BAB II

21

Click here to load reader

Transcript of BAB II

Page 1: BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Efusi Pleura

Efusi pleura adalah abnormalitas dari kumpulan cairan pada cavum pleura yang disebabkan

kerena peningkatan produksi dari cairan atau penurunan absorpsi.1 Manifestasi yang paling

sering menimbulkan efusi pleura berasal dari penyakit cardiopulmoner hingga proses

inflamasi simptomatik atau penyakit keganasan yang membutuhkan evaluasi dini dan

pengobatan dini. Cavum pleura memiliki 1 ml cairan yang merepresentasikan suatu balance

cairan antara tekanan hidrostatik dan onkotik di pembuluh darah pleura parietal dan viceral,

juga sistem limfatik keseluruhan. Efusi pleura merupakan gangguan dari balance tersebut. 2

Efusi pleura merupakan indikator dari penyakit yang mendasarinya seperti penyakit

pulmoner dan non pulmoner dan dapat bersifat akut dan kronis.3,4 Kebanyakan efusi pleura

disebabkan oleh Gagal jantung kongestif, pneumonia, keganasan atau emboli pulmo.

Beberapa mekanisme memainkan peranan penting dalam pembentukan efusi pleura:

Perubahan permeabilitas selaput pleura (misalnya, radang, keganasan, emboli paru)

Pengurangan tekanan onkotik intravaskular (misalnya, hipoalbuminemia, sirosis)

Peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan pembuluh darah (misalnya, trauma,

keganasan, peradangan, infeksi, infark paru, obat hipersensitivitas, uremia,

pankreatitis)

Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler dalam sirkulasi sistemik dan / atau paru-paru

(misalnya, gagal jantung kongestif, sindrom vena kava superior)

Pengurangan tekanan di ruang pleura, mencegah ekspansi paru penuh (misalnya,

atelektasis yang luas, mesothelioma)

Penurunan atau penyumbatan drainase limfatik yang lengkap, termasuk obstruksi

duktus toraks atau pecah (misalnya, keganasan, trauma)

Page 2: BAB II

Peningkatan cairan peritoneal, dengan migrasi melintasi diafragma melalui limfatik

atau defek struktural (misalnya, sirosis, dialisis peritoneal)

Gerakan cairan dari edema paru di pleura viseral

Persistent peningkatan tekanan onkotik cairan pleura dari efusi pleura yang ada,

menyebabkan akumulasi cairan.

Hasil akhir dari formasi efusi adalah inversi diafragma, disosiasi mekanik dari pleura

visceral dan parietal, dan defek ventilasi restriktif.5 Efusi pleura umumnya

diklasifikasikan sebagai transudat atau eksudat, berdasarkan mekanisme pembentukan

cairan dan kimia cairan pleural. Transudat disebabkan oleh ketidakseimbangan dalam

tekanan onkotik dan hidrostatik, sedangkan eksudat adalah hasil dari peradangan pleura

atau drainase limfatik menurun. Dalam beberapa kasus, cairan pleura mungkin memiliki

kombinasi karakteristik transudat dan eksudat.

Transudat

Transudat merupakan ultrafiltrasi dari plasma pada pleura akibat ketidakseimbangan

hidrostatik dan pasukan onkotik di dada. Namun, hal ini juga dapat disebabkan oleh

pergerakan cairan dari ruang peritoneal atau infuse iatrogenik ke dalam ruang pleura dari

kesalahan pemasukan kateter vena sentral atau tabung makan nasogastrik. Transudat

disebabkan oleh sebagai berikut berikut:6

1. Gagal jantung kongestif

2. Sirosis (hydrothorax hati)

3. Atelektasis - Yang mungkin karena keganasan atau emboli paru

4. hipoalbuminemia

5. sindrom nefrotik

6. dialisis peritoneal

7. myxedema

8. Perikarditis konstriktif

9. Urinothorax - Biasanya karena uropati obstruktif

Eksudat

Diproduksi oleh kondisi inflamasi yang sering membutuhkan evaluasi dan pengobatan yang

lebih ekstensif daripada transudat. Eksudat timbul dari inflamasi pleuara atau paru-paru,

gangguan drainase limfatik spatium pleura, pergerakan transdiafragmatik cairan inflamasi dari

Page 3: BAB II

cavum peritoneal, dicetuskan oleh permeabilitas membran pleura, dan peningkatan permeabilitas

dinding kapiler, kerusakan vaskuler. Membran pleura melibatkan patogenesis pembentukan

cairan. Permeabilitas kapiler pleura terhadap protein tinggi, sehingga menghasilkan peningkatan

kandungan protein.

