BAB II

12
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Itik Lokal (Anas javanica) Menurut tujuan utama pemeliharaannya ternak itik dibagi menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu : (1) itik tipe pedaging; (2) itik tipe petelur; dan (3) itik tipe ornamen (hiasan). Penggolongan tersebut didasarkan antar produk atau jasa utama yang dihasilkan oleh ternak itik tersebut untuk kepentingan manusia. Taksonomi itik adalah sebagai berikut : Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Class : Aves Subclass : Neornithes Family : Anatidae Genus : Anas Salah satu yang termasuk genus Anas adalah itik Jawa. Itik Jawa disebut juga itik lokal. Itik lokal Indonesia hampir seluruhnya merupakan keturunan dari bangsa itik Indian Runner, yang merupakan bangsa itik yang terkenal sebagai penghasil telur yang baik. Ciri khas yang dimiliki itik Indian Runner adalah postur tubuhnya yang hampir tegak dan bila dilihat dari arah depan seperti botol anggur, serta paruh dan kakinya berwarna hitam (Srigandono, 1997). 4

Transcript of BAB II

10

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Itik Lokal (Anas javanica)Menurut tujuan utama pemeliharaannya ternak itik dibagi menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu : (1) itik tipe pedaging; (2) itik tipe petelur; dan (3) itik tipe ornamen (hiasan). Penggolongan tersebut didasarkan antar produk atau jasa utama yang dihasilkan oleh ternak itik tersebut untuk kepentingan manusia. Taksonomi itik adalah sebagai berikut : Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Class : Aves Subclass : Neornithes Family : Anatidae Genus : Anas Salah satu yang termasuk genus Anas adalah itik Jawa. Itik Jawa disebut juga itik lokal. Itik lokal Indonesia hampir seluruhnya merupakan keturunan dari bangsa itik Indian Runner, yang merupakan bangsa itik yang terkenal sebagai penghasil telur yang baik. Ciri khas yang dimiliki itik Indian Runner adalah postur tubuhnya yang hampir tegak dan bila dilihat dari arah depan seperti botol anggur, serta paruh dan kakinya berwarna hitam (Srigandono, 1997). Itik lokal dapat dibedakan menjadi berbagai macam, sesuai dengan daerah tempat penyebarannya misalnya itik Tegal dan Pekalongan yang banyak dijumpai didaerah Tegal, Semarang, Kendal, Pekalongan, dan Cirebon. Itik Mojosari banyak terdapat didaerah Mojosari, Mojokerto, Jawa Timur. Itik Magelang banyak dijumpai didaerah Magelang dan sekitarnya (Setioko, 2012).B. Daging Itik Petelur AfkirDaging secara umum didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan produk hasil proses jaringan yang dapat dikonsumsi namun tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang mengkonsumsinya (Soeparno, 2007). Daging itik dapat diperoleh dari betina afkir yang sudah tidak berproduksi lagi. Prihatman (2000) mengemukakan bahwa ternak itik petelur yang telah berusia 18-24 bulan tidak layak lagi dipelihara sebagai itik petelur karena sudah tidak produktif (afkir) dan biasanya mempunyai nilai ekonomis yang rendah karena dagingnya yang sudah alot sehingga menyebabkan konsumen kurang menyukainya. Menurut Setioko (2012) daging itik yang berasal dari itik petelur afkir mempunyai proporsi perdagingan yang lebih kecil dan daging yang alot. Daging yang dihasilkan oleh ternak tua cenderung keras dan tidak empuk karena semakin bertambahnya umur ternak, maka semakin meningkat jumlah dan kekuatan kolagen (Soeparno,2007). Komposisi daging itik dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Kimia Daging ItikNo.Komposisi Kimia Persentase (%)

