BAB II
-
Upload
benny-fitra -
Category
Documents
-
view
28 -
download
1
Transcript of BAB II
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Remedial
1. Pembelajaran Menurut Standar Nasional Pendidikan
Standar nasional pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut,
Peraturan Pemerintah nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
(PP No. 19 tahun 2005) menetapkan 8 standar yang harus dipenuhi dalam
melaksanakan pendidikan. Kedelapan standar dimaksud meliputi Standar Isi,
Standar Proses, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Pendidik Dan Tenaga
Kependidikan, Standar Sarana Dan Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar
Pembiayaan, Dan Standar Penilaian Pendidikan.
Secara khusus, dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut,
kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik setelah melaksanakan kegiatan
pembelajaran ditetapkan dalam Standar Isi Dan Standar Kompetensi Kelulusan.
Standarisasi memuat standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang
harus dikuasai peserta didik dalam mempelajari suatu mata pelajaran. Standar
Kompetensi Lulusan (SKL) berisikan kompetensi yang harus dikuasai peserta didik
pada setiap satuan pendidikan. Berkenaan dengan materi yang harus dipelajari,
diatur dalam silabus dan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) yang
dikembangkan oleh pendidik. Menurut pasal 6 PP no.19 Tahun 2005, terdapat 5
kelompok mata pelajaran yang harus dipelajari peserta didik pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah untuk jenis pendidikan umum, kejuruan dan
18
19
khusus. Kelima kelompok mata pelajaran tersebut meliputi kelompok mata
pelajaran: agama dan akhlak mulia, kewarganegaraan dan kepribadian, ilmu
pengetahuan dan teknologi, estetika, jasmani, olah raga, dan kesehatan.
Dalam rangka membantu peserta didik mencapai standar isi dan standar
kompetensi lulusan, pelaksanaan atau proses pembelajaran perlu diusahakan agar
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan kesempatan yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik
serta psikologis peserta didik.
Tidak dapat dipungkiri bahwa untuk mencapai tujuan dan prinsip-prinsip
pembelajaran tersebut pasti dijumpai adanya peserta didik yang mengalami
kesulitan atau masalah belajar. Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, setiap
satuan pendidikan perlu menyelenggarakan program pembelajaran remedial atau
perbaikan.30
2. Pengertian Pembelajaran Remedial
Dalam berbagai referensi penulis menemukan perbedaan penggunaan
penulisan antara ‘remedial’ atau ‘remidial’. “Remidial” yang terdapat dalam Kamus
Ilmiah Populer, yang berarti pengobatan, penawaran, penyembuhan yang
berhubungan dengan perbaikan.31 Sedangkan ‘remedial’ dalam Kamus Inggris
Indonesia, merupakan kata sifat yang berhubungan dengan perbaikan.32 Sedangkan
dalam Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
menggunakan kata “remedial” artinya berhubungan dengan perbaikan atau
30 Depdiknas, Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Remedial. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Sekolah Menengah Atas, 2008.
31 Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barri, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Arkola, 1994, hal. 667.32 John m Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: P.T.Gramedia, 1992, hal. 476.
20
pengajaran ulang bagi murid yang hasil belajar jelek. Perbedaan penulisan ini tetap
memiliki arti yang sama keduanya berkaitan dengan pembelajaran perbaikan.33
Menurut Ahmadi dalam Natawijaya, mengemukakan: “Pengajaran remedial
sebagai suatu bentuk khusus pengajaran yang ditujukan untuk menyembuhkan atau
memperbaiki sebagian atau seluruh kesulitan belajar yang dihadapi oleh murid.
Perbaikan diarahkan kepada pencapaian hasil belajar yang optimal sesuai dengan
kemampuan masing-masing melalui perbaikan keseluruhan proses belajar mengajar
dan keseluruhan kepribadian anak.”
Sedangkan menurut Natawijaya pengertian remedial adalah: “Proses
pengajaran remedial secara langsung ataupun tidak langsung juga menyembuhkan
beberapa gangguan atau hambatan kepribadian yang berkaitan dengan kesulitan
belajar. Dengan demikian perbaikan dalam belajar juga memperbaiki keadaan
pribadi.”34
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian pengajaran
remedial adalah pengajaran khusus yang ditujukan bagi anak yang mengalami
kesulitan belajar, dengan tujuan untuk memperbaiki sebagian atau keseluruhan
kesulitan belajar.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh guru untuk membantu mengatasi
kesulitan belajar adalah dengan melakukan pembelajaran remedial. Pembelajaran
ini sangat penting dilakukan mengingat banyaknya siswa yang mengalami kesulitan
dalam memahami pelajaran yang diajarkan. Pembelajaran ini dilakukan secara
berkelompok atau individual. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan prestasi
belajar siswa secara optimal. Endang memberikan batasan mengenai pembelajaran
33 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi 2, Jakarta: Balai Pustaka, 1996, hal. 831.
34 Rochmad Natawijaya, Pengajaran Remedial, Jakarta: Depdikbud, 1990, hal. 6.
21
remedial bahwa: “Pembelajaran remedial (remedial teaching) adalah upaya guru
dalam membantu sisiwa-siswa yang mengalami kesulitan belajar dengan jalan
mengulangi atau mencari kegiatan lain sehingga yang bersangkutan dapat
mengembangkan dirinya secara optimal dan dapat mencapai tingkat keberhasilan
yang diharapkan”.35
Pengertian lain diungkapkan oleh Winkel bahwa: “Kegiatan perbaikan dalam
proses belajar mengajar adalah salah satu bentuk kegiatan pembelajaran yang
terprogram, tersusun secara sistematis. Bukan sekedar kegiatan yang timbul karena
inisiatif guru pada saat tertentu dan secara kebetulan menemukan kesulitan belajar
siswa. Kesulitan belajar siswa harus dapat diatasi sedini mungkin sebagai tujuan
intruksional dapat tercapai dengan baik”.36
Degan demikian jelaslah bahwa pembelajaran remedial merupakan suatu
bentuk pembelajaran yang bersifat pemberian bantuan kepada siswa yang
mengalami kesulitan dalam kegiatan belajar mengajar di madrasah. Oleh karena itu,
maka dalam proses pegajarannya lebih ditekankan dan disesuaikan dengan
karakteristik dan kesulitan belajar yang dihadapi siswa di madrasah.
Pembelajaran remedial merupakan layanan pendidikan yang diberikan kepada
peserta didik untuk memperbaiki prestasi belajarnya sehingga mencapai kriteria
ketuntasan yang ditetapkan. Untuk memahami konsep penyelenggaraan model
pembelajaran remedial, terlebih dahulu perlu diperhatikan bahwa Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) yang diberlakukan berdasarkan Permendiknas No. 22, 23,
24 Tahun 2006 dan Permendiknas No. 6 Tahun 2007 menerapkan sistem
pembelajaran berbasis kompetensi, sistem belajar tuntas, dan sistem pembelajaran
35 Endang, M. Diagnosis Kesulitan Belajar dan Pembelajaran Remedial. Jakarta: Depdikbud, 1981, hal. 80.
36 Winkel, Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar, Jakarta: Gramedia, 1983, hal. 1.
22
yang memperhatikan perbedaan individual peserta didik. Sistem dimaksud ditandai
dengan dirumuskannya secara jelas standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar
(KD) yang harus dikuasai peserta didik. Penguasaan SK dan KD setiap peserta didik
diukur menggunakan sistem penilaian acuan kriteria. Jika seorang peserta didik
mencapai standar tertentu maka peserta didik dinyatakan telah mencapai ketuntasan.
Pelaksanaan pembelajaran berbasis kompetensi dan pembelajaran tuntas,
dimulai dari penilaian kemampuan awal peserta didik terhadap kompetensi atau
materi yang akan dipelajari. Kemudian dilaksanakan pembelajaran menggunakan
berbagai metode seperti ceramah, demonstrasi, pembelajaran kolaboratif/kooperatif,
inkuiri, diskoveri, dan sebagainya. Melengkapi metode pembelajaran digunakan juga
berbagai media seperti media audio, video, dan audio visual dalam berbagai format,
mulai dari kaset audio, slide, video, komputer, multimedia, dan sebagainya. Di tengah
pelaksanaan pembelajaran atau pada saat kegiatan pembelajaran sedang
berlangsung, diadakan penilaian proses menggunakan berbagai teknik dan instrumen
dengan tujuan untuk mengetahui kemajuan belajar serta seberapa jauh penguasaan
peserta didik terhadap kompetensi yang telah atau sedang dipelajari. Pada akhir
program pembelajaran, diadakan penilaian yang lebih formal berupa ulangan harian.
Ulangan harian dimaksudkan untuk menentukan tingkat pencapaian belajar peserta
didik, apakah seorang peserta didik gagal atau berhasil mencapai tingkat penguasaan
tertentu yang telah dirumuskan pada saat pembelajaran direncanakan.
Apabila dijumpai adanya peserta didik yang tidak mencapai penguasaan
kompetensi yang telah ditentukan, maka muncul permasalahan mengenai apa yang
harus dilakukan oleh pendidik. Salah satu tindakan yang diperlukan adalah pemberian
program pembelajaran remedial atau perbaikan. Dengan kata lain, remedial
diperlukan bagi peserta didik yang belum mencapai kemampuan minimal yang
23
ditetapkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran. Pemberian program
pembelajaran remedial didasarkan atas latar belakang bahwa pendidik perlu
memperhatikan perbedaan individual peserta didik.
