BAB-II

31
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resin Komposit 2.1.1 Definisi Resin komposit adalah suatu bahan dengan komposisi yang terdiri dari campuran dua atau lebih komponen, yang mempunyai sifat kimia berbeda, dan kedua bahan tersebut dapat berikatan satu sama lain, sehingga dapat memperoleh hasil akhir yang baik (Craig dan Powers, 2002). Bahan resin komposit adalah suatu bahan matriks resin, yang didalamnya ditambahkan partikel anorganik sedemikian rupa, sehingga sifat-sifat matriksnya ditingkatkan dan dapat berikatan dengan baik (Anusavice, 2003). Beberapa sifat menguntungkan dari resin komposit antara lain shrinkage saat polimerisasi rendah, koefisien muai suhu hampir sama dengan gigi, resistensi terhadap fraktur tinggi, ikatan dengan enamel dan dentin kuat, serta memiliki keserasian warna baik (Noort, 2002). 4

description

dental health education

Transcript of BAB-II

PAGE 17

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Resin Komposit

2.1.1 Definisi Resin komposit adalah suatu bahan dengan komposisi yang terdiri dari campuran dua atau lebih komponen, yang mempunyai sifat kimia berbeda, dan kedua bahan tersebut dapat berikatan satu sama lain, sehingga dapat memperoleh hasil akhir yang baik (Craig dan Powers, 2002). Bahan resin komposit adalah suatu bahan matriks resin, yang didalamnya ditambahkan partikel anorganik sedemikian rupa, sehingga sifat-sifat matriksnya ditingkatkan dan dapat berikatan dengan baik (Anusavice, 2003). Beberapa sifat menguntungkan dari resin komposit antara lain shrinkage saat polimerisasi rendah, koefisien muai suhu hampir sama dengan gigi, resistensi terhadap fraktur tinggi, ikatan dengan enamel dan dentin kuat, serta memiliki keserasian warna baik (Noort, 2002). Kekurangan dari resin komposit diantaranya yaitu self life terbatas, iritasi pada pulpa yang berasal dari sisa monomer, sehingga perlu ditambahkan basis dan lining di bawah tumpatan resin dan resin komposit dapat menyerap air, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya perubahan warna (Anusavice, 2003).2.1.2 Komposisi Resin Komposit

Bahan komposit terdiri dari sejumlah komponen, dengan komponen utamanya adalah matriks resin dan partikel pengisi anorganik. Selain itu, terdapat komponen lain, yang diperlukan untuk meningkatkan efektifitas dan ketahanan dari resin komposit. Komponen lain tersebut terdiri atas bahan pengikat (coupling agent), aktivator, inisiator, pigmen untuk warna komposit (modifier optic), dan penghambat polimerisasi dini (inhibitor), serta bahan akselerator dan sejumlah kecil bahan penyerap sinar ultraviolet, untuk meminimalisasi perubahan warna yang diakibatkan oleh proses oksidasi (Anusavice, 2003).a. Matriks resin

Matriks resin terdiri dari bahan dasar resin (Monomer) dan pengencer (co-monomer). Bahan dasar resin merupakan komponen terbesar dan mempunyai berat molekul tinggi, yaitu Bis-GMA yang merupakan hasil reaksi antara bisfenol-A dengan glisidin metakrilat (Noort, 2002). Bahan pengencer (co-monomer) adalah suatu monomer yang mempunyai berat molekul rendah (aromatic dimetakrilat), dan berfungsi untuk mengurangi kekentalan bahan dasar resin sehingga mempermudah aplikasinya (Noort, 2002).

