BAB II

download BAB II

of 70

description

Tesis RTH

Transcript of BAB II

  • 7

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Pengertian Umum Ruang Terbuka Hijau (RTH)

    Ruang terbuka hijau kota merupakan bagian dari penataan ruang

    perkotaan yang berfungsi sebagai kawasan lindung. Kawasan hijau kota

    terdiri atas pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau

    rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga, kawasan hijau

    pekarangan. Ruang terbuka hijau diklasifikasi berdasarkan status

    kawasan, bukan berdasarkan bentuk dan struktur vegetasinya (Fandeli,

    dalam Tinambunan, 2006)

    Beberapa pengertian tentang Ruang Terbuka Hijau diantaranya

    adalah :

    1. Ruang yang didominasi oleh lingkungan alami di luar maupun didalam

    kota, dalam bentuk taman, halaman, areal rekreasi kota dan jalur hijau

    2. Ruang-ruang di dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam

    bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur

    yang dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada

    dasarnya tanpa bangunan yang berfungsi sebagai kawasan

    pertamanan kota, hutan kota, rekreasi kota, kegiatan Olah Raga,

    pemakaman, pertanian, jalur hijau dan kawasan hijau pekarangan.

  • 8

    3. Fasilitas yang memberikan kontribusi penting dalam meningkatkan

    kualitas lingkungan permukiman, dan merupakan suatu unsur yang

    sangat penting dalam kegiatan rekreasi.

    B. Fungsi Ruang Terbuka Hijau

    Penghijauan perkotaan yaitu menanam tumbuh-tumbuhan

    sebanyak-banyaknya di halaman rumah atau dilingkungan sekitar rumah

    maupun dipinggir jalan, apakah itu berbentuk pohon, semak, perdu,

    rumput atau penutup tanah lainnya, di setiap jengkal tanah yang kosong

    yang ada dalam kota dan sekitarnya, sering disebut sebagai ruang

    terbuka hijau. RTH sangat penting, mengingat tumbuh-tumbuhan

    mempunyai peranan sangat penting dalam alam, yaitu dapat

    dikategorikan menjadi fungsi lansekap (sosial dan fisik), fungsi lingkungan

    (ekologi) dan fungsi estetika (keindahan) (Irwan, 2007).

    Berdasarkan kepada fungsi utama RTH dapat dibagi menjadi :

    1. Pertanian perkotaan, fungsi utamanya adalah untuk mendapatkan

    hasilnya untuk konsumsi yang disebut dengan hasil pertanian kota

    seperti hasil hortikultura.

    2. Taman kota, mempunyai fungsi utama untuk keindahan dan interaksi

    sosial.

    3. Hutan kota, mempunyai fungsi utama untuk peningkatan kualitas

    lingkungan.

  • 9

    Hutan Kota dapat memberikan kota yang nyaman sehat dan indah

    (estetis). Kita sangat membutuhkan hutan kota, untuk perlindungan dari

    berbagai masalah lingkungan perkotaan. Hutan kota mempunyai banyak

    fungsi (kegunaan dan manfaat). Hal ini tidak terlepas dari peranan

    tumbuh-tumbuhan di alam. Tumbuh-tumbuhan sebagai produsen pertama

    dalam ekosistem, mempunyai berbagai macam kegiatan metabulisme

    untuk ia hidup, tumbuh dan berkembang. Kegiatan metabulisme tumbuh-

    tumbuhan dimaksud telah memberikan keuntungan dalam kehidupan kita.

    Tidak ada satu makhlukpun yang dapat hidup tanpa tumbuh-tumbuhan

    (Zain dalam Sibarani, 2003).

    Untuk menghadapi kemajuan, kita perlu melakukan perubahan dan

    untuk itu kita perlu melakukan pembangunan. Dalam pembangunan itu

    kita akan tahu tentang sejauh mana kerugian kita, jika kita menebang

    pohon atau membabat tumbuh-tumbuhan tanpa pertimbangan dengan

    alasan nanti toh tumbuh-tumbuhan itu akan tumbuh kembali. Mudah-

    mudahan pelaku pembangunan dapat menyadari, bahwa tumbuh-

    tumbuhan itu adalah makhluk hidup dan butuh waktu untuk tumbuh dan

    berkembang.

    Hutan kota meupakan suatu ekosistem dan tidak sama dengan

    pengertian hutan selama ini. Hutan kota adalah komunitas tumbuh-

    tumbuhan berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau

    sekitar kota, berbentuk jalur, menyebar atau bergerombol (menumpuk)

    dengan struktur meniru (menyerupai) hutan alam, membentuk habitat

  • 10

    yang memungkinkan kehidupan bagi satwa dan menimbulkan lingkungan

    sehat, nyaman, dan estetis.

    Banyak kendala dalam membangun hutan kota. Kendala tersebut

    antara lain berkisar kepada persediaan lahan untuk hutan kota, lahan

    semakin hari semakin sedikit untuk hutan kota dan harga lahan di kota

    semakin hari semakin sangat mahal. Disamping itu pula terbentur kepada

    peresepsi dari para perancang dan pelaksana pembangunan, maupun

    dari lapisan masyarakat lainnya terhadap hutan kota belum sama dan

    belum terbangun. Melihat fungsinya maka kita harus membangun dan

    mengembangkan hutan kota. Dari hasil penelitian yang pernah dilakukan

    menunjukkan bahwa dengan membangun dan mengembangkan bentuk

    hutan kota serta membangun dan mengembangkan struktur hutan kota,

    maka kendala lahan dapat di modifikasi sehingga kita akan tetap dapat

    membangun dan mengembangkan hutan kota. Disamping itu secara

    bertahap kita selalu berusaha membangun dan mengembangkan persepsi

    tentang hutan kota (Sarlito, 1990).

    Bentuk tergantung kepada bentuk lahan yang tersedia untuk hutan

    kota. Bentuk hutan kota dapat dibagi menjadi: a. Berbentuk bergerombol

    atau menumpuk adalah hutan kota dengan komunitas tumbuh-

    tumbuhannya terkonsentrasi pada suatu areal dengan jumlah tumbuh-

    tumbuhannya minimal 100 pohon dengan jarak tanam rapat tidak

    beraturan. b. Berbentuk menyebar yaitu hutan kota yang tidak mempunyai

    pola tertentu, dengan komunitas tumbuh-tumbuhannya tumbuh menyebar

  • 11

    terpencar-pencar dalam bentuk rumpun atau gerombol-gerombol kecil. c.

    Berbentuk jalur yaitu komunitas tumbuh-tumbuhannya tumbuh pada lahan

    yang berbentuk jalur lurus atau melengkung, mengikuti bentukan sungai,

    jalan, pantai, saluran dan lainnya.

    Struktur hutan kota adalah komposisi dari tumbuh-tumbuhan,

    jumlah dan keanekaragaman dari komunitas tumbuh-tumbuhan yang

    menyusun hutan kota, dapat dibagi menjadi: a. berstrata dua yaitu

    komunitas tumbuh-tumbuhan hutan kota hanya terdiri dari pepohonan dan

    rumput atau penutup tanah lainnya. b. berstrata banyak yaitu komunitas

    tumbuh-tumbuhan hutan kota selain terdiri dari pepohonan dan rumput

    juga terdapat semak, terna, liana, epifit, ditumbuhi banyak anakan dan

    penutup tanah, jarak tanam rapat tidak beraturan, dengan strata dan

    komposisi mengarah meniru komunitas tumbuh-tumbuhan hutan alam

    (Irwan, 2005).

    Fungsi hutan kota sangat tergantung kepada bentuk dan struktur

    hutan kota serta tujuan perancangannya. Secara garis besar fungsi hutan

    kota yang sangat banyak itu dapat dikelompokkan menjadi:

    1. Fungsi lansekap. Fungsi lansekap meliputi fungsi fisik dan fungsi

    sosial.

    a. Fungsi fisik, yaitu berfungsi antara lain untuk perlindungan terhadap

    angin, sinar matahari, pemandangan yang kurang bagus dan

    terhadap bau, sebagai pemersatu, penegas, pengenal, pelembut,

    dan pembingkai.

  • 12

    b. Fungsi sosial. Penataan tumbuh-tumbuhan dalam hutan kota

    dengan baik akan memberikan tempat interaksi sosial yang sangat

    menyenangkan. Hutan kota dengan aneka ragam tumbuh-

    tumbuhan mengandung nilai-nilai ilmiah sehingga hutan kota dapat

    sebagai laboratorium hidup untuk sarana pendidikan dan penelitian.

    Fungsi kesehatan misalnya untuk terapi mata dan mental serta

    fungsi rekreasi, olah raga, dan tempat interaksi sosial lainnya.

    Fungsi sosial politik ekonomi misalnya untuk persahabatan antar

    negara. Hutan kota dapat memberikan hasil tambahan secara

    ekonomi untuk kesejahteraan penduduk seperti buah-buahan,

    kayu, obat-obatan sebagai warung hidup dan apotik hidup.

    2. Fungsi Pelestarian Lingkungan (ekologi). Dalam pengembangan dan

    pengendalian kualitas lingkungan fungsi lingkungan diutamakan tanpa

    mengesampingkan fungsi-fungsi lainnya. Fungsi lingkungan ini antara

    lain adalah :

    a. Menyegarkan udara atau sebagai "paru-paru kota". Fungsi

    menyegarkan udara dengan mengambil CO2 dalam proses

    fotosintesis dan menghasilkan O2 yang sangat diperlukan bagi

    makhluk hidup untuk pernafasan. CO2 diambil dari udara,

    sedangkan air diambil dari dalam tanah melalui akar tanaman

    (Sastrawijaya, 2000).

    sinarmatahari 6 CO2 + 6 H2O ----------------> C6H12O6 + 6 O2

    klorofil enzim

  • 13

    Menurunkan Suhu Kota dan meningkatkan kelembaban. Suhu

    disekitar tanaman menjadi lebih sejuk. Uap air di atmosfir bertindak

    sebagai pengatur panas (suhu udara) karena sifatnya dapat

    menyerap energi radiasi matahari gelombang pendek maupun

    gelombang panjang. Hutan kota mempunyai pengaruh besar pada

    daerah-daerah yang suhunya tinggi, dan sangat bermanfaat

    khususnya untuk daerah tropis.

    b. Sebagai Ruang Hidup Satwa. Tumbuh-tumbuhan selain sebagai

    produsen pertama dalam ekosistem juga dapat menciptakan ruang

    hidup (habitat) bagi makhluk hidup lainnya, sebagai burung, kupu-

    kupu, serangga. Burung sebagai komponen ekosistem mempunyai

    peranan penting, diantaranya untuk mengontrol populasi serangga,

    membantu penyerbukan bunga dan pemencaran biji. Hampir pada

    setiap bentuk kehidupan terkait erat dengan burung, sehingga

    burung mudah dijumpai. Dengan kondisi tersebut diduga burung

    dapat dijadikan sebagai indikator lingkungan, karena apabila terjadi

    pencemaran lingkungan, burung merupakan komponen alam

    terdekat yang terkena pencemaran. Burung berperanan dalam

    rekreasi alam, adanya taman burung selalu dikunjungi orang, untuk

    menikmati bunyi, kecantikan ataupun kecakapan burung. Malahan

    sekarang hampir di setiap rumah orang memelihara burung. Burung

    mempunyai nilai pendidikan dan penelitian. Keindahan burung dari

    segala yang dimilikinya akan memberikan suatu kenikmatan

  • 14

    tersendiri. Kebiasaan burung-burung beranekaragam, ada burung

    yang mempunyai kebiasaan berada mulai dari tajuk sampai

    kebawah tajuk. Ini menunjukkan bahwa bila hutan kota mempunyai

    komposisi banyak jenis, berlapis-lapis dan berstrata akan memikat

    banyak burung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa burung lebih

    banyak dijumpai baik jenis maupun jumlahnya pada hutan kota

    yang ditanami dengan tanaman produktif (berbunga, berbuah dan

    berbiji) pada struktur hutan kota yang berstrata banyak. Kehadiran

    burung pada hutan kota yang berstara banyak selain karena jumlah

    tumbuh-tumbuhan yang beranekaragam, juga pohonnya adalah

    jenis buah-buahan (tanaman produktif). Tanaman produktif dalam

    hal ini adalah tanaman yang menghasilkan bunga, buah, biji aroma,

    sehingga memberikan kesempatan lebih besar kepada burung

    (herbivor) yang menyukainya untuk datang, mencari makan,

    bercengkrama atau bersarang.