Dengan diberikannya pembelajaran remedial bagi peserta didik yang belum
mencapai tingkat ketuntasan belajar, maka peserta didik ini memerlukan waktu lebih
lama daripada mereka yang telah mencapai tingkat penguasaan. Mereka juga perlu
menempuh penilaian kembali setelah mendapatkan program pembelajaran remedial.37
3. Ciri-Ciri Pembelajaran Remedial
Untuk memperjelas perbedaan antara pembelajaran remedial dengan
bentuk pengajaran biasa berikut ini dikemukakan ciri-ciri pembelajaran
remedial menurut User Usman dan Lilis Setiawati yang dibandingkan dengan
pengajaran biasa (regular).
No Pembelajaran Biasa (Reguler) Pembelajaran Remedial
1
Diadakan sebagai program belajar
mengajar di kelas dan semua siswa
ikut berpartisipasi
Diadakan setelah diketahui kesulitan
belajar kemudian diadakan pelayanan
khusus.
2
Tujuan pembelajaran biasa dalam
rangka mencapai tujuan pengajaran
yang ditetapkan sesuai dengan
kurikulum yang berlaku dan sama
untuk semua siswa.
Pembelajaran remedial tujuannya
disesuaikan dengan kesulitan belajar
yang dihadapi siswa
3
Metode yang digunakan dalam
pembelajaran biasa sama untuk
semua siswa,
sedangkan metode pembelajaran
remedial bersifat diferensial
disesuaikan dengan sifat, jenis dan
latar belakang kesulitan belajar
4 Pembelajaran biasa dilaksanakan sedangkan pembelajaran remedial
37 Depdiknas, Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Remedial. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Sekolah Menengah Atas, 2008.
24
oleh guru kelas atau guru bidang
studi,
dilaksanakan melalui kerjasama
berbagai pihak, guru pembimbing,
konselor dan sebagainya
5
Pendekatan dan teknik
pembelajaran biasa bersifat umum
dan sama
Pendekatan dan teknik pembelajaran
remedial disesuaikan dengan
kesulitan belajar yang dihadapi siswa
6
Alat dan evaluasi yang digunakan
dalam pembelajaran biasa
menggunakan alat yang bersifat
seragam dan kelompok
Alat dan evaluasi yang digunakan
dalam pembelajaran remedial
disesuaikan dengan kesulitan belajar
yang dihadapi siswa38
Jadi, pembelajaran remedial merupakan pembelajaran yang bersifat khusus
dimana pembelajaran remedial baru dilaksanakan setelah mengetahui tingkat
kesulitan belajar yang dialami siswa. Metode, pendekatan serta teknik yang
digunakan dalam pembelajaran remedial disesuaikan dengan sifat, jenis dan latar
belakang kesulitan belajar yang dihadapi siswa.
4. Prinsip Pembelajaran Remedial
Pembelajaran remedial merupakan pemberian perlakuan khusus terhadap
peserta didik yang mengalami hambatan dalam kegiatan belajarnya. Hambatan
yang terjadi dapat berupa kurangnya pengetahuan dan keterampilan prasyarat atau
lambat dalam mecapai kompetensi. Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam
pembelajaran remedial sesuai dengan sifatnya sebagai pelayanan khusus antara
lain:
a. Adaptif
38 User Usman, Lili Setiawati, Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1993, hal. 103
25
Setiap peserta didik memiliki keunikan sendiri-sendiri. Oleh karena itu
program pembelajaran remedial hendaknya memungkinkan peserta didik untuk
belajar sesuai dengan kecepatan, kesempatan, dan gaya belajar masing-masing.
Dengan kata lain, pembelajaran remedial harus mengakomodasi perbedaan
individual peserta didik.
b. Interaktif
Pembelajaran remedial hendaknya memungkinkan peserta didik untuk
secara intensif berinteraksi dengan pendidik dan sumber belajar yang tersedia.
Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa kegiatan belajar peserta didik yang
bersifat perbaikan perlu selalu mendapatkan monitoring dan pengawasan agar
diketahui kemajuan belajarnya. Jika dijumpai adanya peserta didik yang
mengalami kesulitan segera diberikan bantuan.
c. Fleksibilitas dalam Metode Pembelajaran dan Penilaian
Sejalan dengan sifat keunikan dan kesulitan belajar peserta didik yang
berbeda-beda, maka dalam pembelajaran remedial perlu digunakan berbagai
metode mengajar dan metode penilaian yang sesuai dengan karakteristik
peserta didik.
d. Pemberian Umpan Balik Sesegera Mungkin
Umpan balik berupa informasi yang diberikan kepada peserta didik
mengenai kemajuan belajarnya perlu diberikan sesegera mungkin. Umpan balik
dapat bersifat korektif maupun konfirmatif. Dengan sesegera mungkin
memberikan umpan balik dapat dihindari kekeliruan belajar yang berlarut-larut
yang dialami peserta didik.
e. Kesinambungan dan Ketersediaan dalam Pemberian Pelayanan
26
Program pembelajaran reguler dengan pembelajaran remedial merupakan
satu kesatuan, dengan demikian program pembelajaran reguler dengan remedial
harus berkesinambungan dan programnya selalu tersedia agar setiap saat
peserta didik dapat mengaksesnya sesuai dengan kesempatan masing-masing.39
5. Fungsi Pembelajaran Remedial
Pembelajaran remedial merupakan salah satu bagian tindak lanjut dari
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar sebagai suatu sistem maka fungsinya
identik dengan fungsi bimbingan pada umumnya.
Natawijaya berpendapat bahwa fungsi pembelajaran remedial adalah sebagai
berikut:
a. Fungsi kolektif, bahwa melalui pembelajaran remedial dapat diadakan
pembetulan atau perbaikan terhadap suatu yang dipandang masih belum
mencapai apa yang belum diharapkan dalam keseluruhan proses belajar
mengajar. Hal yang dapat diperbaiki antara lain : (a) perumusan tujuan; (b)
penggunaan metode mengajar; (c) cara-cara belajar; (d) materi dan alat
pembelajaran; (e) evaluasi terhadap segi-segi pribadi siswa.
b. Fungsi pemahaman, dengan pembelajaran remedial memungkinkan guru, siswa
dan pihak lainnya untuk dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik
terhadap siswa dan siswapun dapat memahami gurunya dengan segala
aspeknya. Demikain pula pihak lainnya dapat memahami pribadi siswa.
c. Fungsi penyesuaian, bahwa pembelajaran remedial dapat membantu siswa
untuk menyesuaikan dirinya dengan tuntutan belajar. siswa-siswa yang dapat
39 Depdiknas, Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Remedial. Op. Cit.
27
belajar sesuai dengan keadaan dan kemampuannya sehingga mempunyai
peluang lebih besar untuk memperoleh prestasi belajar yang lebih baik.
d. Fungsi pengayaan, bahwa pembelajaran remedial dapat memperkaya proses
belajar mengajar serta materi yang tidak disampaikan dalam pembelajaran biasa
sehingga dapat diperoleh melalui suatu pembelajaran remedial dengan demikian
hasil yang diperoleh siswa dapat lebih baik, mendalam dan lebih luas serta
menghasilkan hasil belajar yang lebih kaya.
e. Fungsi akselerasi, bahwa dengan pembelajaran remedial dapat membantu
mempercepat proses belajar baik dalam arti waktu maupun materi.
f. Fungsi Therapeutic, bahwa pembelajaran remedial baik secara langsung dan
tidak langsung dapat menyembuhkan atau memperbaiki kondisi-kondisi
kepribadian siswa yang diperkirakan menunujukkan adanya penyimpangan.
Penyembuhan kondisi kepribadian dapat menunujang pencapiaan hasil belajar
dan demikian pula sebaliknya.40
6. Peranan Pembelajaran Remedial
Semua guru mata pelajaran harus dipersiapkan dengan baik agar
berkemampuan dalam melaksanakan tugas-tugas pendidikan dan pembelajaran
remedial. Menurut Wijaya bahwa peranan yang dipikul guru remedial itu adalah
sebagai:
a. Manusia pelayan, yang harus mampu menempatkan dirinya sebagai pelayan
membantu siswa memecahkan kesulitan siswa dan menyesuaikan diri pada
tuntutan kurikulum madrasah.
40 Rochmad Natawijaya, Pengajaran Remedial, Jakarta: Depdikbud, 1980, hal. 10.
28
b. Agen perubahan, guru remedial bertugas mengemban dan mengubah kurikulum
madrasah, melaksanakan tugas reformasi kelembagaan, selain menghubungkan
tugasnya dengan guru mata pelajaran lainnya.
c. Motivator, mendorong para ilmuwan untuk melakukan penelitian-penelitian yang
dapat memudahkan mencari dan menemukan sebab-sebab kesulitan siswa,
pengetahuan, latihan, yang relevan dengan kebutuhan siswa.
d. Pencegah, guru remedial mencegah terjadinya kesulitan belajar pada diri siswa.
e. Konsultan, guru harus siap menyampaikan nasehat kepada guru lainnya yang
membutuhkan pengetahuan tambahan dan penyuluhan.
f. Pemberi resep, guru remedial berperan pula sebagai pemberi resep untuk
menyembuhkan siswa yang lamban belajar.
g. Ekspert, guru pendidikan remedial berperan pula sebagai peneliti, pengumpul,
pengolah dan penyimpul data hasil penelitian.41
Pemahaman tentang pentingnya pendidikan dan pembelajaran remedial di
madrasah sebagai salah satu pengembangan mutu sumber daya manusia, dan
apabila pendidikan ini tidak dilaksanakan maka jumlah siswa yang mengalami
kesulitan belajar akan semakin bertambah banyak dan akan menambah beban
tanggung jawab masyarakat disekelilingnya.
