BAB II

20
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Anatomi Dan Fisiologi Konjungtiva Konjungtiva adalah mukosa yang melapisi bagian dalam palpebra dan permukaan anterior mata. Konjungtiva melapisi permukaan sebelah dalam kelopak mulai tepi kelopak (margo palpebralis), melekat pada sisi dalam tarsus, menuju ke pangkal kelopak menjadi konjuntiva fornicis yang melekat pada jaringan longgar dan melipat balik melapisi bola mata hingga tepi kornea. (1,2) Konjungtiva dibagi menjadi 3 bagian : 1. Konjungtiva palpebra 2. Konjungtiva forniks 3. Konjungtiva bulbi 3

description

Refarat

Transcript of BAB II

Page 1: BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Anatomi Dan Fisiologi Konjungtiva

Konjungtiva adalah mukosa yang melapisi bagian dalam palpebra dan

permukaan anterior mata. Konjungtiva melapisi permukaan sebelah dalam kelopak

mulai tepi kelopak (margo palpebralis), melekat pada sisi dalam tarsus, menuju ke

pangkal kelopak menjadi konjuntiva fornicis yang melekat pada jaringan longgar dan

melipat balik melapisi bola mata hingga tepi kornea. (1,2)

Konjungtiva dibagi menjadi 3 bagian :

1. Konjungtiva palpebra

2. Konjungtiva forniks

3. Konjungtiva bulbi

Gambar 1. Anatomi Konjungtiva

3

Page 2: BAB II

4

Yang melapisi bagian palpebra disebut konjungtiva palpebra, di forniks disebut

konjuntiva fornicis dan yang di bola mata disebut konjuntiva bulbi.

Secara histologis lapisan konjuntiva dimulai dari epitel konjuntiva yang terdiri atas

epitel superficial mengandung sel goblet yang memproduksi mucin dan epitel basal,

di dekat limbus dan epitel ini mengandung pigmen. Dibawah epitel terdapat stroma

konjuntiva yang terdiri atas lapisan adenoid yang mengandung jaringan limfoid dan

lapisan fibrosa yang mengandung jaringan ikat.

Kelenjar yang ada di konjuntiva terdiri dari kelenjar Krause (ditepi atas tarsus)

yang menyerupai kelenjar air mata. Arteri- arteri konjungtiva berasal dari a.ciliaris

anterior dan a. palpebralis yang keduanya beranastomosis. Yang berasal dari a.

ciliaris anterior berjalan ke depan mengikuti m. rectus menembus sclera dekat limbus

untuk mencapai bagian dalam mata dan cabang- cabang yang mengelilingi kornea.

Gambar 2. Konjungtiva dengan Pelebaran A. Ciliaris

Page 3: BAB II

5

Konjungtiva menerima persyarafan dari percabangan pertama n. trigeminus yang

berakhir sebagai ujung- ujung yang lepas terutama di bagian palpebra. Konjuntiva

mengandung sangat banyak pembuluh limfe.

Konjungtiva dibasahi oleh air mata yang saluran sekresinya bermuara di forniks

atas. Air mata mengalir dipermukaan belakang kelopak mata dan tertahan pada

bangunan lekukan di belakang kelopak mata tertahan di belakang tepi kelopak. Air

mata yang mengalir ke bawah menuju forniks dan mengalir ke tepi nasal menuju

punctum lakrimalis. Dengan demikian konjuntiva dan kornea selalu basah.

Kedudukan konjungtiva mempunyai resiko mudah terkena mikroorganisme atau

benda lain. Air mata akan melarutkan materi infektius atau mendorong debu keluar.

Alat pertahanan ini menyebabkan peradangan menjadi self-limited disease. Selain air

mata, alat pertahanan berupa elemen limfoid, mekanisme eksfoliasi epitel dan

gerakan memompa kantong air mata. Hal ini dapat dilihat pada kehidupan

mikroorganisme patogen untuk saluran genitourinaria yang dapat tumbuh di daerah

hidung tetapi tidak berkembang di daerah mata. (1,2,3).

II.2 Definisi

Konjungtivitis vernalis adalah konjungtivitis akibat reaksi hipersensitivitas (tipe

I) yang mengenai kedua mata dan bersifat rekuren. (5)

II.3 Klasifikasi

Terdapat  dua  bentuk  utama  konjungtivitis  vernalis  (yang  dapat  berjalan 

bersamaan), yaitu:

1. Bentuk palpebra terutama mengenai konjungtiva tarsal superior.

Terdapat pertumbuhan papil yang besar ( Cobble Stone ) yang diliputi sekret 

Page 4: BAB II

6

yang mukoid. Konjungtiva tarsal bawah hiperemi dan edem, dengan kelainan

kornea lebih berat dari tipe limbal. Secara klinik, papil besar ini tampak

sebagai tonjolan bersegi banyak dengan permukaan yang rata dan dengan

kapiler ditengahnya.

