BAB II
-
Upload
thufaelseptiani -
Category
Documents
-
view
216 -
download
1
Transcript of BAB II
BAB II
KEPUSTAKAAN
2.1 Teori Perilaku
2.1.1 Definisi Perilaku
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai
cakupan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, menulis,
membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku
manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun
yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), merumuskan
bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan
dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme,
dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R”
atau Stimulus – Organisme – Respon.
2.1.2 Jenis Perilaku
Ada beberapa jenis perilaku yang ditinjau dari sudut pandangan yang berbeda,
antara lain:
a) Perilaku tertutup dan perilaku terbuka. Perilaku tertutup artinya perilaku itu tidak
dapat ditangkap melalui indera, melainkan harus menggunakan alat pengukuran
tertentu, seperti psikotes. Contohnya: berpikir; berfantasi, kreatifitas, dll.
Sedangkan perilaku terbuka yaitu perilaku yang bisa langsung dapat diobservasi
melalui alat indera manusia, seperti tertawa, berjalan, berbaring, dan lain-lain.
b) Perilaku reflektif dan perilaku non reflektif. Perilaku reflektif merupakan perilaku
yang terjadi atas reaksi secara spontan terhadap stimulus yang mengenai organisme.
Misal reaksi kedip mata bila kena sinar, menarik jari bila kena panas, dan
sebagainya. Perilaku reflektif ini terjadi dengan sendirinya secara otomatis tanpa
perintah atau kehendak orang yang bersangkutan, sehingga di luar kendali manusia.
Lain halnya dengan perilaku non reflektif. Perilaku ini dikendalikan atau diatur oleh
pusat kesadaran atau otak. Proses perilaku ini disebut proses psikologis.
c) Perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik. Perilaku kognitif atau perilaku yang
melibatkan proses pengenalan yang dilakukan oleh otak, yang terarah kepada
obyektif, faktual, dan logis, seperti berpikir dan mengingat. Perilaku afektif adalah
39
perilaku yang berkaitan dengan perasaan atau emosi manusia yang biasanya bersifat
subyektif. Perilaku motorik yaitu perilaku yang melibatkan gerak fisik seperti
memukul, menulis, lari, dan lain sebagainya.
2.1.3 Klasifikasi Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2003) adalah suatu respon
seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit atau
penyakit, sistim pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan. Dari
batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok :
a) Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance), adalah perilaku atau usaha-
usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha
untuk penyembuhan bilamana sakit.
b) Perilaku pencarian atau penggunaan sistem atau fasilitas kesehatan, atau sering
disebut perilaku pencairan pengobatan (health seeking behavior). Perilaku ini adalah
menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau
kecelakaan.
c) Perilaku kesehatan lingkungan
adalah apabila seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial
budaya, dan sebagainya. (teori Lawrence Green)
2.1.4 Pembentukan Perilaku
Ada beberapa cara pembentukan perilaku, antara lain sebagai berikut.
a) Melalui conditioning atau pembiasaan, yaitu dengan cara membiasakan diri untuk
berperilaku seperti yang diharapkan, yang akhirnya terbentuklah perilaku tersebut.
Misalnya membuang sampah pada tempatnya, anak dibiasakan bangun pagi, atau
menggosok gigi sebelum tidur, mengucapkan terima kasih bila diberi sesuatu oleh
orang lain, membiasakan diri untuk tidak terlambat datang ke sekolah, dan
sebagainya. Cara ini didasarkan pada teori behaviorism, terutama teori pembiasaan
Pavlov, Thorndike, dan Skinner.
b) Melalui pengertian (insight), yaitu memberikan dasar pemahaman atas alasan tentang
perilaku yang akan dibentuk, misalnya datang kuliah jangan terlambat, karena hal
tersebut dapat mengganggu teman-teman yang lain. Bila naik sepeda motor pakai
helm, karena helm tersebut untuk keamanan diri. Salah seorang tokoh yang menganut
teori ini adalah Kohler, yang juga merupakan tokoh psikologi Gestalt. Dia
40
menemukan dalam eksperimennya bahwa dalam belajar yang penting adalah
pengertian atau insight.
