BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 ... - Unisba
BAB II
-
Upload
elsa-rahayu -
Category
Documents
-
view
215 -
download
0
description
Transcript of BAB II
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat
dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya
reversible, bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru
terhadap partikel atau gas beracun / berbahaya, disertai efek ekstraparu yang
berkontribusi terhadap derajat berat penyakit.3
Penyakit paru obstruksi kronik terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema
atau gabungan keduanya. Bronkitis kronik adalah kelainan saluran napas yang
ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal tiga bulan dalam setahun, sekurang-
kurangnya dua tahun berturut-turut. Sedangkan emfisema adalah suatu kelainan
anatomis paru yang ditandai dengan pelebaran bagian distal bronkiolus terminal
disertai kerusakan dinding alveoli.3
Suatu kasus obstruksi aliran udara ekspirasi dapat digolongkan sebagai
penyakit PPOK jika obstruksi aliran udara ekspirasi cendrung progresif. Penyakit
bronkitis kronik dan emfisema dapat dimasukan ke dalam kelompok PPOK jika
keparahan penyakit telah berlanjut dan obstruksinya bersifat progresif. Kedua
penyakit ini pada fase awal belum dapat di golongkan kedalam PPOK.1
PPOK eksaserbasi akut merupakan suatu kondisi perburukan dari gejala
penyakit PPOK yang bersifat akut dan menetap dengan gejala yang lebih berat
dibandingkan dengan varian gejala harian normal sehingga memerlukan
perubahan dari obat-obatan yang biasa digunakan.4
2.2 Epidemiologi
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) akhir-akhir ini prevalensi dan
angka mortalitasnya terus meningkat. PPOK merupakan masalah kesehatan utama
di Amerika Serikat dan Eropa Barat. Data di AS menyebutkan bahwa angka
kejadian PPOK adalah sebanyak 15 juta orang dan 1,5 juta kasus baru per tahun.
PPOK tercatat sebagai penyebab kematian keempat di AS dengan angka sekitar
115.00 kematian terjadi pada tahun 2000 dan biaya pengobatannya lebih besar
2
dari asma. The Global Burden of Disease Studies memprediksikan bahwa pada
tahun 2020, PPOK akan menduduki peringkat tiga penyakit penyebab kematian
dan peringkat dua belas penyebab penyakit dan juga sebagai peringkat empat
penyakit penting yang menimbulkan kecacatan.2
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan RI
tahun 1992, PPOK bersama asma bronkial menduduki peringkat ke enam dan
merokok merupakan penyebab PPOK terbanyak (95% kasus) di negara
berkembang. Di Indonesia penyakit bronkitis kronik dan emfisema meningkat
seiring dengan meningkatnya jumlah orang yang menghisap rokok dan pesatnya
kemajuan industri. PPOK merupakan masalah kesehatan umum dan menyerang
sekitar 10% penduduk usia 40 tahun ke atas. Dari fakta di atas dapat disimpulkan
bahwa PPOK cenderung meningkat. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya angka
harapan hidup, kebiasaan merokok dan polusi udara.5
2.3 Faktor Risiko
Faktor resiko penyakit PPOK adalah hal-hal yang berhubungan dan atau
mempengaruhi/menyebabkan terjadinya PPOK pada seseorang. Menurut
American Thoracic Society (ATS), faktor risiko terjadinya PPOK, yaitu :3
a. Faktor host : faktor genetik, jenis kelamin, dan anatomi saluran napas.
b. Faktor exposure : merokok, hiperaktivitas saluran napas, pekerjaan, polusi
lingkungan, dan infeksi bronkopulmoner berulang.
Faktor risiko tersebut meliputi:1,3,4
a. Faktor pejamu (host)
Faktor resiko PPOK yang meliputi faktor host dapat disebabkan oleh
faktor genetik, hiperresponsive nafas dan pertumbuhan paru. Faktor genetik yang
utama adalah kurangnya alfa 1 antitripsin, yaitu serin protease inhibitor.
Hiperresponsif jalan nafas akibat pajanan asap rokok atau polusi. Pada gangguan
pertumbuhan paru yang dikaitkan pada masa kehamilan, berat lahir dan pajanan
semasa anak-anak memiliki kaitan terhadap penurunan fungsi paru (VEP1)
sehingga memiliki resiko yang tinggi untuk mendapatkan PPOK.
