7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Umum Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Ruang terbuka hijau kota merupakan bagian dari penataan ruang
perkotaan yang berfungsi sebagai kawasan lindung. Kawasan hijau kota
terdiri atas pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau
rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga, kawasan hijau
pekarangan. Ruang terbuka hijau diklasifikasi berdasarkan status
kawasan, bukan berdasarkan bentuk dan struktur vegetasinya (Fandeli,
dalam Tinambunan, 2006)
Beberapa pengertian tentang Ruang Terbuka Hijau diantaranya
adalah :
1. Ruang yang didominasi oleh lingkungan alami di luar maupun didalam
kota, dalam bentuk taman, halaman, areal rekreasi kota dan jalur hijau
2. Ruang-ruang di dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam
bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur
yang dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada
dasarnya tanpa bangunan yang berfungsi sebagai kawasan
pertamanan kota, hutan kota, rekreasi kota, kegiatan Olah Raga,
pemakaman, pertanian, jalur hijau dan kawasan hijau pekarangan.
8
3. Fasilitas yang memberikan kontribusi penting dalam meningkatkan
kualitas lingkungan permukiman, dan merupakan suatu unsur yang
sangat penting dalam kegiatan rekreasi.
B. Fungsi Ruang Terbuka Hijau
Penghijauan perkotaan yaitu menanam tumbuh-tumbuhan
sebanyak-banyaknya di halaman rumah atau dilingkungan sekitar rumah
maupun dipinggir jalan, apakah itu berbentuk pohon, semak, perdu,
rumput atau penutup tanah lainnya, di setiap jengkal tanah yang kosong
yang ada dalam kota dan sekitarnya, sering disebut sebagai ruang
terbuka hijau. RTH sangat penting, mengingat tumbuh-tumbuhan
mempunyai peranan sangat penting dalam alam, yaitu dapat
dikategorikan menjadi fungsi lansekap (sosial dan fisik), fungsi lingkungan
(ekologi) dan fungsi estetika (keindahan) (Irwan, 2007).
Berdasarkan kepada fungsi utama RTH dapat dibagi menjadi :
1. Pertanian perkotaan, fungsi utamanya adalah untuk mendapatkan
hasilnya untuk konsumsi yang disebut dengan hasil pertanian kota
seperti hasil hortikultura.
2. Taman kota, mempunyai fungsi utama untuk keindahan dan interaksi
sosial.
3. Hutan kota, mempunyai fungsi utama untuk peningkatan kualitas
lingkungan.
9
Hutan Kota dapat memberikan kota yang nyaman sehat dan indah
(estetis). Kita sangat membutuhkan hutan kota, untuk perlindungan dari
berbagai masalah lingkungan perkotaan. Hutan kota mempunyai banyak
fungsi (kegunaan dan manfaat). Hal ini tidak terlepas dari peranan
tumbuh-tumbuhan di alam. Tumbuh-tumbuhan sebagai produsen pertama
dalam ekosistem, mempunyai berbagai macam kegiatan metabulisme
untuk ia hidup, tumbuh dan berkembang. Kegiatan metabulisme tumbuh-
tumbuhan dimaksud telah memberikan keuntungan dalam kehidupan kita.
Tidak ada satu makhlukpun yang dapat hidup tanpa tumbuh-tumbuhan
(Zain dalam Sibarani, 2003).
Untuk menghadapi kemajuan, kita perlu melakukan perubahan dan
untuk itu kita perlu melakukan pembangunan. Dalam pembangunan itu
kita akan tahu tentang sejauh mana kerugian kita, jika kita menebang
pohon atau membabat tumbuh-tumbuhan tanpa pertimbangan dengan
alasan nanti toh tumbuh-tumbuhan itu akan tumbuh kembali. Mudah-
mudahan pelaku pembangunan dapat menyadari, bahwa tumbuh-
tumbuhan itu adalah makhluk hidup dan butuh waktu untuk tumbuh dan
berkembang.
Hutan kota meupakan suatu ekosistem dan tidak sama dengan
pengertian hutan selama ini. Hutan kota adalah komunitas tumbuh-
tumbuhan berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau
sekitar kota, berbentuk jalur, menyebar atau bergerombol (menumpuk)
dengan struktur meniru (menyerupai) hutan alam, membentuk habitat
10
yang memungkinkan kehidupan bagi satwa dan menimbulkan lingkungan
sehat, nyaman, dan estetis.
Banyak kendala dalam membangun hutan kota. Kendala tersebut
antara lain berkisar kepada persediaan lahan untuk hutan kota, lahan
semakin hari semakin sedikit untuk hutan kota dan harga lahan di kota
semakin hari semakin sangat mahal. Disamping itu pula terbentur kepada
peresepsi dari para perancang dan pelaksana pembangunan, maupun
dari lapisan masyarakat lainnya terhadap hutan kota belum sama dan
belum terbangun. Melihat fungsinya maka kita harus membangun dan
mengembangkan hutan kota. Dari hasil penelitian yang pernah dilakukan
menunjukkan bahwa dengan membangun dan mengembangkan bentuk
hutan kota serta membangun dan mengembangkan struktur hutan kota,
maka kendala lahan dapat di modifikasi sehingga kita akan tetap dapat
membangun dan mengembangkan hutan kota. Disamping itu secara
bertahap kita selalu berusaha membangun dan mengembangkan persepsi
tentang hutan kota (Sarlito, 1990).
Bentuk tergantung kepada bentuk lahan yang tersedia untuk hutan
kota. Bentuk hutan kota dapat dibagi menjadi: a. Berbentuk bergerombol
atau menumpuk adalah hutan kota dengan komunitas tumbuh-
tumbuhannya terkonsentrasi pada suatu areal dengan jumlah tumbuh-
tumbuhannya minimal 100 pohon dengan jarak tanam rapat tidak
beraturan. b. Berbentuk menyebar yaitu hutan kota yang tidak mempunyai
pola tertentu, dengan komunitas tumbuh-tumbuhannya tumbuh menyebar
11
terpencar-pencar dalam bentuk rumpun atau gerombol-gerombol kecil. c.
Berbentuk jalur yaitu komunitas tumbuh-tumbuhannya tumbuh pada lahan
yang berbentuk jalur lurus atau melengkung, mengikuti bentukan sungai,
jalan, pantai, saluran dan lainnya.
Struktur hutan kota adalah komposisi dari tumbuh-tumbuhan,
jumlah dan keanekaragaman dari komunitas tumbuh-tumbuhan yang
menyusun hutan kota, dapat dibagi menjadi: a. berstrata dua yaitu
komunitas tumbuh-tumbuhan hutan kota hanya terdiri dari pepohonan dan
rumput atau penutup tanah lainnya. b. berstrata banyak yaitu komunitas
tumbuh-tumbuhan hutan kota selain terdiri dari pepohonan dan rumput
juga terdapat semak, terna, liana, epifit, ditumbuhi banyak anakan dan
penutup tanah, jarak tanam rapat tidak beraturan, dengan strata dan
komposisi mengarah meniru komunitas tumbuh-tumbuhan hutan alam
(Irwan, 2005).
Fungsi hutan kota sangat tergantung kepada bentuk dan struktur
hutan kota serta tujuan perancangannya. Secara garis besar fungsi hutan
kota yang sangat banyak itu dapat dikelompokkan menjadi:
1. Fungsi lansekap. Fungsi lansekap meliputi fungsi fisik dan fungsi
sosial.
a. Fungsi fisik, yaitu berfungsi antara lain untuk perlindungan terhadap
angin, sinar matahari, pemandangan yang kurang bagus dan
terhadap bau, sebagai pemersatu, penegas, pengenal, pelembut,
dan pembingkai.
12
b. Fungsi sosial. Penataan tumbuh-tumbuhan dalam hutan kota
dengan baik akan memberikan tempat interaksi sosial yang sangat
menyenangkan. Hutan kota dengan aneka ragam tumbuh-
tumbuhan mengandung nilai-nilai ilmiah sehingga hutan kota dapat
sebagai laboratorium hidup untuk sarana pendidikan dan penelitian.
Fungsi kesehatan misalnya untuk terapi mata dan mental serta
fungsi rekreasi, olah raga, dan tempat interaksi sosial lainnya.
Fungsi sosial politik ekonomi misalnya untuk persahabatan antar
negara. Hutan kota dapat memberikan hasil tambahan secara
ekonomi untuk kesejahteraan penduduk seperti buah-buahan,
kayu, obat-obatan sebagai warung hidup dan apotik hidup.
2. Fungsi Pelestarian Lingkungan (ekologi). Dalam pengembangan dan
pengendalian kualitas lingkungan fungsi lingkungan diutamakan tanpa
mengesampingkan fungsi-fungsi lainnya. Fungsi lingkungan ini antara
lain adalah :
a. Menyegarkan udara atau sebagai "paru-paru kota". Fungsi
menyegarkan udara dengan mengambil CO2 dalam proses
fotosintesis dan menghasilkan O2 yang sangat diperlukan bagi
makhluk hidup untuk pernafasan. CO2 diambil dari udara,
sedangkan air diambil dari dalam tanah melalui akar tanaman
(Sastrawijaya, 2000).
sinarmatahari 6 CO2 + 6 H2O ----------------> C6H12O6 + 6 O2
klorofil enzim
13
Menurunkan Suhu Kota dan meningkatkan kelembaban. Suhu
disekitar tanaman menjadi lebih sejuk. Uap air di atmosfir bertindak
sebagai pengatur panas (suhu udara) karena sifatnya dapat
menyerap energi radiasi matahari gelombang pendek maupun
gelombang panjang. Hutan kota mempunyai pengaruh besar pada
daerah-daerah yang suhunya tinggi, dan sangat bermanfaat
khususnya untuk daerah tropis.
b. Sebagai Ruang Hidup Satwa. Tumbuh-tumbuhan selain sebagai
produsen pertama dalam ekosistem juga dapat menciptakan ruang
hidup (habitat) bagi makhluk hidup lainnya, sebagai burung, kupu-
kupu, serangga. Burung sebagai komponen ekosistem mempunyai
peranan penting, diantaranya untuk mengontrol populasi serangga,
membantu penyerbukan bunga dan pemencaran biji. Hampir pada
setiap bentuk kehidupan terkait erat dengan burung, sehingga
burung mudah dijumpai. Dengan kondisi tersebut diduga burung
dapat dijadikan sebagai indikator lingkungan, karena apabila terjadi
pencemaran lingkungan, burung merupakan komponen alam
terdekat yang terkena pencemaran. Burung berperanan dalam
rekreasi alam, adanya taman burung selalu dikunjungi orang, untuk
menikmati bunyi, kecantikan ataupun kecakapan burung. Malahan
sekarang hampir di setiap rumah orang memelihara burung. Burung
mempunyai nilai pendidikan dan penelitian. Keindahan burung dari
segala yang dimilikinya akan memberikan suatu kenikmatan
14
tersendiri. Kebiasaan burung-burung beranekaragam, ada burung
yang mempunyai kebiasaan berada mulai dari tajuk sampai
kebawah tajuk. Ini menunjukkan bahwa bila hutan kota mempunyai
komposisi banyak jenis, berlapis-lapis dan berstrata akan memikat
banyak burung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa burung lebih
banyak dijumpai baik jenis maupun jumlahnya pada hutan kota
yang ditanami dengan tanaman produktif (berbunga, berbuah dan
berbiji) pada struktur hutan kota yang berstrata banyak. Kehadiran
burung pada hutan kota yang berstara banyak selain karena jumlah
tumbuh-tumbuhan yang beranekaragam, juga pohonnya adalah
jenis buah-buahan (tanaman produktif). Tanaman produktif dalam
hal ini adalah tanaman yang menghasilkan bunga, buah, biji aroma,
sehingga memberikan kesempatan lebih besar kepada burung
(herbivor) yang menyukainya untuk datang, mencari makan,
bercengkrama atau bersarang.