Penyebab tersering dari eksudat :

1. Keganasan ( sering pada: paru atau mamae, limfoma,leukimia; jarang pada: karsinoma

ovarii,keganasan abdomen, sarcoma, melanoma)7

2. Emboli paru

3. Kelainan colagen vanculer ( Rheumatoid arthritis, SLE)8

4. Tuberkulosis

5. Pankreatitis

6. Trauma

7. Post-cardiac injury syndrome

8. Perforasi esofageal

9. Pleuritis karena radiasi

10. Sarkoidosis

11. Infeksi jamur

12. Abses intra abdominal

13. Meigs Syndrom

Prognosis

Prognosis efusi pleura bergantung dengan kondisi yang mendasari etiologi. Bagaimanapun

pasien yang mencari perawatan medis yang lebih cepat dan mendapatkan diagnostik pasti juga

pengobatan diri dapat menurunkan tingkat komplikasi dari pada kondisi yang lanjut.

Anamnesis

Riwayat yang lengkap pada pasien harus di peroleh pada efusi pleura , hal ini dapat membantu

untuk menentukan etiologi. Sebagai contoh, riwayat hepatitis kronik, alkoholism, dengan sirosis

dapat menimbulkan hidrothorak hepatis atau alkohol-induced pankreatitis dengan efusi. Truma

baru atau pembedahan pada vertebra thoracal dapat menimbulkan kemungkinan bocornya cairan

cerebrospinal. Pasien harus ditanyakan mengenai riwayat kanker, bahkan setelah dilakukan

terapi, karena malignant efusi dapat timbul beberapa tahun setelah diagnosis.

Page 4: BAB II

Riwayat pekerjaan harus diperoleh meliputi paparan asbestos yang potensial, yang dapat sebagai

predisposisi pasien dengan mesotelioma atau asbestos pleural efusion. Pasien harus juga ditanyai

riwayat pengobatan yang telah dilakukan. Manifestasi klinik efusi pleura bermacam-macam dan

sering berhubungan dengan proses penyakit yang mendasari. Simptom yang sering menyertai

antara lain: dyspneu yang progressive, batuk, nyeri dada peluritik.3

Dyspneu

Merupakan simptom tersering yang menyertai efusi pleura dan berhubungan hambatan

pergerakan diafragma dan dinding dada selama respirasi. Drainase cairan pleura menyebabkan

timbulnya simptom ini disamping itu terdapat hambatan pertukaran gas. Drainase cairan pleura

dapat mengikuti penyakit yang mendasarinya. Dapat diketahui dengan pengulangan radiografi

dada. Dyspneu dapat disebabkan kondisi yang menyebabkan efusi pleura, seperti penyakit

parenkim paru atau jantung, lesi obstruktif dari bronkus atau paralisis diafragma.

Batuk

Batuk yang terjadi pada pasien dengan efusi pleura biasanya ringan dan nonproduktif. Semakin

berat batuk atau produksi sputum purulent atau disertain darah dapat disebabkan oleh pneumonia

atau lesi endobronkial.

Nyeri dada

Nyeri dada yang timbul merupakan akibat dari inflamasi dari pleura yang kebanyakan terjadi

pada etiologi eksudatif, contoh infeksi pleural, mesothelioma atau infrak pulmo.

Nyeri dapat ringan hingga berat, tipe nyeri seperti ditusuk-tusuk dan timbul saat inspirasi dalam.

