BAB II
-
Upload
rizki-yanies -
Category
Documents
-
view
215 -
download
0
description
Transcript of BAB II
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengetahuan
2.1.1 Definisi
Pengetahuan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui pancaindera manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. (Notoatmodjo,2007:139).
Pengetahuan dapat diperoleh melalui proses belajar yang terjadi
dimana dan kapan saja. Pengetahuan merupakan hal yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.
Pengetahuan mempunyai 6 tingkatan yaitu :
a. Tahu ( Know )
Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini
adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari
seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah
diterimanya. Oleh sebab itu merupakan tingkatan pengetahuan
yang paling yang paling rendah.
10
11
b. Memahami (Comprehension)
Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang dikaetahui dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar,
c. Aplikasi (Aplication)
Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).
d. Analisis (Analysis)
Suatu kemampuan dalam menjabarkan materi atau objek
kedalam komponen-komponaen tetapi masih dalam struktur
organisasi tersebut.
e. Sintesis (Synthesis)
Menunjukan kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru. Dengan kata lain suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru.
f. Evaluasi (Evaluation)
Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian
terhadap suatu objek atau materi. Pengukuran pengetahuan dapat
dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan
tentang isi materi yang untuk diukur dari subjek penelitian atau
responden. (Notoatmodjo, 2007:142).
12
2.1.2 Proses Adopsi / Perilaku
Berdasarkan pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku
yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku
yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rongers (1974)
mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru
(berperilaku baru).
Di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :
a. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulasi / obyek.
b. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulasi
c. Evaluation (menimbang-nimbang) baik dan tidaknya stimulasi
tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden mulai tidak
baik.
d. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.
e. Adoption, subyek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulasi.
(Notoatmodjo, 2003:128).
2.1.3 Mengukur Pengetahuan
Mengukur pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket dengan menanyakan isi materi yang ingin diukur dari objek
peneliti atau responden. Menurut Arikunto (2006, 344), Pengetahuan
dapat diukur melalui standar penguasaan suatu materi, yaitu :
13
a. Kategori baik apabila pertanyaan dijawab dengan benar oleh
responden >76 %
b. Kategori cukup apabila pertanyaan dijawab dengan benar oleh
responden 60 % - 75 %
c. Kategori kurang apabila pertanyaan dijawab dengan benar oleh
responden < 60 %.
2.2 Imunisasi
2.2.1 Definisi
Imunisasi adalah suatu usaha memberikan kekebalan pada bayi
dan anak terhadap penyakit tertentu sehingga tidak terserang penyakit
tersebut dan apabila terserang penyakit tersebut tidak berakibat fatal
(Depkes RI, 2005).
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten, anak di
imunisasi berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu.
Anak kebal atau resisten terhadap suatu penyakit, tetapi belum tentu
kebal terhadap penyakit yang lain (Notoatmodjo, 2007 : 43).
2.2.2 Tujuan Imunisasi
Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit
tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada
sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan
penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar variola.
Keadaan yang terakhir ini lebih mungkin terjadi pada jenis penyakit
14
yang hanya dapat ditularkan melalui manusia, seperti penyakit difteria
(Matondang, C.S, & Siregar, S.P, 2008 : 10).
Tujuan utama kegiatan imunisasi adalah menurunkan angka
kesakitan dan kematian akibat Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan
Imunisasi (PD3I). PD3I adalah penyakit-penyakit yang menular yang
sangat potensial untuk menimbulkan wabah dan kematian terutama
pada balita. Sebelum kegiatan imunisasi dipergunakan secara luas di
dunia, banyak anak yang terinfeksi penyakit seperti penyakit polio,
campak, pertusis, dan difteri yang dapat berakibat kematian dan
kecacatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).
Program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan
dan kematian dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Saat
ini penyakit-penyakit tersebut adalah difteri, tetanus, batuk rejan
(pertusis), campak (measles), polio, dan tuberkulosis (Notoatmodjo,
2007 : 46).