c) Melalui penggunaan model, yaitu pembentukan perilaku melaui model atau contoh
teladan.Orang mengatakan bahwa orang tua sebagai contoh anak-anaknya, pemimpin
sebagai panutan yang dipimpinnya, hal tersebut menunjukkan pembentukan perilaku
dengan menggunakan model. Cara ini disarakan atas teori belajar sosial (social
learning theory) atau observational learning theory yang dikemukakan oleh Bandura
(Teori Lawrence Green).
2.1.5 Pengukuran Perilaku
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara langsung yakni dengan wawancara
terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari atau bulan yang lalu
(recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan
mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.
Pengukuran dan indikator perilaku kesehatan :
1) Health Knowledges: pengetahuan tentang cara-cara memelihara kesehatan
2) Health Attitude: pendapat atau penilaian terhadap hal-hal yang berkaitan
pemeliharaan kesehatan
3) Health Practice: kegiatan atau aktivitas dlm rangka memelihara kesehatannya
2.1.6 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Menurut L. Green dalam Notoatmodjo (2003 : 164) perilaku dipengaruhi 3 faktor
yaitu faktor pendahulu, pemungkin dan penguat. Lebih jelasnya adalah sebagai berikut:
a) Faktor predisposisi (predisposing factors)
Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan,
tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial
ekonomi dansebagainya.
b) Faktor pendukung (enabling factors)
Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas
kesehatan bagi masyarakat seperti, puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu,
polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktek swasta. Fasilitas ini pada
hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan.
41
c) Faktor pendorong (reinforcing factors)
Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh
agama dan para petugas kesehatan. Termasuk juga disini undang-undang,
peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan
kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu
pengetahuan dan sikap positif serta dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan
perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama dan para petugas
terlebih lagi petugas kesehatan. Model ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan
oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat
yang bersangkutan. Disamping itu ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku petugas
kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku
Menurut Teori Snehandu B.Kar, Mengidentifikasi adanya 5 determinan perilaku, yaitu :
1. Adanya niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan objek atau stimulus di luar
dirinya.
2.Adanya dukungan dari masyarakat sekitarnya (social support).
3.Terjangkaunya informasi (accessibility of information)
4. Adanya otonomi atau kebebasan pribadi untuk mengambil keputusan
5. Adanya kondisi dan situasi yang memungkinkan (action situation)
Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan dengan bertitik tolak bahwa perilaku
merupakan fungsi dari:
a) Niat sesorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan
kesehatannya ( behaviour intention ).
b) Dukungan sosial dari masyrakat sekitarnya ( social-support).
42
c) Ada atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan (accessebility
of information).
d) Otonomi pribadi yang bersangkutan dalam hal ini mengambil tindakan atau keputusan
(personal autonomy).
e) Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action situation).
Uraian diatas dapat dirumuskan sebagai berikut:
B=f(BI, SS, AL, PA, AS)
Keterangan :
B= Behaviour
F= Fungsi
BI= Behaviour Intention
SS= Social Support
AI= Accessebility of Information
PA= Personal Autonomy
AS= Action Situation
Menurut Teori WHO (World Health Organization) (1986)
Tim kerja dari WHO mengenalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berprilaku
tertentu karena adanya 4 alasan pokok. yaitu :
1. Sikap akan terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu.
2. Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada pengalaman
orang lain.
3. Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau
sedikitnya pengalaman seseorang.
4. Nilai (value).
Pemikiran dan perasaan (thoughts and felling), yakni dalam bentuk pengetahuan,
persepsi, sikap, kepercayaan-kepercayaan, dan penilaian-penilaian seseorang terhadap objek
(dalam hal ini adalah objek kesehatan).
