Bab ii

27
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pustaka Variabel Bebas 1. Model Pembelajaran Kooperatif Slavin (2005: 10) menyatakan bahwa “semua metode pembelajaran kooperatif menyumbang ide bahwa siswa yang bekerja sama dalam belajar dan bertanggung jawab terhadap teman satu timnya mampu membuat diri mereka belajar sama baiknya.” Lebih lanjut menurut Ngalimun (2013:161) “model pembelajaran kooperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksi konsep, menyelesaikan persoalan atau inkuiri.” Jadi model ini mengutamakan kerjasama dalam kelompok antar anggota untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Transcript of Bab ii

Page 1: Bab ii

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pustaka Variabel Bebas

1. Model Pembelajaran Kooperatif

Slavin (2005: 10) menyatakan bahwa “semua metode

pembelajaran kooperatif menyumbang ide bahwa siswa yang bekerja sama

dalam belajar dan bertanggung jawab terhadap teman satu timnya mampu

membuat diri mereka belajar sama baiknya.” Lebih lanjut menurut

Ngalimun (2013:161) “model pembelajaran kooperatif adalah kegiatan

pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling

membantu mengkontruksi konsep, menyelesaikan persoalan atau inkuiri.”

Jadi model ini mengutamakan kerjasama dalam kelompok antar anggota

untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Menurut Riyanto (2010:267) “pembelajaran kooperatif adalah

model pembelajaran yang dirancang untuk membelajarkan kecakapan

akademik (academic skiil), sekaligus keterampilan sosial (social skiil)

termasuk interpersonal skiil.” Jadi dalam pembelajaran ini tidak hanya

untuk menguasai materi pembelajaran namun dalam pembelajaran ini

siswa dituntut berinteraksi antar siswa dan siswa dengan guru (social skill)

sehingga mengutamakan kerjasama yang baik.

Page 2: Bab ii

7

Pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

kooperatif adalah salah satu model pembelajaran dimana pembelajaran

yang melibatkan partisipasi siswa dalam kelompok untuk berinteraksi

sehingga dapat mewujudkan pemahaman bersama di antara peserta belajar

itu sendiri untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Menurut Riyanto (2010:267) “ langkah – langkah umum pembelajaran

kooperatif sebagai berikut:

1. Berikan informasi dan sampaikan tujuan serta skenario pembelajaran.

2. Organisasikan siswa/peserta didik dalam kelompok kooperatif.3. Bimbing siswa/ peserta didik untuk melakukan

kegiatan/berkooperatif.4. Evaluasi.5. Berikan penghargaan.”

2. Team Games Turnamen (TGT)

Menurut Hamdani (2011:92) “pembelajaran kooperatif model TGT

adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah

diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa ada perbedaan status,

melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya, dan mengandung unsur

permainan dan reinforcement.” Menurut Ngalimun (2013:166) “penerapan

model ini dengan cara mengelompokkan siswa heterogen, tugas tiap

kelompok bisa sama bisa berbeda. Setelah memperoleh tugas, setiap

kelompok bekerja sama dalam bentuk kerja individu dan diskusi. Setelah

selesai kerja kelompok sajikan hasil kelompok sehingga terjadi diskusi.”

Huda (2013:197) menyatakan bahwa “dalam TGT, siswa mempelajari

materi di ruang kelas. Setiap siswa ditempatkan dalam satu kelompok yang

terdiri dari 3 orang berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi. Komposisi

Page 3: Bab ii

8

ini dicatat dalam tabel khusus (table turnamen), yang setiap anggotanya

harus diubah.”

Pendapat-pendapat tersebut menjelaskan bahwa TGT adalah salah

satu pembelajaran kooperatif yang setiap kelompoknya terdiri dari 3- 4

siswa yang heterogen dimana dalam pembelajarannya terdapat game

akademik yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang dimainkan secara

berkelompok. Namun sebelum adanya game, guru telah menjelaskan

tentang materi dan aturan permainan. Aktivitas belajar dengan permainan

yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT

memungkinkan siswa dapat rileks disamping menumbuhkan tanggung

jawab, kejujuran, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.

Menurut Slavin (2005:170) “TGT terdiri dari siklus regular dari

aktifitas perngajaran, sebagai berikut:

1. PengajaranMenyampaikan pelajaran

2. Belajar tim Para siswa mengerjakan lembar kegiatan dalam tim mereka untuk menguasai materi.

3. Turnamen Para siswa memainkan game akademik dalam kemampuan yang homogen, dengan meja turnamen tiga peserta.

4. Rekognisi timSkor tim dihitung berdasarkan skor turnamen anggota tim, dan tim tersebut akan direkognisi apabila mereka berhasil melampaui kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.”

