BAB II

28
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversible, bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas beracun / berbahaya, disertai efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat berat penyakit. 3 Penyakit paru obstruksi kronik terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. Bronkitis kronik adalah kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal tiga bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut- turut. Sedangkan emfisema adalah suatu kelainan anatomis paru yang ditandai dengan pelebaran bagian distal bronkiolus terminal disertai kerusakan dinding alveoli. 3 Suatu kasus obstruksi aliran udara ekspirasi dapat digolongkan sebagai penyakit PPOK jika obstruksi aliran udara ekspirasi cendrung progresif. Penyakit bronkitis kronik dan emfisema dapat dimasukan ke dalam kelompok PPOK jika keparahan penyakit telah berlanjut dan obstruksinya bersifat progresif. Kedua penyakit ini pada fase awal belum dapat di golongkan kedalam PPOK. 1 2

description

ed

Transcript of BAB II

Page 1: BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat

dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya

reversible, bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru

terhadap partikel atau gas beracun / berbahaya, disertai efek ekstraparu yang

berkontribusi terhadap derajat berat penyakit.3

Penyakit paru obstruksi kronik terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema

atau gabungan keduanya. Bronkitis kronik adalah kelainan saluran napas yang

ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal tiga bulan dalam setahun, sekurang-

kurangnya dua tahun berturut-turut. Sedangkan emfisema adalah suatu kelainan

anatomis paru yang ditandai dengan pelebaran bagian distal bronkiolus terminal

disertai kerusakan dinding alveoli.3

Suatu kasus obstruksi aliran udara ekspirasi dapat digolongkan sebagai

penyakit PPOK jika obstruksi aliran udara ekspirasi cendrung progresif. Penyakit

bronkitis kronik dan emfisema dapat dimasukan ke dalam kelompok PPOK jika

keparahan penyakit telah berlanjut dan obstruksinya bersifat progresif. Kedua

penyakit ini pada fase awal belum dapat di golongkan kedalam PPOK.1

PPOK eksaserbasi akut merupakan suatu kondisi perburukan dari gejala

penyakit PPOK yang bersifat akut dan menetap dengan gejala yang lebih berat

dibandingkan dengan varian gejala harian normal sehingga memerlukan

perubahan dari obat-obatan yang biasa digunakan.4

2.2 Epidemiologi

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) akhir-akhir ini prevalensi dan

angka mortalitasnya terus meningkat. PPOK merupakan masalah kesehatan utama

di Amerika Serikat dan Eropa Barat. Data di AS menyebutkan bahwa angka

kejadian PPOK adalah sebanyak 15 juta orang dan 1,5 juta kasus baru per tahun.

PPOK tercatat sebagai penyebab kematian keempat di AS dengan angka sekitar

115.00 kematian terjadi pada tahun 2000 dan biaya pengobatannya lebih besar

2

Page 2: BAB II

dari asma. The Global Burden of Disease Studies memprediksikan bahwa pada

tahun 2020, PPOK akan menduduki peringkat tiga penyakit penyebab kematian

dan peringkat dua belas penyebab penyakit dan juga sebagai peringkat empat

penyakit penting yang menimbulkan kecacatan.2

Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan RI

tahun 1992, PPOK bersama asma bronkial menduduki peringkat ke enam dan

merokok merupakan penyebab PPOK terbanyak (95% kasus) di negara

berkembang. Di Indonesia penyakit bronkitis kronik dan emfisema meningkat

seiring dengan meningkatnya jumlah orang yang menghisap rokok dan pesatnya

kemajuan industri. PPOK merupakan masalah kesehatan umum dan menyerang

sekitar 10% penduduk usia 40 tahun ke atas. Dari fakta di atas dapat disimpulkan

bahwa PPOK cenderung meningkat. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya angka

harapan hidup, kebiasaan merokok dan polusi udara.5

2.3 Faktor Risiko

Faktor resiko penyakit PPOK adalah hal-hal yang berhubungan dan atau

mempengaruhi/menyebabkan terjadinya PPOK pada seseorang. Menurut

American Thoracic Society (ATS), faktor risiko terjadinya PPOK, yaitu :3

a. Faktor host : faktor genetik, jenis kelamin, dan anatomi saluran napas.

b. Faktor exposure : merokok, hiperaktivitas saluran napas, pekerjaan, polusi

lingkungan, dan infeksi bronkopulmoner berulang.

