal
Sistem Kardiovaskula
r
Sistem Respirasi
Frekuensi nafas
Tekanan
darah Denyut jantung
Curah
jantung
Volume oksigen maksimal
pH
Energi
Kebutuhan oksigen (O2
uptake)
Air beroksigen
24
9. Kerangka Konsep
Keterangan: : Variabel bebas
: Variabel Terikat
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
B. Landasan Teori
Latihan fisik/olah raga adalah pergerakan tubuh yang dilakukan oleh otot
dengan terencana dan berulang yang menyebabkan peningkatan pemakaian energi
dengan tujuan untuk memperbaiki kebugaran fisik. Denyut jantung, curah jantung
dan kebutuhan oksigen meningkat pada saat melakukan latihan fisik. Selama
latihan fisik terdapat tiga sistem yang memberi respon, yaitu sistem
kardiovaskular, sistem pernafasan dan sistem otot skletal.
Pada sistem kardiovaskular yang mengalami perubahan saat latihan fisik
adalah jantung dan sirkulasi perifer. Pada jantung, terjadi peningkatan denyut
jantung dan curah jantung. Hal ini diikuti oleh perubahan pada sirkulasi perifer
Minuman Beroksige
n
Plasebo
Latihan Fisik
Nilai VO2 Maks
Nil
25
berupa peningkatan tekanan darah. Volume oksigen maksimal (VO2 maks) juga
mengalami perubahan berupa peningkatan VO2 maks selama latihan fisik yang
lebih banyak dipengaruhi oleh curah jantung.
Pada sistem pernafasan terjadi peningkatan ventilasi yang ditandai dengan
peningkatan frekuensi pernafasan PCO2 dan PO2 masih dalam batas normal.
Pembagian latihan fisik terdiri dari aerobik dan anaerobik, tapi sering kedua jenis
latihan fisik tersebut terdapat bersamaan. Pada latihan fisik menggunakan sistem
energi anaerobik (asam laktat), maka terjadi penurunan pada pH. Penurunan pH
akan meningkatkan kebutuhan oksigen yang kemudian akan meningkatkan
volume oksigen maksimal (VO2 maks).
Pada latihan fisik juga terjadi peningkatan kebutuhan oksigen yang digunakan
untuk kontraksi otot selama latihan fisik. Hal ini terlihat pada sistem otot skletal
yang membutuhkan energi yang tinggi untuk dikirim ke jaringan otot selama
latihan fisik.
Salah satu upaya untuk meningkatkan kadar oksigen yang masuk ke dalam
tubuh adalah dengan air minuman beroksigen yang memiliki potensial dalam
pengiriman oksigen sehingga dapat memperbaiki performans latihan fisik. Akan
tetapi, hal ini belum terbukti kebenarannya, penelitian Jenkins dan kolega tentang
pengaruh air minum beroksigen terhadap presentase saturasi hemoglobin-oksigen
(SaO2) dan performa fisik dengan ergometer sepeda didapatkan nilai SaO2 yang
signifikan antara air minum beroksigen dan air mineral (91.3% dan 83.7%) tetapi
tidak dengan peningkatan performa fisik. Oksigen yang mengalami absorbsi
26
melalui sistem gastrointestinal hanya memberikan kandungan jumlah oksigen
yang sedikit daripada jumlah oksigen yang didapat dari sistem pernafasan.
Minuman beroksigen adalah minuman yang mengandung 7 – 10 kali oksigen
lebih banyak dari air biasa. Air beroksigen ini mampu berdifusi ke dalam darah
melalui absorpsi di saluran intestinal dan mukosa lainnya setelah dikonsumsi.
Sehingga diharapkan air tersebut dapat memberikan tambahan oksigen selama
melakukan latihan yang menyebabkan denyut jantung tidak meningkat, namun
kebutuhan akan oksigen terpenuhi sehingga tidak terjadi kelelahan yang cepat.
C. Hipotesis Penelitian
Hipotesis pada penelitian ini adalah tidak terdapat hubungan antara
pemberian minuman beroksigen dibandingkan dengan plasebo terhadap
perubahan konsumsi oksigen maksimal (VO2 maks) pada siswa laki-laki SMA
Negeri 1 Palu selama latihan fisik.