BAB II

47
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Karakteristik Waduk 2.1.1. Umum Fungsi utama dari waduk adalah untuk menyediakan tampungan jadi karakter fisik sangat penting adalah kapasitas tampungan. Tampungan yang dibutuhkan di suatu sungai untuk memenuhi permintaan tertentu tergantung tiga faktor, yaitu: 1) Variabilitas aliran sungai. 2) Ukuran permintaan. 3) Tingkat kendalan dari pemenuhan permintaan. Dalam bentuk yang paling sederhana, masalah waduk dapat digambarkan sebagai berikut : Rangkaian aliran Q (t) Rangkaian pelepasan terkendali Waduk dan kapasitas tampungan aktif Limpahan Gambar 2.1. Idealisasi masalah kapasitas dan kemampuan waduk Rangkaian aliran di sungai Q(t) akan dimanfaatkan untuk memenuhi permintaan air dengan kebutuhan yang tertentu D(t). Dengan demikian pertanyaan yang muncul dapat berupa, berapa besar kapasitas waduk (C) yang harus disediakan bagi suatu

Transcript of BAB II

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Karakteristik Waduk

2.1.1. Umum

Fungsi utama dari waduk adalah untuk menyediakan tampungan jadi karakter fisik

sangat penting adalah kapasitas tampungan. Tampungan yang dibutuhkan di suatu sungai

untuk memenuhi permintaan tertentu tergantung tiga faktor, yaitu:

1) Variabilitas aliran sungai.

2) Ukuran permintaan.

3) Tingkat kendalan dari pemenuhan permintaan.

Dalam bentuk yang paling sederhana, masalah waduk dapat digambarkan sebagai

berikut :

Rangkaian aliran Q (t)

Rangkaian pelepasan terkendali

Waduk dan kapasitas tampungan aktif

Li

mpahan

Gambar 2.1. Idealisasi masalah kapasitas dan kemampuan waduk

Rangkaian aliran di sungai Q(t) akan dimanfaatkan untuk memenuhi permintaan air

dengan kebutuhan yang tertentu D(t). Dengan demikian pertanyaan yang muncul dapat

berupa, berapa besar kapasitas waduk (C) yang harus disediakan bagi suatu pelepasan yang

terkendali (release) dengan tingkat keandalan yang dapat diterima. Mungkin ada variasi lain

dari pertanyaan ini, misalnya menentukan pelepasan bagi suatu kapasitas tertentu, tetapi

masalah dasarnya tetap sama yaitu hubungan antara karakteristik aliran masuk (inflow),

kapasitas waduk, pelepasan yang terkendali (release) dan keandalan yang ditemukan.

2.1.2. Tampungan-tampungan Dalam Waduk

Bagian-bagian pokok sebagai ciri fisik suatu waduk adalah sebagai berikut:

1. Tampungan berguna (usefull storage), menurut Seyhan (Seyhan, 1979:24), adalah

volume tampungan diantara permukaan genangan minimum (Low Water Level = LWL)

dan permukaan genangan normal (Normal Water Level = NWL).

2. Tampungan tambahan (surcharge storage) adalah volume air diatas genangan normal

selama banjir. Untuk beberapa saat debit meluap melalui pelimpah. Kapasitas tambahan

ini biasanya tidak terkendali, dengan pengertian adanya hanya pada waktu banjir dan

tidak dapat dipertahankan untuk penggunaan selanjutnya (Linsey, 1985:65).

3. Tampungan mati (daed storage) adalah volume air yang terletak dibawah permukaan

genangan minimum, dan air ini tidak dimanfaatkan dalam pengoperasian waduk.

4. Tampungan tebing (valley storage) adalah banyaknya air yang terkandung di dalam

susunan tanah pervious dari tebing dan lembah sungai. Kandungan air tersebut

tergantung dari keadaan geologi tanah.

5. Permukaan genangan normal (normal water level/NWL), adalah elevasi maksimum yang

dicapai oleh permukaan air waduk.

6. Permukaan genangan minimum (low water level/LWL), adalah elevasi terendah bila

tampungan dilepaskan pada kondisi normal, permukaan ini dapat ditentukan oleh elevasi

dari bangunan pelepasan yang terendah.

7. Permukaan genangan pada banjir rencana adalah elevasi air selama banjir maksimum

direncanakan terjadi (flood water level/FWL).

8. Pelepasan (realese), adalah volume air yang dilepaskan secara terkendali dari suatu

waduk selama kurun waktu tertentu.

9. Periode kritis (critical periode), adalah periode dimana sebuah waduk berubah dari

kondisi penuh ke kondisi kosong tanpa melimpah selama periode itu. Awal periode kritis

adalah keadaan waduk penuh dan akhir periode kritis adalah ketika waduk pertama kali

kosong.

Muka air Banjir

Muka air Normal Mercu Pelimpah

Tampungan Mati

Dasar Sungai

Gambar 2.2. Zona-zona Tampungan Waduk

2.1.3. Kapasitas Tampungan Beberapa Waduk Besar

Tabel 2.1. Kapasitas tampungan waduk di Indonesia

No Nama Bendungan

Vol. Waduk pada kondisi tertentu (juta m3)

m.a

banjir

m.a

normalVol. mati Vol. efektif

1. Saguling 970 875 264 661

2. Cirata 2165 2165 177 796

3. Juanda 2893 2556 960 1790

4. Sutami (karang kates) 390 343 90 253

5. Mrican 50 193.50 146.50 47

6. Wonogiri 735 560 120 440

7. Wonorejo 259 122 16 106

8. Kedungombo 986 723 88.4 634.6

2.1.4 Unsur-Unsur Kapasitas Waduk

Tampungan yang dibutuhkan di suatu sungai untuk memenuhi permintaan tertentu

bergantung pada tiga faktor (Mc.Mahon, 1976) , yaitu :

1) Unsur-unsur aliran sungai

2) Ukuran permintaan

3) Tingkat keandalan dari pemenuhan permintaan

Dalam bentuknya yang paling sederhana, masalah yang ditangani dapat digambarkan

sebagai berikut :

Saluran PengambilanMOL

Tampungan Efektif

Rangkaian aliran sungai Q(t) akan dimanfaatkan untuk memenuhi permintaan air

dengan kebutuhan yang tertentu D(t), dalam hal ini mungkin periode aliran rendah (low flow)

dari sungai itu perlu diperbesar. Dengan demikian pertanyaan yang diajukan dapat berupa

berapa besarnya kapasitas waduk (C) yang harus disediakan bagi suatu pelepasan atau draft

yang terkendali D(t) dengan tingkat keandalan yang bisa diterima, mungkin ada variasi lain

dari pertanyaan ini misalnya menentukan pelepasan bagi suatu kapasitas tertentu, tetapi

masalah dasarnya tetap sama, yaitu hubungan antara karakteristik aliran masuk (inflow),

pelepasan yang terkendali dan keandalan harus ditemukan.

2.1.4.1. Unsur-unsur Aliran Sungai

Unsur-unsur aliran sungai ini diperlukan untuk menentukan besarnya tampungan yang

perlu dibangun agar dapat memenuhi permintaan.

Di bawah ini diberikan penjelasan tentang unsur-unsur aliran sungai yang berperan

dalam penentuan kapasiras tampungan waduk, antara lain :

- Debit: Volume air yang mengalir per satuan waktu melewati suatu penampang

melintang palung sungai, pipa, pelimpah, aquifer dan sebagainya.

- Limpasan (run off): Semua air yang bergerak ke luar dari pelepasan (outlet) daerah

pengaliran ke dalam sungai melewati rute, baik di atas permukaan maupun lewat

bawah tanah sebelum municipal sungai tersebut.

- Limpasan permukaan (surface run off): Limpasan air yang selalu mengalir di atas

permukaan tanah.

Rangkaian aliranSungai Q (t)

Waduk dengan kapasitasTamp.aktif C

Rangkaian pelepasanterkendali D (t)

limpahan

Gambar 2.3. Idealisasi masalah kapasitas kemampuan waduk

- Limpasan bawah tanah (subsurface run off): Limpasan air yang selalu melewati rute

bawah tanah, dan waktu meninggalkan daerah pengaliran pada pelepasannya berupa

aliran permukaan (surface stream).