Faktor risiko tersebut meliputi:1,3,4

a. Faktor pejamu (host)

Faktor resiko PPOK yang meliputi faktor host dapat disebabkan oleh

faktor genetik, hiperresponsive nafas dan pertumbuhan paru. Faktor genetik yang

utama adalah kurangnya alfa 1 antitripsin, yaitu serin protease inhibitor.

Hiperresponsif jalan nafas akibat pajanan asap rokok atau polusi. Pada gangguan

pertumbuhan paru yang dikaitkan pada masa kehamilan, berat lahir dan pajanan

semasa anak-anak memiliki kaitan terhadap penurunan fungsi paru (VEP1)

sehingga memiliki resiko yang tinggi untuk mendapatkan PPOK.

3

Page 3: BAB II

b. Faktor perilaku (kebiasaan) merokok

Merokok merupakan faktor resiko terjadinya PPOK. Pada perokok akan

tejadi gangguan respirasi dan penurunan faal paru. Perokok aktif yang

berhubungann dengan usia mulai merokok, jumlah rokok perbungkus, serta

perokok pasif juga merupakan faktor risiko PPOK.

Hubungan rokok dengan PPOK menunjukan dose response. Hubungan

dose response dapat dilihat melalui Indeks Brinkman (IB) yang menilai derajat

berat merokok. IB merupakan perkalian jumlah rata-rata batang rokok dihisap

sehari dikalikan lama merokok dalam tahun. Untuk klasifikasi berdasarkan IB:

ringan (0-200), sedang (200-600), berat (>600).

c. Faktor lingkungan (polusi udara)

Polusi udara terdiri dari polusi di dalam ruangan (indoor) seperti asap

roko, asap kompor, asap kayu bakar, dan lain-lain. Polusi diluar ruangan meliputi

gas buangan industri, kendaraan bermotor, debu jalanan, serta polusi di tempat

kerja meliputi bahan kimia, debu/zat iritasi, dan gas beracun. Pajanan yang terus

menerus oleh zat dari lingkungan tersebut akan menyebabkan penurunan faal paru

dan berisiko untuk terjadinya PPOK.

d. Stress oksidatif

Paru selalu terpajan zat endogen dan eksogen. Oksidan endogen timbul

dari sel fagosit dan tipe sel lainnya sedangkan oksidan eksogen dari polutan dan

asap rokok. Oksidan endogen seperti derivate electron mitokondria transport

termasuk dalam selular signaling pathway. Sel paru dilindungi oleh oxidative

chalange yang berkembang secara sistem enzimatik atau nonenzimetik. Ketika

keseimbangan antara oksidan dan atau deplesi antioksidan akan menimbulkan

stress oksidatif. Stres oksidatif tidak hanya menimbulkan efek kerusakan pada

paru tetapi juga menimbulkan aktivitas molekuler sebagai awal inflamasi paru.

Jadi, ketidakseimbangan antara oksidan dan antioksidan memegang peran penting

pada PPOK.

2.4 Etiologi PPOK Eksaserbasi Akut

Pasien PPOK dikatakan mengalami eksaserbasi akut bila kondisi pasien

mengalami perburukan yang bersifat akut dari kondisi sebelumnya yang stabil dan

4

Page 4: BAB II

dengan variasi gejala harian normal sehingga pasien memerlukan perubahan

pengobatan yang sudah biasa digunakan.4

Beberapa faktor pencetus eksaserbasi akut pada PPOK yaitu: infeksi

(virus, bakteri), pajanan dengan polutan/polusi udara, penghentian pengobatan,

bronkospasme, dan perubahan diet. Infeksi virus didapatkan pada 30% kasus.