c. Penyanggah dan Perlindungan Permu-kaan Tanah dari Erosi,
sebagai penyanggah dan melindungi permukaan tanah dari air
hujan dan angin. Sehubungan dengan itu hutan kota dapat
membantu penyediaan air tanah dan pencegahan erosi.
d. Pengendalian dan Mengurangi Polusi Udara dan Limbah, sebagai
pengendalian dan atau mengurangi polusi udara dan limbah, serta
menyaring debu. Debu atau partikulat terdiri dari beberapa
komponen zat pencemar. Dalam sebutir debu terdapat unsur-unsur
15
seperti garam sulfat, sulfuroksida, timah hitam, asbestos, oksida
besi,silika, jelaga dan unsur kimia lainnya. Berbagai hasil penelitian
lainnya menunjukkan bahwa tumbuh-tumbuhan dapat
mengakumulasi berbagai jenis polutan (pencemar). Seperti pohon
johar, asam landi, angsana dan mahoni dapat mengakumulasi Pb
(timah hitam) yaitu hasil pencemaran oleh kendaraan bermotor,
pada daun dan kulit batang.
e. Peredaman Kebisingan. Kebisingan adalah suara yang berlebihan,
tidak diinginkan dan sering disebut "polusi tak terlihat" yang
menyebabkan efek fisik dan psikologis. Efek fisik berhubungan
dengan transmisi gelombang suara melalui udara, efek psikologis
berhubungan dengan respon manusia terhadap suara.
f. Tempat Pelesterian Plasma nutfah dan bioindikator, yaitu sebagai
tempat pelestarian plasma nutfah dan bioindikator dari timbulnya
masalah lingkungan seperti. Karena tumbuhan tertentu akan
memberikan reaksi tertentu akan perubahan lingkungan yang terjadi
disekitarnya. Plasma nutfah sangat diperlukan dan mempunyai nilai
yang sangat tinggi dan diperlukan untuk kehidupan.
g. Menyuburkan Tanah. Sisa-sisa tumbuhan akan dibusukkan oleh
mikroorganisma dan akhirnya terurai menjadi humus atau materi
yang merupakan sumber hara mineral bagi tumbuhan itu kembali.
3. Fungsi Estetika. Tumbuh-tumbuhan dapat memberikan keindahan dari
garis, bentuk, warna, dan tekstur yang ada dari tajuk, daun, batang,
16
cabang, kulit batang, akar, bunga, buah maupun aroma. Hasil
penelitian saya menunjukkan bahwa penilaian hutan kota yang
berstrata banyak mempunyai nilai estetika lebih tinggi, daripada hutan
kota berstrata dua.
C. Manfaat Ruang Terbuka Hijau
Manfaat RTH kota secara langsung dan tidak langsung, sebagian
besar dihasilkan dari adanya fungsi ekologis, atau kondisi alami ini dapat
dipertimbangkan sebagai pembentuk berbagai faktor. Berlangsungnya
fungsi ekologis alami dalam lingkungan perkotaan secara seimbang dan
lestari akan membentuk kota yang sehat dan manusiawi (Budiharjo,
Hardjohubojo, 1993).
Manfaat tanaman sebagai komponen kehidupan (biotik) dan
produsen primer dalam rantai makanan, bagi lingkungan dan sebagai
sumber pendapatan masyarakat, semua orang sudah mengetahuinya.
Proses fotosintesis telah diajarkan sejak sekolah dasar, di mana zat hijau
(khlorofil) yang banyak terdapat dalam daun dengan bantuan energi
matahari dan air, menghasilkan makanan, berupa karbohidrat, protein,
lemak juga vitamin dan mineral, sangat berguna bagi kehidupan manusia
dan makhluk hidup lain.
Tanaman adalah pabrik tanpa butuh bahan bakar fosil, bahkan dia
adalah sumber karbon itu, sama juga tidak membutuhkan energi listrik
atau api untuk memasak makanannya agar bisa terus tumbuh. Pabrik ini
17
tidak mencemari media lingkungan, bahkan membantu membersihkan
media udara yang kotor serta menyegarkan udara. Akar pohon berfungsi
untuk menarik bahan baku dari dalam media tanah, antara lain berbagai
macam mineral yang larut dalam air. Zat-zat tersebut dimasak dalam
pabrik daun menghasilkan karbohidrat (tepung, gula, selulosa/serat),
oksigen, yang seringkali disimpan dalam gudang berbentuk buah dan biji
untuk sebagai agen pertumbuhan selanjutnya.
Tanaman sebagai penghasil oksigen (O2) terbesar dan penyerap
karbon dioksida (CO2) dan zat pencemar udara lain, khusus di siang hari,
merupakan pembersih udara yang sangat efektif melalui mekanisme
penyerapan (absorbsi) dan penjerapan (adsorbsi) dalam proses fisiologis,
yang terjadi terutama pada daun, dan permukaan tumbuhan (batang,
bunga, dan buah). Pembuktian, bahwa tumbuhan dapat efektif
membentuk udara bersih, dapat dicermati dari hasil studi penelitian yang
menunjukkan bahwa setiap 1 hektar RTH, yang ditanami pepohonan,
perdu, semak dan penutup tanah, dengan jumlah permukaan daun seluas
5 hektar, maka sekitar 900 Kg CO2 akan dihisap dari udara, dan
melepaskan sekitar 600 Kg O2 dalam waktu 12 jam.
Adanya RTH sebagai paru-paru kota, maka dengan sendirinya
akan terbentuk iklim yang sejuk dan nyaman. Kenyamanan ini ditentukan
oleh adanya saling keterkaitan antara faktor-faktor suhu udara,
kelembaban udara, cahaya, dan pergerakan angin. Hasil penelitian di
Jakarta, membuktikan bahwa suhu di sekitar kawasan RTH (di bawah
18
pohon teduh), dibanding dengan suhu di luarnya, bisa mencapai
perbedaan angka sampai 2-4 derajat celcius (Purnomohadi dalam
Tinambunan 2006).
RTH membantu sirkulasi udara. Pada siang hari dengan adanya
RTH, maka secara alami udara panas akan terdorong ke atas, dan
sebaliknya pada malam hari, udara dingin akan turun di bawah tajuk
pepohonan. Pohon, adalah pelindung yang paling tepat dari terik sinar
matahari, di samping sebagai penahan angin kencang, peredam
kebisingan dan bencana alam lain, termasuk erosi tanah. Bila terjadi
tiupan angin kencang di atas kota tanpa tanaman, maka polusi udara
akan menyebar lebih luas dan kadarnya pun akan semakin meningkat.
Namun demikian, cara penanaman tetumbuhan yang terlalu rapat
pun, menyebabkan daya perlindungannya menjadi kurang efektif. Angin
berputar di belakang kelompok tanaman, sehingga dapat meningkatkan
polusi di wilayah ini. Penanaman sekelompok tumbuhan dengan berbagai
karakteristik fisik, di mana perletakkan dan ketinggiannya pun bervariasi,
merupakan faktor perlindungan yang lebih efektif.
RTH Kota dengan ukuran ideal (0,4 Ha), mampu meredam 25-80%
kebisingan. Ukuran seluas 2.500 m2 ini kemudian diambil sebagai
patokan luas minimal sebuah Hutan Kota. Besaran daya peredaman yang
merupakan proses fisika dan kimiawi yang dinamis tersebut, tentu saja
sangat tergantung pula kepada besaran daya serap, daya jerap dan daya
akumulatif tetumbuhan yang diatur memiliki beberapa strata ketinggian
19
tersebut. Misal: Besaran daya peredaman, tergantung dari beberapa
faktor, sebagai berikut:
(1) Tipe tingkat intensitas kekuatan asal suara
(2) Tipe tinggi, kerapatan dan jarak RTH dari sumber suara
(3) Kecepatan dan arah angin
(4) Suhu dan kelembaban udara
Ciri-ciri jenis tanaman yang dapat efektif meredam suara
(kebisingan), ialah yang mempunyai karakteristik fisik umum di antara ciri-
ciri kombinasi bertajuk rapat dan tebal, berdaun ringan serta mempunyai
tangkai-tangkai daun.
RTH sebagai pemelihara akan kelangsungan persediaan air tanah.
Akar-akar tanaman yang bersifat penghisap, dapat menyerap dan
mempertahankan air dalam tanah di sekitarnya, serta berfungsi
sebagai filter biologis limbah cair maupun sampah organik. Salah satu
referensi menyebutkan, bahwa untuk setiap 100.000 penduduk yang
menghasilkan sekitar 4,5 juta liter limbah per hari, diperlukan RTH
seluas 522 hektar.
RTH sebagai penjamin terjadinya keseimbangan alami, secara
ekologis dapat menampung kebutuhan hidup manusia itu sendiri,
termasuk sebagai habitat alami flora, fauna dan mikroba yang
diperlukan dalam siklus hidup manusia.
RTH sebagai pembentuk faktor keindahan arsitektural. Tanaman
mempunyai daya tarik bagi mahluk hidup, melalui bunga, buah
20
maupun bentuk fisik tegakan pepohonannya secara menyeluruh.
Kelompok tetumbuhan yang ada di antara struktur bangunan-kota,
apabila diamati akan membentuk perspektif dan efek visual yang
indah dan teduh menyegarkan (khususnya di kota beriklim tropis).
RTH sebagai wadah dan obyek pendidikan, penelitian, dan pelatihan
dalam mempelajari alam. Keanekaragaman hayati flora dan fauna
dalam RTH kota, menyumbangkan apresiasi warga kota terhadap
lingkungan alam, melalui pendidikan lingkungan yang bisa dibaca dari
tanda-tanda (signage, keterangan) bertuliskan nama yang
ditempelkan pada masing-masing tanaman yang dapat dilihat sehari-
hari, serta informasi lain terkait. Dengan demikian, pengelolaan RTH
kota akan lebih dimengerti kepentingannya (apresiatif) sehingga tertib.
RTH sekaligus merupakan fasilitas rekreasi yang lokasinya merata di
seluruh bagian kota, dan amat penting bagi perkembangan kejiwaan
penduduknya.
RTH sebagai jalur pembatas yang memisahkan antara suatu lokasi
kegiatan, misal antara zona permukiman dengan lingkungan sekitar
atau di luarnya. RTH sebagai cadangan lahan (ruang).
Dalam Rencana Induk Tata Ruang Kota, pengembangan daerah
yang belum terbangun bisa dimanfaatkan untuk sementara sebagai RTH
(lahan cadangan) dengan tetap dilandasi kesadaran, bahwa lahan
cadangan ini suatu saat akan dikembangkan sesuai kebutuhan yang juga
terus berkembang.
21
Manfaat eksistensi RTH secara langsung membentuk keindahan
dan kenyamanan, maka bila ditinjau dari segi-segi sosial-politik dan
ekonomi, dapat berfungsi penting bagi perkembangan pariwisata yang
pada saatnya juga akan kembali berpengaruh terhadap kesehatan
perkembangan sosial, politik dan ekonomi suatu hubungan antara wilayah
perdesaan-perkotaan tertentu.
Selain itu manfaat lain dari RTH menurut Puryono dan Hastuti
(1998), hutan kota memiliki manfaat yang sangat besar terhadap
peningkatan kualitas lingkungan dan kehidupan masyarakat kota, antara
lain :
1. Manfaat estetika
Hutan kota yang ditumbuhi oleh berbagai tanaman memberikan nilai
estetika karena hijaunya hutan tersebut dengan aneka bentuk daun,
cabang, ranting dan tajuk serta bunga yang terpadu menjadi suatu
pemandangan yang menyejukkan.
2. Manfaat ekologis,
Tercapainya keserasian lingkungan antara tanaman, satwa maupun
manusia dan sebagai habitat satwa, seperti burung-burung serta
perlindungan plasma nutfah.