1. Pengetahuan
Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Seorang
anak memperoleh pengetahuan bahwa api itu panas setelah memperoleh pengetahuan
bahwa api itu panas setelah memperoleh pengalaman, tangan atau kakinya kena api.
43
Seorang ibu akan mengimunisasikan anaknya setelah melihat anak tetangganya kena
penyakit polio sehingga cacat, karena anak tetangganya tersebut belum pernah
memperoleh imunisasi polio.
2. Kepercayaan
Kepercayaan sering di peroleh dari orang tua, kakek, atau nenek. Seseorang menerima
kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu.
Misalnya wanita hamil tidak boleh makan telur agar tidak kesulitan waktu melahirkan.
3. Sikap
Sikap mengambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering
diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap membuat
seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap
nilai-nilai kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan yang nyata. Hal ini
disebabkan oleh beberapa alasan yang telah disebutkan diatas.
Sikap akan terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu.
Misalnya, seorang ibu yang anaknya sakit, segera ingin membewanya ke puskesmas,
tetapi pada saat itu tidak mempunyai uang sepeserpun sehingga ia gagal membawa
anaknya ke puskesmas.
Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada pengalaman
orang lain. Seorang ibu tidak mau membawa anaknya yang sakit keras kerumah sakit,
meskipun ia mempunyai sikap yang positif terhadap RS, sebab ia teringat akan anak
tetangganya yang meninggal setelah beberapa hari di RS.
Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau
sedikitnya pengalaman seseorang. Seorang akseptor KB dengan alat kontrasepsi IUD
mengalami perdarahan. Meskipun sikapnya sudah positif terhadap KB, tetapi ia
kemudian tetap tidak mau ikut KB dengan alat kontrasepsi apapun.
Nilai (value). Di dalam suatu masyarakat apapun selalu berlaku nilai-nilai yang
menjadi pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan hidup bermasyarakat.
Misalnya, gotong royong adalah suatu nilai yang selalu hidup di masyarakat.
4. Orang penting sebagai referensi
Perilaku orang lebih-lebih prilaku anak kecil, lebih banyak dipengaruhi oleh orang-
orang yang dianggap penting. Apabila seseorang itu penting untuknya, maka apa yang ia
katakan atau perbuatan cenderung untuk dicontoh. Untuk anak-anak sekolah misalnya,
maka gurulah yang menjadi panutan perilaku mereka. Orang-orang yang dianggap
44
penting ini sering disebut kelompok referensi (reference group), antara lain guru, para
ulama, kepala adapt (suku), kepala desa, dan sebagainya.
Sumber-sumber daya (resource)
Sumber daya disini mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga, dan sebagainya. Semua
itu berpengaruh terhadap perilaku seseorang atau sekelompok masyarakat. Pengaruh
sumber daya terhadap perilaku dapat bersifat positif maupun negative. Misalnya
pelayanan puskesmas, dapat berpengaruh positif terhadap perilaku penggunaan
puskesmas tetapi juga dapat berpengaruh sebaliknya.
Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai, dan penggunaan sumber-sumber didalam suatu
masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life) yang pada umumnya
disebut kebudayaan.
Kebudayaan ini terbentuk dalam waktu yang lama sebagai akibat dari kehidupan
suatu masyarakat bersama. Kebudayaan selalu berubah, baik lambat ataupun cepat, sesuai
dengan peradaban umat manusia. Kebudayaan atau pola hidup masyarakatdi sini merupakan
kombinasi dari semua yang telah disebutkan diatas.
Perilaku yang normal adalah salah satu aspek dari kebudayaan, dan selanjutnya
kebudayaan mempunyai pengaruh yang dalam terhadap perilaku ini.
