Bab II

28
11 BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Deskripsi Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu. Secara garis besar ada tiga macam hasil belajar yaitu : (a). Keterampilan dan kebiasaan; (b). Pengetahuan dan pengertian; (c). Sikap dan cita-cita, yang masing-masing golongan dapat diisi

description

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIFDAN KEMANDIRIAN BELAJAR TERHADAPHASIL BELAJAR MATEMATIKA(Eksperimen dilakukan di kelas X Semester 2 SMAN 1 Baros-SerangTahun Pelajaran 2011-2012)

Transcript of Bab II

14

BAB IILANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

A. Landasan Teori1. Deskripsi Hasil BelajarHasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu.Secara garis besar ada tiga macam hasil belajar yaitu : (a). Keterampilan dan kebiasaan; (b). Pengetahuan dan pengertian; (c). Sikap dan cita-cita, yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah, (Nana Sudjana, 2004: 22)Hasil belajar yang diperoleh siswa adalah sebagai akibat dari proses belajar yang dilakukan oleh siswa. Proses belajar merupakan penunjang hasil belajar yang dicapai siswa, (Nana Sudjana, 1988: 111). Menurut Oemar Hamalik hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, dan psikomotor.1). Ranah Kognitif : Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari aspek, yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.2).Ranah Afektif: Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.3).Ranah Psikomotor : Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati).Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor karena lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus menjadi bagian dari penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah.Gagne dan Briggs (1997) mengungkapkan, terdapat lima jenis hasil belajar, yaitu: (1) keterampilan intelektual, yaitu suatu kemampuan yang membuat seseorang menjadi kompeten terhadap suatu subjek sehingga ia dapat mengklasifikasi, mengidentifikasi, mendemonstrasi, dan menggeneralisasi suatu gejala. (2) Strategi kognitif, yaitu kemampuan seseorang untuk bisa mengontrol aktivitas intelektualnya dalam mengatasi masalah yang dihadapi orang tersebut. (3) Informasi verbal, yaitu kemampuan seseorang untuk menggunakan bahasa lisan maupun tulisan dalam mengungkapkan suatu masalah. (4) Sikap, yaitu kecenderungan dalam menerima dan menolak suatu objek, dan (5) Keterampilan motorik, yaitu kemampuan seseorang untuk mengkordinasi gerak otot secara teratur dan lancar dalam keadaan sadar. (Wilis Dahar, 1989: 112)Hasil belajar dapat diketahui melalui proses hasil penilaian atau evaluasi, yaitu memberikan pertimbangan atau harga atau nilai berdasarkan kriteria tertentu. Penilaian hasil belajar dapat dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu tahap jangka pendek dan jangka panjang. Tahap pertama, yaitu tahap jangka pendek yang disebut juga dengan penilaian formatif. Penilaian ini dilaksanakan pada akhir proses belajar mengajar. Tahap kedua, yaitu tahap jangka panjang yang disebut juga dengan penilaian sumatif. penilaian ini dilaksanakan setelah proses belajar mengajar berlangsung beberapa kali atau setelah menempuh periode tertentu, seperti penilaian tengah semester atau penilaian akhir semester. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah prestasi atau kemampuan yang diperoleh atau dicapai oleh siswa yang diperlihatkannya setelah mereka menempuh pengalaman belajar. Hasil belajar diperoleh dari melalui proses hasil penilaian atau evaluasi, yaitu memberikan pertimbangan atau harga atau nilai berdasarkan kriteria perubahan tingkah laku, baik secara kognitif, afektif maupun psikomotorik.Hasil belajar matematika adalah skor kemampuan yang diperoleh siswa dalam pelajaran matematika setelah terjadinya proses belajar dan latihan secara berulang-ulang.