3. Manfaat klimatologis,
Terciptanya iklim mikro, seperti kelembaban udara, suhu udara, dan
curah hujan sehingga dapat menambah kesejukan dan kenyamanan
serta tercapainya iklim yang stabil dan sehat
22
4. Manfaat hidrologis
Hutan kota dengan perakaran tanaman dan serasah mampu menyerap
kelebihan air pada musim hujan sehingga dapat mencegah terjadinya
banjir dan menjaga kestabilan air tanah, khususnya pada musim
kemarau. Hujan yang mengandung H2SO4 atau HNO3 apabila jatuh di
permukaan daun akan mengalami reaksi. Pada saat permukaan daun
mulai dibasahi, maka asam seperti H2SO4 akan bereaksi dengan Ca
yang terdapat pada daun membentuk garam CaSO4 yang bersifat
netral. Dengan demikian air hujan yang mengandung pH asam melalui
proses intersepsi oleh permukaan daunakan dapat menaikkan pH,
sehingga air hujan yang jatuh menjadi tidak begituberbahaya lagi bagi
lingkungan.
5. Manfaat protektif
Pepohonan di hutan kota berfungsi sebagai pelindung dari pancaran
sinar matahari dan penahan angin. Serta pohon dapat meredam
kebisingan dengan cara mengabsorpsi gelombang suara oleh daun,
cabang dan ranting. Jenis tumbuhan paling efektif untuk meredam
suara ialah tumbuhan dengan tajuk lebat dan rindang, strata yang
cukup rapat dan tinggi. Kota yang terletak di tepi pantai, seperti kota
Jakarta pada beberapa tahunterakhir terancam oleh intrusi air laut.
Pemilihan jenis tanaman dalam pembangunan hutan kota pada
kawasan yang mempunyai masalah intrusi air laut harus dengan teliti
diperhatikan. Dikarenakan penanaman tanaman yang kurang tahan
23
terhadap kandungan garam yang tinggi akan mengakibatkan tanaman
tidak dapat tumbuh dengan baik, bahkan mungkin akan mengalami
kematian. Dan juga penanaman dengan tanaman yang mempunyai
daya evapotranspirasi tinggi terhadap air tanah dapat mengakibatkan
konsentrasi garam air tanah akan meningkat. Sehingga upaya untuk
mengatasi intrusi air laut melalui hutan kota dengan tanaman yang
daya evapotranspirasinya rendah untuk meningkatkan kandungan air
tanah.
6. Manfaat higienis
Udara perkotaan semakin tercemar oleh berbagai polutan yang
berdampak terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan mahluk hidup,
khususnya manusia. Dengan adanya hutan kota, berbagai polutan dan
partikel padat yang tersuspensi pada lapisan biosfer bumi akan dapat
dibersihkan oleh tajuk pohon melalui proses jerapan dan serapan.
Berbagai polutan dan partikel tersebut sebagian akan terserap masuk
ke dalam stomata dan sebagian lagi akan terjerap (menempel) pada
permukaan daun, khususnya daun yang permukaannya kasar. Dan
juga dapat terjerap pada kulit pohon, cabang dan ranting. Manfaat dari
adanya hutan kota ini adalah menjadikan udara yang lebih bersih dan
sehat . Daerah yang merupakan tempat penimbunan sampah
sementara atau permanen mengeluarkan bau yang tidak sedap. Hutan
kota dapat bermanfaat untuk mengurangi bau karena dapat menyerap
bau secara langsung, penahan angin yang bergerak dari sumber bau,
24
dan pelindung tanah dari hasil dekomposisi sampah serta penyerap zat
berbahaya yang mungkin terkandung dalam sampah seperti logam
berat, pestisida serta bahan beracun dan berbahaya lainnya.
7. Manfaat edukatif
Hutan kota dapat bermanfaat sebagai laboratorium alam karena dapat
mengenal berbagai jenis pepohonan dan satwa khususnya burung-
burung yang sering dijumpai di kawasan tersebut.
Menurut Tampubolon dalam Sibarani (2000), Hutan kota
mempunyai peranan aktif sebagai rosot karbon (carbon sink) yang paling
efektif sehingga dapat mengurangi peningkatan emisi karbon di atmosfir.
Hutan dapat menstabilkan kadar karbon di atmosfir selama beberapa
dekade sesuai dengan daurnya. Dan bila dikonversi menjadi produk
kehutanan seperti furniture, karbon tersebut (carbon stock) dapat terikat
dalam jangka waktu relatif lama.
Menurut dalam Tampubolon dalam Sibarani (2000), satu hektar
hutan dapat menjerap 6,24 ton karbon setiap tahun. Kapasitas rosot
karbon suatu hutan sangat dipengaruhi oleh daur (umur), tipe, fungsi
hutan, jenis dan tingkat pertumbuhan tanaman serta kualitas tapak. Hutan
muda mempunyai tingkat penjerapan karbon yang lebih tinggi dibanding
dengan hutan tua yang hanya mampu mengikat carbon stock saja. Jenis
pohon yang cepat tumbuh (growing species) yang ditanam pada tapak
yang berkualitas akan menghasilkan riap tinggi sehingga dapat mengikat
karbon dalam jumlah tinggi dalam biomassanya.
25
Pada bulan Desember 1997, diselenggarakan sesi ketiga dari
Conference of the Parties to Climate Convention United Nations
Framework Convention in Climate Change di Kyoto, Jepang menghasilkan
suatu kesepakatan yang dikenal dengan Protokol Kyoto. Isi kesepakatan
tersebut antara lain negara-negara industri harus mengurangi rata-rata
emisi gas rumah kaca (greenhouse gases) 1 lebih dari 5,2 % selama
2008-2012 dan mengambil tindakan nyata dalam pengurangan 60 % emisi
karbon sehingga dapat mencegah terjadinya pemanasan bumi (Huxham
and Sumner, dalam Sibarani 2000).
Tabel 1. Target Pengurangan Gas Rumah kaca selama 1999-2010 yang disepakati di Kyoto (Jarvis, 2000). Target Negara Bertambah 10 % Iceland 8 % Australia 1 % Norwegia Tetap Selandia Baru, Rusia, Ukrania Berkurang - 5 % Kroasia - 6 % Jepang, Kanada, Hungaria, Polandia - 7 % Amerika Serikat
- 8 %
Uni Eropa : Bulgaria, Republik Czech, Estonia, Latvia, Liechtenstein, Lithuania, Monaco, Rumania, Slovakia, Slovenia, Switzerland.
Oleh karena itu, adanya suatu mekanisme perdagangan emisi
(emissions trading) yang memperbolehkan negara-negara industri untuk
menjual emisinya jika targetnya mengurangi emisi karbon tidak tercapai.
Menurut Kuusipalo dalam Sibarani (2000), perdagangan karbon tersebut
sebesar US $ 10-30 setiap ton penjerapan karbon. Mekanisme ini disebut
26
Clean Development Mechanism (CDM), yaitu mekanisme pengurangan
emisi-emisi tersebut yang dibiayai oleh negara-negara industri.
Gambar 1. Proses pengontrolan keseimbangan karbon pada ekosistem daratan (Barnes et al dalam Sibarani 2000).
27
D. Klasifikasi Ruang Terbuka Hijau Perkotaan
Klasifikasikan ruang terbuka hijau berdasarkan pada kepentingan
pengelolaannya adalah sebagai berikut :
1. Kawasan Hijau Pertamanan Kota, berupa sebidang tanah yang
sekelilingnya ditata secara teratur dan artistik, ditanami pohon
pelindung, semak/perdu, tanaman penutup tanah serta memiliki fungsi
relaksasi.
2. Kawassan Hijau Hutan Kota, yaitu ruang terbuka hijau dengan fungsi
utama sebagai hutan raya.
3. Kawasan Hijau Rekreasi Kota, sebagai sarana rekreasi dalam kota
yang memanfaatkan ruang terbuka hijau.
4. Kawasan Hijau kegiatan Olahraga, tergolong ruang terbuka hijau area
lapangan, yaitu lapangan, lahan datar atau pelataran yang cukup luas.
Bentuk dari ruang terbuka ini yaitu lapangan olahraga, stadion,
lintasan lari atau lapangan golf.
5. Kawasan Hijau Pemakaman.
6. Kawasan Hijau Pertanian, tergolong ruang terbuka hijau areal
produktif, yaitu lahan sawah dan tegalan yang masih ada di kota yang
menghasilkan padi, sayuran, palawija, tanaman hias dan buah-
buahan.
7. Kawasan Jalur Hijau, yang terdiri dari jalur hijau sepanjang jalan,
taman di persimpangan jalan, taman pulau jalan dan sejenisnya.
28
8. Kawasan Hijau Pekarangan, yaitu halaman rumah di kawasan
perumahan, perkantoran, perdagangan dan kawasan industri.
Bentuk RTH yang memiliki fungsi paling penting bagi perkotaan
saat ini adalah kawasan hijau taman kota dan kawasan hijau lapangan
olah raga. Taman kota dibutuhkan karena memiliki hampir semua fungsi
RTH, sedangkan lapangan olah raga hijau memiliki fungsi sebagai sarana
untuk menciptakan kesehatan masyarakat selain itu bisa difungsikan
sebagian dari fungsi RTH lainnya (Bumbata, 2009).
E. Konsep Ruang Terbuka Hijau Perkotaan
Secara umum ruang terbuka publik (open spaces) di perkotaan
terdiri dari ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau. Ruang
Terbuka Hijau (RTH) perkotaan adalah bagian dari ruang-ruang terbuka
(open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan,
tanaman dan vegetasi (endemik maupun introduksi) guna mendukung
manfaat ekologis, sosial-budaya dan arsitektural yang dapat memberikan
manfaat ekonomi (kesejahteraan) bagi masyarakatnya.
29
Gambar 2 : Ruang Terbuka Publik
Sementara itu ruang terbuka non-hijau dapat berupa ruang terbuka
yang diperkeras (paved) maupun ruang terbuka biru (RTB) yang berupa
permukaan sungai, danau, maupun areal-areal yang diperuntukkan
khusus sebagai area genangan.
Secara fisik RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami yang berupa
habitat liar alami, kawasan lindung dan taman-taman nasional, maupun
RTH non-alami atau binaan yang seperti taman, lapangan olah raga, dan
kebun bunga.
Multi fungsi penting RTH ini sangat lebar spektrumnya, yaitu dari
aspek fungsi ekologis, sosial/budaya, arsitektural, dan ekonomi. Secara
ekologis RTH dapat meningkatkan kualitas air tanah, mencegah banjir,
mengurangi polusi udara, dan enurunkan suhu kota tropis yang panas
terik. Bentuk-bentuk RTH perkotaan yang berfungsi ekologis antara lain
30
seperti sabuk hijau kota, taman hutan kota, taman botani, jalur sempadan
sungai dan lain-lain. Secara sosial-budaya keberadaan RTH dapat
memberikan fungsi sebagai ruang interaksi sosial, sarana rekreasi, dan
sebagai tetenger (landmark) kota yang berbudaya. Bentuk RTH yang
berfungsi sosial-budaya antara lain taman-taman kota, lapangan olah
raga, kebun raya, TPU, dan sebagainya.
Gambar 3 : Tipologi Ruang Terbuka Hijau
Secara arsitektural RTH dapat meningkatkan nilai keindahan dan
kenyamanan kota melalui keberadaan taman-taman kota, kebun-kebun
bunga, dan jalur-jalur hijau di jalan-jalan kota. Sementara itu RTH juga
dapat memiliki fungsi ekonomi, baik secara langsung seperti pengusahaan
lahan-lahan kosong menjadi lahan pertanian/ perkebunan (urban
agriculture) dan pengembangan sarana wisata hijau perkotaan yang dapat
mendatangkan wisatawan.
31
Gambar 4 : Tanaman Endemik Sebagai Tetenger
konfigurasi ekologis dan konfigurasi planologis. RTH dengan
konfigurasi ekologis merupakan RTH yang berbasis bentang alam seperti,
kawasan lindung, perbukitan, sempadan sungai, sempadan danau, pesisir
dan sebagainya.