Infeksi virus selanjutnya mempermudah peningkatan jumlah kolonisasi kuman

yang sudah ada sebelumnya dalam lumen bronkus, sehingga menyebabkan infeksi

sekunder oleh bakteri. Pada 25 % pasien PPOK yang stabil dapat ditemukan

kolonisasi kuman, dan pada umumnya yang terbanyak yaitu Hemophilus influenza

dan Streptococcus pneumonia. Peningkatan jumlah kuman yang sudah ada

sebelumnya dalam lumen bronkus dapat berperan sebagai faktor pencetus dari

51,7% pasien PPOK yang mengalami eksaserbasi akut. Pada eksaserbasi akut

yang berat dapat ditemukan kuman yang lebih beragam yaitu basil enteric gram

negatif, Pseudomonas, Chlamidia pneumonia, dan Mycoplasma pneumonia.

Sekitar sepertiga penyebab eksaserbasi akut ini tidak diketahui. Merokok

merupakan penyebab PPOK terbanyak (95% kasus) di negara berkembang.6

2.5 Patogenesis

Pada bronkhitis kronis perubahan awal terjadi pada saluran udara yang

kecil. Selain itu, terjadi destruksi jaringan paru disertai dilatasi rongga udara distal

(emfisema), yang menyebabkan hilangnya elastic recoil, hiperinflasi,

terperangkapnya udara, dan peningkatan usaha untuk bernapas, sehingga terjadi

sesak napas. Pada saluran napas kecil terjadi penebalan akibat peningkatan

pembentukan folikel limfoid dan penimbunan kolagen di bagian luar saluran

napas, sehingga menghambat pembukaan saluran napas. Lumen saluran napas

kecil berkurang karena penebalan mukosa berisi eksudat sel radang yang

meningkat sejalan dengan beratnya penyakit. Hambatan aliran udara pada PPOK

disebabkan oleh beberapa derajat penebalan dan hipertofi otot polos pada

bronkiolus respiratorius. Dengan berkembangnya penyakit, kadar CO2 meningkat

dan doronga n respirasi bergeser dari CO2 ke hipoksemia, dorongan pernapasan

juga mungkin akan hilang sehingga memicu terjadinya gagal napas.1,3

5

Page 5: BAB II

Menurut Hipotesis Elastase-Anti Elastase, di dalam paru terdapat

keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan antielastase untuk mencegah

terjadinya kerusakan jaringan. Perubahan keseimbangan antara enzim proteolitik

elastase dan antielastase akan menimbulkan kerusakan jaringan elastin paru.

Ketidakseimbangan ini dapat dipicu oleh adanya rangsangan pada paru antara lain

oleh asap rokok dan infeksi yang menyebabkan elastase bertambah banyak atau

oleh adanya defisiensi alfa-1 antitripsin.5

Pada PPOK terjadi penyempitan saluran napas dan keterbatasan aliran

udara karena beberapa mekanisme inflamasi, produksi mukus yang berlebihan,

dan vasokontriksi otot polos bronkus, seperti terlihat pada gambar 1.

Gambar 1. Perbandingan saluran pernapasan pada PPOK dan normal

Saluran napas normal akan melebar karena perlekatan alveolar selama

ekspirasi diikuti oleh proses pengosongan alveolar dan pengempisan paru.

Perlekatan alveolar pada PPOK rusak karena emfisema menyebabkan penutupan

jalan napas ketika ekspirasi dan menyebabkan air trapping pada alveoli dan

hiperinflasi. Saluran napas perifer mengalami obstruksi dan destruksi karena

proses inflamasi dan fibrosis, lumen saluran napas tertutup oleh sekresi mukus

yang terjebak akibat bersihan mukosilier kurang sempurna.1 Proses pernapasan

normal dibandingkan PPOK terlihat pada gambar 2.

Ekspirasi Normal Ekspirasi PPOK6

Page 6: BAB II

Ekspirasi mudah karena elastic recoil

alveolus normal dan bronkus normal.