    c. Penyanggah dan Perlindungan Permu-kaan Tanah dari Erosi,

    sebagai penyanggah dan melindungi permukaan tanah dari air

    hujan dan angin. Sehubungan dengan itu hutan kota dapat

    membantu penyediaan air tanah dan pencegahan erosi.

    d. Pengendalian dan Mengurangi Polusi Udara dan Limbah, sebagai

    pengendalian dan atau mengurangi polusi udara dan limbah, serta

    menyaring debu. Debu atau partikulat terdiri dari beberapa

    komponen zat pencemar. Dalam sebutir debu terdapat unsur-unsur

  • 15

    seperti garam sulfat, sulfuroksida, timah hitam, asbestos, oksida

    besi,silika, jelaga dan unsur kimia lainnya. Berbagai hasil penelitian

    lainnya menunjukkan bahwa tumbuh-tumbuhan dapat

    mengakumulasi berbagai jenis polutan (pencemar). Seperti pohon

    johar, asam landi, angsana dan mahoni dapat mengakumulasi Pb

    (timah hitam) yaitu hasil pencemaran oleh kendaraan bermotor,

    pada daun dan kulit batang.

    e. Peredaman Kebisingan. Kebisingan adalah suara yang berlebihan,

    tidak diinginkan dan sering disebut "polusi tak terlihat" yang

    menyebabkan efek fisik dan psikologis. Efek fisik berhubungan

    dengan transmisi gelombang suara melalui udara, efek psikologis

    berhubungan dengan respon manusia terhadap suara.

    f. Tempat Pelesterian Plasma nutfah dan bioindikator, yaitu sebagai

    tempat pelestarian plasma nutfah dan bioindikator dari timbulnya

    masalah lingkungan seperti. Karena tumbuhan tertentu akan

    memberikan reaksi tertentu akan perubahan lingkungan yang terjadi

    disekitarnya. Plasma nutfah sangat diperlukan dan mempunyai nilai

    yang sangat tinggi dan diperlukan untuk kehidupan.

    g. Menyuburkan Tanah. Sisa-sisa tumbuhan akan dibusukkan oleh

    mikroorganisma dan akhirnya terurai menjadi humus atau materi

    yang merupakan sumber hara mineral bagi tumbuhan itu kembali.

    3. Fungsi Estetika. Tumbuh-tumbuhan dapat memberikan keindahan dari

    garis, bentuk, warna, dan tekstur yang ada dari tajuk, daun, batang,

  • 16

    cabang, kulit batang, akar, bunga, buah maupun aroma. Hasil

    penelitian saya menunjukkan bahwa penilaian hutan kota yang

    berstrata banyak mempunyai nilai estetika lebih tinggi, daripada hutan

    kota berstrata dua.

    C. Manfaat Ruang Terbuka Hijau

    Manfaat RTH kota secara langsung dan tidak langsung, sebagian

    besar dihasilkan dari adanya fungsi ekologis, atau kondisi alami ini dapat

    dipertimbangkan sebagai pembentuk berbagai faktor. Berlangsungnya

    fungsi ekologis alami dalam lingkungan perkotaan secara seimbang dan

    lestari akan membentuk kota yang sehat dan manusiawi (Budiharjo,

    Hardjohubojo, 1993).

    Manfaat tanaman sebagai komponen kehidupan (biotik) dan

    produsen primer dalam rantai makanan, bagi lingkungan dan sebagai

    sumber pendapatan masyarakat, semua orang sudah mengetahuinya.

    Proses fotosintesis telah diajarkan sejak sekolah dasar, di mana zat hijau

    (khlorofil) yang banyak terdapat dalam daun dengan bantuan energi

    matahari dan air, menghasilkan makanan, berupa karbohidrat, protein,

    lemak juga vitamin dan mineral, sangat berguna bagi kehidupan manusia

    dan makhluk hidup lain.

    Tanaman adalah pabrik tanpa butuh bahan bakar fosil, bahkan dia

    adalah sumber karbon itu, sama juga tidak membutuhkan energi listrik

    atau api untuk memasak makanannya agar bisa terus tumbuh. Pabrik ini

  • 17

    tidak mencemari media lingkungan, bahkan membantu membersihkan

    media udara yang kotor serta menyegarkan udara. Akar pohon berfungsi

    untuk menarik bahan baku dari dalam media tanah, antara lain berbagai

    macam mineral yang larut dalam air. Zat-zat tersebut dimasak dalam

    pabrik daun menghasilkan karbohidrat (tepung, gula, selulosa/serat),

    oksigen, yang seringkali disimpan dalam gudang berbentuk buah dan biji

    untuk sebagai agen pertumbuhan selanjutnya.

    Tanaman sebagai penghasil oksigen (O2) terbesar dan penyerap

    karbon dioksida (CO2) dan zat pencemar udara lain, khusus di siang hari,

    merupakan pembersih udara yang sangat efektif melalui mekanisme

    penyerapan (absorbsi) dan penjerapan (adsorbsi) dalam proses fisiologis,

    yang terjadi terutama pada daun, dan permukaan tumbuhan (batang,

    bunga, dan buah). Pembuktian, bahwa tumbuhan dapat efektif

    membentuk udara bersih, dapat dicermati dari hasil studi penelitian yang

    menunjukkan bahwa setiap 1 hektar RTH, yang ditanami pepohonan,

    perdu, semak dan penutup tanah, dengan jumlah permukaan daun seluas

    5 hektar, maka sekitar 900 Kg CO2 akan dihisap dari udara, dan

    melepaskan sekitar 600 Kg O2 dalam waktu 12 jam.

    Adanya RTH sebagai paru-paru kota, maka dengan sendirinya

    akan terbentuk iklim yang sejuk dan nyaman. Kenyamanan ini ditentukan

    oleh adanya saling keterkaitan antara faktor-faktor suhu udara,

    kelembaban udara, cahaya, dan pergerakan angin. Hasil penelitian di

    Jakarta, membuktikan bahwa suhu di sekitar kawasan RTH (di bawah

  • 18

    pohon teduh), dibanding dengan suhu di luarnya, bisa mencapai

    perbedaan angka sampai 2-4 derajat celcius (Purnomohadi dalam

    Tinambunan 2006).

    RTH membantu sirkulasi udara. Pada siang hari dengan adanya

    RTH, maka secara alami udara panas akan terdorong ke atas, dan

    sebaliknya pada malam hari, udara dingin akan turun di bawah tajuk

    pepohonan. Pohon, adalah pelindung yang paling tepat dari terik sinar

    matahari, di samping sebagai penahan angin kencang, peredam

    kebisingan dan bencana alam lain, termasuk erosi tanah. Bila terjadi

    tiupan angin kencang di atas kota tanpa tanaman, maka polusi udara

    akan menyebar lebih luas dan kadarnya pun akan semakin meningkat.

    Namun demikian, cara penanaman tetumbuhan yang terlalu rapat

    pun, menyebabkan daya perlindungannya menjadi kurang efektif. Angin

    berputar di belakang kelompok tanaman, sehingga dapat meningkatkan

    polusi di wilayah ini. Penanaman sekelompok tumbuhan dengan berbagai

    karakteristik fisik, di mana perletakkan dan ketinggiannya pun bervariasi,

    merupakan faktor perlindungan yang lebih efektif.

    RTH Kota dengan ukuran ideal (0,4 Ha), mampu meredam 25-80%

    kebisingan. Ukuran seluas 2.500 m2 ini kemudian diambil sebagai

    patokan luas minimal sebuah Hutan Kota. Besaran daya peredaman yang

    merupakan proses fisika dan kimiawi yang dinamis tersebut, tentu saja

    sangat tergantung pula kepada besaran daya serap, daya jerap dan daya

    akumulatif tetumbuhan yang diatur memiliki beberapa strata ketinggian

  • 19

    tersebut. Misal: Besaran daya peredaman, tergantung dari beberapa

    faktor, sebagai berikut:

    (1) Tipe tingkat intensitas kekuatan asal suara

    (2) Tipe tinggi, kerapatan dan jarak RTH dari sumber suara

    (3) Kecepatan dan arah angin

    (4) Suhu dan kelembaban udara

    Ciri-ciri jenis tanaman yang dapat efektif meredam suara

    (kebisingan), ialah yang mempunyai karakteristik fisik umum di antara ciri-

    ciri kombinasi bertajuk rapat dan tebal, berdaun ringan serta mempunyai

    tangkai-tangkai daun.

    RTH sebagai pemelihara akan kelangsungan persediaan air tanah.

    Akar-akar tanaman yang bersifat penghisap, dapat menyerap dan

    mempertahankan air dalam tanah di sekitarnya, serta berfungsi

    sebagai filter biologis limbah cair maupun sampah organik. Salah satu

    referensi menyebutkan, bahwa untuk setiap 100.000 penduduk yang

    menghasilkan sekitar 4,5 juta liter limbah per hari, diperlukan RTH

    seluas 522 hektar.

    RTH sebagai penjamin terjadinya keseimbangan alami, secara

    ekologis dapat menampung kebutuhan hidup manusia itu sendiri,

    termasuk sebagai habitat alami flora, fauna dan mikroba yang

    diperlukan dalam siklus hidup manusia.

    RTH sebagai pembentuk faktor keindahan arsitektural. Tanaman

    mempunyai daya tarik bagi mahluk hidup, melalui bunga, buah

  • 20

    maupun bentuk fisik tegakan pepohonannya secara menyeluruh.

    Kelompok tetumbuhan yang ada di antara struktur bangunan-kota,

    apabila diamati akan membentuk perspektif dan efek visual yang

    indah dan teduh menyegarkan (khususnya di kota beriklim tropis).

    RTH sebagai wadah dan obyek pendidikan, penelitian, dan pelatihan

    dalam mempelajari alam. Keanekaragaman hayati flora dan fauna

    dalam RTH kota, menyumbangkan apresiasi warga kota terhadap

    lingkungan alam, melalui pendidikan lingkungan yang bisa dibaca dari

    tanda-tanda (signage, keterangan) bertuliskan nama yang

    ditempelkan pada masing-masing tanaman yang dapat dilihat sehari-

    hari, serta informasi lain terkait. Dengan demikian, pengelolaan RTH

    kota akan lebih dimengerti kepentingannya (apresiatif) sehingga tertib.

    RTH sekaligus merupakan fasilitas rekreasi yang lokasinya merata di

    seluruh bagian kota, dan amat penting bagi perkembangan kejiwaan

    penduduknya.

    RTH sebagai jalur pembatas yang memisahkan antara suatu lokasi

    kegiatan, misal antara zona permukiman dengan lingkungan sekitar

    atau di luarnya. RTH sebagai cadangan lahan (ruang).

    Dalam Rencana Induk Tata Ruang Kota, pengembangan daerah

    yang belum terbangun bisa dimanfaatkan untuk sementara sebagai RTH

    (lahan cadangan) dengan tetap dilandasi kesadaran, bahwa lahan

    cadangan ini suatu saat akan dikembangkan sesuai kebutuhan yang juga

    terus berkembang.

  • 21

    Manfaat eksistensi RTH secara langsung membentuk keindahan

    dan kenyamanan, maka bila ditinjau dari segi-segi sosial-politik dan

    ekonomi, dapat berfungsi penting bagi perkembangan pariwisata yang

    pada saatnya juga akan kembali berpengaruh terhadap kesehatan

    perkembangan sosial, politik dan ekonomi suatu hubungan antara wilayah

    perdesaan-perkotaan tertentu.

    Selain itu manfaat lain dari RTH menurut Puryono dan Hastuti

    (1998), hutan kota memiliki manfaat yang sangat besar terhadap

    peningkatan kualitas lingkungan dan kehidupan masyarakat kota, antara

    lain :

    1. Manfaat estetika

    Hutan kota yang ditumbuhi oleh berbagai tanaman memberikan nilai

    estetika karena hijaunya hutan tersebut dengan aneka bentuk daun,

    cabang, ranting dan tajuk serta bunga yang terpadu menjadi suatu

    pemandangan yang menyejukkan.

    2. Manfaat ekologis,

    Tercapainya keserasian lingkungan antara tanaman, satwa maupun

    manusia dan sebagai habitat satwa, seperti burung-burung serta

    perlindungan plasma nutfah.