3
b. Faktor perilaku (kebiasaan) merokok
Merokok merupakan faktor resiko terjadinya PPOK. Pada perokok akan
tejadi gangguan respirasi dan penurunan faal paru. Perokok aktif yang
berhubungann dengan usia mulai merokok, jumlah rokok perbungkus, serta
perokok pasif juga merupakan faktor risiko PPOK.
Hubungan rokok dengan PPOK menunjukan dose response. Hubungan
dose response dapat dilihat melalui Indeks Brinkman (IB) yang menilai derajat
berat merokok. IB merupakan perkalian jumlah rata-rata batang rokok dihisap
sehari dikalikan lama merokok dalam tahun. Untuk klasifikasi berdasarkan IB:
ringan (0-200), sedang (200-600), berat (>600).
c. Faktor lingkungan (polusi udara)
Polusi udara terdiri dari polusi di dalam ruangan (indoor) seperti asap
roko, asap kompor, asap kayu bakar, dan lain-lain. Polusi diluar ruangan meliputi
gas buangan industri, kendaraan bermotor, debu jalanan, serta polusi di tempat
kerja meliputi bahan kimia, debu/zat iritasi, dan gas beracun. Pajanan yang terus
menerus oleh zat dari lingkungan tersebut akan menyebabkan penurunan faal paru
dan berisiko untuk terjadinya PPOK.
d. Stress oksidatif
Paru selalu terpajan zat endogen dan eksogen. Oksidan endogen timbul
dari sel fagosit dan tipe sel lainnya sedangkan oksidan eksogen dari polutan dan
asap rokok. Oksidan endogen seperti derivate electron mitokondria transport
termasuk dalam selular signaling pathway. Sel paru dilindungi oleh oxidative
chalange yang berkembang secara sistem enzimatik atau nonenzimetik. Ketika
keseimbangan antara oksidan dan atau deplesi antioksidan akan menimbulkan
stress oksidatif. Stres oksidatif tidak hanya menimbulkan efek kerusakan pada
paru tetapi juga menimbulkan aktivitas molekuler sebagai awal inflamasi paru.
Jadi, ketidakseimbangan antara oksidan dan antioksidan memegang peran penting
pada PPOK.
2.4 Etiologi PPOK Eksaserbasi Akut
Pasien PPOK dikatakan mengalami eksaserbasi akut bila kondisi pasien
mengalami perburukan yang bersifat akut dari kondisi sebelumnya yang stabil dan
4
dengan variasi gejala harian normal sehingga pasien memerlukan perubahan
pengobatan yang sudah biasa digunakan.4
Beberapa faktor pencetus eksaserbasi akut pada PPOK yaitu: infeksi
(virus, bakteri), pajanan dengan polutan/polusi udara, penghentian pengobatan,
bronkospasme, dan perubahan diet. Infeksi virus didapatkan pada 30% kasus.
Infeksi virus selanjutnya mempermudah peningkatan jumlah kolonisasi kuman
yang sudah ada sebelumnya dalam lumen bronkus, sehingga menyebabkan infeksi
sekunder oleh bakteri. Pada 25 % pasien PPOK yang stabil dapat ditemukan
kolonisasi kuman, dan pada umumnya yang terbanyak yaitu Hemophilus influenza
dan Streptococcus pneumonia. Peningkatan jumlah kuman yang sudah ada
sebelumnya dalam lumen bronkus dapat berperan sebagai faktor pencetus dari
51,7% pasien PPOK yang mengalami eksaserbasi akut. Pada eksaserbasi akut
yang berat dapat ditemukan kuman yang lebih beragam yaitu basil enteric gram
negatif, Pseudomonas, Chlamidia pneumonia, dan Mycoplasma pneumonia.
