BAB II

26
Dermatitis Kontak Iritan dan Dermatitis Kontak Alergi Krisma Kristiana / 406121004 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dermatitis Kontak Dermatitis kontak adalah kondisi peradangan pada kulit yang disebabkan oleh faktor eksternal, substansi-substansi partikel yang berinteraksi dengan kulit. Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergik; keduanya dapat bersifat akut maupun kronis. 2.2. Dermatitis Kontak Iritan Definisi Dermatitis kontak iritan adalah efek sitotosik lokal langsung dari bahan iritan baik fisika maupun kimia, yang bersifat tidak spesifik, pada sel-sel epidermis dengan respon peradangan pada dermis dalam waktu dan konsentrasi yang cukup. Epidemiologi Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanaga RSUD Kudus Periode 29 Desember 2014 – 31 Januari 2015 Page 2

description

kulit

Transcript of BAB II

Page 1: BAB II

Dermatitis Kontak Iritan dan Dermatitis Kontak Alergi Krisma Kristiana / 406121004

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dermatitis Kontak

Dermatitis kontak adalah kondisi peradangan pada kulit yang disebabkan oleh faktor

eksternal, substansi-substansi partikel yang berinteraksi dengan kulit.

Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan

dermatitis kontak alergik; keduanya dapat bersifat akut maupun kronis.

2.2. Dermatitis Kontak Iritan

Definisi

Dermatitis kontak iritan adalah efek sitotosik lokal langsung dari bahan iritan baik

fisika maupun kimia, yang bersifat tidak spesifik, pada sel-sel epidermis dengan respon

peradangan pada dermis dalam waktu dan konsentrasi yang cukup.

Epidemiologi

Dermatitis kontak iritan (DKI) dapat diderita oleh semua orang dari berbagai

golongan umur, ras dan jenis kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak

terutama yang berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja), namun dikatakan

angkanya secara tepat sulit diketahui. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyaknya

penderita dengan kelainan ringan tidak datang berobat, atau bahkan tidak mengeluh.

Di Amerika, DKI sering terjadi pada pekerjaan yang melibatkan kegiatan mencuci

tangan atau paparan berulang pada kulit terhadap air, bahan makanan atau iritan lainnya.

Pekerjaan yang berisiko tinggi meliputi pembatu rumah tangga, pelayan rumah sakit,

tukang masak, dan penata rambut. Prevalensi dermatitis tangan karena pekerjaan

ditemukan sebesar 55,6% di intensive care unit dan 69,7% pada pekerja yang sering

terpapar (dilaporkan dengan frekuensi mencuci tangan >35 kali setiap pergantian).

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan KelaminFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaRSUD Kudus

Periode 29 Desember 2014 – 31 Januari 2015 Page 2

Page 2: BAB II

Dermatitis Kontak Iritan dan Dermatitis Kontak Alergi Krisma Kristiana / 406121004

Penelitian menyebutkan frekuensi mencuci tangan >35 kali setiap pergantian memiliki

hubungan kuat dengan dermatitis tangan karena pekerjaan.

Di Jerman, angka insiden DKI adalah 4,5 setiap 10.000 pekerja, dimana insiden

tertinggi ditemukan pada penata rambut (46,9 kasus per 10.000 pekerja setiap tahunnya),

tukang roti dan tukang masak.

Berdasarkan jenis kelamin, DKI secara signifikan lebih banyak pada perempuan

dibanding laki-laki. Tingginya frekuensi ekzem tangan pada wanita dibanding pria

karena faktor lingkungan, bukan genetik.

Etiologi

Penyebab munculnya DKI adalah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut,

deterjen, minyak pelumas, asam alkali, serbuk kayu, bahan abrasif, enzim, minyak,

larutan garam konsentrat, plastik berat molekul rendah atau bahan kimia higroskopik.

Kelainan kulit yang muncul bergantung pada beberapa faktor, meliputi faktor dari iritan

itu sendiri, faktor lingkungan dan faktor individu penderita.