1Air 73,97

2Lemak Kasar 1,91

3Protein Kasar21,26

Sumber : Kartikasari et al.(2003)C. Tumbuhan Biduri (Calontropis gigantea)Klasifikasi tumbuhan biduri menurut Sulkani (2013) adalah sebagai berikut:Kingdom: Plantae (Tumbuhan)Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)Ordo: GentianalesFamili: AsclepiadaceaeGenus: CalotropisSpesies: Calotropis gigantea Willd Tumbuhan ini banyak ditemukan di daerah bermusim kemarau panjang, seperti padang rumput yang kering, lereng-lereng gunung yang rendah, dan pantai berpasir. Alamendah (2014), biduri atau widuri (Calotropis gigantea) merupakan tanaman perdu menahun (perennial). Tinggi pohon bisa mencapai 4 meter. Batang biduri berbentuk silindris dengan percabangan bertipe simpodial (cabang menyerupai batang). Batangnya berwarna hijau keputihan dan berlapis lilin. Batang mengeluarkan getah yang berwarna putih susu saat dilukai.Tumbuhan biduri mempunyai daun berbentuk bulat panjang dengan ujung tumpul, berwarna hijau muda, tepi rata, tulang daun menyirip denga panjang 8-30 cm dan lebar 4-15 cm. Permukaan atas helaian daun muda berambut rapat berwarna putih (lambat laun menghilang) dan permukaan bawah berambut tebal berwarna putih. Bunga biduri merupakan bunga majemuk terletak di ujung atau ketiak daun. Tangkai bunga berambut rapat, mahkota bunga berbentuk seperti kemudi kapal dan berwarna putih keungu-unguan. Buah biduri berbentuk bulat telur atau bulat panjang, panjangnya 9-10 cm dan berwarna hijau. Bijinya kecil, lonjong, pipih, berwarna cokelat, dan berambut pendek yang tebal (Dalimartha, 2000). Tumbuhan biduri mengandung lateks atau getah (terutama pada jaringan yang masih muda) yang didalamnya mengandung salah satunya adalah protease (Murtini dan Qomarudin, 2003). Witono et al. (2010) berpendapat bahwa berdasarkan sifat kimia dari sisi aktifnya, protease biduri termasuk dalam jenis sulfidril (cysteine protease) yang memiliki stabilitas pada larutan garam dan deterjen. Protease biduri mampu menghidrolisis berbagai jenis substrat (kasein, isolat protein kedelai, isolat protein koro, miofibril ikan dan gelatin) dengan derajat hidrolisis yang bervariasi. Berdasarkan pola pemecahan substratnya, protease biduri terindikasi kuat termasuk dalam eksopeptidase yang sangat potensial untuk pembuatan hidrolisat protein dan memperbaiki flavor produk pangan. Menurut Murtini dan Qomarudin (2003), protease merupakan biokatalisator yang dapat mempercepat terjadinya hidrolisa protein miofibril yang terjadi pada filamen-filamennya dan menghasilkan fragmentasi pada ikatan peptida miofibril. Putusnya serat-serat daging dan berkurangnya ikatan jaringan ikat yang mengikat antar serat menyebabkan integritas serat-serat daging berkurang, sehingga meningkatkan keempukkan. D. Kualitas Fisik Daging Uji kualitas fisik daging itik petelur afkir, otot yang dipilih adalah otot yang cukup besar dan arah serabut yang cukup jelas seperti otot biceps femoris dan pectoralis (Soeparno, 2007). Menurut BALITNAK (2006) bagian karkas itik yang paling tinggi persentasenya adalah paha yaitu 26,8 persen dari bobot karkas dan dada 24,9 persen. Parameter kualitas daging fisik daging meliputi susut masak, keempukan, daya ikat air, warna, dan pH daging. (Soeparno, 2007). 