BAB II

11
BAB II DEMAM TIFOID PERFORASI Definisi Demam potensial yang fatal yang dapat mengenai berbagai sistem tubuh, yang disebabkan oleh bakteri salmonella typhi dan salmonella para typhi. Demam tifoid adalah penyakit demam yang disebabkan oleh Salmonella typhi, bakteri basil gram negatif. Infeksi ini merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di negara- negara berkembang. Komplikasi yang paling ditakuti adalah perdarahan dan perforasi usus. Demam tifoid merupakan penyebab utama dari perforasi usus non-traumatik di negara-negara berkembang. Tingginya angka kejadian perforasi di sebagian negara-negara berkembang telah dikaitkan dengan keterlambatan diagnosis, munculnya resistensi terhadap beberapa obat, dan strain virulen Salmonella typhi. Frekuensi perforasi bervariasi antara 0,8% dan 18%. Perforasi terjadi di ileum terminal, menyebabkan nekrosis patch peyeri sekitar 2-3 minggu setelah onset penyakit. Perforasi ileum terminal merupakan penyebab pasti peritonitis terutama pada pasien dengan kondisi toksik berat, keterlambatan diagnosis dan intervensi bedah. Meskipun dilakukan perbaikan dalam perawatan pasien, morbiditas dan mortalitas pasien dengan tifoid perforasi tetap tinggi, dan hal ini terkait dengan beberapa faktor. Namun, intervensi bedah dini dianggap sebagai pengobatan definitif bersama dengan resusitasi pre-operati dan perawatan intensif pasca-operasi.

description

zzz

Transcript of BAB II

Page 1: BAB II

BAB II

DEMAM TIFOID PERFORASI

Definisi

Demam potensial yang fatal yang dapat mengenai berbagai sistem tubuh, yang

disebabkan oleh bakteri salmonella typhi dan salmonella para typhi. Demam tifoid adalah penyakit

demam yang disebabkan oleh Salmonella typhi, bakteri basil gram negatif. Infeksi ini merupakan

masalah kesehatan masyarakat yang penting di negara-negara berkembang. Komplikasi yang paling

ditakuti adalah perdarahan dan perforasi usus. Demam tifoid merupakan penyebab utama dari perforasi

usus non-traumatik di negara-negara berkembang. Tingginya angka kejadian perforasi di sebagian

negara-negara berkembang telah dikaitkan dengan keterlambatan diagnosis, munculnya resistensi

terhadap beberapa obat, dan strain virulen Salmonella typhi. Frekuensi perforasi bervariasi antara 0,8%

dan 18%. Perforasi terjadi di ileum terminal, menyebabkan nekrosis patch peyeri sekitar 2-3 minggu

setelah onset penyakit. Perforasi ileum terminal merupakan penyebab pasti peritonitis terutama pada

pasien dengan kondisi toksik berat, keterlambatan diagnosis dan intervensi bedah. Meskipun dilakukan

perbaikan dalam perawatan pasien, morbiditas dan mortalitas pasien dengan tifoid perforasi tetap

tinggi, dan hal ini terkait dengan beberapa faktor. Namun, intervensi bedah dini dianggap sebagai

pengobatan definitif bersama dengan resusitasi pre-operati dan perawatan intensif pasca-operasi.

Epidemiologi

Pada beberapa dekade terakhir demam tifoid sudah jarang terjadi di Negara negara

industri, namun tetap menjadi masalah kesehatan yang serius di sebagian wilayah dunia, seperti

bekas negara Uni Soviet, anak benua India, Asia Tenggara, Amerika Selatan dan Afrika.

Menurut WHO, diperkirakan terjadi 16 juta kasus per tahun dan 600 ribu diantaranya berakhir

dengan kematian. Sekitar 70 % dari seluruh kasus kematian itu menimpa penderita demam tifoid

di Asia.

Demam tifoid merupakan masalah global terutama di negara dengan hygiene buruk.

Etiologi utama di Indonesia adalah Salmonella enterika subspesies enterika serovar Typhi

(S.Typhi) dan Salmonella enterika subspesies enterika serovar Paratyphi A (S. Paratyphi A).

CDC Indonesia melaporkan prevalensi demam tifoid mencapai 358- 810/100.000 populasi pada

Page 2: BAB II

tahun 2007 dengan 64% penyakit ditemukan pada usia 3-19 tahun, dan angka mortalitas

bervariasiantara 3,1 – 10,4 % pada pasien rawat inap.

Etiologi

tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi (S. typhi), basil gram negatif, berflagel, dan tidak

berspora. S. typhi memiliki 3 macam antigen yaitu antigen O (somatik berupa kompleks

polisakarida), antigen H (flagel), dan antigen Vi. Dalam serum penderita demam tifoid akan

terbentuk antibodi terhadap ketiga macam antigen tersebut.

Pathogenesis

Infeksi S.typhi terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap di usus halus kemudian

melalui pembuluh limfe masuk ke peredaran darah sampai di organ-organ terutama hati dan

limpa. Basil yang tidak dihancurkan berkembang biak dalam hati dan limpa sehingga organ-

organ tersebut akan membesar disertai nyeri pada perabaan. Kemudian basil masuk kembali ke

Page 3: BAB II

dalam darah (bakteremia) dan menyebar ke seluruh tubuh terutama ke dalam kelenjar limfoid

usus halus, menimbulkan tukak pada mukosa diatas plaque peyeri. Tukak tersebut dapat

mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus. Gejala demam disebabkan oleh endotoksin yang

dieksresikan oleh basil S.typhi sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh

kelainan pada usus

Gejala Klinis

Masa inkubasi Demam tifoid 10-14 hari, rata rata 2 minggu. Gejala timbul tiba tiba atau

berangsur angsur. Penderita Demam tifoid merasa cepat lelah, malaise, anoreksia, sakit kepala,

rasa tak enak di perut dan nyeri seluruh tubuh. Minggu ! : demam (suhu berkisar 39-400C), nyeri

kepala, pusing, nteri otot, anoreksia, mual muntah, konstipasi, diare, perasaan tidak enak di

perut, batuk dan epiktasis. Minggu 2 : demam, bradikardi, lidah khas berwarna putih,

hepatomegali, splenomegali, gangguan kesadaran.

