BAB II

33
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Definisi Pengetahuan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. (Notoatmodjo,2007:139). Pengetahuan dapat diperoleh melalui proses belajar yang terjadi dimana dan kapan saja. Pengetahuan merupakan hal yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan mempunyai 6 tingkatan yaitu : a. Tahu ( Know ) 10

description

ii

Transcript of BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan

2.1.1 Definisi

Pengetahuan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui pancaindera manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia

diperoleh melalui mata dan telinga. (Notoatmodjo,2007:139).

Pengetahuan dapat diperoleh melalui proses belajar yang terjadi

dimana dan kapan saja. Pengetahuan merupakan hal yang sangat

penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

Pengetahuan mempunyai 6 tingkatan yaitu :

a. Tahu ( Know )

Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini

adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari

seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah

diterimanya. Oleh sebab itu merupakan tingkatan pengetahuan

yang paling yang paling rendah.

10

11

b. Memahami (Comprehension)

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang dikaetahui dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar,

c. Aplikasi (Aplication)

Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).

d. Analisis (Analysis)

Suatu kemampuan dalam menjabarkan materi atau objek

kedalam komponen-komponaen tetapi masih dalam struktur

organisasi tersebut.

e. Sintesis (Synthesis)

Menunjukan kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru. Dengan kata lain suatu kemampuan untuk menyusun

formulasi baru.

f. Evaluasi (Evaluation)

Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian

terhadap suatu objek atau materi. Pengukuran pengetahuan dapat

dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan

tentang isi materi yang untuk diukur dari subjek penelitian atau

responden. (Notoatmodjo, 2007:142).

12

2.1.2 Proses Adopsi / Perilaku

Berdasarkan pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku

yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku

yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rongers (1974)

mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru

(berperilaku baru).

Di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :

a. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulasi / obyek.

b. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulasi

c. Evaluation (menimbang-nimbang) baik dan tidaknya stimulasi

tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden mulai tidak

baik.

d. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.

e. Adoption, subyek telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulasi.

(Notoatmodjo, 2003:128).

2.1.3 Mengukur Pengetahuan

Mengukur pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket dengan menanyakan isi materi yang ingin diukur dari objek

peneliti atau responden. Menurut Arikunto (2006, 344), Pengetahuan

dapat diukur melalui standar penguasaan suatu materi, yaitu :

13

a. Kategori baik apabila pertanyaan dijawab dengan benar oleh

responden >76 %

b. Kategori cukup apabila pertanyaan dijawab dengan benar oleh

responden 60 % - 75 %

c. Kategori kurang apabila pertanyaan dijawab dengan benar oleh

responden < 60 %.

2.2 Imunisasi

2.2.1 Definisi

Imunisasi adalah suatu usaha memberikan kekebalan pada bayi

dan anak terhadap penyakit tertentu sehingga tidak terserang penyakit

tersebut dan apabila terserang penyakit tersebut tidak berakibat fatal

(Depkes RI, 2005).

Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten, anak di

imunisasi berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu.

Anak kebal atau resisten terhadap suatu penyakit, tetapi belum tentu

kebal terhadap penyakit yang lain (Notoatmodjo, 2007 : 43).

2.2.2 Tujuan Imunisasi

Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit

tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada

sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan

penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar variola.

Keadaan yang terakhir ini lebih mungkin terjadi pada jenis penyakit

14

yang hanya dapat ditularkan melalui manusia, seperti penyakit difteria

(Matondang, C.S, & Siregar, S.P, 2008 : 10).

Tujuan utama kegiatan imunisasi adalah menurunkan angka

kesakitan dan kematian akibat Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan

Imunisasi (PD3I). PD3I adalah penyakit-penyakit yang menular yang

sangat potensial untuk menimbulkan wabah dan kematian terutama

pada balita. Sebelum kegiatan imunisasi dipergunakan secara luas di

dunia, banyak anak yang terinfeksi penyakit seperti penyakit polio,

campak, pertusis, dan difteri yang dapat berakibat kematian dan

kecacatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

Program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan

dan kematian dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Saat

ini penyakit-penyakit tersebut adalah difteri, tetanus, batuk rejan

(pertusis), campak (measles), polio, dan tuberkulosis (Notoatmodjo,

2007 : 46).