Bahan pengisi (filler) merupakan partikel pengisi pada resin komposit mempengaruhi pemeliharaan dan keawetan dari bahan restorasi tersebut (Hartrick, Eakle, dan Bird, 2003). Bahan pengisi tersebut akan meningkatkan sifat bahan matriks, apabila terjadi ikatan antara partikel pengisi dengan matriks. Adanya penambahan partikel pengisi pada suatu resin memberi banyak keuntungan bagi resin itu sendiri, antara lain memperbaiki kekuatan mekanis, modulus elastisitas, mengurangi koefisien muai panas pada waktu polimerisasi, mengurangi kontraksi pada waktu pengerasan, dan meningkatkan estetik apabila terbuat dari bahan kaca, serta untuk ketahanan aus (Anusavice, 2003; Ascheim dan Barry, 2001). Saat ini sudah terdapat komposit yang menggunakan teknologi nano, sehingga memiliki ukuran partikel pengisi antara 20 75 mm dan bersifat sangat halus (Davis, 2004).

c. Bahan pengikat (Coupling Agent)

Bahan pengikat merupakan bahan yang digunakan untuk memperkuat ikatan antara matriks dengan partikel pengisi. Aplikasi bahan pengikat yang tepat dapat meningkatkan sifat mekanik dan fisik, serta kestabilan hidrolitik dengan mencegah air menembus sepanjang antar muka bahan pengisi dan resin. Bahan pengikat yang sering digunakan adalah vinyl silane (Anusavice, 2003).

d. Sistem aktivator-inisiator

Aktivator atau inisiator merupakan bahan yang digunakan untuk memulai proses polimerisasi. Monomer metal metakrilat dan dimetil metakrilat berpolimerisasi dengan mekanisme polimerisasi tambahan yang diawali radikal bebas. Radikal bebas dapat berasal dari aktivasi kimia atau pengaktifan energi eksternal (panas atau sinar). Resin yang diaktifkan secara kimia dipasok dalam dua pasta, satu mengandung inisiator benzoil peroksida, dan lainnya amin tersier. Apabila bahan tersebut bereaksi akan membentuk radikal bebas. Sedangkan resin yang aktivatornya sinar, menggunakan sinar ultraviolet untuk membentuk radikal bebas, dan bahan inisiator dalam resin terdiri atas molekul foto-inisiator dan aktivator amin. Sistem aktivasi dengan sinar, saat ini lebih digunakan karena dapat meningkatkan kemampuan polimerisasi resin komposit, pada lapisan yang lebih tebal sampai 2 mm (Anusavice, 2003; Craig dan Powers, 2002).

e. Modifier Optic

Untuk mencocokkan dengan warna gigi, komposit harus memiliki warna visual (shading) dan transluensi yang dapat menyerupai gigi. Warna dapat diperoleh dengan menambahkan pigmen yang berbeda. Bahan pigmen ini sering terdiri dari oksida logam berbeda, yang ditambahkan dalam jumlah sedikit. Modifier optic ini mempengaruhi kemampuan transmisi cahaya dari komposit. Sebagian besar komposit diaktifkan dengan sinar, sehingga warna dan opasitas yang berbeda yang terdapat pada komposit, memiliki kedalaman pengerasan yang berbeda pula saat disinari. Oleh karena itu, warna yang lebih gelap harus diletakkan lebih tipis untuk mengoptimalkan polimerasi (Anusavice, 2003).

f. Bahan penghambat polimerisasi dini (Inhibitor)

Inhibitor ini merupakan bahan yang ditambahkan pada sistem resin, untuk mencegah polimerisasi spontan dari monomer. Bahan ini terdapat pada resin dalam konsentrasi rendah, untuk mencegah terjadinya polimerisasi selama penyimpanan. Bahan yang digunakan adalah monoetil-eter-hidroquinon (Anusavice, 2003).g.Bahan pemercepat polimerisasi (Akselerator)

Akselerator merupakan bahan kimia yang ditambahkan kedalam pasta untuk mempercepat polimerisasi. Bahan yang digunakan adalah tersier aromatik amin, yaitu N,N-dimetil-p-toluidine dan N,N-dihidroksietil-p-toloidine. Pada suhu kamar, bahan tersebut akan bereaksi dengan benzoil peroksida membentuk radikal bebas pada proses polimerisasi (Craig dan Powers, 2002).2.1.3 Jenis Resin Komposit

Berdasarkan ukuran rata-rata partikel bahan pengisi, resin komposit diklasifikasikan menjadi komposit tradisional atau konvensional, komposit berbahan pengisi partikel kecil, komposit berbahan pengisi mikro, komposit hybrid, dan komposit nano (Anusavice, 2003).Tabel 1. Klasifikasi Komposit Berbasis Resin (Ascheim dan Barry, 2001;