Jadi pembelajaran terdiri dari 4 langkah yang diawali dengan

penyampaian guru tentang materi pembelajaran dan aturan main yang akan

dilakukan kemudian guru memberi kesempatan untuk siswa belajar

berkelompok dilanjutkan dengan permainan (games), setelah mendapatkan

Page 4: Bab ii

9

skor kelompok dalam permainan dilanjutkan dengan turnamen antar

anggota kelompok yang akan menentukan penghargaan kelompok itu.

Langkah-langkah pembelajaran Team Games Turnamen dalam

penelitian ini adalah:

1. Guru melakukan presentasi kelas, dimana guru memberikan

informasi tentang apa yang dilakukan pada proses pembelajaran

terkait dengan model TGT dan menjelaskan materi pembelajaran.

2. Guru mengelompokkan siswa dengan tiap kelompoknya terdiri dari

4-5 anggota.

3. Siswa diberi kesempatan untuk membaca dan memahami materi

bersama kelompoknya masing-masing sampai semua anggota

kelompok paham terhadap materi.

4. Dalam permainan ini, menggunakan permainan “angin bertiup”.

Pada awal permainan, guru yang menjadi instruktur, dimana guru

berada ditengah-tengah siswa yang membentuk lingkaran.

Instruktur berkata, “angin bertiup”, lalu siswa membalas dengan

pertanyaan, “bertiup kemana?” instruktur pun menjawab dengan

menyebutkan salah satu ciri dari siswa. Contoh , “bertiup ke anak

yang memakai jam tangan”.

5. Maka siswa yang ciri-cirinya disebut oleh instruktur, harus

berpindah tempat dengan pemain yang memiliki ciri yang sama

termasuk instruktur juga berpindah tempat.

6. Bagi siswa yang terlambat berpindah tempat, dia akan

mendapatkan soal dari guru yang berkaitan dengan materi yang

Page 5: Bab ii

10

akan dikerjakan di papan tulis. Jika jawaban benar, maka skor

merupakan skor individu.

7. Setelah semua siswa menjawab soal, tiap siswa kembali

kekelompok masing-masing untuk menghitung jumlah skor yang

didapatkan tiap siswa untuk mendapatkan skor kelompok.

8. Guru memberikan penghargaan terhadap masing-masing kelompok

sesuai dengan jumlah skor yang diperoleh.

Menurut Santoso (dalam Sari 2014) “keunggulan dari model

pembelajaran tipe TGT adalah sebagai berikut:

1. Siswa lebih banyak mencurahkan waktunya dalam mengerjakan tugas,

2. Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu,3. Dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara

mendalam,4. Siswa terlibat aktif dalam proses belajar,5. Mendidik siswa untuk bersosialisasi dengan orang lain,6. Meningkatkan motivasi belajar siswa,7. Meningkatkan hasil belajar siswa, dan 8. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi.”

Model pembelajaran kooperatif tipe TGT memiliki ciri-ciri sebagai

berikut :

a. Siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil

b. Game turnamen

c. Penghargaan kelompok

Tabel 2. Penskoran Pada TGT ( Team Game Turnamen )

No Perolehan skor Predikat1 30-39 Good team2 40-44 Great team3 >45 Super team

Page 6: Bab ii

11

3. Problem Based Learning (PBL)

Menurut Riyanto (2009:288) “model pembelajaran PBL

memfokuskan pada siswa dengan mengarahkan siswa menjadi pembelajar

yang mandiri dan terlibat langsung secara aktif dalam pembelajaran

kelompok.” Model ini membantu siswa untuk mengembangkan berfikir

siswa dalam mencari pemecahan masalah melalui pencarian data sehingga

diperoleh solusi untuk suatu masalah dengan rasional dan outentik.

“Langkah langkah dalam model ini adalah :1. Guru mempersiapkan dan melempar masalah kepada siswa.2. Membentuk kelompok kecil, dalam masing-masing kelompok

siswa mendiskusikan masalah tersebut dengan memanfaatkan dan merefleksikan pengetahuan/keterampilan yang mereka miliki. Siswa juga membuat rumusan masalahnya dan membuat hipotesis-hipotesisnya.