2.2.3 Manfaat Imunisasi

Manfaat imunisasi tidak hanya dirasakan oleh pemerintah dengan

menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit yang dapat

dicegah dengan imunisasi, tetapi juga dirasakan oleh :

a. Untuk anak

Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan

kemungkinan cacat atau kematian.

15

b. Untuk keluarga

Menghilangkan kecemasan dan biaya pengobatan yang akan

dikeluarkan bila anak sakit. Hal ini mendorong penyiapan keluarga

yang terencana, agar sehat dan berkualitas.

c. Untuk negara

Memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat

untuk melanjutkan pembangunan negara dan memperbaiki citra

bangsa.

2.2.4 Jenis Imunisasi

Secara umum imunisasi dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam :

a. Imunisasi Aktif (active immunization)

Merupakan pemberian zat sebagai antigen yang diharapkan

akan terjadi suatu proses infeksi buatan sehingga tubuh mengalami

reaksi imunologi spesifik yang akan menghasilkan respons seluler

dan humoral serta dihasilkannya sel memori, sehingga apabila

benar-benar terjadi infeksi maka tubuh secara cepat dapat

merespons. Dalam imunisasi aktif terdapat 4 macam kandungan

dalam setiap vaksinasinya antara lain:

1) Antigen, merupakan bagian dari vaksin yang berfungsi sebagai

zat atau mikroba guna terjadinya semacam infeksi buatan dapat

berupa poli sakarida, toksoid atau virus dilemahkan atau

bakteri dimatikan.

16

2) Pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultur

jaringan

3) Preservatif, stabiliser dan antibiotika yang berguna untuk

menghindari tumbuhnya mikroba dan sekaligus untuk

stabilisasi antigen.

4) Adjuvan yang terdiri dari garam aluminium yang berfungsi

untuk meningkatan imunogenitas antigen.

b. Imunisasi Pasif (pasive immunization)

Merupakan pemberian zat (imunoglubulin) yaitu suatu zat

yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal

dari plasma manusia atau binatang yang digunakan untuk

mengatasi mikroba yang diduga sudah masuk dalam tubuh yang

terinfeksi (Hidayat, A, 2005).

2.2.5 Syarat-syarat Imunisasi

Ada beberapa jenis penyakit yang dianggap berbahaya bagi anak,

yang pencegahannya dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi

dalam bentuk vaksin. Dapat dipahami bahwa imunisasi hanya dilakukan

pada tubuh yang sehat. Berikut ini keadaan yang tidak boleh

memperoleh imunisasi, yaitu : anak sakit keras, keadaan fisik lemah,

dalam masa tunas suatu penyakit, sedang mendapat pengobatan dengan

sediaan kortigosteroid atau obat imunosupresif lainnya (terutama vaksin

hidup) karena tubuh mampu membentuk zat anti yang cukup banyak

(Huliana : 2003).

17

Dalam pemberian imunisasi ada syarat yang harus diperhatikan

yaitu: diberikan pada bayi atau anak yang sehat, vaksin yang harus di

berikan harus baik, di simpan di lemari es dan belum lewat masa

berlakunya, pemberian imunisasi dengan tehnik yang tepat, mengetahui

jadwal imunisasi dengan melihat umur dan jenis imunisasi yang telah

diterima, meneliti jenis vaksin yang diberikan, memberikan dosis yang

akan diberikan, mencatat nomor bacth pada buku anak atau kartu

imunisasi serta memberikan informed concent kepada orang tua atau

keluarga sebelum melakukan tindakan imunisasi yang sebelumnya telah

di jelaskan kepada orang tuanya tentang manfaat dan efek samping atau

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang dapat timbul setelah

pemberian imunisasi (Depkes RI, 2005).