Ekspirasi sulit karena penurunan

elastic recoil alveolus dan penyempitan bronkus.

2.6 Manifestasi Klinis dan Klasifikasi

Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanda dan gejala

ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan sampai

ditemukan kelainan yang jelas dan tanda inflasi paru. Diagnosis PPOK

dipertimbangkan bila timbul tanda dan gejala seperti berikut ini : 3

1. Sesak

Sesak yang bersifat progresif dimana semakin bertambah berat seiring

berjalannya waktu (kronik), bertambah berat atau dipicu dengan aktivitas,

persisten dan menetap sepanjang hari, keluhan bernafas berat, sukar bernafas

dan terengah-engah saat bernafas.

2. Batuk kronik berdahak

Setiap batuk kronik berdahak dapat mengidentifikasikan PPOK. Batuk

kronik dengan dahak (pada bronkitis kronik keadaan ini terjadi setiap hari

selama ≥ 3 bulan dalam 1 tahun pada sedikitnya 2 tahun berturut-turut.

3. Riwayat terpajan faktor risiko

Riwayat pajanan terhadap faktor rosiko yang dialami pasien seperti asap

rokok, debu, bahan kimia ditempat kerja dan termasuk juga asap dapur.

7

Page 7: BAB II

Pasien yang mengalami eksaserbasi akut dapat ditandai dengan gejala yang

khas seperti :3

- Batuk makin sering / hebat

- Produksi sputum bertambah banyak

- Sputum berubah warna

- Sesak nafas bertambah

- Keterbatasan aktivitas bertambah

- Kesadaran menurun

Klasifikasi Anthonisen tentang PPOK eksaserbasi akut dibagi menjadi

tiga, antara lain : 3

1. Tipe I (eksaserbasi berat) : terdapat peningkatan gejala sesak nafas,

peningkatan produksi sputum, dan peningkatan purulensi sputum

2. Tipe II (eksaserbasi sedang) hanya memiliki 2 gejala diatas

3. Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala diatas ditambah dengan

infeksi saluran nafas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain,

peningkatan batuk, peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernafasan

> 20% nilai dasar, atau frekuensi nadi > 20% nilai dasar.

Tabel klasifikasi PPOK menurut GOLD (Global Initiative for Chronic

Obstructive Lung Disease) 20103

GOLD 2010

Derajat Klinis Faal paru

Gejala klinis

(batuk, produksi suptum)

Normal

Derajat I:

PPOK ringan

Gejala batuk kronik dan produksi

sputum tapi sering. Pada derajat

ini pasien sering tidak menyadari

bahwa faal paru mulai menurun

VEP1/KVP <70%

VEP1≥ 80% prediksi

Derajat II:

PPOK sedang

Gejala sesak mulai dirasakan saat

aktivitas dan kadang ditemukan

gejala batuk dan produksi sputum.

VEP1/KVP <70%

50%<VEP1<80%

prediksi

8

Page 8: BAB II

Pada derajat ini biasanya pasien

mulai memeriksa kesehatannya.

Derajat III:

PPOK berat

Gejala sesak lebih berat,

penurunan aktivitas, rasa lelah dan

serangan eksaserbasi semakin

sering dan berdampak pada

kualitas hidup pasien

VEP1/KVP <70%

30%<VEP1<50%

prediksi

Derajat IV:

PPOK sangat

berat

Gejala diatas ditambah tanda-

tanda gagal napas atau gagal

jantung kanan dan ketergantungan

oksigen. Pada derajat ini kualitas

hidup pasien meburuk dan jika

eksaserbasi dapat mengancam

jiwa

VEP1/KVP <70%

VEP1<30% prediksi atau

VEP1<50% prediksi

disertai gagal nafas

kronik

2.7 Diagnosis

Diagnosis PPOK ditegakan berdasarkan pada anamnesis, pemeriksaan

fisik, dan pemeriksaan penunjang. PPOK klinis didiagnosis berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik, dan foto toraks. Sedangkan diagnosis derajat PPOK

dilanjutkan dengan pemeriksaan spirometri.1

Diagnosis PPOK klinis ditegakan apabila:

a. Anamnesis

- Ada faktor resiko: usia pertengahan, dan riwayat pajanan (asap rokok,

polusi udara, dan polusi tempat kerja).