Nyeri dapat terlokalisir pada dinding dada atau dijalarkan pada bahu ipsilateral atau abdomen

bagian atas, biasanya karena terlibatnya pergerakan dari diafragma. Nyeri semakin lama semakin

berkurang intensitasnya bila efusi bertambah volumenya.9

Gejala tambahan

Symptom yamg berhubungan dengan efusi pleura dapat mendasari terjadinya suatu penyakit.

Peningkatan edema pada tungkai bawah, orthopneum dan paroxysmal nocturnal dyspneu

biasanya terjadi pada gagal jantung kongestif.

Keringat pada malam hari, demam, batuk darah,dan penurunan berat badan harus dipikirkan

terjadinya TB. Batuk darah meningkankan kemungkinan terjadinya keganasan atau kelainan

pada endotracheal atau endobrochial atau infark paru. Demam akut, sputum yang purulen dan

nyeri pleuritis biasanya berhubungan dengan pasien pneumonia.

Page 5: BAB II

Pemeriksaan fisik

Ditemukan bermacam-macam tergantung pada volume efusi. Secara umum, tidak ada penemuan

pemeriksaan fisik untuk volume efusi <300ml. Dengan efusi yang >300ml dapat ditemukan

antara lain:

Keredupan pada perkusi, penurunan stem fremitus, pengembangan dada asimetris, dengan

pengurangan/perlambatan ekspansi pada sisi sakit. 10,11

Pergeseran mediastium kontralateral- diperlukan observasi pada efusi > 1000ml; pergeseran

trakhea dan mediastinum kontralateral adalah petunjuk penting terjadinya obstruksi bronkus

lobaris yang biasa disebabkan oleh lesi endobronkial, yang kebanyakan disebabkan karena

keganasan dan jarang terjadi pada nonkeganasan karena benda asing.

Pengurangan atau tidak terdengar suara nafas, Egophoni ( perubahan e to a) pada aspek superior

dari efusi pleura, pleural friction rub.

Penemuan klinis yang dapat ditemukan pada efusi pleura adalah:

1. Edema perifer, pelebaran vena leher, S3 gallop yang disebabkan karena gagal jantung

kongestif. Edema dapat terjadi karena manifestasi syndroma nefrotik, penyakit

pericardium atau kombinasi dari sindroma yellow nail.

2. Perubahan warna kulit dengan asites berhubungan dengan penyakit hati.

3. Limfadenopati dan massa yang teraba berhubungan dengan keganasan.3

Penatalaksanaan

Thoracosentesis perlu dilakukan pada efusi pleura yang terjadi dan sesuai dengan indikasi.

Observasi dari efusi pleura penting dilakukan pada pasien dengan gagal jantung kongestif dan

operasi dinding dada dan abdomen. Pemeriksaan lab penting untuk membedakan cairan transudat

dari eksudat; Beberapa dari efusi pleura eksudatif dapat terdeteksi dengan mudah hanya dengan

inspeksi. Hal yang perlu diketahui pada efusi pleura adalah

1. Cairan purulent pada efusi berhubungan dengan empiema.

2. Bau busuk pada efusi berhubungan dengan infeksi bakter anaerob.

3. Cairan seperti susu, dengan warna opaq berhubungan dengan chylothorax, yang

disebabkan obstruksi dari sistem limfe karena keganasan atau trauma saluran thoraks

karena trauma atau prosedur operasi.

4. Cairan yang mengandung darah berhubungan dengan trauma, keganasan, sindroma

postcardiotomy, atau asbestosis related effusion, dan merupakan indikasi pemeriksaan

Page 6: BAB II

kadar hematokrit. Hematokrit cairan pleura yang lebih dari 50% dari hematokrit darah

perifer merupakan suatu hemothorax yang mengindikasikan suatu tube thorakostomi.