- Limpasan bulanan: Volume air selama bulan tertentu atau ekuivalen dengan debit

rata-rata dalam bulan tersebut.

- Limpasan rata-rata bulanan atau tahunan: Harga rata-rata aliran dalam tiap bulan

suatu tahun atau aliran tahunan.

2.1.4.2. Unsur Permintaan

Kapasitas waduk yang dibangun harus disesuaikan dengan ukuran permintaan yang

harus dapat dipenuhi oleh waduk tersebut. Adapun hal tersebut tergantung oleh jumlah

penduduk, jumlah lahan yang perlu diairi, jenis tanaman, jenis tanah, cara pemberian air, cara

pengelolaan dan pemeliharaan saluran, iklim, cuaca, dan lain-lain.

2.1.4.3. Tingkat Keandalan dari Pemenuhan Permintaan

Tingkat keandalan dari pemenuhan permintaan diartikan sebagai kapasitas waduk

yang tersedia guna memenuhi berbagai keperluan, seperti PLTA, irigasi, dan lain-lain

sepanjang tahun, dengan resiko kegagalan yang telah diperhitungkan.

2.1.5. Flood Routing (Penelusuran Banjir)

Penelusuran banjir adalah merupakan peramalan hidrograf di suatu titik pada suatu

aliran atau bagian sungai yang didasarkan atas pengamatan hidrograf di titik lain. Hidrograf

banjir dapat ditelusuri lewat along sungai atau lewat waduk.

Tujuan penelusuran banjir:

a. Peramalan banjir jangka pendek

b. Perhitungan hidrograf satuan pada berbagai titik sepanjang sungai dari hidrograf

satuan di suatu titik si sungai tersebut.

c. Peramalan terhadap kelakuan sungai setelah terjadi perubahan keadaan palung

sungai (misalnya karena adanya pembangunan bendungan atau pembuatan

tanggul)

d. Derivasi hidrograf sintetik

Pada dasarnya penelusuran banjir lewat palung sungai adalah merupakan persoalan

aliran tidak tunak (non steady flow), sehingga oleh karenanya dapat dicari penyelesaiannya.

Karena pengaruh gesekan tidak dapat diabaikan, maka penyelesaian persamaan dasar

alirannya akan sangat sulit. Dengan menggunakan cara karakteristik atau finite element akan

dapat diperoleh penyelesaian yang memadai, tetapi masih memerlukan usaha yang sangat

besar.

Cara penelusuran banjir yang akan diuraikan dalam Bab ini tidak didasarkan atas

hokum-hukum dasar hidrolika. Yang ditinjau disini hanyalah hukum kontinuitas, sedangkan

persamaan keduanya didapatkan secara empiris dari pengamatan banjir. Oleh karenanya

berlakunya cara ini harus diperiksa untuk setiap kasus khusus.

Penelusuran lewat waduk, di mana penampungannya adalah merupakan fungsi dari

aliran keluar (outflow), maka cara penyelesaiannya dapat ditempuh dengan cara yang lebih

eksak.

2.1.5.1. Penelusuram Banjir Lewat Palung Sungai

Penelusuran banjir dengan cara MUSKINGUM, berlaku dalam kondisi sebagai berikut :

1) Tidak ada anak sungai yang masuk ke dalam bagian memanjang palung sungai yang

ditinjau.

2) Penambahan atau kehilangan air oleh curah hujan, aliran masuk atau keluar air tanah

dan evaporasi, kesemuanya ini diabaikan.

Persamaan kontinuitas yang umum dipakai dalam penelusuran banjir adalah

(1)

Dimana I = debit yang masuk ke dalam permulaan bagian memanjang palung sungai

Q = debit yang keluar dari akhir bagian memanjang palung sungai yang ditinjau

( m3/dt )

s = besarnya tampungan ( storage ) dalam bagian memanjang palung sungai yang

ditinjau ( m3 )

dt = periode penelusuran ( detik, jam atau hari )

Kalau penelusurannya duibah dari dt menjadi ∆t maka :

I =

I 1+ I 2

2

I =

Q1+Q2

2

dS = S2 – S1

sehingga rumus (7-1) dapat diubah menjadi :

I =

I 1+ I 2

2 +

Q1+Q2

2 = S2 – S1

Dalam mana indeks-indeks 1 merupakan pada saat permulaan periode penelusuran, dan

indeks-indeks 2 merupakan keadaan pada akhir peroide penelusuran.

Dalam persamaan (7-2) tersebut,

I−Q=dsdt

I1 dan I2 dapat diketahui dari hidrograf debit masuk yang diukur besarnya

Q1 dan S1 diketahui dari periode sebelumnya.

Q2 dan S2 tidak diketahui.

Ini berarti diperlukan persamaan kedua. Kesulitan terbesar dalam penelusuran

banjir lewat palung sungai ini terletak [ada mendapatkan persamaan kedua ini. Pada

penelusuran banjir lewat waduk, persamaan tersebut lebih sederhana, yaitu Q2 = f (S2). Tetapi

pada penelusuran lewat palung sungai besarnya tampungan tergantung pada debit masuk dan

debit keluar. Persamaan yang menyangkut kepada debit masuk dan debit keluar. Persamaan

yang menyangkut hubungan S dan Q pada palung sungai hanya berlaku untuk hal-hal yang

khusus, yang bentuknya adalah sebagai berikut:

S = k {x I + (1-x) Q}

k dan x ditentukan oleh hidrograf debit masuk dan debit keluar yang masing-masing diamati

pada saat bersamaan, sehingga hanya berlaku untuk bagian memanjang palung sungai yang

ditinjau.

Faktor x merupakan faktor penimbang (weight) yang besarnya berkisar antara 0

dan 1, biasanya lebih kecil dari 0,5 dan dalam banyak hal besarnya kira-kira sama dengan 0,3

serta tidak berdimensi.

Karena S mempunyai dimensi volume, sedangkan I dan Q berdimensi debit, maka

k harus dinyatakan dengan dimensi waktu (jam atau hari).

Dari persamaan (7-2) dapat dibuat persamaan berikut ini

S1 = k {x I1 + (1-x) Q1}

S2 = k {x I2 + (1-x) Q2}

Dari persamaan didapat

Q2 = c0 I2 + c1 I1 + c2 Q1

Dimana

c0 = -

kx−0,5 Δtk−kx+0,5 Δt

c1 =

kx−0,5 Δtk−kx+0,5 Δt

c2 =

k−kx−0,5 Δtk−kx+0,5 Δt

dan

c0 + c1 + c2 = 1

2.1.5.2. Penelusuran Banjir Lewat Waduk

Penelusuran lewat waduk, di mana penampungannya adalah merupakan fungsi

langsung dari aliran keluar (outflow), maka cara penyelesaiannya lebih eksak.

Kalau periode penelusurannya diubah dari dt menjadi dt maka dari rumus diatas dapat

diubah menjadi

I 1+ I 2

2+

Q1+Q2

2=S2+S1

(2)

Faktor – faktor yang diketahui ditempatkan di ruas kiri seperti berikut ini

( I1+ I2

2xΔt )+(S1−

Q1

2xΔt )=(S2+

Q2

2xΔt)

(3)

jika

S1

Δt−

Q1

2=ϕ1

dan

S2

Δt+

Q2

2=ϕ2

maka rumus dapat ditulis menjadi

I 1+ I 2

2+ϕ1=ϕ2

(4)

I1 dan I2 diketahui dari hidrograf debit masuk kewaduk, jika periode penelusuran( Flood

Routing ) t telah ditentukan.

S1 merupakan tampungan waduk pada permulaan periode penelusuran yang diukur

dari datum fasilitas pengeluaran (puncak bangunan pelimpah atau spillway atau sumbu

terowongan outlet).

