bab II
-
Upload
aisahnugraha -
Category
Documents
-
view
219 -
download
0
description
Transcript of bab II
8
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Konsep Gagal Ginjal
2.1.1 Anatomi Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berpasangan dan setiap ginjal memiliki
berat kurang lebih 125 g, terletak pada posisi di sebelah lateral vertebra tarakalis
bawah, beberapa sentimeter di sebelah kanan dan kiri garis tengah. Organ ini
terbungkus oleh jaringan ikat tipis yang dikenal sebagai kapsula renis. Di sebelah
anterior, ginjal dipisahkan dari kavum abdomen dan isinya oleh lapisan
peritoneum. Di sebelah posterior, organ tersebut dilindungi oleh dinding toraks
bawah. Darah dialirkan kedalam setiap ginjal melalui arteri renalis dan keluar dari
dalam ginjal melalui vena renalis. Arteri renalis berasal dari aorta abdominalis dan
vena renalis membawa darah kembali ke dalam vena kava inferior. Ginjal dengan
efisien dapat membersihkan bahan limbah dari dalam darah, dan fungsi ini bisa
dilaksanakannya karena aliran darah yang melalui ginjal jumlahnya sangat besar
25% dari curah jantung (Smeltzer, 2002).
Gambar 2.1 Anatomi Ginjal
Ginjal terbagi menjadi bagian eksternal yang disebut korteks dan bagian
internal yang dikenal sebagai medula. Pada manusia, setiap ginjal tersusun dari
kurang lebih 1 juta nefron. Nefron, yang dianggap sebagai unit fungsional ginjal,
terdiri atas sebuah glomerulus dan sebuah tubulus. Seperti halnya pembuluh
kapiler, dinding kapiler glomelurus tersusun dari lapisan sel-sel endotel dan
membran basalis. Sel-sel epitel berada pada salah satu sisi membran basalis dan
8
9
sel-sel endotel pada sisi lainnya. Glomerulus membentang dan membentuk
tubulus yang terbagi menjadi tiga bagian : tubulus proksimal, ansa Henle dan
tubulus distal. Tubulus distal bersatu untuk membentuk duktus pengumpul.
Duktus ini berjalan lewat korteks dan medulla renal untuk mengosongkan isinya
ke dalam pelvis ginjal.
Proses pembentukan urin dimulai ketika darah mengalir lewat glomerulus.
Glomerulus yang merupakan struktur awal nefron tersusun dari jonjot-jonjot
kapiler yang mendapat darah lewat vasa aferen dan mengalirkan darah balik lewat
vasa eferen. Tekanan darah menentukan berapa tekanan dan kecepatan aliran
darah yang melewati glomerulus. Ketika darah berjalan melewati struktur ini,
filtrasi terjadi. Air dan molekul-molekul yang kecil akan dibiarkan lewat
sementara molekul-molekul yang besar tetap tertahan dalam aliran darah. Cairan
disaring lewat dinding jonjot-jonjot kapiler glomerulus dan memasuki tubulus.
Caran ini dikenal sebagai “filtrat” (Smeltzer, 2002).
2.1.2 Fisiologi Ginjal
Ginjal berfungsi (Syaifuddin, 2006) :
2.1.2.1 Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh. Kelebihan air dalam tubuh
akan diekresikan oleh ginjal sebagai urine (kemih) yang encer dalam jumlah
besar, kekurangan air (kelebihan keringat) menyebabkan urine yang diekskresi
berkurang dan konsentrasinya lebih pekat sehingga susunan dan volume cairan
tubuh dapat dipertahankan relatif normal.
2.1.2.2 Mengatur keseimbangan osmotik dan mempertahankan keseimbangan ion
yang optimal dalam plasma (keseimbangan elektrolit). Bila terjadi
pemasukan/pengeluaran yang abnormal ion-ion akibat pemasukan garam yang
berlebihan/penyakit perdarahan (diare,muntah) ginjal akan meningkatkan ekskresi
ion-ion yang penting (Na, K, Cl, Ca dan fosfat).
2.1.2.3 Mengatur keseimbangan asam-basa cairan tubuh bergantung pada apa
yang dimakan, campuran makanan menghasilkan urine yang bersifat agak asam,
pH kurang dari 6 ini disebabkan hasil akhir metaolisme protein. Apabila banyak
10
makan sayur-sayuran, urine akan bersifat basa. pH urine bervariasi antara 4,8-8,2.
Ginjal menyekresi urine sesuai dengan perubahan pH darah.
2.1.2.4 Ekskresi sisa hasil metabolisme (ureum, asam urat, kreatinin) zat-zat
toksik, obat-obatan, hasil metabolisme hemoglobin dan bahan kimia asing
(pestisida).
2.1.2.5 Fungsi hormonal dan metabolisme. Ginjal menyekresi hormon rennin
yang mempunyai peranan penting mengatur tekanan darah (sistem rennin
angiotensin aldesteron) membentuk eritropoiesis mempunyai peranan penting
untuk memproses pembentukan sel darah merah (eritropoiesis).
2.1.3 Pengertian gagal ginjal
Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah
metamobik tubuh atau melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan yang biasanya
dieliminasi di urine menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal
dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolic, cairan, elektrolit
seperti asam basa. Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur
akhir yang umum dari berbagai traktus urinarius dan ginjal (Smeltzer, 2002).
2.1.4 Gagal Ginjal Akut
Gagal ginjal akut adalah hilangnya fungsi ginjal secara mendadak dan
hampir lengkap akibat kegagalan sirkulasi renal atau disfungsi tubular dan
glomerular. Ini dimanifestasikan dengan anuria, oliguria atau volume urin normal.
Anuria (kurang dari 50 ml urin perhari) dan normal haluaran urin tidak seperti
oliguria. Oliguria (urin kurang dari 400 ml per hari) adalah situasi klinis yang
umum dijumpai pada gagal ginjal akut. Disamping volume urin yang
diekskresikan, pasien gagal ginjal akut mengalami peningkatan kadar nitrogen
urea darah (BUN) dan kreatinin serum, retensi produk sampah metabolic lain
yang normalnya diekskresikan oleh ginjal (Smeltzer, 2002).
11
2.1.5 Etiologi Gagal ginjal akut
Menurut Smeltzer (2002) kondisi penyebab gagal ginjal akut dibagi dalam
tiga kategori antara lain :
2.1.5.1 Prarenal (hipoperfusi ginjal)
Kondisi prarenal adalah masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan
turunnya laju filtrasi glomerulus. Kondisi kilnis yang umum adalah status
penipisan volume (hemoragi atau kehilangan cairan melalui saluran
gastrointestinal), vasodilatasi (sepsis atau anafilaksis), dan gangguan fungsi
jantung (infark miokardium, gagal jantng kongesif atau syok kardiogenik).