Demam pada tifoid umumnya berangsur angsur naik selama minggu pertama, demam

terutama pada sore hari dan malam hari (bersifat febris reminent). Pada minggu kedua dan ketiga

demam terus menerus tinggi (febris kontinua). Kemudian turun secara lisis. Demam ini tidak

hilang dengan pemberian antipiretik, tidak ada menggigil dan tidak berkeringat. Kadang kadang

disertai epiktasis. Gangguan gastrointestinal : bibir kering dan pecah pecah, lidah kotor,

berselaput putih dan pinggirnya hiperemis. Perut agak kembung dan mungkin nyeri tekan. Limpa

membesar dan lunak dan nyeri pada penekanan. Pada permulaan penyakit umumnya terjadi

diare, kemudian menjadi obstipasi.

Pemeriksaan Penunjang

1. Hematologi

Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan

usus atau perforasi.

Hitung leukosit sering rendah (leukopenia), tetapi dapat pula normal atau tinggi.

Hitung jenis leukosit: sering neutropenia dengan limfositosis relatif.

LED ( Laju Endap Darah ) : Meningkat

Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia).

2. Urinalis

Page 4: BAB II

Protein: bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam)

Leukosit dan eritrosit normal; bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit.

3. Kimia Klinik

Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan

sampai hepatitis Akut.

4. Imunologi

Widal

Elisa Salmonella typhi/ paratyphi lgG dan lgM

5. Mikrobiologi

Kultur (Gall culture/ Biakan empedu)

6. Biologi molekular.

PCR (Polymerase Chain Reaction)

7. Foto polos abdomen

Udara bebas pada rongga peritoneum atau subdiafragma kanan

Diagnosis

Diagnosis pasti ditegakkan dengan cara menguji sampel feses atau darah untuk

mendeteksi adanya bakteri Salmonella spp dalam darah penderita, dengan membiakkan darah

pada 14 hari pertama setelah terinfeksi.

Selain itu tes widal (O dah H agglutinin) mulai positif pada hari kesepuluh dan titer akan

semakin meningkat sampai berakhirnya penyakit. Pengulangan tes widal selang 2 hari

menunjukkan peningkatan progresif dari titer agglutinin (diatas 1:200) menunjukkkan diagnosis

positif dari infeksi aktif demam tifoid8. Biakan tinja dilakukan pada minggu kedua dan ketiga

serta biakan urin pada minggu ketiga dan keempat dapat mendukung diagnosis dengan

ditemukannya Salmonella8.

Gambaran darah juga dapat membantu menentukan diagnosis. Jika terdapat leukopeni

polimorfonuklear dengan limfositosis yang relatif pada hari kesepuluh dari demam, maka arah

demam tifoid menjadi jelas. Sebaliknya jika terjadi lekositosis polimorfonuklear, maka berarti

terdapat infeksi sekunder bakteri di dalam lesi usus. Peningkatan yang cepat dari lekositosis

polimorfonuklear ini mengharuskan kita waspada akan terjadinya perforasi dari usus penderita.

Page 5: BAB II

Tidak selalu mudah mendiagnosis karena gejala yang ditimbulkan oleh penyakit itu tidak selalu

khas seperti di atas. Bisa ditemukan gejala- gejala yang tidak khas. Ada orang yang setelah

terpapar dengan kuman S.typhi, hanya mengalami demam sedikit kemudian sembuh tanpa diberi

obat. Hal itu bisa terjadi karena tidak semua penderita yang secara tidak sengaja menelan kuman

ini langsung menjadi sakit. Tergantung banyaknya jumlah kuman dan tingkat kekebalan

seseorang dan daya tahannya, termasuk apakah sudah imun atau kebal. Bila jumlah kuman hanya

sedikit yang masuk ke saluran cerna, bisa saja langsung dimatikan oleh sistem pelindung tubuh

manusia.

Perforasi usus Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul pada

minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Selain gejala umum demam tifoid

yang biasa terjadi maka penderita demam tifoid dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang

hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang kemudian menyebar ke seluruh perut dan

disertai dengan tanda-tanda ileus. Bising usus melemah pada 50% penderita dan pekak hati

terkadang tidak ditemukan karena adanya udara bebas diabdomen. Tanda-tanda perforasi lainnya

adalah nadi cepat, tekanan darah turun, dan bahkan dapat syok. Leukositosis dengan pergeseran

ke kiri dapat menyokong adanya perforasi

Terapi

1. Terapi antibiotic

Pemberian antimikroba dengan tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran

kuman.

Page 6: BAB II
Page 7: BAB II

2. Terapi bedah

a) Indikasi :

Perforasi

usus

Pendarahan intestinal yang tidak dapat diatasi dengan

konservatif b) Tindakan :

Penutupan primer

Reseksi, end to end

anastomose Reseksi

ileostomi Hemikolektomi

kanan