Q1 adalah debit keluarpada permulaan periode penelusuran kalau fasilitas

pengeluarannya berupa bangunan pelimpah ( spillway ), maka

Q=C . B . H32

dimana : C = koefisien debit bangunan pelimpah ( 1,7 – 2,2 m1/2/dt )

B = panjang ambang bangunan pelimpah ( m )

H = tinggi energi di atas ambang bangunan pelimpah

Pada umumnya kecepatan air di waduk di depan ambang bangunan pelimpah sangat

kecil, sehingga dapat diabaikan. Kalau fasilitas pengeluarannya berupa terowongan, maka

harus diperhitungkan terhadap dua macam keadaan :

1) Pada saat seluruh panjang terowongan belum terisi penuh oleh air, sehingga masih

belum berupa aliran alur terbuka. Dalam hal ini digunakan rumus Q = V.A, dimana V

menggunakan rumus Manning

2) Pada saat seluruh panjang terowongan penampang atau profil alirannya terisi penuh

oleh air,sehingga terjadi aliran tekan atau aliran pipa. Dalam hal demikian kecepatan

airnya ditentukan oleh perbedaan tinggi tekanan di permulaan dan ujung terowongan.

Perbedaan tekanan tersebut merupakan penjumlahan dari kehilangan energi yang

dipengaruhi oleh bentuk inlet terowongan, kekasaran dinding terowongan, adanya

penyempitan atau pelebaran dalam terowongan, adanya belokan dan bentuk outlet

terowongan.

Pada suatu elevasi muka air setinggi kurang lebih 1,5 kali diameter terowongan di atas

sumbu terowongan di hulu inlet terjadi peralihan dari aliran alur bebas menjadi aliran tekan.

Karena peralihan tersebut tidak dapat ditentukan pada ketinggian yang tepat.

Dengan dapat dihitungnya ruas kiri ( rumus 4 ), maka p2 dapat dihitung. Dengan

demikian S2 dan Q2 dapat dihitung juga. Karena pada dasarnya S2 dan Q2 merupakan fungsi

H, seperti halnya S1 dan Q1.

2.2. Lengkung Kapasitas Waduk2.2.1. Umum

Lengkung kapasitas waduk (storage capacity curve of reservoir) merupakan suatu

kurva yang menggambarkan hubungan antara luas muka air (reservoir area), volume

(storage capasity) dengan elevasi (reservoir water level). Dari lengkung kapasitas waduk ini

akan diketahui berapa besarnya tampungan pada elevasi tertentu, sehingga dapat ditentukan

ketinggian muka air yang diperlukan untuk mendapatkan besarnya volume tampungan pada

suatu elevasi tertentu, kurva ini juga dipergunakan untuk menentukan besarnya kehilangan air

akibat perkolasi yang dipengaruhi oleh luas muka air pada elevasi tertentu.

Dari persamaan lengkung kapasitas tinggi dapat ditentukan tinggi muka air waduk

dengan persamaan:

H = Ch. S0,5 (2.1)

dengan:

A = luas muka air waduk (km2)

S = volume tampungan total (m3)

Ch = koefesien

Jika kehilangan turut diperhitungkan, kehilangan ini dikalikan luasan untuk

mendapatkan volume kehilangan. Persamaan lengkung kapasitas luasan waduk dapat

dinyatakan:

A = Ca . S0,5 (2.2)

dengan:

A = luas muka air waduk (km2)

S = volume tampungan total (m3)

Ca = koefisien

Tabel 2.2. Kapasitas Tampungan Waduk Wonorejo

Elevasi (m) Luas Muka Air Waduk (km2) Tampungan (106 m3)

114 0 0

120 0.197 0.591

130 0.65 4.826

140 1.235 14.251

150 1.819 29.521

160 2.38 50.516

170 2.976 77.296

180 3.635 110.351

190 4.318 150.116

Tabel 2.3. Kapasitas Tampungan Waduk Ir. H. Juanda

Interval Kontur (m) Luas Permukaan (km2) Volume Komulatif (106 m3)

110 82.2 2695

107 80.2 2451

105 78.9 2292

100 73 1912

95 67.1 1562

90 57.4 1251

85 46.4 992

80 41.3 773

75 35.9 581

70 30.1 416

65 24.7 279

60 18.5 171

55 13.7 90.9

50 8.98 34.6

45 2.86 6.37

40 0.14 0.33

KURVA KAPASITAS DAN LUAS PERMUKAAN WADUK Ir. H. JUANDA

y = 47,567x0,1448 y = 43,576x0,1218

30

40

50

60

70

80

90

100

110

120

0 50 100 150 200 250 300 350 400

Volume (106 m3)

Ele

vasi

(m

)

0,00

20,00

40,00

60,00

80,00

100,00

120,00

0102030405060708090

Luas (km2)

VolumeWaduk

LuasPermukaan

37 0.05 0.06

2.2.2. Lengkung Kapasitas Waduk di Indonesia

Gambar 2.4. Lengkung Kapasitas Waduk Wonorejo

Gambar 2.5. Lengkung Kapasitas Waduk Ir. H. Juanda

KURVA KAPASITAS DAN LUAS PERMUKAAN WADUK WONOREJO

y = 143,75x0,1483 y = 118,22x0,0829

100

110

120

130

140

150

160

170

180

190

200

0,0001,0002,0003,0004,000LUAS PERMUKAAN (km2)

ELEVASI

(m)

0 20 40 60 80 100 120 140 160

VOLUME (106 m3)

LuasPermukaan

Volumewaduk

Power (LuasPermukaan)

Power(Volumewaduk)

2.3. Inflow Tampungan Waduk2.3.1. Umum

Rangkaian air yang memberikan kontribusi sebagai debit inflow sungai antara lain

adalah berasal dari presipitasi (atau saluran) langsung, debit air tanah, dan termasuk juga

limpasan permukaan dan limpasan bawah permukaan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi volume total limpasan:

1. Faktor-faktor iklim:

a. Banyaknya presepitasi.

b. Banyaknya evapotranspirasi.

2. Faktor-faktor DAS:

a. Ukuran daerah aliran sungai.

b. Tinggi tempat rata-rata daerah aliran sungai (pengaruh orografis).

Faktor-faktor yang mempengaruhi aliran waktu limpasan:

1. Faktor-faktor meteorologis:

a. Presipitasi.

b. Intensitas curah hujan.

c. Lamanya curah hujan.

d. Distribusi curah hujan dalam daerah pengaliran.

e. Arah pergerakan curah hujan.

f. Curah hujan terdahulu dan kelembaban tanah.

g. Kondisi-kondisi meteorologi yang lain.

2. Faktor-faktor daerah aliran sungai:

a. Topografi.

b. Geologi.

c. Tipe tanah.

d. Vegetasi.

e. Jaringan drainasi.

3. Faktor-faktor manusiawi:

a. Struktur hidrolik.

b. Teknik-teknik pertanian.

c. Urbanisasi.

2.3.2. Macam Limpasan2.3.2.1. Limpasan Permukaan

Limpasan permukaan merupakan limpasan air yang mengalir di atas permukaan

tanah. Limpasan permukaan berasal dari air hujan yang terus mengalir karena tidak ada

tanaman yang menghambatnya. Limpasan permukaan disebut juga run off.

2.3.2.2. Limpasan Bawah Permukaan

Limpasan air yang selalu mengalir di bawah permukaan tanah, dan pada waktu

meninggalkan daerah pengaliran pada pelepasaannya berupa aliran permukaan.

2.3.2.3. Limpasan Bulanan

Volume air selama bulan tertentu atau equivalen dengan debit rata-rata dalam bulan

tersebut. Dapat pula dinyatakan sebagai tinggi d, agar dapat dibandingkan dengan hujan dan

penguapan.

d =

VA

= ∫ ¿ ¿∫ ¿

Q dt (2.3)

dengan :

A = luas daerah pengaliran dan integralnya dimaksudkan untuk menjumlahkan debit

sepanjang bulan yang bersangkutan.

2.3.3. Debit Andalan

Debit andalan diartikan sebagai debit yang tersedia untuk keperluan tertentu (seperti

irigasi, PLTA, air minum dan lain-lain) sepanjang tahun, dengan resiko kegagalan yang telah

diperhitungkan.