Iritan adalah substansi yang akan menginduksi dermatitis pada setiap orang jika

terpapar pada kulit dalam konsentrasi yang cukup, pada waktu yang sufisien dengan

frekuensi yang sufisien. Masing-masing individu memiliki predisposisi yang berbeda

terhadap berbagai iritan, tetapi jumlah yang rendah dari iritan menurunkan dan secara

bertahap mencegah kecenderungan untuk menginduksi dermatitis. Fungsi pertahanan

dari kulit akan rusak baik dengan peningkatan hidrasi dari stratum korneum (suhu dan

kelembaban tinggi, bilasan air yang sering dan lama) dan penurunan hidrasi (suhu dan

kelembaban rendah). Efek dari iritan merupakan concentration-dependent, sehingga

hanya mengenai tempat primer kontak.

Pada orang dewasa, DKI sering terjadi akibat paparan terhadap bahan yang bersifat

iritan, misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu.

Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut,

konsentrasi, vehikulum, serta suhu bahan iritan tersebut, juga dipengaruhi oleh faktor

lain. Faktor yang dimaksud yaitu lama kontak, kekerapan (terus-menerus atau

berselang), adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian pula gesekan

dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga berperan.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan KelaminFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaRSUD Kudus

Periode 29 Desember 2014 – 31 Januari 2015 Page 3

Page 3: BAB II

Dermatitis Kontak Iritan dan Dermatitis Kontak Alergi Krisma Kristiana / 406121004

Faktor lingkungan juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya

perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas;

usia (anak dibawah umur 8 tahun lebih muda teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan

daripada kulit putih), jenis kelamin (insidensi dermatitis kontak alergi lebih tinggi pada

wanita), penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap

bahan iritan turun), misalnya dermatitis atopik.

Sistem imun tubuh juga berpengaruh pada terjadinya dermatitis ini. Pada orang-orang

yang immunocompromised, baik yang diakibatkan oleh penyakit yang sedang diderita,

penggunaan obat-obatan, maupun karena kemoterapi, akan lebih mudah untuk

mengalami dermatitis kontak

Patogenesis

Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui

kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin,

menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit. Kebanyak bahan

iritan (toksin) merusak membran lemak keratinosit tetapi sebagian dapat menembus

membran sel dan merusak lisosom, mitokondria atau komplemen inti.

Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam arakidonat

(AA), diasilgliserida (DAG), faktor aktivasi platelet, dan inositida (IP3). AA dirubah

menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrien (LT). PG dan LT menginduksi vasodilatasi,

dan meningkatkan permeabilitas vaskuler sehingga mempermudah transudasi

komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai kemotraktan kuat untuk

limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mast melepaskan histamin, LT dan PG lain,

dan PAF, sehingga memperkuat perubahan vaskuler.

DAG dan second messenger lain menstimulasi ekspresi gen dan sintesis protein,

misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyte macrophage-colony stimulating factor

(GM-CSF). IL-1 mengaktifkan sel T-helper mengeluarkan IL-2 dan mengekspresi

reseptor IL-2 yang menimbulkan stimulasi autokrin dan proliferasi sel tersebut.

Keratinosit juga mengakibatkan molekul permukaan HLA-DR dan adesi intrasel

(ICAM-1). Pada kontak dengan iritan, keratinosit juga melepaskan TNF-α, suatu sitokin

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan KelaminFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaRSUD Kudus

Periode 29 Desember 2014 – 31 Januari 2015 Page 4

Page 4: BAB II

Dermatitis Kontak Iritan dan Dermatitis Kontak Alergi Krisma Kristiana / 406121004

proinflamasi yang dapat mengaktifasi sel T, makrofag dan granulosit, menginduksi

ekspresi molekul adesi sel dan pelepasan sitokin.

Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat

terjadinya kontak di kulit tergantung pada bahan iritannya. Ada dua jenis bahan iritan,

yaitu: iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada

pajanan pertama pada hampir semua orang dan menimbulkan gejala berupa eritema,

edema, panas, dan nyeri. Sedangkan iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan

atau mengalami kontak berulang-ulang, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh

karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawar, sehingga

mempermudah kerusakan sel dibawahnya oleh iritan. Faktor kontribusi, misalnya

kelembaban udara, tekanan, gesekan, dan oklusi, mempunyai andil pada terjadinya

kerusakan tersebut.

Gejala Klinis

Kelainan kulit yang terjadi sangat beragam, bergantung pada sifat iritan. Iritan kuat

memberi gejala akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis. Selain itu juga banyak

faktor yang mempengaruhi faktor individu (seperti ras, usia, lokasi, atopi, penyakit kulit

lain) dan faktor lingkungan (seperti suhu, dan kelembaban udara).

Berdasarkan penyebab dan pengaruh faktor-faktor tersebut, DKI diklasifikasikan

menjadi 10 macam, yaitu : DKI akut, lambat akut (acute delayed ICD), reaksi iritan,

kumulatif, traumateratif, eksikasi ekzematik, pustular dan akneformis, noneritematosa,

dan subjektif.

Ada pula yang membaginya menjadi 2 kategori, yaitu : kategori mayor terdiri atas

DKI akut termasuk luka bakar kimiawi, dan DKI kumulatif. Kategori lain terdiri atas

DKI lambat akut, reaksi iritasi, DKI traumatik, DKI erimatosa, dan DKI subjektif. (4)

DKI akut

Luka bakar oleh bahan kimia juga termasuk dermatitis kontak iritan akut. Penyebab DKI

akut adalah iritan kuat, misalnya larutan asam sulfat dan asam hidroklorid atau basa

kuat, misalnya natrium dan kalium hidroksida. Biasanya terjadi karena kecelakaan, dan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan KelaminFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaRSUD Kudus

Periode 29 Desember 2014 – 31 Januari 2015 Page 5

Page 5: BAB II

Dermatitis Kontak Iritan dan Dermatitis Kontak Alergi Krisma Kristiana / 406121004

reaksi segera timbul. Intensitas reaksi sebanding dengan konsentrasi dan lamanya kontak

dengan iritan, terbatas pada tempat kontak. Kulit terasa pedih, panas, rasa terbakar,

kelainan yang terlihat berupa eritema edema, bula, mungkin juga nekrosis. Pinggir

kelainan kulit berbatas tegas,dan pada umumnya asimetris. (4)

DKI akut lambat

Gambaran klinis dan gejala sama dengan DKI akut, tetapi baru muncul 8 sampai 24 jam

atau lebih setelah kontak. Bahan iritan yang dapat menyebabkan DKI akut lambat,

misalnya podofilin, antralin, tretinoin, etilen oksida, benzalkonium klorida, asam

hidrofluorat. Contohnya ialah dermatitis yang disebabkan oleh bulu serangga yang

terbang pada malam hari (dermatitis venenata); penderita baru merasa pedih esok

harinya, pada awalnya terlihat eritema dan sore harinya sudah menjadi vesikel atau

bahkan nekrosis. (4)

DKI kumulatif

Jenis dermatitis kontak ini yang paling sering terjadi, nama lainnya DKI kronis.

Penyebabnya ialah kontak berulang-ulang dengan iritan lemah (Faktor fisis, misalnya:

gesekan, trauma mikro, kelembaban rendah, panas atau dingin; juga bahan misalnya

deterjen, sabun, pelarut, tanah bahkan juga air). Kelainan baru nyata setelah kontak

berminggu-minggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian, sehingga waktu

dan rentetan kontak merupakan faktor penting.

Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal

(hiperkeratosis)dan likenifikasi, difus. Bila kontak terus berlangsung akhirnya kulit dapat

retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit tukang cuci yang mengalami kontak

terus menerus dengan detergen. Keluhan penderita umumnya rasa gatal atau nyeri karena

kulit retak (fisur). Ada kalanya kelainan hanya berupa skuama atau kulit kering tanpa

eritema sehingga diabaikan oleh penderita.

DKI kumulatif sering berhubungan dengan pekerjaan, oleh karena itu lebih banyak

ditemukan di tangan dibandingkan dengan di bagian lain tubuh. Contoh pekerjaan yang

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan KelaminFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaRSUD Kudus

Periode 29 Desember 2014 – 31 Januari 2015 Page 6

Page 6: BAB II

Dermatitis Kontak Iritan dan Dermatitis Kontak Alergi Krisma Kristiana / 406121004

beresiko tinggi untuk DKI kumulatif yaitu: tukang cuci, kuli bangunan, montir di

bengkel, juru masak, tukang kebun, penata rambut. (4)

Reaksi Iritan

Reaksi iritan merupakan dermatitis iritan subklinis pada seseorang yang terpajan dengan

pekerjaan basah, misalnya penata rambut dan pekerja logam dalam beberapa bulan

pertama pelatihan. Kelainan kulit monomorf dapat berupa skuama, eritema, vesikel,

pustul, dan erosi. Umumnya dapat sembuh sendiri, menimbulkan penebalan kulit (skin

hardening), kadang dapat berlanjut menjadi DKI kumulatif. (4)

DKI traumatik

Kelainan kulit berkembang lambat setelah trauma panas atau laserasi. Gejala seperti

dermatitis numularis, penyembuhan lambat, paling cepat 6 minggu. Paling sering terjadi

di tangan. (4)

DKI noneritematosa

DKI noneritematosa merupakan bentuk subklinis DKI, ditandai perubahan fungsi sawar

stratum korneum tanpa disertai kelainan klinis. (4)

DKI subjektif

Juga disebut DKI sensori; kelainan kulit tidak terlihat namun penderita merasa seperti

tersengat (pedih) atau terbakar (panas) setelah kontak dengan bahan kimia tertentu,

misalnya asam laktat. (4)

Histopatologik

Gambaran histopatologis DKI tidak mempunyai karakteristik. Pada DKI akut (oleh

iritan primer), dalam dermis terjadi vasodilatasi dan sebukan sel mononuklear di sekitar

pembuluh darah dermis bagian atas. Eksositosis di epidermis diikuti spongiosis dan

edema intrasel dan akhirnya menjadi nekrosis epidermal. Pada keadaan berat, kerusakan

epidermis dapat menimbulkan vesikel atau bula. Di dalam vesikel atau bula ditemukan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan KelaminFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaRSUD Kudus

Periode 29 Desember 2014 – 31 Januari 2015 Page 7

Page 7: BAB II

Dermatitis Kontak Iritan dan Dermatitis Kontak Alergi Krisma Kristiana / 406121004

limfosit atau neutrofil. Pada DKI kronis dijumpai hiperkeratosis dengan area

parakeratosis, akantosis dan perpanjangan rete ridges. (5)

Diagnosis

Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran klinis.

DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga penderita pada

umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya. Sebaliknya DKI kronis timbul

lambat serta mempunyai variasi gambaran klinis yang luas, sehingga kadang sulit

dibedakan dengan DKA. Untuk ini diperlukan uji tempel dengan bahan yang dicurigai.

Diagnosis Banding

Dermatitis kontak alergi (DKA).

Pengobatan

Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan iritan,

baik yang bersifat mekanik, fisis atau kimiawi serta menyingkirkan faktor yang

memperberat. Bila dapat dilakukan dengan sempurna dan tanpa komplikasi, maka tidak

perlu pengobatan topikal dan cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit yang

kering.

Apabila diperlukan untuk mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid

topikal. Pemakaian alat perlindungan yang adekuat diperlukan bagi mereka yang bekerja

dengan bahan iritan sebagai upaya pencegahan.