3. Siswa mencari (hunting) informasi dan data yang berhubungan dengan masalah yang sudah dirumuskan.

4. Siswa berkumpul dengan kelompoknya untuk melaporkan data apa yang sudah diperoleh dan mendiskusikan dalam kelompoknya berdasarkan data-data yang diperoleh tersebut. Langkah ini diulang-ulang sampai memperoleh solusinya.

5. Kegiatan diskusi ditutup sebagai kegiatan akhir, apabila proses sudah memperoleh solusi yang tepat. “

Menurut Hamruni (dalam Suyadi, 2013:129) “PBL adalah suatu

pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan menyelesaikan suatu

masalah, tetapi untuk menyelesaikan masalah itu siswa memerlukan

pengetahuan baru untuk dapat menyelesaikannya.” Jadi dalam

pembelajaran dengan menggunakan model ini, siswa dituntut untuk

mempelajari materi yang akan diajarkan guru seperti mencari sumber lain

sebelum pembelajaran dimulai. Menurut Suyadi (2013:130) “strategi

pembelajaran berbasis masalah adalah strategi pembelajaran yang

beroreintasi pada pemecahan masalah secara terbuka. Strategi ini berpusat

Page 7: Bab ii

12

pada masalah tidak sekedar transfer of knowledge dari guru dan siswa,

maupun siswa dengan siswa yang lain untuk memecahkan masalah yang

dibahas. Sehingga mampu mengembangkan kemampuan pemecahan

masalah secara mandiri.”

Penjelasan-penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa PBL

adalah rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan pada proses

pemecahan masalah yang berkaitan dengan pembelajaran. Proses

pemecahan masalah dilakukan oleh siswa yang difasilitasi guru yang

dimulai dari permasalahan, dari permasalahan tersebut menentukan arah

pembelajaran dalam kelompok. Dalam PBL siswa berperan aktif dan

kolaboratif dengan anggota kelompoknya karena siswa menyelidiki

sendiri, menemukan masalah sendiri, dan menyelesaikan permasalahan

dibawah bimbingan guru.

Lebih lanjut Arends (dalam Ngalimun 2013:96) mengemukakan

“ada 5 tahap yang perlu dilakukan untuk mengimplementasikan PBL,

sebagaimana disajikan pada tabel berikut :

Tabel 3. sintaks PBL

Tahap Aktivitas guruTahap 1Mengorientasikan mahasiswa pada masalah

Menjelaskan tujuan pembelajaran, logistik yang diperlukan, memotivasi mahasiswa terlibat aktivitas pemecahan masalah yang dipilih

Tahap 2:Mengorganisasi mahasiswa untuk belajar

Membantu mahasiswa membatasi dan mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi

Tahap 3:Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok

Mendorong mahasiswa mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, dan mencari untuk penjelasan dan pemecahan

Page 8: Bab ii

13

Tahap Aktivitas guruTahap 4:Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Membantu mahasiswa merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan teman

Tahap 5:Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Membantu mahasiswa melakukan refleksi terhadap penyelidikan dan proses-proses yang digunakan selama berlangsungnya pemecahan masalah

Menurut Riyanto (2010:286 ) “beberapa faktor yang merupakan

kelebihan pembelajaran berbasis masalah adalah :

1. Siswa dapat belajar, mengingat, menerapkan, dan melanjutkan proses belajar secara mandiri. Prinsip-prinsip “membelajarkan” seperti ini tidak bisa dilayani melalui pembelajaran tradisional yang banyak menekankan pada kemampuan menghafal.

2. Siswa diperlakukan sebagai pribadi yang dewasa. Perlakuan ini memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk mengimplementasikan pengetahuan atau pengalaman yang dimiliki untuk memecahkan masalah.”

Lebih lanjut Arends (dalam Riyanto 2010:287):

“keunggulan pembelajaran berbasis masalah, yakni : (1) mahasiswa lebih memahami konsep yang diajarkan sebab mereka sendiri yang menemukan konsep tersebut. (2) menuntut keterampilan berpikir tinggkat tinggi untuk memecahkan masalah. (3) pengetahuan tertanam berdasarkan skema yang dimiliki peserta didik sehingga pembelajaran lebih bermakna. (4) peserta didik dapat merasakan manfaat pembelajaran sebab masalah yang dikaji merupakan manfaat yang dihadapi dalam kehidupan nyata. (5) menjadikan peserta didik lebih mandiri dan lebih dewasa, termotivasi, mampu memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain, menanamkan sikap social yang positif di antara peserta didik. Dan (6) pengkondisian peserta didik dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi, baik dengan guru maupun teman akan memudahkan peserta didik mencapai ketuntasan belajar.”