Perilaku yang sama diantara beberapa orang dapat disebabkan oleh sebab atau
latarbelakang yang berbeda-beda. Misalnya, alasan masyarakat tidak mau berobat
kepuskesmas. Mungkin karena tidak percaya terhadap puskesmas, mungkin takut pada
dokternya, mungkin tidak tahu fungsinya puskesmas, dan lain sebagainya.
Secara sederhana dapat diilustrasikan sebagai berikut :
B = f (TF, PR, R, C)
Di mana :
B = behaviour
f = fungsi
TF = thoughts and feeling
PR = personal reference
R = resources
C = culture
2.2 Cuci Tangan Dengan Sabun
45
2.2.1 Pengertian Cuci Tangan Dengan Sabun
Mencuci tangan adalah menggosok air dengan sabun secara bersama-sama
seluruh kulit permukaan tangan dengan kuat dan ringkas kemudian dibilas dibawah
aliran air.
Mencuci tangan adalah proses yang secara mekanik melepaskan kotoran dan
debris dari kulit tangan dengan menggunakan sabun dan air bersih. Cuci tangan
merupakan prosedur paling penting dalam pencegahan dan pengendalian infeksi.
2.2.2 Tujuan Mencuci Tangan
Mencuci tangan merupakan satu tehnik yang paling mendasar untuk
menghindari masuknya kuman kedalam tubuh. Dimana tindakan ini dilakukan dengan
tujuan; supaya tangan bersih, membebaskan tangan dari kuman dan mikroorganisme,
menghindari masuknya kuman kedalam tubuh
Salah satu jalan utama masuknya bibit penyakit adalah tangan. Mencuci
tangan dengan air yang mengalir dan sabun sangat disarankan untuk dijadikan sebuah
budaya dan kebiasaan sehari-hari. Tangan yang kotor bisa jadi penyebab utama
berbagai penyakit, salah satunya terkena diare. Kita tidak bisa meremehkan penyakit
diare karena terbukti saat ini diare adalah penyebab nomor dua kematian pada balita.
Bibit penyakit biasanya masuk ke tubuh kita melalui 2 jalan. Yang pertama
adalah melalui tangan dan satu lagi melalui hidung. Dengan mencuci tangan dengan
air yang mengalir dan sabun secara rutin maka secara otomatis tubuh kita akan
terlindung dari bibit penyakit yang masuk melalui tangan.
Sampai saat ini ternyata bukan hanya anak-anak saja yang malas untuk
mencuci tangan, sebagian besar orang dewasa juga masih sulit untuk membiasakan
diri untuk mencuci tangannya. Karena itulah kampanye pentingmya mencuci tangan
melalui media kepada masyarakat luas harus terus di lakukan.
2.2.3. Akibat Yang Timbul Jika Tidak Mencuci Tangan Dengan Benar
1. Diare
Diare adalah peningkatan dalam frekuensi buang air besar (kotoran), serta
pada kandungan air dan volume buang air besar.
2. Cacingan
Cacingan adalah kumpulan gejala adanya cacing di dalam tubuh.
3. Tifus
46
4. Hepatitis
2.2.4 Cara Mencuci Tangan Dengan Sabun
Berikut adalah standar cuci tangan :