2.2.6 Ruang Lingkup, Kebijakan dan Strategi Program Imunisasi

a. Ruang Lingkup Program Imunisasi

Pedoman ini mengatur tentang penyelenggaraan imunisasi

dasar, imunisasi lanjutan serta imunisasi tambahan terhadap

penyakit-penyakit yang sudah masuk kedalam program imunisasi

yaitu: Tuberkolusis, Difteri, Tetanus, Pertusis, Polio, Campak dan

Hepatitis B (Departemen Kesehatan RI, 2005:12).

b. Kebijakan Program Imunisasi

1) Penyelenggaraan Imunisasi dilaksanakan oleh pemerintah,

swasta dan masyarakat, dengan mempertahankan prinsip

keterpaduan antara lain pihak terkait.

18

2) Mengupayakan pemerataan jangkauan pelayanan imunisasi

baik terhadap sasaran masyarakat maupun sasaran wilayah.

3) Mengupayakan kualitas pelayanan yang bermutu

4) Mengupayakan kesinambungan penyelenggaraan melalui

perencanaan program dan anggaran terpadu.

5) Perhatian khusus diberikan untuk wilayah rawan social, rawan

penyakit (KLB) dan daerah-daerah sulit secara geografis.

(Departemen Kesehatan RI, 2005:12).

c. Strategi Program Imunisasi

1) Memberikan pelayanan kepada masyarakat dan swasta

2) Membangun kemitraan dan jenjang kerja.

3) Menjamin ketersediaan dan kecukupan vaksin, peralatan rantai

vaksin dan alat suntik.

4) Pelayanan imunisasi dilaksanakan oleh tenaga professional /

terlatih.

5) Pelaksanan sesuai dengan standar

6) Memanfaatkan perkembangan metode dan teknologi yang

lebih efektif berkualitas dan efisien.

7) Meningkatkan advokasi, fasilitasi dan pembinaan.

(Departemen Kesehatan RI, 2005:13).

19

d. Tempat Pelayanan Imunisasi

Pelayanan Imunisasi dilaksanakan di berbagai tempat, antara lain :

1) Pelayanan imunisasi di dalam gedung dilaksanakan di

Puskesmas, Puskesmas pembantu, Posyandu, rumah sakit dan

rumah bersalin

2) Pelayanan Imunisasi diluar gedung dilaksanakan di Posyandu,

disekolah dan kunjungan rumah atau sweping.

3) Pelayanan imunisasi rutin dapat juga diselengggarakan oleh

swasta seperti rumah sakit swasta, dokter praktek swasta, bidan

praktek (Departemen Kesehatan RI, 2005:14).

2.2.7 Imunisasi Dasar

Imunisasi dasar yaitu imunisasi yang pertama dan perlu diberikan

pada semua orang, terutama bayi dan anak sejak lahir untuk melindungi

tubuhnya dari penyakit-penyakit yang berbahaya. Lima jenis imunisasi

dasar yang diwajibkan pemerintah adalah imunisasi terhadap tujuh

penyakit, yaitu : TBC, difteri, tetanus, pertusis (batuk rejan),

poliomyelitis, campak dan hepatitis B. (Maryunani, 2010:215)

Status lengkap dan imunisasi tidak lengkap, Imunisasi lengkap

adalah balita yang mendapatkan suntikan antigen 8 kali : BCG 1 x, DPT

3 x, HB 3 x, dan Campak 1 x sebelum berumur lebih dari 1 tahun.

Imunisasi tidak lengkap adalah balita yang mendapatkan suntikan

antigen kurang dari 8 kali yaitu BCG 1 x, DPT 3 x, HB 3 x dan Campak

1 x.