Normal cairan pleura memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Ultrafiltrat bening seperti plasma yang diproduksi pleura parietal

2. Ph berkisar 7,60-7,64

3. Protein < 2% ( 1-2 gr/dl)

4. WBC < 1000/mmk

5. Kadar glukosa hampir sama dengan glukosa plasma

6. LDH < 50% dari LDH plasma

Untuk membedakan cairan transudat dengan cairan eksudat dilakukan tes kimia laboratorium

kemudian dilakukan Kriteria Light yang menjadi kriteria standart:12

Suatu cairan dikatakan eksudat bila

1. Ratio protein cairan pleura dengan protein serum > 0,5

2. Ratio LDH cairan pleura dengan LDH serum > 0,6

3. LDH cairan pleura lebih besar hingga 2/3nya dari kadar normal

LDH cairan pleura lebih besar dari pada 1000 IU/L berhubungan dengan empiema, efusi

maligna, efusi rheumatoid, atau pleural paragonimiasis. Kadar ini juga dapat bertambah pada

infeksi dari pneumocystis jiroveci pneumonia; diagnosis ini berhubungan dengan peningkatan

ratio LDH cairan pleura/serum lebih dari 1 dengan ratio cairan pleura protein dengan serum

kurang dari 0,5

Glukosa dan Ph cairan pleura

Ph pada cairan pleura diukur saat pengambilan cairan punksi. Kadar glukosa yang rendah (30-

50mg/dl) mengarahkan pada efusi malignansi, pluritis tuberkulosis, ruptur esofageal, atau lupus

pleuritis. Penurunan dari konsentrasi glukosa <30mg/dl membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut

untuk mengetahui penyebab yang mendasari seperti rheumatoid pleurisy atau empiema.

Ph pada ciaran pleura berhubungan dengan tingginya kadar glukosa pada ciaran pleura. PH

cairan pleura yang < 7,03 dengan ph darah arteri normal disebabkan sama dengan yang telah

disebutkan diatasdengan penurunan kadar glukosa pada cairan pleura. Efusi maligna didapatkan

ph cairan pleura < 7,3 yang berhubungan dengan sitologi dari pleura, penurunan keberhasilan

dari pleurodesis , dan penurunan survival time. Pengambilan sample cairan pleura harus berhati-

hati sama dengan pengambilan sampel arteri untuk pengukuran ph dengan cairan yang di

Page 7: BAB II

masukan ke dalam tabung heparin dan secara ideal ditransport dengan es untuk pengukuran lebih

dari 6 jam. Penyimpanan dengan tabung heparin tidak akan merubah kadar ph secara signifikan

dalam beberapa jam pada suhu kamar.

Hitung Jenis Darah Cairan Pleura

Pada pemeriksaan eksudat dilakukan konfimrasi tes kimia dan dilakukan differential cell count,

gram stain,culture, dan sitologi.

Limfositosis pada cairan pleura dengan nilai limfosit lebuh dari 85% dari total sel ini,

berhubungan dengan TB, limfoma, sarcoidosis, dan rheumatoid pleurisy kronik, sindroma

yellow nail, chylothorax. Limfosit pada cairan pleura 50-70% dari sel inti berhubungan dengan

terjadinya keganasan. Eusinofilia pada cairan pleura lebih ari 10% biasa berhubungan adanya

udara atau darah pada cavum pleura. Darah pada cavum pleura dapat menyebabkan PFE sebagai

hasil dari emboli pulmonal dengan infark atau asbestos efusi pleura jinak. PFE biasa

berhubungan dengan penyakit bukan keganasan seperti parasit (terutama paragonimiasis), infeksi

jamur ( coccidiodomycosis, cryptococcosis, histoplasmosis) dan beberapa obat.

Dengan adanya PFE tidak menutup kemungkinan terjadinya keganasan, terutama pada populasi

pasien dengan tingkat keganasan yang tinggi. PFE dapat menimbulan tuberculosis pleurisy dan

menimbulkan progresi menjadi efusi parapneumonic kemudia empiema.

Sel Mesotel ditemukan >5% dari total sel kecil kemungkinan berhubungan dengan TB.

Peningkatan jumlah mesotel terutama pada efusi yang hemoragik dan eusinofilia, berhubungan

dengan emboli pulmo.

Sitologi Cairan Efusi Pleura dan Kultur

Hasil kultur pada cairan efusi memberikan hasil yang positif pada 60% dari kasus. Keganasan

yang dapat kita curigai pada pasien dengan limfosistosis, dan efusi eksudat terutama hemoragik.