2.2.3 Manfaat Imunisasi
Manfaat imunisasi tidak hanya dirasakan oleh pemerintah dengan
menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi, tetapi juga dirasakan oleh :
a. Untuk anak
Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan
kemungkinan cacat atau kematian.
15
b. Untuk keluarga
Menghilangkan kecemasan dan biaya pengobatan yang akan
dikeluarkan bila anak sakit. Hal ini mendorong penyiapan keluarga
yang terencana, agar sehat dan berkualitas.
c. Untuk negara
Memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat
untuk melanjutkan pembangunan negara dan memperbaiki citra
bangsa.
2.2.4 Jenis Imunisasi
Secara umum imunisasi dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam :
a. Imunisasi Aktif (active immunization)
Merupakan pemberian zat sebagai antigen yang diharapkan
akan terjadi suatu proses infeksi buatan sehingga tubuh mengalami
reaksi imunologi spesifik yang akan menghasilkan respons seluler
dan humoral serta dihasilkannya sel memori, sehingga apabila
benar-benar terjadi infeksi maka tubuh secara cepat dapat
merespons. Dalam imunisasi aktif terdapat 4 macam kandungan
dalam setiap vaksinasinya antara lain:
1) Antigen, merupakan bagian dari vaksin yang berfungsi sebagai
zat atau mikroba guna terjadinya semacam infeksi buatan dapat
berupa poli sakarida, toksoid atau virus dilemahkan atau
bakteri dimatikan.
16
2) Pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultur
jaringan
3) Preservatif, stabiliser dan antibiotika yang berguna untuk
menghindari tumbuhnya mikroba dan sekaligus untuk
stabilisasi antigen.
4) Adjuvan yang terdiri dari garam aluminium yang berfungsi
untuk meningkatan imunogenitas antigen.
b. Imunisasi Pasif (pasive immunization)
Merupakan pemberian zat (imunoglubulin) yaitu suatu zat
yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal
dari plasma manusia atau binatang yang digunakan untuk
mengatasi mikroba yang diduga sudah masuk dalam tubuh yang
terinfeksi (Hidayat, A, 2005).
2.2.5 Syarat-syarat Imunisasi
Ada beberapa jenis penyakit yang dianggap berbahaya bagi anak,
yang pencegahannya dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi
dalam bentuk vaksin. Dapat dipahami bahwa imunisasi hanya dilakukan
pada tubuh yang sehat. Berikut ini keadaan yang tidak boleh
memperoleh imunisasi, yaitu : anak sakit keras, keadaan fisik lemah,
dalam masa tunas suatu penyakit, sedang mendapat pengobatan dengan
sediaan kortigosteroid atau obat imunosupresif lainnya (terutama vaksin
hidup) karena tubuh mampu membentuk zat anti yang cukup banyak
(Huliana : 2003).
17
Dalam pemberian imunisasi ada syarat yang harus diperhatikan
yaitu: diberikan pada bayi atau anak yang sehat, vaksin yang harus di
berikan harus baik, di simpan di lemari es dan belum lewat masa
berlakunya, pemberian imunisasi dengan tehnik yang tepat, mengetahui
jadwal imunisasi dengan melihat umur dan jenis imunisasi yang telah
diterima, meneliti jenis vaksin yang diberikan, memberikan dosis yang
akan diberikan, mencatat nomor bacth pada buku anak atau kartu
imunisasi serta memberikan informed concent kepada orang tua atau
keluarga sebelum melakukan tindakan imunisasi yang sebelumnya telah
di jelaskan kepada orang tuanya tentang manfaat dan efek samping atau
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang dapat timbul setelah
pemberian imunisasi (Depkes RI, 2005).