2.1.5.2 Intrarenal
Penyebab intrarenal gagal ginjal akut adalah akibat dari kerusakan struktur
glomerulus atau tubulus ginjal. Kondisi seperti rasa terbakar, cedera akibat
benturan dan infeksi serta agent nefrotoksik dapat menyebabkan akut tubulus
nekrosis (ATN) dan berhentinya fungsi renal.
2.1.5.3 Pascarenal
Pascarenal yang menybabkan gagal ginjal akut biasanya akibat dari obstruksi
di bagian distal ginjal. Tekanan di tubulus ginjal meningkat, akhirnya laju filtrasi
glomerulus meningkat.
2.1.6 Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Akut
2.1.6.1 Perubahan Haluaran Urin. Haluaran urin sedikit, dapat mengandung darah
dan gravitas spesifiknya rendah (1.010 sedangkan nilai normalnya 1.015-1.025).
2.1.6.2 Peningkatan BUN dan Kadar Kreatinin. Terdapat peningkatan yang tetap
dalam BUN, dan laju peningkatannya bergantung pada tingkat katabolisme
(pemecahan protein), perfusi renal, dan masukan protein. Serum kreatinin
meningkat pada kerusakan glomerulus. Kadar kreatinin serum bermanfaat dalam
pemantauan fungsi ginjal dan perkembangan penyakit.
2.1.6.3 Hiperkalemia. Pasien yang mengalami penurunan laju filtrasi glomerulus
tidak mampu mengeksresikan kalium. Katabolisme protein menghasilkan
pelepasan kalium seluler ke dalam cairan tubuh, menyebabkan hiperkalemia berat
(kadar serum K+ tinggi). Hiperkalemia menyebabkan disritmia dan henti jantung.
12
Sumber kalium mencakup katabolisme jaringan normal, masukan diet, darah di
saluran gastrointestinal atau transfusi darah dan sumber-sumber lain.
2.1.6.4 Asidosis Metabolik. Pasien oliguri akut tidak dapat mengeliminasi muatan
metabolik seperti substansi jenis asam yang dibentuk oleh proses metabolik
normal. Selain itu, mekanisme buffer ginjal normal turun. Hal ini ditunjukkan
dengan adanya penurunan kandungan karbon dioksida darah dan pH darah.
Sehingga, asidosis metabolic progresif menyertai gagal ginjal.
2.1.6.5 Abnormalitas Ca++ dan PO-4. Peningkatan konsentrasi serum fosfat
mungkin terjadi, serum kalsium mungkin menurun sebagai respons terhadap
penurunan absorpsi kalsium di usus dan sebagai mekanisme kompensasi terhadap
peningkatan kadar serum fosfat.
2.1.7 Pencegahan dan Penatalaksaan Gagal ginjal Akut
Pencegahan Gagal Ginjal Akut :
2.1.7.1 Meningkatkan keadekuatan hidrasi pada pasien yang berisiko mengalami
dehidrasi.
2.1.7.2 Mencegah dan menangani syok dengan tepat menggunakan terapi
penggantian darah dan cairan.
2.1.7.3 Pantau tekanan vena sentral dan arterial pada pasien yang sakit dengan
ketat, serta haluaran urin tiap jam untuk mendeteksi awitan gagal ginjal sedini
mungkin.
Penatalaksaan Gagal Ginjal Akut :
2.1.7.1 Dialysis
Dialysis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang
serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Dialysis memperbaiki
abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein dan natrium dapat
dikonsumsi secara bebas, menghilangkan kecenderungan perdarahan dan
membantu penyembuhan luka. Hemodialisis, hemofiltrasi atau dialysis peritoneal
dapat dilakukan.
13
2.1.7.2 Mempertahankan Keseimbangan cairan
Penataksanaan keseimbangan cairan didasarkan pada berat badan harian,
pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang hilang,
tekanan darah dan status klinis pasien.
2.1.8 Intervensi Keperawatan Gagal ginjal Akut
Perawat berperan penting dalam penatalaksaan pasien gagal ginjal akut.
Selain itu untuk mengarahkan perhatian terhadap masalah primer pasien, yang
dapat menyebabkan faktor gagal ginjal akut, perawat memantau pasien terhadap
adanya komplikasi, berpartisipasi dalam penanganan darurat terhadap
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, mengkaji perkembangan pasien dan
responsnya terhadap penanganan dan memberikan dukungan secara fisik dan
emosional.
Menurunkan laju metabolic. Perawat harus mengarahkan perhatiannya
untuk menurunkan laju metabolic pasien selama tahap akut gagal ginjal untuk
menurunkan katabolisme dan pelepasan kalium berikutnya dan akumulasi produk
sampah endogen (urea dan Kreatinin).
2.1.9 Klasifikasi
2.1.9.1 Klasifikasi Gagal ginjal Akut
ADQI mengeluarkan sistem klasifikasi acute kidney injury (AKI) dengan
kriteria RIFLE yang terdiri dari 3 kategori (berdasarkan peningkatan kadar Cr
serum atau penurunan LFG atau kriteria UO) yang menggambarkan beratnya
penurunan fungsi ginjal dan 2 kategori yang menggambakan prognosis gangguan
ginjal (Roesli R, 2007).
14
Tabel 2.1 klasifikasi gagal ginjal akut
Kategori Peningkatan kadar SCr
Penurunan LFG
Kriteria UO
Risk >1,5 kali nilai dasar >25% nilai dasar <0,5 mL/kg/jam >6 jam
Injury >2,0 kali nilai dasar >50% nilai dasar <0,5 mL/kg/jam,>12 jam
Failure >3,0 kali nilai dasar >75% nilai dasar <0,3 mL/kg/jam, >24 jam
Loss Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 4 mingguEnd stage Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 3 bulan
Sumber : Roesli R. 2007. Kriteria “RIFLE” Cara yang Mudah dan Terpercaya untuk Menegakkan Diagnosis dan Memprediksi Prognosis Gagal Ginjal Akut.
2.1.9.2 Klasifikasi Gagal ginjal Kronik
Menurut sukandar (2006) klasifikasi derajat penurunan fungsi ginjal
berdasarkan laju filtrasi glomerulus (LFG)
Tabel 2.2 derajat penurunan Laju Filtrasi glomerulus
Derajat Primer (LFG) Sekunder = kreatinin (mg %)
A Normal Normal
B 50-80% Normal Normal -2,4
C 20-50% Normal 2,5-4,9
D 10-20% Normal 5,0-7,9
E 5-10% Normal 8,0-12,0
F <5% Normal >12,0
Sumber : Sukandar, Enday. Gagal ginjal dan panduan terapi dialysis. Bandung: FK UNPAD; 200Klasifikasi penyakit gagal ginjal kronik berdasarkan derajat (stage)
LFG (ml /mnt /1,73m2)=(140−umur ) xberat badan
72x kreatinin plasma(mg /dL)
*) pada perempuan dikalikan 0,85
15
Tabel 2.3 klasifikasi Gagal Ginjal Kronik Berdasarkan Derajat Penyakit
Derajat Penjelasan LFG (ml/mnt/1,73 m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG
normal atau
≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG
ringan
6-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG
sedang
30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG
berat
15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialysis
Sumber : Sukandar, Enday. Gagal ginjal dan panduan terapi dialysis. Bandung: FK UNPAD; 2006.