2. Deskripsi Model PembelajaranMenurut Moh. Amien (2005:98), model pembelajaran adalah "cara yang digunakan oleh guru dalam mengajarkan satuan atau unit materi pelajaran dengan memusatkan pada keseluruhan proses atau situasi belajar untuk mencapai tujuan". Sedangkan Muhibbin Syah (2005:201) mengemukakan bahwa, "Model pembelajaran adalah cara yang berisi prosedur baku untuk melaksanakan kegiatan pendidikan, khususnya kegiatan penyajian materi pelajaran kepada peserta didik".Istilah model pembelajaran dibedakan dalam hal istilah strategi pembelajaran, metode pembelajaran, dan prinsip pembelajaran. Istilah model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi atau metode tertentu, yaitu rasional teoritik yang logis, tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan, dan lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai (Mohammad Asikin, 2001:3).Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah cara yang digunakan guru dalam mengajarkan satuan atau unit materi pelajaran kepada peserta didik dengan memusatkan pada keseluruhan proses yang berisi prosedur baku untuk mencapai tujuan tertentu. Model pembelajaran yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif.Pembelajaran kooperatif menurut Nurhadi (2004:61) dapat diartikan sebagai pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang saling asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan. Sedangkan menurut Johnson (dalam, Isjoni:2009:21) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif sebagai kaidah pengajaran merupakan suatu proses yang melibatkan peserta didik dalam kegiatan belajar secara kelompok-kelompok kecil, peserta didik belajar dan bekerja sama untuk sampai kepada pengalaman belajar, baik pengalaman individu maupun pengalaman kelompok.Ciri-ciri pembelajaran kooperatif menurut Ibrahim (2000:6) adalah sebagai berikut: a) peserta didik bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya, b) kelompok dibentuk dari peserta didik yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah, c) apabila mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, agama, etnis, dan jenis kelamin yang berbeda-beda dan d) pembelajaran lebih berorientasi pada kelompok daripada individu. Model pembelajaran kooperatif yang akan dieksperimentasikan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) pada kelas eksperimen dan Think Pair Share (TPS) yang merupakan model pembelajaran kooperatif konvensional pada kelas kontrol.a. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD)Model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Guru yang menggunakan model ini, mengacu kepada belajar kelompok peserta didik yang beranggotakan 4-5 peserta didik yang merupakan campuran sesuai dengan tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. Guru menyajikan materi pelajaran, dan kemudian peserta didik bekerja di dalam tim mereka untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut yang pada akhirnya, seluruh peserta didik diberi kuis tentang materi tersebut, pada waktu kuis ini mereka tidak dapat saling membantu.Menurut Yatim Riyanto (2009:272) Student Teams Achievement Division (STAD) terdiri dari 5 komponen utama antara lain sebagai berikut :1) Presentasi KelasPresentasi kelas dalam Student Teams Achievement Division (STAD) tidak berbeda dari pengajaran biasa, hanya pada presentasi tersebut harus jelas-jelas memfokuskan pada unit Student Teams Achievement Division (STAD) tersebut. Dengan cara ini, peserta didik menyadari bahwa mereka harus sungguh-sungguh dalam memperhatikan presentasi kelas tersebut, karena hal ini akan membantu mereka dalam menyelesaikan kuis dengan baik dimana skor kuis tersebut digunakan untuk menentukan skor timnya.2) Pembentukan TimTim atau kelompok tersusun dari 4 peserta didik yang mewakili heterogenitas dalam kinerja akademik, jenis kelamin, dan suku. Fungsi utama tim adalah menyiapkan anggotanya agar berhasil menyelesaikan kuis. Kerja tim tersebut merupakan ciri terpenting STAD. Tim tersebut menyediakan dukungan teman sebaya untuk kinerja akademik yang memiliki pengaruh besar dalam pembelajaran, dan tim menunjukkan saling peduli dan hormat, hal itulah yang berpengaruh besar pada hasil belajar.3) KuisDalam mengerjakan kuis peserta didik tidak dibenarkan saling membantu selama kuis berlangsung.Hal ini dimaksudkan agar peserta didik secara individual bertanggung jawab untuk memahami bahan ajar tersebut.4) Perubahan/perkembangan Skor IndividualSetiap peserta didik dapat menyumbangkan poin maksimum kepada timnya dalam sistem penskoran, namun tidak seorang peserta didikpun dapat melakukan seperti itu tanpa menunjukkan perbaikan atas kinerja sebelumnya. Setiap peserta didik diberikan skor dasar, yang dihitung dari kinerja rata-rata peserta didik pada kuis serupa sebelumnya. Kemudian peserta didik memperoleh poin untuk timnya yang didasarkan pada seberapa banyak skor kuis mereka melampaui skor dasar.5) Penghargaan/ pengakuan TimTim dapat memperoleh penghargaan apabila skor rata-rata mereka melampaui kriteria tertentu. Skor tim dihitung berdasarkan presentase nilai tes mereka yang melebihi nilai tes sebelumnya.Guru yang menggunakan model ini mengacu kepada belajar kelompok peserta didik, menyajikan informasi akademik baru kepada peserta didik setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks. Peserta didik dalam suatu kelas tertentu dibagi menjadi beberapa kelompok dengan anggota 4-5 orang, setiap kelompoknya harus heterogen.Dalam pembelajaran ini tim-tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajaran dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran tutorial, kuis, tes, satu sama lain atau dengan melakukan diskusi. Setiap pertemuan atau beberapa pertemuan, peserta didik diberi kuis. Kuis itu diskor dan tiap individu diberi skor perkembangan. Skor perkembangan itu tidak berdasarkan pada skor kuis yang diperoleh peserta didik, tetapi berdasarkan pada seberapa jauh skor itu melampaui skor dasar. Setiap minggu dalam lembar penilaian singkat, diumumkan tim-tim dengan skor tertinggi dan tim yang terendah. Semua tim, baik yang mendapatkan skor tertinggi maupun skor terendah akan diberikan penghargaan.Model pembelajaran tipe Student Teams Achievement Division (STAD) ini memberikan keterampilan kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan temannya dalam tugas-tugas terstruktur. Peserta didik membahas materi bersama-sama untuk memahami konsep-konsep yang dianggap sulit. Model ini juga berguna untuk membantu peserta didik untuk menumbuhkan kemampuan dalam bekerjasama, berpikir kritis dan kemampuan membantu teman.