Gambar 3. Konjungtivitis Vernal Palpebra dengan Tanda cobble stone

2. Bentuk Limbal hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat

membentuk  jaringan hiperplastik gelatin, dengan Trantas dot yang

merupakan degenarasi epitel kornea atau eosinofil di bagian epitel

limbus kornea, terbentuknya pannus, dengan sedikit eosinofil. (2,4)

Page 5: BAB II

7

Gambar 4. Konjungtivitis Vernal Limbal dengan Tanda Trantas Dot

II.4. Etiologi

Konjungtivitis vernal terjadi akibat alergi dan cenderung kambuh pada

musim panas. Konjungtivitis vernal sering terjadi pada anak-anak, biasanya dimulai

sebelum masa pubertas dan berhenti sebelum usia 20. (2)

II.5. Patofisiologi

Perubahan struktur konjungtiva  erat  kaitannya  dengan  timbulnya  radang

insterstitial yang banyak didominasi oleh reaksi hipersensitivitas tipe I dan IV. Pada

konjungtiva akan dijumpai hiperemia dan vasodilatasi difus, yang dengan cepat akan

diikuti dengan hiperplasia akibat proliferasi jaringan yang menghasilkan

pembentukan jaringan ikat yang tidak terkendali. Kondisi ini  akan diikuti

oleh hyalinisasi dan menimbulkan deposit pada konjungtiva sehingga terbentuklah

gambaran cobblestone. Jaringan ikat yang berlebihan ini akan memberikan warna

putih susu kebiruan sehingga konjungtiva

Page 6: BAB II

8

tampak buram dan tidak berkilau. Proliferasi yang spesifik padakonjungtiva tarsal,

oleh von Graefe disebut pavement like granulations. Hipertrofi papil pada

konjungtiva tarsal tidak jarang mengakibatkan ptosis mekanik dan dalam kasus yang

berat akan disertai keratitis serta erosi epitel kornea. Limbus konjungtiva juga

memperlihatkan perubahan akibat vasodilatasi dan hipertropi yang menghasilkan lesi

fokal.

Pada tingkat yang berat kekeruhan pada

limbus sering menimbulkan gambaran distrofi dan menimbulkan gangguan dalam

kualitas maupun kuantitas stem cells limbus. Kondisi yang terakhir ini mungkin

berkaitan dengan konjungtivalisasi pada penderita keratokonjungtivitis dan di

kemudian hari berisiko timbulnya pterigium pada usia muda. Di samping itu, juga

terdapat kista-kista kecil yang dengan cepat akan mengalami degenerasi. (1,2,4)

II.6. Gambaran Histopatologik 

Tahap awal konjungtivitis vernalis ditandai oleh fase prehipertrofi. Dalam kaitan

ini, akan tampak pembentukan neovaskularisasi dan pembentukan papil yang ditutup

oleh satu lapis sel epitel dengan degenerasi mukoid dalam kripta di antara papil

serta pseudomembran milky white. Pembentukan papil ini berhubungan dengan

infiltrasi stroma oleh sel-sel PMN, eosinofil, basofil, dan sel mast.Hasil penelitian

histopatologik terhadap 675 konjungtivitis vernalis mata yang dilakukan oleh Wang

dan Yang menunjukkan infiltrasi limfosit dan sel plasma pada konjungtiva.

Prolifertasi limfosit akan membentuk beberapa nodul limfoid. Sementara itu,

beberapa granula eosinofilik dilepaskan dari sel eosinofil, menghasilkan bahan

sitotoksik yang berperan dalam kekambuhan konjungtivitis.

Page 7: BAB II

9

Dalam penelitian tersebut juga ditemukan adanya reaksi hipersensitivitas. Tidak

hanya di konjungtiva bulbi dan tarsal, tetapi juga di fornix, serta pada beberapa kasus

melibatkan reaksi radang pada iris dan badan siliar. Fase vaskular dan selular dini

akan segera diikuti dengan deposisi kolagen, hialuronidase, peningkatan vaskularisasi

yang lebih mencolok, serta reduksi sel radang secara keseluruhan.

Deposisi kolagen dan substansi dasar maupun seluler mengakibatkan terbentuknya

deposit stone yang terlihat secara nyata pada pemeriksaanklinis. Hiperplasia jaringan

ikat meluas ke atas membentuk giant papil bertangkai dengan dasar perlekatan yang

luas. Kolagen maupun pembuluh darah akan mengalami hialinisasi. Epiteliumnya

berproliferasi menjadi 5–10 lapis sel epitel yang edematous dan tidak beraturan.

