BAB II
-
Upload
agus-subhan -
Category
Documents
-
view
47 -
download
1
description
Transcript of BAB II
BAB II
LANDASAN PEMIKIRAN
2.1. Umum
Berbagai daya dan upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana
korupsi oleh Penyidik Sat III Dit Reskrim Polda Papua hasil yang dicapai
dalam masih jauh dari harapan. Hal ini terjadi karena adanya berbagai
kelemahan dan kekurangan baik pada diri Penyidik maupun sarana
pendukung dalam penanganan proses penyidikan tindak pidana korupsi,
sehingga berpengaruh pada hasil yang dicapai menjadi kurang optimal.
Menyikapi penanganan tindak pidana korupsi di Polda Papua yang
sampai saat ini belum optimal, maka faktor yang perlu dibenahi adalah
dengan meningkatkan kemampuan Penyidik. Dengan pembenahan aspek
kemampuan Penyidik maka dapat memberikan kontribusi terhadap
pelaksanaan tugas dan kewajibannya, sehingga bila hal ini dilaksanakan
secara terus menerus dan berkelanjutnya penanganan tindak pidana
korupsi dapat dilaksanakan cepat, tepat dan sesuai yang harapan.
Dalam rangka optimalisasi kemampuan Penyidik Sat III Dit Reskrim
Polda Papua guna meningkatkan penanganan tindak pidana korupsi untuk
mewujudkan Polri yang profesional, berikut ini diuraikan landasan
operasional berupa peraturan perundang-undangan yang relevan dengan
tugas Penyidik, hal ini dimaksudkan untuk dapat dipedomani dan sebagai
payung hukum. Disamping itu dijelaskan teori-teori yang relevan dengan
tugas Penyidik dengan maksud untuk mendukung pembahasan dalam
penulisan Taskap ini.
2.2. Landasan Operasional
Sebagai landasan operasional dalam optimalisasi kemampuan
Penyidik Sat III Dit Reskrim Polda Papua guna meningkatkan penanganan
tindak pidana korupsi, antara lain sebagai berikut :
a. Undang-Undang RI No. 2 Tahun 2002, tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia (Polri).
Berdasarkan pasal 4 Undang-Undang R.I No.2 tahun 2002
tentang Kepolisian Negara R.I : bahwa Kepolisian Negara Republik
Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang
meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib
dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman
dan pelayanan masyarakat.
Melalui penyelenggaraan tugas dan fungsi Polri yang meliputi
pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan
hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat
diharapkan mampu mewujudkan kondisi lingkungan yang tentram,
aman dan damai. Dengan demikian tindak pidana korupsi merupakan
kejahatan yang dapat merugikan keuangan negara dan dapat menjadi
penghambat dalam pemerataan pembangunan nasinal di seluruh
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Oleh karena
penegakan hukum terhadap para pelaku Tipikor merupakan sasaran
yang diprioritaskan guna mendukung terwujudnya profesionalisme
Polri pada bidang penyidikan tindak pidana korupsi
14
b. Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Sebagaimana yang tertuang dalam pasal 5 dan 7 KUHAP, bahwa
disebutkan setiap anggota Kepolisian Negara RI adalah Penyelidik
yang karena kewajibannya mempunyai beberapa Kewenangan seperti
menerima Laporan, mencari Keterangan dan barang bukti, melakukan
penangkapan, pemeriksaan dan penyitaan, mengambil sidik jari dan
memotret dan beberapa tindakan lain menurut hukum yang
bertanggung jawab (Diskresi Kepolisian).
Dari uraian di atas, tampak bahwa landasan operasional dalam
penyidikan kasus tindak pidana korupsi perlu berpedoman pada
KUHAP, sehingga dalam pelaksanaannya dapat berjalan sesuai
prosedur yang berlaku dan ketentuan-ketentuan yang mengaturnya.
c. Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang RI No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindan Pidana Korupsi.
Undang-undang RI No.20 tahun 2001 merupakan
penyempurnaan atas Undang-undang RI No.31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jika dilihat dari segi
perundang-undangan dapat digambarkan adanya upaya yang kuat
untuk melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi dengan
adanya beberapa kali revisi atas Undang-undang tentang
Pemberantasan Korupsi. Untuk itu dalam penanganannya harus
15
disertai dengan upaya yang konsisten dan dilaksanakan secara
integral terhadap berbagai faktor yang sangat berkompeten dalam
penegakan hukum. Untuk itu perlu menciptakan budaya kerja yang
bersih dari tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) disertai
dengan aspek penegakkan hukum yang serius, tegas, transparan dan
tidak memihak.
d. Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah.
Dalam Undang-undang tersebut diantaranya mengatur tentang
tata cara dalam melakukan pemeriksaan terhadap Kepala Daerah
(pasal 36) dan anggota DPRD (pasal 57). Untuk menentukan adanya
indikasi kerugian keuangan negara dalam bentuk tindak pidana
korupsi maka harus dilakukan audit investigasi oleh Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dimana BPKP
adalah instansi pemerintah yang memiliki kewenangan dalam hal
menentukan ada atau tidaknya kerugian keuangan negara yang
diakibatkan dari indikasi tindak pidana korupsi dalam wilayah
pemerintah daerah setempat.