    3. Manfaat klimatologis,

    Terciptanya iklim mikro, seperti kelembaban udara, suhu udara, dan

    curah hujan sehingga dapat menambah kesejukan dan kenyamanan

    serta tercapainya iklim yang stabil dan sehat

  • 22

    4. Manfaat hidrologis

    Hutan kota dengan perakaran tanaman dan serasah mampu menyerap

    kelebihan air pada musim hujan sehingga dapat mencegah terjadinya

    banjir dan menjaga kestabilan air tanah, khususnya pada musim

    kemarau. Hujan yang mengandung H2SO4 atau HNO3 apabila jatuh di

    permukaan daun akan mengalami reaksi. Pada saat permukaan daun

    mulai dibasahi, maka asam seperti H2SO4 akan bereaksi dengan Ca

    yang terdapat pada daun membentuk garam CaSO4 yang bersifat

    netral. Dengan demikian air hujan yang mengandung pH asam melalui

    proses intersepsi oleh permukaan daunakan dapat menaikkan pH,

    sehingga air hujan yang jatuh menjadi tidak begituberbahaya lagi bagi

    lingkungan.

    5. Manfaat protektif

    Pepohonan di hutan kota berfungsi sebagai pelindung dari pancaran

    sinar matahari dan penahan angin. Serta pohon dapat meredam

    kebisingan dengan cara mengabsorpsi gelombang suara oleh daun,

    cabang dan ranting. Jenis tumbuhan paling efektif untuk meredam

    suara ialah tumbuhan dengan tajuk lebat dan rindang, strata yang

    cukup rapat dan tinggi. Kota yang terletak di tepi pantai, seperti kota

    Jakarta pada beberapa tahunterakhir terancam oleh intrusi air laut.

    Pemilihan jenis tanaman dalam pembangunan hutan kota pada

    kawasan yang mempunyai masalah intrusi air laut harus dengan teliti

    diperhatikan. Dikarenakan penanaman tanaman yang kurang tahan

  • 23

    terhadap kandungan garam yang tinggi akan mengakibatkan tanaman

    tidak dapat tumbuh dengan baik, bahkan mungkin akan mengalami

    kematian. Dan juga penanaman dengan tanaman yang mempunyai

    daya evapotranspirasi tinggi terhadap air tanah dapat mengakibatkan

    konsentrasi garam air tanah akan meningkat. Sehingga upaya untuk

    mengatasi intrusi air laut melalui hutan kota dengan tanaman yang

    daya evapotranspirasinya rendah untuk meningkatkan kandungan air

    tanah.

    6. Manfaat higienis

    Udara perkotaan semakin tercemar oleh berbagai polutan yang

    berdampak terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan mahluk hidup,

    khususnya manusia. Dengan adanya hutan kota, berbagai polutan dan

    partikel padat yang tersuspensi pada lapisan biosfer bumi akan dapat

    dibersihkan oleh tajuk pohon melalui proses jerapan dan serapan.

    Berbagai polutan dan partikel tersebut sebagian akan terserap masuk

    ke dalam stomata dan sebagian lagi akan terjerap (menempel) pada

    permukaan daun, khususnya daun yang permukaannya kasar. Dan

    juga dapat terjerap pada kulit pohon, cabang dan ranting. Manfaat dari

    adanya hutan kota ini adalah menjadikan udara yang lebih bersih dan

    sehat . Daerah yang merupakan tempat penimbunan sampah

    sementara atau permanen mengeluarkan bau yang tidak sedap. Hutan

    kota dapat bermanfaat untuk mengurangi bau karena dapat menyerap

    bau secara langsung, penahan angin yang bergerak dari sumber bau,

  • 24

    dan pelindung tanah dari hasil dekomposisi sampah serta penyerap zat

    berbahaya yang mungkin terkandung dalam sampah seperti logam

    berat, pestisida serta bahan beracun dan berbahaya lainnya.

    7. Manfaat edukatif

    Hutan kota dapat bermanfaat sebagai laboratorium alam karena dapat

    mengenal berbagai jenis pepohonan dan satwa khususnya burung-

    burung yang sering dijumpai di kawasan tersebut.

    Menurut Tampubolon dalam Sibarani (2000), Hutan kota

    mempunyai peranan aktif sebagai rosot karbon (carbon sink) yang paling

    efektif sehingga dapat mengurangi peningkatan emisi karbon di atmosfir.

    Hutan dapat menstabilkan kadar karbon di atmosfir selama beberapa

    dekade sesuai dengan daurnya. Dan bila dikonversi menjadi produk

    kehutanan seperti furniture, karbon tersebut (carbon stock) dapat terikat

    dalam jangka waktu relatif lama.

    Menurut dalam Tampubolon dalam Sibarani (2000), satu hektar

    hutan dapat menjerap 6,24 ton karbon setiap tahun. Kapasitas rosot

    karbon suatu hutan sangat dipengaruhi oleh daur (umur), tipe, fungsi

    hutan, jenis dan tingkat pertumbuhan tanaman serta kualitas tapak. Hutan

    muda mempunyai tingkat penjerapan karbon yang lebih tinggi dibanding

    dengan hutan tua yang hanya mampu mengikat carbon stock saja. Jenis

    pohon yang cepat tumbuh (growing species) yang ditanam pada tapak

    yang berkualitas akan menghasilkan riap tinggi sehingga dapat mengikat

    karbon dalam jumlah tinggi dalam biomassanya.

  • 25

    Pada bulan Desember 1997, diselenggarakan sesi ketiga dari

    Conference of the Parties to Climate Convention United Nations

    Framework Convention in Climate Change di Kyoto, Jepang menghasilkan

    suatu kesepakatan yang dikenal dengan Protokol Kyoto. Isi kesepakatan

    tersebut antara lain negara-negara industri harus mengurangi rata-rata

    emisi gas rumah kaca (greenhouse gases) 1 lebih dari 5,2 % selama

    2008-2012 dan mengambil tindakan nyata dalam pengurangan 60 % emisi

    karbon sehingga dapat mencegah terjadinya pemanasan bumi (Huxham

    and Sumner, dalam Sibarani 2000).

    Tabel 1. Target Pengurangan Gas Rumah kaca selama 1999-2010 yang disepakati di Kyoto (Jarvis, 2000). Target Negara Bertambah 10 % Iceland 8 % Australia 1 % Norwegia Tetap Selandia Baru, Rusia, Ukrania Berkurang - 5 % Kroasia - 6 % Jepang, Kanada, Hungaria, Polandia - 7 % Amerika Serikat

    - 8 %

    Uni Eropa : Bulgaria, Republik Czech, Estonia, Latvia, Liechtenstein, Lithuania, Monaco, Rumania, Slovakia, Slovenia, Switzerland.

    Oleh karena itu, adanya suatu mekanisme perdagangan emisi

    (emissions trading) yang memperbolehkan negara-negara industri untuk

    menjual emisinya jika targetnya mengurangi emisi karbon tidak tercapai.

    Menurut Kuusipalo dalam Sibarani (2000), perdagangan karbon tersebut

    sebesar US $ 10-30 setiap ton penjerapan karbon. Mekanisme ini disebut

  • 26

    Clean Development Mechanism (CDM), yaitu mekanisme pengurangan

    emisi-emisi tersebut yang dibiayai oleh negara-negara industri.

    Gambar 1. Proses pengontrolan keseimbangan karbon pada ekosistem daratan (Barnes et al dalam Sibarani 2000).

  • 27

    D. Klasifikasi Ruang Terbuka Hijau Perkotaan

    Klasifikasikan ruang terbuka hijau berdasarkan pada kepentingan

    pengelolaannya adalah sebagai berikut :

    1. Kawasan Hijau Pertamanan Kota, berupa sebidang tanah yang

    sekelilingnya ditata secara teratur dan artistik, ditanami pohon

    pelindung, semak/perdu, tanaman penutup tanah serta memiliki fungsi

    relaksasi.

    2. Kawassan Hijau Hutan Kota, yaitu ruang terbuka hijau dengan fungsi

    utama sebagai hutan raya.

    3. Kawasan Hijau Rekreasi Kota, sebagai sarana rekreasi dalam kota

    yang memanfaatkan ruang terbuka hijau.

    4. Kawasan Hijau kegiatan Olahraga, tergolong ruang terbuka hijau area

    lapangan, yaitu lapangan, lahan datar atau pelataran yang cukup luas.

    Bentuk dari ruang terbuka ini yaitu lapangan olahraga, stadion,

    lintasan lari atau lapangan golf.

    5. Kawasan Hijau Pemakaman.

    6. Kawasan Hijau Pertanian, tergolong ruang terbuka hijau areal

    produktif, yaitu lahan sawah dan tegalan yang masih ada di kota yang

    menghasilkan padi, sayuran, palawija, tanaman hias dan buah-

    buahan.

    7. Kawasan Jalur Hijau, yang terdiri dari jalur hijau sepanjang jalan,

    taman di persimpangan jalan, taman pulau jalan dan sejenisnya.

  • 28

    8. Kawasan Hijau Pekarangan, yaitu halaman rumah di kawasan

    perumahan, perkantoran, perdagangan dan kawasan industri.

    Bentuk RTH yang memiliki fungsi paling penting bagi perkotaan

    saat ini adalah kawasan hijau taman kota dan kawasan hijau lapangan

    olah raga. Taman kota dibutuhkan karena memiliki hampir semua fungsi

    RTH, sedangkan lapangan olah raga hijau memiliki fungsi sebagai sarana

    untuk menciptakan kesehatan masyarakat selain itu bisa difungsikan

    sebagian dari fungsi RTH lainnya (Bumbata, 2009).

    E. Konsep Ruang Terbuka Hijau Perkotaan

    Secara umum ruang terbuka publik (open spaces) di perkotaan

    terdiri dari ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau. Ruang

    Terbuka Hijau (RTH) perkotaan adalah bagian dari ruang-ruang terbuka

    (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan,

    tanaman dan vegetasi (endemik maupun introduksi) guna mendukung

    manfaat ekologis, sosial-budaya dan arsitektural yang dapat memberikan

    manfaat ekonomi (kesejahteraan) bagi masyarakatnya.

  • 29

    Gambar 2 : Ruang Terbuka Publik

    Sementara itu ruang terbuka non-hijau dapat berupa ruang terbuka

    yang diperkeras (paved) maupun ruang terbuka biru (RTB) yang berupa

    permukaan sungai, danau, maupun areal-areal yang diperuntukkan

    khusus sebagai area genangan.

    Secara fisik RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami yang berupa

    habitat liar alami, kawasan lindung dan taman-taman nasional, maupun

    RTH non-alami atau binaan yang seperti taman, lapangan olah raga, dan

    kebun bunga.

    Multi fungsi penting RTH ini sangat lebar spektrumnya, yaitu dari

    aspek fungsi ekologis, sosial/budaya, arsitektural, dan ekonomi. Secara

    ekologis RTH dapat meningkatkan kualitas air tanah, mencegah banjir,

    mengurangi polusi udara, dan enurunkan suhu kota tropis yang panas

    terik. Bentuk-bentuk RTH perkotaan yang berfungsi ekologis antara lain

  • 30

    seperti sabuk hijau kota, taman hutan kota, taman botani, jalur sempadan

    sungai dan lain-lain. Secara sosial-budaya keberadaan RTH dapat

    memberikan fungsi sebagai ruang interaksi sosial, sarana rekreasi, dan

    sebagai tetenger (landmark) kota yang berbudaya. Bentuk RTH yang

    berfungsi sosial-budaya antara lain taman-taman kota, lapangan olah

    raga, kebun raya, TPU, dan sebagainya.

    Gambar 3 : Tipologi Ruang Terbuka Hijau

    Secara arsitektural RTH dapat meningkatkan nilai keindahan dan

    kenyamanan kota melalui keberadaan taman-taman kota, kebun-kebun

    bunga, dan jalur-jalur hijau di jalan-jalan kota. Sementara itu RTH juga

    dapat memiliki fungsi ekonomi, baik secara langsung seperti pengusahaan

    lahan-lahan kosong menjadi lahan pertanian/ perkebunan (urban

    agriculture) dan pengembangan sarana wisata hijau perkotaan yang dapat

    mendatangkan wisatawan.

  • 31

    Gambar 4 : Tanaman Endemik Sebagai Tetenger

    konfigurasi ekologis dan konfigurasi planologis. RTH dengan

    konfigurasi ekologis merupakan RTH yang berbasis bentang alam seperti,

    kawasan lindung, perbukitan, sempadan sungai, sempadan danau, pesisir

    dan sebagainya.