Anusavice, 2003; Davis, 2004)KategoriRata-rata Ukuran Partikel ((m)Volume Partikel Pengisi

Komposit konvensional8 1270%

Komposit berbahan pengisi partikel kecil1 580% - 85%

Komposit berbahan pengisi mikro (microfilled composite)0,04 0,235% - 50%

Komposit hybrid0,6 1,075% - 80%

Komposit nano0,02 0,07559,5%

2.2 Komposit Nano

Resin komposit nano diformulasikan dengan partikel bahan pengisi nanomer dan nanokluster. Resin komposit ini terdiri dari kombinasi partikel pengisi nanosilika non agglomerated berukuran 20 nm, dan agregasi zirconia atau silica nanocluster, yang ukurannya berkisar dari 0,6 nm sampai 1,4 nm. Nanocluster merupakan gabungan partikel nanomer yang berbahan silika dan zirkonia. Keuntungan nanocluster adalah sebagai pengikat antara filler dengan resin, menambah kekuatan, dan mempermudah aplikasi. Sedangkan penambahan partikel nanomer, dapat meningkatkan retensi pemolesan (Balaji dan Jhaveri, 2005; Attar, 2007).Resin komposit nano terdiri dari campuran polimer dan partikel keramik, dengan diameter lebih kecil daripada panjang gelombang sinar tampak. Resin komposit nano mempunyai potensi sebagai bahan face shield, karena indeks refraksinya tinggi dan tahan terhadap goresan dan korosi. Resin komposit nano menghasilkan pemolesan yang lebih baik permukaannya, tetap halus dan cemerlang dalam jangka waktu lama, mudah diaplikasikan, dan kekuatannya tinggi. Dengan ukuran partikel yang lebih kecil, resin komposit nano mempunyai efek chameleon, yaitu perpaduan yang sangat bagus dalam restorasi disertai lebih banyak penyebaran sinar, yang keduanya memberikan gambaran estetik seperti aslinya. Selain itu, resin komposit nano mempunyai kekuatan fleksural sebesar 128 Mpa yang setara dengan resin komposit hybrid (Roberson, Heyman, dan Swift, 2006). Volume rata-rata bahan pengisinya adalah 59,5 % mendekati volume rata-rata bahan pengisi komposit hybrid dan microhybrid (Baum, Philips, dan Lund, 1997).Resin komposit nano dengan bahan matriks urethane dimetakrilat (Bis-GMA) memiliki partikel bahan pengisi nanocluster, yang merupakan gabungan partikel nanomer yang berbahan dasar silica dengan zirkonia, dan matriksnya berupa diakrilat atau alipatik yaitu Bis-GMA, yang merupakan reaksi dari bisphenol-A dan glisidil-metakrilat, UEDMA, dan TEGDMA. Matriks resin ini berbentuk glasslike dengan struktur yang tidak berbentuk (amorphous), brittle, rentan terhadap fraktur, mudah mengalami degradasi permukaanya, dan degradasi karena pengunyahan. Distribusi bahan pengisi matriks resin komposit ini sangat rapat, karena ukuran bahan pengisinya sangat kecil, yaitu kombinasi dari partikel ukuran nano, dan formulasi nanocluster dapat mengisi celah ruang kosong antara bahan pengisi dan matriksnya, sehingga mengurangi celah antar partikel (Megantara, 2005).2.3 KopiTanaman kopi termasuk dalam famili Rubiaceae, dan terdiri atas banyak jenis antara Coffea arabica dan Coffea robusta. Negara asal tanaman kopi adalah Abessinia yang tumbuh di dataran tinggi. Sistematik tanaman kopi Robusta menurut adalah sebagai berikut (Armansyah, 2010).Kingdom: Plantae Subkingdom: TracheobiontaSuper Divisi: SpermatophytaDivisi: MagnoliophytaKelas: MagnoliopsidaSub Kelas: AsteridaeOrdo: RubialesFamili: RubiaceaeGenus: CoffeaSpesies: Coffea robusta LindlTanaman kopi biasanya tumbuh berupa semak atau pohon kecil, yang dapat mencapai 5 meter ketika tidak