7. Pendekatan dan Metode dalam Pembelajaran Remedial
Adapun pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran remedial
sebagaimana diungkapkan oleh Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, adalah:
1) Pendekatan yang bersifat kuratif
41 Wijaya, C. Pendidikan Remedial (Sarana Pengembangan Mutu Sumber Daya Manusia), Bandung: Remaja Roksada, 1996, hal. 49.
29
Pendekatan ini diadakan mengingat kenyataannya ada seseorang atau
sejumlah siswa, bahkan mungkin seluruh anggota kelompok belajar tidak mampu
menyelesaikan program secara sempurna sesuai dengan kriteria keberhasilan
dalam proses belajar mengajar. Program dalam proses itu dapat diartikan untuk
setiap pertemuan, unit pelajaran, atau satuan waktu tertentu.
Untuk mencapai sasaran pencapaian dapat menggunakan pendekatan: 1)
Pengulangan, 2) Pengayaan/pengukuhan, 3) Percepatan
2) Pendekatan yang bersifat preventif
Pendekatan ini ditujukan kepada siswa tertentu yang berdasarkan
data/informasi diprediksikan atau patut diduga akan mengalami kesulitan dalam
menyelesaikan suatu program studi tertentu yang akan ditempuhnya. Prediksi itu
dikategorikan menjadi dua, yaitu:
1) Bagi yang termasuk kategori normal mampu menyelesaikan program belajar
mengajar biasa sesuai dengan waktu yang disediakan.
2) Bagi mereka yang diperkirakan terlambat atau tidak dapat menyelesaikan
program dengan batas waktu yang ditetapkan. Berdasarkan prediksi tersebut
maka layanan pengajaran perbaikan dapat dalam bentuk:
a) Kelompok belajar homogen
b) Individual
c) Kelompok dengan kelas remedial
3) Pendekatan yang bersifat pengembangan
Pendekatan ini merupakan upaya yang dilakukan guru selama proses
belajar mengajar berlangsung (during teaching diagnostic). Sasaran pokok dari
pendekatan ini adalah agar siswa dapat mengatasi hambatan-hambatan atau
kesulitan-kesulitan yang mungkin dialami selama proses belajar mengajar
30
berlangsung. Oleh karena itu, diperlukan peranan bimbingan dan penyuluhan
agar tujuan pengajaran yang telah dirumuskan berhasil. Sedangkan metode
yang digunakan, yaitu:
1) Tanya jawab
2) Diskusi
3) Tugas
4) Kerja kelompok
5) Tutor
6) Pengajaran individual.42
Dalam pembelajaran remedial guru harus menggunakan berbagai
pendekatan dan metode pengajaran secara khusus sesuai dengan tingkat kesulitan
belajar yang dihadapi oleh siswa. Hal ini dimaksudkan agar pembelajaran remedial
dapat mencapai tujuan yang diharapkan yaitu untuk membantu siswa dalam
meningkatkan prestasi belajarnya.
8. Pelaksanaan Pembelajaran Remedial
Pembelajaran remedial pada hakikatnya adalah pemberian bantuan bagi
peserta didik yang mengalami kesulitan atau kelambatan belajar. Sehubungan
dengan itu, langkah-langkah yang perlu dikerjakan dalam pemberian pembelajaran
remedial meliputi dua langkah pokok, yaitu pertama mendiagnosis kesulitan belajar,
dan kedua memberikan perlakuan (treatment) pembelajaran remedial.
a. Diagnosis Kesulitan Belajar
1) Tujuan
42 Abu Ahmadi, Psikologi Belajar, Jakarta: Rineka Cipta, 1991, hal. 161-172.
31
Diagnosis kesulitan belajar dimaksudkan untuk mengetahui tingkat
kesulitan belajar peserta didik. Kesulitan belajar dapat dibedakan menjadi
kesulitan ringan, sedang dan berat.
a) Kesulitan belajar ringan biasanya dijumpai pada peserta didik
yang kurang perhatian di saat mengikuti pembelajaran.
b) Kesulitan belajar sedang dijumpai pada peserta didik yang
mengalami gangguan belajar yang berasal dari luar diri peserta didik,
misalnya faktor keluarga, lingkungan tempat tinggal, pergaulan, dsb.
c) Kesulitan belajar berat dijumpai pada peserta didik yang
mengalami ketunaan pada diri mereka, misalnya tuna rungu, tuna netra,
tuna daksa, dsb.
2) Teknik
Teknik yang dapat digunakan untuk mendiagnosis kesulitan belajar
antara lain: tes prasyarat (prasyarat pengetahuan, prasyarat keterampilan),
tes diagnostik, wawancara, pengamatan, dsb.
a) Tes prasyarat adalah tes yang digunakan untuk mengetahui apakah
prasyarat yang diperlukan untuk mencapai penguasaan kompetensi
tertentu terpenuhi atau belum. Prasyarat ini meliputi prasyarat
pengetahuan dan prasyarat keterampilan.
b) Tes diagnostik digunakan untuk mengetahui kesulitan peserta didik dalam
menguasai kompetensi tertentu. Misalnya dalam mempelajari operasi
bilangan, apakah peserta didik mengalami kesulitan pada kompetensi
penambahan, pengurangan, pembagian, atau perkalian.
32
c) Wawancara dilakukan dengan mengadakan interaksi lisan dengan peserta
didik untuk menggali lebih dalam mengenai kesulitan belajar yang
dijumpai peserta didik.
d) Pengamatan (observasi) dilakukan dengan jalan melihat secara cermat
perilaku belajar peserta didik. Dari pengamatan tersebut diharapkan dapat
diketahui jenis maupun penyebab kesulitan belajar peserta didik.
Adapun prosedur/langkah-langkah tentang pelaksanaan pembelajaran
remedial berdasarkan Petunjuk Teknis Pembelajaran Tuntas, Remedial dan
Pengayaan di SMA/MA oleh Direktorat Pembinaan SMA/MA tahun 2010 adalah
sebagai berikut:
(1) Kepala madrasah menugaskan wakasek kurikulum dan Tim Pengembang
Kurikulum madrasah menyusun rencana kegiatan dan rambu-rambu
pelaksanaan pembelajaran remedial dan pembelajaran pengayaan;
(2) Kepala madrasah memberikan arahan teknis tentang program remedial dan
pengayaan yang sekurang-kurangnya mencakup:
(a) Dasar pelaksanaan pembelajaran remedial dan pengayaan;
(b) Tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan pembelajaran remedial dan
pengayaan;
(c) Manfaat pembelajaran remedial, dan pengayaan;
(d) Hasil yang diharapkan dari pembelajaran remedial dan pengayaan;
(e) Unsur-unsur yang terlibat dan uraian tugas dalam pelaksanaan
pembelajaran remedial dan pengayaan.
(3) Wakil kepala madrasah bidang kurikulum bersama TPK
madrasah menyusun rencana kegiatan dan rambu-rambu pelaksanaan
33
pembelajaran remedial dan pengayaan sekurang-kurangnya berisi uraian
kegiatan, sasaran/hasil, pelaksana, dan jadwal pelaksanaan;
(4) Kepala madrasah bersama wakasek kurikulum/TPK madrasah
dan guru/MGMP membahas rencana kegiatan dan rambu-rambu
pelaksanaan pembelajaran remedial dan pengayaan;
(5) Kepala madrasah mensahkan dan menandatangani rencana
kegiatan dan rambu-rambu pelaksanaan pembelajaran remedial dan
pengayaan;
(6) Guru/MGMP menentukan jenis program remedial atau
pengayaan berdasarkan pencapaian kompetensi peserta didik dengan
menggunakan analisis ketuntasan KKM, dengan acuan:
(a) Program remedial jika pencapaian kompetensi peserta didik kurang dari
nilai KKM
(b) Program pengayaan jika pencapaian kompetensi peserta didik lebih atau
sama dengan nilai KKM
(7) Guru/MGMP melaksanakan program pembelajaran
pengayaan dan pembelajaran remedial berdasarkan klasifikasi hasil
pencapaian kompetensi peserta didik;
(8) Guru/MGMP melaksanakan penilaian bagi siswa yang
mengikuti program pengayaan yang hasilnya dimasukkan dalam portofolio;