    RTH dengan konfigurasi planologis dapat berupa ruang-ruang yang

    dibentuk mengikuti pola struktur kota seperti RTH perumahan, RTH kelurahan,

    RTH kecamatan, RTH kota maupun taman-taman regional/ nasional.

    Sedangkan dari segi kepemilikan RTH dapat berupa RTH publik yang

    dimiliki oleh umum dan terbuka bagi masyarakat luas, atau RTH privat

    (pribadi) yang berupa taman-taman yang berada pada lahan-lahan

    pribadi.

  • 32

    Gambar 5 : Struktur Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan

    F. Pengembangan Jalur Hijau Sebagai Ruang Terbuka Hijau

    Oleh karena sedemikian pentingnya keberadaan jalur hijau bagi

    kehidupan manusia dan kehidupan kekotaan, maka upaya terstruktur dan

    sistematik pengembangan jalur hijau pun hendaknya dilaksanakan.

    Bagian mana yang harus dikembangkan menjadi jalur hijau mestinya

    sudah dapat diketahui sejak dini. Seperti dikemukakan pada bagian

    terdahulu bahwa jalur hijau ini bersifat multifungsi, walaupun di beberapa

    bagian mungkin hanya mempunyai fungsi tunggal. (Yunus, 2008)

    Dengan mengetahui kebutuhan akan jalur hijau dan fungsi jalur

    hijau yang diharapkan, maka pengembangan jalur hijau dan diketahui

    mengenai karakteristik terkait dengan (1) lokasi, (2) bentuk, (3) luasan, (4)

    komposisi tumbuhan, dan (5) sebaran spasialnya. Banyak variable yang terkait

    dan menentukan kebijakan pengembangan jalur hijau dimaksud. Keenam cirri

    khas tersebut akan dikemukakan secara ringkas sebagai berikut.

  • 33

    Karakteristik lokasi : keberadaan jalur hijau dengan fungsi yang

    berbeda akan mempunyai lokasi yang berbeda pula. Sebagai contoh

    adalah jalur hijau yang diharapkan sebagai jalur pengaman terhadap

    pesawat udara di waktu landing maupun take-off, maka lokasinya bukan di

    samping kanan atau kiri landasan pesawat terbang (runway) namun

    berada di jalur ujung lanjutan runway.

    Didasarkan pada adanya resiko keamanan paling krusial adalah

    pada saat pesawat akan mendarat atau terbang. Keberadaannya akan

    berbeda dengan karakteristik fungsi jalur hijau untuk tujuan filter CO2 yang

    seharusnya berada di sepanjang jalan atau temapt-tempat tertentu yang

    diperkirakan mempunyai konsentrasi CO2 yang paling banyak. Contoh lain

    adalah apabila jalur hijau dimaksud untuk tujuan konservasi air tanah bagi

    kota tertentu, maka keberadaanya harus berada pada bagian hulu aliran air

    tanah sebelum keberadaan kota yang bersangkutan bukan pada bagian hilir

    setelah kota yang bersangkutan berada. Keberadaan jalur hijau untuk tujuan

    tersebut bagi kota Yogyakarta misalnya, maka jalur hijau yang dimaksudkan

    harus berada di bagian utara kota Yogyakarta, karena aliran air tanah

    dominan bagi wilayah ini adalah dari arah utara ke selatan, sedangkan

    keberadaan jalur hijau di bagian selatan kota Yogyakarta akan mempunyai

    fungsi yang berbeda.

    Karakteristik Bentuk: Walaupun bentuk jalur hijau yang diharapkan

    berfungsi tertentu seharusnya mempunyai persyaratan tertentu, namun

    dalam beberapa hal juga ditentukan oleh keberadaan lahan di mana

  • 34

    jalur hijau dimaksud akan dikembangan. Untuk bagian WPU yang

    masih banyak terdapat lahan belum berkembang akan jauh lebih

    mudah menentukan bentuk jalur hijau yang dimaksudkan dibandingkan

    dengan bagian dalam kota yang telah padat akan bangunan dan lahan

    belum terbangun sulit ditemukan. Sebagai contoh untuk jalur hijau yang

    berfungsi sebagai penyaring C02 akan sangat ideal dan efektif apabila

    berbentuk memanjang sejalur dengan jalur jalan di mana terdapat kon-

    sentrasi C02 yang tinggi.

    Karakteristik Luasan: Secara ideal memang ada persyaratan

    tertentu yang harus dipenuhi oleh sebuah jalur hijau. Sebagaimana

    dicontohkan di atas mengenai jalur hijau yang diharapkan berfungsi sebagai

    pengaman jalur penerbangan, maka secara ideal adalah selebar landasan

    pacu dengan memiliki panjang tertentu sampai pada batas yang dianggap

    aman. Demikian pula halnya dengan fungsi untuk tujuan filter bagi C02.

    Luasan tertentu adalah sangat menentukan terhadap efektivitas

    keberadaannya, karena hal ini berkaitan erat dengan banyak sedikitnya

    emisi gas berbahaya dengan jumlah tumbuhan yang ada di jalur hijau yang

    dimaksudkan. Hal ini telah dikemukakan pada bagian depan.

    Karakteristik Komposisi Tumbuhan : Komposisi tumbuhan

    menyangkut di dalamnya adalah macam tanaman yang dibudidayakan dan

    kerapatannya. Di samping itu, pertimbangan estetika juga sebaiknya tidak

    dilupakan. Penanaman bunga bunga di taman kota, misalnya akan sangat

    menarik dan memberikan kenyamanan bagi pengunjung untuk menikmati.

  • 35

    Demikian pula halnya dengan pemilihan jenis tanaman tertentu dengan

    kanopi yang memberikan nuansa keindahan ditinjau dari segi gradasi,

    warna daun memerlukan ahli yang memahami hal tersebut agar sifat multi

    fungsi keberadaan jalur hijau benar-benar efektif. Mengingat pentingnya

    jalur hijau di wilayah perkotaan, maka memang perlu adanya institusi

    tertentu yang menangani masalah jalur hijau tersebut. Apabila keberadaan-

    nya sudah dirancangkan jauh sebelumnya, mulai dari WPU, maka

    diharapkan pada masa yang akan datang kondisi kota yang diidamkan

    setiap warga bukan merupakan impian kosong belaka (Keraf, 2007).

    Karakteristik Sebaran Spasial: Sebaran spasial jalur hijau sangat

    dipengaruhi oleh peruntukan ruang yang sudah dirumuskan dalam tata

    ruang. Peruntukan ruang apa membutuhkan jalur hijau seperti apa dan

    bagaimana sebarannya mestinya sudah dipikirkan secara holistis semenjak

    awal. Oleh karena karakteristik sebaran spasial ditentukan semenjak

    daerah tersebut masih menjadi WPU, maka diharapkan determinasi

    sebaran spasialnya dapat dilakukan dengan lebih mudah. Pembuat dan

    penentu kebijakan pengembangan kota dan wilayah sebaiknya mempunyai

    pandangan ke depan yang jauh sehingga kebijakan antisipatif terhadap

    kemungkinan timbulnya dampak negatif terhadap berbagai aspek

    kehidupan dapat dirumuskan secara arif. Dalam studi kota dan wilayah

    memang berlaku sebuah moto bahwa the past and present is the key to

    the future yang sangat berbeda dari moto para ahli geologi dan

    geomorfologi di mana motonya adalah the present is the key to the past.

  • 36

    G. Penataan Lansekap Ruang Terbuka Hijau Perkotaan

    Peraturan lansekap kota dalam (Zubir, 2009) adalah merupakan

    salah satu bagian dari peraturan zonasi kota dan mempunyai tujuan

    sebagai berikut :

    1. Mencegah terjadinya erosi lereng daerah sepanjang sungai/ pebukitan

    melalui penanaman kembali vegetasi.

    2. Melindungi manusia dari dampak negatif energi surya dengan

    menyediakan bayang-bayang pohon di atas jalan, jalur pejalan kaki,

    area parkir dan area perkerasan lainnya.

    3. Memelihara ( konservasi ) air tanah dangkal untuk tujuan penyiraman/

    irigasi tanaman dan pepohonan

    4. Mengurangi resiko kebakaran melalui perencanaan dan tata letak

    tumbuhan yang mudah terbakar.

    5. Memperbaiki kinerja lingkungan terbangun dengan peningkatan

    kualitas dan kuantitas lansekap.

    Materi yang diatur dalam Ruang Terbuka Hijau dan Peraturan

    Lansekap Kota antara lain :

    1. Persyaratan Umum Dan Penanaman

    a. Jumlah pohon dan jenis tanaman.

    Mengatur tentang jumlah titik penanaman pepohonan dan

    jenis-jenis tanamannya pada satuan luas tertentu sesuai dengan

    penggunaan lahannya ( daerah industri,perumahan, komersial dan

    lain sebagainya ), mengacu kepada standar manual yang ada.

  • 37

    b. Persyaratan material pepohonan.

    Mengatur antara lain tentang larangan penanaman dengan

    species tanaman yang bersifat invasive ( menyerang ), keharusan

    penyediaan daerah akar untuk setiap pohon antara 1,50 m2 sampai

    dengan 3,60 m2, keharusan merawat pohon-pohon sedemikian

    rupa sehingga semua cabangnya berada di atas jalur pejalan kaki

    minimum 1,80 meter di atas permukaan jalur tersebut dan cabang-

    cabang di atas jalur kendaraan berada 4,20 meter di atas

    permukaan jalur tersebut, keharusan menanam tanaman asli yang

    benar-benar tanaman lokal, dan lain sebagainya.

    c. Persyaratan irigasi

    Mengatur antara lain tentang jaminan semua material

    tanaman memiliki sistim irigasi otomatis dan permanen di bawah

    permukaan tanah dan dirancang agar kebutuhan air mencukupi

    bagi semua tanaman, cipratan air tidak boleh melintasi garis batas

    properti atau area yang diperkeras untuk pejalan kaki dan sirkulasi

    kendaraan, dan lain sebagainya.

    d. Persayaratan luas penanaman

    Mengatur tentang luas minimum lahan terbuka yang harus

    ditanami.

    2. Persyaratan Penanaman Area dan Jumlah Penanaman Pada Pekarangan Sisi Jalan dan Pekarangan Sisa.

    Mengatur tentang luas penanaman minimum pekarangan sisi jalan

    (antara garis sempadan jalan dan garis sempadan bangunan) maupun

  • 38

    pekarangan sisa (belakang dan sampin ) sesuai dengan jenis penggunaan

    lahannya. Misalnya pada hunian unit tunggal maupun rumah susun,

    minimal 50 % dari luas pekarangan sisi jalan harus ditanami dengan

    jumlah titik pohon wajib 0,05 titik/m2, untuk daerah komersial 30 %,

    industri 20 %. Untuk pekarangan sisa 3,60 m2 per pohon (Hakim, 2006).

    Pengembangan ruang hijau disepanjang pinggiran jaringan jalan utama

    maupun jalan kolektor dan jalan lingkungan adalah berfungsi sebagai :

    Peneduh pedestrian dan jalan

    Unsur keindahan

    Kenyamanan lingkungan

    Penerapan jalur hijau pinggir jalan ini dengan ditanam langsung

    maupun dengan menggunakan pot-pot ukuran besar.

    Lebih lanjut peranan dan manfaat dari pola tata hijau tersebut

    adalah sebagai berikut ;

    Fungsi Orology. yaitu sebagai pencegah erosi lapisan atas tanah yang

    subur (top soil).

    Fungsi Hidrologi, permukaan lahan yang bebas dari perkerasan

    (pengaspalan) akan menyerap air sehingga dapat menjaga sirkulasi air

    tanah (sirkulasi hidrologi).

    Fungsi Estetika, yaitu dapat membentuk perspektif dan efek visualisasi

    yang indah bagi lingkungan yang padat.

    Fungsi klimatologi yaitu dapat menciptakan iklim mikro yang sejuk dan

    nyaman oleh adanya faktor alam dan vegetasi alam.

  • 39

    Fungsi ekologi, yaitu menciptakan keserasian hubungan antara

    manusia dengan alam sekitarnya.