berbuah. Daunnya berwarna hijau gelap dan mengkilat, biasanya panjangnya 10-15 cm, dan mempunyai lebar 6 cm. Bunganya berwarna putih dan berbau harum. Bijinya berbentuk oval, dengan panjang kira-kira 1,5 cm, berwarna hijau saat belum matang, kemudian berwarna kuning ketika hendak matang, kemudian kemerah-merahan, dan menjadi hitam ketika kering. Biasanya dikotil tetapi 5-10% merupakan monokotil yang disebut peaberries. Biji kopi ini umumnya matang sekitar tujuh hingga sembilan bulan. Kopi tumbuh di daerah tropis, dan tumbuhan peralihan yang tumbuh di lereng gunung. Ada dua jenis tanaman kopi yang sering dikonsumsi masyarakat, antara lain kopi Arabika dan kopi Robusta. Ketika matang, biji kopi dipetik, diproses, dikeringkan, dan dipanggang. Saat dipanggang, biji kopi mengalami beberapa perubahan fisika dan kimia. Biji-biji kopi itu dipanggang dalam beberapa derajat, tergantung pada rasa yang diinginkan. Setelah dipanggang biji kopi akan digiling dan disajikan dalam beberapa macam penyajian (Widyotomo, 2009).Senyawa kimia pada biji kopi dapat dibedakan atas senyawa volatile dan non volatile. Senyawa volatile adalah senyawa yang mudah menguap, terutama jika terjadi kenaikan suhu. Senyawa volatil yang berpengaruh terhadap aroma kopi antara lain golongan aldehid, keton, dan alkohol, sedangkan senyawa non volatile yang berpengaruh terhadap mutu kopi antara lain kafein, chlorogenic acid, dan senyawa-senyawa nutrisi. Senyawa nutrisi pada biji kopi terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, dan mineral. Sukrosa yang termasuk golongan karbohidrat merupakan senyawa disakarida yang terkandung dalam biji kopi, kadarnya dapat mencapai 75% pada biji kopi kering. Selain itu, dalam biji kopi terdapat gula pereduksi sekitar 1%. Berkurangnya gula pereduksi yang disebabkan oleh penyimpanan pada suhu tinggi, akan menyebabkan turunnya mutu seduhan kopi yang dihasilkan, karena gula merupakan salah satu komponen pembentuk aroma. Golongan asam juga dapat mempengaruhi mutu kopi, karena merupakan salah satu senyawa pembentuk aroma kopi. Asam yang dominan pada biji kopi adalah asam klorogenat yaitu sekitar 8 % pada biji kopi, atau 4,5% pada kopi sangrai. Selama penyangraian, sebagian besar chlorogenic acids akan terhidrolisa menjadi asam kafeat dan quinic acid (Johnston, Clifford, dan Morgan, 2003).2.3.1 Kopi ArabikaKopi Arabika adalah kopi yang paling baik mutu cita rasanya, tanda-tandanya adalah biji picak dan daun hijau tua dan berombak-ombak. Spesies asli yang berasal dari Ethiopia. Tumbuh di Afrika barat, India Barat, Brazil, dan Jawa. Semua pakar Botani yang pernah melakukan eksplorasi hutan di daerah barat daya pegunungan Ethiopia, sependapat bahwa tempat tersebut merupakan pusat keragaman kopi Arabika. Tanaman ini termasuk dalam familia Rubiaceae (kopi-kopian) dan genus Coffea. Kopi arabika merupakan tanaman perdu tahunan yang memiliki akar tunggang. Tingginya antara 7-12 m dan mempunyai cabang. Percabangan sekunder sangat aktif, bahkan pada cabang primer di atas permukaan tanah, membentuk kipas berjuntai menyentuh tanah. Panjang cabang primer rata-rata mencapai 123 cm sedangkan ruas cabangnya pendek-pendek. Batang tanaman kopi Arabika berkayu, keras dan tegak dengan warna putih keabu-abuan (Ciptadi, 1985).Beberapa sifat penting kopi Arabika (Ciptadi, 1985) :1. Daerah yang ketinggiannya antara 700-1700 m dpl dan suhu 16-20 C.