2.2.6 Ruang Lingkup, Kebijakan dan Strategi Program Imunisasi
a. Ruang Lingkup Program Imunisasi
Pedoman ini mengatur tentang penyelenggaraan imunisasi
dasar, imunisasi lanjutan serta imunisasi tambahan terhadap
penyakit-penyakit yang sudah masuk kedalam program imunisasi
yaitu: Tuberkolusis, Difteri, Tetanus, Pertusis, Polio, Campak dan
Hepatitis B (Departemen Kesehatan RI, 2005:12).
b. Kebijakan Program Imunisasi
1) Penyelenggaraan Imunisasi dilaksanakan oleh pemerintah,
swasta dan masyarakat, dengan mempertahankan prinsip
keterpaduan antara lain pihak terkait.
18
2) Mengupayakan pemerataan jangkauan pelayanan imunisasi
baik terhadap sasaran masyarakat maupun sasaran wilayah.
3) Mengupayakan kualitas pelayanan yang bermutu
4) Mengupayakan kesinambungan penyelenggaraan melalui
perencanaan program dan anggaran terpadu.
5) Perhatian khusus diberikan untuk wilayah rawan social, rawan
penyakit (KLB) dan daerah-daerah sulit secara geografis.
(Departemen Kesehatan RI, 2005:12).
c. Strategi Program Imunisasi
1) Memberikan pelayanan kepada masyarakat dan swasta
2) Membangun kemitraan dan jenjang kerja.
3) Menjamin ketersediaan dan kecukupan vaksin, peralatan rantai
vaksin dan alat suntik.
4) Pelayanan imunisasi dilaksanakan oleh tenaga professional /
terlatih.
5) Pelaksanan sesuai dengan standar
6) Memanfaatkan perkembangan metode dan teknologi yang
lebih efektif berkualitas dan efisien.
7) Meningkatkan advokasi, fasilitasi dan pembinaan.
(Departemen Kesehatan RI, 2005:13).
19
d. Tempat Pelayanan Imunisasi
Pelayanan Imunisasi dilaksanakan di berbagai tempat, antara lain :
1) Pelayanan imunisasi di dalam gedung dilaksanakan di
Puskesmas, Puskesmas pembantu, Posyandu, rumah sakit dan
rumah bersalin
2) Pelayanan Imunisasi diluar gedung dilaksanakan di Posyandu,
disekolah dan kunjungan rumah atau sweping.
3) Pelayanan imunisasi rutin dapat juga diselengggarakan oleh
swasta seperti rumah sakit swasta, dokter praktek swasta, bidan
praktek (Departemen Kesehatan RI, 2005:14).
2.2.7 Imunisasi Dasar
Imunisasi dasar yaitu imunisasi yang pertama dan perlu diberikan
pada semua orang, terutama bayi dan anak sejak lahir untuk melindungi
tubuhnya dari penyakit-penyakit yang berbahaya. Lima jenis imunisasi
dasar yang diwajibkan pemerintah adalah imunisasi terhadap tujuh
penyakit, yaitu : TBC, difteri, tetanus, pertusis (batuk rejan),
poliomyelitis, campak dan hepatitis B. (Maryunani, 2010:215)
Status lengkap dan imunisasi tidak lengkap, Imunisasi lengkap
adalah balita yang mendapatkan suntikan antigen 8 kali : BCG 1 x, DPT
3 x, HB 3 x, dan Campak 1 x sebelum berumur lebih dari 1 tahun.
Imunisasi tidak lengkap adalah balita yang mendapatkan suntikan
antigen kurang dari 8 kali yaitu BCG 1 x, DPT 3 x, HB 3 x dan Campak
1 x.