    Fungsi kesehatan yaitu oleh adanya proses asimilasi tanaman yang

    menghasilkan 02 dan menyerap C02 yang selanjutnya dapat

    mengurangi pencemaran udara serta mengurangi kebisingan yang

    ditimbulkan oleh kegiatan manusia.

    Fungsi sosial yaitu menciptakan suasana lingkungan yang sehat dan

    nyaman sehingga dapat membantu mengurangi ketegangan sosial.

    Beberapa dasar pokok yang harus dipertimbangkan dalam

    penempatan pohon peneduh jalan adalah antara lain:

    Memperhatikan keras jalan, lebar jalan serta kecepatan kendaraan

    yang lewat, hal ini dimaksudkan sebagai penempatan dan penilaian

    pohon tidak mengganggu lalu lintas.

    Mempertimbangkan adanya sarana umum dan lalu lintas (kabel, listrik,

    saluran air bersih, lampu penerangan jalan).

    Sifat pertumbuhan tanaman, bentuk, ketinggian dan ukuran tanaman

    serta jenis tanah (sesuai atau tidak) merupakan faktor-faktor yang

    menentukan jarak tanaman.

    Untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam penataan pola hijau

    ini maka ada beberapa hal pokok yang perlu diperhatikan:

    Penataan Pola hijau ditekankan perlu pembentukan yang dapat

    memberikan kesan ruang.

  • 40

    Memperbanyak variasi warna dan bentuk untuk menghilangkan kesan

    monoton dengan mempergunakan Jenis tanaman sesuai kondisi

    setempat.

    Memberikan pengarahan pola hijau menerus pada lingkungan jalan

    dengan tujuan untuk memperoleh kenyamanan dan kenikmatan dalam

    berkendaraan.

    3. Persyaratan Pohon Jalan Dan Badan Jalan Publik.

    Persyaratan pohon jalan meliputi jumlah pohon dan lokasinya.

    Jumlah pohon yang diwajibkan ditetapkan 24 inch untuk setiap 9 meter

    frontage. Jarak spasi pohon yang ditanam dapat bervariasi untuk

    mengakomodasi kondisi atau pertimbangan desain (misalkan satu pohon

    palem berbatang coklat dengan tinggi 3 m untuk setiap 6 meter frontage

    jalan). Apabila kondisi tapak (parkway) tidak memungkinkan penanaman

    pohon maka pohon-pohon dapat ditempatkan pada property privat dalam

    jarak 3 meter dari garis sempadan jalan di sepanjang frontage tersebut.

    Lokasi penanaman pohon adalah antara pinggiran trotoar sampai

    batas pagar property, ditempatkan sekurang-kurangnya pada jarak 2,10

    meter dari muka pinggir trotoar di atas jalan utama / arteri atau jalan cepat

    yang mempunyai kecepatan kendaraan 90 km / jam. Untuk klasifikasi jalan

    lainnya tidak lebih lebih dekat dari 1,20 meter dari pinggiran trotoar.

    Pohon-pohon jalan harus dijauhkan dari perlengkapan kota

    pada`jarak minimum 6 meter terhadap rambu lalulintas, 1,5 meter dari

    jaringan utilitas bawah tanah, 3 meter dari hidran, tiang-tiang listrik,

  • 41

    telepon dan lain sebagainya. Pada setiap persimpangan harus ada daerah

    bebas pohon dalam radius 7,5 meter dan hanya boleh ditanami tumbuhan

    semak yang tingginya tidak boleh lebih dari 60 cm, sehingga tidak

    menutupi lampu lalulintas (Tjokrowinoton, 2007).

    4. Membangun Taman Kota

    Ideology pembangunan sektor lingkungan diekspresikan dalam

    pembangunan berkelanjutan (sustainable development), yakni

    pembangunan yang di tujukan untuk memenuhi kebutuhan generasi

    sekarang tanpa harus mengorbankan kebutuhan dan kepentingan

    generasi yang akan dating. Konsep ini menempatkan pembangunan

    dalam perspektif jangka panjang (a longer term perspective) dan menuntut

    adanya solidaritas antar generasi (Dyayadi, 2008).

    Itulah sebabnya Rasulullah sangat menganjurkan umat islam selalu

    menanam pohon,walau kelak pohon yang di tanamnya tersebut kayu dan

    buahnya tidak sempat di nikmatinya, namun ia tetap mendapat pahala.

    Rasusullah bersabda.

    Seorang muslim yang menanam pohon atau tanaman, lalu sebagian hasilnya di makan burung,manusia,atau binatang,maka orang yang menanam itu mendapat pahala.(HR Al-Bukhari)

    Kita haruslah memiliki kesadaran bahwa sumber daya alam

    merupakan bagian dari ekosistem. Dengan memelihara ekosistem maka

    berkelanjutan sumber daya alam akan tetap terjaga. Menghargai

    lingkungan menjadi syarat utama dalam mewujudkan pembangunan

  • 42

    berkelanjutan merupakan upaya pembangunan yang melarutkan unsur

    lingkungan dalam pertimbangannya.

    Ada lima pelaku yang berperang dalam setiap pelaksanaan

    pembangunan,yang biasa di sebut 5P, yaitu 1) publik sektor atau

    pemerintah ; 2) Privat sektor atau pengusaha ; 3) professional atau pakar ;

    4) people atau rakyat ; 5) press atau media massa.

    Demikian juga setiap pelaksanaan pembangunan kota yang

    berwawasan lingkungan. Dari ke lima pelaku tersebut,dari pengalaman

    yang paling berperang adalah pemerintah dan pengusaha. Sedangkan

    peran pakar,rakyat dan media massa tidak begitu Nampak. Kurangnya

    keterlibatan warga dalam proses pembangunan kotanya bisa

    mengakibatkan kurangnya rasa kebanggaan sebagai warga kota (civid

    pride). Pada prinsifnya pembangunan kota yang berkelanjutan mengacu

    pada kaidah 7E, yaitu;

    1. Employment, atau pembangunan kota harus mempertimbangkan

    ketersediaan lapangan kerja bagi segenap lapisan masyarakat kota.

    2. Environment, atau pembangunan kota harus mempertibangkan

    keseimbangan ekologis di dalampenyediaan lapangan bagi warganya.

    3. Engagement, atau pembangunan kota harus mempertimbangkan

    keterlibatan/partisipasi aktif masyarakat agar tercipta rasa memiliki

    (sense of belongin).

  • 43

    4. Equty, atau di dalam pembangunan kota harus mempertimbangkan

    prinsip demokratisasi atau kesetaraan akses terhadap segenap sumber

    daya,sarana dan prasarana perkotaan.

    5. Energy conservation, atau pembangunan kota harus mengupayakan

    agar sumber-sumber energy di gunakan sehemat mungkin,sehingga

    tidak terjadi kesia-siaan energy serta mencegah konsumsi energy yang

    berkelebihan.

    6. Ethic, atau etika membangun kota yang mesti di tegakkan lengkap

    dengan mekanisme sanksi dan penghargaan.

    7. Estetica, atau pembangunan kota harus mempertimbangkan estetika

    kota atau keindahan kota.

    Khusus berkaitan dengan implementasi kaidah environment,di

    perlukan suatu strategi pelestarian keseimbangan ekologis dalam arti

    memadukan antara pembangunan dengan konsevasi alam untuk

    menjamin terlindungnya sumber daya alam yang tidak terbarukan dan

    juga pemanfaatan yang optimal dari sumber daya yang terbarukan guna

    meminimalkan danpak negatif yang merusak atau merugikan.

    Dalam penjabaran strtegi ini salah satunya antara lain dengan

    penyadiaan ruang terbuka hijau (taman kota) atau ruang publik (publik

    space). Tanah/ruang terbuka (taman kota) antara lain berfungsi sebagai

    peresap air. Sehingga mengurangi air limpasan (run off) yang pada

    gilirannya mengurangi risiko banjir. Dan, salah satu penyebab banjir di

    Jakarta pada bulan pebruari 2007 yang lalu adalah kurangnya ruang

  • 44

    terbuka atau (open space) di Jakarta hanya seluas 3%ruang yang

    seharusnya adalah 19% dari seluruh luas wilayah Jakarta.

    Dengan di bangunnya taman kota sebagai suatu lansekap maka

    tanaman kotajuga berfungsi membentuk estetika kota. Aemua warga kota

    merasa bangga akan keindahan dan fungsinya yang memberikan

    kesejukan bagi yang lewat di sekitarnya. Selain itu tanah yang terhumpus

    karena ada seresa daun yang berfungsi sebagai pengikat (adsorben)

    polutan gas (CO,SO2 ,NO2) dan mengubahnya menjadi unsure hara

    (karbonat,sulfat dan nitrat). Allah S.W.T menegaskan bahwa taman atau

    kebun akan menimbulkan keindahan dan perlu di lestarikan,hal ini sebagai

    mana firman-Nya yang artinya;

    Atau siapakah yang menciptakan langit dan bumi dan yang menurunkan air untukmu dari langit,lalu kami tumbuhkan dengan air kebun-kebun yang berpemandangan indah,yang kamu sekali-kali tidak mampu menumbuhkan pohon-pohonnya? Apakah di samping Allah ada Tuhan [yang lain]? Bahkan [sebenarnya]mereka adalah orang-orang yang menyimpang [dari kebenaran].(An-Naml;60)

    Taman yang rindang,asri, dan indah di dalam kota memiliki banyak

    fungsi ekologis dan sosial. Vagetasi (tanaman di dalam taman kota)

    berfungsi antara lain untuk;

    1. Meredam kebisingan sehingga bisa memberikan kenyamanan bagi

    penghuni.

    2. Menghasilkan gas oksigen [CO2]

    3. Menghisap gas karbondioksida [CO2]sebagai hasil proses fotosintesis .

  • 45

    Selain itu taman kota juga dapat memberikan nafas kesejukan

    menumbuhkan perasaan ayem. Tidaklah mengherankan jika taman kota

    secara sosiopsikologis mampu meredam kebisingan warga kota yang

    pada gikirannya bisa mengurangi tindak kriminalitas.

    Salah satu upaya penting dalam mewujudkan pembangunan yang

    berkelanjutan, adalah dengan menciptakan greening the city yang salah

    satu refleksinya adalah adanya taman. Greening the city merupakan

    paduan antara suasana kota yang urban dan alami. Kombinasi dua

    komponen ini akan menciptakan kota yang sehat,beradab,dan nyaman

    sebagai tempat hidup.

    Dengan terciptanya greening the city, maka akan memungkinkan

    adanya interaksi antara masyarakat dan lingkungan alam. Dengan kondisi

    ini,warga kota dan anak didik bisa belajar langsung tentang fungsi

    ekologis dalam kehidupan, tidak hanya dari buku teks.

    Kebijakan tentang pembangunan berkelanjutan,hanya akan bisa di

    capai jika kita memiliki lingkungan yang sehat yang tercermin akan adanya

    greening the city. Dan,taman kota ini di cadangkan minimal 30% dari total

    luas kota.

    Taman sebagai perwujudan dari greening the city akan mampu

    menumbuhkan keterikatan sosial yang tinggi. Taman akan memberi uang

    warga kota untuk berjalan-jalan, bercanda, bergurau,dan bertukar pikiran.

    Taman kota juga akan menjadi salah satu indicator dari kota yang sehat

    (health city).

  • 46

    Dari uraian tersebut dapat di simpulkan bahwa keberadaan sebuah

    taman kota menjadi sebagian yang tidak terpisahkan dari program-

    program pembangunan kota yang berwawasan lingkungan. Semoga

    tulisan ini juga menjadi tambahan renungan para pembaca dan para

    bupati/wali kota yang sangat antusias memperhatikan kota yang hijau

    (Green city).