RTH dengan konfigurasi planologis dapat berupa ruang-ruang yang
dibentuk mengikuti pola struktur kota seperti RTH perumahan, RTH kelurahan,
RTH kecamatan, RTH kota maupun taman-taman regional/ nasional.
Sedangkan dari segi kepemilikan RTH dapat berupa RTH publik yang
dimiliki oleh umum dan terbuka bagi masyarakat luas, atau RTH privat
(pribadi) yang berupa taman-taman yang berada pada lahan-lahan
pribadi.
32
Gambar 5 : Struktur Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan
F. Pengembangan Jalur Hijau Sebagai Ruang Terbuka Hijau
Oleh karena sedemikian pentingnya keberadaan jalur hijau bagi
kehidupan manusia dan kehidupan kekotaan, maka upaya terstruktur dan
sistematik pengembangan jalur hijau pun hendaknya dilaksanakan.
Bagian mana yang harus dikembangkan menjadi jalur hijau mestinya
sudah dapat diketahui sejak dini. Seperti dikemukakan pada bagian
terdahulu bahwa jalur hijau ini bersifat multifungsi, walaupun di beberapa
bagian mungkin hanya mempunyai fungsi tunggal. (Yunus, 2008)
Dengan mengetahui kebutuhan akan jalur hijau dan fungsi jalur
hijau yang diharapkan, maka pengembangan jalur hijau dan diketahui
mengenai karakteristik terkait dengan (1) lokasi, (2) bentuk, (3) luasan, (4)
komposisi tumbuhan, dan (5) sebaran spasialnya. Banyak variable yang terkait
dan menentukan kebijakan pengembangan jalur hijau dimaksud. Keenam cirri
khas tersebut akan dikemukakan secara ringkas sebagai berikut.
33
Karakteristik lokasi : keberadaan jalur hijau dengan fungsi yang
berbeda akan mempunyai lokasi yang berbeda pula. Sebagai contoh
adalah jalur hijau yang diharapkan sebagai jalur pengaman terhadap
pesawat udara di waktu landing maupun take-off, maka lokasinya bukan di
samping kanan atau kiri landasan pesawat terbang (runway) namun
berada di jalur ujung lanjutan runway.
Didasarkan pada adanya resiko keamanan paling krusial adalah
pada saat pesawat akan mendarat atau terbang. Keberadaannya akan
berbeda dengan karakteristik fungsi jalur hijau untuk tujuan filter CO2 yang
seharusnya berada di sepanjang jalan atau temapt-tempat tertentu yang
diperkirakan mempunyai konsentrasi CO2 yang paling banyak. Contoh lain
adalah apabila jalur hijau dimaksud untuk tujuan konservasi air tanah bagi
kota tertentu, maka keberadaanya harus berada pada bagian hulu aliran air
tanah sebelum keberadaan kota yang bersangkutan bukan pada bagian hilir
setelah kota yang bersangkutan berada. Keberadaan jalur hijau untuk tujuan
tersebut bagi kota Yogyakarta misalnya, maka jalur hijau yang dimaksudkan
harus berada di bagian utara kota Yogyakarta, karena aliran air tanah
dominan bagi wilayah ini adalah dari arah utara ke selatan, sedangkan
keberadaan jalur hijau di bagian selatan kota Yogyakarta akan mempunyai
fungsi yang berbeda.
Karakteristik Bentuk: Walaupun bentuk jalur hijau yang diharapkan
berfungsi tertentu seharusnya mempunyai persyaratan tertentu, namun
dalam beberapa hal juga ditentukan oleh keberadaan lahan di mana
34
jalur hijau dimaksud akan dikembangan. Untuk bagian WPU yang
masih banyak terdapat lahan belum berkembang akan jauh lebih
mudah menentukan bentuk jalur hijau yang dimaksudkan dibandingkan
dengan bagian dalam kota yang telah padat akan bangunan dan lahan
belum terbangun sulit ditemukan. Sebagai contoh untuk jalur hijau yang
berfungsi sebagai penyaring C02 akan sangat ideal dan efektif apabila
berbentuk memanjang sejalur dengan jalur jalan di mana terdapat kon-
sentrasi C02 yang tinggi.
Karakteristik Luasan: Secara ideal memang ada persyaratan
tertentu yang harus dipenuhi oleh sebuah jalur hijau. Sebagaimana
dicontohkan di atas mengenai jalur hijau yang diharapkan berfungsi sebagai
pengaman jalur penerbangan, maka secara ideal adalah selebar landasan
pacu dengan memiliki panjang tertentu sampai pada batas yang dianggap
aman. Demikian pula halnya dengan fungsi untuk tujuan filter bagi C02.
Luasan tertentu adalah sangat menentukan terhadap efektivitas
keberadaannya, karena hal ini berkaitan erat dengan banyak sedikitnya
emisi gas berbahaya dengan jumlah tumbuhan yang ada di jalur hijau yang
dimaksudkan. Hal ini telah dikemukakan pada bagian depan.
Karakteristik Komposisi Tumbuhan : Komposisi tumbuhan
menyangkut di dalamnya adalah macam tanaman yang dibudidayakan dan
kerapatannya. Di samping itu, pertimbangan estetika juga sebaiknya tidak
dilupakan. Penanaman bunga bunga di taman kota, misalnya akan sangat
menarik dan memberikan kenyamanan bagi pengunjung untuk menikmati.
35
Demikian pula halnya dengan pemilihan jenis tanaman tertentu dengan
kanopi yang memberikan nuansa keindahan ditinjau dari segi gradasi,
warna daun memerlukan ahli yang memahami hal tersebut agar sifat multi
fungsi keberadaan jalur hijau benar-benar efektif. Mengingat pentingnya
jalur hijau di wilayah perkotaan, maka memang perlu adanya institusi
tertentu yang menangani masalah jalur hijau tersebut. Apabila keberadaan-
nya sudah dirancangkan jauh sebelumnya, mulai dari WPU, maka
diharapkan pada masa yang akan datang kondisi kota yang diidamkan
setiap warga bukan merupakan impian kosong belaka (Keraf, 2007).
Karakteristik Sebaran Spasial: Sebaran spasial jalur hijau sangat
dipengaruhi oleh peruntukan ruang yang sudah dirumuskan dalam tata
ruang. Peruntukan ruang apa membutuhkan jalur hijau seperti apa dan
bagaimana sebarannya mestinya sudah dipikirkan secara holistis semenjak
awal. Oleh karena karakteristik sebaran spasial ditentukan semenjak
daerah tersebut masih menjadi WPU, maka diharapkan determinasi
sebaran spasialnya dapat dilakukan dengan lebih mudah. Pembuat dan
penentu kebijakan pengembangan kota dan wilayah sebaiknya mempunyai
pandangan ke depan yang jauh sehingga kebijakan antisipatif terhadap
kemungkinan timbulnya dampak negatif terhadap berbagai aspek
kehidupan dapat dirumuskan secara arif. Dalam studi kota dan wilayah
memang berlaku sebuah moto bahwa the past and present is the key to
the future yang sangat berbeda dari moto para ahli geologi dan
geomorfologi di mana motonya adalah the present is the key to the past.
36
G. Penataan Lansekap Ruang Terbuka Hijau Perkotaan
Peraturan lansekap kota dalam (Zubir, 2009) adalah merupakan
salah satu bagian dari peraturan zonasi kota dan mempunyai tujuan
sebagai berikut :
1. Mencegah terjadinya erosi lereng daerah sepanjang sungai/ pebukitan
melalui penanaman kembali vegetasi.
2. Melindungi manusia dari dampak negatif energi surya dengan
menyediakan bayang-bayang pohon di atas jalan, jalur pejalan kaki,
area parkir dan area perkerasan lainnya.
3. Memelihara ( konservasi ) air tanah dangkal untuk tujuan penyiraman/
irigasi tanaman dan pepohonan
4. Mengurangi resiko kebakaran melalui perencanaan dan tata letak
tumbuhan yang mudah terbakar.
5. Memperbaiki kinerja lingkungan terbangun dengan peningkatan
kualitas dan kuantitas lansekap.
Materi yang diatur dalam Ruang Terbuka Hijau dan Peraturan
Lansekap Kota antara lain :
1. Persyaratan Umum Dan Penanaman
a. Jumlah pohon dan jenis tanaman.
Mengatur tentang jumlah titik penanaman pepohonan dan
jenis-jenis tanamannya pada satuan luas tertentu sesuai dengan
penggunaan lahannya ( daerah industri,perumahan, komersial dan
lain sebagainya ), mengacu kepada standar manual yang ada.
37
b. Persyaratan material pepohonan.
Mengatur antara lain tentang larangan penanaman dengan
species tanaman yang bersifat invasive ( menyerang ), keharusan
penyediaan daerah akar untuk setiap pohon antara 1,50 m2 sampai
dengan 3,60 m2, keharusan merawat pohon-pohon sedemikian
rupa sehingga semua cabangnya berada di atas jalur pejalan kaki
minimum 1,80 meter di atas permukaan jalur tersebut dan cabang-
cabang di atas jalur kendaraan berada 4,20 meter di atas
permukaan jalur tersebut, keharusan menanam tanaman asli yang
benar-benar tanaman lokal, dan lain sebagainya.
c. Persyaratan irigasi
Mengatur antara lain tentang jaminan semua material
tanaman memiliki sistim irigasi otomatis dan permanen di bawah
permukaan tanah dan dirancang agar kebutuhan air mencukupi
bagi semua tanaman, cipratan air tidak boleh melintasi garis batas
properti atau area yang diperkeras untuk pejalan kaki dan sirkulasi
kendaraan, dan lain sebagainya.
d. Persayaratan luas penanaman
Mengatur tentang luas minimum lahan terbuka yang harus
ditanami.
2. Persyaratan Penanaman Area dan Jumlah Penanaman Pada Pekarangan Sisi Jalan dan Pekarangan Sisa.
Mengatur tentang luas penanaman minimum pekarangan sisi jalan
(antara garis sempadan jalan dan garis sempadan bangunan) maupun
38
pekarangan sisa (belakang dan sampin ) sesuai dengan jenis penggunaan
lahannya. Misalnya pada hunian unit tunggal maupun rumah susun,
minimal 50 % dari luas pekarangan sisi jalan harus ditanami dengan
jumlah titik pohon wajib 0,05 titik/m2, untuk daerah komersial 30 %,
industri 20 %. Untuk pekarangan sisa 3,60 m2 per pohon (Hakim, 2006).
Pengembangan ruang hijau disepanjang pinggiran jaringan jalan utama
maupun jalan kolektor dan jalan lingkungan adalah berfungsi sebagai :
Peneduh pedestrian dan jalan
Unsur keindahan
Kenyamanan lingkungan
Penerapan jalur hijau pinggir jalan ini dengan ditanam langsung
maupun dengan menggunakan pot-pot ukuran besar.
Lebih lanjut peranan dan manfaat dari pola tata hijau tersebut
adalah sebagai berikut ;
Fungsi Orology. yaitu sebagai pencegah erosi lapisan atas tanah yang
subur (top soil).
Fungsi Hidrologi, permukaan lahan yang bebas dari perkerasan
(pengaspalan) akan menyerap air sehingga dapat menjaga sirkulasi air
tanah (sirkulasi hidrologi).
Fungsi Estetika, yaitu dapat membentuk perspektif dan efek visualisasi
yang indah bagi lingkungan yang padat.
Fungsi klimatologi yaitu dapat menciptakan iklim mikro yang sejuk dan
nyaman oleh adanya faktor alam dan vegetasi alam.
39
Fungsi ekologi, yaitu menciptakan keserasian hubungan antara
manusia dengan alam sekitarnya.