2. Daerah yang iklimnya kering atau bulan kering 3 bulan/tahun secara berturut turut, yang sesekali mendapat hujan kiriman.

3. Rata-rata produksi sedang (4,5-5 kuintal kopi beras/ha/th), tetapi mempunyai harga dan kualitas yang relatif lebih tinggi dari kopi lainnya. Apabila dikelola secara intensif produksinya dapat mencapai 15-20 kuintal/ha/th. Untuk kopi Arabika, akan menghasilkan 16-18 kg kopi (dengan kandungan air 12 persen).

4. Umumnya berbuah sekali dalam setahun.

Beberapa varietas kopi yang termasuk kopi Arabika dan banyak diusahakan di Indonesia antara lain Abesinia, Pasumah, Marago Type, dan Congensis. Di dunia perdagangan, dikenal beberapa golongan kopi, tetapi yang sering dibudidayakan hanya kopi Arabika dan Robusta.2.3.2 Kopi Robusta

Kopi Robusta digolongkan lebih rendah mutu cita rasanya, dibandingkan dengan cita rasa kopi Arabika. Hampir seluruh produksi kopi robusta di seluruh dunia dihasilkan secara kering. dan untuk mendapatkan rasa lugas tidak boleh mengandung rasa-rasa asam. Hasil fermentasi kopi Robusta memiliki kelebihan yaitu kekentalan lebih dan warna yang kuat (Siswoputranto, 1993).

Menguasai 30 persen pasar dunia. Kopi ini tersebar di luar Columbia, seperti di Indonesia dan Filipina. Sama seperti Arabika, kondisi tanah, iklim, dan proses pengemasan kopi ini akan berbeda untuk setiap negara, dan menghasilkan rasa yang sedikit banyak juga berbeda (Siswoputranto, 1993). Ciri-ciri kopi Robusta meliputi rasa yang lebih seperti coklat, bau yang dihasilkan khas dan manis, warnanya bervariasi sesuai dengan cara pengolahan, dan memiliki tekstur yang lebih kasar dari Arabika (Siswoputranto, 1993)Tabel 2. Komposisi Biji kopi Arabika dan Robusta sebelum dan sesudah disangrai serta kopi bubuk instan (% bobot kering)KomponenArabika greenArabika roastedRobusta greenRobusta roastedBubuk kopi instan

Mineral3.0-4.23.5-4.54,0-4.54.6-5.09.0-10.1

Kafein09-1.21.01.6-2.42.04.5-5.1

Trigonellin1.0-1.20.5-1.00.6-0.750.3-0.6-

Lemak12.0-18.014.5-20.09.0-13.011.0-16.01.5-1.6

Total asam klorogenat5.5-8.01.2-2.37.0-10.03.9-4.65.2-7.4

Asam alifatis1.5-2.01.0-1.51.5-1.21.0-1.5-

Oligosakarida6.0-8.00-3.55.0-7.00-3.50.7-5.2

Total polisakarida50.0-55.024.0-39.037.0-47.06.5

Asam amino2.0000

Protein11.0-13.013.0-15.013.0-15.016.0-21.0

Tannin16.0-17.016.0-17.015.02

(Sumber : Clarke and Macrae, 1987)2.4 TanninTannin secara umum didefinisikan sebagai senyawa polifenol, yang memiliki berat molekul cukup tinggi (lebih dari 1000), dan dapat membentuk kompleks dengan protein. Berdasarkan strukturnya, tannin dibedakan menjadi dua kelas yaitu tannin terkondensasi (condensed tannins) dan tannin terhidrolisis (hydrolysable tannins) (Hagerman, 2002; Harbone, 1996).2.4.1

Klasifikasi Tannin

Senyawa tannin termasuk kedalam senyawa polyphenol yang artinya senyawa yang memiliki bagian berupa fenolik. Klasifikasi senyawa polyphenol telah dibahas pada bab yang lain, jadi untuk bab ini hanya difokuskan pada klasifikasi senyawa tannin. Senyawa tannin dibagi menjadi dua, yaitu tanin yang terhidrolisis dan tannin yang terkondensasi (Hagerman, 2002; Harbone, 1996). Jenis-jenis senyawa di atas akan dibahas lebih lanjut sebagai berikut :