Menurut pengamatan, besarnya andalan yang diambil untuk mengoptimalkan

penggunaan air dibeberapa macam proyek adalah sebagai berikut (CD.Soemarto,1986:214)

Tabel 2.3 Besarnya andalan untuk berbagai kegunaan

Kegunaan Keandalan

1. Penyediaan air minum

2. Penyediaan air indutri

3. Penyediaan air irigasi untuk

- Daerah iklim setengah lembab

- Daerah iklim kering

4. Pembangkit listrik tenaga air (PLTA)

99 %

95 – 98 %

75 – 85 %

80 – 95 %

85 – 90 %

Ada berbagai cara untuk menentukan debit andalan, masing-masing cara mempunyai

ciri khas sendiri-sendiri. Pemilihan metode yang sesuai umumnya didasarkan atas

pertimbangan data yang tersedia, jenis kepentingan dan pengalaman. Metode-metode untuk

analisis debit andalan tersebut antara lain berikut :

a) Metode Karakteristik aliran (flow characteristic)

Perhitungan debit andalan dengan metode ini antara lain memakai data yang

didapatkan berdasar karakteristik alirannya.

Metode ini umumnya dipakai untuk :

1. Daerah pengaliran sungai (DPS) dengan fluktuasi maksimum dan minimumnya

relatif besar dari tahun ke tahun.

2. Kebutuhan yang relatif tidak konstan sepanjang tahun.

3. Data yang tersedia cukup panjang.

Karakteristik aliran dalam hal ini dihubungkan dengan kriteria sebagai berikut :

1. Tahun normal, jika debit rata-rata tahunannya sama dengan atau mendekati debit

rata-rata dari tahun ke tahun.

2. Tahun kering, jika debit rata-rata tahunannya di bawah debit rata-rata dari tahun

ketahun.

3. Tahun basah, jika debit rata-rata tahunannya diatas debit rata-rata dari tahun

ketahun.

b) Metode tahun penentu (basic year).

c) Penentuan debit andalan dengan menggunakan metode ini antara lain dengan menentukan

suatu tahun tertentu sebagai dasar perencanaan.

d) Metode bulan penentu.

e) Metode ini seperti pada karakteristik aliran tetapi hanya dipilih bulan tertentu sebagai

dasar perencanaan.

f) Metode Q rata-rata minimum.

Penentuan debit andalan dengan metode ini berdasar data debit rata-rata bulanan yang

minimum ini biasanya dipakai untuk :

DPS dengan fluktuasi debit maksimum dan minimum tidak terlalu besar dari

tahun ke tahun.

Kebutuhan relatif konstan sepanjang tahun.

Metode yang digunakan dalam studi ini adalah metode karakteristik aliran.

Menurut Suyono Sosrodarsono (1980:204), terminologi debit dinyatakan sebagai

berikut :

1) Debit air cukup (affluent), yaitu debit yang dilampaui oleh debit-debit sebanyak 95

hari dalam setahun (peluang keandalan 26,02%).

2) Debit air normal, yaitu debit yang dilampaui oleh debit-debit sebanyak 185 hari dalam

setahun (peluang keandalan 50,68%).

3) Debit air rendah, yaitu debit yang dilampaui oleh debit-debit sebanyak 275 hari dalam

setahun (peluang keandalan 75,34%).

4) Debit air kering, yaitu debit yang dilampaui oleh debit-debit sebanyak 355 hari dalam

setahun (peluang keandalan 97,30).

2.4. Pembangkitan Data Inflow

Terdapat tiga model yang digunakan dalam perhitungan-perhitungan hidrologi yaitu

model deterministik, model probabilistik, model stokastik. Model stokastik mampu mengisi

kekosongan di antara kedua model tersebut, yaitu mempertahankan sifat-sifat peluang yang

berhubungan dengan runtun waktu kejadiannya. Termasuk dalam model stokastik adalah

proses perpanjangan runtun data.

Sedangkan dasar-dasar teknik pembangkitan data dapat dijelaskan seperti berikut,

dasar proses perpanjangan runtun data (generated) adalah bahwa prosesnya tidak berubah,

dalam arti sifat-sifat statistik proses terhadap runtun data historis tidak berubah terhadap

waktu sehingga sifat-sifat kejadian sesungguhnya dapat dipakai untuk membuat runtun data

sintetis yang panjang. Kegunaan pembangkitan data debit sungai adalah :

a) Untuk memenuhi kebutuhan tampungan waduk dengan data sintetis.

b) Untuk membantu perancangan waduk akibat data kurang panjang.

c) Untuk simulasi pengoperasian waduk.

Pembangkitan data dalam hal ini memerlukan proses dimana kekuatan-kekuatan yang

saling bersangkut paut dan menimbulkan pengaruh bertindak menghasilkan suatu rangkaian

waktu (time series). Proses terbaik adalah yang sesuai dengan karakteristik fisik dari

rangkaian waktu tersebut. Sedangkan dari segi pandang stokastik, aliran sungai bisa

dipandang dari empat komponen yaitu:

1) Komponen kecenderungan (Tt).

2) Komponen periodik atau musiman (St).

3) Komponen korelasi (Kt).

4) Komponen acak (t).

Yang dapat dikombinasikan secara sederhana sebagai berikut :

Xt = Tt + St + Kt + t (2.4)

Konsep dari metode stokastik adalah pembangkitan data dengan cara

mempertahankan karakteristik data debit historis, melalui parameter rerata data, standar

deviasi dan koefisien korelasi antar waktu.

2.4.1. Bilangan Random

Data debit historis dan sintetik memiliki urutan terjadi berdasarkan proses acak, serta

terletak dalam interval waktu tertentu. Urutan nilai ini sering disebut rangkaian waktu ( time

series). Secara umum nilai ke-i dari variabel X yang merupakan anggota dari suatu rangkaian

waktu adalah jumlah dari 2 komponen.

Xi = di + ei (2.2)

Dimana komponen deterministik diperoleh dari nilai parameter-parameternya dan nilai

sebelumnya dari proses, seperti Xi+1, Xi+2 dan seterusnya. Komponen bilangan acak uniform

dengan cara sebagai berikut :

t1 = (u1 + u2 + u3 + ………… + u12) – 6 : dst (2.3)

dengan :

t1 dan t2 = bilangan acak normal.

u1,u2,u3 = bilangan acak uniform.

Metode lain untuk memperoleh bilangan acak normal dengan persamaan Box Muller,

yaitu :

t1 = (-2 ln u1)1/2. cos (2.u2) (2.5)

t2 = (-2 ln u1)1/2. sin (2.u2) (2.6)

dengan :

t1 dan t2 = bilangan acak normal.

u1,u2,u3 = bilangan acak uniform.

2.4.2. Metode Thomas – Fiering

Untuk membangkitkan data debit dapat digunakan model Thomas-Fiering. Model ini

menganggap bahwa setahun terbagi menjadi musim atau terdiri dari 12 bulan. Dianggap

bahwa data aliran adalah x1.1, x1.2,……x1.12, x2.1, x2.2,……..,xn.12; contoh, indeks pertama

menyatakan tahun dimana aliran terjadi dan kedua berjalan secara siklus dari 1 ke 12.

Prosedur perhitungan :

a) Perhitungan aliran rata-rata untuk tiap bulannya.

X =

1n∑i=1

n

Xi, b (2.7)

dengan:

X = debit rata-rata.

n = jumlah tahun.

Xi,b = data debit pada tahun ke-i dan bulan ke-b.

b) Perhitungan standar deviasi

Sd = [ 1n−1

∑i=1

b

( Xi − X )2 ]1/2

(2.8)

c) Perhitungan koefisien korelasi antar aliran dalam waktu i. dan waktu i.-1

rj =

∑i=1

n

X i,b ,X i,b−1 − n . Xb . Xb−1

Sdb .Sdb−1 . (n−1 ) (2.9)

Persamaan aliran sintetis:

q1,b = X b +

rb . Sdb

Sdb−1(q i,b−1 − Xb−1)

+ t i,b . Sdb .√ (1 − rb2 ) (2.10)

dengan:

qi,b = debit hasil pembangkitan untuk bulan b dan tahun ke-I.