Seiring dengan bertambah besarnya papil, lapisan epitel akan mengalami atrofi di

apeks sampai hanya tinggal satu lapis sel yang kemudian akan mengalami

keratinisasi. (6,7)

Pada limbus juga terjadi transformasi patologik yang sama berupa pertumbuhan

epitel yang hebat meluas, bahkan dapat terbentuk 30-40 lapis sel (acanthosis).

Horner-Trantas dot’s yang terdapat di daerah ini sebagian besar terdiri atas eosinofil,

debris selular yang terdeskuamasi, namun masih ada sel PMN dan limfosit. (6,7)

Page 8: BAB II

10

Gambar 5. Histologi Konjungtivitis Vernal Terlihat Banyak Sel Radang Terutama

Eosinofil

II.7. Gejala Klinis

Pasien umumnya mengeluh tentang gatal yang sangat dan bertahi mata berserat,

terutama bila berada dilapangan terbuka yang panas terik. Biasanya

terdapat riwayat keluarga alergi. Konjungtiva tampak putih seperti susu, dan terdapat

banyak papilla halus di konjungtiva tarsalis inferior. Konjungtiva palpebra superior

sering memiliki papilla raksasa mirip batu kali. Setiap papil raksasa berbentuk

poligonal, dengan atap rata, dan mengandung berkas kapiler. Mungkin terdapat tahi

mata berserabut dan pseudomembran fibrinosa (tanda Maxwell-Lyons). Pada

beberapa kasus, terutama pada orang negro turunan Afrika, lesi paling mencolok

terdapat di limbus, yaitu pembengkakan gelatinosa (papillae).

Sebuah pseudogerontoxon (arcus) sering terlihat pada kornea dekat papilla limbus.

Bintik-bintik Tranta adalah bintik-bintik putih yang terlihat di limbus pada beberapa

pasien dengan konjungtivitis vernalis selama fase aktif dari penyakit ini. Sering

Page 9: BAB II

11

tampak mikropannus pada konjungtivitis vernal palpebra dan limbus, namun pannus

besar jarang dijumpai. Biasanya tidak timbul parut pada konjungtiva

kecuali jika pasien telah menjalani

krioterapi, pengangkatan papilla, iradiasi, atau prosedur lain yang dapat merusak

konjungtiva. (1,2)

Gambaran klinis konjungtivitis vernal:

Keluhan utama: Gatal

Pasien pada umumnya mengeluh tentang gatal yang sangat. Keluhan gatal ini

menurun pada musim dingin.

Ptosis

Terjadi ptosis bilateral, kadang-kadang yang satu lebih ringan dibandingkan

yang lain. Ptosis terjadi karena infiltrasi cairan ke dalam sel-sel

konjungtiva palpebra dan infiltrasi sel-sel limfosit plasma, eosinofil,

juga adanyadegenarasi hyalin pada stroma konjungtiva.

Getah mata

Keluhan gatal umumnya disertai dengan bertahi mata yang berserat-

serat.Konsistensi getah mata/tahi mata elastis ( bila ditarik molor).

Kelainan pada palpebra

Terutama mengenai konjungtiva palpebra superior. Konjungtiva tarsalis

pucat, putih keabu-abuan disertai papil-papil yang besar (papil raksasa). Inilah

yang disebut “cobble stone appearance”. Susunan papil ini rapat dari samping

tampak menonjol. Seringkali dikacaukan dengan trakoma. Di permukaannya

kadang-kadang seperti ada lapisan susu, terdiri dari sekret yang mukoid. Papil

Page 10: BAB II

12

ini permukaannya rata dengan kapiler di tengahnya. Kadang-kadang

konjungtiva palpebra menjadi hiperemi, bila terkena infeksi sekunder.

Horner Trantas dots

Gambaran seperti renda pada limbus, dimana konjungtiva bulbi menebal, ber

warna putih susu, kemerah-merahan, seperti lilin. Merupakan penumpukan

eosinofil dan merupakan hal yang patognomosis pada konjungtivitis vernal

yang berlangsung selama fase aktif.

Kelainan di kornea

Dapat berupa pungtat epithelial keratopati. Keratitis epithelial difus khas ini

sering dijumpai. Kadang-kadang didapatkan ulkus kornea

yang berbentuk  bulat lonjong vertikal pada superfisial sentral atau para

sentral, yang dapat diikuti dengan pembentukan jaringan sikatrik yang

ringan. Kadang juga didapatkan panus, yang tidak menutupi seluruh

permukaan kornea, sering berupa mikropanus, namun

panus besar jarang dijumpai. Penyakit ini mungkin juga disertai keratokonus.