Sekitar sepertiga penyebab eksaserbasi akut ini tidak diketahui. Merokok
merupakan penyebab PPOK terbanyak (95% kasus) di negara berkembang.6
2.5 Patogenesis
Pada bronkhitis kronis perubahan awal terjadi pada saluran udara yang
kecil. Selain itu, terjadi destruksi jaringan paru disertai dilatasi rongga udara distal
(emfisema), yang menyebabkan hilangnya elastic recoil, hiperinflasi,
terperangkapnya udara, dan peningkatan usaha untuk bernapas, sehingga terjadi
sesak napas. Pada saluran napas kecil terjadi penebalan akibat peningkatan
pembentukan folikel limfoid dan penimbunan kolagen di bagian luar saluran
napas, sehingga menghambat pembukaan saluran napas. Lumen saluran napas
kecil berkurang karena penebalan mukosa berisi eksudat sel radang yang
meningkat sejalan dengan beratnya penyakit. Hambatan aliran udara pada PPOK
disebabkan oleh beberapa derajat penebalan dan hipertofi otot polos pada
bronkiolus respiratorius. Dengan berkembangnya penyakit, kadar CO2 meningkat
dan doronga n respirasi bergeser dari CO2 ke hipoksemia, dorongan pernapasan
juga mungkin akan hilang sehingga memicu terjadinya gagal napas.1,3
5
Menurut Hipotesis Elastase-Anti Elastase, di dalam paru terdapat
keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan antielastase untuk mencegah
terjadinya kerusakan jaringan. Perubahan keseimbangan antara enzim proteolitik
elastase dan antielastase akan menimbulkan kerusakan jaringan elastin paru.
Ketidakseimbangan ini dapat dipicu oleh adanya rangsangan pada paru antara lain
oleh asap rokok dan infeksi yang menyebabkan elastase bertambah banyak atau
oleh adanya defisiensi alfa-1 antitripsin.5
Pada PPOK terjadi penyempitan saluran napas dan keterbatasan aliran
udara karena beberapa mekanisme inflamasi, produksi mukus yang berlebihan,
dan vasokontriksi otot polos bronkus, seperti terlihat pada gambar 1.
Gambar 1. Perbandingan saluran pernapasan pada PPOK dan normal
Saluran napas normal akan melebar karena perlekatan alveolar selama
ekspirasi diikuti oleh proses pengosongan alveolar dan pengempisan paru.
Perlekatan alveolar pada PPOK rusak karena emfisema menyebabkan penutupan
jalan napas ketika ekspirasi dan menyebabkan air trapping pada alveoli dan
hiperinflasi. Saluran napas perifer mengalami obstruksi dan destruksi karena
proses inflamasi dan fibrosis, lumen saluran napas tertutup oleh sekresi mukus
yang terjebak akibat bersihan mukosilier kurang sempurna.1 Proses pernapasan
normal dibandingkan PPOK terlihat pada gambar 2.
Ekspirasi Normal Ekspirasi PPOK6
Ekspirasi mudah karena elastic recoil
alveolus normal dan bronkus normal.
Ekspirasi sulit karena penurunan
elastic recoil alveolus dan penyempitan bronkus.
2.6 Manifestasi Klinis dan Klasifikasi
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanda dan gejala
ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan sampai
ditemukan kelainan yang jelas dan tanda inflasi paru. Diagnosis PPOK
dipertimbangkan bila timbul tanda dan gejala seperti berikut ini : 3
1. Sesak
Sesak yang bersifat progresif dimana semakin bertambah berat seiring
berjalannya waktu (kronik), bertambah berat atau dipicu dengan aktivitas,
persisten dan menetap sepanjang hari, keluhan bernafas berat, sukar bernafas
dan terengah-engah saat bernafas.
2. Batuk kronik berdahak
Setiap batuk kronik berdahak dapat mengidentifikasikan PPOK. Batuk
kronik dengan dahak (pada bronkitis kronik keadaan ini terjadi setiap hari
selama ≥ 3 bulan dalam 1 tahun pada sedikitnya 2 tahun berturut-turut.
3. Riwayat terpajan faktor risiko
Riwayat pajanan terhadap faktor rosiko yang dialami pasien seperti asap
rokok, debu, bahan kimia ditempat kerja dan termasuk juga asap dapur.
7
Pasien yang mengalami eksaserbasi akut dapat ditandai dengan gejala yang
khas seperti :3
- Batuk makin sering / hebat
- Produksi sputum bertambah banyak
- Sputum berubah warna
- Sesak nafas bertambah
- Keterbatasan aktivitas bertambah
- Kesadaran menurun
Klasifikasi Anthonisen tentang PPOK eksaserbasi akut dibagi menjadi
tiga, antara lain : 3
1. Tipe I (eksaserbasi berat) : terdapat peningkatan gejala sesak nafas,
peningkatan produksi sputum, dan peningkatan purulensi sputum
2. Tipe II (eksaserbasi sedang) hanya memiliki 2 gejala diatas
3. Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala diatas ditambah dengan
infeksi saluran nafas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain,
peningkatan batuk, peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernafasan
> 20% nilai dasar, atau frekuensi nadi > 20% nilai dasar.