(9) Guru/MGMP melaksanakan penilaian ulang bagi peserta
didik yang remedial dan hasilnya sebagai nilai pencapaian kompetensi
peserta didik.43
43 Juknis, Pembelajaran Tuntas, Remedial dan Pengayaan di SMA/MA, Direktorat Pembinaan SMA/MA tahun 2010.
34
9. Pengertian Kesulitan Belajar
Menurut Mulyadi kesulitan belajar dapat diartikan sebagai suatu kondisi
dalam suatu proses belajar yang ditandai adanya hambatan-hambatan tertentu
untuk mencapai hasil belajar. Hambatan-hambatan ini mungkin disadari dan
mungkin juga tidak disadari oleh orang yang mengalaminya, dan dapat bersifat
sosiologis, psikologis ataupun fisiologis dalam keseluruhan proses belajar.44
10.Langkah-Langkah Diagnosis dan Pemecahan Kesulitan Belajar
Selanjutnya Mulyadi mengatakan bahwa ada beberapa langkah yang mesti di
lakukan dalam mendiagnosis dan memecahkan kesulitan belajar siswa,
diantaranya:
a. Identifikasi Siswa Yang Mengalami Kesulitan Belajar
Tujuan identifikasi dalam kasus ini adalah menemukan siswa yang
diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Adapun langkah-langkah yang
dilakukan dalam mengidentifikasi siswa yang mengalami kesulitan belajar, yaitu:
1) Menandai siswa dalam satu kelas atau dalam satu kelompok yang
diperkirakan mengalami kesulitan belajar baik yang sifatnya umum maupun
khusus dalam mata pelajaran (bidang studi). Cara yang dilakukan adalah
membandingkan posisi atau kedudukan siswa dalam kelompoknya atau dengan
kriteria tingkat penguasaan yang telah ditetapkan sebelumnya (Penilaian Acuan
Patokan) untuk suatu mata pelajaran atau bahan tertentu. 2) Teknik yang dapat
ditempuh bermacam-macam antara lain: a) Meneliti nilai ulangan yang tercantum
dalam “record academic”. Kemudian dibandingkan dengan nilai rata-rata kelas
atau dengan kriteria tingkat penguasaan minimal kompetensi yang dituntut. b)
44 Mulyadi, Diagnosis Kesulitan Belajar dan Bimbingan Terhadap Kesulitan Belajar Khusus, Yogjakarta: Nuha Litera, cet Kedua, 2010, hal. 6.
35
Menganalisis hasil ulangan dengan melihat sifat kesalahan yang dibuat. c)
Melakukan observasi pada saat siswa dalam proses belajar mengajar: i)
Mengamati tingkah laku dan kebiasaan siswa dalam mengikuti satu mata
pelajaran tertentu. ii) Mengamati tingkah laku siswa dalam mengerjakan tugas-
tugas tertentu yang diberikan di dalam kelas. iii) Berusaha mengetahui
kebiasaan dan cara belajar siswa di rumah melalui check list atau melalui
kunjungan rumah. iv) Mendapatkan kesan atau pendapat dari guru lain terutama
wali kelas, guru pembimbing dan lain-lain (Entang, 1991).45
Menurut Abin Syamsuddin yang dikutip Mulyadi, dalam mengidentifikasi
siswa yang mengalami kesulitan belajar dapat dilakukan dengan menghimpun,
menganalisis dan menafsirkan data hasil belajar dapat dipergunakan alternatif
acuan penilaian, yaitu:
1) Penilaian Acuan Patokan (Criterion Referenced Evaluation). Menafsirkan data
hasil belajar dengan Penilaian Acuan Patokan, dapat menggunakan langkah-
langkah sebagai berikut: a) Menetapkan angka nilai kualifikasi minimal yang
dapat diterima (misalnya 6,7 dan seterusnya) sebagai batas lulus (passing
grade), atau jumlah kesalahan minimal yang masih dapat dimaafkan dalam
suatu penilaian. b) Kemudian membandingkan angka nilai (prestasi) dari
setiap siswa dengan nilai batas lulus tersebut dan mencatat siswa yang posisi
angka nilai atau prestasinya berada di bawah angka nilai batas lulus tersebut.
Secara teoritis siswa yang angka nilai atau prestasinya berada di bawah
batas lulus sudah dapat diduga sebagai siswa yang mengalami kesulitan
belajar. c) Menghimpun semua siswa yang mempunyai angka nilai atau
prestasi di bawah angka minimal nilai batas lulus tersebut. Kesemuanya
45 Lihat dalam Mulyadi, Diagnosis Kesulitan Belajar, Ibid, hal. 19.
36
mungkin akan merupakan sebagian (mayoritas), seimbang, sebagian kecil
(minoritas) dibandingkan dengan keseluruhan populasi kelompoknya. d)
Kalau akan memberikan prioritas layanan kepada mereka yang diduga
mengalami kesulitan paling berat atau yang paling banyak membuat
kesalahan, sebaiknya membuat ranking dengan menyisihkan angka nilai
setiap siswa yang mengalami kasus dengan angka nilai setiap siswa yang
mengalami kasus dengan angka nilai batas lulus (passing grade) sehingga
akan diperoleh angka selisih (deviasi) nya dan menyusun daftar kasus
tersebut mulai dengan siswa yang angka selisihnya paling besar. Dengan
cara demikian, akan ditemukan individu-individu siswa sebagai kasus, kalau
ternyata hanya sebagian kecil dari populasi kelas, serta dapat pula ditemukan
siswa yang perlu mendapatkan prioritas. Disamping itu akan ditemukan pula
kelompok siswa tertentu sebagai kasus, kalau ternyata mayoritas dari
populasi kelas tersebut nilai presentasinya di bawah angka nilai batas lulus.
2) Penilaian Acuan Norma (Norm Referenced Evaluation). Penilaian Acuan
Norma tepat dipergunakan, apabila angka nilai batas prestasi rata-rata yang
dijadikan ukuran pembanding bagi setiap angka nilai siswa bersifat individual.
Adapun teknik pelaksanaannya adalah sebagai berikut: a) Mencari atau
menghitung angka nilai rata-rata kelas atau kelompok dengan
mengoperasikan formula yang telah dipelajari (jumlah nilai atau nilai berbobot
keseluruhan dibagi dengan jumlah anggota/populasi kelas). b) Kemudian
menandai siswa yang angka nilai prestasinya berada di bawah rata-rata
prestasi kelasnya. c) Apabila akan diberikan prioritas layanan bimbingan,
harus dibuat ranking (menghitung angka selisih atau deviasi nilai prestasi
individual dengan angka nilai rata-rata presentasi kelasnya). Dengan cara
37
demikian akan didapatkan sejumlah siswa kasus yang diduga mengalami
kesulitan belajar, karena mempunyai prestasi jauh di bawah rata-rata prestasi
kelasnya. Penilaian Acuan Norma hanya dapat menunjukkan kasus-kasus
siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar dibandingkan dengan prestasi
kelompoknya. Sedangkan tingkat pencapaian penguasaan (materi) dari suatu
mata pelajaran sukar diketahui, karena mungkin saja pada situasi tertentu
nilai prestasi seluruh siswa dan kelompok yang bersangkutan ada di bawah
angka lulus. Seperti yang sudah di jelaskan di atas, kasus kesulitan belajar
dapat dideteksi dari catatan observasi atau laporan proses kegiatan belajar.
Diantara catatan proses belajar itu adalah:
a) Catatan cepat lambat (berapa lama) menyelesaikan pekerjaan (tugas).
Dalam lembaga pendidikan tertentu, untuk bidang studi tertentu
dan oleh guru tertentu telah mulai diadakan pencatatan berapa waktu
yang secara efektif digunakan oleh siswanya dalam memecahkan soal
atau mengerjakan tugas tertentu. dalam konteks kelas, biasanya waktu
dialokasikan untuk tiap bidang studi dan tiap jam pelajaran tertentu (40-45
menit). Dalam konteks tugas individual ditetapkan berdasarkan
perhitungan hari atau minggu tertentu, dengan menetapkan ancer-ancer
batas waktu akhir. Catatan ini sangat berharga sehingga dapat
menggambarkan siapa siswa yang selalu lebih cepat atau selalu terlambat
(tidak sesuai dengan batas waktu yang telah ditetapkan), disamping siswa
yang selalu tepat pada waktunya. Dengan membandingkan deviasi
(berapa lama terlambat) dan frekuensi siswa secara kelompok atau
dengan jalan membuat ranking, mulai dari mereka yang paling lambat
atau yang paling sering terlambat dalam menyelesaikan soal-soal atau
38
tugas-tugas akan mempermudah bagi guru untuk menemukan kasus-
kasus siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar melalui
keterlambatan tersebut.
b) Catatan kehadiran (presensi) dan ketidak hadiran (absensi).
Pada umumnya setiap guru sangat memperhatikan pencatatan
kehadiran atau ketidakhadiran inipun merupakan indikator berharga untuk
menandai siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar, dengan
membuat ranking mulai dari yang paling banyak angka ketidakhadirannya,
maka guru lebih mudah menentukan siapa-siapa siswa yang dapat
dijadikan kasus. Kemungkinan relevansi frekuensi ketidakhadiraan ini
akan nampak dengan kualifikasi prestasinya (kalau hal ini diperhitungkan
dalam pemberian angka nilai).
c) Catatan partisipasi dan kontribusi dalam pemecahan masalah.
Dalam bidang studi tertentu yang mengutamakan penguasaan
keterampilan berkomunikasi dan berintegrasi sosial dalam pengembangan
pikiran, menyanggah, menjawab dengan argumen tertentu, maka catatan
partisipasi ini sangat berharga. Guru akan memperoleh gambaran
seberapa banyak aktifitas, kontribusi serta partisipasi siswa dalam
kelompoknya (kelas) dengan menghitung frekuensi pembicaraan dan
segala kualifikasinya. Dengan memperhatikan angka-angka tersebut, guru
dapat menandai siapa siswa yang aktif dan pasif. Prosedurnya dapat
dilakukan sama seperti untuk poin 2 (dua) di atas.
d) Catatan kemampuan kerjasama dan penyesuaian sosialnya. (Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, 1994).