1. Tannin terhidrolisis (hydrolysable tannins).

Tannin ini biasanya berikatan dengan karbohidrat, dengan membentuk jembatan oksigen, maka dari itu tannin ini dapat dihidrolisis dengan menggunakan asam sulfat atau asam klorida. Salah satu contoh jenis tannin ini adalah gallotanin yang merupakan senyawa gabungan dari karbohidrat dengan asam galat. Senyawa selain membentuk gallotanin, dua asam galat akan membentuk tannin terhidrolisis, yang disebut Ellagitanins. Ellagitanins sederhana disebut juga ester asam hexahydroxydiphenic (HHDP). Senyawa ini dapat terpecah menjadi asam galic jika dilarutkan dalam air (Hagerman, 2002; Harbone, 1996).

2. Tannin terkondensasi (condensed tannins).

Tannin jenis ini biasanya tidak dapat dihidrolisis, tetapi dapat terkondensasi menghasilkan asam klorida. Tannin jenis ini kebanyakan terdiri dari polimer flafonoid, yang merupakan senyawa fenol dan telah dibahas pada bab yang lain. Nama lain dari tanin ini adalah Proanthocyanidin. Proanthocyanidin merupakan polimer dari flavonoid, yang dihubungkan melalui C8 dengan C4. Salah satu contohnya adalah sorghum procyanidin, senyawa ini merupakan trimer yang tersusun dari epiccatechin dan catechin (Hagerman, 2002; Harbone, 1996).2.4.2

Sifat Umum Tannin

1. Sifat fisika Sifat fisika dari tannin adalah sebagai berikut (Hagerman, 2002):

a. Jika dilarutkan kedalam air akan membentuk koloid dan memiliki rasa asam dan sepat.b. Jika dicampur dengan alkaloid dan gelatin akan terjadi endapan.c. Tidak dapat mengkristal.d. Mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein tersebut, sehingga tidak dipengaruhi oleh enzim protiolitik.2. Sifat kimia

Sifat kimia dari tannin antara lain (Hagerman, 2002).:

a. Merupakan senyawa kompleks dalam bentuk campuran polyphenol yang sukar dipisahkan sehingga sukar mengkristal.b. Tannin dapat diidentifikasikan dengan kromotografi.c. Senyawa polyphenol dari tanin mempunyai aksi adstrigensia, antiseptik, dan pemberi warna.

Gambar 1. Struktur Kimia Gallic Acid (Hydrolyzable tannins) dan Flavone

(Condensed tannins) (Frewer dan Lader, 2004).2.5 Asam KlorogenatAsam klorogenat merupakan salah satu antioksidan, yang terdapat di dalam biji kopi yang dapat melawan stress oksidatif, dan menghambat pembentukan bahan karsinogenik. Asam klorogenat pada kopi adalah turunan dari 5-coffeoyllquuuc acid dengan cinamic acid, o-hydroksinamic acid, p-hidroksinamic acid, caffeic acid, ferulic acid, isoferulic acid, dan sinapic acid (asam sinnamat, asam o-hidroksicinamat, asam p-hidroksisinamat, asam kafeat, asam ferulat, asam isoferulat, dan diketahui sebagai senyawa yang bersifat antioksidan dan asam sinapat). Asam klorogenat merupakan salah satu komponen yang memberikan kontribusi terhadap sifat keasaman pada minuman kopi. Kadar asam klorogenat pada biji kopi Arabika bervariasi antara 6 - 7%, sedangkan pada Robusta sekitar 7 - 11%, dan meningkat seiring tingkat kemasakan. Kadar asam klorogenat meningkat seiring dengan peningkatan kadar kafein. Citarasa asam klorogenat adalah pahit seperti tanin (Yusianto, 1999).

Gambar 2. Struktur Kimia Asam Klorogenat (Frewer dan Lader, 2004).

2.6 Pengaruh Tannin dan Asam Klorogenat terhadap Permukaan Resin Komposit Nano

Asam klorogenat (C16H18O9) adalah senyawa yang banyak mengandung fenol. Bahan resin apabila kontak dengan larutan fenol akan menunjukkan peningkatan berat, karena akan menyerap air dan menunjukkan pengerusakan secara kimiawi pada permukaan resin (Shen,1989).

