BAB II

16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Menurut National Institute of Health (NIH), Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada anak berusia 3 bulan sampai dengan 5 tahun dan berhubungan dengan demam serta tidak didapatkan adanya infeksi ataupun kelainan lain yang jelas di intrakranial. Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal >38°C, suhu oral > 39°C, suhu axilla > 39,5°) yang disebabkan oleh suatu proses ektrakranium. Definisi ini mengeklusi anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan juga tidak termasuk dalam kejang demam, dimana kejang demam paling sering terjadi pada golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam (UKK, 2006). Kejang demam dibagi menjadi dua kelompok yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Sebagian besar 63% kejang demam berupa kejang demam sederhana dan 35% berupa kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana adalah kejang yang berlangsung kurang dari 15 menit, bersifat umum serta tidak berulang dalam 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang demam. Kejang demam disebut kompleks jika kejang berlangsung lebih dari 15 menit, bersifat lokal atau parsial 1

description

kejang demam

Transcript of BAB II

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1. DefinisiMenurut National Institute of Health (NIH), Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada anak berusia 3 bulan sampai dengan 5 tahun dan berhubungan dengan demam serta tidak didapatkan adanya infeksi ataupun kelainan lain yang jelas di intrakranial. Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal >38C, suhu oral > 39C, suhu axilla > 39,5) yang disebabkan oleh suatu proses ektrakranium. Definisi ini mengeklusi anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan juga tidak termasuk dalam kejang demam, dimana kejang demam paling sering terjadi pada golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam (UKK, 2006).Kejang demam dibagi menjadi dua kelompok yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Sebagian besar 63% kejang demam berupa kejang demam sederhana dan 35% berupa kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana adalah kejang yang berlangsung kurang dari 15 menit, bersifat umum serta tidak berulang dalam 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang demam. Kejang demam disebut kompleks jika kejang berlangsung lebih dari 15 menit, bersifat lokal atau parsial 1 sisi kejang umum didahului kejang fokal dan berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

2.2. EpidemiologiMenurut The American Academy Pediatrics (AAP) usia termuda bangkitan kejang demam 6 bulan. Lebih dari 90% penderita kejang demam terjadi pada anak berusia di bawah 5 tahun. Terbanyak bangkitan kejang demam terjadi pada anak berusia antara usia 6 bulan hingga 22 bulan. Insiden bangkitan kejang demam tertinggi terjadi pada usia 18 bulan.Insidensi kejang demam bervariasi pada antar negara. Penelitian di Eropa Barat dan USA melaporkan bahwa insidensi kumulatif berkisar antara 2-5%. Insidensi di India berkisar 5-10%, Jepang 8,8% dan Afrika 14%. Data dari negara berkembang masih sangat terbatas.

2.3. Klasifikasi KejangBerdasarkan Konsesus UKK Neurologi IDAI (2006), kejang demam diklasifikasikan menjadi :1. Kejang Demam Sederhana Kejang demam yang berlangsung singkat < 15 menit Kejang tidak berulang dalam jangka waktu 24 jam Sifat kejang umum tonik atau klonik tanpa gerakan fokal2. Kejang Demam Kompleks Kejang demam yang berlangsung > 15 menit Kejang berulang lebih atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam Sifat kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului kejang parsial