1. Basahi tangan setinggi pertengahan lengan bawah dengan air mengalir
2. Gunakan sabun di bagian telapak tangan yang telah basah
3. Digosok telapak tangan ke telapak tangan, sehingga menghasikan busa secukupnya
47
Selama 15-20 detik
4. Bilas kembali dengan air bersih
5. Tutup kran dengan siku atau tissue
6. Keringkan tangan dengan tissu / handuk kertas
7. Hindarkan menyentuh benda disekitarnya setelah mencuci tangan.
2.2.5 Waktu Mencuci Tangan Dengan Sabun
1. Sebelum menyiapkan makanan dan sebelum makan,
2. Sebelum menyuapi anak,
3. Sesudah buang air besar dan kecil,
4. Setelah menceboki bayi,
5. Setelah bersin, batuk, membuang ingus, setelah pulang dari bepergian, dan
6. Sehabis bermain/memberi makan/memegang hewan peliharaan.
2.3 Kerangka Teori
Teori yang digunakan berdasarkan determinan perilaku, mengenai sikap dan gaya
hidup keluarga binaan. Terutama dalam hal perilaku mencuci tangan dengan tidak
menggunakan sabun yang sangat berbahaya bagi kesehatan. Teori perilaku ini diambil
berdasarkan teori dari Snehedu Kar, perilaku kesehatan dengan bertitik tolak bahwa perilaku
merupakan fungsi dari:
a. behaviour intention
Niat / motif berprilaku yang terwujud dalam keyakinan, sikap, dan kehendak.
b. social-support
Dorongan dari orang tertentu dalam lingkungan sekitar.
c. accessebility of information
Ada atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan.
d. personal autonomy
Otonomi pribadi yang bersangkutan dalam hal ini mengambil tindakan atau keputusan.
bentuk kemandirian pribadi. Dimana biasanya seseorang tidak mempunyai hak yang bebas
atas dirinya sendiri.
e. action situation
Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak., terwujuud dalam
bentuk sarana prasarana serta akses menjangkau pusat kesehatan.
48
Kerangka Teori (Snehedu-Kar)
Bagan 2.1. Kerangka Teori
2.4 Kerangka Konsep
Berdasarkan teori sebelumnya, dapat dibuat suatu kerangka konsep yang berhubungan
dengan area permasalahan yang terjadi pada keluarga binaan Kampung Garapan RT 03/RW
05, Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten.
Kerangka konsep ini terdiri dari variabel independen dari kerangka teori yang dihubungkan
dengan area permasalahan.
Variabel Independen Variabel Dependen
49
Social Support
Lingkungan
Bagan 2.2. Kerangka Konsep Perilaku Snehedu-Kar
2.5 Definisi Operasional
Untuk membatasi ruang lingkup atau pengertian variabel-variabel yang diamati atau
diteliti, variabel tersebut diberi batasan atau definisi operasional. Definisi operasional juga
bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamanan terhadap variabel-
variabel yang bersangkutan serta mengembangkan instrumen (alat ukur) (Notoatmodjo,
2006). Adapun definisi operasional dalam penelitian ini sebagai berikut:
Tabel 2.1. Definisi Operasional
No. VariabelDefinisi
OperasionalAlat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
1 Perilaku
mencuci
tangan
Tindakan seseorang
dalam melakukan
kegiatan mencuci
tangan sebelum dan
setelah makan serta
setelah BAB dengan
air mengalir dan
sabun yang dapat
diamati langsung
atau tidak langsung
oleh pihak lain.
Kuesioner Wawancara < 4 : Tidak
Baik
> 5 : Baik
Ordinal
2 Lingkungan Wilayah sekitar Kuesioner Wawancara < 4 : Belum Ordinal
50
Perilaku Cuci tangan tidak dengan air mengalir dan
memakai sabun
Action Situation
Sarana
Personal Autonomy
Masyarakat
rumah responden
seperti keluarga dan
tetangga yang
mempengaruhi pola
perilaku mencuci
tangan dengan baik
Baik
> 5 : Baik
3 Masyarakat Sekumpulan orang
dalam suatu
komunitas yang
dapat menjadi
panutan seperti lurah
dan camat yang
mempengaruhi
terjadinya perilaku
mencuci tangan
dengan baik
Kuesioner Wawancara <7 :
masyarakat
yang tidak
sadar perilaku
cuci tangan
>8 :
masyarakat
yang sadar
perilaku cuci
tangan
Ordinal
4 Sarana Suatu media yang
dapat digunakan
langsung oleh
responden berupa air
yang bersih dan
sabun untuk
mendukung perilaku
mencuci tangan
dengan baik
Kuesioner Wawancara < 9 : Sarana
tidak tersedia
> 10: Sarana
tersedia
Ordinal
51