Kopi memiliki pH berkisar antara 4-6,5. Kondisi ini menggambarkan bahwa kopi memiliki pH rendah, maka dapat meningkatkan erosi pada polimer, sehingga terjadi kekasaran permukaan (Igor, 2007). Permukaan yang kasar akan memudahkan zat warna kehitaman (tannin) menempel, karena zat warna dalam kopi bersifat akumulatif, terutama pada daerah yang memiliki banyak mikroporositas. Zat warna inilah yang akan menyebabkan perubahan fisik dari resin komposit nano, yaitu perubahan warna (Guler, Yilmaz, dan Kulunk, 2005).Ikatan rantai ganda polimer matriks terputus. Proses tersebut menyebakan degradasi ikatan polimer, sehingga beberapa monomer dari resin komposit melepaskan diri, kemudian disertai pelepasan partikel bahan pengisi resin. Jika bahan matriks terkikis, akan meninggalkan tonjolan-tonjolan bahan pengisi, sehingga dapat menyebabkan kekasaran permukaan resin komposit (Billmeyer, 2003).Selain itu, di dalam kopi juga terkandung zat tannin yang merupakan zat warna pada kopi, yang menyebabkan kopi berwarna gelap. Zat ini sangat potensial menyebabkan perubahan warna pada kopi, karena kandungan tannin (C76H52O46) yang memiliki struktur polar, sehingga menyebabkan ikatan kimia fisik menjadi lebih kuat, disamping itu tannin mudah mengoksidasi oksigen baik di udara bebas maupun dalam lingkungan air, sehingga mengakibatkan perubahan warna menjadi lebih gelap (Frewer dan Lader, 2004). Sedangkan ikatan fisik yang terjadi adalah terjadinya penempelan partikel dari zat warna, ada ruang diantara matriks yang terputus, zat warna ini bersifat akumulatif, terutama pada daerah yang memiliki banyak mikroporositas. Akumulasi dari zat warna inilah, yang akan menyebabkan perubahan fisik dari resin komposit nano yaitu perubahan warna (Guler, Yilmaz, dan Kulunk, 2005).2.7 Perubahan Warna Komposit Nano

Warna merupakan pertimbangan estetik dalam kedokteran gigi restoratif dan prostetik, dianggap menduduki prioritas tinggi dalam beberapa dekade terakhir ini. Warna suatu benda tergantung pada panjang gelombang cahaya yang dipantulkan atau diserap. Suatu benda translusen akan meneruskan berkas cahaya, menyerap berkas yang lain, membiaskan, dan memantulkan cahaya (Noort, 2002).Perubahan warna pada komposit dapat disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor ekstrinsik dan intrinsik. Staining merupakan salah satu contoh faktor ekstrinsik, yang sangat potensial terjadi akibat pemaparan pada resin komposit oleh makanan atau minuman, bahan pemutih gigi, dan asap rokok. Perubahan warna karena faktor intrinsik contohnya akibat jaringan pulpa yang mati, fluorosis, dan pengaruh proses penuaan (Paravina, 2009).Bahan resin komposit mempunyai sifat menyerap air secara perlahan-lahan dalam jangka waktu tertentu, dengan mekanisme penyerapan melalui difusi molekul air sesuai dengan hukum difusi. Ekspansi higroskopis cairan dapat terjadi 15 menit setelah polimerisasi, sampai mencapai titik jenuh pada hari ke 7, dan selama 4 hari pertama menunjukkan ekspansi higroskopis terbesar. Penyerapan cairan ke dalam resin komposit akan diikuti oleh penyerapan substansi lain dari cairan tersebut (Craig dan Powers, 2002).Perubahan warna pada resin komposit setelah penumpatan dapat terjadi karena beberapa hal, antara lain adanya berubahan yang kuat pada matriks polimer, dan sebagian ikatan dari bahan pengisi pada resin sebagai hasil dari proses hidrolisis, yang akan menyebabkan peningkatan opaque dari resin komposit. Sebab lain dapat terjadi oleh karena masuknya air pada matrik polimer melalui proses difusi, yang diikuti oleh partikel-partikel, yang terdapat pada cairan tersebut termasuk juga zat warna (Craig dan Powers, 2002).Stabilitas warna dari resin komposit telah diteliti sejak lama, antara lain adanya perubahan warna karena pengaruh sinar ultraviolet atau temperatur yang tinggi. Adanya penempelan noda dari kopi, teh, jus, anggur, dan anggur merah adalah beberapa sebab yang lain (Craig dan Powers, 2002). Penempelan noda pada permukaan resin dapat terjadi karena karakteristik permukaan resin material, reaksi kimia yang terjadi pada resin, dan oral hygiene, serta diet dari pasien itu sendiri (Paravina, 2009). 2.8 Pengukuran Perubahan Warna