2.3. PatogenesisPatofisiologi kejang demam hingga saat ini belum sepenuhnya dimengerti. Kejang demam merupakan fenomena yang terkait dengan usia. Beberapa penelitian mengemukakan terdapat interaksi 3 faktor sebagai penyebab kejang demam yaitu demam, imaturitas otak dan termoregulator serta presdiposisi genetik.Kejang merupakan kondisi akibat aktivitas neuronal yang berlebihan pada otak. Neuron memiliki sifat khusus, yaitu eksitabilitas merupakan kemampuan untuk menciptakan sinyal elektrik, mengintegrasikannya dan mentramisikannya ke neuron lain dan efektor.Dalam keadaan istirahat, neuron memiliki membran potensial sebesar -70mV. Potensial membran istirahat merupakan perbedaan muatan di dalam dan di luar sel akibat pemisahan muatan positif dan negatif oleh membran sel. Pada neuron, perbedaan muatan di dalam dan di luar sel disebabkan karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion. Konsentrasi ion K lebih tinggi di dalam daripada di luar sel sebaliknya konsentrasi Na lebih tinggi di luar daripada di dalam sel. Gradien konsentrasi K keluar sel menyebabkan pergerakan pasif K keluar sel ketika kanal selektif K terbuka. Hal sama terjadi pada Na yaitu ketika gradien konsentrasi Na keluar sel terjadi pergerakan pasif Na keluar sel ketika kanal selektif Na terbuka. Oleh karena lebih banyaknya kanal K terbuka dibandingkan kanl Na saat istrahat, permeabilitas membran terhadap K lebih besar. Perbedaan konsentrasi ini dijaga oleh pompa Na atau K-ATPase.Sel saraf memiliki ambang batas untuk dapat tereksitasi. Stimulus dapat berupa elektrik, kimia, ataupun mekanik. Ada 2 respon sel saraf terhadap stimulus yaitu potensial aksi dan potensial sinapsik. Hal ini terjadi karena konduksi ion-ion melewati membran sel saraf akibat perubahan kanal ion. Sebagai respon terhadap stimulus yang mendepolarisasi, beberapa kanal Na terbuka, dan ketika potensi ambang batas tercapai, terjadilah potensial aksi. Setelah itu kanal Na menjadi inaktiv (periode refraktori relatif dan absolut). Kemudian terjadilah repolalarisai dengan terbukanya kanal K. Kanal K terbuka lebih lambat dan lebih lama daripada kanal Na menyebabkan keadaan hiperpolarisasi. Setelah keadaan hiperpolarisasi kondisi berangsur-angsur membaik ke membran potensial istirahat. Setelah potensial aksi respon propagasi terjadi yang secara elektrotonikal mendepolarasi membran di depannya.Impuls ditransmisikan antara satu membran dengan yang lain atau antara neuron dengan sel lain pada sinaps. Sinaps merupakan pertemuan antara akson (sel presinaps) dengan dendrit, soma, atau akson neuron lainnya atau pada otot dan kelenjar (sel post-sinaps). Komunkasi yang terjadi dapat berupa elektrik ataupun kimia. Pada sinaps kimia terdapat celah sinapsis yang memisahkan antara sel presinap dengan sel post sinap. Komunikasi dilakukan dengan mengirimkan sinyal kimiawi yang dapat berdifusi melalui celah sinaps dan menempel pada reseptor post sinap sedangkan pada sinap elektrik membran pre sinap dan post sinap saling berdekatan membentuk gap junction.Untuk mempertahankan hidup sel-sel neuron pada otak, diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak adalah glukosa. Melalui proses oksidasi, glukosa dipecah menjadi CO2 dan air.Pada keadaan demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari K maupun Na. Mengakibatkan terjadinya lepasan muatan listrik. Lepasan muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan neurotransmitter dan terjadi kejang.Tiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada suhu berapa penderita kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama lebih dari > 15 menit biasanya disertai terjadinya apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot, skelet yang akhirnya terjadi hipoksemi, hiperkapneu, asidosis laktat disebabkan oleh mikroorganisme anaerobik, hipotensi arteria disertai denyut jantung yang tidak teratur, dan suhu tubuh semakin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab terjadinya kerusakan neuron otak selama terjadinya kejang yang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak dan memgakibatkan kerusakan sel neuron otak.Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menimbulkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.Selain itu, pada anak terdapat imaturitas mekanisme termoregulator dan kapasitas yang terbatas untuk meningkatkan metabolisme energi selular. Presdiposisi genetik juga terbukti berkontribusi terhadap kejang demam dengan pola pewarisan poligenik.

2.4. Faktor Resiko Faktor demam Usia Riwayat keluarga Faktor prenatal (usia saat ibu hamil, riwayat preeklamsi, hamil primi/multipara, pemakaian bahan toksik) Faktor perinatal (asfiksia, bayi berat lahir rendah, usia kehamilan, partus lama, cara lahir) Faktor paska natal (kejang akibat toksik, trauma kepala)