20

Tabel. 2.1 Jadwal Pemberian Lima Imunisasi Dasar Lengkap (LIL) Bayi Usia dibawah 1 tahun

Jenis Imunisasi

Pemberian Imunisasi

Interval / Jarak

Umur Keterangan

Hepatitis / HBO

1 X - 0 - 7 Hari

BCG 1 X - 0 – 11 Bulan

DPT 3 X4 Minggu (minimal)

2 – 11 Bulan

POLIO 3 X4 Minggu (minimal)

0 – 11 Bulan

Hepatitis B 3 X4 Minggu (minimal)

2 – 11 Bulan

Campak 1 X - 9 – 11 Bulan

Sumber : Departemen Kesehatan RI, 2005:23

a. Imunisasi BCG

Imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif

terhadap penyakit tuberkolussis (TBC) yaitu penyakit paru yang

menular, yang disebabkan masuknya kuman Myobacterium

tubercolusis.

1) Pemberian Imunisasi BCG

Frekwensi pemberian imunisasi BCG adalah satu kali dan

tidak perlu diulang, sebab vaksinnya mengandung kuman

TBC yang telah dilemahkan, sehingga antibodi yang

dihasilkannya tinggi. Berbeda dengan Vaksin berisi kuman

yang mati hingga perlu dilakukan pengulangan.

2) Usia Pemberian Imunisasi BCG

Sedini mungkin atau secepatnya, tetapi pada umumnya

dibawah usia 2 bulan, jika diberikan diatas usia 2 bulan

21

disarankan untuk test Mantouk terlebih dahulu untuk

mengetahui apakah bayi sudah kemasukan kuman

mycobacterium tuberculosis atau belum, bila hasilnya negatif

bayi bisa di vaksinasi BCG. Cara penyuntikan imunisasi BCG

disuntikan secara intrakutan pada lengan atas dosis 0,05 ml.

3) Efek Samping Imunisasi BCG

Umumnya tidak ada, namun pada beberapa anak timbul

pembengkakan kelenjar getah bening di ketiak atau leher

bagian bawah dan biasanya akan sembuh sendiri.

4) Kontra indikasi Imunisasi BCG

Imunisasi BCG tidak dapat diberikan pada anak yang

berpenyakit tuberkolusis atau test Mantoux positif dan anak

mempunyai penyakit kulit yang berat/ menahun. (Maryunani,

2010:216).

b. Imunisasi DPT

Merupakan imunisasi 3-in-1 yang digunakan untuk mencegah

terjadinya penyakit difteri, pertusis dan tetanus. Imunisasi DPT ini

diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap beberapa

penyakit berikut ini, yaitu :

1) Penyakit Difteri

Merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri

Corynebacterium Diphteriae. Mudah menular dan menyerang

terutama saluran nafas bagian atas atau tenggorokan yang

22

sangat berbahaya karena menimbulkan tenggorokan tersumbat,

racun difteri dapat merusak otot jantung yang menyebabkan

kematian dalam beberapa hari saja. Penularan umumnya

melalui udara (batuk/bersin), selain itu dapat melalui benda

atau makanan yang terkontaminasi.

2) Penyakit Pertusis

Penyakit infeksi saluran nafas atau radang paru (pernafasan)

yang disebut batuk rejan atau batuk 100 hari atau sakitnya bisa

3 bulan lebih. Yang disebabkan oleh bakteri Bordetella

Pertusis. Gejala penyakit ini sangat khas yaitu batuk yang

bertahap, panjang, terus menerus sukar berhenti, kebiruan

diakhiri dengan tarikan nafas panjang, dalam berbunyi

melengking dan lama disertai muntah, mata bengkak atau

penderita dapat meninggal karena kesulitan nafas.

Penularannya terjadi melalui udara (batuk/bersin).

3) Tetanus

Merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena

mempengaruhi sistem urat syaraf dan otot, yang disebabkan

oleh bakteri Clostridium tetani. Gejalanya diawali dengan

kejang otot rahang (trismus atau kejang mulut), dengan mulut

terkunci sehingga tidak bisa terbuka atau membuka. Kejang

secara cepat merambat ke otot perut, lengan atas dan paha.