Manfaat dari pembelajaran PBL adalah siswa akan meningkat

pemecahan masalahnya, meningkat pemahamannya, mendorong siswa

Page 9: Bab ii

14

penuh dengan pemikiran, dan membangun kemampuan kepemimpinan dan

kerjasama.

Menurut Amir (2009:26) “kelebihan dari model PBL sebagai

berikut:

1. Menjadi lebih ingat dan meningkat pemahamannya atas materi ajar,

2. Meningkatkan fokus pada pengetahuan yang relevan,3. Mendorong untuk berfikir,4. Membangun kerja tim, kepemimpinan, dan keterampilan social,5. Membangun kecakapan belajar6. Memotivasi pembelajar”

Langkah-langkah pembelajaran PBL dalam penelitian ini adalah:

1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang

dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita

untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat

dalam pemecahan masalah yang dipilih.

2. Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan

mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan

masalah tersebut.

3. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang

sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan

dan pemecahan masalah.

4. Guru membantu siswa dalam merencanakan menyiapkan hasil

pemecahan masalah serta membantu mereka untuk berbagi tugas

dengan temannya.

Page 10: Bab ii

15

5. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi

terhadap penyelidikan siswa dan proses-proses yang siswa

gunakan.

4. Konvensional

Menurut Yeni (2011) “pembelajaran konvensional atau disebut

juga pembelajaran biasa adalah pembelajaran yang biasa dilakukan oleh

para guru dalam mengajarkan matematika selama ini. Dalam pembelajaran

konvensional guru cenderung lebih aktif sebagai sumber informasi bagi

siswa dan siswa cenderung pasif dalam menerima pelajaran.” Hal ini

sesuai dengan Purwoto (dalam Wahyuti 2009) bahwa “cara mengajar

matematika pada umumnya digunakan para guru matematika adalah lebih

tepat dikatakan metode ekspositori daripada metode ceramah. Metode

ekspositori tidak sama dengan metode ceramah. Pada metode ekspositori

proses pembelajarannya berpusat pada guru, guru memberikan informasi

menerangkan suatu konsep, memberikan kesempatan siswa bertanya, guru

memberikan contoh soal dan siswa diminta mengerjakan soal secara

individu maupun berkelompok.”

Hal ini didukung dengan hasil temuan Wahyudin (dalam Effendi

2012) “sebagian besar siswa tampak mengikuti dengan baik setiap

penjelasan atau informasi dari guru, siswa sangat jarang mengajukan

pertanyaan pada guru, sehingga guru asyik sendiri menjelaskan apa yang

telah disiapkannya, berarti siswa hanya menerima saja apa yang

disampaikan oleh guru.” Guru pada umumnya mengajar dengan metode

ceramah dan ekspositori. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat

Page 11: Bab ii

16

disimpulkan bahwa dalam pembelajaran konvensional, gurulah yang

berperan aktif dalam penyampaian materi pembelajaran. Sedangkan siswa

lebih pasif dan hanya dapat mendengar informasi dari guru dan tidak

mengalami pengalaman langsung.

B. Pustaka Variabel Terikat

1. Belajar

Menurut Mayer (dalam Karwono dan Mularsih 2012:13) “belajar

adalah menyangkut adanya perubahan perilaku yang relatif permanen pada

pengetahuan dan prilaku seseorang karena pengalaman.” Jadi belajar

adalah perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh pengalaman yang

telah dialami. belajar dapat dilihat dengan membandingkan tingkah laku

yang terjadi sebelum individu berada dalam situasi belajar dan tingkah

laku yang dapat ditunjukkannya setelah ia diberi perlakuan. Sedangkan

menurut Basleman dan Mappa (2011:2) “belajar pada hakikatnya adalah

kegiatan yang dilakukan seseorang dengan sadar yang menghasilkan

perubahan tingkah laku pada dirinya, baik dalam bentuk pengetahuan dan

keterampilan baru maupun dalam bentuk sikap dan nilai positif.” Lebih

lanjut menurut Karwono dan Mularsih (2012: 12) “belajar merupakan

proses perubahan perilaku, yaitu perubahan yang berkaitan dengan aspek

pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan keterampilan (skills).”

Skinner (dalam Dimyanti dan Mudjiono 2009:9) berpandangan bahwa

“belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responnya

lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya menurun.”