Xb , Xb-1 = rerata debit pada bulan b.

rb , rb-1 = korelasi untuk bulan b dan bulan b-1.

Sdb , Sdb-1 = standar deviasi bulan b dan bulan b-1.

ti,b = bilangan random bulan b.

qi,b-1 = debit pada tahun ke-i dan bulan b.

2.4.3. Uji Hipotesis

Perlu dipastikan tentang keandalan data sebelum dilakukan perhitungan dan analisis.

Untuk itu dilakukan pengujian-pengujian secara statistik. Pengujian dilakukan untuk

memastikan ketepatannya agar hasil perhitungan itu dapat digunakan untuk proses lebih

lanjut.

Pengujian statistik lebih ditujukan untuk menguji parameter-parameternya, antara lain

dapat dilakukan dengan membandingkan rerata, variansi, kovariansi, korelasi dan sebagainya.

Sedangkan pada pengujian suatu fungsi, diuji keandalan parameter-parameter yang

membentuk fungsi tersebut.

Hipotesa yang dirumuskan dengan harapan untuk ditolak disebut hipotesa nol atau

dinyatakan dengan Ho. Penolakan Ho mengakibatkan penerimaan hipotesa alternatif yaitu

H1.

2.4.3.1. Uji F

Uji analisis pada dasarnya adalah menghitung F score, lalu membandingkan dengan F

tabel. Yang diuji adalah ketidaktergantungan (independence) atau keseragaman

(homogenitas). Uji analisis variansi dapat bersifat satu arah atau dua arah.

Prinsip uji hipotesis ini adalah membandingkan variansi gabungan antara kelompok

sampel (variance between group) dengan varian kombinasi seluruh kelompok.

F hitung =

S12

S22 , (S12 S22)

F hitung =

S22

S12 , (S12 S22)

dengan:

S12 = variansi sampel 1 (debit historis) =

n1Sd12

n1 − 1

S22 = variansi sampel 2 (debit sintetis) =

n1Sd22

n2 − 1

Harga F kritis = (, n1-1, n2-1)

dengan:

n1 = jumlah sampel 1 (debit historis).

n2 = jumlah sampel 2 (debit sintetis).

Ho diterima jika harga F hitung Fkritis.

Ho ditolak jika harga F hitung Fkritis.

Untuk pengaman selanjutnya akan digunakan uji f dengan analisa variansi yang

bersifat dua arah, dengan hipotesa sebagai berikut:

Hipotesa 1 : Ho = hujan homogen dari bulan ke bulan.

H1 = hujan tidak homogen dari bulan ke bulan.

Hipotesa 2 : Ho = hujan homogen dari tahun ke tahun.

H1 = hujan tidak homogen dari tahun ke tahun.

Ada dua F score dihitung dengan rumus-rumus berikut:

F1 =

(n−1 )∑i=1

k

n ( x i − x)2

∑i=1

k

∑j=1

n

(x ij − x i − x j + x )2 (2.11)

F2 =

(k−1 )∑i=1

k

k (x j − x )2

∑i=1

k

∑j=1

n

(x ij − x i − x j + x )2 (2.12)

dengan:

XI = harga rata-rata untuk bulan i.

Xj = harga rata-rata untuk bulan j.

X = harga rata-rata untuk keseluruhan.

Xij = pengamatan untuk bulan i pada tahun j.

n = banyak pengamatan perbulan (tahun).

k = banyak bulan.

2.4.3.2. Uji T

Uji T termasuk jenis uji untuk sampel kecil. Sampel kecil adalah dimana ukuran

sampel n < 30. Untuk mengetahui apakah 2 sampel x1 dan x2 berasal dari populasi yang sama,

maka dihitung t score dengan rumus :

t =

[ x1−x2]

σ⋅√ 1N1

+ 1N2

(2.13)

= √ ( N1−1 )⋅s12+(N2−1 )⋅s

22

N1+N2−2 (2.14)

dengan : 1x = rerata dari sampel x1

2x = rerata dari sampel x2

s1 = simpangan baku dari sampel x1

s2 = simpangan baku dari sampel x2

N1 = ukuran dari sampel x1

N2 = ukuran dari sampel x2

Hipotesa :

H0 : sampel x1 dan x2 berasal dari populasi yang sama

H1 : sampel x1 dan x2 tidak berasal dari populasi yang sama

Harga t tabel dicari pada tabel distribusi student's t untuk derajat bebas = N1 + N2 – 2 dan

= (Level of Significance) misal 5%.

Apabila t score < t tabel, maka H0 diterima, dan jika sebaliknya maka H0 ditolak.

2.5. Simulasi Pola Operasi Waduk 2.5.1. Umum

Tergantung dari kebutuhannya, maka lingkup waktu dari simulasi mencakup 1 tahun

operasi atau lebih. Salah satu operasi dibagi-bagi menjadi sejumlah periode, misalnya

bulanan, 15 harian, 10 harian, mingguan, maupun harian. Persamaan umum simulasi operasi

waduk adalah Neraca Keseimbangan Air (water balance).

Aturan umum dalam simulasi waduk adalah:

1. Air waduk tidak boleh turun di bawah tampungan aktif. Dalam banyak keadaan, maka

batas bawah tampungan aktif ini ditentukan oleh tingginya lubang outlet waduk.

2. Air waduk tidak dapat melebihi batas atas tampungan aktif. Dalam banyak keadaan maka

batas atas tampungan aktif ini ditentukan oleh puncak spillway. Apabila terjadi kelebihan

air, maka kelebihan ini akan melimpah (spillout).

3. Ada beberapa waduk (waduk multiguna) yang memiliki batasan debit yang dikeluarkan

(outflow), baik debit maksimum atau debit minimum.

2.5.2. Pola Operasi Waduk Harian dan Waduk Tahunan

Pola operasi waduk adalah suatu acuan pengaturan air untuk pengoperasian waduk-

waduk yang disepakati bersama oleh para pemanfaat air dan pengelola melalui Panitia Tata

Pengaturan Air (PTPA). Maksudnya adalah sebagai pedoman pengaturan air untuk

memenuhi berbagai kebutuhan air dan pengendali banjir, dengan tujuan untuk memenfaatkan

air secara optimal dengan cara mengalokasikan secara proporsional sedemikian sehingga

tidak terjadi konflik antar kepentingan dan pengendalian banjir pada musim hujan.

Waduk tahunan berfungsi sebagai penampung/penyadiaan air dan pengendali

fluktuasi debit yang terjadi selama kurun waktu satu tahun, sedangkan waduk harian

berfungsi sebagai pengatur/pengendali fluktuasi debit yang terjadi dalam rentang waktu yang

relatif pendek, yaitu satu hari saja.

Ketersediaan air di waduk tergantung dari kapasitas waduk dan debit inflow yang

masuk ke waduk. Fluktuasi debit air yang masuk ke waduk sangat dipengaruhi oleh penutup

lahan di hulu waduk.

2.5.3. Simulasi Kapasitas Tampungan Waduk

Dalam situasi atau analisa perilaku operasi waduk bertujuan untuk mengetahui

perubahan kapasitas tampungan waduk. Persamaan yang digunakan adalah kontinuitas

tampungan (mass storage equation) yang memberi hubungan antara masukan, keluaran dan

perubahan tampungan.

Persamaan secara matematika dinyatakan, sebagai berikut (Mc Mahon, 1978:24)

St + 1 = St + Qt – Dt – Et – Lt (2.15)

Dengan kendala 0St+1=C

dengan:

t = interval waktu yang digunakan.

St = tampungan waduk pada awal interval waktu.

St+1 = tampungan waktu pada akhir interval waktu

Qt = aliran masuk selama interval waktu t.

Dt = lepasan air selama interval waktu t.

Et = evaporasi selama interval waktu t.

Lt = kehilangan-kehilangan air lain dari waduk selama interval waktu t,

mempunyai harga yang kecil dan dapat diabaikan.

C = tampungan aktif (tampungan efektif).

Kapasitas tampungan harus dapat menjamin pasokan air dengan keandalan

pemenuhan 100%.