1. Keempukan Daging Keempukan merupakan faktor penting penentu kualitas daging. Kesan keempukan secara keseluruhan meliputi tekstur dan melibatkan tiga aspek yaitu pertama, kemudahan awal penetrasi gigi ke dalam daging; kedua, mudahnya daging dikunyah menjadi fragmen/potongan-potongan yang lebih kecil, dan ketiga, jumlah residu yang tertinggal setelah dikuyah. Keempukan daging dapat ditentukan secara subjektif dan objektif. Metode subjektif dilakukan dengan menggunakan uji panel yang disebut panel taste, sedangkan pengujian keempukan secara objektif dapat dilakukan secara mekanik di antaranya dengan pengujian kompresi (indikasi kealotan jaringan) dan daya putus Warner-Bratzler (Soeparno, 2007). Faktor yang mempengaruhi keempukan daging ada hubungannya dengan komposisi daging itu sendiri, yaitu berupa tenunan pengikat, serabut daging, sel-sel lemak yang ada diantara serabut daging (Reny, 2009). Soeparno (2007) keempukan daging banyak ditentukan oleh tiga komponen daging yaitu struktur miofibril, kandungan jaringan ikat, dan tingkat ikatan silang pada jaringan ikat. Semakin tua umur ternak akan semakin tinggi kandungan protein jaringan ikatnya, sehingga daging akan semakin alot (Lawrie, 2014). Protein-protein tersebut oleh enzim protease akan dihidrolisis menjadi senyawa yang sederhana. Istika (2009) menyatakan protein (kolagen dan miofibril) yang terhidrolisis akan menghilangkan ikatan antar serat otot dan memecahan serat menjadi fragmen-fragmen yang lebih pendek akan menghasilkan serat otot lebih mudah terpisah sehingga daging lebih empuk. 2. pH Daging pH (Power of Hidrogen) adalah nilai keasaman suatu senyawa atau nilai hidrogen dari senyawa tersebut, kebalikan dari pOH yaitu nilai kebasaan. Nilai pH digunakan untuk menunjukkan tingkat keasaman dan kebasaan suatu substansi. Meurut Soeparno (2007) Jaringan otot hewan pada saat hidup mempunyai nilai pH sekitar 5,1 sampai 7,2 dan menurun setelah pemotongan karena mengalami glikolisis dan dihasilkan asam laktat yang akan mempengaruhi pH. Nilai pH daging akan mengalami penurunan sesuai dengan waktu penyimpanan semakin lama penyimpanan akan semakin rendah pH daging hingga tercapai pH ultimat daging pada kisaran 5,5-5,9Nilai pH juga berpengaruh terhadap keempukan daging. Daging dengan pH tinggi mempunyai keempukan yang lebih tinggi daripada daging dengan pH rendah. Menurut Bouton et al. (1986) ; Harjono( 2008) keaalotan atau keempukan serabut otot pada kisaran pH 5,4 sampai 6,0. Nilai pH daging berhubungan dengan DIA, jus daging, keempukan susut masak, warna, dan sifat mekanik daging (daya putus dan kekuatan tarik). Nilai pH akhir daging akan menentukan karakteristik kualitas daging lainnya seperti struktur otot, DIA, pertumbuhan mikroorganisme, denaturasi protein, enzim, dan keempukan daging (Lukman, 2010).3. Daya Ikat Air (DIA)Daya ikat air (Water Holding Capacity) adalah kemampuan daging untuk mengikat air atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar, misalnya pemotongan, pemanasan, penggilingan dan tekanan. Protein daging terdiri atas sekitar 70% protein struktur atau fibril dan sekitar 30% protein larut air (de Man, 1997;Dalilah, 2006). Menurut Fardiaz, et al. (1992);Surgawi, et al. (2012), kemampuan protein untuk mengikat komponen-komponen bahan pangan seperti air dan lemak sangat penting dalam makanan dan mempunyai peranan penting dalam pembentukan tekstur. Selain itu, pH dan kondisi rigormortis berpengaruh terhadap kapasitas menahan air. Hal yang paling berpengaruh terhadap interaksi protein dengan air adalah grup amino polar. Faktor-faktor yang mempengaruhi DIA antara lain pH, pelayuan, pemasakan, pemanasan, macam otot, pakan, temperatur, kelembaban, penyimpanan, jenis kelamin, kesehatan, perlakuan sebelum pemotongan dan lemak intramuscular. Daging yang mempunyai DIA yang rendah akan mengindikasikan daging tersebut kehilangan banyak cairan, sehingga terjadi kehilangan berat dan juga akan kehilangan sebagian komponen yang ikut terlarut di dalam cairan yang keluar (Soeparno, 2007). 