2.3. Landasan Teori
Untuk mendukung pembahasan dalam penulisan Taskap ini maka
digunakan teori-teori yang relevan dengan penyidikan tindak pidana korupsi
antara lain sebagai berikut :
16
a. Teori SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat)
Analisis SWOT merupakan alat untuk memformulasikan strategi,
oleh karena itu analisis SWOT merupakan identifikasi berbagai faktor
secara sistematis. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan (strengts) dan peluang (opportunities),
namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan
(weaknesses) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan
strategi ini selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan,
strategi dan kebijaksanaan perusahaan. Dengan demikian
perencanaan strategis (strategic planner) harus menganalisis faktor-
faktor strategis (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman).
(Freddy Rangkuti, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004 : 18-19).
Dalam analisa strategi tersebut Freddy Rangkuti menjabarkan
beberapa strategi sebagai berikut :
1) Strategi SO : dibuat berdasarkan pemanfaatan seluruh kekuatan untuk memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.
2) Strategi ST : dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman.
3) Strategi WO : diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.
4) Strategi WT: didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.
Dengan adanya analisis SWOT tersebut maka berguna untuk
menganalisis faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan
17
serta faktor peluang dan kendala. Dengan demikian dapat
dimanfaatkan sebagai perumusan strategi dalam optimalisasi
kemampuan Penyidik Sat III Dit Reskrim Polda Papua guna
meningkatkan penanganan tindak pidana korupsi.
.Dengan adanya landasan pemikiran dalam penulisan Taskap ini yang
meliputi landasan operasional dan landasan teori yang nantinya dapat
digunakan sebagai pisau analisis pemecahan masalah yang akan dibahas
pada konsepsi pemecahan masalah (Bab VI), sehingga berguna dalam
menentukan strategi-strategi dan upaya yang perlu dilakukan kaitannya
dengan optimalisasi kemampuan Penyidik Sat III Dit Reskrim Polda Papua
guna meningkatkan penanganan tindak pidana korupsi untuk mewujudkan
Polri yang profesional.
b. Teori Pencegahan Kejahatan
Meliputi segala tindakan yang mempunyai tujuan yang khusus
untuk memperkecil luas lingkup dan kekerasan suatu pelanggaran,
baik melalui pengurangan kesempatan untuk melakukan kejahatan
ataupun melalui usaha pemberian pengaruh kepada orang yang
potensial dapat menjadi pelanggar serta kepada masyarakat umum.
(Muhammad Kemal Dermawan, Strategi Pencegahan Kejahatan,
1994; 4 – 5 ).
18
c. Teori Profesional
Menurut Djokosantoso Moeljono dan Noor Hafidah bahwa
profesional adalah :
1) Kompetensi; kemampuan, kapasitas untuk melakukan tugas.
2) Komitmen; suatu kesanggupan untuk melakukan tugas.3) Wawasan; pandangan yang jelas terhadap arah dan
tujuan 4) Visi dan Misi; memiliki kemampuan untuk mengetahui
pokok persoalan suatu tugas atau pekerjaan5) Sikap dan penampilan; memegang teguh suatu
kepercayaan yang telah diberikan dari organisasi dengan mengaplikasikan dalam pelaksanaan tugas sikap maupun penampilannya yang berorientasi pada nilai-nilai dan aturan hukum. (Djokosantoso Moeljono dan Noor Hafidah, Rineka Cipta, Jakarta, 2005: 41).
Adapun kaitan teori profesional sehingga menjadi sebuah
kerangka teori dalam optimalisasi kemampuan penyidik adalah bahwa
dalam proses penyidikan tindak pidana korupsi maka sangat
diperlukan adanya suatu kemampuan (kompetensi) dari sumber daya
manusia yang bertugas di dalamnya (Penyidik Polri).
19
d. Teori Organisasi
Menurut Jim Collins dalam bukunya yang berjudul ”Good to Great” dikemukakan ada 3 (tiga) kedisiplinan yang harus dilakukan oleh organisasi untuk mencapai organisasi yang berkinerja tinggi (great organization), tiga disiplin yaitu : disiplin dalam mengelola sumber daya manusia, disiplin dalam visi dan pemikiran, disiplin dalam tindakan atau operasional di dalam organisasi. Dengan demikian unsur-unsur organisasi terdiri dari manusia (man), anggaran (money), metode (method) dan peralatan (material). Dengan demikian dalam mencapai tujuan organisasi maka ditentukan oleh unsur-unsur tersebut yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan. (Salusu. J.C, Teori Organisasi Pengambilan Keputusan Stratejik, PT.Gramedia Widiasarana, Jakarta, 2003).
Dalam penyusunan strategi organisasi dilakukan untuk
mengarahkan organisasi dalam program dan aktivitasnya sehingga
dapat mengatasi tantangan eksternal dan kondisi internalnya sehingga
tercapai tujuan organisasi yang diinginkan. Penyusunan strategi ini
akan memelihara fokus organisasinya dalam menentukan prioritas
pengaplikasian sumber daya manusia yang terbatas agar efektif dan
efisien dalam mencapai tujuan organisasi. Untuk itu dalam proses
penyusunan strategi ini organisasi perlu untuk memastikan keterkaitan
yang logis pada waktu menurunkan visi dan misi organisasi menjadi
strategi, program dan aktivitas dari setiap bagian atau unit kerja dan
semua anggota organisasi.
20