2.5. DiagnosisDiagnosis kejang demam dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.1. AnamnesisAnamnesis yang baik dapat membantu menegakkan diagnosis kejang demam. Perlu ditanyakan kepada orang tua mengenai kejang berdasarkan jenis kejang, lama kejang, frekuensi dalam 24 jam, serta kondisi sebelum, diantara dan setelah kejang (termasuk kesadaran). Hal yang menyertai kejang seperti muntah, kelemahan anggota gerak dan lainnya juga perlu ditanyakan. Suhu tubuh sebelum atau saat setelah kejang.Untuk demam perlu ditanyakan pola demam (apakah mendadak tinggi atau perlahan-lahan meningkat, apakah demam menetap atau hilang timbul, apakah membaik dengan pemberian obat dan lainnya). Selain itu, keluhan lain yang menyertai demam, seperti batuk, pilek, sesak nafas, mual, muntah, diare manifestasi perdarahan dan lainnya perlu ditanyakan. Hal ini bertujuan mengidentifikasi sumber infeksi.Pada riwayat penyakit dahulu perlu ditanyakan apakah sebelumnya pernah mengalami kejang dengan demam atau tanpa demam. Ditanyakan pula apakah anak mengalami gangguan neurologi sebelum demam. Penting juga ditanyakan apakah anak mengkonsumsi obat-obatan anti kejang. Selain itu, riwayat trauma kepala juga penting ditanyakan.Pada riwayat penyakit keluarga perlu digali riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga. Pada riwayat tumbuh kembang, perlu ditanyakan pola tumbuh kembang anak apakah sesuai dengan usianya. 2. Pemeriksaan FisikPada pemeriksaan fisik, nilai keadaan umum dan kesadaran anak. Setelah itu dilakukan pemeriksaan tanda tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan) dan status tumbuh kembang. Pada anak dengan kejang demam penting untuk melakukan pemeriksaan neurologis antara lain : Tanda rangsang meningeal : kaku kuduk, kernig, laseque, brudzinsky I dan II Pemeriksaan nervus kranialis I-XII Pemeriksaan motorik : refleks patologis dan fisiologis Pemeriksaan sensorik : sensibilitasTanda infeksi diluar SSP juga dicari seperti infeksi saluran pernafasan akut, otitis media, ISK, dan lain-lain.Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan diantaranya pemeriksaan terhadap adanya fraktur kranial akibat trauma kepala.

3. Pemeriksaan PenunjangBeberapa pemeriksaan penunjang yang dapat membantu dalam mengevaluasi kejang demam diantaranya sebagai berikut : LaboratoriumPemeriksaan laboratorium tidak dilakukan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam. Pungsi LumbalPemeriksaan cairan serebrospinal dengan pungsi lumbal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pungsi lumbal dianjurkan pada bayi kurang dari 12 bulan dan kurang dianjurkan untuk bayi > 18 bulan. Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. ElektroensefalografiPemeriksaan ini tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. PencitraanFoto X-ray kepala atau CT Scan atau MRI jarang dilakukan kecuali atas indikasi seperti kelainan neurologis fokal yang menetap (hemiparesis), paresis nervus VI, papiledema.

2.7. PenatalaksanaanApapun jenis dan etiologi kejang yang dihadapi, langkah penatalaksanaan kejang yang harus dilakukan adalah manajemen jalan nafas, pernafasan dan fungsi sirkulasi yang adekuat dan terminasi kejang dan pencegahan kembalinya kejang.