39
Dalam bidang studi tertentu, juga kepada siswa kadang-kadang
dituntut suatu kerjasama dengan kelompoknya. Salah satu kondisi yang
perlu ada untuk bekerjasama dalam konteks kelompok ini adalah saling
menerima, saling percaya dan saling menghargai di antara sesame
anggotanya dan juga dengan pemimpinnya. Oleh karena itu catatan atau
gambaran tentang kondisi ini (sosiogram) amat penting, di mana siswa
yang satu memilih, dipilih dan tidak dipilih oleh siswa yang lain. Dari daftar
frekuensi pilihan atau sosiogram, guru dapat mengetahui siapa saja yang
paling disenangi dan siapa pula yang paling terisolir.
b. Melokalisasi Jenis Dan Sifat Kesulitan Belajar
Sesudahditemukan individu atau siswa yang dapat diduga mengalami
kesulitan belajar, maka langkah selanjutnya adalah melokalisasi jenis dan sifat
kesulitan belajar. Dalam langkah ini ada tiga persoalan pokok yang harus dikaji:
1) Mendeteksi kesulitan belajar siswa pada bidang studi tertentu.
2) Mendeteksi pada kawasan tujuan belajar dan bagian ruang lingkup bahan
pelajaran manakah kesulitan yang terjadi.
3) Analisis terhadap catatan mengenai proses belajar.
c. Memperkirakan Sebab-Sebab Kesulitan Belajar
Guru atau konselor dihadapkan kepada masalah bagaimana menduga
penyebab pola kekuatan dan kelemahan pada siswa. Hal ini didasarkan pada
asumsi bahwa tidak dapat diambil keputusan secara bijaksana untuk membantu
siswa mengatasi kesulitannya, apabila tidak mempunyai gambaran yang jelas
tentang apa yang menjadi kesulitannya. Diantaranya:
40
1. Kemampuan siswa dalam mengingat relatif kurang
2. Perhatian siswa yang sangat kurang dan mudah terganggu dengan sesuatu
yang lain disekitarnya pada saat belajar
3. Secara relatif lemah kemampuan siswa dalam memahami secara menyeluruh
4. Kurang dalam hal memotivasi diri dalam belajar
5. Kurang dalam hal kepercayaan diri dan rendah harapan dirinya
6. Lemah dalam kemampuan memecahkan masalah
7. Sering gagal dalam menyimak suatu gagasan dari suatu informasi
8. Mengalami kesulitan dalam memahami suatu konsep yang abstrak
9. Gagal menghubungkan suatu konsep dengan konsep lainnya yang relevan
10.Memerlukan waktu relatif lebih lama daripada yang lainnya untuk
menyelesaikan tugas-tugas.
d. Proses Pemecahan Kesulitan Belajar
Adapun langkah-langkah dalam proses pemecahan kesulitan belajar
meliputi: 1) memperkirakan kemungkinan bantuan, 2) menetapkan kemungkinan
cara mengatasi, 3) tindak lanjut.46
11. Indikator Kesulitan Belajar dan Keberhasilan Siswa
Dalam dunia pendidikan banyak hal yang kita dapatkan pada seorang siswa,
ada siswa yang lamban atau memiliki prestasi yang tinggi adapula yang sebaliknya.
Menurut Sofyan seorang siswa dapat disebut mengalami kesulitan belajar apabila
pada diri siswa terdapat tanda-tanda sebagai berikut:
46 Mulyadi, Diagnosis Kesulitan Belajar, Ibid, hal. 18-41.
41
a. Tidak menguasai sejumlah materi pelajaran atau keterampilan dalam batas
waktu yang telah ditentukan.
b. Berada pada urutan rendah menurut kemajuan yang dicapai hasil belajar sesuai
dengan kemampuan yang ada pada dirinya.47
Secara umum dapat dilihat bahwa siswa yang mengalami kesulitan belajar
dapat dilihat dari tingkat prestasi yang diperolehnya. Endang mengatakan bahwa
“Siswa dapat mengalami kesulitan belajar jika tidak mencapai ketuntasan (taraf
penguasaan materi) sebesar 75% keatas.48 Disamping itu Wijaya menyatakan
bahwa berdasarkan kurikulum standar nasional, siswa yang menguasai
pengetahuan diatas 75%, dibolehkan untuk melanjutkan studinya pada program
selanjutnya. Bagi mereka yang belum menguasai pengetahuan itu dengan baik,
maka mereka harus mengulangi bagian-bagian pengetahuan tertentu yang belum
dikuasianya”.49
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa siswa dapat dikatakan
mengalami kesulitan belajar apabila tidak menguasai sejumlah materi pelajaran atau
keterampilan atau dengan kata lain siswa tersebut belum mencapai tingkat
ketuntasan 75% ketas.
12. Bentuk Pelaksanaan Pembelajaran Remedial
Setelah diketahui kesulitan belajar yang dihadapi peserta didik, langkah
berikutnya adalah memberikan perlakuan berupa pembelajaran remedial. Bentuk-
bentuk pelaksanaan pembelajaran remedial antara lain:
a. Pemberian pembelajaran ulang dengan metode dan media yang berbeda.
47 Sofyan, G. Pembelajaran Remedial, Kendari: Unhalu, 1989, hal. 58.48 Endang, M. Diagnosis Kesulitan Belajar dan Pembelajaran Remedial, Jakarta: Depdikbud, 1981, hal. 4.49 Wijaya, C. Pendidikan Remedial (Sarana Pengembangan Mutu Sumber Daya Manusia), Bandung:
Remaja Roksada, 1996, hal. 6.
42
Pembelajaran ulang dapat disampaikan dengan cara penyederhanaan
materi, variasi cara penyajian, penyederhanaan tes/pertanyaan. Pembelajaran
ulang dilakukan bilamana sebagian besar atau semua peserta didik belum
mencapai ketuntasan belajar atau mengalami kesulitan belajar. Pendidik perlu
memberikan penjelasan kembali dengan menggunakan metode dan/atau media
yang lebih tepat.
b. Pemberian bimbingan secara khusus, misalnya bimbingan perorangan.
Dalam hal pembelajaran klasikal peserta didik mengalami kesulitan, perlu
dipilih alternatif tindak lanjut berupa pemberian bimbingan secara individual.
Pemberian bimbingan perorangan merupakan implikasi peran pendidik sebagai
tutor. Sistem tutorial dilaksanakan bilamana terdapat satu atau beberapa peserta
didik yang belum berhasil mencapai ketuntasan.
c. Pemberian tugas-tugas latihan secara khusus.
Dalam rangka menerapkan prinsip pengulangan, tugas-tugas latihan perlu
diperbanyak agar peserta didik tidak mengalami kesulitan dalam mengerjakan
tes akhir. Peserta didik perlu diberi latihan intensif (drill) untuk membantu
menguasai kompetensi yang ditetapkan.
d. Pemanfaatan tutor sebaya.
Tutor sebaya adalah teman sekelas yang memiliki kecepatan belajar lebih.
Mereka perlu dimanfaatkan untuk memberikan tutorial kepada rekannya yang
mengalami kelambatan belajar. Dengan teman sebaya diharapkan peserta didik
yang mengalami kesulitan belajar akan lebih terbuka dan akrab.
Hasil belajar yang menunjukkan tingkat pencapaian kompetensi melalui
penilaian diperoleh dari penilaian proses dan penilaian hasil. Penilaian proses
diperoleh melalui postes, tes kinerja, observasi dan lain-lain. Sedangkan penilaian
43
hasil diperoleh melalui ulangan harian, ulangan tengah semester dan ulangan akhir
semester.
Jika peserta didik tidak lulus karena penilaian hasil maka sebaiknya hanya
mengulang tes tersebut dengan pembelajaran ulang jika diperlukan. Namun apabila
ketidaklulusan akibat penilaian proses yang tidak diikuti (misalnya kinerja praktik,
diskusi/presentasi kelompok) maka sebaiknya peserta didik mengulang semua
proses yang harus diikuti.50
13. Waktu Pelaksanaan Pembelajaran Remedial
Terdapat beberapa alternatif berkenaan dengan waktu atau kapan
pembelajaran remedial dilaksanakan. Pertanyaan yang timbul, apakah
pembelajaran remedial diberikan pada setiap akhir ulangan harian, mingguan, akhir
bulan, tengah semester, atau akhir semester. Ataukah pembelajaran remedial itu
diberikan setelah peserta didik mempelajari SK atau KD tertentu? Pembelajaran
remedial dapat diberikan setelah peserta didik mempelajari KD tertentu. Namun
karena dalam setiap SK terdapat beberapa KD, maka terlalu sulit bagi pendidik
untuk melaksanakan pembelajaran remedial setiap selesai mempelajari KD tertentu.
Mengingat indikator keberhasilan belajar peserta didik adalah tingkat ketuntasan
dalam mencapai SK yang terdiri dari beberapa KD, maka pembelajaran remedial
dapat juga diberikan setelah peserta didik menempuh tes SK yang terdiri dari
beberapa KD. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa SK merupakan satu
kebulatan kemampuan yang terdiri dari beberapa KD. Mereka yang belum mencapai
penguasaan SK tertentu perlu mengikuti program pembelajaran remedial.
50 Depdiknas, Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Remedial. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Sekolah Menengah Atas, 2008.