Pencegahan paling efektif adalah imunisasi bersamaan difteri,

23

pertusis dan tetanus biasanya disebut imunisasi DPT sebanyak

3 kali.

4) Pemberian Imunisasi DPT

Frekwensi pemberian imunisasi DPT adalah 3 kali, yaitu pada

usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan. Vaksin yang digunakan

mengandung racun kuman difteri yang telah dihilangkan sifat

racunnya dan dapat merangsang pembentukan zat anti (toxoid).

Cara penyuntikannya melalui suntikan Intra Muskuler (I.M).

5) Efek Samping Imunisasi DPT

Biasanya terjadi gejala ringan, demam, rewel selama 1-2 hari,

kemerahan, pembengkakan, agak nyeri pada tempat suntikan,

dan akan hilang dengan sendirinya dalam beberapa hari, atau

jika anak demam dapat diberikan obat penurun panas bayi, beri

minuman lebih banyak.

6) Kontra Indikasi

Imunisasi tidak dapat diberikan pada anak-anak yang

mempunyai penyakit atau kelainan saraf yang bersifat

keturunan atau bukan, seperti epilepsy, pernah dikarena infeksi

otak, demam yang tinggi, kejang.

c. Imunisasi Polio

Imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan

yang menyerang saraf dan dapat mengakibatkan lumpuh kaki.

Imunisasi ini digunakan untuk mencegah penyakit poliomyelitis

24

yang dapat menyebabkan kelumpuhan pada anak, kandungan

vaksin polio adalah virus yang dilemahkan.

1) Pemberian Imunisasi Polio

Bisa dilakukan lebih dari jadwal yang telah ditentukan yaitu 4

kali pada umur bayi 0 – 11 bulan, mengingat adanya imunisasi

polio massal atau Pekan Imunisasi Nasional, tidak ada istilah

overdosis dalam imunisasi. Cara pemberian imunisasi polio

melalui oral / mulut (Oral Poliomyelitis Vaccine/OPV).

2) Efek Samping dan Kontra Indikasi Imunisasi Polio

Hanya sebagian kecil saja yang mengalami pusing, diare

ringan, kasusnyapun jarang. Kontra indikasi sebaiknya tidak

diberikan pada penderita diare berat atau sedang sakit parah,

seperti demam tinggi, anak dengan HIV/AIDS, penyakit

kanker atau keganasan. Tingkat kekebalan bisa mencegah

penyakit polio hingga 90 %. (Maryunani, 2010:219).

d. Imunisasi Campak

Campak adalah penyakit yang sangat menular yang

disebabkan oleh virus yang bernama virus campak, penularannya

melalui udara ataupun kontak langsung dengan penderita.

Gejalanya adalah demam, batuk, pilek dan bercak-bercak merah

pada permukaan kulit 3-5 hari setelah anak demam. Komplikasi

dari penyakit cmpak adalah radang paru-paru infeksi pada telinga

radang pada syaraf, radang pada sendi, radang pada otak yang

25

dapat menyebabkan kerusakan otot permanen atau menetap.

Imunisasi yang diberikan dapat menimbulkan kekebalan aktif

taerhadap penyakit campak (morbili/measles). Kandungan vaksin

campak ini adalah virus yang dilemahkan.

1) Pemberian dan Usia Imunisasi Campak

Cara pemberian imunisasi campak adalah satu kali pada usia 9

bulan dan dianjurkan pemberiannya sesuai jadwal. Cara

penyuntikan di daerah lengan atas secara subkutan.

2) Efek Samping Imunisasi Campak

Biasanya tidak terdapat reaksi akibat imunisasi. Mungkin

terjadi demam ringan dan terdapat efek kemerahan / bercak

merah pada pipi dibawah telinga pada hari ke-7 – 8 setelah

penyuntikan, kemungkinan terdapat bengkak pada tempat

penyuntikan. (Maryunani, 2010:219).