b. Model Pembelajaran Koopertaif tipe Think Pair Share (Konvensional)Think Pair Share (TPS) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang merupakan struktur kegiatan belajar kelompok. Pada teknik ini siswa dikelompokkan secara berpasangan, dapat berpasangan satu siswa dengan satu siswa, satu siswa dengan dua siswa, dan dua siswa dengan dua siswa. Di dalam pengelompokkannya siswa dipasangkan secara heterogen berdasarkan nilai ulangan harian mereka. Hal ini bertujuan untuk mengefektifkan proses belajar kelompok.Think-Pair-Share (TPS) pertama kali dikembangkan oleh Lyman pada tahun 1981. Resiko dalam pembelajaran TPS relatif rendah dan struktur pembelajaran kolaboratif pendek, sehingga sangat ideal bagi guru dan siswa yang baru belajar kolaboratif. TPS merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. TPS menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil (2-6 anggota). Pembelajaran Think Pair Share (TPS) pertama kali dikembangkan oleh Profesor Frank Lyman di Universitas Maryland pada tahun 1981. Pembelajaran kooperatif tipe TPS ini merupakan tipe yang sederhana dengan banyak keuntungan karena dapat mengoptimalisasikan partisipasi siswa untuk mengeluarkan pendapatnya dan meningkatkan pembentukan pengetahuan oleh siswa. Selain itu tipe ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir, yaitu bekerja sendiri sebelum bekerja sama dengan kelompoknya, dan berbagi ide, yaitu setiap siswa saling memberikan ide atau informasi yang mereka ketahui tentang soal yang diberikan untuk memperoleh kesepakatan dari penyelesaian soal tersebut. Para siswa dan guru akan memperoleh pemahaman yang lebih besar akibat perhatian dan partisipasinya dalam diskusi kelas.Tahap utama dalam pembelajaran Think Pair Share (TPS) menuruut Ibrahim (2000) adalah sebagai berikut : Tahap 1 :Thingking(berpikir)Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran. Kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat. Tahap 2 :PairingGuru meminta siswa berpasangan dengan siswa lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Dalam tahap ini, setiap anggota pada kelompok membandingkan jawaban atau hasil pemikiran mereka dengan mendefinisikan jawaban yang dianggap paling benar, paling meyakinkan, atau paling unik. Biasanya guru memberi waktu 4-5 menit untuk berpasangan. Tahap 3 :Sharing(berbagi)Pada tahap akhir, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan. Keterampilan berbagi dalam seluruh kelas dapat dilakukan dengan menunjuk pasangan yang secara sukarela bersedia melaporkan hasil kerja kelompoknya atau bergiliran pasangan demi pasangan hingga sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.Langkah-langkah atau alur pembelajaran dalam modelThink Pair Share (TPS) adalah sebagai berikut : Langkah ke 1 : Guru menyampaikan pertanyaanAktifitas : Guru melakukan apersepsi, menjelaskan tujuan pembelajaran, dan menyampaikan pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang akan disampaikan.