44
14. Tes Ulang dan Nilai Hasil Remedial
Tes ulang diberikan kepada peserta didik yang telah mengikuti program
pembelajaran remedial agar dapat diketahui apakah peserta didik telah mencapai
ketuntasan dalam penguasaan kompetensi yang telah ditentukan. Kalau belum
mencapai ketuntasan maka harus diadakan remedial kedua. Sedangkah Nilai hasil
remedial tidak melebihi nilai KKM yang sudah ditetapka.51
15. Prestasi Siswa
a. Pengertian Prestasi Siswa
Prestasi adalah hasil yang telah dicapai dari yang telah dilakukan atau
dikerjakan. Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan
yang dikembangkan melalui mata pelajaran yang lazimnya ditunjukkan dengan
nilai tes atau angka nilai yang diberikan guru. Sedangkan siswa adalah murid
pada pendidikan dasar dan menengah.52
Dengan demikian secara etimologis, prestasi belajar adalah penguasaan
pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki siswa. Menurut Tohirin, prestasi
belajar adalah apa yang telah dicapai siswa setelah melakukan kegiatan
belajar.53 Nana Sudjana, menyebut prestasi belajar dengan istilah hasil belajar,
yakni hasil belajar yang dimiliki siswa yang mencakup aspek kognitif, psikomotor
dan afektif. Ketiga aspek tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan bahkan membentuk hubungan hirarki.54
51 Depdiknas, (2008). Ibid.52 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Op Cit., hal. 895 dan 1077.53 Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Berbasis Integrasi dan Kompetensi, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2005, hal. 151.54 Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: PT. Sinar Baru Algesindo, 1991, hal.
49-50.
45
Dengan demikian secara terminologis, prestasi siswa adalah hasil belajar
yang telah dicapai menurut kemampuan yang dimiliki dan ditandai dengan
perkembangan serta perubahan tingkah laku pada diri siswa yang diperlukan
dari belajar dalam waktu tertentu.
Prestasi siswa terdiri atas prestasi akademik dan prestasi non akademik.
Prestasi akademik adalah hasil pelajaran yang diperoleh dari kegiatan belajar di
sekolah yang bersifat kognitif dan biasanya ditentukan melalui pengukuran dan
penilaian.55 Sedangkan prestasi non akademik adalah prestasi siswa yang
dicapai di luar akademik, seperti prestasi dibidang olahraga, kesenian, pramuka
dan perlombaan lainnya. Prestasi siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik
yang berasal dari dalam diri siswa (internal) maupun dari luar diri siswa
(eksternal). Beberapa faktor internal dan faktor eksternal yang berinteraksi baik
secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap prestasi
siswa. Prestasi yang dicapai siswa pada hakikatnya merupakan hasil interaksi
antara berbagai faktor tersebut. Oleh karena itu guru harus memahami berbagai
faktor yang dapat mempengaruhi prestasi siswa. Pemahaman terhadap berbagai
faktor itu menjadi penting dalam rangka membantu siswa mencapai prestasi
yang optimal sesuai dengan kemampuan masing-masing siswa.
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi siswa terdiri atas faktor internal
dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa,
sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa. Faktor
55 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Op Cit., hal. 895.
46
internal terdiri atas faktor fisiologi dan faktor psikologi, factor eksternal terdiri atas
faktor lingkungan dan faktor instrumental.
Faktor fisiologi adalah faktor yang berhubungan dengan kondisi jasmani
siswa, sedangkan faktor psikologi adalah faktor yang berhubungan dengan kualitas
dan kuantitas pembelajaran. Faktor lingkungan adalah faktor yang berhubungan
dengan kondisi tempat tinggal siswa, sedangkan factor instrumental adalah faktor
yang berhubungan dengan instrument pembelajaran.56 Uraian berikut akan
berupaya menjelaskan berbagai faktor tersebut.
1) Faktor Internal
a) Faktor Fisiologi
(1) Kondisi Fisik
Kondisi fisik menunjukkan pada tahap pertumbuhan dan kesehatan
jasmani. Kondisi fisik yang sehat sangat berpengaruh positif terhadap
proses pembelajaran dan prestasi siswa, begitu juga sebaliknya kondisi
fisik yang kurang sehat sangat berpengaruh negatif terhadap proses
pembelajaran dan prestasi siswa.
(2) Kondisi Panca Indera
Sebagaimana kondisi fisik, kondisi panca indera juga berpengaruh
terhadap proses pembelajaran dan prestasi siswa. Panca indera yang
lengkap dan sempurna sangat berpengaruh positif terhadap proses
pembelajaran dan prestasi siswa. Sedangkan panca indera yang kurang
sempurna, seperti kaburnya penglihatan, kurangnya pendengaran, tidak
56 Mahfudh Shalahuddin, Pengantar Psikologi Pendidikan, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1990, hal. 58-68
47
fasihnya berbicara serta cacat badan merupakan faktor yang sangat
menghambat terhadap proses pembelajaran dan prestasi siswa.
b) Faktor Psikologi
(1) Bakat
Bakat adalah dasar atau kepandaian, sifat dan pembawaan sejak
lahir. Bakat sangat berpengaruh terhadap prestasi siswa. Apabila siswa
belajar sesuai dengan bakatnya, maka prestasinya akan lebih baik, karena
siswa menjadi senang belajar dan lebih giat lagi belajar.
(2) Minat
Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan
mengenang beberapa kegiatan. Minat sangat berpengaruh terhadap
prestasi siswa. Sebab jika bahan pelajaran tidak sesuai dengan minat atau
tidak diminati siswa, maka siswa tidak akan belajar dengan baik karena
tidak ada daya tarik. Sebaliknya bahan pelajaran yang diminati siswa akan
lebih mudah difahami dan disimpan dalam memori kognitif siswa yang
pada gilirannya akan sangat berpengaruh terhadap prestasi belajat siswa.
(3) Kecerdasan
Kecerdasan adalah kesempurnaan perkembangan akal budi seperti
kepandaian atau ketajaman pikiran. Kecerdasan merupakan kemampuan
untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan
dengan cara yang tepat. Kecerdasan memegang peranan yang sangat
penting bagi prestasi siswa. Karena tingginya peranan kecerdasan dalam
mencapai prestasi belajar maka guru harus memberikan perhatian yang
48
sangat besar terhadap mata pelajaran yang banyak membutuhkan berpikir
rasional seperti matematika atau IPA.
(4) Motivasi
Motivasi adalah dorongan yang timbul pada diri seseorang untuk
melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Motivasi belajar adalah
keadaan pada diri siswa yang mendorongnya untuk belajar. Motivasi
terdiri atas motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik
merupakan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa yang dapat
mendorongnya untuk belajar, seperti perasaan menyenangi materi
pelajaran dan kebutuhan terhadap materi pelajaran tersebut apakah untuk
kehidupan masa depan siswa atau untuk kebutuhan yang lain. Motivasi
ekstrinsik merupakan keadaan yang datang dari luar diri siswa yang
mendorongnya untuk belajar, seperti pujian, hadiah, hukuman, tata tertib
dan keteladanan. Kekurangan atau ketiadaan motivasi baik intrinsik
mapun ekstrinsik akan menyebabkan siswa kurang bersemangat untuk
belajar yang dampaknya akan berpengaruh terhadap prestasi siswa.
(5) Perhatian
Perhatian merupakan keaktifan jiwa yang dipertinggi dimana jiwa itu
tertuju kepada suatu objek. Perhatian terbagi dua, perhatian yang timbul
dari keinginan (volitional attention) dan bukan dari keinginan (nonvolitional
attention). Perhatian volitional memerlukan usaha sadar dari individu untuk
menangkap suatu gagasan atau objek, sedangkan perhatian nonvolitional
timbul tanpa kesadaran kehendak. Untuk memperoleh prestasi yang baik,
siswa harus member perhatian penuh terhadap materi pelajaran. Oleh
karena itu materi pelajaran harus selalu menarik perhatian siswa, sebab
49
jika materi pelajaran tidak menarik perhatian siswa maka akan
menimbulkan kebosanan sehingga siswa menjadi malas belajar.
2) Faktor Eksternal
a) Faktor Lingkungan
(1) Alam
Lingkungan alam merupakan faktor lingkungan yang berupa kondisi
alam sekitar. Alam sekitar berpengaruh terhadap prestasi siswa. Alam
sekitar di pedesaan yang biasanya berupa pegunungan atau pantai
dengan fasilitas pendidikan yang terbatas akan sangat berbeda dengan
alam sekitar di perkotaan yang fasilitas pendidikannya lengkap.