Fungsi kesehatan yaitu oleh adanya proses asimilasi tanaman yang
menghasilkan 02 dan menyerap C02 yang selanjutnya dapat
mengurangi pencemaran udara serta mengurangi kebisingan yang
ditimbulkan oleh kegiatan manusia.
Fungsi sosial yaitu menciptakan suasana lingkungan yang sehat dan
nyaman sehingga dapat membantu mengurangi ketegangan sosial.
Beberapa dasar pokok yang harus dipertimbangkan dalam
penempatan pohon peneduh jalan adalah antara lain:
Memperhatikan keras jalan, lebar jalan serta kecepatan kendaraan
yang lewat, hal ini dimaksudkan sebagai penempatan dan penilaian
pohon tidak mengganggu lalu lintas.
Mempertimbangkan adanya sarana umum dan lalu lintas (kabel, listrik,
saluran air bersih, lampu penerangan jalan).
Sifat pertumbuhan tanaman, bentuk, ketinggian dan ukuran tanaman
serta jenis tanah (sesuai atau tidak) merupakan faktor-faktor yang
menentukan jarak tanaman.
Untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam penataan pola hijau
ini maka ada beberapa hal pokok yang perlu diperhatikan:
Penataan Pola hijau ditekankan perlu pembentukan yang dapat
memberikan kesan ruang.
40
Memperbanyak variasi warna dan bentuk untuk menghilangkan kesan
monoton dengan mempergunakan Jenis tanaman sesuai kondisi
setempat.
Memberikan pengarahan pola hijau menerus pada lingkungan jalan
dengan tujuan untuk memperoleh kenyamanan dan kenikmatan dalam
berkendaraan.
3. Persyaratan Pohon Jalan Dan Badan Jalan Publik.
Persyaratan pohon jalan meliputi jumlah pohon dan lokasinya.
Jumlah pohon yang diwajibkan ditetapkan 24 inch untuk setiap 9 meter
frontage. Jarak spasi pohon yang ditanam dapat bervariasi untuk
mengakomodasi kondisi atau pertimbangan desain (misalkan satu pohon
palem berbatang coklat dengan tinggi 3 m untuk setiap 6 meter frontage
jalan). Apabila kondisi tapak (parkway) tidak memungkinkan penanaman
pohon maka pohon-pohon dapat ditempatkan pada property privat dalam
jarak 3 meter dari garis sempadan jalan di sepanjang frontage tersebut.
Lokasi penanaman pohon adalah antara pinggiran trotoar sampai
batas pagar property, ditempatkan sekurang-kurangnya pada jarak 2,10
meter dari muka pinggir trotoar di atas jalan utama / arteri atau jalan cepat
yang mempunyai kecepatan kendaraan 90 km / jam. Untuk klasifikasi jalan
lainnya tidak lebih lebih dekat dari 1,20 meter dari pinggiran trotoar.
Pohon-pohon jalan harus dijauhkan dari perlengkapan kota
pada`jarak minimum 6 meter terhadap rambu lalulintas, 1,5 meter dari
jaringan utilitas bawah tanah, 3 meter dari hidran, tiang-tiang listrik,
41
telepon dan lain sebagainya. Pada setiap persimpangan harus ada daerah
bebas pohon dalam radius 7,5 meter dan hanya boleh ditanami tumbuhan
semak yang tingginya tidak boleh lebih dari 60 cm, sehingga tidak
menutupi lampu lalulintas (Tjokrowinoton, 2007).
4. Membangun Taman Kota
Ideology pembangunan sektor lingkungan diekspresikan dalam
pembangunan berkelanjutan (sustainable development), yakni
pembangunan yang di tujukan untuk memenuhi kebutuhan generasi
sekarang tanpa harus mengorbankan kebutuhan dan kepentingan
generasi yang akan dating. Konsep ini menempatkan pembangunan
dalam perspektif jangka panjang (a longer term perspective) dan menuntut
adanya solidaritas antar generasi (Dyayadi, 2008).
Itulah sebabnya Rasulullah sangat menganjurkan umat islam selalu
menanam pohon,walau kelak pohon yang di tanamnya tersebut kayu dan
buahnya tidak sempat di nikmatinya, namun ia tetap mendapat pahala.
Rasusullah bersabda.
Seorang muslim yang menanam pohon atau tanaman, lalu sebagian hasilnya di makan burung,manusia,atau binatang,maka orang yang menanam itu mendapat pahala.(HR Al-Bukhari)
Kita haruslah memiliki kesadaran bahwa sumber daya alam
merupakan bagian dari ekosistem. Dengan memelihara ekosistem maka
berkelanjutan sumber daya alam akan tetap terjaga. Menghargai
lingkungan menjadi syarat utama dalam mewujudkan pembangunan
42
berkelanjutan merupakan upaya pembangunan yang melarutkan unsur
lingkungan dalam pertimbangannya.
Ada lima pelaku yang berperang dalam setiap pelaksanaan
pembangunan,yang biasa di sebut 5P, yaitu 1) publik sektor atau
pemerintah ; 2) Privat sektor atau pengusaha ; 3) professional atau pakar ;
4) people atau rakyat ; 5) press atau media massa.
Demikian juga setiap pelaksanaan pembangunan kota yang
berwawasan lingkungan. Dari ke lima pelaku tersebut,dari pengalaman
yang paling berperang adalah pemerintah dan pengusaha. Sedangkan
peran pakar,rakyat dan media massa tidak begitu Nampak. Kurangnya
keterlibatan warga dalam proses pembangunan kotanya bisa
mengakibatkan kurangnya rasa kebanggaan sebagai warga kota (civid
pride). Pada prinsifnya pembangunan kota yang berkelanjutan mengacu
pada kaidah 7E, yaitu;
1. Employment, atau pembangunan kota harus mempertimbangkan
ketersediaan lapangan kerja bagi segenap lapisan masyarakat kota.
2. Environment, atau pembangunan kota harus mempertibangkan
keseimbangan ekologis di dalampenyediaan lapangan bagi warganya.
3. Engagement, atau pembangunan kota harus mempertimbangkan
keterlibatan/partisipasi aktif masyarakat agar tercipta rasa memiliki
(sense of belongin).
43
4. Equty, atau di dalam pembangunan kota harus mempertimbangkan
prinsip demokratisasi atau kesetaraan akses terhadap segenap sumber
daya,sarana dan prasarana perkotaan.
5. Energy conservation, atau pembangunan kota harus mengupayakan
agar sumber-sumber energy di gunakan sehemat mungkin,sehingga
tidak terjadi kesia-siaan energy serta mencegah konsumsi energy yang
berkelebihan.
6. Ethic, atau etika membangun kota yang mesti di tegakkan lengkap
dengan mekanisme sanksi dan penghargaan.
7. Estetica, atau pembangunan kota harus mempertimbangkan estetika
kota atau keindahan kota.
Khusus berkaitan dengan implementasi kaidah environment,di
perlukan suatu strategi pelestarian keseimbangan ekologis dalam arti
memadukan antara pembangunan dengan konsevasi alam untuk
menjamin terlindungnya sumber daya alam yang tidak terbarukan dan
juga pemanfaatan yang optimal dari sumber daya yang terbarukan guna
meminimalkan danpak negatif yang merusak atau merugikan.
Dalam penjabaran strtegi ini salah satunya antara lain dengan
penyadiaan ruang terbuka hijau (taman kota) atau ruang publik (publik
space). Tanah/ruang terbuka (taman kota) antara lain berfungsi sebagai
peresap air. Sehingga mengurangi air limpasan (run off) yang pada
gilirannya mengurangi risiko banjir. Dan, salah satu penyebab banjir di
Jakarta pada bulan pebruari 2007 yang lalu adalah kurangnya ruang
44
terbuka atau (open space) di Jakarta hanya seluas 3%ruang yang
seharusnya adalah 19% dari seluruh luas wilayah Jakarta.
Dengan di bangunnya taman kota sebagai suatu lansekap maka
tanaman kotajuga berfungsi membentuk estetika kota. Aemua warga kota
merasa bangga akan keindahan dan fungsinya yang memberikan
kesejukan bagi yang lewat di sekitarnya. Selain itu tanah yang terhumpus
karena ada seresa daun yang berfungsi sebagai pengikat (adsorben)
polutan gas (CO,SO2 ,NO2) dan mengubahnya menjadi unsure hara
(karbonat,sulfat dan nitrat). Allah S.W.T menegaskan bahwa taman atau
kebun akan menimbulkan keindahan dan perlu di lestarikan,hal ini sebagai
mana firman-Nya yang artinya;
Atau siapakah yang menciptakan langit dan bumi dan yang menurunkan air untukmu dari langit,lalu kami tumbuhkan dengan air kebun-kebun yang berpemandangan indah,yang kamu sekali-kali tidak mampu menumbuhkan pohon-pohonnya? Apakah di samping Allah ada Tuhan [yang lain]? Bahkan [sebenarnya]mereka adalah orang-orang yang menyimpang [dari kebenaran].(An-Naml;60)
Taman yang rindang,asri, dan indah di dalam kota memiliki banyak
fungsi ekologis dan sosial. Vagetasi (tanaman di dalam taman kota)
berfungsi antara lain untuk;
1. Meredam kebisingan sehingga bisa memberikan kenyamanan bagi
penghuni.
2. Menghasilkan gas oksigen [CO2]
3. Menghisap gas karbondioksida [CO2]sebagai hasil proses fotosintesis .
45
Selain itu taman kota juga dapat memberikan nafas kesejukan
menumbuhkan perasaan ayem. Tidaklah mengherankan jika taman kota
secara sosiopsikologis mampu meredam kebisingan warga kota yang
pada gikirannya bisa mengurangi tindak kriminalitas.
Salah satu upaya penting dalam mewujudkan pembangunan yang
berkelanjutan, adalah dengan menciptakan greening the city yang salah
satu refleksinya adalah adanya taman. Greening the city merupakan
paduan antara suasana kota yang urban dan alami. Kombinasi dua
komponen ini akan menciptakan kota yang sehat,beradab,dan nyaman
sebagai tempat hidup.
Dengan terciptanya greening the city, maka akan memungkinkan
adanya interaksi antara masyarakat dan lingkungan alam. Dengan kondisi
ini,warga kota dan anak didik bisa belajar langsung tentang fungsi
ekologis dalam kehidupan, tidak hanya dari buku teks.
Kebijakan tentang pembangunan berkelanjutan,hanya akan bisa di
capai jika kita memiliki lingkungan yang sehat yang tercermin akan adanya
greening the city. Dan,taman kota ini di cadangkan minimal 30% dari total
luas kota.
Taman sebagai perwujudan dari greening the city akan mampu
menumbuhkan keterikatan sosial yang tinggi. Taman akan memberi uang
warga kota untuk berjalan-jalan, bercanda, bergurau,dan bertukar pikiran.
Taman kota juga akan menjadi salah satu indicator dari kota yang sehat
(health city).
46
Dari uraian tersebut dapat di simpulkan bahwa keberadaan sebuah
taman kota menjadi sebagian yang tidak terpisahkan dari program-
program pembangunan kota yang berwawasan lingkungan. Semoga
tulisan ini juga menjadi tambahan renungan para pembaca dan para
bupati/wali kota yang sangat antusias memperhatikan kota yang hijau
(Green city).