    Dan tanah yang baik,tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizing Allah: Dan tanah yang tidak subur, tanam-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah kami mengulagi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur.(Al ARaf;58)

    5. RTH Sempadan Pantai

    Penataan ruang terbuka hijau di sempadan pantai memiliki fungsi

    utama sebagai pembatas pertumbuhan permukiman atau aktivitas lainnya

    agar tidak menggangu kelestarian pantai. sehingga sempadan pantai dapat

    terhindar dari kerusakan atau bencana yang ditimbulkan oleh gelombang laut

    seperti intrusi air laut, erosi, abrasi, tiupan angin kencang dan gelombang

    tsunami. Kebutuhan standar untuk RTH sempadan pantai ini adalah lebar

    RTH minimal 100 m dari batas air pasang tertinggi ke arah darat dan luas area

    yang ditanami tanaman sekitar 90% - 100% (Menteri PU, 2008)

    Pada lokasi penelitian dimana sebagian besar sempadan pantai yang

    ada sudah di manfaatkan oleh penduduk sebagai lahan berupa

    tambak/empang diperlukan penanganan yang mengikuti aturan yang telah ada

    dan sesuai dengan kondisi lokasi yaitu : pada lokasi sempadan pantai telah

    mengalami intrusi air laut atau merupakan daerah payau dan asin, sehingga

  • 47

    pemilihan vegetasi diutamakan dari daerah setempat yang telah mengalami

    penyesuaian dengan kondisi tersebut. Seperti Mangrove yang fungsinya

    sebagai peredam ombak dan dapat membantu proses pengendapan lumpur,

    selain itu juga terdapat jenis lain seperti Asam Landi ( Pichelebium dulce) dan

    Mahoni (S witenia mahagoni ) relatif lebih tahan jika dibandingkan Kesumba,

    Tanjung, Kiputri, Angsana, Trengguli, dan Kuku.

    Gambar 6 : Contoh Penanaman Vegetasi pada RTH Sempadan Pantai

    6. RTH Sempadan Sungai

    Arahan untuk penanaman ruang terbuka hijau yang akan dilakukan

    pada daerah sempadan sungai, ini dilakukan untuk menjaga kelestarian

    sungai itu sendiria, Penetapan garis sempadan sungai di dalam kawasan

    perkotaan didasarkan pada kriteria :

    a. Sungai bertanggul :

    - Garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan

    ditetapkan sekurang-kurangnya 3 m di sebelah luar sepanjang

    kaki tanggul;

  • 48

    - Dengan pertimbangan untuk peningkatan fungsinya, tanggul dapat

    diperkuat, diperlebar dan ditinggikan yang dapat berakibat

    bergesernya garis sempadan sungai;

    b. Sungai tidak bertanggul :

    - Garis sempadan sungai tidak bertanggul di dalam kawasan

    perkotaan ditetapkan sebagai berikut:

    - Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 m, garis

    sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 10 m dihitung dari tepi

    sungai pada waktu ditetapkan;

    - Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 3 m sampai

    dengan 20 m, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 15

    m dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan;

    - Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 20 m, garis

    sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 30 m dihitung dari tepi

    sungai pada waktu ditetapkan.

    H. Potensi Wisata Pada Ruang Terbuka Hijau

    Ruang Terbuka Hijau seringkali terlupakan keberadaannya. Hadir di

    tengah impitan pembangunan fisik kota yang kian pesat. Salah satu ruang

    terbuka hijau itu tampak hanya sekadar pajangan, pelengkap dalam

    sebuah kebutuhan penataan ruang. Warga kota pun banyak yang

    memandang sebelah mata. Padahal, ada beragam potensi wisata yang

    bisa digali (Mardana, 2002)

  • 49

    Seiring meningkatnya taraf hidup, kemampuan dan kebutuhan

    manusia, maka sejak tahun 1950-an sampai dengan 1970-an ruang

    terbuka hijau banyak dialih-fungsikan menjadi pemukiman, bandar udara,

    industri, jalan raya, bangunan perbelanjaan dan lain-lain. Dengan semakin

    meningkatnya kemampuan dan kesejahteraan masyarakat, pembangunan

    fisik kota terus melaju dengan pesat. Namun peningkatan itu membawa

    dampak negatif, salah satunya penyusutan luas lahan bervegetasi.

    Susutnya lahan bervegetasi mendorong penghuni kota berbondong-

    bondong pergi ke luar kota, mencari daerah hijau yang masih tersisa. Di

    tengah persaingan hidup yang kian meninggi, kebutuhan rekreasi menjadi

    mutlak adanya.

    Akhirnya sebuah pemandangan yang jamak bisa kita saksikan.

    Tiap akhir pekan atau masa libur, warga kota papan atas ramai-ramai

    mengungsi ke daerah hijau nan sejuk. Umumnya, ruang hijau itu berada

    di luar kota. Kalau buat orang Jakarta kawasan paling dekat adalah

    kawasan Puncak dan sekitarnya.

    Bagi warga yang tak berduit keluar kota adalah sebuah impian. Itu

    sebabnya ruang terbuka pengundang keramaian di dalam kota, seperti

    kebun binatang, taman rekreasi, kawasan pinggir pantai dan lainnya jadi

    sasaran utama. Pokoknya, dengan bujet yang pas-pasan, mereka

    berharap kebutuhan relaksasi tetap bisa terpenuhi. Murah meriah namun

    tetap dapat unsur pelesirannya.

  • 50

    I. Serapan Vegetasi Terhadap Karbon Dioksida

    Salah satu komponen yang penting dalam konsep tata ruang

    adalah menetapkan dan mengaktifkan jalur hijau dan hutan kota, baik

    yang akan direncanakan maupun yang sudah ada namun kurang

    berfungsi. Selain itu jenis pohon yang ditanam perlu menjadi

    pertimbangan, karena setiap jenis tanaman mempunyai kemampuan

    menjerap yang berbeda-beda (Gusmailina,dalam Tinambunan 2006).

    Vegetasi juga mempunyai peranan yang besar dalam ekosistem,

    apalagi jika kita mengamati pembangunan yang meningkat di perkotaan

    yang sering kali tidak menghiraukan kehadiran lahan untuk vegetasi.

    Vegetasi ini sangat berguna dalam produksi oksigen yang diperlukan

    manusia untuk proses respirasi (pernafasan), serta untuk mengurangi

    keberadaan gas karbon dioksida yang semakin banyak di udara akibat

    kendaraan bermotor dan industri. Penyerapan karbon dioksida oleh hutan

    kota dengan jumlah 10.000 pohon berumur 16-20 tahun mampu

    mengurangi karbon dioksida sebanyak 800 ton per tahun penanaman

    pohon menghasilkan absorbs karbon dioksida dari udara dan

    penyimpanan karbon, sampai karbon dilepaskan kembali akibat vegetasi

    tersebut busuk atau dibakar. Hal ini disebabkan karena pada hutan yang

    dikelola dan ditanam akan menyebabkan terjadinya penyerapan karbon

    dari atmosfir, kemudian sebagian kecil biomassanya dipanen dan atau masuk

    dalam kondisi masak tebang atau mengalami pembusukan (Irwan, 2007).

  • 51

    Untuk mengetahui seberapa besar emisi karbon dioksida yang

    dihasilkan dari aktivitas kota, maka dilakukan pendekatan penghitungan

    emisi karbon dioksida. Faktor emisi adalah nilai yang digunakan untuk

    mendapatkan berat karbon dioksida berdasarkan besaran-besaran yang

    dinilai, misalnya konsumsi listrik, minyak tanah, premium, solar dan

    sebagainya. Faktor emisi untuk perhitungan karbon dioksida dalam

    penelitian ini diperoleh melalui studi literatur. Faktor emisi untuk bahan

    bakar disajikan pada Tabel 1.

    Tabel 2. Faktor Emisi untuk Bahan Bakar Bahan Bakar Cair gram CO2/gallon gram CO2/liter

    Bensin

    Solar

    8,9

    10,1

    2,3

    2,7 Sumber : World Resources Institute (WRI) and World Business Council for Sustainable Development (WBCSD, 2001)

    Selain dari faktor emisi dari bahan bakar diatas, faktor emisi juga di

    timbulkan dari konsumsi listrik dimana setiap negara berbeda dalam

    tingkat faktor emisinya, faktor emisi untuk emisi listrik dengan semua

    bahan bakar disajikan pada Tabel 2.

    Tabel 3. Faktor Emisi Untuk Konsumsi Listrik dengan Semua Bahan Bakar

    Negara Gram CO2/kWh Negara Gram CO2/kWh

    Argentina

    Brazil

    Chile

    China

    Columbia

    Ecuador

    309

    76

    403

    785

    159

    244

    India

    Mexico

    Indonesia

    Peru

    Singapore

    Venezuela

    936

    586

    454

    172

    762

    222 Sumber : World Resources Institute (WRI) and World Business Council for Sustainable Development (WBCSD, 2001)

  • 52

    Faktor emisi juga di timbulkan dari konsumsi minyak tanah, dimana

    sebagian besar masyarakat masih menggunakan sebagai bahan bakar

    untuk memasak serta untuk kebutuhan industri. Faktor emisi dari

    konsumsi minyak tanah dapat dilihat pada Tabel 3.

    Tabel 3. Faktor Emisi untuk Menghitung Karbon Dioksida dari Konsumsi Minyak

    Fuel Type gram CO2/liter

    Natural Gas

    Gas/Diesel Oil

    Petrol

    Heavy Fuel Oil

    0,19

    0,25

    0,24

    0,26

    Rata-Rata 0,24 Sumber : World Resources Institute (WRI) and World Business Council for Sustainable Development (WBCSD, 2001)

    Biomassa atau bahan organik adalah produk fotosintesis. Dalam

    proses fotosintesis, butir-butir hijau daun berfungsi sebagai sel surya yang

    menyerap energi matahari guna mengkonversi karbon dioksida (CO2)

    dengan air (H2O) menjadi senyawa karbon, hidrogen dan oksigen (CHO).

    Senyawa hasil konversi itu dapat berbentuk arang (karbon), kayu, ter,

    alkohol dan lain-lain. Biomassa vegetasi bertambah karena menyerap

    karbon dioksida dari udara dan mengubah zat tersebut menjadi bahan

    organik melalui proses fotosintesis. Umumnya karbon menyusun 45-50 %

    bahan kering dari tanaman (Kusmana dalam Tinambunan 2006).

  • 53

    J. Pencemaran Udara

    Kondisi lingkungan hidup alami yang masih relatif baik atau dalam

    keadaan keseimbangan antara daerah terbangun dan tidak terbangun.

    Berdasarkan perkiraan kenaikan jumlah penduduk Indonesia tahun 2005,

    maka kebutuhan akan ketersediaan oksigen (O2) akan meningkat menjadi

    4,5 kg/jam.

    Salah satu pemasok utama ketersediaan udara bersih adalah

    pepohonan di RTH kota sebagai paru-paru kota yang merupakan

    produsen oksigen (O2), penyerap karbondioksida (CO2) dan gas polutan

    lain, serta sebagai daerah resapan air, yang belum tergantikan fungsinya.

    Namun distribusi RTH kota seringkali tidak merata, di mana

    kawasan yang seharusnya memiliki RTH cukup, justru tidak memiliki RTH

    yang memadai, seperti di kawasan permukiman padat, industri, terminal

    atau tempat pembuangan sampah. RTH untuk ruang bermain anak-anak,

    ruang bersosialisasi dan berolah-raga sudah lama hilang.

    Menurut Purnomohadi (1994) yang dilakukan untuk mengetahui

    eksistensi RTH kota dengan potensi redaman dan jerapan terhadap

    terhadap tujuh zat pencemar udara, menunjukan korelasi yang nyata.

    Fungsi RTH kota yang ditata secara estetis fungsional dapat digolongkan

    sesuai kegunaannya sebagai pembatas/pengaman; kawasan konservasi

    terletak antara dua wilayah jalur lalu lintas dan kereta api, sempadan

    sungai, listrik tegangan tinggi, dan hutan kota; kawasan rekreasi aktif:

    lapangan olahraga atau taman bermain; kawasan rekreasi pasif taman

  • 54

    relaksasi dan kawasan produktif pertanian kota, pekarangan/halaman

    rumah; dan lahan yang sengaja disisihkan untuk kegunaan khusus atau

    lahan cadangan.

    Sifat alami organisme tanaman dalam RTH melalui mekanisme

    rekayasa lingkungan, mampu memperbaiki kualitas lingkungan, sehingga

    dapat menjadi pedoman dalam memilih jenis tanaman pengisi RTH dari

    berbagai fungsi. Dari segi efektivitas menekan pencemaran udara,

    menyerap dan menjerap debu, mengurangi bau, meredam kebisingan,

    mengurangi erosi tanah, penahan angin dan hujan secara menyeluruh,

    maka fungsi tanaman antara lain sebagai berikut:

    Dedaunan berair dapat meredam suara.

    Cabang-cabang tanaman yang bergerak dan bergetar dapat

    menyerap dan menyelubungi suara, demikian pula daun yang tebal

    menghalangi suara dan daun yang tipis, dapat mengurangi suara.