(2) Sosial
Lingkungan sosial terdiri atas lingkungan keluarga, lingkungan
sekolah dan lingkungan masyarakat. Lingkungan keluarga meliputi orang
tua, suasana rumah, keadaan sosial ekonomi keluarga dan latar belakang
kebudayaan. Lingkungan keluarga turut mempengaruhi prestasi siswa,
bahkan menjadi faktor yang sangat penting, karena sebagian besar waktu
belajar dilaksanakan di rumah. Keluarga yang kurang mendukung situasi
belajar, seperti kericuhan keluarga, kurang perhatian orang tua, kurangnya
perlengkapan belajar dan kebiasaankebiasaan dalam keluarga yang
kurang baik akan mempengaruhi prestasi belajar siswa. Lingkungan
sekolah seperti kondisi dan letak sekolah yang buruk, misalnya dekat
pasar atau terminal serta fasilitas sekolah yang rendah turut berpengaruh
terhadap prestasi belajar siswa. Lingkungan masyarakat seperti media
masa, teman bergaul, kegiatan masyarakat dan pola hidup lingkungan
50
turut berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Lingkungan
masyarakat yang tidak kondusif akan menghambat siswa dalam meraih
prestasi, karena dapat mempengaruhi perilaku belajar siswa.
b) Faktor Instrumental
(1) Kurikulum
Kurikulum merupakan program belajar untuk siswa sebagai dasar
dalam perencanaan pembelajaran. Oleh karena itu kurikulum harus
mempertimbangkan kebutuhan siswa. Sebagai program pembelajaran
kurikulum mengandung tujuan, isi program dan strategi. Pembelajaran
adalah operasional dari kurikulum. Melalui proses pembelajaran,
kurikulum dapat mempengaruhi prestasi siswa. Guru harus menguasai
kurikulum dan menterjemah serta menjabarkannya kepada siswa melalui
proses pembelajaran.
(2) Guru
Guru memiliki tugas menyelenggarakan kegiatan pembelajaran,
membimbing, melatih, mengolah, meneliti dan mengembangkan serta
memberikan penalaran teknik. Oleh karena itu guru harus memiliki
wewenang dan kemampuan profesional, kepribadian dan
kemasyarakatan. Guru yang profesional akan turut berpengaruh terhadap
prestasi belajar siswa. Guru juga harus menunjukkan fleksibilitas yang
tinggi yaitu pendekatan didaktif dan gaya memimpin kelas yang selalu
disesuaikan dengan keadaan dan situasi kelas sehingga dapat menunjang
tingkat prestasi siswa semaksimal mungkin.
(3) Sarana
51
Salah satu faktor yang menunjang keberhasilan dalam proses
belajar adalah tersedianya sumber atau sarana belajar yang memadai.
Sumber belajar itu dapat berupa media atau alat bantu belajar serta bahan
baku penunjang. Alat bantu belajar merupakan semua alat yang dapat
digunakan untuk membantu siswa dalam melakukan perbuatan belajar.
Dengan alat bantu (media), maka pelajaran akan lebih menarik, menjadi
konkret, mudah dipahami, hemat waktu dan tenaga serta hasil yang lebih
bermakna. Sarana atau fasilitas pendidikan seperti buku, perpustakaan,
laboratorium, alat peraga serta media pembelajaran lainnya turut
berpengaruh terhadap peningkatan prestasi belajar siswa. Sarana dan
prasana sekolah harus seimbang dengan jumlah siswa sehingga mampu
meningkatkan prestasi belajarnya.
(4) Manajemen
Manajemen sekolah turut berpengaruh terhadap prestasi siswa.
Sekolah dengan manajemen yang rapi dan ditunjang tenaga yang
profesional akan memberikan layanan administrasi yang baik terhadap
siswa. Layanan administrasi yang baik pada gilirannya akan turut
mempengaruhi prestasi belajar siswa.
c. Tipe-tipe Prestasi Siswa
Pencapaian prestasi belajar siswa merujuk kepada aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik. Oleh karena itu ketiga aspek di atas harus menjadi indicator prestasi
belajar artinya prestasi belajar harus mencakup aspek kognitif, afektif dan
52
psikomotorik. Ketiga aspek di atas tidak berdiri sendiri tetapi merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan, bahkan membentuk hubungan hirarki.57
1) Tipe Prestasi Kognitif
Tipe-tipe prestasi belajar bidang kognitif mencakup: pengetahuan hafalan
(Knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplikasi), analisis,
sintesis dan evaluasi. Pengetahuan mencakup aspek-aspek faktual dan ingatan
(sesuatu yang harus diingat kembali) seperti batasan, peristilahan, pasal, hukum,
ayat-ayat, dan rumus. Tipe prestasi belajar pengetahuan merupakan tingkatan
prestasi belajar yang paling rendah, namun demikian tipe belajar siswa ini
penting sebagai prasyarat untuk menguasai dan mempelajari tipe-tipe prestasi
yang lebih tinggi.
Pemahaman lebih tinggi satu tingkat dari tipe prestasi belajar
pengetahuan hafalan. Pemahaman memerlukan kemampuan menangkap makna
arti dari suatu konsep. Ada tiga macam pemahaman, yaitu pemahaman
terjemahan, yakni kesanggupan memahami makna yang terkandung di
dalamnya, pemahaman penafsiran, misalnya membedakan dua konsep yang
berbeda dan pemahaman ekstrapolasi, yakni kesanggupan melihat dibalik yang
tertulis, tersirat dan tersurat, meramalkan sesuatu dan memperluas wawasan.
Penerapan (aplikasi) merupakan kesanggupan menerapkan dan
mengabstrasikan status, konsep, ide, rumus dan hukum dalam situasi yang baru.
Dalam aplikasi harus ada konsep, teori, hukum atau dalil dan rumus yang
diterapkan terhadap suatu persoalan.
Analisis merupakan kesanggupan memecahkan, menguraikan suatu
integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian yang mempunyai arti. Analisis
57 Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Op Cit, hal. 49-55.
53
merupakan tipe prestasi belajar yang kompleks, yang merupakan unsur tipe hasil
belajar sebelumnya, yakni pengetahuan, pemahaman dan aplikasi. Tipe prestasi
belajar analisis sangat diperlukan bagi para siswa sekolah menengah apalagi
perguruaan tinggi. Kemampuan menalar pada hakikatnya mengandung unsur
analisis, apabila kemampuan analisis telah dimiliki siswa, maka siswa akan
dapat mengkreasi sesuatu yang baru. Katakata operasional yang lazim
digunakan untuk menganalisis antara lain menguraikan, memecahkan, membuat
diagram, memisahkan, membuat garis besar, merinci membedakan,
menghubungkan dan memilih alternatif. Sintesis merupakan lawan analisis.
Analisis tekanannya pada kesanggupan menguraikan suatu integritas menjadi
bagian yang bermakna, sedangkan pada sintesis adalah kesanggupan
menyatukan unsur atau bagian-bagian menjadisatu integritas. Sintesis juga
memerlukan hafalan, pemahaman, aplikasi dan analisis. Berfikir konfergen
biasanya digunakan dalam menganalisis, sedangkan berfikir devergent selalu
digunakan dalam melakukan sintesis.Melalui sintesis dan analisis maka berfikir
kreatif untuk menemukan sesuatu yang baru (inovatif) akan lebih mudah
dikembangkan. Kata-kata operasional untuk melakukan sintesis adalah
mengkategorikan, menggabungkan, menghimpun, menyusun, mencipta,
merancang, mengkontruksi, mengorganisasi kembali, merevisi, menyimpulkan,
menghubungkan dan mensistematisasi.
Evaluasi merupakan kesanggupan memberikan keputusan tentang nilai
sesuatu berdasarkan judgment yang dimilikia dan kriteria yang digunakan. Tipe
prestasi belajar ini dikategorikan paling tinggi, mencakup semua tipe di atas.
Dalam prestasi belajar evaluasi, tekanan pada pertimbangan sesuatu nilai,
mengenai baik tidaknya, tepat tidaknya dengan menggunakan kriteria tertentu.
54
Untuk dapat melakukan evaluasi diperlukan pengetahuan, pemahaman, aplikasi,
analisis, dan sintesis. Kata-kata operasional untuk tipe prestasi belajar evaluasi
adalah menilai, membandingkan, mengkritik, menyimpulkan, mendukung dan
memberikan pendapat.
2) Tipe Prestasi Afektif
Afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Sikap seseorang bisa
diramalkan perubahan-perubahannya. Apabila seseorang telah menguasai
bidang kognitif tingkat tinggi. Ada kecenderungan bahwa prestasi belajar bidang
afektif kurang mendapat perhatian guru. Guru cenderung lebih memperhatikan
pada bidang kognitif saja. Tipe prestasi belajar afektif tampak pada siswa dalam
berbagai tingkah laku, seperti atensi atau perhatian terhadap pelajaran, disiplin,
motivasi belajar, menghargai guru dan teman serta kebiasaan belajar. Meskipun
bahan pelajaran berisikan bidang kognitif, tetapi bidang afektif harus menjadi
bagian integral dari bahan tersebut, dan harus tampak dalam proses belajar dan
prestasi belajar yang dicapai.
Tingkatan afektif sebagai tujuan dan tipe prestasi belajar mencakup:
Receiving atau attending, yakni kepekaan dalam menerima rangsangan
(stimulus) dari luar yang datang pada siswa, baik dalam bentuk masalah situasi
atau gejala. Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan saeorang
terhadap stimulus yang datang dari luar. Valuing (penilaian) yakni berkenaan
dengan penilian dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus. Organisasi,
yakni pengembangan nilai kedalam suatu sistem organisasi, termasuk
menetukan hubungan suatu nilai dengan nilai lain dan kemantapan, prioritas nilai
55
yang dimilikinya. Karakteristik dan internalisasi nilai, yakni keterpaduan dari
semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola
kepribadian dan perilakunya.