3) Kontra Indikasi Imunisasi Campak

Kontra indikasi pemberian imunisasi campak adalah anak

dengan penyakit infeksi akut yang disertai demam, penyakit

TBC tanpa pengobatan, gizi buruk, penyakit kanker/

keganasan. (Maryunani, 2010:219).

e. Imunisasi Hepatitis B

Imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif

terhadap penyakit hepatitis B, yaitu penyakit yang dapat merusak

hati. ( Maryunani, 2010:221).

26

1) Usia dan Pemberian Imunisasi Hepatitis

Frekwensi imunisasi Hepatitis B adalah 3 kali, pada usia 2 – 6

bulan, biasanya diberikan bersamaan daengan imunisasi DPT

dan Polio. Cara pemberiannya secara Intra Muscular (IM)

dilengan deltoid atau paha anterolateral bay (antero=otot-otot

di bagian depan, lateral= bagian luar). (Maryunani, 2010:221).

2) Efek Samping dan Kontra indikasi Imunisasi Hepatitis

Umumnya sering terjadi keluhan nyeri pada tempat

penyuntikan, yang disusul demam ringan dan pembengkakan,

dan akan menghilang dalam waktu dua hari. Tidak dapat

diberikan pada anak yang menderita sakit berat. (Maryunani,

2010:221).

Tabel. 2.2 Dosis dan Lokasi Pemberian Imunisasi

Jenis Imunisasi Dosis Pemberian Imunisasi

Cara Pemberian Imunisasi

BCG 0.05 Intracutan

DPT 0.5 Intramuskuler

Polio 2 tetes Diteteskan ke mulut

Hepatitis B 0.5 Intramuskuler

Campak 0.5 Subcutan

Sumber : Departemen Kesehatan RI, 2005

2.2.8 Manfaat Imunisasi Dasar

a. Mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan

menghilangkan penyakit tertentu.

27

b. Diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit tertentu.

c. Mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat

membahayakan kesehatan juga mengakibatkan kematian.

d. Menurunkan morbiditas, mortalitas, dan cacat serta bila mungkin

didapat eradikasi sesuatu penyakit dari suatu darah atau negeri.

e. Mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat

membahayakan kesehatan bahkan menyebabkan kematian pada

penderitanya. Menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok

masyarakat (populasi) atau menghilangkan penyakit tertentu dari

dunia seperti imunisasi cacar. (Maryunani, 2010: 210).

Tabel 2.3 Jenis Vaksin dan Manfaat Imunisasi

Vaksin Mencegah Penularan Penyakit

Hepatitis Hepatitis dan kerusakan hati

BCG TBC (Tuberkolusis) yang berat

PolioPolio dapaat menyebabkan lumpuh layuh pada tungkai dan atau lengan

DPT- Dipteri yang menyebabkan penyumbatan jalan nafas- Batuk rejan (Batuk 100 hari).- Tetanus

CampakCampak yang dapat mengakibatkan komplikasi radang paru, radang otak dan kebutaan

Sumber Promosi Kesehatan Tahun 2010

2.2.9 KIPI Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi

KIPI merupakan kejadian ikutan pasca imunisasi yang merupakan

suatu kejadian (medik) sakit dan kematian yang terjadi setelah

menerima imunisasi yang diduga disebabkan oleh imunisasi. Biasanya

terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi atau dapat juga lebih lama.

28

Kejadian mediknya berhubungan dengan imunisasi baik berupa reaksi

samping, reaksi vaksin, reaksi suntikan, kesalahan program dan

koinsiden. (Maryunani, 2005:99).