Komplikasi

Adapun komplikasi DKI adalah sebagai berikut

DKI meningkatkan resiko sensitasi pengobatan topikal.

Lesi kulit bisa mengalami infeksi sekunder, khususnya oleh Stafilokokus aureus.

Neurodermatitis sekunder (Liken Simpleks Kronis) bisa terjadi terutama pada

pekerja yang terpapar iritan di tempat kerjanya atau dengan stress psikologik.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan KelaminFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaRSUD Kudus

Periode 29 Desember 2014 – 31 Januari 2015 Page 8

Page 8: BAB II

Dermatitis Kontak Iritan dan Dermatitis Kontak Alergi Krisma Kristiana / 406121004

Hiperpigmentasi atau hipopigmentasi post inflamasi pada area terkena DKI.

Jaringan parut muncul pada paparan bahan korosif atau ekskoriasi.

Prognosis

Prognosis baik pada individu non atopi dimana DKI didiagnosis dan diobati dengan

baik. Individu dengan dermatitis atopi rentan terhadap DKI. Bila bahan iritan tidak dapat

disingkirkan sempurna, prognosisnya kurang baik, dimana kondisi ini sering terjadi pada

DKI kronis yang penyebabnya multifactor.

2.3. Dermatitis Kontak Alergi

Definisi

Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis yang disebabkan oleh reaksi

hipersensitivitas tipe lambat terhadap bahan-bahan kimia yang kontak dengan kulit dan

dapat mengaktivasi reaksi alergi.

Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis atau peradangan kulit yang timbul

setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitasi.(6) Dermatitis kontak alergi

merupakan dermatitis kontak karena sensitasi alergi terhadap substansi yang beraneka

ragam yang menyebabakan reaksi peradangan pada kulit bagi mereka yang mengalami

hipersensivitas terhadap alergen sebagai suatu akibat dari pajanan sebelumnya.(7)

Epidemiologi

Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis kontak

alergik lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang kulitnya sangat peka

(hipersensitif). Namun sedikit sekali informasi mengenai prevalensi dermatitis ini di

masyarakat.

Angka kejadian dermatitis kontak alergik yang terjadi akibat kontak dengan bahan-

bahan di tempat pekerjaan mencapai 25% dari seluruh dermatitis kontak akibat kerja

(DKAK). Angka kejadian ini sebenarnya 20-50 kali lebih tinggi dari angka kejadian

yang dilaporkan (National Institute of Occupational Safety Hazards, 2006).

Etiologi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan KelaminFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaRSUD Kudus

Periode 29 Desember 2014 – 31 Januari 2015 Page 9

Page 9: BAB II

Dermatitis Kontak Iritan dan Dermatitis Kontak Alergi Krisma Kristiana / 406121004

Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul umumnya

rendah (<1000 dalton), merupakan alergen yang belum diproses, disebut hapten, bersifat

lipofilik, sangat reaktif, dapat menembus stratum korneum sehingga mencapai sel

epidermis di bawahnya (sel hidup). Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya DKA,

misalnya potensi sensitisasi alergen, dosis per unit area, luas daerah yang terkena, lama

pajanan, oklusi, suhu dan kelembaban lingkungan, vehikulum, dan pH. Juga faktor

individu, misalnya keadaan kulit pada lokasi kontak (keadaan stratum korneum,

ketebalan epidermis), status imunologik (misalnya sedang menderita sakit, terpajan sinar

matahari). (4)

Patogenesis

Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi adalah mengikuti

respons imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immune respons) atau reaksi

hipersensitivitas tipe IV. Reaksi hipersensitivitas di kulit timbul secara lambat (delayed

hypersensitivity), umumnya dalam waktu 24 jam setelah terpajan dengan alergen.

Patogenesis hipersensitivitas tipe IV ini sendiri dibagi menjadi dua fase, yaitu fase

sensitisasi dan fase elisitasi.