2.5.4. Simulasi Luas Lahan yang Dapat Dialiri

Simulasi luas lahan yang dapat dialiri diizinkan dengan peluang kegagalan maksimum

sebesar 20%, untuk pemenuhan seluruh kebutuhan air dari kapasitas tampungan yang ada.

Dengan mempertimbangkan luas genangan waduk yang bervariasi terhadap waktu,

maka lebih lanjut persamaan ditulis sebagai berikut (Sudjarwadi, 1990):

St + 1 = St + Qt + Rt(A) – Ot – Et – Pt – SPt(A) (2.16)

dengan:

Rt(A) = hujan yang jatuh ke waduk pada interval waktu t, sebagai fungsi luas

permukaan air waduk.

Ot = pengambilan air waduk selama interval dari t.

Et(A) = evaporasi selama interval waktu t, sebagai fungsi luas permukaan di

waduk.

Pt = limpahan yang melewati bangunan pelimpah selama interval waktu t.

SPt(A) = rembesan keluar dari waduk selama interval waktu, sebagai fungsi luas

permukaan air waduk mempunyai harga yang kecil dan dapat diabaikan.

2.6. Outflow Tampungan Waduk2.6.1. Outflow Melalui Pelimpah

Debit outflow melalui pelimpah dihitung berdasarkan persamaan di bawah ini (Design

of Small Dams, Bereau of Reclamation, 1987) :

Q = C . L . H 3/2 (2.17)

Dengan :

Q : debit melalui pelimpah (m3/det),

C : koefisien debit (m½/dt),

L : lebar efektif mercu pelimpah (m),

H : total tinggi tekanan di atas mercu (m).

Koefisien debit diambil dari persamaan Iwasaki (bendungan Type Urugan, Suyono

Sosrodarsono, 1981).

Bentuk geometris mercu pelimpah ditetapkan dengan menggunakan persamaan

Harrold's WES sbb.:

X185 = 2 Hd0,85.Y (2.18)

Di mana:

X = Jarak horisontal dari pusat mercu ke punggung hilir pelimpah.

Hd = Tinggi tekanan rencana

Y = Jarak vertikal dari titik pusat mercu pelimpah ke punggung hilir pelimpah.

2.6.2. Kehilangan Air di Waduk Akibat Evaporasi2.6.2.1. Umum

Evaporasi adalah proses perubahan fisik yang mengubah suatu cairan atau bahan

padat menjadi gas melalui proses perpindahan panas. Besarnya harga evaporasi sangat

dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang terkadang tidak merata di seluruh daerah (Suyono,

1980:57).

Volume kehilangan air di waduk karena evaporasi dihitung dengan rumus:

Vew = Ev(t) x A(t) x t x 10 (2.19)

dengan:

Vew = volume evaporasi di waduk (m3).

Ev(t) = evaporasi rata-rata yang tercatat di alat ukur (mm/hari).

A(t) = luas genangan waduk (km2).

t = jumlah hari (hari).

Sedangkan kehilangan air di sungai karena evaporasi diperhitungkan dengan asumsi

bahwa keliling basah pada penampang sungai dalam kondisi jenuh dan bersifat impermeabel.

Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

Ves = Ev(t) x L(t) x P x t (2.20)

dengan:

Ves = volume evaporasi di sungai (m3).

Ev(t) = evaporasi rata-rata yang tercatat di alat ukur (mm/hari).

L(t) = lebar muka air sungai (m).

P = panajang alur sungai (km).

T = jumlah hari (hari).

2.6.2.2. Pengambilan Data Evaporasi di Waduk

Relatif hanya sedikit waduk-waduk yang mempunyai perhitungan-perhitungan

penguapan yang dapat diandalkan untuk bisa dijabarkan dari budjet air secara kontinyu, tetapi

nilai-nilai dari periode tertentu sering dapat mengecek atau mengkalibrasikan teknik-teknik

lainnya. Bila kondisinya sedemikian rupa sehingga hasil-hasil yang memuaskan tidak

diperoleh dengan menggunakan budjet air, penguapan dari waduk yang ada dapat ditentukan

baik dengan pendekatan aerodinamis empiris maupun budjet energi. Kedua metode ini

sebaiknya dipakai dalam jangka pendek, mengingat mahalnya biaya yang diperlukan.

Pengoperasian stasiun panci (di dekat waduk, tapi tak cukup dekat untuk terpengaruh

secara materiil olehnya) untuk pengambilan data, relatif tidak mahal dan akan memberikan

hasil-hasil evaporasi waduk yang sebenarnya. Beberapa reabilitas akan diperoleh jika adveksi

waduk bersihnya dihitung, tetapi item ini jarang sangat penting kecuali evaporasi musiman

atau bulanan dari penguapan tahunannya diperlukan.

Untuk studi-studi desain waduk, semua data yang berhubungan bagi daerah tersebut harus

dianalisa dengan menggunakan semua teknik untuk mana datanya cocok bila aspek-aspek

ekonomi perencanaan sangat memungkinkan, jarang terdapat alasan-alasan yang dapat

dibenarkan untuk membangun waduk yang besar sebelum diperoleh pengumpulan data yang

sekurang-kurangnya 1 atau 2 tahun dari panci dan data meteorologi yang berhubungan

dengan lokasi proyek.

2.6.3. Kebutuhan Air Irigasi2.6.3.1. Umum

Pengembangan sumber daya air dalam peningkatan produksi pangan merupakan hal

yang penting dalam usaha pertanian, dimana irigasi merupakan salah satu bagian dari

program intensifikasi pertanian. Peningkatan efisiensi penggunaan air irigasi merupakan

salah satu bentuk pengembangan sumber daya air bagi pertanian.

Penggunaan air irigasi ditetapakan dalam peraturan pemerintah no. 23 pasal 4 dan

pasal 7 tahun 1992 tentang irigasi yaitu air irigasi digunakan untuk mengairi tanaman, selain

itu digunakan untuk pemukiman, ternak dan sebagainya. Untuk memperoleh hasil produksi

yang optimal pemberian air harus sesuai dengan jadwal dengan jumlah dan waktu yang

diperlukan tanaman.

Dalam pembangunan proyek irigasi banyaknya air diperlukan untuk pertanian harus

diketahui dengan tepat, sehingga pemberian air irigasi dapat diefisienkan dengan maksimal.

Faktor-faktor yang mempengaruhi banyaknya pemakaian air irigasi adalah:

a) Jenis tanaman.

b) Cara pemberian air.

c) Jenis tanah.

d) Cara pengolahan dan pemeliharaan saluran serta bangunan (dengan memperhitungkan

kehilangan air berkisar 30% - 40%).

e) Waktu tanam yang berturutan yang berselang lebih dari dua minggu sehingga

memudahkan pergiliran air.

f) Pengolahan tanah.

g) Iklim dan cuaca, meliputi; curah hujan, angin, letak lintang, kelembaban, dan suhu

udara.

2.6.3.2. Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi

Kebutuhan total air irigasi yang diukur pada pintu pengambilan dalam satu periode

adalah hasil kali kebutuhan air disawah dengan faktor efisien dan jumlah hari dalam satu

periode penanaman.

Rumus yang digunakan:

DR =

WR . A . TKi . 1000 (2.21)

dengan:

DR = kebutuhan air irigasi pada pitu pengambilan (m3).

WR = kebutuhan air disawah (mm/hari).

A = luas sawah yang diairi (ha).

Ki = efisiensi irigasi (%).

T = periode waktu pemberian air (hari).

= jumlah hari dalam 1 periode x 24 jam x 3600 detik.

Perkiraan kebutuhan air disawah:

a. Untuk tanaman padi

NFR = Cu + Pd + NR + P – Re (2.22)

b. Untuk tanaman palawija

NFR = Cu + P – Re (2.23)

dengan:

NFR = kebutuhan air bersih disawah (l/dt/ha).

Cu = kebutuhan air tanaman (mm/hari).

Pd = Kebutuhan air untuk kebutuhan tanah (mm/hari).

NR = Kebutuhan air untuk pembibitan (mmm/hari).

P = Kebutuhan air karena perkolasi (mm/hari).

Re = hujan efektif (mm).