Langkah ke 2 : Siswa berpikir secara individualAktifitas : Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memikirkan jawaban dari permasalahan yang disampaikan guru. Langkah ini dapat dikembangkan dengan meminta siswa untuk menuliskan hasil pemikirannya masing-masing. Langkah ke 3 : Setiap siswa mendiskusikan hasil pemikiran masing-masing dengan pasanganAktifitas : Guru mengorganisasikan siswa untuk berpasangan dan memberi kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan jawaban yang menurut mereka paling benar atau paling meyakinkan. Guru memotivasi siswa untuk aktif dalam kerja kelompoknya. Pelaksanaan model ini dapat dilengkapi dengan LKS sehingga kumpulan soal latihan atau pertanyaan yang dikerjakan secara kelompok. Langkah ke 4 : Siswa berbagi jawaban dengan seluruh kelasAktifitas : Siswa mempresentasikan jawaban atau pemecahan masalah secara individual atau kelompok didepan kelas. Langkah ke 5 : Menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalahAktifitas : Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap hasil pemecahan masalah yang telah mereka diskusikan.

3. Deskripsi Kemandirian BelajarKemandirian berasal dari kata mandiri yang berarti berdiri sendiri, tidak tergantung kepada orang lain. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001:710) kemandirian adalah "hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa tergantung pada orang lain". Kemandirian yang diwujudkan melalui tingkah laku menunjukkan sikap mandiri atau tingkah laku mandiri. Menurut Mudjiman (2009:7) belajar mandiri adalah kegiatan belajar aktif, yang didorong oleh niat atau motif untuk menguasai sesuatu kompetensi guna mengatasi masalah, dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompetensi yang telah dimiliki..Jadi kemandirian belajar adalah keadaan seseorang dalam melakukan kegiatan belajar secara aktif, konstruktif, terkendali untukmencapai tujuan yang didorong oleh niat atau motif menguasai suatu kompetensi guna mengatasi masalah yang dibangun dengan bekal pengetahuan yang telah dimiliki tanpa bergantung pada orang lain.Seseorang yang mandiri cenderung lebih tergantung pada diri sendiri daripada pihak lain, adanya akan sifat yang bebas dan kreatif. Rasa percaya diri inisiatif dan tanggung jawab serta tidak mudah terpengaruh oleh lingkungan. Ciri-ciri kemandirian antara lain yaitu:a) Adanya kecenderungan untuk berpendapat, berperilaku dan bertindakatas kehendak sendiri dan tidak tergantung pada orang lain.

b) Membuat perencanaan dan berusaha dengan ulet, tekun untuk mewujudkan harapannya.c) Mampu berpikir dan bertindak secara kreatif penuh inisiatif dan tidak sekedar meniru.d) Mempunyai kecenderungan untuk mencapai tujuan yaitu meningkatkan prestasinya.e) Dalam menghadapi masalah mencoba menyelesaikan sendiri tanpa bantuan orang lain.f) Mampu menentukan sendiri tentang sesuatu yang harus dilakukannya tanpa bimbingan dan pengarahan orang lain.Dalam penelitian ini kemandirian belajar peserta didik yang dimaksud adalah kemandirian peserta didik dalam belajar matematika baik di rumah maupun di sekolah pada kelas X SMA Negeri 1 Baros Kabupaten Serang Banten Semester 2 Tahun Pelajaran 2011/2012.