    Trikoma daun dapat menyerap butir-butir debu, melalui gerakan

    elektrostatik dan elektromagnetik.

    Pertukaran gas melalui mulut daun.

    Aroma bunga dan daun mengurangi bau.

    Percabangan (dan ranting) beserta dedaunannya dapat menahan

    angin dan curah hujan.

    Penyebaran akar dapat mengikat tanah dari bahaya erosi.

    Cabang yang melilit dan berduri menghalangi gangguan manusia.

  • 55

    Bentuk dan tekstur daun berpengaruh terhadap daya serap

    sinar/hujan, dan daya ikat cemaran.

    Bentuk kanopi tajuk pohon berpengaruh terhadap arus dan arah angin

    turbulensi lokal dan peredaman bunyi.

    Kemampuan tanaman menyerap dan menjerap (intersepsi) debu

    dan unsur pencemar udara lain (TSP: total suspended particulate),

    dipengaruhi oleh :

    1. Jenis tanaman berkaitan dengan sifat-sifatnya sebagai berikut :

    Kekasaran permukaan daun, potensi pengendapan timbal akan

    semakin besar, sebab kemampuan mengakumulasi timbal (Pb) dan

    seng (Zn) pada daun berstruktur kasar, semakin tinggi dibanding

    yang licin terutama untuk zarah timbal (Pb) bisa tujuh kali lebih

    banyak.

    Struktur ranting dan batang yang berbulu, akan mampu lebih

    banyak menjerap dan mengintersepsi zarah timbal (Pb) dan seng

    (Zn), dibanding ranting/batang yang berkulit licin atau berlilin.

    Arsitektur dan morfologi pohon (Halle dan Oldeman, 1975 dalam

    Purnomohadi, 1994), mempengaruhi kemampuan tanaman untuk

    mengintersepsi berbagai zarah dan unsur cemaran udara.

    2. Perancangan maupun perencanaan arsitektur lansekap yang sesuai

    permasalahan lokal akan mampu meredam berbagai zarah dan unsur

    cemaran udara secara lebih efektif, yaitu dengan menggunakan

    berbagai jenis tanaman yang mempunyai sifat dan kemampuan

  • 56

    berbeda dalam meredam pencemaran udara, menerapkan pola multi

    tajuk dan campuran berlapis-lapis.

    3. Sebaran komunitas tumbuhan dalam berbagai fungsi dan bentuk RTH

    kota yang menyebar merata di seluruh bagian kota, akan lebih efektif,

    dalam meredam pencemaran lingkungan dibandingkan dengan RTH

    yang luas tetapi hanya pada lokasi tertentu.

    Sedang kenaikan laju pengurangan SO2

    pada jarak antara tepian

    taman di atas, tenyata berhubungan langsung dengan kenaikan waktu,

    dan bukan pada kecepatan angin. Bila tak ada angin, maka efek

    pengurangan zarah, khususnya debu, maka debu tersebut akan

    menempel pada tanaman, misalkan melalui gerak elektromagnetik. Lebar

    sabuk hijau (green belt) berukuran lebih dari dua meter tanpa

    mengabaikan fungsi padang rumput akan mampu mengurangi debu

    sampai 75 persen.

    Pepohonan pun mampu menurunkan konsentrasi partikel timbal

    (Pb) yang melayang di udara, karena kemampuannya untuk dapat

    meningkatkan turbulensi dan mengurangi kecepatan angin. Celah stomata

    mulut daun yang berkisar antara 2-4 m atau 10 m dengan lebar 2-7 m,

    maka ukuran partikel timbal yang demikian kecil, rata-rata 2 m, akan

    dapat masuk ke dalam daun dengan mudah, serta akan menetap dalam

    jaringan daun, menumpuk di antara sel jaringan pagar (palisade), dan

    atau jaringan bunga karang (spongious tissue).

  • 57

    Sedang zarah yang lebih besar ukurannya akan terakumulasi pada

    permukaan kulit luar tanaman. Cemaran yang terakumulasi ini sebagian

    kecil dapat terjerap secara kimiawi (chemically adsorbed) dan akhirnya

    terserap (absorbed) oleh jaringan hijau, dan sebagian lagi akan tersapu

    oleh angin atau air hujan, yang kemudian dibawa aliran angin/air dan atau

    diendapkan ke dalam tanah. Partikel berukuran sub-mikron akan terdifusi

    ke dalam jaringan tanaman melalui stomata dan akhirnya terbawa ke

    dalam sistem metabolisme tanaman.

    Menurut Dahlan (Purnomohadi, 1994), yang menggolongkan

    ketahanan tanaman terhadap cemaran udara dari kendaraan bermotor,

    berdasar kemampuan dan kepekaan tanaman, khususnya terhadap unsur

    timbal (Pb), dapat dibedakan menjadi lima kategori, yaitu :

    Sangat peka: Kesumba (Bixa Orellana), Cempaka (Michelia

    champaka), Glodogan (Polyalthea longifolia)

    Kurang peka, kemampuan menyerap timbal rendah: Tanjung

    (Mimusops elengii)

    Kurang peka, kemampuan menyerap timbal tinggi: Johar (Casia

    siamea) dan Mahoni (Swietenia macrophylla)

    Tidak peka, kemampuan tinggi menyerap timbal: Kirai payung (Filicium

    decipiens), Keben (Barringtonia asiatica), Asam landi (Pithecellobium

    dulce), tanaman berdaun jarum serta bambu.

    Tidak peka, kemampuan rendah menyerap timbale: Jamuju

    (Podocarpus imbricatus)

  • 58

    Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) No. 14/1988 tentang

    Penataan RTH di Wilayah Perkotaan, memuat kriteria jenis tanaman yang

    disesuaikan peruntukkan lahan, perlu perhatian pada kepekaan pengaruh

    berbagai zat cemaran. Pemilihan jenis tanaman pelindung bagi RTH kota

    tentu akan berlainan antar berbagai kota di Indonesia, tergantung

    ekosistem setempat. Masih banyak fungsi ekologis RTH terhadap kualitas

    udara kota yang perlu diteliti dan dikembangkan lebih jauh lagi.

    Bagaimanapun juga keberadaan pohon dan RTH sangat menentukan

    kualitas dan ketersediaan udara bersih bagi kelangsungan hidup kota dan

    warga kota.

    Tabel 4. Kriteria Jenis Tanaman Untuk RTH

    Status Vegetasi Kriteria Tumbuhan

    I II III IV V A. RTH-PERTAMANAN 1. Taman 1, 2, 3, 4, 7, 8 1 1, 2 1, 2 1 2. Jalur Hijau Jalan 1, 2, 3, 6, 7 1, 2, 3 2 2 2, 3 3. Jalur Hijau Kota 1, 2, 3, 5, 7, 8 2 2 2 2

    B. RTH LAIN 7, 8 3 1, 2 1, 2 3 Keterangan : I. Karakteristik Umum 1. Tidak bergetah/beracun 2. Dahan tidak mudah patah 3. Perakaran tidak mengganggu fondasi 4. Struktur daun, setengah rapat hingga rapat 5. Struktur daun setengah rapat 6. Struktur daun rapat 7. Ketinggian tumbuhan bervariasi 8. Warna dominan hijau, warna lain seimbang

    II. Kecepatan Tumbuh 1. Sedang 2. Cepat 3. Bervariasi

    III. Habitat 1. Tumbuhan hijau local 2. Tumbuhan hijau budidaya IV. Tipe Tumbuhan 1. Musiman 2. Tahunan V. Kerapatan Tanam 1. Setengah rapat 2. Rapat 3. Setengah rapat hingga rapat

  • 59

    Tanaman dengan berbagai ukuran dapat berfungsi sebagai

    pembersih atau penyaring udara, melalui proses oksigenasi dan

    menghilangkan partikel gas dan bau di atmosfir. Manfaat cahaya matahari

    langsung diketahui dari mekanisme proses fotosintesis. Klorofil yang

    sebagian besar ada di dalam daun membutuhkan karbondioksida (CO2)

    dan menghasilkan oksigen (O2) untuk bernafas. Demikian pula

    kemampuan tanaman dalam beberapa jenis tanaman pelindung yang

    lazim ditemukan dalam RTH kota dengan berbagai ukuran daun akan

    menghasilkan besaran luas area teduh yang berbeda pula.

    Tabel 5. Luas Keteduhan Beberapa Jenis Tumbuhan Jenis Tumbuhan Ukuran

    Daun Luas Keteduhan

    (m2) Nama Lokal Nama Latin

    Ki Hujan Samanea saman Kecil 1224,36 Beringin Ficus benjamina Kecil 940,37 Saga Adenanthera pavovina Kecil 53,07 Soga Peltophorum pterocarpus Kecil 301,75 Gelam Melaleuca leucadendron Kecil 18,06 Sengon Paraserianthes falcataria Kecil 945,81 Bintaro Cerbera odollam Sedang 23,34 Tembesu Fragraea fragrans Sedang 207,17 Cempaka Michelia champaca Sedang 34,22 Angsana Pterocarpus indicus Sedang 361,08 Tanjung Mimusops elingii Sedang 102,80 Randu Ceiba petandra Sedang 402,62 Jambu laut Eugenia grandis Besar 264,21 Mangium Acacia mangium Besar 302,37

  • 60

    K. Pencemaran Air dan Tanah

    1. RTH Kota dan Upaya Pengendalian Pencemaran Air, Banjir dan Kekeringan

    Pembangunan kota yang tidak mempertimbangkan pengelolaan

    lingkungan secara komprehensif telah terbukti mengancam

    kelangsungan hidup kota dan warga kota. Fenomena hubungan antar

    manfaat RTH kota terhadap pengendalian banjir merupakan salah satu

    upaya pengendalian kerusakan dan pencemaran dalam bidang

    pengelolaan lingkungan hidup kota.

    Di Inggris, begitu dirasa amat melimpahnya air yang terdapat

    dimana-mana, sampai Wells dalam Jellicoe (1971) mengatakan,

    bahwa kita pun, manusia dan juga semua unsur yang hidup termasuk

    flora dan fauna, asal mulanya adalah benda cair. Anggapan ini

    beralasan sebab tanpa air memang kita tak dapat hidup untuk

    beberapa hari.

    Panjang garis pantai wilayah pesisir nusantara diperkirakan

    mencapai 81.000 km atau kedua terpanjang di dunia setelah Canada,

    sesuai PP No. 47/1987 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah

    Nasional mengenai usulan 516 kota-kota strategis di Indonesia, di

    mana telah dibangun 22 buah Ibukota Propinsi (kota besar) dari 216

    kota yang terletak di tepian perairan, termasuk tepian sungai dan

    danau yang umum disebut Waterfront City (Purnomohadi, 1999).

    Bencana banjir di Jakarta sebenarnya sudah diketahui sejak

    dulu dan disadari akan selalu terjadi, terlebih pengelolaan ruang di

  • 61

    Jakarta tidak mengikuti pola geografis lingkungan alami. Empat puluh

    persen atau sekitar 26.000 hektar, khususnya di wilayah Jakarta Utara,

    memang terletak di bawah permukaan air laut. Jakarta merupakan

    muara dari 13 sungai besar dari arah hilir menuju ke laut. Banyak kota-

    kota di Indonesia dan dunia mengarahkan pembangunan dari hilir

    (pelabuhan) menuju ke hulu (terrestrial), seperti Semarang, Surabaya,

    Manado, atau Bangkok di Thailand dan kota-kota sungai dekat pantai

    di Bangladesh.

    Menyadari kondisi geografi Jakarta, pemerintah kolonial

    Belanda telah membangun beberapa kanal dalam kota Batavia yang

    tegak lurus ke arah garis pantai, untuk menanggulangi naiknya

    permukaan air pada saat pasang, dan sebagai sarana transportasi air

    dan rekreasi, seperti di kota Amsterdam atau Venice. Pada awalnya,

    perencanaan Kota Jakarta bisa dikatakan meniru pembangunan kota

    Amsterdam, dengan kanalnya yang hingga kini masih aman dari

    bencana banjir dan justru digunakan untuk kegiatan pariwisata yang

    sangat menguntungkan.

    Sebaliknya yang terjadi di Jakarta, akibat urbanisasi penduduk,

    lemahnya penegakan hukum dan ketidakkonsistenan pemerintah

    daerah terhadap Rencana Umum Tata Ruang telah megakibatkan

    RTH kota terus tergusur. Para stakeholders seringkali ditinggalkan

    dalam pengambilan keputusan yang lebih mementingkan para

  • 62

    pengembang yang mengurug rawa, situ, danau, dan lembah, atau

    membangun di sepanjang aliran sungai.