Page 12: Bab ii

17

Beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar

adalah perubahan tingkah laku yang dikarenakan pengalaman yang

dialami oleh individu. Perubahan-perubahan ini dihasilkan dari individu

bereaksi terhadap apa yang dilihat, didengarkan dan dirasakan sehingga

ada bentuk pengetahuan dan keterampilan baru maupun dalam bentuk

sikap dan nilai positif ataupun yang timbul akibat belajar.

2. Hasil Belajar

Snelbeker (dalam Rusmono 2012:8) mengatakan bahwa

“perubahan atau kemampuan baru yang diperoleh siswa setelah melakukan

perbuatan belajar adalah merupakan hasil belajar.” Lebih lanjut, Karwono

dan Mularsih (2012:13) menyatakan bahwa “ciri hasil belajar adalah

perubahan, seseorang dikatakan sudah belajar apabila perilakunya sudah

mengalami perubah yang dari awalnya tidak tahu menjadi tahu, dari tidak

bisa menjadi bisa, dari tidak mampu manjadi mampu, dan dari tidak

trampil menjadi trampil.” Jadi Hasil belajar merupakan perubahan yang

dialami oleh seseorang yang mengalami kegiatan belajar. Hasil belajar

sangat tergantung dari proses pembelajaran yang dilalui oleh siswa, dalam

hal ini siswa tidak bisa dipisahkan dari peranan guru selama proses belajar

mengajar berlangsung.

Menurut Gagne (dalam Uno 2011:210) “hasil belajar nampak dari

kemampuan yang diperoleh siswa yang dapat dilihat dari lima katagori,

yaitu keterampilan intelektual verbal (verbal information), strategi kognitif

(cognitive strategie), keterampilan motorik (motor skills), dan sikap

Page 13: Bab ii

18

(attitudes).” Jadi kemampuan yang dihasilkan dari belajar dapat dilihat

dari perubahan-perubahan pada diri siswa baik verbal maupun nonverbal

Sedangkan menurut Bloom (dalam Uno 2011:211)

Mengkategorikan bahwa:

“Hasil belajar ada tiga ranah atau kawasan, yaitu ranah kognitif (cognitive domain), ranah afektif (affective domain), dan ranah psikomotor (motor skill domain). Kawasan kognitif mengacu pada respons intelektual, seperti pengetahuan, pemahaman, penerapan, analissis, sintesis, dan evaluasi. Ranah afektif mengacu pada respon sikap, sedangkan ranah psikomotor berhubungan dengan perubahan fisik (action).”

Menurut Rusmono (2012:10) “hasil belajar adalah perubahan

perilaku individu yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

Perubahan perilaku tersebut diperoleh setelah siswa menyelesaikan

program pembelajarannya melalui interaksi dengan berbagai sumber

belajar dan lingkungan belajar.”

Jadi hasil belajar merupakan tolak ukur yang digunakan untuk

menentukan tingkat keberhasilan siswa dalam mengetahui dan memahami

suatu mata pelajaran. Hasil belajar dapat berupa ranah kognitif, afektif dan

psikomotor. Hasil belajar sangat tergantung dari peranan guru dalam

pembelajaran tersebut. Siswa dikatakan telah mengerti mengenai materi

yang telah diajarkan atau belum dapat dilihat dari hasil tes yang diperoleh

siswa. Melalui proses belajar mengajar diharapkan siswa memperoleh

kepandaian dan kecakapan tertentu serta perubahan-perubahan pada

dirinya seperti perubahan tingkah laku, pengalaman, dan pengetahuan

baru.

Page 14: Bab ii

19

C. Penelitian Relevan

1. Sari (2014) dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh Model TGT

Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa MTs Negeri 1 Metro

Batanghari TP 2013/2014”. Setelah diterapkan model TGT hasil dari

penelitian ini dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa Mts

Negeri 1 Metro Batanghari. Berdasarkan penelitian Sari, maka hasil

penelitian tersebut akan dijadikan sebagai dasar dan pendukung dalam

penelitian ini karena mempunyai kesamaan dalam pembelajaran di kelas

yang mendapatkan perlakuan dalam model TGT dan jenis penelitian

eksperimen semu. Sedangkan perbedaannya terletak pada variabel

terikat yaitu kemampuan berpikir kritis, pada penelitian ini variabel

terikatnya yaitu hasil belajar. Tempat penelitian yang dilakukan Sari

adalah MTs Negeri 1 Metro Batanghari, sedangkan penelitian ini di

lakukan di SMP Negeri 3 Batanghari.