Warna merupakan kesan yang diterima oleh indra, berupa mata manusia terhadap rangsangan gelombang elektromagnetik atau foton yang sampai pada retina, jika dilakukan pengukuran atau pengamatan terhadap perubahan warna, maka yang perlu untuk dipahami adalah mekanisme timbulnya kesan warna oleh mata (Pudjianto, 1996). Menurut teori gelombang Maxwell, warna adalah sebuah spektrum gelombang elektromagnetik dengan frekuensi yang tertentu. Warna hanya dapat didefinisikan dalam rentan frekuensi gelombang elektromagnetik cahaya tampak (visible light). Artinya, hanya pada rentang cahaya tampak itulah, sel-sel conus mata manusia dapat merespon rangsang berupa gelombang elektromagnetik (Pudjianto, 1996).

Respon gelombang elektromagnetik tersebut menurut teori kuantum sering dikaitkan dengan konsep energi (foton). Foton tersebut adalah foton yang dimiliki oleh fenomena pantulan dari sebuah obyek. Kesan warna ini bukan berasal dari foton yang dipancarkan oleh obyek, akan tetapi berasal dari pantulan foton oleh permukaan obyek (Pudjianto, 1996).

Gambar 3. Ilustrasi refleksi foton pada benda tak transparan (Pudjianto, 1996).

Keterangan Gambar 3 Jika foton 1, 2, dan 3 datang dari sumber cahaya menuju permukaan obyek, maka nada foton 1 dan 3 yang terserap oleh permukaan obyek, dan foton 2 yang terpantulkan oleh permukaan obyek. Foton hasil pantulan dari permukaan obyek ini, jika sampai pada retina akan menyebabkan kesan warna. Kesan untuk foton 2 akan berbeda dengan kesan untuk foton 1 atau 3, begitu pula dengan yang lain. Konsep optik yang digunakan dalam menjelaskan tentang warna sebuah obyek tidak transparan, atau reflektif adalah mekanisme refleksi. Foto detektor sebagai pengganti retina, berfungsi sebagai pengolah foton menjadi kuantitas fisis. Semakin tinggi energi yang diterima oleh foto detektor, maka semakin besar potensial listrik yang ditimbulkan antara ujung ujung anoda dan katoda (Pudjianto, 1996).

Langkah langkah mengoperasikan alat (Pudjianto, 1996) :a. Sumber cahaya di nyalakan dengan memberikan tegangan sumber, kemudian berkas cahaya dari sumber cahaya diarahkan atau dihadapkan ke dalam fiber optik pertama.

b. Cahaya pada fiber optik pertama diteruskan ke permukaan obyek, atau sampel yang akan diteliti.c. Ujung fiber optik kedua dihadapkan ke permukaan obyek, untuk menerima berkas refleksi dari cahaya fiber optik pertama, kemudian ujung lain dari fiber optik kedua diarahkan ke foto detektor.d. Kemudian kaki-kaki detektor dihubungkan dengan multimeter digital atau mikrovolt digital, mikrovolt digital dinyalakan untuk mengetahui tegangan yang dihasilkan.e. Langkah-langkah di atas diulang untuk pengukuran permukaan obyek atau sampel yang lain.Foton 1

sampel

Foton 2

Foton 3

Foton 2

Sumber radiasi foton

Gambar 4. Ilustrasi setting alat pengukuran (Pudjianto, 1996)

4