3) Tipe Prestasi Psikomotor
Psikomotor tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan
bertindak seseorang. Adapun tingkatan keterampilan itu meliputi, gerakan refleks
(keterampilan pada gerakan yang sering tidak disadari karena sudah merupakan
kebiasaan), keterampilan pada gerakan-gerakan dasar, kemampuan perspektual
termasuk di dalamnya membedakan visual dan membedakan auditif motorik,
kemampuan bidang fisik seperti kekuatan, keharmonisan dan ketepatan,
gerakan-gerakan yang berkaitan dengan skill, mulai keterampilan sederhana
sampai pada keterampilan yang kompleks dan kemampuan yang berkenan
dengan non decursive komunikasi seperti gerakan ekspresif dan interpretatif.
Tipe-tipe prestasi belajar seperti dikemukakan di atas tidak berdiri sendiri,
tetapi selalu berhubungan satu sama lain. Siswa yang berubah tingkat
kognisinya sebenarnya dalam kadar tertentu telah berubah pula sikap dan
perilakunya. Siswa yang telah menguasai kognitif maka perilaku siswa tersebut
sudah bisa diramalkan.
Dalam praktik pembelajaran di sekolah, tipe prestasi kognitif cenderung lebih
dominan dari tipe afektif dan psikomotor, meskipun tidak berarti bidang afektif
dan psikomotor diabaikan. Persoalan yang menjadi pekerjaan rumah bagi setiap
guru adalah bagaimana menjabarkan tipe-tipe prestasi belajar tersebut menjadi
56
perilaku operasional, sehingga memudahkan dalam membuat rumusan tujuan
pembelajaran. 58
16. Langkah-Langkah Meningkatkan Prestasi Belajar Melalui Remedial Teaching
Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan guru untuk membantu
meningkatkan prestasi belajar siswa melalui remedial teaching, diantaranya:
a. Re-teaching: mengajarkan/menjelaskan kembali dengan memberikan lebih
banyak contoh sehingga mudah dipahami.
b. Audio visual aids: menggunakan alat peraga dalam menjelaskan materi
supaya lebih mudah dipahami.
c. Study group: manfaatkan anggota kelompok untuk menjelaskan dengan
dibimbing guru.
d. Tutoring: memanfaatkan tutor sebaya untuk membantu menjelaskan materi
agar siswa dapat memahami bahasa teman sendiri.
e. Kerjasama antara guru mata pelajaran, wali kelas dan guru bimbingan
konseling, dengan memotivasi, menunjukkan cara-cara belajar yang baik,
memberi bantuan untuk mengatasi kesulitan belajar yang dialami siswa.
58 Tohirin, Psikologi Pembelajaran, Op Cit, hal. 156-158.
57
B. Penelitian Yang Relevan
Pada dasarnya, kajian tentang remedial teaching belum banyak ditulis dalam bentuk
buku, baik berupa bacaan maupun panduan-panduan, dan artikel. Di antara buku-buku
yang membahas tentang remedial adalah: Pertama, buku yang berjudul “Diagnosis
Kesulitan Belajar dan Bimbingan Terhadap Kesulitan Belajar Khusus” karangan Mulyadi.59
Buku ini merupakan salah satu seri Psikologi Pendidikan Islam dan berisi petunjuk praktis
bagi calon guru, guru, dan konselor dalam memahami dan melakukan diagnosis kesulitan
belajar, dan memberikan layanan bantuan pendidikan sesuai profesionalnya. Kedua, buku
yang berjudul “Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya” karangan Sukardi.60 Buku
yang terdiri atas enam belas bab yang disusun dengan model modul hanya membahas
tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan evaluasi pendidikan, hanya sedikit
sekali membahas tentang remedial. Ketiga, buku panduan yang dikeluarkan oleh
Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
tahun 2003 dengan judul “Pembelajaran Remedial”61 berisi tentang panduan bagi guru-
guru pada umumnya dan guru bantu khususnya terkait dengan program guru bantu yang
di adakan oleh pemerintah tahun 2003 sebagai bekal untuk memantapkan kembali
kemampuan, wawasan dan motivasi sebagai guru. Dan lain-lain.
Dari buku-buku yang telah dijelaskan di atas, ternyata belum ada yang menjelaskan
tentang implementasi remedial teaching dalam meningkatkan prestasi belajar siswa di
madrasah, terutama madrasah aliyah. Sebagian dari buku tersebut ada menjelaskannya,
59 Mulyadi, Diagnosis Kesulitan Belajar dan Bimbingan Terhadap Kesulitan Belajar Khusus, Yogjakarta: Nuha Litera, cet Kedua, 2010.
60 Sukardi, Evaluasi Pendidikan: Prinsip dan Operasionalnya, Jakarta: Bumi Aksara, 2009.61 Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah,
Pembelajaran Remedial, Jakarta, 2003.
58
itupun hanya sebatas teorinya saja, untuk tataran aplikasinya di lapangan (baca: Madrasah
Aliyah) belum dijelaskan secara rinci.
Sejauh penelusuran penulis dari beberapa penelitian terdahulu tidak ada yang fukos
membicarakan implementasi remedial teaching dalam meningkatkan prestasi belajar siswa
pada madrasah khususnya Madrasah Aliyah. Namun, penelitian yang terkait dengan
kurikulum, evaluasi dan pembelajaran remedial pada bidang tertentu sudah ada,
diantaranya adalah: Pertama, Hari Subagya,62 yang berjudul “Pembelajaran Remedial
Menggunakan Modul dan Portofolio Untuk Keberhasilan Pembelajaran Fisika Dengan
Memperhatikan Motivasi Belajar Siswa (Studi Kasus pada siswa Kelas 3 Semester 1
SMAN I Klaten Tahun Ajaran 2004/2005).” Subagya menyimpulkan dalam tesisnya bahwa
tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari metode pembelajaran remedial terhadap
prestasi belajar fisika dan terdapat pengaruh yang signifikan dari faktor motivasi belajar
siswa terhadap prestasi belajar fisika. Kedua, Nurhayati Yusuf,63 pada penelitiannya dia
ingin melihat implementasi program remedial yang dilaksanakan di SMP Negeri 13
Surabaya pada mata pelajaran Agama Islam (PAI), dia menyimpulkan implementasi
program remedial PAI di SMP Negeri 13 terbagi tiga kelompok, yakni (1) kelompok siswa
belum bisa membaca Al-Quran, menulis Arab dan menjalankan ibadah shalat, (2)
kelompok siswa yang kurang lancar membaca Al-Quran, menulis Arab dan tidak lancar
gerakan dan bacaan shalat, (3) kelompok siswa yang sudah lancar dalam membaca Al-
Quran, menulis Arab dan lancar gerakan dan bacaan shalat. Kelompok siswa yang sudah
lancar dalam membaca Al-Quran, menulis Arab dan lancar. Kelompok ini dikategorikan
dengan kelompok enrichment. Sedangkan untuk efisiensi dan efektifitas hasil remedial di
62 Hari Subagya, “Pembelajaran Remedial Menggunakan Modul dan Portofolio Untuk Keberhasilan Pembelajaran Fisika Dengan Memperhatikan Motivasi Belajar Siswa (Studi Kasus pada siswa Kelas 3 Semester 1 SMAN I Klaten Tahun Ajaran 2004/2005).” (Tesis, Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2005).
63 Nurhayati Yusuf, “Implementasi Program Remedial Dan Pengaruhnya Terhadap Hasil Belajar PAI”, Nizamia, 3 Februari 2004, Vol III, Journal from HUBPTAIN / 2009-04-27.
59
SMP Negeri 13 digunakan metode tutor sebaya (peer-tutor). Ketiga, Wiwik Chrisnayanti,64
penelitian yang bertujuan untuk mencari tahu sejauh mana pengajaran remedial dapat
mempengaruhi pencapaian ketuntasan belajar siswa. Penelitian dilakukan di SDK 6 BPK
Penabur Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengajaran remedial memberikan
pengaruh yang positif terhadap hasil belajar siswa dalam mencapai ketuntasan belajar.
Dengan demikian disarankan agar pengajaran remedial dapat dilaksanakan di madrasah
untuk membantu siswa mencapai ketuntasan belajar. Keempat, Hasman,65 penelitian yang
dilakukan oleh Hasman termasuk penelitian tindakan kelas (Action Research) dengan
memilih kelas X2 SMA Negeri 4 Kendari sebagai subyek penelitian khususnya siswa yang
belum mencapai ketuntasan belajar. Bahwa penelitian tindakan kelas merupakan bentuk
penelitian yang berisifat relaktif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat
memperbaiki dan atau meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas secara lebih
professional.
Mencermati kajian penelitian di atas, ternyata belum ada penelitian yang fokus
terhadap implementasi remedial teaching di Madsarah Aliyah. Untuk itu, penelitian ini
berusaha untuk menjelaskan bagaimana implementasi remedial teaching dalam
meningkatkan prestasi belajar siswa kelas XII di MAN Dumai tahun ajaran 2009/2010,
faktor-faktor yang mendukung dan menghambat serta upaya dalam mengatasi problem
tersebut, karena madrasah tersebut sudah menerapkan KTSP.
64 Wiwik Chrisnawaty, Pengaruh Program Remedial terhadap Ketuntasan Belajar Siswa di SDK 6 BPK Penabur Jakarta, Jurnal Pendidikan Penabur - No.01 / Th.I / Maret 2002.
65 Hasman, Penerapan Remedial Dengan Pendekatan Kooperatif Dalam Upaya Meningkatkan Ketuntasan Belajar Siswa Pada Pembahasan Nilai Dan Norma Sosial Siswa Kelas X2 SMA Negeri 4 Kendari.