Dan tanah yang baik,tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizing Allah: Dan tanah yang tidak subur, tanam-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah kami mengulagi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur.(Al ARaf;58)
5. RTH Sempadan Pantai
Penataan ruang terbuka hijau di sempadan pantai memiliki fungsi
utama sebagai pembatas pertumbuhan permukiman atau aktivitas lainnya
agar tidak menggangu kelestarian pantai. sehingga sempadan pantai dapat
terhindar dari kerusakan atau bencana yang ditimbulkan oleh gelombang laut
seperti intrusi air laut, erosi, abrasi, tiupan angin kencang dan gelombang
tsunami. Kebutuhan standar untuk RTH sempadan pantai ini adalah lebar
RTH minimal 100 m dari batas air pasang tertinggi ke arah darat dan luas area
yang ditanami tanaman sekitar 90% - 100% (Menteri PU, 2008)
Pada lokasi penelitian dimana sebagian besar sempadan pantai yang
ada sudah di manfaatkan oleh penduduk sebagai lahan berupa
tambak/empang diperlukan penanganan yang mengikuti aturan yang telah ada
dan sesuai dengan kondisi lokasi yaitu : pada lokasi sempadan pantai telah
mengalami intrusi air laut atau merupakan daerah payau dan asin, sehingga
47
pemilihan vegetasi diutamakan dari daerah setempat yang telah mengalami
penyesuaian dengan kondisi tersebut. Seperti Mangrove yang fungsinya
sebagai peredam ombak dan dapat membantu proses pengendapan lumpur,
selain itu juga terdapat jenis lain seperti Asam Landi ( Pichelebium dulce) dan
Mahoni (S witenia mahagoni ) relatif lebih tahan jika dibandingkan Kesumba,
Tanjung, Kiputri, Angsana, Trengguli, dan Kuku.
Gambar 6 : Contoh Penanaman Vegetasi pada RTH Sempadan Pantai
6. RTH Sempadan Sungai
Arahan untuk penanaman ruang terbuka hijau yang akan dilakukan
pada daerah sempadan sungai, ini dilakukan untuk menjaga kelestarian
sungai itu sendiria, Penetapan garis sempadan sungai di dalam kawasan
perkotaan didasarkan pada kriteria :
a. Sungai bertanggul :
- Garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan
ditetapkan sekurang-kurangnya 3 m di sebelah luar sepanjang
kaki tanggul;
48
- Dengan pertimbangan untuk peningkatan fungsinya, tanggul dapat
diperkuat, diperlebar dan ditinggikan yang dapat berakibat
bergesernya garis sempadan sungai;
b. Sungai tidak bertanggul :
- Garis sempadan sungai tidak bertanggul di dalam kawasan
perkotaan ditetapkan sebagai berikut:
- Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 m, garis
sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 10 m dihitung dari tepi
sungai pada waktu ditetapkan;
- Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 3 m sampai
dengan 20 m, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 15
m dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan;
- Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 20 m, garis
sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 30 m dihitung dari tepi
sungai pada waktu ditetapkan.
H. Potensi Wisata Pada Ruang Terbuka Hijau
Ruang Terbuka Hijau seringkali terlupakan keberadaannya. Hadir di
tengah impitan pembangunan fisik kota yang kian pesat. Salah satu ruang
terbuka hijau itu tampak hanya sekadar pajangan, pelengkap dalam
sebuah kebutuhan penataan ruang. Warga kota pun banyak yang
memandang sebelah mata. Padahal, ada beragam potensi wisata yang
bisa digali (Mardana, 2002)
49
Seiring meningkatnya taraf hidup, kemampuan dan kebutuhan
manusia, maka sejak tahun 1950-an sampai dengan 1970-an ruang
terbuka hijau banyak dialih-fungsikan menjadi pemukiman, bandar udara,
industri, jalan raya, bangunan perbelanjaan dan lain-lain. Dengan semakin
meningkatnya kemampuan dan kesejahteraan masyarakat, pembangunan
fisik kota terus melaju dengan pesat. Namun peningkatan itu membawa
dampak negatif, salah satunya penyusutan luas lahan bervegetasi.
Susutnya lahan bervegetasi mendorong penghuni kota berbondong-
bondong pergi ke luar kota, mencari daerah hijau yang masih tersisa. Di
tengah persaingan hidup yang kian meninggi, kebutuhan rekreasi menjadi
mutlak adanya.
Akhirnya sebuah pemandangan yang jamak bisa kita saksikan.
Tiap akhir pekan atau masa libur, warga kota papan atas ramai-ramai
mengungsi ke daerah hijau nan sejuk. Umumnya, ruang hijau itu berada
di luar kota. Kalau buat orang Jakarta kawasan paling dekat adalah
kawasan Puncak dan sekitarnya.
Bagi warga yang tak berduit keluar kota adalah sebuah impian. Itu
sebabnya ruang terbuka pengundang keramaian di dalam kota, seperti
kebun binatang, taman rekreasi, kawasan pinggir pantai dan lainnya jadi
sasaran utama. Pokoknya, dengan bujet yang pas-pasan, mereka
berharap kebutuhan relaksasi tetap bisa terpenuhi. Murah meriah namun
tetap dapat unsur pelesirannya.
50
I. Serapan Vegetasi Terhadap Karbon Dioksida
Salah satu komponen yang penting dalam konsep tata ruang
adalah menetapkan dan mengaktifkan jalur hijau dan hutan kota, baik
yang akan direncanakan maupun yang sudah ada namun kurang
berfungsi. Selain itu jenis pohon yang ditanam perlu menjadi
pertimbangan, karena setiap jenis tanaman mempunyai kemampuan
menjerap yang berbeda-beda (Gusmailina,dalam Tinambunan 2006).
Vegetasi juga mempunyai peranan yang besar dalam ekosistem,
apalagi jika kita mengamati pembangunan yang meningkat di perkotaan
yang sering kali tidak menghiraukan kehadiran lahan untuk vegetasi.
Vegetasi ini sangat berguna dalam produksi oksigen yang diperlukan
manusia untuk proses respirasi (pernafasan), serta untuk mengurangi
keberadaan gas karbon dioksida yang semakin banyak di udara akibat
kendaraan bermotor dan industri. Penyerapan karbon dioksida oleh hutan
kota dengan jumlah 10.000 pohon berumur 16-20 tahun mampu
mengurangi karbon dioksida sebanyak 800 ton per tahun penanaman
pohon menghasilkan absorbs karbon dioksida dari udara dan
penyimpanan karbon, sampai karbon dilepaskan kembali akibat vegetasi
tersebut busuk atau dibakar. Hal ini disebabkan karena pada hutan yang
dikelola dan ditanam akan menyebabkan terjadinya penyerapan karbon
dari atmosfir, kemudian sebagian kecil biomassanya dipanen dan atau masuk
dalam kondisi masak tebang atau mengalami pembusukan (Irwan, 2007).
51
Untuk mengetahui seberapa besar emisi karbon dioksida yang
dihasilkan dari aktivitas kota, maka dilakukan pendekatan penghitungan
emisi karbon dioksida. Faktor emisi adalah nilai yang digunakan untuk
mendapatkan berat karbon dioksida berdasarkan besaran-besaran yang
dinilai, misalnya konsumsi listrik, minyak tanah, premium, solar dan
sebagainya. Faktor emisi untuk perhitungan karbon dioksida dalam
penelitian ini diperoleh melalui studi literatur. Faktor emisi untuk bahan
bakar disajikan pada Tabel 1.
Tabel 2. Faktor Emisi untuk Bahan Bakar Bahan Bakar Cair gram CO2/gallon gram CO2/liter
Bensin
Solar
8,9
10,1
2,3
2,7 Sumber : World Resources Institute (WRI) and World Business Council for Sustainable Development (WBCSD, 2001)
Selain dari faktor emisi dari bahan bakar diatas, faktor emisi juga di
timbulkan dari konsumsi listrik dimana setiap negara berbeda dalam
tingkat faktor emisinya, faktor emisi untuk emisi listrik dengan semua
bahan bakar disajikan pada Tabel 2.
Tabel 3. Faktor Emisi Untuk Konsumsi Listrik dengan Semua Bahan Bakar
Negara Gram CO2/kWh Negara Gram CO2/kWh
Argentina
Brazil
Chile
China
Columbia
Ecuador
309
76
403
785
159
244
India
Mexico
Indonesia
Peru
Singapore
Venezuela
936
586
454
172
762
222 Sumber : World Resources Institute (WRI) and World Business Council for Sustainable Development (WBCSD, 2001)
52
Faktor emisi juga di timbulkan dari konsumsi minyak tanah, dimana
sebagian besar masyarakat masih menggunakan sebagai bahan bakar
untuk memasak serta untuk kebutuhan industri. Faktor emisi dari
konsumsi minyak tanah dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Faktor Emisi untuk Menghitung Karbon Dioksida dari Konsumsi Minyak
Fuel Type gram CO2/liter
Natural Gas
Gas/Diesel Oil
Petrol
Heavy Fuel Oil
0,19
0,25
0,24
0,26
Rata-Rata 0,24 Sumber : World Resources Institute (WRI) and World Business Council for Sustainable Development (WBCSD, 2001)
Biomassa atau bahan organik adalah produk fotosintesis. Dalam
proses fotosintesis, butir-butir hijau daun berfungsi sebagai sel surya yang
menyerap energi matahari guna mengkonversi karbon dioksida (CO2)
dengan air (H2O) menjadi senyawa karbon, hidrogen dan oksigen (CHO).
Senyawa hasil konversi itu dapat berbentuk arang (karbon), kayu, ter,
alkohol dan lain-lain. Biomassa vegetasi bertambah karena menyerap
karbon dioksida dari udara dan mengubah zat tersebut menjadi bahan
organik melalui proses fotosintesis. Umumnya karbon menyusun 45-50 %
bahan kering dari tanaman (Kusmana dalam Tinambunan 2006).
53
J. Pencemaran Udara
Kondisi lingkungan hidup alami yang masih relatif baik atau dalam
keadaan keseimbangan antara daerah terbangun dan tidak terbangun.
Berdasarkan perkiraan kenaikan jumlah penduduk Indonesia tahun 2005,
maka kebutuhan akan ketersediaan oksigen (O2) akan meningkat menjadi
4,5 kg/jam.
Salah satu pemasok utama ketersediaan udara bersih adalah
pepohonan di RTH kota sebagai paru-paru kota yang merupakan
produsen oksigen (O2), penyerap karbondioksida (CO2) dan gas polutan
lain, serta sebagai daerah resapan air, yang belum tergantikan fungsinya.
Namun distribusi RTH kota seringkali tidak merata, di mana
kawasan yang seharusnya memiliki RTH cukup, justru tidak memiliki RTH
yang memadai, seperti di kawasan permukiman padat, industri, terminal
atau tempat pembuangan sampah. RTH untuk ruang bermain anak-anak,
ruang bersosialisasi dan berolah-raga sudah lama hilang.
Menurut Purnomohadi (1994) yang dilakukan untuk mengetahui
eksistensi RTH kota dengan potensi redaman dan jerapan terhadap
terhadap tujuh zat pencemar udara, menunjukan korelasi yang nyata.
Fungsi RTH kota yang ditata secara estetis fungsional dapat digolongkan
sesuai kegunaannya sebagai pembatas/pengaman; kawasan konservasi
terletak antara dua wilayah jalur lalu lintas dan kereta api, sempadan
sungai, listrik tegangan tinggi, dan hutan kota; kawasan rekreasi aktif:
lapangan olahraga atau taman bermain; kawasan rekreasi pasif taman
54
relaksasi dan kawasan produktif pertanian kota, pekarangan/halaman
rumah; dan lahan yang sengaja disisihkan untuk kegunaan khusus atau
lahan cadangan.
Sifat alami organisme tanaman dalam RTH melalui mekanisme
rekayasa lingkungan, mampu memperbaiki kualitas lingkungan, sehingga
dapat menjadi pedoman dalam memilih jenis tanaman pengisi RTH dari
berbagai fungsi. Dari segi efektivitas menekan pencemaran udara,
menyerap dan menjerap debu, mengurangi bau, meredam kebisingan,
mengurangi erosi tanah, penahan angin dan hujan secara menyeluruh,
maka fungsi tanaman antara lain sebagai berikut:
Dedaunan berair dapat meredam suara.
Cabang-cabang tanaman yang bergerak dan bergetar dapat
menyerap dan menyelubungi suara, demikian pula daun yang tebal
menghalangi suara dan daun yang tipis, dapat mengurangi suara.
Trikoma daun dapat menyerap butir-butir debu, melalui gerakan
elektrostatik dan elektromagnetik.