2. Astuti (2014) dalam penelitian ini yang berjudul “Pengaruh Prablem

Based Learning Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Siswa Kelas VII SMP Negeri 5 Metro TP 2013/2014”. Setelah diterapkan

model PBL, hasil dalam penelitian ini dapat mempengaruhi kemampuan

pemecahan masalah matematika. Berdasarkan penelitian astuti, maka

hasil penelitian tersebut akan dijadikan dasar dalam penelitian ini karena

mempunyai kesamaan dalam pembelajaran di kelas yang mendapat

perlakuan dalam model PBL. Sedangkan perbedaannya terletak pada

variabel terikat yaitu kemampuan pemecahan masalah matematika, pada

penelitian ini variabel terikatnya yaitu hasil belajar. Sedangkan

Page 15: Bab ii

20

perbedaannya terletak pada variabel terikat yaitu kemampuan pemecahan

masalah, pada penelitian ini variabel terikatnya yaitu hasil belajar.

Tempat penelitian yang dilakukan Astuti adalah SMP Negeri 5 Metro,

sedangkan penelitian ini di lakukan di SMP Negeri 3 Batanghari.

D. Kerangka Berfikir

Kerangka berpikir merupakan arah penalaran yang sesuai dengan

judul dan masalah, serta didasarkan pada kajian teoristis untuk dapat sampai

kepada pemberian jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan.

Sebelum penelitian berlangsung, penulis menduga nantinya ada perbedaan

hasil belajar antara siswa yang dalam pembelajaranya menggunakan model

pembelajaran TGT, PBL dan konvensional. Dalam hal ini penulis

mempertimbangkan bukan berdasarkan model atau metode yang dipakai,

tentunya ke-3 pembelajaran sama-sama bagus untuk dilaksanakan namun

peneliti lebih mempertimbangkan teknis pelaksanaan masing-masing model

dan metode tersebut.

Usaha dalam meningkatkan proses pembelajaran siswa dapat

dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran TGT, PBL, dan

konvensional. TGT dan PBL merupakan metode kooperatif dimana

menekankan pada kerjasama kelompok. Dalam pembelajaran TGT ini guru

melatih siswa untuk bekerjasama dalam kelompok diskusi, melibatkan siswa

sebagai turor sebaya, suasana belajar nyaman, menyenangkan dan kondusif,

dan saat games tercipta suasana kompetensi antar kelompok diskusi kecil.

Sedangkan dalam pembelajaran PBL adalah salah satu model pembelajaran

dengan menghadapkan siswa dengan masalah matematika dan siswa dituntut

Page 16: Bab ii

21

untuk menyelesaikannya masalah yang menjadi fokus pembelajaran yang

dapat diselesaikan siswa melalui kerja kelompok sehingga dapat memberi

pengalaman-pengalaman belajar yang beragam pada siswa seperti kerjasama

dan interaksi dalam kelompok. merangsang kemampuan berpikir tinggi siswa.

sehingga faktor penghambat dalam pembelajaran ini yaitu siswa belum

terbiasa untuk mengaitkan materi dengan masalah. Sedangkan pada metode

konvensional merupakan metode yang paling sering digunakan guru selama

ini. Pada pembelajaran ini berpusat pada guru dan siswa hanya diberi soal

latihan secara individu atau kelompok sehingga siswa cendrung pasif.

Dari penjelasan diatas, maka diduga bahwa TGT lebih efektif

daripada PBL dan konvensional karena pada TGT terdapat tutor sebaya yang

akan menjadikan siswa lebih memahami konsep, adanya permainan akademik

di dalam pembelajaran sehingga siswa lebih rileks dan susana menjadi

menarik sedangkan dalam pembelajaran PBL diduga siswa belum terbiasa

untuk mengaitkan materi dengan masalah dan pada konvensional diduga siswa

cenderung pasif dalam proses pembelajarannya karena terpusat pada guru.

Namun PBL lebih efektif daripada konvensional karena dalam PBL

memberikan pengalaman langsung terhadap siswa karena siswalah yang

memecahkan masalah yang ada dalam pembelajaran sedangkan pada

konvensional siswa pasif, hanya mendengarkan informasi dari guru dan tidak

mengalami pengalaman langsung.

MASALAH

LATAR BELAKANG MASALAH

Page 17: Bab ii

22

Gambar 1. Paradigma Penelitian

E. Hipotesis Penelitian

Page 18: Bab ii

23

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah pembelajaran dengan

model TGT lebih efektif dibandingkan dengan menggunakan model PBL

maupun konvensional dan model PBL lebih efektif dibandingkan

konvensional.