2.1.10 Gagal Ginjal Kronik
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal
untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah)
(Smeltzer, 2002).
2.1.11 Etiologi Gagal Ginjal Kronik
Gagal ginjal kronik disebabkan oleh penyakit sistemik seperti diabetes
mellitus, glumerulonefritis kronik, pielonefritis, hipertensi yang tidak dapat
dikontrol, obstruksi traktus urinarius, lesi herediter, seperti : penyakit ginjal
polikistik, gangguan vaskuler, infeksi, medikasi atau agens toksik. Dialysis atau
transplantasi ginjal kadang-kadang diperlukan untuk kelangsungan hidup pasien
(Smeltzer, 2002).
2.1.12 Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik
16
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah,
maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialysis.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan
mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurunnya
filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya grumeruli) klirens kreatinin akan
menurun dan kadar kreatinin serum akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen
urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indikator
yang paling sensitif dari fungsi renal karena substansi ini diproduksi oleh penyakit
renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka
RBC) dan medikasi seperti steroid (Smeltzer, 2002).
2.1.13 Manifestasi klinis Gagal Ginjal kronik
Manifestasi kardiovaskuler, pada gagal ginjal kronik mencakup hipertensi
(akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem rennin-angiotensis-
aldosteron), gagal jantung kongestif dan edema pulmoner (akibat cairan berlebih)
dan perikarditis (akibat iritasi pada lapisan perikardial oleh toksin uremik).
Gejala dermatologi yang sering terjadi mencakup rasa gatal yang parah
(pruritis). Butiran uremik, suatu penumpukan Kristal urea di kulit, saat ini jarang
terjadi akibat penanganan yang dini dan agresif pada penyakit ginjal tahap akhir.
Gejala gastrointestinal juga sering terjadi dan mencakup anoreksia, mual, muntah
dan cegukan. Perubahan neuromuskuler mencakup perubahan tingkat kesadaran,
tidak mampu berkonsentrasi, kedutan otot dan kejang.
2.1.14 Penatalaksaan Gagal Ginjal Kronik
Tujuan penatalaksaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan
homeostasis selama mungkin. Seluruh faktor yang berperan pada gagal ginjal tahap akhir
dan faktor yang dapat dipulihkan, diidentifikasi dan ditangani.
Komplikasi potensial gagal ginjal kronik ysng memerlukan pendekatan
kolaboratif dalam perawatan mencakup : (1) hiperkalemia akibat penurunan ekskresi,
17
asidosis metabolic, katabolisme, dan masukan diet berlebih. (2) perikarditis, efusi
pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah uremik dan dialysis
yang tidak adekuat. (3) anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel
darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin. Dan kehilangan darah
selama hemodialisis. (4) penyakit tulang serta klasifikasi metastatik akibat retensi fosfat,
kadar kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal, dan peningkatan
kadar alumunium.
2.1.15 Intervensi Keperawatan Gagal Ginjal Kronik
Pasien gagal ginjal kronik memerlukan asuhan keperawatan yang tepat
untuk menghindari komplikasi akibat menurunnya fungsi renal dan stress serta
cemas dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa ini.
Pasien dan keluarga perlu mengetahui masalah yang harus dilaporkan pada tenaga
kesehatan (1) perburukan tanda gagal ginjal (mual, muntah, penurunan haluaran
urin, napas berbau amoni). (2) tanda hiperkalemia (kelemahan otot, diare, kram
abdominal).
2.2.Konsep Hemodialisa
2.2.1 Definisi
Hemodialisa merupakan suatu tindakan terapi pengganti ginjal yang telah
rusak. Dialisis adalah suatu proses difusi zat terlarut dan air secara pasif melalui
suatu membran berpori dari suatu kompartemen cair menuju kompartemen cair
lainnya (Price dan Wilson, 2006). Hemodialisa merupakan terapi pengganti ginjal
dengan menggunakan selaput membran semi permeabel (dialiser), yang berfungsi
seperti nefron sehingga dapat mengeluarkan produk sisa metabolisme dan
mengoreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien gagal
ginjal. (Slamet Suyono, 2002). Hemodialisis adalah proses perpindahan massa
berdasarkan difusi antara daerah dan cairan dialisis yang dipisahkan oleh
membran semipermiabel. (Price dan Wilson, 2006).
Tindakan ini dapat membantu atau mengambil alih fungsi normal ginjal.
Terapi pengganti yang sering dilakukan adalah hemodialisa dan peritoneal dialisis
18
(Riscmiller & Cree, 2006). Diantara kedua jenis tersebut, yang menjadi pilihan
utama dan merupakan metode perawatan umum untuk pasien gagal ginjal adalah
hemodialisa (Kartono, Darmarini dan Roza, 1992 dalam Lubis, 2006).
2.2.2 Proses Hemodialisa
Menurut Slamet Suyono (2001), pada Gagal Ginjal Kronis, hemodialisis
dilakukan dengan mengalirkan darah ke dalam suatu tabung ginjal buatan
(dialiser) yang terdiri dari dua kompartemen darah yang dibatasi oleh selaput
semipermeabel buatan (artifisial) dengan kompartemen dialisat. Kompartemen
dialisat dialiri cairan dialisis yang bebas pirogen, berisi larutan dengan komposisi
elektrolit mirip serum normal dan tidak mengandung sisa metabolisme nitrogen.
Cairan dialisis dan darah terpisah akan mengalami perubahan konsentrasi karena
zat terlarut berpindah dari konsentrasi yang tinggi ke arah konsentrasi yang rendah
sampai konsentrasi zat terlarut sama di kedua kompartemen (difusi). Pada proses
dialisis, air juga dapat berpindah dari kompartemen darah ke kompartemen
dialisat dengan cara menaikkan tekanan hidrostatik negatif pada kompartemen
cairan dialisat. Perpindahan air ini disebut ultrafiltrasi.
Selama proses dialisis pasien akan terpajan dengan cairan dialisat
sebanyak 120-150 liter setiap dialisis. zat dengan berat molekul ringan yang
terdapat dalam cairan dialisat akan dapat dengan mudah berdifusi ke dalam darah
pasien selama dialisis. Karena itu kandungan solut cairan dialisat harus dalam
batas-batas yang dapat ditoleransi oleh tubuh. Cairan dialisat perlu dimurnikan
agar tidak terlalu banyak mengandung zat yang dapat membahayakan tubuh.