20
Tabel. 2.1 Jadwal Pemberian Lima Imunisasi Dasar Lengkap (LIL) Bayi Usia dibawah 1 tahun
Jenis Imunisasi
Pemberian Imunisasi
Interval / Jarak
Umur Keterangan
Hepatitis / HBO
1 X - 0 - 7 Hari
BCG 1 X - 0 – 11 Bulan
DPT 3 X4 Minggu (minimal)
2 – 11 Bulan
POLIO 3 X4 Minggu (minimal)
0 – 11 Bulan
Hepatitis B 3 X4 Minggu (minimal)
2 – 11 Bulan
Campak 1 X - 9 – 11 Bulan
Sumber : Departemen Kesehatan RI, 2005:23
a. Imunisasi BCG
Imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif
terhadap penyakit tuberkolussis (TBC) yaitu penyakit paru yang
menular, yang disebabkan masuknya kuman Myobacterium
tubercolusis.
1) Pemberian Imunisasi BCG
Frekwensi pemberian imunisasi BCG adalah satu kali dan
tidak perlu diulang, sebab vaksinnya mengandung kuman
TBC yang telah dilemahkan, sehingga antibodi yang
dihasilkannya tinggi. Berbeda dengan Vaksin berisi kuman
yang mati hingga perlu dilakukan pengulangan.
2) Usia Pemberian Imunisasi BCG
Sedini mungkin atau secepatnya, tetapi pada umumnya
dibawah usia 2 bulan, jika diberikan diatas usia 2 bulan
21
disarankan untuk test Mantouk terlebih dahulu untuk
mengetahui apakah bayi sudah kemasukan kuman
mycobacterium tuberculosis atau belum, bila hasilnya negatif
bayi bisa di vaksinasi BCG. Cara penyuntikan imunisasi BCG
disuntikan secara intrakutan pada lengan atas dosis 0,05 ml.
3) Efek Samping Imunisasi BCG
Umumnya tidak ada, namun pada beberapa anak timbul
pembengkakan kelenjar getah bening di ketiak atau leher
bagian bawah dan biasanya akan sembuh sendiri.
4) Kontra indikasi Imunisasi BCG
Imunisasi BCG tidak dapat diberikan pada anak yang
berpenyakit tuberkolusis atau test Mantoux positif dan anak
mempunyai penyakit kulit yang berat/ menahun. (Maryunani,
2010:216).
b. Imunisasi DPT
Merupakan imunisasi 3-in-1 yang digunakan untuk mencegah
terjadinya penyakit difteri, pertusis dan tetanus. Imunisasi DPT ini
diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap beberapa
penyakit berikut ini, yaitu :
1) Penyakit Difteri
Merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Corynebacterium Diphteriae. Mudah menular dan menyerang
terutama saluran nafas bagian atas atau tenggorokan yang
22
sangat berbahaya karena menimbulkan tenggorokan tersumbat,
racun difteri dapat merusak otot jantung yang menyebabkan
kematian dalam beberapa hari saja. Penularan umumnya
melalui udara (batuk/bersin), selain itu dapat melalui benda
atau makanan yang terkontaminasi.
2) Penyakit Pertusis
Penyakit infeksi saluran nafas atau radang paru (pernafasan)
yang disebut batuk rejan atau batuk 100 hari atau sakitnya bisa
3 bulan lebih. Yang disebabkan oleh bakteri Bordetella
Pertusis. Gejala penyakit ini sangat khas yaitu batuk yang
bertahap, panjang, terus menerus sukar berhenti, kebiruan
diakhiri dengan tarikan nafas panjang, dalam berbunyi
melengking dan lama disertai muntah, mata bengkak atau
penderita dapat meninggal karena kesulitan nafas.
Penularannya terjadi melalui udara (batuk/bersin).
3) Tetanus
Merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena
mempengaruhi sistem urat syaraf dan otot, yang disebabkan
oleh bakteri Clostridium tetani. Gejalanya diawali dengan
kejang otot rahang (trismus atau kejang mulut), dengan mulut
terkunci sehingga tidak bisa terbuka atau membuka. Kejang
secara cepat merambat ke otot perut, lengan atas dan paha.