Perkiraan kebutuhan air irigasi:

a. Untuk tanaman padi

IR = NFR/e (2.24)

b. Untuk tanaman palawija

IR = (Etc – Re)/e (2.25)

dengan:

Etc = penggunaan konsumtif (mm).

P = kehilangan air akibat perkolasi (mm/hari).

e = efisiensi irigasi secara keseluruhan (%).

Langkah-langkah dalam menentukan besarnya kebutuhan air bagi tanaman dapat

ditentukan sebagai berikut:

1) Menghitung evaporasi potensial.

2) Menghitung kebutuhan air tanaman.

3) Menentukan laju perkolasi lahan.

4) Menentukan kebutuhan air untuk pengolahan lahan dan pertanian.

5) Menghitung curah hujan efektif.

6) Menentukan koefisien tanaman.

7) Menghitung kebutuhan air disawah.

8) Menentukan efisien irigasi.

9) Perhitungan kebutuhan air irigasi.

2.6.3.3. Neraca Air

Perhitungan neraca air dilakukan untuk memeriksa apakah air yang tersedia cukup

memadai untuk memenuhi air irigasi diproyek yang bersangkutan.

Perhitungan pendahuluan neraca air dibuat pada tahap studi proyek antara lain :

- Pola tanam akhir yang akan dipakai untuk jaringan irigasi yang sedang direncanakan.

- Penggambaran akhir daerah pokok irigasi.

Perhitungan neraca air akan sampai pada kesimpulan mengenai:

1) Tersedianya air

Debit andalan didefinisikan sebagai debit minimum rata-rata tengah bulanan ini

didasarkan pada debit tengah bulanan rata-rata untuk kemungkinan tak terpenuhi 20

%. Debit andalan yang dihitung dengan cara ini tidak sepenuhnya dipakai untuk

irigasi karena aliran sungai yang dielakan mungkin bervariasi sekitar harga rata-rata

tengah bulan dengan debit puncak kecil mengalir di atas bendungan. Sebagai harga

praktis dapat diandalkan kehilangan 10%. Hasil analisa variasi dalam jangka waktu

tengah bulanan dan pengaruhnya terhadap pengambilan yang direncanakan akan

memberikan angka yang lebih tepat.

Untuk proyek-proyek yang besar dimana selalu tersedia data-data debit harian, harus

dipertimbangkan studi stimulasi.

Pengamatan dibagian hilir dapat lebih membantu memastikan debit minimum yang

harus dijaga. Para pengguna air irigasi di daerah hilir harus sudah diketahui pada

tahap studi.

2) Kebutuhan air

Disini dibedakan tiga bagian utama seperti yang dirinci:

a. Meteorologi.

b. Agronomi.

c. Jaringan irigasi.

3) Neraca air

Dalam perhitungan neraca air, kebutuhan pengambilan yang dihasilkan untuk pola

tanaman yang dipakai akan dibandingkan dengan debit andalan untuk tiap setengah

bulan dan luas daerah yang bisa diairi.

Apabila debit sungai melimpah, maka luas daerah proyek irigasi adalah tetap karena

luas maksimum daerah layanan (command area) dan proyek akan direncanakan sesuai

dengan pola tanam yang dipakai. Bila debit sungai tidak melimpah kadang-kadang

terjadi kekurangan debit, ada tiga pilihan yang bisa dipertimbangkan:

a. Luas daerah irigasi dikurangi: bagian-bagian daerah tertentu dari daerah yang bisa

diairi (luas maksimum daerah layanan) tidak akan diari.

b. Melakukan modifikasi dalam pola tanam: dapat diadakan perubahan dalam

memilih tanaman atau tanggal tanam untuk mengurangi kebutuhan air irigasi disawah

(l/dt/ha) agar ada kemungkinan untuk mengairi areal yang lebih luas dengan debit

yang tersedia.

c. Rotasi teknis/golongan: untuk mengurangi kebutuhan puncak air irigasi. Rotasi

teknis/golongan mengakibatkan eksploitasi yang lebih kompleks dan dianjurkan

hanya untuk proyek irigasi yang luasnya sekitar 10000 ha atau lebih.

2.6.4. Kebutuhan Air Baku

Nilai-nilai parameter mutu yang dipergunakan untuk meninjau kecocokan suatu air

tertentu bagi pemakaian tertentu sering disebut kriteria. Kriteria mutu air adalah nilai-nilai

yang didasarkan pada pengalaman dan kenyataan ilmiah yang dapat dipergunakan oleh

pemakainya untuk menetapkan manfaat-manfaat relatif dari air tertentu, sedangkan baku

mutu air biasanya untuk menetapkan taraf-taraf batas bagi berbagai bahan kandungan yang

dapat disetujui sesuai dengan tujuan pemanfaatan atau pemanfaatan-pemanfaatannya.

Baku mutu air biasanya didasarkan pada salah satu atau beberapa hal dibawah ini:

1) Praktek yang diterapkan atau yang sudah berjalan.

2) Perolehan (baku tersebut harus dapat diperoleh dengan mudah atau dengan wajar).

3) Pemukiran ilmiah dengan mempergunakan informasi terbaik yang ada.

4) Percobaan-percobaan.

5) Pengalaman berdasarkan akibat terhadap manusia.

Dibawah ini disajikan nilai-nilai baku air minimum berdasarkan ciri-cirinya menurut

“Dringking Water Standard And Guidelines”.

Tabel 2.4 Ciri-ciri fisik

Ciri-ciri fisik Batas yang diijinkan

Kekeruhan 1 satuan

Warna 15 satuan

Bau 3 angka ambang bau

Tabel 2.5 Ciri-ciri kimiawi dalam miligram perliter

UnsurBatas yang diijinkan

Estetika Kesehatan

Atsenikum (As)

Barium (Ba)

Kadmium (Cd)

Klorida (Cl)

Chromium

2,50

0,1

1,0

0,01

0,05

Tembaga (Cu)

Ekstrak Chloroform Carbon (CCC)

Sianida (CN)

Fluorida (F)

Besi (Fe)

Timah (Pb)

Mangan (Mn)

Mercury (Hg)

Bahan methylene biru aktif

Nitrogen nitrat (NO3 sebagai N)

Selenium (Se)

Perak (Ag)

Sulfat (SO4)

Bahan padat terlarut semua

Seng (Zn)

Aldrin

DDT

Dieldrin

Chlordane

Endrin

Hepta chlor

Hepta chlor epoxide

Lindane

Methoxy chlor

Toxaphene

Insektisida organophosphorus

Azodrin

Dichlorvos

Dimethoate

Ethion

Herbisida chlorophenoxy

2,4-D

2,4,5-T (2,4,5-TP dan silvex)

1,0

0,3

0,05

0,5

2,50

(tak terbatas)

5,0

0,005

0,003

0,01

0,002

0,02

0,1

0,01

0,7

0,2

0,6-1,8

0,05

0,02

10,0

0,01

0,05

(ditangguhkan)

(ditangguhkan)

(ditangguhkan)

0,003

0,0002

0,0001

0,0001

0,004

0,1

2.6.5. Pembangkit Tenaga Listrik 2.6.5.1. Umum

Tujuan utama dari konsep dasar ini adalah dalam aspek pengembangan sumber daya

air seperti pemakaian air, pengaturan waduk dan sistem perencanaan menghasilkan hal yang

positif. Sebelum beberapa aspek tersebut memenuhi sasaran maka konsep dasar dari teknik

tenaga air perlu diketahui lebih dalam.

Perencanaan PLTA umumnya terdiri dari perencanaan dengan tinggi jatuh rendah,

perencanaan dengan tinggi jatuh menengah dan perencanaan dengan tinggi jatuh tinggi.