- Gejala:

- Batuk kronik (batuk hilang timbul selama 3 bulan yang tidak

hilang dengan pengobatan yang diberikan).

- Berdahak kronik (kadang tanpa disertai batuk).

-Sesak nafas (terutama pada saat melakukan aktifitas dan

semakin mengalami perburukan yang progresif).

b. Pemeriksaan fisik

9

Page 9: BAB II

- Inpeksi : Bentuk dada barrel chest, penampilan pink puffer, terdapat

cara bernafas purse lip breathing, terlihat penggunaan dan hipertrofi

otot bantu nafas, pelebaran sela iga.

- Palpasi : Fremitus melemah, sela iga melebar

- Perkusi : hipersonor, batas jantung mengecil, letak diagframa rendah,

hepar terdorong kebawah.

- Auskultasi: suara nafas vesikuler melemah atau normal, ekspirasi

memanjang, mengi(pada saat eksaserbasi), dan ronki

- Pink puffer : Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus,

kulit kemerahan dan pernapasan pursed – lips breathing.

- Blue bloater : Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk

sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru,

sianosis sentral dan perifer.

- Pursed - lips breathing : Sikap seseorang yang bernapas dengan mulut

mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai

mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi

sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang

terjadi pada gagal napas kronik.

c. Pemeriksaan penunjang

- Spirometri3

Penilaian menggunakan spirometri dapat menentukan derajat

obstruksi dan merupakan parameter yang paling umum yang

digunakan dalam penilaian beratnya PPOK dan memantau perkalanan

penyakit, berdasarkan penilaian VEP1, VEP1 prediksi, KVP,

VEP1/KVP dan Uji bronkodilator (saat diagnosis ditegakkan): VEP1

diukur sebelum diberikan bronkodilator, 80% prediksi

- Laboratorium : peningkatan kadar Hb dan jumlah eritrosit (polisitemia

sekunder) dan Defisiensi kadar alfa-1 antitripsin (kongenital).

- Foto toraks : pada emfisema akan didapatkan paru hiperinflasi atau

hiperlusen, diagframa mendatar dan letak rendah, corakan

bronkovaskuler meningkat, bulla, dan jantung menggantung (jantung

pendulum/eye drop appearance). Sedangkan pada bronkitis kronis

10

Page 10: BAB II

akan terlihat gambaran paru normal, namun terlihat corakan

bronkovaskular meningkat.

- Analisis gas darah pada semua pasien dengan VEP1 < 40% prediksi

dan secara klinis diperkirakan gagal napas atau gagal jantung kanan.

- Kultur dan sensitivitas kuman

Diperlukan untuk mengetahui kuman penyebab serta resistensi kuman

terhadap antibiotik yang dipakai. Pemeriksaan ini juga diperlukan jika

tidak ada respon terhadap antobiotik yang dipakai sebagai pengobatan

pada permulaan penyakit.3

Adapun gejala dari eksaserbasi akut, yaitu:2,7

- Peningkatan volum sputum

- Peningkatan purulensi atau perubahan warna sputum

- Sesak nafas yang bertambah berat.

Derajat eksaserbasi akut dibagi menjadi 3 yaitu: Tipe I (eksaserbasi berat:

memiliki 3 gejala diatas), Tipe II (eksaserbasi sedang: memiliki 2 gejala) dan Tipe

III (eksaserbasi ringan: memiliki 1 gejala).

2.8 Diagnosis BandingPPOK dan diagnosis banding3,4

Diagnosis Gambaran klinis

PPOK 1. Onset pada usia pertengahan

2. Gejala semakin progresif

3. Terdapat riwayat merokok atau terpajan oleh

polusi yang berbahaya.