Tabel klasifikasi PPOK menurut GOLD (Global Initiative for Chronic
Obstructive Lung Disease) 20103
GOLD 2010
Derajat Klinis Faal paru
Gejala klinis
(batuk, produksi suptum)
Normal
Derajat I:
PPOK ringan
Gejala batuk kronik dan produksi
sputum tapi sering. Pada derajat
ini pasien sering tidak menyadari
bahwa faal paru mulai menurun
VEP1/KVP <70%
VEP1≥ 80% prediksi
Derajat II:
PPOK sedang
Gejala sesak mulai dirasakan saat
aktivitas dan kadang ditemukan
gejala batuk dan produksi sputum.
VEP1/KVP <70%
50%<VEP1<80%
prediksi
8
Pada derajat ini biasanya pasien
mulai memeriksa kesehatannya.
Derajat III:
PPOK berat
Gejala sesak lebih berat,
penurunan aktivitas, rasa lelah dan
serangan eksaserbasi semakin
sering dan berdampak pada
kualitas hidup pasien
VEP1/KVP <70%
30%<VEP1<50%
prediksi
Derajat IV:
PPOK sangat
berat
Gejala diatas ditambah tanda-
tanda gagal napas atau gagal
jantung kanan dan ketergantungan
oksigen. Pada derajat ini kualitas
hidup pasien meburuk dan jika
eksaserbasi dapat mengancam
jiwa
VEP1/KVP <70%
VEP1<30% prediksi atau
VEP1<50% prediksi
disertai gagal nafas
kronik
2.7 Diagnosis
Diagnosis PPOK ditegakan berdasarkan pada anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. PPOK klinis didiagnosis berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan foto toraks. Sedangkan diagnosis derajat PPOK
dilanjutkan dengan pemeriksaan spirometri.1
Diagnosis PPOK klinis ditegakan apabila:
a. Anamnesis
- Ada faktor resiko: usia pertengahan, dan riwayat pajanan (asap rokok,
polusi udara, dan polusi tempat kerja).
- Gejala:
- Batuk kronik (batuk hilang timbul selama 3 bulan yang tidak
hilang dengan pengobatan yang diberikan).
- Berdahak kronik (kadang tanpa disertai batuk).
-Sesak nafas (terutama pada saat melakukan aktifitas dan
semakin mengalami perburukan yang progresif).
b. Pemeriksaan fisik
9
- Inpeksi : Bentuk dada barrel chest, penampilan pink puffer, terdapat
cara bernafas purse lip breathing, terlihat penggunaan dan hipertrofi
otot bantu nafas, pelebaran sela iga.
- Palpasi : Fremitus melemah, sela iga melebar
- Perkusi : hipersonor, batas jantung mengecil, letak diagframa rendah,
hepar terdorong kebawah.
- Auskultasi: suara nafas vesikuler melemah atau normal, ekspirasi
memanjang, mengi(pada saat eksaserbasi), dan ronki
- Pink puffer : Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus,
kulit kemerahan dan pernapasan pursed – lips breathing.
- Blue bloater : Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk
sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru,
sianosis sentral dan perifer.
- Pursed - lips breathing : Sikap seseorang yang bernapas dengan mulut
mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai
mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi
sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang
terjadi pada gagal napas kronik.
c. Pemeriksaan penunjang
- Spirometri3
Penilaian menggunakan spirometri dapat menentukan derajat
obstruksi dan merupakan parameter yang paling umum yang
digunakan dalam penilaian beratnya PPOK dan memantau perkalanan
penyakit, berdasarkan penilaian VEP1, VEP1 prediksi, KVP,
VEP1/KVP dan Uji bronkodilator (saat diagnosis ditegakkan): VEP1
diukur sebelum diberikan bronkodilator, 80% prediksi
- Laboratorium : peningkatan kadar Hb dan jumlah eritrosit (polisitemia
sekunder) dan Defisiensi kadar alfa-1 antitripsin (kongenital).
- Foto toraks : pada emfisema akan didapatkan paru hiperinflasi atau
hiperlusen, diagframa mendatar dan letak rendah, corakan
bronkovaskuler meningkat, bulla, dan jantung menggantung (jantung
pendulum/eye drop appearance). Sedangkan pada bronkitis kronis
10
akan terlihat gambaran paru normal, namun terlihat corakan
bronkovaskular meningkat.
- Analisis gas darah pada semua pasien dengan VEP1 < 40% prediksi
dan secara klinis diperkirakan gagal napas atau gagal jantung kanan.