Pertukaran gas melalui mulut daun.
Aroma bunga dan daun mengurangi bau.
Percabangan (dan ranting) beserta dedaunannya dapat menahan
angin dan curah hujan.
Penyebaran akar dapat mengikat tanah dari bahaya erosi.
Cabang yang melilit dan berduri menghalangi gangguan manusia.
55
Bentuk dan tekstur daun berpengaruh terhadap daya serap
sinar/hujan, dan daya ikat cemaran.
Bentuk kanopi tajuk pohon berpengaruh terhadap arus dan arah angin
turbulensi lokal dan peredaman bunyi.
Kemampuan tanaman menyerap dan menjerap (intersepsi) debu
dan unsur pencemar udara lain (TSP: total suspended particulate),
dipengaruhi oleh :
1. Jenis tanaman berkaitan dengan sifat-sifatnya sebagai berikut :
Kekasaran permukaan daun, potensi pengendapan timbal akan
semakin besar, sebab kemampuan mengakumulasi timbal (Pb) dan
seng (Zn) pada daun berstruktur kasar, semakin tinggi dibanding
yang licin terutama untuk zarah timbal (Pb) bisa tujuh kali lebih
banyak.
Struktur ranting dan batang yang berbulu, akan mampu lebih
banyak menjerap dan mengintersepsi zarah timbal (Pb) dan seng
(Zn), dibanding ranting/batang yang berkulit licin atau berlilin.
Arsitektur dan morfologi pohon (Halle dan Oldeman, 1975 dalam
Purnomohadi, 1994), mempengaruhi kemampuan tanaman untuk
mengintersepsi berbagai zarah dan unsur cemaran udara.
2. Perancangan maupun perencanaan arsitektur lansekap yang sesuai
permasalahan lokal akan mampu meredam berbagai zarah dan unsur
cemaran udara secara lebih efektif, yaitu dengan menggunakan
berbagai jenis tanaman yang mempunyai sifat dan kemampuan
56
berbeda dalam meredam pencemaran udara, menerapkan pola multi
tajuk dan campuran berlapis-lapis.
3. Sebaran komunitas tumbuhan dalam berbagai fungsi dan bentuk RTH
kota yang menyebar merata di seluruh bagian kota, akan lebih efektif,
dalam meredam pencemaran lingkungan dibandingkan dengan RTH
yang luas tetapi hanya pada lokasi tertentu.
Sedang kenaikan laju pengurangan SO2
pada jarak antara tepian
taman di atas, tenyata berhubungan langsung dengan kenaikan waktu,
dan bukan pada kecepatan angin. Bila tak ada angin, maka efek
pengurangan zarah, khususnya debu, maka debu tersebut akan
menempel pada tanaman, misalkan melalui gerak elektromagnetik. Lebar
sabuk hijau (green belt) berukuran lebih dari dua meter tanpa
mengabaikan fungsi padang rumput akan mampu mengurangi debu
sampai 75 persen.
Pepohonan pun mampu menurunkan konsentrasi partikel timbal
(Pb) yang melayang di udara, karena kemampuannya untuk dapat
meningkatkan turbulensi dan mengurangi kecepatan angin. Celah stomata
mulut daun yang berkisar antara 2-4 m atau 10 m dengan lebar 2-7 m,
maka ukuran partikel timbal yang demikian kecil, rata-rata 2 m, akan
dapat masuk ke dalam daun dengan mudah, serta akan menetap dalam
jaringan daun, menumpuk di antara sel jaringan pagar (palisade), dan
atau jaringan bunga karang (spongious tissue).
57
Sedang zarah yang lebih besar ukurannya akan terakumulasi pada
permukaan kulit luar tanaman. Cemaran yang terakumulasi ini sebagian
kecil dapat terjerap secara kimiawi (chemically adsorbed) dan akhirnya
terserap (absorbed) oleh jaringan hijau, dan sebagian lagi akan tersapu
oleh angin atau air hujan, yang kemudian dibawa aliran angin/air dan atau
diendapkan ke dalam tanah. Partikel berukuran sub-mikron akan terdifusi
ke dalam jaringan tanaman melalui stomata dan akhirnya terbawa ke
dalam sistem metabolisme tanaman.
Menurut Dahlan (Purnomohadi, 1994), yang menggolongkan
ketahanan tanaman terhadap cemaran udara dari kendaraan bermotor,
berdasar kemampuan dan kepekaan tanaman, khususnya terhadap unsur
timbal (Pb), dapat dibedakan menjadi lima kategori, yaitu :
Sangat peka: Kesumba (Bixa Orellana), Cempaka (Michelia
champaka), Glodogan (Polyalthea longifolia)
Kurang peka, kemampuan menyerap timbal rendah: Tanjung
(Mimusops elengii)
Kurang peka, kemampuan menyerap timbal tinggi: Johar (Casia
siamea) dan Mahoni (Swietenia macrophylla)
Tidak peka, kemampuan tinggi menyerap timbal: Kirai payung (Filicium
decipiens), Keben (Barringtonia asiatica), Asam landi (Pithecellobium
dulce), tanaman berdaun jarum serta bambu.
Tidak peka, kemampuan rendah menyerap timbale: Jamuju
(Podocarpus imbricatus)
58
Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) No. 14/1988 tentang
Penataan RTH di Wilayah Perkotaan, memuat kriteria jenis tanaman yang
disesuaikan peruntukkan lahan, perlu perhatian pada kepekaan pengaruh
berbagai zat cemaran. Pemilihan jenis tanaman pelindung bagi RTH kota
tentu akan berlainan antar berbagai kota di Indonesia, tergantung
ekosistem setempat. Masih banyak fungsi ekologis RTH terhadap kualitas
udara kota yang perlu diteliti dan dikembangkan lebih jauh lagi.
Bagaimanapun juga keberadaan pohon dan RTH sangat menentukan
kualitas dan ketersediaan udara bersih bagi kelangsungan hidup kota dan
warga kota.
Tabel 4. Kriteria Jenis Tanaman Untuk RTH
Status Vegetasi Kriteria Tumbuhan
I II III IV V A. RTH-PERTAMANAN 1. Taman 1, 2, 3, 4, 7, 8 1 1, 2 1, 2 1 2. Jalur Hijau Jalan 1, 2, 3, 6, 7 1, 2, 3 2 2 2, 3 3. Jalur Hijau Kota 1, 2, 3, 5, 7, 8 2 2 2 2
B. RTH LAIN 7, 8 3 1, 2 1, 2 3 Keterangan : I. Karakteristik Umum 1. Tidak bergetah/beracun 2. Dahan tidak mudah patah 3. Perakaran tidak mengganggu fondasi 4. Struktur daun, setengah rapat hingga rapat 5. Struktur daun setengah rapat 6. Struktur daun rapat 7. Ketinggian tumbuhan bervariasi 8. Warna dominan hijau, warna lain seimbang
II. Kecepatan Tumbuh 1. Sedang 2. Cepat 3. Bervariasi
III. Habitat 1. Tumbuhan hijau local 2. Tumbuhan hijau budidaya IV. Tipe Tumbuhan 1. Musiman 2. Tahunan V. Kerapatan Tanam 1. Setengah rapat 2. Rapat 3. Setengah rapat hingga rapat
59
Tanaman dengan berbagai ukuran dapat berfungsi sebagai
pembersih atau penyaring udara, melalui proses oksigenasi dan
menghilangkan partikel gas dan bau di atmosfir. Manfaat cahaya matahari
langsung diketahui dari mekanisme proses fotosintesis. Klorofil yang
sebagian besar ada di dalam daun membutuhkan karbondioksida (CO2)
dan menghasilkan oksigen (O2) untuk bernafas. Demikian pula
kemampuan tanaman dalam beberapa jenis tanaman pelindung yang
lazim ditemukan dalam RTH kota dengan berbagai ukuran daun akan
menghasilkan besaran luas area teduh yang berbeda pula.
Tabel 5. Luas Keteduhan Beberapa Jenis Tumbuhan Jenis Tumbuhan Ukuran
Daun Luas Keteduhan
(m2) Nama Lokal Nama Latin
Ki Hujan Samanea saman Kecil 1224,36 Beringin Ficus benjamina Kecil 940,37 Saga Adenanthera pavovina Kecil 53,07 Soga Peltophorum pterocarpus Kecil 301,75 Gelam Melaleuca leucadendron Kecil 18,06 Sengon Paraserianthes falcataria Kecil 945,81 Bintaro Cerbera odollam Sedang 23,34 Tembesu Fragraea fragrans Sedang 207,17 Cempaka Michelia champaca Sedang 34,22 Angsana Pterocarpus indicus Sedang 361,08 Tanjung Mimusops elingii Sedang 102,80 Randu Ceiba petandra Sedang 402,62 Jambu laut Eugenia grandis Besar 264,21 Mangium Acacia mangium Besar 302,37
60
K. Pencemaran Air dan Tanah
1. RTH Kota dan Upaya Pengendalian Pencemaran Air, Banjir dan Kekeringan
Pembangunan kota yang tidak mempertimbangkan pengelolaan
lingkungan secara komprehensif telah terbukti mengancam
kelangsungan hidup kota dan warga kota. Fenomena hubungan antar
manfaat RTH kota terhadap pengendalian banjir merupakan salah satu
upaya pengendalian kerusakan dan pencemaran dalam bidang
pengelolaan lingkungan hidup kota.
Di Inggris, begitu dirasa amat melimpahnya air yang terdapat
dimana-mana, sampai Wells dalam Jellicoe (1971) mengatakan,
bahwa kita pun, manusia dan juga semua unsur yang hidup termasuk
flora dan fauna, asal mulanya adalah benda cair. Anggapan ini
beralasan sebab tanpa air memang kita tak dapat hidup untuk
beberapa hari.
Panjang garis pantai wilayah pesisir nusantara diperkirakan
mencapai 81.000 km atau kedua terpanjang di dunia setelah Canada,
sesuai PP No. 47/1987 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah
Nasional mengenai usulan 516 kota-kota strategis di Indonesia, di
mana telah dibangun 22 buah Ibukota Propinsi (kota besar) dari 216
kota yang terletak di tepian perairan, termasuk tepian sungai dan
danau yang umum disebut Waterfront City (Purnomohadi, 1999).
Bencana banjir di Jakarta sebenarnya sudah diketahui sejak
dulu dan disadari akan selalu terjadi, terlebih pengelolaan ruang di
61
Jakarta tidak mengikuti pola geografis lingkungan alami. Empat puluh
persen atau sekitar 26.000 hektar, khususnya di wilayah Jakarta Utara,
memang terletak di bawah permukaan air laut. Jakarta merupakan
muara dari 13 sungai besar dari arah hilir menuju ke laut. Banyak kota-
kota di Indonesia dan dunia mengarahkan pembangunan dari hilir
(pelabuhan) menuju ke hulu (terrestrial), seperti Semarang, Surabaya,
Manado, atau Bangkok di Thailand dan kota-kota sungai dekat pantai
di Bangladesh.
Menyadari kondisi geografi Jakarta, pemerintah kolonial
Belanda telah membangun beberapa kanal dalam kota Batavia yang
tegak lurus ke arah garis pantai, untuk menanggulangi naiknya
permukaan air pada saat pasang, dan sebagai sarana transportasi air
dan rekreasi, seperti di kota Amsterdam atau Venice. Pada awalnya,
perencanaan Kota Jakarta bisa dikatakan meniru pembangunan kota
Amsterdam, dengan kanalnya yang hingga kini masih aman dari
bencana banjir dan justru digunakan untuk kegiatan pariwisata yang
sangat menguntungkan.
Sebaliknya yang terjadi di Jakarta, akibat urbanisasi penduduk,
lemahnya penegakan hukum dan ketidakkonsistenan pemerintah
daerah terhadap Rencana Umum Tata Ruang telah megakibatkan
RTH kota terus tergusur. Para stakeholders seringkali ditinggalkan
dalam pengambilan keputusan yang lebih mementingkan para
62
pengembang yang mengurug rawa, situ, danau, dan lembah, atau
membangun di sepanjang aliran sungai.