Asma 1. Onset pada awal usia dini

2. Gejala bervariasi dari hari ke hari

3. Gejala memburuk pada malam atu dini hari

4. Riwayat alergi, rhinitis, atau eksim

5. Riwayat keluarga asma

Gagal jantung

kongesti

1. Ronki halus di basal paru

2. Foto thorak memperlihatkan pembesaran

11

Page 11: BAB II

jantung, edema paru

3. Riwayat hipertensi

4. Pemeriksaan faal paru: indikasi restriksi volume

Bronkiektasis 1. Sputum purulen dalam jumlah yang banyak

2. Sering berhubungan dengan infeksi bakteri

3. Foto thoraks: dilatasi bronkus dan penebalan

dinding bronkus

Tuberkulosis 1. Onset semua usia

2. Gambaran thoraks : infiltrasi paru

3. Konfirmasi mikrobiologi (BTA +)

4. Lokasi prevalensi TB tinggi

Panbronkiolitis

difuse

1. Dominan pada keturunan etnis asia

2. Umumnya laki-laki, riwayat sinusitis kronis

Penyakit lain yang bisa menjadi diagnosis banding PPOK antara lain :

1. SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberkulosis) adalah penyakit obstruksi

saluran nafas yang ditemukan pada pasien pasca tuberkulosis dengan lesi paru

minimal.

2. Pneumothoraks dimana keadaan cembung ditempat kelainan, perkusi

hipersonor, auskultasi saluran nafas melemah.

3. Penyakit paru dengan obstruksi saluran nafas lain misalnya destroyed lung.

2.9 Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan :1

- Mengurangi gejala

- Mencegah progresivitas penyakit

- Meningkatkan toleransi latihan

- Meningkatkan status kesehatan

- Mencegah dan menangani komplikasi

- Mencegah dan menangani eksaserbasi

- Menurunkan kematian12

Page 12: BAB II

Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :1

1. Edukasi

Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada

PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena

PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi

adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan

fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari

pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan

dari asma.

Tujuan edukasi pada pasien PPOK :

1. Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan

2. Melaksanakan pengobatan yang maksimal

3. Mencapai aktiviti optimal

4. Meningkatkan kualiti hidup

2. Farmakologi

Bronkodilator

a. Agonis ß-2 : salbutamol 2,5-5 mg/ml; terbutalin5-10 mg/ml. Bentuk

inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan

dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan

digunakan bentuk tablet yang berefek panjang.

b. Antikolinergik : Ipratropium brom0,25-0,5 mg/ml, tiotropium digunakan

pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga

mengurangi sekresi lendir.

c. Kombinasi antikolinergik dan agonis ß-2 : Kombinasi kedua golongan

obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena kedunya

mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat

kombinasi lebih sederhana dan mudah digunakan.

d. Metilxantin : teofilin lepas lambat, bila kombinasi ß-2 dan steroid belum

memuaskan. Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan

jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat.

Antiinflamasi

13

Page 13: BAB II

Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi

intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan

metilprednisolon/prednison.

Mukolitik

Glisehanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan

mempercepat perbaikan eksasebasi, terutama pada bronchitis kronik dengan

sputum yang kental (misalnya ambroxol, erdostein).

Antitusif

Kodein hanya diberikan bila batuk kering dan sangat mengganggu.

Antibiotik

Hanya diberikan bila terdapat eksasebasi. Diberikan jika gejala sesak nafas

dan batuk disertai dengan peningkatan volum dan purulensi sputum. Antibiotik

yang diberikan hendaknya berspektrum luas yang bisa membunuh H.influenza,

S.pneumoniae, dan M.catarrhalis sambil menunggu hasil kultur sensitive kuman.

Tabel 2.2 Antibiotik yang umumnya digunakan pada PPOK eksaserbasi akut.