Sebelum seorang pertama kali menderita dermatitis kontak alergik, terlebih dahulu

mendapatkan perubahan spesifik reaktivitas pada kulitnya. Perubahan ini terjadi karena

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan KelaminFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaRSUD Kudus

Periode 29 Desember 2014 – 31 Januari 2015 Page 10

Page 10: BAB II

Dermatitis Kontak Iritan dan Dermatitis Kontak Alergi Krisma Kristiana / 406121004

adanya kontak dengan bahan kimia sederhana yang disebut hapten (alergen yang

memilik berat molekul kecil yang dapat menimbulkan reaksi antibodi tubuh jika terikat

dengan protein untuk membentuk antigen lengkap). Antigen ini kemudian berpenetrasi

ke epidermis dan ditangkap dan diproses oleh antigen presenting cells (APC), yaitu

makrofag, dendrosit, dan sel Langerhans.(5) Selanjutnya antigen ini dipresentasikan oleh

APC ke sel T. Setelah kontak dengan antigen yang telah diproses ini, sel T menuju ke

kelenjar getah bening regional untuk berdeferensiasi dan berproliferasi membentuk sel T

efektor yang tersensitisasi secara spesifik dan sel memori. Sel-sel ini kemudian tersebar

melalui sirkulasi ke seluruh tubuh, juga sistem limfoid, sehingga menyebabkan keadaan

sensitivitas yang sama di seluruh kulit tubuh. Fase saat kontak pertama alergen sampai

kulit menjadi sensitif disebut fase induksi atau fase sensitisasi. Fase ini rata-rata

berlangsung selama 2-3 minggu.

Gambar : Dermatitis kontak alergi

Sumber: Health and Safety Executive, 2000

Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari antigen yang

sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam kompartemen dermis. Sel

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan KelaminFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaRSUD Kudus

Periode 29 Desember 2014 – 31 Januari 2015 Page 11

Page 11: BAB II

Dermatitis Kontak Iritan dan Dermatitis Kontak Alergi Krisma Kristiana / 406121004

Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untuk mensekresi IL-2.

Selanjutnya IL-2 akan merangsang INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan

merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1) yang

langsung beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid

akan mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk melepaskan histamin sehingga terjadi

vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam

kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikula yang akan tampak sebagai dermatitis.

Proses peredaan atau penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu

proses skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel, kerusakan sel langerhans dan sel

keratinosit serta pelepasan prostaglandin E-1dan 2 (PGE-1,2) oleh sel makrofag akibat

stimulasi INF gamma. PGE-1,2 berfungsi menekan produksi IL-2 dan sel T serta

mencegah kontak sel T dengan keratisonit. Selain itu sel mast dan basofil juga ikut

berperan dengan memperlambat puncak degranulasi setelah 48 jam paparan antigen,

diduga histamin berefek merangsang molekul CD8 (+) yang bersifat sitotoksik. Dengan

beberapa mekanisme lain, seperti sel B dan sel T terhadap antigen spesifik, dan akhirnya

menekan atau meredakan peradangan.

Gejala Klinis

Penderita pada umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan

dermatitis. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritema berbatas jelas, kemudian

diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah

menimbulkan erosi dan eksudasi (basah). Pada yang kronis terlihat kulit kering,

berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas. Kelainan ini

sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis; mungkin penyebabnya juga

campuran. (4)

Sifat alergen dapat menentukan gambaran klinisnya. Bahan kimia karet tertentu

(phenyl-isopropyl-p-phenylenediamine) bisa menyebabkan dermatitis purpura, dan

derivatnya dapat megakibatkan dermatitis granulomatosa. Dermatitis pigmentosa dapat

disebabkan oleh parfum dan kosmetik.

Diagnosis

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan KelaminFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaRSUD Kudus

Periode 29 Desember 2014 – 31 Januari 2015 Page 12

Page 12: BAB II

Dermatitis Kontak Iritan dan Dermatitis Kontak Alergi Krisma Kristiana / 406121004

Untuk menetapkan bahan alergen penyebab dermatitis kontak alergik diperlukan

anamnesis yang teliti, riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik dan uji tempel.

Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan kulit yang

ditemukan. Misalnya, ada kelainan kulit berupa lesi numular di sekitar umbilikus berupa

hiperpigmentasi, likenifikasi, dengan papul dan erosi, maka perlu ditanyakan apakah

penderita memakai kancing celana atau kepala ikat pinggang yang terbuat dari logam

(nikel). Data yang berasal dari anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat

topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang diketahui

menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah dialami, serta penyakit kulit pada

keluarganya (misalnya dermatitis atopik). (4)

Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokalisasi dan pola kelainan

kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya. Misalnya, di ketiak oleh

deodoran, di pergelangan tangan oleh jam tangan, dan di kedua kaki oleh sepatu.

Pemeriksaan hendaknya dilakukan pada seluruh permukaan kulit, untuk melihat

kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen.

Pada Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, edema dan papula disusul dengan

pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang membasah. Lesi

pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas dan dapat meluas ke

daerah sekitarnya. Karena beberapa bagian tubuh sangat mudah tersensitisasi

dibandingkan bagian tubuh yang lain maka predileksi regional akan sangat membantu

penegakan diagnosis.

Diagnosis Banding

Kelainan kulit dermatitis kontak alergik sering tidak menunjukkan gambaran

morfologik yang khas, dapat menyerupai dermatitis atopik, dermatitis numularis,

dermatitis seboroik, atau psoriasis. Diagnosis banding yang terutama ialah dengan

dermatitus kontak iritan. Dalam keadaan ini pemeriksaan uji tempel perlu

dipertimbangkan untuk menentukan, apakah dermatitis tersebut karena kontak alergi.

Eksema numularis, yaitu ditandai dengan plak diakret, terskuama, kemerahan,

berbentuk uanga logam, dan gatal, serupa dengan dermtitis kontak tetapi tanpa

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan KelaminFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaRSUD Kudus

Periode 29 Desember 2014 – 31 Januari 2015 Page 13

Page 13: BAB II

Dermatitis Kontak Iritan dan Dermatitis Kontak Alergi Krisma Kristiana / 406121004

riwayat paparan terhadap alergen dan lesinya bundar, tidak ada konfigurasi

lainnya.

Eksema pada tangan, yaitu tidak ada alergen yang dapt dikenali. Sering

keadaan ini hanya dapat dibedakan dari dermatitis kontak alergi dengna uji

tempel. Dermatitis kontak dapat memperparah eksema tangan yang sudah ada

sebelumnya.

Dermatofitosis, yaitu biasanya berbatas tegas pinggir aktif dan bagian tengah

agak menyembuh.

Kandidiasis, yaitu biasanya dengan lokalisasi yang khas. Efloresensi berupa

eritema, erosi, dan ada lesi satelit.

Pengobatan

Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah upaya

pencegahan terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab, dan menekan

kelainan kulit yang timbul.

Kortikosteoroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi peradangan

pada dermatitis kontak alergi akut yang ditandai dengan eritema, edema, bula atau

vesikel, serta eksudatif. Umumnya kelainan kulit akan mereda setelah beberapa hari.

Kelainan kulitnya cukup dikompres dengan larutan garam faal.Untuk dermatitis kontak

alergik yang ringan, atau dermatitis akut yang telah mereda (setelah mendapat

pengobatan kortikosteroid sistemik), cukup diberikan kortikosteroid topikal.