Padahal RTH sebagai salah satu komponen penting dalam
mempertahankan kualitas fungsi alami lingkungan dan menjamin tetap
berlangsungnya siklus air, udara dan mineral yang amat dibutuhkan
oleh warga kota. Kota Jakarta sadar atau tidak sadar sebenarnya
tengah mengalami bunuh diri ekologis (ecological suicide) yang
ironisnya sudah diperingatkan sejak tahun 1960an.
RTH penting dalam memelihara keseimbangan fisik, sosiologis,
ekonomi dan budaya suatu lingkungan kota. Bagi Jakarta, banjir
memang selalu terjadi tiap tahun, tetapi frekuensi dan kuantitasnya
ternyata semakin meningkat, bahkan, terjadi pula hampir di seluruh
Indonesia, terutama di pulau Jawa. Pemerintah melalui Kantor KLH
telah mengajukan beberapa prinsip pemikiran yang harus dipenuhi,
agar pemerintah daerah berpenduduk padat dapat secara efektif
mengatasi permasalahan mendasar, realistis dapat dilaksanakan
melalui pertimbangan fisik teknologis, ekonomis, sosial budaya dan
administrasi kepemerintahan secara konsisten, serta harus tidak
menimbulkan dampak lain yang lebih besar dan meluas.
Banjir adalah suatu fenomena alam, bila curah hujan telah
melampaui kapasitas daya tampung lingkungan, alami maupun buatan,
seperti saluran drainase, dan bentuk penampungan badan air lain,
seperti sungai, kanal, danau, situ, rawa, daerah resapan air.
63
Sebaliknya kekeringan akan terjadi jika tak ada atau kurang pasokan
(recharge) air secara berkala sebagai bagian alami siklus hidrologi
yang seharusnya dapat tetap berlangsung.
Pada jenis tanah dengan permeabilitas rendah, hanya sebagian
kecil air saja yang meresap, sebagian besar merupakan limpasan air
(surface runoff). Faktor geomorfologi sangat berkaitan dengan
keadaan lansekap kota. Pada badan air dikenal morfologi yang terdiri
dari badan air itu sendiri, tanggul alam (buatan), bantaran sempadan
air, dan meluas ke luar disebut bantaran banjir, yang seringkali
dipenuhi oleh perumahan liar.
Hutan diketahui hanya mempunyai koefisien limpasan relatif
kecil (0,01-0,1), jadi hutan tidak mencegah banjir, namun hanya dapat
mengurangi resiko terhadap banjir banding dan penyaring zat
pencemar udara.
Faktor perilaku negatif dalam pembangunan wilayah banjir
seringkali menganggap sungai, pantai, danau, waduk atau badan air
lain sebagai tempat pembuangan sampah yang sangat berpengaruh
terhadap peningkatan bencana banjir. Badan air menyempit akibat
tumpukan limbah padat yang sulit terurai. Daerah hulu seharusnya
merupakan wilayah konservasi, karena sangat potensial meningkatkan
sedimentasi atau pendangkalan sungai dan badan air lain. RTH
termasuk wilayah yang positif meresapkan air hujan dengan toleransi
tertentu, khususnya di wilayah perkotaan.
64
Dampak negatif banjir sangat berpengaruh pada kemaslahatan
hidup orang banyak, termasuk penurunan tingkat kesehatan,
perekonomian dan produktivitas warga kota. Kerugian akibat bencana
banjir di Jakarta (2002) diperkirakan mencapai satu trilyun, dari
terendamnya wilayah pertanian, sawah, empang dan rumah,
kerusakan 70 persen sarana dan prasarana fisik kota, krisis energi
listrik dan bahan bakar minyak, yang dampaknya masih terasa sampai
kini.
2. Tiga Tingkatan Perubahan Lingkungan Akibat Bencana Banjir
Secara Global, perubahan lingkungan diindikasikan dengan
penyimpangan cuaca awal tahun 2002. Hasil pemantauan
pengembangan atmosfir bumi sejak akhir tahun 2001, terlihat
kecenderungan penyimpangan kondisi atmosfir, seperti turunnya salju
di kawasan Arab Saudi, badai tropis yang biasa terjadi di Filipina malah
berkurang dalam 30 tahun terakhir, sedang di Australia Utara timur
hingga barat yang biasanya terjadi antara Desember-Maret, baru
muncul awal Januari dengan waktu yang lebih pendek. Selain itu
terjadi pula perubahan jumlah dan kualitas curah hujan di berbagai
tempat, penyimpangan kondisi awan termasuk pasang naik yang tinggi
(catatan Dishidros-TNI-AL).
Secara Regional, berkurangnya wilayah hutan di daerah hulu
dan berbagai tegakan di dalamnya, khususnya 20 tahun terakhir ini, di
65
mana luas hutan kawasan Puncak, tinggal 10 persen dan tinggi erosi
mencapai 400 (jauh di atas toleransi 39 ton/ha/tahun).
Secara Lokal, pemanfaatan liar bantaran sungai, badan air atau
daerah resapan air yang lain, pembuangan limbah padat dan cair ke
dalam badan air, pengurugan rawa-rawa dan situ untuk perumahan
atau infrastruktur jalan.
Dari berbagai kenyataan di atas, maka upaya pengelolaan
lingkungan hidup (PLH) mencakup upaya rehabilitasi dan antisipasi,
serta mengurangi bencana secara bertahap.
Alasan pemerintah daerah tentang sulitnya membebaskan
tanah untuk pembangunan RTH baru terasa naf, karena pada saat
bersamaan pemerintah daerah justru mempelopori penggusuran RTH
berupa makam, hutan kota, hutan lindung, waduk, situ, kawasan olah
raga, serta jalur jalan. Penetapan target luasan RTH hanya merupakan
kesepakatan pihak terkait para pengambil kebijakan tanpa melibatkan
masyarakat.
Restrukturisasi institusi kepemerintahan di pusat dan daerah,
yang terkait dalam koordinasi RTH, mengefektifkan Badan Koordinasi
Tata Ruang Nasional, penetapan rencana pembangunan yang
berdasar pada keseimbangan antara ruang terbangun dan tidak
terbangun, dan mensyaratkan kajian analisa dampak lingkungan dan
sosial, terhadap setiap proyek pembangunan kota secara ketat dan
dapat dipertanggungjawabkan.
66
Lingkungan hidup yang rusak atau keseimbangannya
terganggu, perlu direhabilitasi agar kembali berfungsi sebagai
penyangga kehidupan dan memberi manfaat bagi kesejahteraan
masyarakat. Pembinaan dan penegakkan hukum terus ditingkatkan
terhadap kegiatan pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Penggunaan teknologi canggih dan ramah lingkungan untuk
pengendalian pencemaran dan pengelolaan limbah padat, cair dan
gas, secara komprehensif dan terus-menerus. Pola pengelolaan tata
ruang yang serasi dalam konsep pembangunan RTH berbasis
masyarakat melalui peningkatan upaya kemitraan dengan seluruh
stakeholders yang ada di masyarakat.
Para pengelola RTH kota harus lebih memperhatikan dan
mempertimbangkan eksistensi fisik geografis lingkungan. Perlu
disadari bahwa sebagian besar permukiman penduduk perkotaan,
terutama ibukota propinsi, terletak di tepian badan air. Penerapan
praktek pembangunan kota di wilayah tepian air (waterfront city)
memerlukan kajian khusus yang lebih mendalam.
Berbagai masalah lingkungan kota timbul akibat pencemaran
dan kerusakan yang meningkat, tekanan kepadatan penduduk,
berkurangnya daerah resapan air, ketidakkonsistenan penataan ruang,
daya tampung badan air mengecil, pendangkalan dan penyempitan
alur sungai dan prasarana drainase kota, kesadaran hukum dan tingkat
67
pemberdayaan masyarakat rendah, serta perlunya perencanaan ruang
kehidupan yang seimbang dan merata di seluruh wilayah kota.
Penerapan tata ruang kota yang tidak konsisten, kurang
antisipasi terhadap kecenderungan perkembangan fisik pembangunan
kota, dan jumlah kendaraan yang melebihi kapasitas jalan telah
mengakibatkan kemacetan jalan yang semakin parah dan
merajalelanya kebakaran.
Untuk masalah pengatasan banjir rutin, Kantor KLH,
Departemen Kimpraswil dan DPR telah mengusulkan suatu konsep
kebijakan nasional pengendalian bencana banjir, berdasar empat hal
pokok, yakni penataan ruang terkait pengembangan wilayah
keseimbangan antara kawasan lindung dan kawasan budidaya;
pengelolaan sumber daya air secara komprehensif dan menyeluruh
dengan konsep satu sungai, satu rencana dan satu pengelolaan
terpadu; pengembangan sarana dan prasarana perkotaan khususnya
menyangkut sinergisitas pengelolaan fungsi lingkungan, termasuk
sistem jaringan jalan, drainase, RTH, pengelolaan sampah dan limbah
cair perkotaan; serta pengendalian pembangunan perumahan,
khususnya di wilayah bantaran sungai dan daerah resapan air.
Kebijakan tersebut harus dilaksanakan secara komprehensif,
tidak parsial, didukung oleh penerapan dan pelaksanaan hukum yang
kuat dan kebijakan pengambil keputusan yang konsisten, serta
melibatkan seluruh stakeholder terkait, sejak dari perencanaan,
68
pelaksanaan, hingga pengendalian dan pengawasannya secara tuntas
dan berkelanjutan.
Pengendalian bencana banjir dan antisipasi berbagai masalah
lingkungan hidup tidak terlepas dari derasnya arus urbanisasi, karena
ketidak berimbangan pembangunan dan kegiatan ekonomi. Untuk itu
pembangunan pusat-pusat kegiatan ekonomi harus disebar merata di
berbagai kota, daerah dan pulau lain.
Penanggung-jawab pengelolaan lingkungan hidup harus
melibatkan para stakeholder terkait sesuai dengan pembangunan RTH
berbasis masyarakat demi kelangsungan fungsi ekosistem perkotaan.
Perencanaan, pelaksanaan dan pemeliharaan RTH kota harus dikelola
dengan lebih kreatif dan efisien.
Pembahasan teknis paradigma baru sistem pengelolaan
sampah bersama masyarakat, pengelolaan RTH, dan pengendalian
pencemaran air merupakan langkah awal menuju sistem
pembangunan kota yang berkelanjutan.
3. Pencemaran dan Kerusakan Tanah (Abrasi Pantai, Intrusi Air Laut, Amblasan Tanah, Pencemaran Air Tanah)
Perasaan was-was (insecure) menghinggapi sebagian besar
masyarakat Jakarta, di samping angka kriminalitas yang terus
meningkat, yang nyata selalu berulang tiap tahun pada musim
penghujan adalah datangnya air bah atau banjir baik berasal dari
akumulasi curah hujan dari langit maupun akibat deras dan debit aliran
permukaan yang mencari daerah-daerah rendah tak peduli siapa pun
69
akan diterjangnya di luar ataupun dalam saluran air (got, kali, sungai
sampai ke perairan laut).
Pembangunan kota tepi air, merupakan bagian dari
pembangunan perkotaan menyeluruh, sebenarnya tidak berbeda jauh
dengan pembangunan kota umumnya, hanya pada kota tepian air,
harus lebih mempertimbangkan tiga faktor utama, yaitu :
Rekayasa teknik (engineering), berkaitan dengan situasi dataran re
atau pesisir pantai, sedang pemecahan masalah pada pesisir
pantai yang lebih tinggi, curam, tepian sungai, danau juga
sebenarnya tak berbeda juah dengan pembangunan perkotaan di
daerah perbukitan umumnya;
Perancangan (design), cakupannya lebih luas, terma