Perencanaan dengan tinggi jatuh rendah berkisar antara beberapa feet sampai kurang

lebih 50 feet dengan tujuan mendapatkan debit yang besar. Sedangkan perencanaan dengan

tinggi jatuh menengah berkisar antara 50-200 feet, tentunya dalam merencanakan dam yang

tinggi khusus PLTA adalah cukup mahal sehingga biasanya perencanaan ini dipilih jika

kebetulan pada daerah sungainya ada terjunan. Sedangkan perencanaan dengan tinggi jatuh

tinggi bekisar antara 200-5000 feet. Perencanaan ini hampir sama dengan perencanaan tipe

menengah yaitu menentukan lokasi yang sesuai, mengalirkan air pada saluran terbuka dengan

kemiringan yang kecil sampai mencapai beda tinggi antara kanal dan sungai bagian bawah

tempat rumah turbin sebesar mungkin sedangkan jarak horisontal antara kanal dan sungai

sekecil mungkin.

2.6.5.2. Turbin

Terdapat dua jenis turbin, yaitu turbin impuls dan turbin reaksi. Pada turbin impuls,

pancaran (jet) air bebas mendorong bagian turbin yang terbuka yang ditempatkan pada

tekanan atmosfir. Pada turbin reaksi, aliran air terjadi dengan tekanan pada ruang tertutup.

Meskipun energi yang diberikan pada turbin impuls adalah semata-mata energi kinetik

sedangkan turbin reaksi juga memanfaatkan tekanan disamping energi kinetik, tetapi kedua

jenis turbin tersebut tergantung kepada perubahan momentum dari air, sehingga gaya

dinamiklah yang berputar atau runner dari turbin tersebut.

Untuk PLTA pada umumnya turbin yang dipakai biasanya turbin reaksi. Pada

dasarnya turbin reaksi dibedakan menjadi dua yaitu:

Turbin Francis.

Turbin baling-baling.

Pada turbin Francis yang biasa air masuk kedalam rumah siput dan bergerak kedalam

runner melalui sederet sudut pengatur dengan celah-celah penyempitan yang mengubah

tinggi tekanan menjadi tinggi kecepatan.

Turbin baling-baling adalah suatu mesin yang digerakkan oleh gerakan aksial dengan

runnernya diletakkan di dalam saluran tertutup. Ada satu jenis lagi turbin reaksi yang sering

dipakai yaitu turbin kaplan. Turbin kaplan adalah suatu turbin baling-baling dengan daun

baling-baling yang dapat bergerak dan gerak majunya dapat diatur agar sesuai dengan kondisi

operasi yang baik.

2.6.5.3. PLTA di Waduk

PLTA di waduk adalah PLTA yang mempunyai tampungan air yang ukurannya cukup

untuk memungkinkan penampungan air kelebihan musim hujan guna musim kemarau yang

dimaksud untuk mengatur pastinya aliran air yang lebih dari pada aliran alamiah minimum.

Suatu PLTA aliran sungai biasanya hanya mempunyai kapasitas waduk yang terbatas dan

hanya dapat mempergunakan air bila memang datang.

Suatu pengembangan tenaga air umumnya meliputi sebuah bangunan sadap, suatu

pipa saluran (pipa pesat) untuk mengaliri air ke turbin, turbin-turbin dengan mekanisme

pengaturnya, generator pelengkapan kontrol dan tombol penghubung, rumah peralatan,

transfromator dan jarak transmisi ke pusat-pusat distribusi.

Dalam waduk, biasanya PLTA dibangun dengan dilengkapi pompa untuk

membangkitkan energi untuk beban puncak, tetapi pada waktu-waktu tertentu diluar itu

airnya dipompa dari kolam air buangan ke kolam hulu untuk pemanfataan yang akan datang.

Pompa ini memiliki nilai ekonomis tambahan bagi jaringan daya yang bersangkutan.

Penentuan PLTA di waduk dapat diperhitungkan tanpa memperhatikan tampungan (ROR =

Run Of River) atau dengan memperhatikan tampungan harian:

1) PLTA di waduk tanpa tampungan (ROR) dengan menggambarkan lengkung durasi

atau hubungan antar debit dengan presentasi waktu

2) PLTA dengan tampungan harian (ROR)

Q2 = .Q1 (2.26)

dimana:

Q2 = debit dengan adanya tampungan.

Q1 = debit tanpa adanya tampungan.

= perbandingan jumlah jam operasi tanpa adanya tampungan dengan adanya

tampungan.

Pendekatan kapasitas terpasang dengan adanya tampungan “” kali tanpa adanya tampungan.

Pada waduk yang mempunyai aktif tertentu, waduk membangkitkan daya PLTA

sesuai dengan debit outflow yang tersedia. Rumus pembangkitan tenaga PLTA adalah sebagai

berikut :

Pw = 9,8 EffPLTA . Q . He (2.27)

dengan :

Pw = daya pembangkit PLTA (kw).

EffPLTA = efisiensi PLTA (%).

Q = debit outflow yang lewat PLTA (m3/det).

He = head efektif dari PLTA (m).

Head efektif suatu PLTA dapat dicari dari hubungan berikut :

He = El.MAW – El.TWL – Head loss (2.28)

dengan :

El.MAW = elevasi Muka Air Waduk (m).

El. TWL = elevasi Tail Water Level di saluran tailrace (m).

Head loss= kehilangan tinggi di penstock dan waterway.

2.7. Peluang Kegagalan Operasi Waduk2.7.1. Umum

Penilaian kuantitatif kegagalan waduk dapat didasarkan pada kegagalan menurut

jumlah kejadian (occurance based probability) maupun jumlah kekurangan air (volume based

probability). Peluang keandalan dalam operasi waduk didefinisikan sebagai hubungan antara

volume waduk dengan volume kebutuhan air, atau bila dinyatakan dalam persamaan adalah

sebagai berikut:

Rv =

volume nyata yang di suplai dari wadukpermintaan kebutuhan air (2.29)

2.7.2. Periode Kritis

Periode kritis (critical period), yaitu periode dimana sebuah waduk berubah dari

kondisi penuh ke kondisi kosong tanpa melimpah selama periode tersebut. Awal periode

kritis adalah waduk dalam keadaan penuh, akhir periode kritis adalah ketika waduk pertama

kali kosong. Jadi hanya satu kali kegagalan yang bisa terjadi selama periode kritis. Definisi

tersebut tidak diterima sepenuhnya, misalnya U.S. Army Corps of Engineer (1975)

menetapkan periode kritis mulai dari kondisi penuh melewati kekosongan dan kembali ke

kondisi penuh serta memakai istilah periode muka air surut kritis (Critical drawdown period)

terhadap perubahan tingkat penuh ke tingkat kosong. Selanjutnya yang dipakai dalam analisa

adalah definisi dari U.S. Army Corps of Engineer.

2.7.3. Probabilitas Keandalan Debit

Probabilitas kejadian suatu peristiwa ditentukan oleh perbandingan antara banyaknya

kejadian terhadap jumlah kejadian yang mungkin dan kejadian yang tidak mungkin

(berpeluang atau yang tidak berpeluang). Kejadian suatu peristiwa biasanya dinamakan

keberhasilan, sedangkan kejadian yang tidak mungkin dinamakan kegagalan.

Probabilitas keandalan debit adalah suatu kemampuan debit yang tersedia guna

memenuhi suatu perencanaan tertentu sepanjang satu periode, dengan resiko kegagalan yang

telah diperhitungkan.

2.7.4. Probabilitas Keandalan Tampungan

Suatu waduk lazim dikatakan andal apabila waduk tersebut mampu menjamin

kebutuhan minimum yang diperlukan. Penentuan yang didasarkan pada analisa catatan

historis tak dapat memberikan bukti-bukti keandalan suatu waduk. Adapun probabilitas

keandalan tampungan adalah kemampuan suatu tampungan untuk menyediakan kebutuhan

air yang direncanakan guna memenuhi kebutuhan, untuk lebih jelasnya dapat dipakai kurva-

kurva probabilitas lapangan. Kurva tersebut menunjukan probabilitas bahwa alirannya selama

suatu periode dimasa yang akan datang yang sama dengan panjang rangkaiannya ternyata

akan mampu mempertahankan jumlah kebutuhan yang diingini tanpa mengalami penurunan.

Suatu reabilitas 0,99 menunjukan bahwa hanya 1 dari 100 rangkaian yang akan mengalami

penurunan, misalnya suatu waduk dengan kapasitas tertentu memberikan jaminan 99 %

kesuksesan pengoperasian selama umur proyek.