Pencegahan paling efektif adalah imunisasi bersamaan difteri,
23
pertusis dan tetanus biasanya disebut imunisasi DPT sebanyak
3 kali.
4) Pemberian Imunisasi DPT
Frekwensi pemberian imunisasi DPT adalah 3 kali, yaitu pada
usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan. Vaksin yang digunakan
mengandung racun kuman difteri yang telah dihilangkan sifat
racunnya dan dapat merangsang pembentukan zat anti (toxoid).
Cara penyuntikannya melalui suntikan Intra Muskuler (I.M).
5) Efek Samping Imunisasi DPT
Biasanya terjadi gejala ringan, demam, rewel selama 1-2 hari,
kemerahan, pembengkakan, agak nyeri pada tempat suntikan,
dan akan hilang dengan sendirinya dalam beberapa hari, atau
jika anak demam dapat diberikan obat penurun panas bayi, beri
minuman lebih banyak.
6) Kontra Indikasi
Imunisasi tidak dapat diberikan pada anak-anak yang
mempunyai penyakit atau kelainan saraf yang bersifat
keturunan atau bukan, seperti epilepsy, pernah dikarena infeksi
otak, demam yang tinggi, kejang.
c. Imunisasi Polio
Imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan
yang menyerang saraf dan dapat mengakibatkan lumpuh kaki.
Imunisasi ini digunakan untuk mencegah penyakit poliomyelitis
24
yang dapat menyebabkan kelumpuhan pada anak, kandungan
vaksin polio adalah virus yang dilemahkan.
1) Pemberian Imunisasi Polio
Bisa dilakukan lebih dari jadwal yang telah ditentukan yaitu 4
kali pada umur bayi 0 – 11 bulan, mengingat adanya imunisasi
polio massal atau Pekan Imunisasi Nasional, tidak ada istilah
overdosis dalam imunisasi. Cara pemberian imunisasi polio
melalui oral / mulut (Oral Poliomyelitis Vaccine/OPV).
2) Efek Samping dan Kontra Indikasi Imunisasi Polio
Hanya sebagian kecil saja yang mengalami pusing, diare
ringan, kasusnyapun jarang. Kontra indikasi sebaiknya tidak
diberikan pada penderita diare berat atau sedang sakit parah,
seperti demam tinggi, anak dengan HIV/AIDS, penyakit
kanker atau keganasan. Tingkat kekebalan bisa mencegah
penyakit polio hingga 90 %. (Maryunani, 2010:219).
d. Imunisasi Campak
Campak adalah penyakit yang sangat menular yang
disebabkan oleh virus yang bernama virus campak, penularannya
melalui udara ataupun kontak langsung dengan penderita.
Gejalanya adalah demam, batuk, pilek dan bercak-bercak merah
pada permukaan kulit 3-5 hari setelah anak demam. Komplikasi
dari penyakit cmpak adalah radang paru-paru infeksi pada telinga
radang pada syaraf, radang pada sendi, radang pada otak yang
25
dapat menyebabkan kerusakan otot permanen atau menetap.
Imunisasi yang diberikan dapat menimbulkan kekebalan aktif
taerhadap penyakit campak (morbili/measles). Kandungan vaksin
campak ini adalah virus yang dilemahkan.
1) Pemberian dan Usia Imunisasi Campak
Cara pemberian imunisasi campak adalah satu kali pada usia 9
bulan dan dianjurkan pemberiannya sesuai jadwal. Cara
penyuntikan di daerah lengan atas secara subkutan.
2) Efek Samping Imunisasi Campak
Biasanya tidak terdapat reaksi akibat imunisasi. Mungkin
terjadi demam ringan dan terdapat efek kemerahan / bercak
merah pada pipi dibawah telinga pada hari ke-7 – 8 setelah
penyuntikan, kemungkinan terdapat bengkak pada tempat
penyuntikan. (Maryunani, 2010:219).