Gejala klinis KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat dan

dibagi menjadi gejala lokal (abses pada tempat suntikan), reaksi

susunan syaraf pusat (kelumpuhan akut, ensefalopati, ensefalitis,

meningitis, kejang) dan lain-lainnya (reaksi alergi urtikaria, dermatitis,

menangis menjerit tiga jam terus-menerus, syok anafilaktik dan demam

tinggi)

Tabel. 2.4 Kesalahan Program dan Kesalahan KIPI

Kesalahan Program Kesalahan KIPI

- Tidak Steril - Infeksi

- Pemakaian ulang jarum suntik - Abses local di daerah suntikan

- Strerilisasi yang tidak sempurna - Sepsis, sindrom syok toksik

- Vaksinasi atau pelarut terkontaminasi - Infeksi penyakit yang ditularkan lewat darah: hepatitis, HIV

- Pemakaian sisa vaksin setelah pakai pelarut

- Abses local karena kurang Kocokan

- Pemakaian pelarut vaksin yang salah - Vaksin tidak efektif

- Memakai obat pelarut sebagai vaksin - Kematian

- Penyuntikan salah tempat - Reaksi local / abses

- BCG subkutan - Reaksi lokal / abses

- DPT / TT kurang dalam - Reaksi lokal / abses

- Suntikan di bokong - Reaksi local / abses

- Transportasi / penyimpanan vaksin tidak benar

- Reaksi local akibat vaksin beku

- Mengabaikan indikasi dan kontra - Tidak terhindar dari reaksi yang berat

Sumber: Lisnawati, 2011:100

29

2.3 Karakteristik Ibu

Faktor yang dapat berpengaruh terhadap pengetahuan adalah

karakteristik seseorang yaitu ciri-ciri, khusus yang dimiliki oleh seseorang

individu. (Depdiknas:2001).

Karakteristik seseorang dipengaruhi oleh umur, pendidikan, dan paritas.

2.3.1 Umur

Umur seseorang adalah lama waktu hidup atau ada sejak

dilahirkan ada atau diadakan. (Kamus Bahasa Indonesia, 2005:1244).

Ibu yang memiliki umur yang lebih tua cenderung akan lebih mudah

menerima informasi baru sehingga mereka memiliki pengetahuan

tentang imunisasi tentang imunisasi yang luas karena proses berpikir

mereka yang sudah matang. Kesiapan psikologi pada ibu usia kurang

dari 20 tahun dianggap belum siap untuk mandiri, karena wawasan

berpikir yang belum luas dan belum dalam menghadapi permasalahan

rumah tangga. (Notoatmodjo, 2003:97).

2.3.2 Pendidikan

Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti didalam

pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau

perubahan kearah yang lebih dewasa, lebih baik, dan lebih matang pada

diri individu, kelompok, dan masyarakat. (Notoatmodjo, 2003:97).

Dapat kita simpulkan bahwa ibu yang mempunyai tingkatan

pendidikan lebih tinggi mempunyai pengetahuan yang lebih baik di

bandingkan dengan ibu dengan pendidikan yang lebih rendah.

30

Pendidikan adalah proses perubahan sikap dan tingkah laku

seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia

melalui upaya pengajaran dan pelatihan, dibagi dalam beberapa

tingkatan, yaitu : SD, SLTP, SLTA, PT, dan lain-lain. (Sisidiknas,

2007:18).

2.3.3 Paritas

Tingkat paritas telah menarik perhatian para peneliti dalam

hubungan kesehatan ibu dan anak. Dikatakan umpamanya bahwa

terdapat kecenderungan kesehatan ibu yang berparitas rendah lebih baik

dari pada yang berparitas tinggi. (Notoatmodjo, 2005:19).

Paritas adalah jumlah persalinan yang pernah dialami wanita.

(Maimunah, 2005:132). Kategori dari pada paritas dibagi tiga, yaitu:

a. Primipara adalah wanita yang sudah pernah melahirkan anak baik

itu hidup ataupun mati (Tiran, 2006:378).

b. Multipara adalah wanita yang pernah melahirkan lebih dari satu

bayi (Tiran, 2006:301).

c. Grande multipara adalah wanita dengan paritas yang tinggi,

biasany wanita yang maelahirkan empat anak atau lebih (Tiran,

2006:192).