BAB II

12
BAB II LANDASAN PEMIKIRAN 2.1. Umum Berbagai daya dan upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi oleh Penyidik Sat III Dit Reskrim Polda Papua hasil yang dicapai dalam masih jauh dari harapan. Hal ini terjadi karena adanya berbagai kelemahan dan kekurangan baik pada diri Penyidik maupun sarana pendukung dalam penanganan proses penyidikan tindak pidana korupsi, sehingga berpengaruh pada hasil yang dicapai menjadi kurang optimal. Menyikapi penanganan tindak pidana korupsi di Polda Papua yang sampai saat ini belum optimal, maka faktor yang perlu dibenahi adalah dengan meningkatkan kemampuan Penyidik. Dengan pembenahan aspek kemampuan Penyidik maka dapat memberikan kontribusi terhadap pelaksanaan tugas dan kewajibannya, sehingga bila hal ini dilaksanakan secara terus menerus dan berkelanjutnya penanganan tindak pidana korupsi dapat dilaksanakan cepat, tepat dan sesuai yang harapan.

description

ekonomi

Transcript of BAB II

Page 1: BAB II

BAB II

LANDASAN PEMIKIRAN

2.1. Umum

Berbagai daya dan upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana

korupsi oleh Penyidik Sat III Dit Reskrim Polda Papua hasil yang dicapai

dalam masih jauh dari harapan. Hal ini terjadi karena adanya berbagai

kelemahan dan kekurangan baik pada diri Penyidik maupun sarana

pendukung dalam penanganan proses penyidikan tindak pidana korupsi,

sehingga berpengaruh pada hasil yang dicapai menjadi kurang optimal.

Menyikapi penanganan tindak pidana korupsi di Polda Papua yang

sampai saat ini belum optimal, maka faktor yang perlu dibenahi adalah

dengan meningkatkan kemampuan Penyidik. Dengan pembenahan aspek

kemampuan Penyidik maka dapat memberikan kontribusi terhadap

pelaksanaan tugas dan kewajibannya, sehingga bila hal ini dilaksanakan

secara terus menerus dan berkelanjutnya penanganan tindak pidana

korupsi dapat dilaksanakan cepat, tepat dan sesuai yang harapan.

Dalam rangka optimalisasi kemampuan Penyidik Sat III Dit Reskrim

Polda Papua guna meningkatkan penanganan tindak pidana korupsi untuk

mewujudkan Polri yang profesional, berikut ini diuraikan landasan

operasional berupa peraturan perundang-undangan yang relevan dengan

tugas Penyidik, hal ini dimaksudkan untuk dapat dipedomani dan sebagai

payung hukum. Disamping itu dijelaskan teori-teori yang relevan dengan

tugas Penyidik dengan maksud untuk mendukung pembahasan dalam

penulisan Taskap ini.

Page 2: BAB II

2.2. Landasan Operasional

Sebagai landasan operasional dalam optimalisasi kemampuan

Penyidik Sat III Dit Reskrim Polda Papua guna meningkatkan penanganan

tindak pidana korupsi, antara lain sebagai berikut :

a. Undang-Undang RI No. 2 Tahun 2002, tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia (Polri).

Berdasarkan pasal 4 Undang-Undang R.I No.2 tahun 2002

tentang Kepolisian Negara R.I : bahwa Kepolisian Negara Republik

Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang

meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib

dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman

dan pelayanan masyarakat.