Teknik reverse osmosis air akan melewati membran semi permeabel yang
memiliki pori-pori kecil sehingga dapat menahan molekul dengan berat molekul
kecil seperti urea, natrium, dan klorida. Cairan dialisat tidak perlu steril karena
membran dialisat dapat berperan sebagai penyaring kuman dan endotoksin. Tetapi
kuman harus dijaga agar kurang dari 200 koloni/mL dengan melakukan
desinfektan cairan dialisat berkisar 135-145 meq/L. Bila kadar natrium lebih
rendah maka risiko untuk terjadinya gangguan hemodinamik selama hemodialisis
akan bertambah. Sedangkan bila kadar natrium lebih tinggi gangguan
hemodinamik akan berkurang tetapi akan meningkatkan kadar natrium darah
19
pasca dialisis. Keadaan ini akan menimbulkan rasa haus dan pasien akan
cenderung untuk minum lebih banyak. Pada pasien dengan komplikasi hipotensi
selama hemodialisis yang sulit ditanggulangi maka untuk mengatasinya kadar
natrium dalam cairan dialisat dibuat lebih tinggi.
2.2.3 Prinsip-prinsip yang mendasari Hemodialisa
Tujuan hemodialisis adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang
nitrogen yang toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan.
Pada hemodialisis, aliran darah yang penuh dengan toksin dan limbah nitrogen
dialihkan dari tubuh pasien ke dialzer tempat darah tersebut dibersihkan dan
kemudian dikembalikan lagi ke tubuh pasien. Ada 3 prinsip yang mendasari kerja
hemodialisis, yaitu : difusi, osmosis dan ultrafiltrasi.
a. Difusi, toksin dan zat limbah di dalam darah dikeluarkan melalui proses difusi
dengan cara bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi tinggi ke cairan
dialisat dengan konsentrasi yang lebih rendah.
b. Osmosis, mengeluarkan air yang berlebihan di dalam tubuh. Pengeluaran air
dapat dikendalikan dengan menciptakan gradient tekanan, dengan kata lain, air
bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi (tubuh pasien) ke
tekanan yang lebih rendah (cairan dialisat)
c. Ultrafiltrasi, proses berpindahnya zat dan air karena perbedaan tekanan
hidrostatik di dalam darah dan dialisat. Tekanan negative diterapkan pada alat
ini sebagai kekuatan pengisap pada membran dan memfasilitasi pengeluaran
air.
2.2.4 Indikasi hemodialisis
Hemodialisis diindikasikan pada pasien dalam keadaan akut yang
memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa
minggu) atau pasien dengan gagal ginjal tahap akhir yang memerlukan terapi
jangka panjang/permanen (Smeltzer et al. 2008). Secara umum indikasi dilakukan
hemodialisis pada penderita gagal ginjal adalah :
a. Laju filtrasi glomerulus kurang dari 15 ml/menit.
20
b. Hiperkalemia
c. Kegagalan terapi konservatif
d. Kadar ureum lebih dari 200 mg/L
e. Kreatinin lebih dari 65 mEq/L
f. Kelebihan cairan
2.2.5 Adekuasi Hemodialisis
Adekuasi atau kecukupan dosis hemodialisis dicapai setelah proses
hemodialisis selesai selama kurang lebih 5 jam. Adekuasi hemodialisis tercapai
apabila pasien merasa nyaman dan keadaan menjadi lebih baik, dan dapat
menjalani hidup yang lebih panjang meskpun harus dengan penyakit gagal ginjal
kronik.
2.2.6 Peran Perawat Hemodialisa
Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain
terhadap seseorang, sesuai kedudukannya dalam sebuah sistem dan dipengaruhi
oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar profesi keperawatan dan
bersifat konstan (Farida, 2010). Perawat berperan dalam meningkatkan kesehatan
dan pencegahan penyakit, serta memandang klien secara komprehensif. Peran
perawat adalah sebagai pemberi perawatan, membuat keputusan klinik,pelindung
dan advocad, manajer kasus, rehabilitator, komunikator dan pendidik (potter dan
perry, 2005). Penyedia pelayanan yang komprehensif untuk pasien yang
membutuhkan perawatan yang komprehensif telah berkembang menjadi upaya
multidisipin komplek yang melibatkan perawat (Rajeswari dan sivamani, 2010).
Kallenbach (dikutif dalam dewi 2010) menyatakan bahwa peran dan
fungsi perawat hemodialisis adalah sebagai care provider, aducator, dan
researcher. Perawat dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai care
provider dan educator sesuai dengan tahap proses hemodialisis. Tahap tersebut
dimulai dari persiapan hemodialisis, pre hemodialisis, intra hemodialisis dan post
hemodialisis.
1. Persiapan Hemodialisis
21
Tahap ini perawat dapat memberikan edukasi atau pendidikan kesehatan
mengenai penyakit ginjal tahap akhir dan manfaat terapi hemodialisis. Perawat
memberikan dukungan kepada pasien dalam mengambil keputusan untuk
mengikuti terapi hemodialisis dengan memfasilitasi pasien untuk bertemu dan
berdiskusi dengan pasien yang telah mengikuti terapi hemodialisis, selanjutnya
perawat memberikan penjelasan tentang cara pemasangan asks vascular sementara
dan permanen (kolaborasi dengan dokter), perawatan akses dan penanganan
komplikasi akses vascular.
2. Intra Hemodialisis
Peran perawat pada tahap ini yang terpenting adalah penanganan komplikasi
akut yang sering terjadi misalnya hipotensi, hipertensi, mual muntah, sakit kepala,
kejang kram, demam disertai menggigil, nyeri dada dan gatal-gatal. Perawat
melakukan kolaborasi dengan tim dokter. Penanganan komplikasi intra
hemdialisis antara lain pengaturan Quick blood, pemberian oksigen, pemberian
medikasi dan pemantauan cairan dialisat.
3. Post hemodialisis
Tahap ini perawat melakukan pemeriksaan fisik dan pemerikaan penunjang
seperti pemeriksaan darah lengkap (ureum, kreatinin) dan elektrolit darah.
Perawat dapat memberikan edukasi tentang diet, intake cairan dan pencapaian
berat badan yang ideal selama pasien dirumah sebelum menjalani terapi
hemodialisis selanjutnya. Setelah selesai hemodialisis pastikan akses tidak terjadi
perdarahan sebelum membiarkan pasien pulang dan melakukan aktifitas kembali
(Rajeswari dan sivamani, 2010).
2.3 Konsep Dukungan Keluarga
2.3.1 Definisi Keluarga
Menunut department kesehatan dalam setiadi (2008), keluarga adalah unit
terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga serta beberapa orang
yang berkumpul yang tinggal di satu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
Sedangkan menurut Duval dalam setiadi, keluarga adalah sekumpulan orang yang
22
dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelelahan yang bertujuan
menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan
perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari setiap anggota keluarga.
Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa keluarga
adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan yang terdiri
dari ayah, ibu dan anak yang hidup dalam satu atap.
2.3.2 Struktur Keluarga
Menurut Friedman (2010) mengatakan bahwa struktur keluarga terdiri atas:
2.3.2.1 Struktur Pola dan proses komunikasi
Pola interaksi keluarga berfungsi untuk, membuat anggota keluarga
bersifat terbuka dan jujur, selalu menyelesaikan konflik keluarga, berfikiran
positif dan tidak mengulang-ulang isu dan pendapat sendiri. Komunikasi dalam
keluarga berfungsi agar anggota keluarga yakin dalam mengemukakan sesuatu
atau pendapat, apa yang disampaikan jelas dan berkualitas, selalu meminta dan
menerima umpan balik sehingga anggota keluarga lain yang menerima pendapat
tersebut dapat mendengarkan dengan baik, memberikan umpan balik, dan
melakukan validasi.
2.3.2.2 Struktur Peran
Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi
sosial yang diberikan. Yang dimaksudkan dengan posisi atau status adalah posisi
individu dalam masyarakat sebagai suami, istri, anak, orang tua, dan sebagainya.
Tetapi kadang peran ini tidak dapat dijalankan oleh masing-masing individu
dengan baik. Misalnya sebagai oarng tua ketika salah seorang anggota
keluarganya mengalami gangguan jiwa maka sebaiknya orang tua harus
memberikan dukungan dan perhatiannya bukan mengucilkannya.
2.3.2.3 Struktur Kekuatan
Kekuatan merupakan kemampuan individu untuk mengendalikan atau
mempengaruhi sehingga mengubah perilaku anggota keluarga yang lain ke arah
positif. Misalnya ketika salah seorang anggota keluarga mengalami gangguan jiwa
maka orang tua mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi perilaku dan sikap
23
anggota keluarga yang lain ke arah yang positif. Ada beberapa macam tipe
struktur kekuatan yaitu, legitimat power (hak untuk mengontrol), referent power
(seseorang yang ditiru atau sebagai role model), reward power (kekuasaan
penghargaan), coercive power (kekuasaan paksaan atau dominasi), dan affective
power (kekuasaan afektif).
2.3.2.4 Nilai-nilai Keluarga
Nilai merupakan suatu sistem, sikap dan kepercayaan yang secara sadar
atau tidak, mempersatukan anggota keluarga dalam satu budaya. Nilai keluarga
juga merupakan suatu pedoman bagi perkembangan norma dan peraturan. Norma
adalah pola perilaku yang baik, menurut masyarakat berdasarkan sistem nilai
dalam keluarga.
2.3.3 Fungsi Pokok Keluarga
Dibawah ini adalah fungsi keluarga menurut beberapa teori :
2.3.3.1 Fungsi Afektif
Pola kebutuhan keluarga. Apakah anggota keluarga merasakan kebutuhan
individu lain dalam keluarga, apakah orang tua mampu menggambarkan
kebutuhan mereka, bagaimana psikologis keluarganya, apakah setiap anggota
keluarga memiliki orang yang dipercaya dalam keluarga, apakah dalam keluarga
saling menghormati satu sama lainnya dan apakah setiap anggota keluarga
sensitive terhadap persoalan individu. Mengkaji gambaran diri setiap anggota
keluarga, perasaan memiliki dan dimiliki keluarga, dukungan keluarga terhadap
anggota keluarga lainnya, kehangatan pada keluarga, serta keluarga
mengembangkan sikap saling menghargai.
Keterpisahan dan keterikatan, bagaimana keluarga menghadapi
keterpisahan dengan keluarga anggota lain, apakah keluarga merasa adanya
keterikatan yang erat antara keluarga satu dengan anggota keluarga lainnya
(Mubarak, Chayatin dan Santoso, 2009).
2.3.3.2 Fungsi Sosialisasi
Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang dilalui setiap
anggota keluarga, yang menghasilkan interaksi sosial. Keluarga merupakan
24
tempat setiap anggota keluarga untuk belajar bersosialisasi. Pada anggota keluarga
yang mengalami gangguan jiwa keluarga berperan untuk membimbing anggota
keluarga tersebut untuk mau bersosialisasi dengan anggota keluarga yang lain dan
lingkungan sekitarnya. Keberhasilan perkembangan yang dicapai anggota
keluarga melalui interaksi atau hubungan antara anggota keluarga yang
diwujudkan dalam sosialisasi.
2.3.3.3 Fungsi Ekonomi
Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan
seluruh anggota keluarga terutama anggota keluarga yang mengalami gangguan
jiwa seperti memberikan dana untuk pengobatan dan perawatan selama dirawat di
rumah sakit jiwa, menyediakan semua perlengkapan yang dibutuhkan seperti
pakaian, pasta gigi, sikat gigi, sabun, dan shampoo selama pasien dirawat di
rumah sakit jiwa.
2.3.3.3 Fungsi Perawatan Kesehatan
Keluarga juga berfungsi untuk melaksanakan praktek asuhan kesehatan,
yaitu untuk mencegah terjadinya gangguan jiwa atau merawat anggota keluarga
yang mengalami gangguan jiwa. Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan
kesehatan mempengaruhi status kesehatan keluarga. Kesanggupan keluarga
melaksanakan pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga
yang dilaksanakan. Keluarga yang dapat melaksankan tugas kesehatan berarti
sanggup menyelesaikan masalah kesehatan (Friedman, 1998).
Friedman mengatakan (1992) menggambarkan fungsi sebagai apa yang
dilakukan oleh keluarga. Fungsi keluarga berfokus pada proses yang digunkan
oleh keluarga untuk mencapai tujuan keluarga tersebut. Tujuan keluarga lebih
mudah dicapai pada saat komunikasi jelas dan langsung. (Potter, 2005)
2.3.4 Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan
Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas
dibidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan. Friedman (1981 dalam
Setiadi, 2008) membagi tugas keluarga dalam bidang kesehatan yang harus
dilakukan, yaitu:
25
2.3.4.1 Mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya. Perubahan sekecil apapun
yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian dan
tanggung jawab keluarga, maka apabila menyadari adanya perubahan perlu segera
dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi dan seberapa besar
perubahannya.
2.3.4.2 Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi
keluarga. Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari
pertolongan yang tepat dan sesuai dengan keadaan keluarga , dengan
pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan
untuk menentukan tindakan keluarga maka segera melakukan tindakan yang tepat
agar masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan teratasi, terutama dalam
mengatasi gangguan jiwa keluarga harus mengambil tindakan dengan segera agar
tidak memperburuk keadaan klien. Jika keluarga mempunyai keterbatasan
sebaiknya meminta bantuan orang lain dilingkungan sekitar keluarga.