    Padahal RTH sebagai salah satu komponen penting dalam

    mempertahankan kualitas fungsi alami lingkungan dan menjamin tetap

    berlangsungnya siklus air, udara dan mineral yang amat dibutuhkan

    oleh warga kota. Kota Jakarta sadar atau tidak sadar sebenarnya

    tengah mengalami bunuh diri ekologis (ecological suicide) yang

    ironisnya sudah diperingatkan sejak tahun 1960an.

    RTH penting dalam memelihara keseimbangan fisik, sosiologis,

    ekonomi dan budaya suatu lingkungan kota. Bagi Jakarta, banjir

    memang selalu terjadi tiap tahun, tetapi frekuensi dan kuantitasnya

    ternyata semakin meningkat, bahkan, terjadi pula hampir di seluruh

    Indonesia, terutama di pulau Jawa. Pemerintah melalui Kantor KLH

    telah mengajukan beberapa prinsip pemikiran yang harus dipenuhi,

    agar pemerintah daerah berpenduduk padat dapat secara efektif

    mengatasi permasalahan mendasar, realistis dapat dilaksanakan

    melalui pertimbangan fisik teknologis, ekonomis, sosial budaya dan

    administrasi kepemerintahan secara konsisten, serta harus tidak

    menimbulkan dampak lain yang lebih besar dan meluas.

    Banjir adalah suatu fenomena alam, bila curah hujan telah

    melampaui kapasitas daya tampung lingkungan, alami maupun buatan,

    seperti saluran drainase, dan bentuk penampungan badan air lain,

    seperti sungai, kanal, danau, situ, rawa, daerah resapan air.

  • 63

    Sebaliknya kekeringan akan terjadi jika tak ada atau kurang pasokan

    (recharge) air secara berkala sebagai bagian alami siklus hidrologi

    yang seharusnya dapat tetap berlangsung.

    Pada jenis tanah dengan permeabilitas rendah, hanya sebagian

    kecil air saja yang meresap, sebagian besar merupakan limpasan air

    (surface runoff). Faktor geomorfologi sangat berkaitan dengan

    keadaan lansekap kota. Pada badan air dikenal morfologi yang terdiri

    dari badan air itu sendiri, tanggul alam (buatan), bantaran sempadan

    air, dan meluas ke luar disebut bantaran banjir, yang seringkali

    dipenuhi oleh perumahan liar.

    Hutan diketahui hanya mempunyai koefisien limpasan relatif

    kecil (0,01-0,1), jadi hutan tidak mencegah banjir, namun hanya dapat

    mengurangi resiko terhadap banjir banding dan penyaring zat

    pencemar udara.

    Faktor perilaku negatif dalam pembangunan wilayah banjir

    seringkali menganggap sungai, pantai, danau, waduk atau badan air

    lain sebagai tempat pembuangan sampah yang sangat berpengaruh

    terhadap peningkatan bencana banjir. Badan air menyempit akibat

    tumpukan limbah padat yang sulit terurai. Daerah hulu seharusnya

    merupakan wilayah konservasi, karena sangat potensial meningkatkan

    sedimentasi atau pendangkalan sungai dan badan air lain. RTH

    termasuk wilayah yang positif meresapkan air hujan dengan toleransi

    tertentu, khususnya di wilayah perkotaan.

  • 64

    Dampak negatif banjir sangat berpengaruh pada kemaslahatan

    hidup orang banyak, termasuk penurunan tingkat kesehatan,

    perekonomian dan produktivitas warga kota. Kerugian akibat bencana

    banjir di Jakarta (2002) diperkirakan mencapai satu trilyun, dari

    terendamnya wilayah pertanian, sawah, empang dan rumah,

    kerusakan 70 persen sarana dan prasarana fisik kota, krisis energi

    listrik dan bahan bakar minyak, yang dampaknya masih terasa sampai

    kini.

    2. Tiga Tingkatan Perubahan Lingkungan Akibat Bencana Banjir

    Secara Global, perubahan lingkungan diindikasikan dengan

    penyimpangan cuaca awal tahun 2002. Hasil pemantauan

    pengembangan atmosfir bumi sejak akhir tahun 2001, terlihat

    kecenderungan penyimpangan kondisi atmosfir, seperti turunnya salju

    di kawasan Arab Saudi, badai tropis yang biasa terjadi di Filipina malah

    berkurang dalam 30 tahun terakhir, sedang di Australia Utara timur

    hingga barat yang biasanya terjadi antara Desember-Maret, baru

    muncul awal Januari dengan waktu yang lebih pendek. Selain itu

    terjadi pula perubahan jumlah dan kualitas curah hujan di berbagai

    tempat, penyimpangan kondisi awan termasuk pasang naik yang tinggi

    (catatan Dishidros-TNI-AL).

    Secara Regional, berkurangnya wilayah hutan di daerah hulu

    dan berbagai tegakan di dalamnya, khususnya 20 tahun terakhir ini, di

  • 65

    mana luas hutan kawasan Puncak, tinggal 10 persen dan tinggi erosi

    mencapai 400 (jauh di atas toleransi 39 ton/ha/tahun).

    Secara Lokal, pemanfaatan liar bantaran sungai, badan air atau

    daerah resapan air yang lain, pembuangan limbah padat dan cair ke

    dalam badan air, pengurugan rawa-rawa dan situ untuk perumahan

    atau infrastruktur jalan.

    Dari berbagai kenyataan di atas, maka upaya pengelolaan

    lingkungan hidup (PLH) mencakup upaya rehabilitasi dan antisipasi,

    serta mengurangi bencana secara bertahap.

    Alasan pemerintah daerah tentang sulitnya membebaskan

    tanah untuk pembangunan RTH baru terasa naf, karena pada saat

    bersamaan pemerintah daerah justru mempelopori penggusuran RTH

    berupa makam, hutan kota, hutan lindung, waduk, situ, kawasan olah

    raga, serta jalur jalan. Penetapan target luasan RTH hanya merupakan

    kesepakatan pihak terkait para pengambil kebijakan tanpa melibatkan

    masyarakat.

    Restrukturisasi institusi kepemerintahan di pusat dan daerah,

    yang terkait dalam koordinasi RTH, mengefektifkan Badan Koordinasi

    Tata Ruang Nasional, penetapan rencana pembangunan yang

    berdasar pada keseimbangan antara ruang terbangun dan tidak

    terbangun, dan mensyaratkan kajian analisa dampak lingkungan dan

    sosial, terhadap setiap proyek pembangunan kota secara ketat dan

    dapat dipertanggungjawabkan.

  • 66

    Lingkungan hidup yang rusak atau keseimbangannya

    terganggu, perlu direhabilitasi agar kembali berfungsi sebagai

    penyangga kehidupan dan memberi manfaat bagi kesejahteraan

    masyarakat. Pembinaan dan penegakkan hukum terus ditingkatkan

    terhadap kegiatan pencemaran dan kerusakan lingkungan.

    Penggunaan teknologi canggih dan ramah lingkungan untuk

    pengendalian pencemaran dan pengelolaan limbah padat, cair dan

    gas, secara komprehensif dan terus-menerus. Pola pengelolaan tata

    ruang yang serasi dalam konsep pembangunan RTH berbasis

    masyarakat melalui peningkatan upaya kemitraan dengan seluruh

    stakeholders yang ada di masyarakat.

    Para pengelola RTH kota harus lebih memperhatikan dan

    mempertimbangkan eksistensi fisik geografis lingkungan. Perlu

    disadari bahwa sebagian besar permukiman penduduk perkotaan,

    terutama ibukota propinsi, terletak di tepian badan air. Penerapan

    praktek pembangunan kota di wilayah tepian air (waterfront city)

    memerlukan kajian khusus yang lebih mendalam.

    Berbagai masalah lingkungan kota timbul akibat pencemaran

    dan kerusakan yang meningkat, tekanan kepadatan penduduk,

    berkurangnya daerah resapan air, ketidakkonsistenan penataan ruang,

    daya tampung badan air mengecil, pendangkalan dan penyempitan

    alur sungai dan prasarana drainase kota, kesadaran hukum dan tingkat

  • 67

    pemberdayaan masyarakat rendah, serta perlunya perencanaan ruang

    kehidupan yang seimbang dan merata di seluruh wilayah kota.

    Penerapan tata ruang kota yang tidak konsisten, kurang

    antisipasi terhadap kecenderungan perkembangan fisik pembangunan

    kota, dan jumlah kendaraan yang melebihi kapasitas jalan telah

    mengakibatkan kemacetan jalan yang semakin parah dan

    merajalelanya kebakaran.

    Untuk masalah pengatasan banjir rutin, Kantor KLH,

    Departemen Kimpraswil dan DPR telah mengusulkan suatu konsep

    kebijakan nasional pengendalian bencana banjir, berdasar empat hal

    pokok, yakni penataan ruang terkait pengembangan wilayah

    keseimbangan antara kawasan lindung dan kawasan budidaya;

    pengelolaan sumber daya air secara komprehensif dan menyeluruh

    dengan konsep satu sungai, satu rencana dan satu pengelolaan

    terpadu; pengembangan sarana dan prasarana perkotaan khususnya

    menyangkut sinergisitas pengelolaan fungsi lingkungan, termasuk

    sistem jaringan jalan, drainase, RTH, pengelolaan sampah dan limbah

    cair perkotaan; serta pengendalian pembangunan perumahan,

    khususnya di wilayah bantaran sungai dan daerah resapan air.

    Kebijakan tersebut harus dilaksanakan secara komprehensif,

    tidak parsial, didukung oleh penerapan dan pelaksanaan hukum yang

    kuat dan kebijakan pengambil keputusan yang konsisten, serta

    melibatkan seluruh stakeholder terkait, sejak dari perencanaan,

  • 68

    pelaksanaan, hingga pengendalian dan pengawasannya secara tuntas

    dan berkelanjutan.

    Pengendalian bencana banjir dan antisipasi berbagai masalah

    lingkungan hidup tidak terlepas dari derasnya arus urbanisasi, karena

    ketidak berimbangan pembangunan dan kegiatan ekonomi. Untuk itu

    pembangunan pusat-pusat kegiatan ekonomi harus disebar merata di

    berbagai kota, daerah dan pulau lain.

    Penanggung-jawab pengelolaan lingkungan hidup harus

    melibatkan para stakeholder terkait sesuai dengan pembangunan RTH

    berbasis masyarakat demi kelangsungan fungsi ekosistem perkotaan.

    Perencanaan, pelaksanaan dan pemeliharaan RTH kota harus dikelola

    dengan lebih kreatif dan efisien.

    Pembahasan teknis paradigma baru sistem pengelolaan

    sampah bersama masyarakat, pengelolaan RTH, dan pengendalian

    pencemaran air merupakan langkah awal menuju sistem

    pembangunan kota yang berkelanjutan.

    3. Pencemaran dan Kerusakan Tanah (Abrasi Pantai, Intrusi Air Laut, Amblasan Tanah, Pencemaran Air Tanah)

    Perasaan was-was (insecure) menghinggapi sebagian besar

    masyarakat Jakarta, di samping angka kriminalitas yang terus

    meningkat, yang nyata selalu berulang tiap tahun pada musim

    penghujan adalah datangnya air bah atau banjir baik berasal dari

    akumulasi curah hujan dari langit maupun akibat deras dan debit aliran

    permukaan yang mencari daerah-daerah rendah tak peduli siapa pun

  • 69

    akan diterjangnya di luar ataupun dalam saluran air (got, kali, sungai

    sampai ke perairan laut).

    Pembangunan kota tepi air, merupakan bagian dari

    pembangunan perkotaan menyeluruh, sebenarnya tidak berbeda jauh

    dengan pembangunan kota umumnya, hanya pada kota tepian air,

    harus lebih mempertimbangkan tiga faktor utama, yaitu :

    Rekayasa teknik (engineering), berkaitan dengan situasi dataran re

    atau pesisir pantai, sedang pemecahan masalah pada pesisir

    pantai yang lebih tinggi, curam, tepian sungai, danau juga

    sebenarnya tak berbeda juah dengan pembangunan perkotaan di

    daerah perbukitan umumnya;

    Perancangan (design), cakupannya lebih luas, terma