Pemeriksaan Pembantu

Adapun pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain:

a. Pemeriksaan eosinofil darah tepi

b. Pemeriksaan imminoglobulin E

1). Uji tempel (patch test)

Pelaksanaan uji tempel dilakukan setelah dermatitisnya sembuh (tenang), bila

memungkinkan setelah 3 minggu. Tempat melakukan uji tempel biasanya di

punggung, dapat pula di bagian luar lengan atas. Bahn uji diletakkan pada sepotong

kain atau kertas, ditempelkan pada kulit yang utuh, ditutup dengan bahan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan KelaminFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaRSUD Kudus

Periode 29 Desember 2014 – 31 Januari 2015 Page 14

Page 14: BAB II

Dermatitis Kontak Iritan dan Dermatitis Kontak Alergi Krisma Kristiana / 406121004

impermeabel, kemudian ditrekat degan plester. Setelah 48 jam dibuka. Reaksi dibuka

setelah 48 jam (pada waktu dibuka), 72 jam atau 96 jam. Untuk bahan tertentu bahkan

baru memberi reaksi setelah satu minggu. Hasil positif dapat berupa eritema dengan

urtika sampai vesikel atau bula. Penting dibedakan, apakah reakssi karena alergi

kontak atau krena iritasi, reaksi akan menurun setelah 48 jam( reksi tipe decresendo),

sedangkan reaksi alergik kontak makin meningkat.

Hal yang harus diperhatikan dalam uji tempel adalah :

- Dermatitis harus sudah tenang (sembuh). Bila masih dalam keadaan akut atau berat

maka dapat terjadi reaksi "angry back" atau "excited skin", reaksi positif palsu, dapat

juga menyebabkan penyakit yang sedang dideritanya makin memburuk.

- Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah pemakaian kortikosteroid

sistemik dihentikan, sebab dapat menghasilkan reaksi negatif palsu. Sedangkan

antihistamin sistemik tidak mempengaruhi hasil tes kecuali karena diduga urtikaria

kontak.

- Uji tempel dibuka setelah 2 hari, kemuadian dibaca; pembacaan kedua dilakukan

pada hari ke-3 sampai ke-7 setelah aplikasi.

- Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji tempel menjadi

longgar, karena memberikan hasil negatif palsu. Penderita juga dilarang mandi

sekurang-kurangnya dalam 48 jam, dan menjaga agar punggung selalu kering, setelah

dibuka uji tempelnya sampai pembacaan terakhir selesai.

- Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan terhadap penderita yang

mempunyai riwayat urtikaria dadakan, karena dapat menimbulkan urtikaria

generalisata bahkan reaksi anafilaksis.

Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam, uji tempel dilepas. Pembacaan pertama

dilakukan 15-30 menit setelah dilepas, agar efek tekanan bahan yang diuji telah

menghilang atau minimal. Hasilnya dicatat seperti berikut :

1 = reaksi lemah (nonvesikuler) : eritema, infiltrat, papul (+)

2 = reaksi kuat : edema atau vesikel (++)

3 = reaksi sangat kuat (ekstrim) : bula atau ulkus (+++)

4 = meragukan : hanya makula eritematosa (?)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan KelaminFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaRSUD Kudus

Periode 29 Desember 2014 – 31 Januari 2015 Page 15

Page 15: BAB II

Dermatitis Kontak Iritan dan Dermatitis Kontak Alergi Krisma Kristiana / 406121004

5 = iritasi : seperti terbakar, pustul atau purpura (IR)

6 = reaksi negatif (-)

7 = excited skin

8 = tidak dites (NT = Not Tested)

2). Uji tusuk (prick test)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan KelaminFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaRSUD Kudus

Periode 29 Desember 2014 – 31 Januari 2015 Page 16

Page 16: BAB II

Dermatitis Kontak Iritan dan Dermatitis Kontak Alergi Krisma Kristiana / 406121004

3). Uji gores (scratch test)

Prognosis

Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan kontaktannya dapat

disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis, bila bersamaan dengan

dermatitis oleh faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis numularis, atau psoriasis),

atau pajanan dengan bahan iritan yang tidak mungkin dihindari.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kulit dan KelaminFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaRSUD Kudus

Periode 29 Desember 2014 – 31 Januari 2015 Page 17