4. Susut Masak Susut masak (cooking loss) adalah banyaknya berat yang hilang selama pemasakan. Semakin tinggi temperatur dan waktu pemasakan, maka semakin besar kadar cairan daging yang hilang sampai tingkat konstan Susut masak merupakan fungsi dari temperatur dan lama pemasakan. Susut masak merupakan indikasi dari sifat mekanik miofibril dan jaringan ikat akibat bertambahnya umur ternak Susut masak bervariasi antara 1,5-54,5 % dengan kisaran 15-40 % (Soeparno ,2007). Menurut Hartono et al. (2013) susut masak dapat dipengaruhi oleh pH, panjang sarkomer serabut otot, panjang potongan serabut otot, status kontraksi miofibril, ukuran dan berat sampel daging, dan penampang lintang daging. Menurut (Lawrie, 2003) daging yang berkualitas baik nilai susut masaknya lebih sedikit dari pada daging yang berkualitas rendah, meskipun daging yang baik kehilangan lemak lebih banyak, tetapi total kehilangan air lebih sedikit. E. Kualitas Kimia Daging1. Kadar Protein TerlarutProtein daging terdiri dari protein sederhana dan protein terkonjugasi. Berdasarkan asalnya protein dapat dibedakan dalam 3 kelompok yaitu protein sarkoplasma, protein miofibril, dan protein jaringan ikat. Protein sarkoplasma adalah protein larut air karena umumnya dapat diekstrak oleh air dan larutan garam encer. Protein miofibril terdiri atas aktin dan miosin, serta sejumlah kecil troponin dan aktinin. Protein jaringan ikat ini memiliki sifat larut dalam larutan garam. Protein jaringan ikat merupakan fraksi protein yang tidak larut, terdiri atas protein kolagen, elastin, dan retikulin (Muchtadi dan Sugiono, 1992);Yuniarti (2011).Pengempukan daging dengan pemberian enzim proteolitik membantu terjadinya proteolisis pada berbagai fraksi protein daging. menyatakan bahwa keempukan daging dapat dihubungkan dengan kedua kategori kedua protein otot yaitu miofibril dan protein jaringan ikat. Proteolisis protein jaringan ikat dalam daging menjadi hidroksiprolin mengakibatkan shear force kolagen berkurang, sehingga keempukan daging meningkat (Murtini dan Qomarudin, 2003). Proteolisis miofibril dan kolagen menghasilkan fragmen protein dengan rantai peptida lebih pendek, semakin banyak prteolisis yang terjadi , maka makin banyak protein terlarut (Zulfahmi, 2014).2. Kadar LemakLipid berasal dari bahasa Yunani yaitu Lipos (Lemak). Lemak adalah senyawa organik yang tidak larut dalam air, tetapi larut pada larutan non polar seperti eter dan kloroform. Lemak tubuh sebagian besar terdapat dalam jaringan lemak atau derivat-derivat lemak yang terdapat dibawah kulit, sekeliling alat pencernaan, sekeliling ginjal, otot-otot daging dan organ lainnya. Lemak merupakan sumber biokalori yang cukup tinggi nilai yaitu sekitar 9 kilokalori setiap gramnya. Disamping itu lemak juga dapat melarutkan vitamin-vitamin yaitu vitamin A, D, E, dan K (Ketaren, 1986 );Fajar (2012) .Berdasarkan lokasi distribusinya lemak dalam daging antara lain terdiri atas lemak intermuskular, lemak intra muscular, lemak dalam jaringan (adipose), lemak di dalam jaringan syaraf dan lemak di dalam darah. Komponen-komponen penyusun lemak meliputi senyawa trigliserida, fosfolipida, kolesterol dan vitamin yang larut dalam lemak (Nurwantoro dan Mulyani, 2003). Menurut Nugraheni (2010), lemak yang terdapat pada daging dibedakan menurut lokasinya yaitu (1) lemak subkutan yang terletak di permukaan luar daging dan langsung di bawah kulit, (2) lemak intermuskular terletak di antara berkas-berkas jaringan daging dan (3) lemak intraseluler terletak di dalam serabut daging dan di antara serabut-serabut daging.

4