1. Pemberian obat pada saat demam a. AntipiretikTidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang demam namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali ,3-4 kali sehari.b. AntikonvulsanPemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30%-60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5C.2. Pemberian obat rumata. Indikasi pemberian obat rumatPengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu): Kejang lama > 15 menit Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus. Kejang fokalPengobatan rumat dipertimbangkan bila: Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam. Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan. kejang demam > 4 kali per tahunb. Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumatPemberian fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan resiko berulangnya kejang. Pemkaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis dan fenobarbital 3-4 mg/kg/hari dalam 1-2 dosis. Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.BAB IIIPEMBAHASANBerdasarkan hasil anamnesis dengan orang tua pasien, terdapat beberapa hal yang mengarahkan pasien pada kejang demam sederhana. Ibu pasien mengatakan bahwa sebelumnya pasien demam sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Sampai beberapa menit sebelum masuk rumah sakit, pasien mengalami kejang. Kejang terjadi sebanyak 1 kali selama kurang lebih 10 menit dan kejang tidak berulang selama 24 jam kemudian. Hal ini sesuai dengan pengertian dari kejang demam itu sendiri Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam jangka waktu 24 jam. Selain dari sifat kejang itu sendiri, pada pasien kejang didahului oleh demam dan pengertian dari kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 380 C) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat, gangguan elektrolit atau metabolik lain. Dilihat dari umur pasien, kejang yang terjadi sudah termasuk dalam kriteria terjadinya kejang demam, yaitu terjadi pada anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun. Faktor resiko bangkitan kejang pada pasien adalah faktor demam itu sendiri. Demam dapat disebabkan oleh berbagai sebab. Faktor resiko bangkitan kejang pada pasien adalah faktor demam itu sendiri. Demam dapat disebabkan oleh berbagai sebab, tetapi pada anak tersering disebabkan oleh infeksi. Demam merupakan faktor utama timbul bangkitan kejang demam. Demam disebabkan oleh infeksi virus merupakan penyebab terbanyak timbul bangkitan kejang demam.Perubahan kenaikan temperatur tubuh berpengaruh terhadap nilai ambang kejang dan eksitabilitas neural, karena kenaikan suhu tubuh berpengaruh pada kanal ion dan metabolisme seluler serta produksi ATP. Setiap kenaikan suhu tubuh satu derajat celcius akan meningkatkan metabolisme karbohidrat 10-15% sehingga dengan adanya peningkatan suhu akan mengakibatkan peningkatan kebutuhan glukosa dan oksigen. Pada demam tinggi akan dapat mengakibatkan hipoksi jaringan termasuk jaringan otak. Pada keadaan metabolisme di siklus Kreb normal, satu molekul glukosa akan menghasilkan 38 ATP, sedangkan pada keadaan hipoksi jaringan metabolisme berjalan anaerob, satu molekul glukosa hanya akan menghasilkan 2 ATP, sehingga pada keadaan hipoksi akan kekurangan energi, hal ini akan mengganggu fungsi normal pompa Na+ dan reuptake asam glutamat oleh sel glia. Kedua hal tersebut mengakibatkan masyknya ion Na+ ke dalam sel meningkat dan timbunan asam glutamat ekstra sel. Timbunan asam glutamat ekstra sel mengakibatkan peningkatan permeabilitas membran sel terhadap ion Na+ sehingga semakin meningkatkan masuknya ion Na+ ke dalam sel. Masuknya ion Na+ ke dalam sel dipermudah dengan adanya demam, sebab demam akan meningkatkan mobilitas dan benturan ion terhadap membran sel. Perubahan konsentrasi ion Na+ intrasel dan ekstra sel tersebut akan mengakibatkan perubahan potensial membran sel neuron sehingga membran sel dalam keadaan depolarisasi. Disamping itu, demam dapat merusak neuron GABA-ergik sehingga fungsi inhibisi terganggu.Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah tanda-tanda vital dan pemeriksaan meningeal sign untuk menyingkirkan adanya meningitis pada pasien. Sedangkan pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk mencari penyebab demam atau kejang. Pemeriksaan dapat meliputi darah lengkap, gula darah, elektrolit dan urinalisis atau pemeriksaan feses. Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Sedangkan untuk pemeriksaan EEG tidak direkomendasikan dan pemeriksaan CT-scan atau MRI hanya dilakukan jika terdapat indikasi.Terapi yang diberikan ditujukan untuk mengobati penyebab demam, simptomatis dan pengobatan antikonvulsan intermiten. Antipiretik perlu diberikan kepada pasien untuk menurunkan demam, parasetamol dapat diberikan dengan dosis 10-15 mg/kg yang diberikan dalam 4 dosis dan tidak melebihi 5 kali pemberian dalam sehari. Pada kejang demam sederhana, kejang biasanya berlangsung singkat sehingga pasien sudah tidak kejang ketika sampai di rumah sakit. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit dengan dosis maksimal 20 mg. Sedangkan obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari10 kg dan 10 kg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun. Pada pasien An. Y dapat diberikan antikonvulsan intermiten berupa diazepam dengan dosis 0,3mg/kgbb tiap 8 jam dan tidak diperlukan pengobatan rumatan karena kejang yang terjadi hanya satu kali dan tidak berulang dalam 24 jam dan kejang bukan fokal. Namun dapat dipertimbangkan untuk memperoleh pengobatan rumatan menggunakan asam valproat dengan dosis15-40 mg/kg/hari terbagi dalam 2-3 dosis dalam jangka waktu 1 tahun bebas kejang dan kemudian pengobatan dihentikan dalam waktu 1-2 bulan.