2.3.4.3 Memberikan keperawatan kepada anggota keluarga yang sakit terutama
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa atau yang tidak dapat
membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda. Perawatan
ini dapat dilakukan di rumah apabila keluarga memiliki kemampuan melakukan
tindakan untuk pertolongan pertama atau ke pelayanan kesehatan untuk
memperoleh tindakan lanjutan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi.
2.3.4.4 Mempertahankan suasana dirumah yang menguntungkan kesehatan dan
perkembangan keperibadian anggota keluarga. Dengan cara keluarga tidak
mengucilkan anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, keluarga mau
mengikutsertakan anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa dalam
berbagai kegiatan yang ada di dalam keluarga tersebut.
2.3.4.5 Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga
kesehatan (pemanfaatan lembaga kesehatan yang ada). Dalam hal ini keluarga
harus mampu merawat klien baik dirumah maupun membawa klien berobat jalan
ke rumah sakit jiwa yang ada, apabila keluarga tidak sanggup lagi merawat klien
maka sebaiknya keluarga memasukkan klien ke rumah sakit jiwa untuk dirawat
26
inap tapi selama klien dirawat inap sebaiknya keluarga mengunjungi klien dan
memberikan dukungan semangat.
2.3.5 Definisi Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga
terhadap anggotanya, anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat
mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan
(Friedman, 2010).
Kane dalam Friedman (2010) mendefinisikan dukungan keluarga sebagai
suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosialnya. Dukungan
keluarga tersebut bersifat reprokasitas (timbal balik), umpan balik (kuantitas dan
kualitas komunikasi), dan keterlibatan emosional (kedalaman intimasi dan
kepercayaan) dalam hubungan sosial. Dukungan keluarga merupakan sebuah
proses yang terjadi sepanjang kehidupan, dimana dalam semua tahap siklus
kehidupan dukungan keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan
berbagai kepandaian dan akal untuk meningkatkan kesehatan dan adaptasi
keluarga dalam kehidupan.
Friedman (2010) dalam setiadi (2008) berpendapat dukungan keluarga
merupakan sebuah proses yang terjadi sepanjang kehidupan, dimana dalam semua
tahap siklus kehidupan dukungan keluarga membuat keluarga mampu berfungsi
dengan berbagai kepandaian dan akal untuk meningkatkan kesehatan dan adaptasi
keluarga dalam kehipupan.
Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa dukungan
keluarga adalah suatu bentuk sikap, tindakan, penerimaan dan bantuan terhadap
anggota keluarganya yang terjadi sepanjang kehidupan berupa bantuan informasi,
emosional, penerimaan dan instrumental.
2.3.6 Jenis Dukungan Keluarga
Menurut Setiadi (2008) mengatakan bahwa jenis dukungan keluarga ada empat,
yaitu :
27
2.3.6.1 Dukungan Informatif
Bantuan informasi yang disediakan agar dapat digunakan oleh seseorang
dalam mengulangi persoalan-persoalan yang dihadapi, meliputi pemberian
nasehat, pengarahan, ide-ide atau informasi lainnya yang dibutuhkan dan
informasi ini dapat disampaikan pada orang lain yang mungkin menghadapi
persoalan yang sama atau hampir sama.
2.3.6.2 Dukungan Emosional
Setiap orang pasti membutuhkan bantuan afeksi dari orang lain, dukungan
ini berupa dukungan simpatik dan empati, cinta, keperyaan dan penghargaan.
Dengan demikian seseorang yang menghadapi persoalan merasa dirinya tidak
menanggung beban sendiri tetapi masih ada orang lain yang memperhatikan, mau
mendengar segala keluhannya, bersimpati dan empati terhadap persoalan yang
dihadapinya, bahkan mau membantu memecahkan maslah yang dihadapinya.
2.3.6.3 Dukungan Instrumental
Dukungan bentuk ini untuk mempermudah seseorang dalam melakukan
akibatnya berkaitan dengan persoalan-persoalan yang dihadapinya, atau menolong
secara langsung kesulitan yang dihadapinya, misalnya dengan menyediakan
peralatan lengkap dan memadai bagi klien, menyediakan obat-obatan yang
dibutuhkan dan lain-lain.
2.3.6.4 Dukungan Penilaian
Suatu bentuk penghargaan yang diberikan seseorang kepada pihak lain
berdasarkan kondisi sebenarnya kondisi sebenarnya dari klien. Penilaian ini bisa
positif atau negatif yang mana pengaruhnya sangat berarti bagi seseorang
berkaitan dengan dukungan keluarga maka penilaian yang sangat membantu
adalah penilaian yang positif.
2.3.7 Manfaat Dukungan Keluarga
Efek dari dukungan keluarga sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan
berungsi bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial yang
adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah
sembuh dari sakit, fungsi kognitif, fisik dan kesehatan emosi. Disamping itu,
28
pengaruh positif dari dukungan keluarga adaah pada penyesuaian terhadap
kejadian diam kehidupan yang penuh dengan stress (Setiadi, 2008).
2.3.8 Sumber Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga mengacu kepada dukungan sosial yang dipandang
oleh keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses atau diadakan untuk keluarga
(dukungan sosial bisa atau tidak digunakan, tetapi anggota keluarga memandang
bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan
bantuan jika diperlukan). Dukungan sosial keluarga dapat berupa dukungan sosial
kelurga internal, seperti dukungan dari suami atau istri serta dukungan dari
saudara kandung atau dukungan sosial keluarga eksternal (Friedman, 2010).
2.3.9 Faktor Yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga
Menurut Friedman (2010) fator-faktor yang mempengaruhi keluarga
dibagi menjadi dua, yaitu :
2.3.9.1 Faktor Internal
1) Tahap Perkembangan
Dukungan dapat ditentukan oleh faktor usia dalam hal ini adalah pertumbuhan
dan perkembangan, dengan demikian setiap rentang usia (bayi-lansia) memiliki
pemahaman dan respon terhadap perubahan kesehatan yang berbeda-beda.
2) Pendidikan atau Tingkat Pengetahuan
Keyankinan seseorang terhadap dukungan terbentuk oleh variabel intelektual
yang terdiri dari pengetahuan, latar belakang pendidikan dan pengalaman masa
lalu. Kemampuan kognitif akan membentuk cara berfikir seeorang termasuk
kemampuan untuk memahami faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit
dan menggunakan pengehauan tentang kesehatan untuk menjaga kesehatan.
3) Faktor Emosi
Faktor emosional juga mempengaruhi keyakinan terhadap adanya dukungan
dan cara melaksanakannya. Seseorang yang mengalami respon stress dalam setiap
perubahan hidupnya cenderung berespon terhadap berbagai tanda sakit, mungin
dilakukan dengan cara mengkhawatirkan bahwa penyakit tersebut dapat
29
mengancam kehidupannya. Seseorang yang secara umum terlihat sangat tenang
mungkin mempunyai respon emosional yang sangat kecil selama ia sakit. Seorang
individu yang tidak dapat melakukan koping secara emosional terhadap ancaman
penyakit mungkin akan menyangkut adanya gejala penyakit pada dirinya dan
tidak mau menjalani pengobatan.