Melalui penyelenggaraan tugas dan fungsi Polri yang meliputi

pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan

hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat

diharapkan mampu mewujudkan kondisi lingkungan yang tentram,

aman dan damai. Dengan demikian tindak pidana korupsi merupakan

kejahatan yang dapat merugikan keuangan negara dan dapat menjadi

penghambat dalam pemerataan pembangunan nasinal di seluruh

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Oleh karena

penegakan hukum terhadap para pelaku Tipikor merupakan sasaran

yang diprioritaskan guna mendukung terwujudnya profesionalisme

Polri pada bidang penyidikan tindak pidana korupsi

14

Page 3: BAB II

b. Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Sebagaimana yang tertuang dalam pasal 5 dan 7 KUHAP, bahwa

disebutkan setiap anggota Kepolisian Negara RI adalah Penyelidik

yang karena kewajibannya mempunyai beberapa Kewenangan seperti

menerima Laporan, mencari Keterangan dan barang bukti, melakukan

penangkapan, pemeriksaan dan penyitaan, mengambil sidik jari dan

memotret dan beberapa tindakan lain menurut hukum yang

bertanggung jawab (Diskresi Kepolisian).

Dari uraian di atas, tampak bahwa landasan operasional dalam

penyidikan kasus tindak pidana korupsi perlu berpedoman pada

KUHAP, sehingga dalam pelaksanaannya dapat berjalan sesuai

prosedur yang berlaku dan ketentuan-ketentuan yang mengaturnya.

c. Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang RI No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan

Tindan Pidana Korupsi.

Undang-undang RI No.20 tahun 2001 merupakan

penyempurnaan atas Undang-undang RI No.31 tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jika dilihat dari segi

perundang-undangan dapat digambarkan adanya upaya yang kuat

untuk melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi dengan

adanya beberapa kali revisi atas Undang-undang tentang

Pemberantasan Korupsi. Untuk itu dalam penanganannya harus

15

Page 4: BAB II

disertai dengan upaya yang konsisten dan dilaksanakan secara

integral terhadap berbagai faktor yang sangat berkompeten dalam

penegakan hukum. Untuk itu perlu menciptakan budaya kerja yang

bersih dari tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) disertai

dengan aspek penegakkan hukum yang serius, tegas, transparan dan

tidak memihak.

d. Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah.

Dalam Undang-undang tersebut diantaranya mengatur tentang

tata cara dalam melakukan pemeriksaan terhadap Kepala Daerah

(pasal 36) dan anggota DPRD (pasal 57). Untuk menentukan adanya

indikasi kerugian keuangan negara dalam bentuk tindak pidana

korupsi maka harus dilakukan audit investigasi oleh Badan

Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dimana BPKP

adalah instansi pemerintah yang memiliki kewenangan dalam hal

menentukan ada atau tidaknya kerugian keuangan negara yang

diakibatkan dari indikasi tindak pidana korupsi dalam wilayah

pemerintah daerah setempat.

2.3. Landasan Teori

Untuk mendukung pembahasan dalam penulisan Taskap ini maka

digunakan teori-teori yang relevan dengan penyidikan tindak pidana korupsi

antara lain sebagai berikut :

16

Page 5: BAB II

a. Teori SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat)

Analisis SWOT merupakan alat untuk memformulasikan strategi,

oleh karena itu analisis SWOT merupakan identifikasi berbagai faktor

secara sistematis. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat

memaksimalkan kekuatan (strengts) dan peluang (opportunities),

namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan

(weaknesses) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan

strategi ini selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan,

strategi dan kebijaksanaan perusahaan. Dengan demikian

perencanaan strategis (strategic planner) harus menganalisis faktor-

faktor strategis (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman).

(Freddy Rangkuti, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004 : 18-19).

Dalam analisa strategi tersebut Freddy Rangkuti menjabarkan

beberapa strategi sebagai berikut :

1) Strategi SO : dibuat berdasarkan pemanfaatan seluruh kekuatan untuk memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.

2) Strategi ST : dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman.

3) Strategi WO : diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.

4) Strategi WT: didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.

Dengan adanya analisis SWOT tersebut maka berguna untuk

menganalisis faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan

17

Page 6: BAB II

serta faktor peluang dan kendala. Dengan demikian dapat

dimanfaatkan sebagai perumusan strategi dalam optimalisasi

kemampuan Penyidik Sat III Dit Reskrim Polda Papua guna

meningkatkan penanganan tindak pidana korupsi.