- Kultur dan sensitivitas kuman
Diperlukan untuk mengetahui kuman penyebab serta resistensi kuman
terhadap antibiotik yang dipakai. Pemeriksaan ini juga diperlukan jika
tidak ada respon terhadap antobiotik yang dipakai sebagai pengobatan
pada permulaan penyakit.3
Adapun gejala dari eksaserbasi akut, yaitu:2,7
- Peningkatan volum sputum
- Peningkatan purulensi atau perubahan warna sputum
- Sesak nafas yang bertambah berat.
Derajat eksaserbasi akut dibagi menjadi 3 yaitu: Tipe I (eksaserbasi berat:
memiliki 3 gejala diatas), Tipe II (eksaserbasi sedang: memiliki 2 gejala) dan Tipe
III (eksaserbasi ringan: memiliki 1 gejala).
2.8 Diagnosis BandingPPOK dan diagnosis banding3,4
Diagnosis Gambaran klinis
PPOK 1. Onset pada usia pertengahan
2. Gejala semakin progresif
3. Terdapat riwayat merokok atau terpajan oleh
polusi yang berbahaya.
Asma 1. Onset pada awal usia dini
2. Gejala bervariasi dari hari ke hari
3. Gejala memburuk pada malam atu dini hari
4. Riwayat alergi, rhinitis, atau eksim
5. Riwayat keluarga asma
Gagal jantung
kongesti
1. Ronki halus di basal paru
2. Foto thorak memperlihatkan pembesaran
11
jantung, edema paru
3. Riwayat hipertensi
4. Pemeriksaan faal paru: indikasi restriksi volume
Bronkiektasis 1. Sputum purulen dalam jumlah yang banyak
2. Sering berhubungan dengan infeksi bakteri
3. Foto thoraks: dilatasi bronkus dan penebalan
dinding bronkus
Tuberkulosis 1. Onset semua usia
2. Gambaran thoraks : infiltrasi paru
3. Konfirmasi mikrobiologi (BTA +)
4. Lokasi prevalensi TB tinggi
Panbronkiolitis
difuse
1. Dominan pada keturunan etnis asia
2. Umumnya laki-laki, riwayat sinusitis kronis
Penyakit lain yang bisa menjadi diagnosis banding PPOK antara lain :
1. SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberkulosis) adalah penyakit obstruksi
saluran nafas yang ditemukan pada pasien pasca tuberkulosis dengan lesi paru
minimal.
2. Pneumothoraks dimana keadaan cembung ditempat kelainan, perkusi
hipersonor, auskultasi saluran nafas melemah.
3. Penyakit paru dengan obstruksi saluran nafas lain misalnya destroyed lung.
2.9 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan :1
- Mengurangi gejala
- Mencegah progresivitas penyakit
- Meningkatkan toleransi latihan
- Meningkatkan status kesehatan
- Mencegah dan menangani komplikasi
- Mencegah dan menangani eksaserbasi
- Menurunkan kematian12
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :1
1. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada
PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena
PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi
adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan
fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari
pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan
dari asma.
Tujuan edukasi pada pasien PPOK :
1. Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan
2. Melaksanakan pengobatan yang maksimal
3. Mencapai aktiviti optimal
4. Meningkatkan kualiti hidup
2. Farmakologi
Bronkodilator
a. Agonis ß-2 : salbutamol 2,5-5 mg/ml; terbutalin5-10 mg/ml. Bentuk
inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan
dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan
digunakan bentuk tablet yang berefek panjang.
b. Antikolinergik : Ipratropium brom0,25-0,5 mg/ml, tiotropium digunakan
pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga
mengurangi sekresi lendir.
c. Kombinasi antikolinergik dan agonis ß-2 : Kombinasi kedua golongan
obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena kedunya
mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat
kombinasi lebih sederhana dan mudah digunakan.
d. Metilxantin : teofilin lepas lambat, bila kombinasi ß-2 dan steroid belum
memuaskan. Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan
jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat.
Antiinflamasi
13
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon/prednison.
Mukolitik
Glisehanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan
mempercepat perbaikan eksasebasi, terutama pada bronchitis kronik dengan
sputum yang kental (misalnya ambroxol, erdostein).
Antitusif
Kodein hanya diberikan bila batuk kering dan sangat mengganggu.