4) Spiritual
Aspek spiritual dapat dilihat dari bagaimana seseorang menjalani kehidupan,
mencakup nilai dan keyakinan yang dilaksanakan, hubungan dengan keluarga atau
teman, kemampuan mencari harapan dan arti dalam hidup.
2.3.9.2 Faktor Eksternal
1) Praktik di keluarga
Cara bagaiamana keluarga memberi dukungan biasanya mempengaruhi klien
dalam melaksanakan kesehatan. Misalnya : klien kemungkinan akan melakukan
tindakan pencegahan jika keluarganya melakukan hal yang sama. Misalnya: anak
yang selalu diajak orang tuanya melakukan pemeriksaan kesehatan rutin, maka
ketika dia punya anak akan melakukan hal yang sama.
2) Sosial Ekonomi
Faktor sosial dan psikososial akan meningkatkan resiko terjadinya penyakit
dan mempengaruhi cara seseorang mendefinisikan dan beeaksi terhadap
penyakitnya. Variabel psikososial mencakup stabilitas perkawinan, gaya hidup
dan lingkungan kerja.
Seseorang akan mencari dukungan dan persetujuan dan kelompok sosialnya,
hal ini akan mempengaruhi keyakinan kesehatan dan cara pelaksanaannya,
semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang biasanya ia akan lebih cepat tanggap
terhadap gejala penyakit yang dirasakan. Sehingga ia akan segera mencari
pertolongan ketika merasakan adanya gangguan pada kesehatan.
3) Latar Belakang Budaya
Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai dan kebiasaan
individu, dalam membiarkan dukungan termasuk cara pelaksanaan kesehatan
pribadi.
30
2.3.10 Pengukuran Dukungan Keluarga
Instrument yang digunakan untuk mengukur dukungan keluarga
merupakan hasil modifikasi kuesioner dari Nursalam (2013) yang disusun dalam
20 pertanyaan terdiri dari dukungan informatif, dukungan emosional, dukungan
instrumental, Dukungan penilaian. Menurut Nursalam (2013) skala pengukuran
dukungan keluarga yang digunakan adalah skala likert dengan skor 20-80.
Kriteria penilaian sering = 4, kadang-kadang = 3, jarang = 2, tidak pernah = 1.
2.4 Konsep Kualitas Hidup
2.4.1 Definisi Kualitas Hidup (Quality of Life/ QoL)
Kualitas hidup didefinisikan dengan dengan cara yang yang berbeda oleh
para peneliti. Hal ini karena istilah tersebut merupakan istilah multi disipliner
tidak hanya digunakan dalam pembicaraan sehari-hari, tetapi dalam kontek
penelitian dihubungkan dengan berbagai macam bidang khusus seperti sosiologi,
ilmu kedokteran, keperawatan dan psikologi. Selain itu adanya perbedaan etnik,
budaya dan agama juga dapat mempengaruhi kualitas hidup. Oleh karena adanya
perbedaan disiplin ilmu dan perspektif yang berbeda maka kualitas hidup sulit di
definisikan secara pasti.
Farquhar (1995) dikutip dari kusman menuliskan tiga jenis utama definisi
dari QoL, yang pertama definisi global, yang kedua definisi komponen, yang
ketiga adalah definisi terfokus. Definisi global biasanya berisikan pemikiran
dalam kepuasan atau ketidakpuasan, kebahagiaan dan kesedihan, kesejahteraan,
evaluasi diri, dari pengalaman hidup dan pencapaian kepuasan secara fisik dan
sosial. Definisi komponen adalah sesuatu hal mematahkan (menurunkan) kualitas
hidup dalam suatu komponen atau dimensi atau mengetahui karakteristik QoL
tertentu yang perlu dievaluasi. Definisi terfokus adalah hanya satu atau sebagian
kecil komponen dari kemampuan kesehatan atau fungsional.
Kualitas hidup adalah suatu kesejahteraan yang dirasakan oleh seseorang
dan berasal kepuasan dan ketidakpuasan dengan kehidupan yang penting bagi
mereka. Persepsi subjektif tentang kepuasan terhadap berbagai aspek kehidupan
31
dianggap sebagai suatu penentu utama dalam penilaian kualitas hidup, karena
kepuasan mereka merupakan pengalaman kognitif yang menggambarkan
penilaian terhadap kondisi kehidupan yang stabil dalam jangka waktu lama. (Ilene
Morof dan Pamala, 2002).
2.4.2 Teori Kualitas Hidup
Menurut Ventegodt, Merrick dan Andersen (2003) kulaitas hidup berarti
hidup yang baik, hidup yang baik sama seperti hidup dengan kehidupannya yang
berkualitas tinggi. Dalam hal ini dapat dikelompokkan dalam 3 bagian yang
berpusat pada aspek hidup yang baik yaitu :
2.4.2.1 Kualitas hidup subjektif yaitu suatu hidup yang baik yang dirasakan oleh
masing-masing individu yang memilikinya. Masing-masing individu secara
personal mengevaluasi bagaimana mereka menggambarkan sesuatu dan perasaan
mereka.
2.4.2.2 Kualitas hidup eksistensial yaitu seberapa baik hidup seseorang
merupakan level yang berhak untuk dihormati dan dimana individu dapat hidup
dalam keharmonisan.
2.4.2.3 Kualitas objektif yaitu bagaimana hidup seseorang dirasakan oleh dunia
luar. Kualitas objektif dinyatakan dalam kemampuan seseorang untuk beradaptasi
pada nilai-nilai budaya dan menyatakan tentang kehidupannya.
2.4.3 Komponen Kualitas Hidup
University of Toronto pada tahun 2004 (dalam Kurtus, 2005) menyebutkan
kualitas hidup dikelompokkan dalam 3 bagian yaitu kesehatan, kepemilikan
(hubungan individu dengan lingkungan) dan harapan (prestasi dan aspirasi
individu).
2.4.3.1 Kesehatan
Kesehatan dalam kualitas hidup dibagi dalam 3 kelompok yaitu secara
fisik, psikologis dan spiritual. Secara fisik yang terdiri dari kesehatan fisik,
personal hygiene, nutrisi, olahraga, pakaian dan penampilan fisik secara umum.
Secara psikologis yang terdiri dari kesehatan dan penyesuaian psikologis,
kesadaran, perasaan, harga diri, ketentraman, konsep diri, control diri dan
32
aktualisasi diri dalam lingkungan. Secara spiritual terdiri dari nilai-nilai pribadi
yang dikembangkan, standar-standar pribadi yang diyakini dan kepercayaan
spiritual yang diyakininya.