B.Kerangka Berpikir 1. Kaitan antara Model Pembelajaran Kooperatif dengan Hasil Belajar Matematika.Hasil belajar matematika umumnya lebih rendah bila dibandingkan dengan mata pelajaran yang lain, hal ini dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya adalah kurang tepatnya guru dalam memilih model pembelajaran. Dari hasil penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa masih banyak guru yang menggunakan pembelajaran yang bersifat tradisional yaitu pembelajaran konvensional dimana dalam pembelajaran peserta didik tidak dilibatkan secara aktif dan hanya bertindak sebagai obyek. Guru lebih sering hanya memperhatikan ketuntasan materi bukan ketuntasan penguasaan materi oleh peserta didik, sehingga dalam pembelajaran guru cenderung tergesa-gesa dalam menyampaikan materi. Hal ini mengakibatkan peserta didik menjadi jenuh, kurang kreatif, kurang inisiatif, sangat tergantung kepada guru dan tidak terlatih untuk berdiri sendiri dalam belajar. Peserta didik tidak diberi kesempatan untuk menentukan konsep yang diajarkan, sehingga peserta didik tidak mampu menguasai materi yang diajarkan, hal ini diduga merupakan salah satu penyebab menurunnya hasil belajar matematika peserta didik.Untuk mencapai tujuan pembelajaran diperlukan model pembelajaran yang tepat. Guru harus mempunyai strategi agar peserta didik dapat belajar secara efektif dan efisien. Oleh karena itu pemilihan model pembelajaran yang tepat sangat penting, karena tidak semua model pembelajaran dapat digunakan pada tiap pokok bahasan. Model pembelajaran adalah cara yang digunakan guru dalam mengajarkan satuan atau unit materi pelajaran kepada peserta didik dengan memusatkan pada keselurahan proses yang berisi prosedur baku untuk mencapai tujuan tertentu. Salah satu solusi yang dapat digunakan untuk memecahkan problem pembelajaran matematika adalah dengan mengembangkan pembelajaran kooperatif, khususnya model kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD).Model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) adalah model pembelajaran kooperatif yang paling mudah dipraktikkan. Pada model kooperatif ini peserta didik belajar dalam kelompok dan kelompok harus memastikan bahwa setiap anggota dalam kelompok telah memahami materi pembelajaran. Dari uraian tersebut peneliti mempunyai dugaan bahwa model pembelajaran kooperatif memberikan pengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa.2.Kaitan antara Kemandirian Belajar dengan Hasil Belajar.Kemandirian belajar seseorang cenderung lebih tergantung pada diri sendiri dari pada pihak lain, adanya akan sifat yang bebas dan kreatif, rasa percaya diri, inisiatif dan tanggung jawab serta tidak mudah terpengaruh oleh lingkungan. Peserta didik dengan kemandirian tinggi akan mempunyai kemauan yang kuat dan disiplin tinggi dalam melaksanakan belajarnya, sehingga tidak cepat putus asa dalam menghadapi kesulitan dan kegiatan belajarnya sesuai dengan jadwal waktu yang diatur sendiri. Oleh karena itu diduga bahwa kemandirian belajar siswa berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa3.Kaitan Model Pembelajaran Kooperatif dan Kemandirian Belajar dengan Hasil Belajar Matematika.Model pembelajaran bukan satu-satunya faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar peserta didik. Tingkat kemandirian belajar peserta didik juga memiliki pengaruh terhadap hasil belajar. Namun tingkat kemandirian belajar tinggi belum tentu selalu menghasilkan hasil belajar dengan baik untuk model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD). Karena perbedaan karakteristik peserta didik, sehingga ada kemungkinan bahwa suatu model pembelajaran matematika tidak selalu cocok bagi semua peserta didik. Model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) mungkin lebih cocok untuk hasil didik dengan kemandirian rendah, tetapi tidak cocok untuk peserta didik dengan kemandirian tinggi. Karena peserta didik pada kemandirian rendah, dengan kewenangan dan peran guru yaitu memberikan bimbingan, arahan serta memotivasi untuk mengontrol tentang pelajaran yang telah diperoleh, agar peserta didik mampu menyusun tujuan belajarnya dalam rangka mengurangi ketergantungan dan meningkatkan kemandirian, sehingga dengan model pembelajaran tipe Student Teams Achievement Division (STAD) akan lebih meningkatkan hasil belajarnya.Peserta didik dengan kemandirian belajar tinggi akan memperoleh hasil belajar yang sama baiknya dalam situasi apapun atau diberi pembelajaran matematika dengan model pembelajaran apapun, sehingga diduga akan memperoleh hasil belajar yang sama. Dengan demikian model pembelajaran kooperatif dan kemandirian belajar peserta didik secara bersama-sama juga mempengaruhi hasil belajar siswa.C. Hipotesis PenelitianBerdasarkan kajian pustaka dan kerangka pemikiran di atas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:1. Terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap hasil belajar matematika siswa.2. Terdapat pengaruh kemandirian belajar terhadap hasil belajar matematika siswa.3. Terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran kooperatif dan kemandirian belajar terhadap hasil belajar matematika siswa.