Antibiotik
Hanya diberikan bila terdapat eksasebasi. Diberikan jika gejala sesak nafas
dan batuk disertai dengan peningkatan volum dan purulensi sputum. Antibiotik
yang diberikan hendaknya berspektrum luas yang bisa membunuh H.influenza,
S.pneumoniae, dan M.catarrhalis sambil menunggu hasil kultur sensitive kuman.
Tabel 2.2 Antibiotik yang umumnya digunakan pada PPOK eksaserbasi akut.
Eksaserbasi ringan-sedang Eksaserbasi sedang-berat
Lini pertama
- Doksisiklin 100mg 2x/hari
- Kotrimoksasol 2x1tab/hari
Sefalosporin
- Ceftriakson 1-2 g IV/hari
- Cefotaksim 1g tiap 8-12 jam
- Ceftazidime 1-2 g IV tiap 8-12
jam
Amoksisklin-klavulanat
- 125mg tab 3x sehari
Penicilin antipseudomonal
Piperasillin - tazobaktam 3,375
gIV/6jam
Ticarcilinclavulanat 3,1 g IV/6jam
Makrolide Fluoroquinolones
14
- Klarithromisin 500mg 2x/hari
- Azitrommisin 500 mg pertama,
selanjutnya 250mg/hari
- Levofloksasin 500mg IV/hari
- Gatifloksasin 400mg IV/hari
Fluoroquinolone
- Levofloksasin 500mg/hari
- Gatifloksasin 400mg/hari
- Moksifloksasin 400mg/hari
Amiglosida
- Tobramisin 1mg/kgbb/8-12 jam
3. Terapi oksigen dan ventilasi
Pemberian terapi oksigen dibutuhkan untuk meningkatkan saturasi oksigen
mencapai > 90%. Pemberian oksigen melalui sungkup aliran tinggi (ventury
mask) lebih menguntungkan daripada penggunaan kanul nasal, tetapi kanul nasal
lebih dapat ditoleransi. Ventilasi mekanik dapat digunakan apabila pemberian
oksigen tidak adekuat. Pemberian ventilasi mekanik di usahakan dengan
noninvasive positive pressure ventilation (NIPVV), bila tidak berhasil ventilasi
mekanik yang digunakan dengan invasive yaitu melalui intubasi. Nilai pH yang
kurang dari 7,36 dan PaCO2 lebih dari 45 mmHg mengindikasikan untuk
memberkan ventilasi mekanik.
4. Nutrisi
Tatalaksana PPOK eksaserbasi1
Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rumah : bronkodilator seperti
pada PPOK stabil, dosis 4-6 kali 2-4 hirup sehari. Steroid oral dapat diberikan
selama 10-14 hari. Bila infeksi: diberikan antibiotika spektrum luas (termasuk
S.pneumonie, H influenzae, M catarrhalis).
Terapi eksaserbasi akut di rumah sakit:
- Terapi oksigen terkontrol, melalui kanul nasal atau venturi mask
- Bronkodilator: inhalasi agonis 2 (dosis & frekwensi ditingkatkan) +
antikolinergik. Pada eksaserbasi akut berat: + aminofilin (0,5
mg/kgBB/jam)
- Steroid: prednisolon 30-40 mg PO selama 10-14 hari.
Steroid intravena: pada keadaan berat
15
Antibiotika terhadap S pneumonie, H influenza, M catarrhalis.
- Ventilasi mekanik pada: gagal akut atau kronik
16
Algoritma Penanganan PPOK :3
17
Terapi jangka panjang dilakukan dengan :
- Antibiotik untuk kemoterapi preventif, ampisilin 4 x 0,25-0,5 g dapat
menurunkan eksaserbasi akut.
- Bronkodilator, tergantung tingkat reversibelitas obstruksi saluran napas
tiap pasien, maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan
objektif dari fungsi faal paru.
- Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik.
- Mukolitik dan ekspektoran.
18
2.10 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :3
a. Gagal napas
- Gagal napas kronik
Hasil analisis gas darah PO2 < 60 mmHg, PCO2 > 60 mmHg, dan pH
normal, penatalaksanaan :
Jaga keseimbangan PO2 dan PCO2.
Bronkodilator adekuat.
Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu
tidur.
Antioksidan
Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik, ditandai oleh :
Sesak napas dengan atau tanpa sianosis
Sputum bertambah dan purulen
Demam
Kesadaran menurun
b. Infeksi berulang
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan
terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada
kondisi kronik ini imunitas menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya
kadar limfosit darah.
c. Kor pulmonal
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50%, dapat disertai
gagal jantung kanan.
19