3) Kontra Indikasi Imunisasi Campak
Kontra indikasi pemberian imunisasi campak adalah anak
dengan penyakit infeksi akut yang disertai demam, penyakit
TBC tanpa pengobatan, gizi buruk, penyakit kanker/
keganasan. (Maryunani, 2010:219).
e. Imunisasi Hepatitis B
Imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif
terhadap penyakit hepatitis B, yaitu penyakit yang dapat merusak
hati. ( Maryunani, 2010:221).
26
1) Usia dan Pemberian Imunisasi Hepatitis
Frekwensi imunisasi Hepatitis B adalah 3 kali, pada usia 2 – 6
bulan, biasanya diberikan bersamaan daengan imunisasi DPT
dan Polio. Cara pemberiannya secara Intra Muscular (IM)
dilengan deltoid atau paha anterolateral bay (antero=otot-otot
di bagian depan, lateral= bagian luar). (Maryunani, 2010:221).
2) Efek Samping dan Kontra indikasi Imunisasi Hepatitis
Umumnya sering terjadi keluhan nyeri pada tempat
penyuntikan, yang disusul demam ringan dan pembengkakan,
dan akan menghilang dalam waktu dua hari. Tidak dapat
diberikan pada anak yang menderita sakit berat. (Maryunani,
2010:221).
Tabel. 2.2 Dosis dan Lokasi Pemberian Imunisasi
Jenis Imunisasi Dosis Pemberian Imunisasi
Cara Pemberian Imunisasi
BCG 0.05 Intracutan
DPT 0.5 Intramuskuler
Polio 2 tetes Diteteskan ke mulut
Hepatitis B 0.5 Intramuskuler
Campak 0.5 Subcutan
Sumber : Departemen Kesehatan RI, 2005
2.2.8 Manfaat Imunisasi Dasar
a. Mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan
menghilangkan penyakit tertentu.
27
b. Diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit tertentu.
c. Mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat
membahayakan kesehatan juga mengakibatkan kematian.
d. Menurunkan morbiditas, mortalitas, dan cacat serta bila mungkin
didapat eradikasi sesuatu penyakit dari suatu darah atau negeri.
e. Mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat
membahayakan kesehatan bahkan menyebabkan kematian pada
penderitanya. Menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok
masyarakat (populasi) atau menghilangkan penyakit tertentu dari
dunia seperti imunisasi cacar. (Maryunani, 2010: 210).
Tabel 2.3 Jenis Vaksin dan Manfaat Imunisasi
Vaksin Mencegah Penularan Penyakit
Hepatitis Hepatitis dan kerusakan hati
BCG TBC (Tuberkolusis) yang berat
PolioPolio dapaat menyebabkan lumpuh layuh pada tungkai dan atau lengan
DPT- Dipteri yang menyebabkan penyumbatan jalan nafas- Batuk rejan (Batuk 100 hari).- Tetanus
CampakCampak yang dapat mengakibatkan komplikasi radang paru, radang otak dan kebutaan
Sumber Promosi Kesehatan Tahun 2010
2.2.9 KIPI Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi
KIPI merupakan kejadian ikutan pasca imunisasi yang merupakan
suatu kejadian (medik) sakit dan kematian yang terjadi setelah
menerima imunisasi yang diduga disebabkan oleh imunisasi. Biasanya
terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi atau dapat juga lebih lama.
28
Kejadian mediknya berhubungan dengan imunisasi baik berupa reaksi
samping, reaksi vaksin, reaksi suntikan, kesalahan program dan
koinsiden. (Maryunani, 2005:99).