Eksaserbasi ringan-sedang Eksaserbasi sedang-berat

Lini pertama

- Doksisiklin 100mg 2x/hari

- Kotrimoksasol 2x1tab/hari

Sefalosporin

- Ceftriakson 1-2 g IV/hari

- Cefotaksim 1g tiap 8-12 jam

- Ceftazidime 1-2 g IV tiap 8-12

jam

Amoksisklin-klavulanat

- 125mg tab 3x sehari

Penicilin antipseudomonal

Piperasillin - tazobaktam 3,375

gIV/6jam

Ticarcilinclavulanat 3,1 g IV/6jam

Makrolide Fluoroquinolones

14

Page 14: BAB II

- Klarithromisin 500mg 2x/hari

- Azitrommisin 500 mg pertama,

selanjutnya 250mg/hari

- Levofloksasin 500mg IV/hari

- Gatifloksasin 400mg IV/hari

Fluoroquinolone

- Levofloksasin 500mg/hari

- Gatifloksasin 400mg/hari

- Moksifloksasin 400mg/hari

Amiglosida

- Tobramisin 1mg/kgbb/8-12 jam

3. Terapi oksigen dan ventilasi

Pemberian terapi oksigen dibutuhkan untuk meningkatkan saturasi oksigen

mencapai > 90%. Pemberian oksigen melalui sungkup aliran tinggi (ventury

mask) lebih menguntungkan daripada penggunaan kanul nasal, tetapi kanul nasal

lebih dapat ditoleransi. Ventilasi mekanik dapat digunakan apabila pemberian

oksigen tidak adekuat. Pemberian ventilasi mekanik di usahakan dengan

noninvasive positive pressure ventilation (NIPVV), bila tidak berhasil ventilasi

mekanik yang digunakan dengan invasive yaitu melalui intubasi. Nilai pH yang

kurang dari 7,36 dan PaCO2 lebih dari 45 mmHg mengindikasikan untuk

memberkan ventilasi mekanik.

4. Nutrisi

Tatalaksana PPOK eksaserbasi1

Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rumah : bronkodilator seperti

pada PPOK stabil, dosis 4-6 kali 2-4 hirup sehari. Steroid oral dapat diberikan

selama 10-14 hari. Bila infeksi: diberikan antibiotika spektrum luas (termasuk

S.pneumonie, H influenzae, M catarrhalis).

Terapi eksaserbasi akut di rumah sakit:

- Terapi oksigen terkontrol, melalui kanul nasal atau venturi mask

- Bronkodilator: inhalasi agonis 2 (dosis & frekwensi ditingkatkan) +

antikolinergik. Pada eksaserbasi akut berat: + aminofilin (0,5

mg/kgBB/jam)

- Steroid: prednisolon 30-40 mg PO selama 10-14 hari.

Steroid intravena: pada keadaan berat

15

Page 15: BAB II

Antibiotika terhadap S pneumonie, H influenza, M catarrhalis.

- Ventilasi mekanik pada: gagal akut atau kronik

16

Page 16: BAB II

Algoritma Penanganan PPOK :3

17

Page 17: BAB II

Terapi jangka panjang dilakukan dengan :

- Antibiotik untuk kemoterapi preventif, ampisilin 4 x 0,25-0,5 g dapat

menurunkan eksaserbasi akut.

- Bronkodilator, tergantung tingkat reversibelitas obstruksi saluran napas

tiap pasien, maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan

objektif dari fungsi faal paru.

- Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik.

- Mukolitik dan ekspektoran.

18

Page 18: BAB II

2.10 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :3

a. Gagal napas

- Gagal napas kronik

Hasil analisis gas darah PO2 < 60 mmHg, PCO2 > 60 mmHg, dan pH

normal, penatalaksanaan :

Jaga keseimbangan PO2 dan PCO2.

Bronkodilator adekuat.

Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu

tidur.

Antioksidan

Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing

- Gagal napas akut pada gagal napas kronik, ditandai oleh :

Sesak napas dengan atau tanpa sianosis

Sputum bertambah dan purulen

Demam

Kesadaran menurun

b. Infeksi berulang

Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan

terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada

kondisi kronik ini imunitas menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya

kadar limfosit darah.

c. Kor pulmonal

Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50%, dapat disertai

gagal jantung kanan.

19