.Dengan adanya landasan pemikiran dalam penulisan Taskap ini yang

meliputi landasan operasional dan landasan teori yang nantinya dapat

digunakan sebagai pisau analisis pemecahan masalah yang akan dibahas

pada konsepsi pemecahan masalah (Bab VI), sehingga berguna dalam

menentukan strategi-strategi dan upaya yang perlu dilakukan kaitannya

dengan optimalisasi kemampuan Penyidik Sat III Dit Reskrim Polda Papua

guna meningkatkan penanganan tindak pidana korupsi untuk mewujudkan

Polri yang profesional.

b. Teori Pencegahan Kejahatan

Meliputi segala tindakan yang mempunyai tujuan yang khusus

untuk memperkecil luas lingkup dan kekerasan suatu pelanggaran,

baik melalui pengurangan kesempatan untuk melakukan kejahatan

ataupun melalui usaha pemberian pengaruh kepada orang yang

potensial dapat menjadi pelanggar serta kepada masyarakat umum.

(Muhammad Kemal Dermawan, Strategi Pencegahan Kejahatan,

1994; 4 – 5 ).

18

Page 7: BAB II

c. Teori Profesional

Menurut Djokosantoso Moeljono dan Noor Hafidah bahwa

profesional adalah :

1) Kompetensi; kemampuan, kapasitas untuk melakukan tugas.

2) Komitmen; suatu kesanggupan untuk melakukan tugas.3) Wawasan; pandangan yang jelas terhadap arah dan

tujuan 4) Visi dan Misi; memiliki kemampuan untuk mengetahui

pokok persoalan suatu tugas atau pekerjaan5) Sikap dan penampilan; memegang teguh suatu

kepercayaan yang telah diberikan dari organisasi dengan mengaplikasikan dalam pelaksanaan tugas sikap maupun penampilannya yang berorientasi pada nilai-nilai dan aturan hukum. (Djokosantoso Moeljono dan Noor Hafidah, Rineka Cipta, Jakarta, 2005: 41).

Adapun kaitan teori profesional sehingga menjadi sebuah

kerangka teori dalam optimalisasi kemampuan penyidik adalah bahwa

dalam proses penyidikan tindak pidana korupsi maka sangat

diperlukan adanya suatu kemampuan (kompetensi) dari sumber daya

manusia yang bertugas di dalamnya (Penyidik Polri).

19

Page 8: BAB II

d. Teori Organisasi

Menurut Jim Collins dalam bukunya yang berjudul ”Good to Great” dikemukakan ada 3 (tiga) kedisiplinan yang harus dilakukan oleh organisasi untuk mencapai organisasi yang berkinerja tinggi (great organization), tiga disiplin yaitu : disiplin dalam mengelola sumber daya manusia, disiplin dalam visi dan pemikiran, disiplin dalam tindakan atau operasional di dalam organisasi. Dengan demikian unsur-unsur organisasi terdiri dari manusia (man), anggaran (money), metode (method) dan peralatan (material). Dengan demikian dalam mencapai tujuan organisasi maka ditentukan oleh unsur-unsur tersebut yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan. (Salusu. J.C, Teori Organisasi Pengambilan Keputusan Stratejik, PT.Gramedia Widiasarana, Jakarta, 2003).

Dalam penyusunan strategi organisasi dilakukan untuk

mengarahkan organisasi dalam program dan aktivitasnya sehingga

dapat mengatasi tantangan eksternal dan kondisi internalnya sehingga

tercapai tujuan organisasi yang diinginkan. Penyusunan strategi ini

akan memelihara fokus organisasinya dalam menentukan prioritas

pengaplikasian sumber daya manusia yang terbatas agar efektif dan

efisien dalam mencapai tujuan organisasi. Untuk itu dalam proses

penyusunan strategi ini organisasi perlu untuk memastikan keterkaitan

yang logis pada waktu menurunkan visi dan misi organisasi menjadi

strategi, program dan aktivitas dari setiap bagian atau unit kerja dan

semua anggota organisasi.

20