Gejala klinis KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat dan
dibagi menjadi gejala lokal (abses pada tempat suntikan), reaksi
susunan syaraf pusat (kelumpuhan akut, ensefalopati, ensefalitis,
meningitis, kejang) dan lain-lainnya (reaksi alergi urtikaria, dermatitis,
menangis menjerit tiga jam terus-menerus, syok anafilaktik dan demam
tinggi)
Tabel. 2.4 Kesalahan Program dan Kesalahan KIPI
Kesalahan Program Kesalahan KIPI
- Tidak Steril - Infeksi
- Pemakaian ulang jarum suntik - Abses local di daerah suntikan
- Strerilisasi yang tidak sempurna - Sepsis, sindrom syok toksik
- Vaksinasi atau pelarut terkontaminasi - Infeksi penyakit yang ditularkan lewat darah: hepatitis, HIV
- Pemakaian sisa vaksin setelah pakai pelarut
- Abses local karena kurang Kocokan
- Pemakaian pelarut vaksin yang salah - Vaksin tidak efektif
- Memakai obat pelarut sebagai vaksin - Kematian
- Penyuntikan salah tempat - Reaksi local / abses
- BCG subkutan - Reaksi lokal / abses
- DPT / TT kurang dalam - Reaksi lokal / abses
- Suntikan di bokong - Reaksi local / abses
- Transportasi / penyimpanan vaksin tidak benar
- Reaksi local akibat vaksin beku
- Mengabaikan indikasi dan kontra - Tidak terhindar dari reaksi yang berat
Sumber: Lisnawati, 2011:100
29
2.3 Karakteristik Ibu
Faktor yang dapat berpengaruh terhadap pengetahuan adalah
karakteristik seseorang yaitu ciri-ciri, khusus yang dimiliki oleh seseorang
individu. (Depdiknas:2001).
Karakteristik seseorang dipengaruhi oleh umur, pendidikan, dan paritas.
2.3.1 Umur
Umur seseorang adalah lama waktu hidup atau ada sejak
dilahirkan ada atau diadakan. (Kamus Bahasa Indonesia, 2005:1244).
Ibu yang memiliki umur yang lebih tua cenderung akan lebih mudah
menerima informasi baru sehingga mereka memiliki pengetahuan
tentang imunisasi tentang imunisasi yang luas karena proses berpikir
mereka yang sudah matang. Kesiapan psikologi pada ibu usia kurang
dari 20 tahun dianggap belum siap untuk mandiri, karena wawasan
berpikir yang belum luas dan belum dalam menghadapi permasalahan
rumah tangga. (Notoatmodjo, 2003:97).
2.3.2 Pendidikan
Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti didalam
pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau
perubahan kearah yang lebih dewasa, lebih baik, dan lebih matang pada
diri individu, kelompok, dan masyarakat. (Notoatmodjo, 2003:97).
Dapat kita simpulkan bahwa ibu yang mempunyai tingkatan
pendidikan lebih tinggi mempunyai pengetahuan yang lebih baik di
bandingkan dengan ibu dengan pendidikan yang lebih rendah.
30
Pendidikan adalah proses perubahan sikap dan tingkah laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan, dibagi dalam beberapa
tingkatan, yaitu : SD, SLTP, SLTA, PT, dan lain-lain. (Sisidiknas,
2007:18).
2.3.3 Paritas
Tingkat paritas telah menarik perhatian para peneliti dalam
hubungan kesehatan ibu dan anak. Dikatakan umpamanya bahwa
terdapat kecenderungan kesehatan ibu yang berparitas rendah lebih baik
dari pada yang berparitas tinggi. (Notoatmodjo, 2005:19).
Paritas adalah jumlah persalinan yang pernah dialami wanita.
(Maimunah, 2005:132). Kategori dari pada paritas dibagi tiga, yaitu:
a. Primipara adalah wanita yang sudah pernah melahirkan anak baik
itu hidup ataupun mati (Tiran, 2006:378).
b. Multipara adalah wanita yang pernah melahirkan lebih dari satu
bayi (Tiran, 2006:301).
c. Grande multipara adalah wanita dengan paritas yang tinggi,
biasany wanita yang maelahirkan empat anak atau lebih (Tiran,
2006:192).