2.4.3.2 Kepemilikan
Kepemilikan (hubungan individu dengan lingkungannya) dalam kualitas
hidup di bagi menjadi 2 bagian yaitu secara fisik dan sosial. Secara fisik terdiri
dari rumah, kendaraan, tempat kerja, sekolah, tetangga/lingkungan dan
masyarakat. Secara sosial dekat dengan orang lain, keluarga, teman, lingkungan
dan masyarakat.
2.4.3.3 Harapan
Merupakan impian atau angan-angan yang akan dicapai sebagai
perwujudan dari individu seperti terpenuhinya nilai (prestasi dan aspirasi
individu) sehingga individu tersebut merasa berharga atau dihargai di dalam
lingkungan keluarganya maupun masyarakat sekitar melalui suatu hasil karya dan
tindakan nyata yang bermanfaat bagi orang lain dan lingkungannya.
2.4.4 Dampak Hemodialisis Terhadap Kualalitas Hidup
Dampak hemodialisa akan berakibat terhadap respon pasien. Hal ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya karakteristik individu, pengalaman
sebelumnya dan mekanisme koping. Masing-masing dimensi mempunyai
pengaruh tersendiri terhadap kualitas hidup.
1. Dimensi fisik
Dimensi fisik mempunyai beberapa dampak terhadap kualitas hidup penderita
gagal ginjal kronik. Dimensi fisik merujuk pada gejala-gejala yang terkait
penyakit dan pengobatan yang dijalani. Pada penderita gagal ginjal kronik akan
mengalami perubahan fisik. Kelemahan merupakan hal utama yang dirasakan oleh
pasien gagal ginjal kronik. Kelemahan berhubungan dengan gangguan pada
kondisi fisik, termasuk malnutrisi, anemia uremia. Kelemahan fisik dapat
menurunkan motivasi. Kelemahan secara signifikan berhubungan dengan
timbunya gejala gangguan masalah tidur, status kesehatan fisik yang menurun dan
depresi yang dapat mempengaruhi kualitas hidupnya (Farida, 2010).
33
2. Dimensi psikologi
Tallis (2005) respon psikologis pada pasien gagal ginjal kronik dapat bervarasi
dan sering berhubungan dengan kerugian, baik actual maupun potensial dan telah
disamakan dengan proses kesedihan. Depresi merupakan respon psikologis yang
paling umum dan telah dilaporkan berhubungan dengan kualitas hidup yang
rendah yang berhubungan dengan kesehatan. Kemarahan dan penolakan yang
sering dilakukan oleh pasien untuk melindungi diri dan emosi tak terkendali, ini
dapat memiliki efek negatif yang dapat menybabkan penurunan kepatuhan pasien
terhadap rejimen pengobatan dan mengurangi komunikasi yang efektif antara
pasien dan tim kesehatan.
3. Dimensi hubungan sosial
Nutrisi merupakan komponen penting dalam kehidupan pasien dengan gagal
ginjal kronik. Efek samping jika mengalami gangguan nutrisi adalah
hiperkalemia, hiperfosfatemia, protein yang berhubungan dengan kekurangan gizi
dan kelebihan cairan. Sebagian besar dari interaksi orang, melibatkan makan dan
minum sehingga tidak jarang untuk pasien dengan ESRF untuk mengurangi
keterlibatan sosial mereka karena pembatasan makanan dan minuman yang ketat.
Masalah sosial lainnya dapat dipengaruhi oleh penyakit kronis dan termasuk
status kerja pasien, hubungan antara keluarga dan teman-teman dan bahkan
keinginan untuk melakukan kegiatan rekreasi. Perubahan aspek sosial dapat
disebabkan oleh perubahan fisik atau psikologis bisa ada siklus negatif yang jika
dipelihara maka penyebabnya juga dapat menjadi efek (Tallis, 2005).
4. Dimensi Lingkungan
Penelitian yang dilakukan oleh Chang (dikutip dalam Farida, 2010) mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan dalam melakukan koping pada
pasien yang menjalani hemosialisis. Hasil penelitian mengatakan penyebab stress
utama adalah yang berhubungan dengan masalah ekonomi dan ketidakmampuan
untuk mendapatkan uang.
34
2.4.5 Penilaian Kualitas Hidup
Dalam menilai kualitas hidup pasien perlu diperhatikan beberapa hal yaitu
kualitas hidup tersebut terdiri dari beberapa domain/aspek. Alat ukur untuk
menilai kualitas hidup telah banyak dikembangkan oleh para ilmuan yang
dipergunakan untuk mengukur kualitas hidup pasien-pasien yang menderita
penyakit kronik dan salah satunya adalah alat ukur yang dikembangkan oleh
Ferrans dan Power (1996) yang dikenal dengan The Quality of Life Index (QLI).
The Quality of Life Indeks telah dikembangkan oleh Ferrans sejak tahun 1985,
dimana The QLI digunakan untuk mengukur kualitas hidup dalam berbagai aspek
kehidupannya. Instrument The QLI terdiri dari dua bagian : pertama mengukur
berdasarkan pentingnya berbagai aspek kehidupan bagi pasien. Sejumlah The QLI
telah dikembangkan untuk digunakan dengan berbagai gangguan dan penyakit
kronik pada masyarakat umum.
Untuk pengukuran kualitas hidup pasien yang menjalani dialysis Ferrans dan
power telah mengembangkan the QLI dengan nama Quality of Life Index Dialysis
Version III yang terdiri dari 26 pertanyaan yang dikembangkan untuk menilai
kualitas hidup secara keseluruhan dalam empat domain yaitu Kesehatan dan
fungsinya, Psikologi/spiritual, Sosial ekonomi dan lingkungan. Kriteria penilaian
1=kurang baik, 2=baik.
35
2.5 Kerangka Teori
Kerangka teori adalah penjelasan tentang teori yang dijadikan landasan
dalam suatu penelitian serta asumsi-asumsi teoritis yang mana ada teori tersebut
yang akan digunakan untuk menjelaskan fenomena yang diteliti (Dharma, 2011).
Gambar 2.2 Kerangka TeoriTeori Modifikasi Brunner dan Suddarth (2002) dalam buku Keperawatan Medikal
Bedah, Slamet Suyono (2002) dalam buku Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Friedman 2010 dalam buku keperawatan keluarga.
GGK
( Gagal Ginjal Kronik )
Kualitas Hidup pasien penderita gagal ginjal
kronik
Terapi Hemodialisa
Gagal ginjal
Gagal Ginjal Akut
Dukungan keluarga
- Sulit tidur- Nafsu makan
menurun, mual muntah.
- Kram otot pada malam hari
- Ureum :- Kreatinin :
- Berkurangnya urin saat buang air
- Pembengkakan pada daerah kaki
- Perasaan mengantuk - Nafas pendek - Ureum : - Kreatinin :
Peran parawat