Kelainan di kornea ini tidak membutuhkan pengobatan khusus, karena tidak

tidak satu pun lesi kornea ini berespon baik terhadap terapi standar.

II.8. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata.

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan berupa kerokan konjungtiva

untuk mempelajari gambaran sitologi. Hasil pemeriksaan menunjukkan banyak

eosinofil dan granula-granula bebas eosinofilik. Di samping itu, terdapat

basofil dan granula basofilik bebas. (6)

Page 11: BAB II

13

II.9. Penatalaksanaan

Karena konjungtivitis vernalis adalah penyakit yang sembuh sendiri, perlu

diingat bahwa medikasi yang dipakai terhadap gejala hanya memberi hasil

jangka pendek, berbahaya jika dipakai jangka panjang. (1,2)

Pilihan perawatan konjungtivitis vernalis berdasarkan luasnya gejala yang

muncul dan durasinya, yaitu: 

1. Tindakan Umum

Dalam hal ini mencakup tindakan-tindakan konsultatif yang membantu

mengurangi keluhan pasien berdasarkan informasi hasil anamnesis.

Beberapatindakan tersebut antara lain:

o Menghindari tindakan menggosok-gosok mata dengan tangan atau jari

tangan, karena telah terbukti dapat merangsang pembebasan mekanis

dari mediator-mediator sel mast. Di samping itu, juga untuk mencegah

super infeksi yang pada akhirnya berpotensi ikut menunjang terjadinya

glaukoma sekunder dan katarak.

o Pemakaian mesin pendingin ruangan berfilter;

o Menghindari daerah berangin kencang yang biasanya juga  membawa

serbuk sari;

o Menggunakan kaca mata berpenutup total untuk mengurangi kontak

dengan alergen di udara terbuka. Pemakaian lensa kontak justru

harus dihindari karena lensa kontak akan membantu retensi allergen;

o Kompres dingin di daerah mata;

Page 12: BAB II

14

o Pengganti air mata (artifisial). Selain bermanfaat untuk cuci mata 

juga berfungsi protektif karena membantu menghalau allergen;

o Memindahkan pasien ke daerah beriklim dingin yang sering

juga disebutsebagai climato-therapy.

2. Terapi topikal

o Untuk menghilangkan sekresi mucus, dapat digunakan irigasi saline

steril dan mukolitik seperti asetil sistein 10%-20% tetes mata.

Dosisnya

tergantungpadakuantitaseksudat serta beratnya gejala. Dalam hal ini,la

rutan 10% lebih dapat ditoleransi daripada larutan 20%. Larutan

alkalinseperti 1-2% sodium karbonat monohidrat dapat membantu

melarutkan atau mengencerkan musin, sekalipun tidak

efektif sepenuhnya.

o Antihistamin

o NSAID (Non-Steroid Anti-Inflamasi Drugs)

o Untuk konjungtivitis vernalis yang berat, bisa diberikan steroid 

topikal prednisolone fosfat 1%, 6-8 kali sehari

selama satu minggu. Kemudian dilanjutkan dengan reduksi dosis

sampai ke dosis terendah yang dibutuhkan oleh pasien tersebut. Bila

sudah terdapat ulkus kornea maka kombinasi antibiotik steroid terbukti

sangat efektif.

o Antibiotik broad-spectrum.

Page 13: BAB II

15

3. Terapi Sistemik

o Pada kasus yang lebih parah, bisa juga digunakan steroid sistemik

seperti prednisolone asetat, prednisolone fosfat, atau deksamethason

fosfat 2–3 tablet 4 kali sehari selama 1–2 minggu. Satu hal yang perlu

diingat dalam kaitan dengan pemakaian preparat steroid adalah

“gunakan dosis serendah mungkin dan sesingkat mungkin”.

o Antihistamin, baik lokal maupun sistemik, dapat dipertimbangkan

sebagai pilihan lain, karena kemampuannya untuk mengurangi rasa

gatalyangdialami pasien. Apabila dikombinasi dengan 

vasokonstriktor, dapat memberikan  kontrol yang memadai

pada kasus yang ringan atau memungkinkan reduksi dosis.

4. Tindakan Bedah

Berbagai terapi pembedahan, krioterapi, dan diatermi pada papil raksasa

konjungtiva  tarsal  kini sudah ditinggalkan mengingat banyaknya efek

samping dan terbukti tidak efektif, karena dalam waktu dekat akan tumbuh

lagi.