Keterlibatan tumor secara langsung didiagnosa dengan mudah dengan sitologi cairan pleura.15

Hasil diagnostik sitologi cairan pleura pada keganasan dapat bervariasi 60%-90% tergantung

seberapa luas pleura yang terlibat dan tipe keganasan primernya. Penemuan klinis sitologi dapat

positif pada 58% efusi pleura yang berhubungan dengan mesothelioma. Sensitivitas dari sitologi

tidak berhubungan dengan volume dari cairan pleura, pengiriman lebih dari 50-60ml tidak

meningkatkan cytospin analisis. Tumor marker seperti carcino embrionic antigen, Leu-1, an

mucin merupakan petuntuk untuk efusi malignan (terutama adenocarcinoma) bila kadar dalam

cairan pleura meningkat, akan tetapi sensitivitas pada marker ini rendah.13

Page 8: BAB II

Tuberkulosis Pleuritis

Pada pasien dengan riwayat PPD positif, efusi eksudatif limfosit,terutama jika <5% sel

mesotelial terdeteksi pada hitung jenis sel darah. Karena kebanyakan efusi pleura tuberkulosis

disebabkan karena reaksi hipersensitivitas dari microbacterium daripada invasi mikroba pada

pleura, pengecatan tahan asam pada cairan pleura jarang bernilai diagnostik <10% kasus. Kultur

cairan pleura, tumbuh m.tuberculosis pada 65% kasus. Sebaliknya kombinasi dari histologi dan

kultur jaringan pleura yang di dapatkan dari biopsi pleura meningkatkan nilai diagnostik

mencapai 90%. Aktivitas ADA yang lebih besar dari 43 unit/ml pada cairan pleura, mendukung

diagnosis tuberkulose pleuritis. Bagaimanapun,tes tersebut hanya memiliki sensitivitas sebesar

78%; sehingga ADA pleura yang bernilai <43-50unit/ml tidak mengekslusikan TB pleuritis.

Konsentrasi interferon gamma yang >140 pg/ml pada cairan pleura juga mendukung tuberkulosis

pleuritis akan tetapi tes tersebut tidak secara rutin tersedia.14

Radiografi Thoraks

Efusi yang lebih dari 175 ml umumnya memiliki gambaran penumpulan sudut kostofrenikus

pada posisi tegak foto thorak posteroanterior. Pada foto thorak supine yang umum digunakan

pada perawatan intensif, efusi pleura moderat hingga masif bisa digambarkan sebagai

peningkatan densitas secara homogen pada lapangan paru bawah, elevasi yang menonjol pada

hemidiafragma, perubahan posisi ke lateral dari puncak diafragma atau peningkatan jarak antara

batas kiri diafragma dengan airfluid level dari gaster menunjukan efusi subpulmonic. Foto lateral

dekubitus lebih reliabel dalam mendeteksi efusi pleura yang lebih kecil. Pelapisan dari cairan

efusi pada foto lateral dekubitus menunjukan cairan efusi yang berpindah secara bebas. Jika

lapisan tersebut memiliki tebal 1cm, mengindikasikan efusi yang lebih dari 200ml yang

merupakan indikasi dilakukannya thoracocentesis.

CT Scan dan Ultrasonografi

CT scan dengan kontras dilakukan pada pasien dengan efusi pleura yang tidak diketahui

penyebabnya. Pemeriksaan ini untuk mendeteksi penebalan dari pleura dan tanda dari invasi dari

penyakit yang mendasarinya 15

Thorakosentesis diagnostik

Thoracocentesis diagnostik dilakukan bila penyebab dari efusi tersebut tidak jelas dan tidak

respon terhadap terapi. Efusi Pleura tidak membutuhkan thoracocentesis bila volume cairan

efusi terlalu kecil untuk diaspirasi dengan aman atau pasien secara klinis masih stabil atau

Page 9: BAB II

penyakit yang mendasarinya sudah jelas seperti gagal jantung kongestif (efusi bilateral)atau

operasi jantung

Kontaindikasi:

Kontraindikasi relatif bila cairan <1cm pada lateral dekubitus ,diatesis perdarahan atau

antikoagulasi sistemik, ventilasi mekanik, dan infeksi kulit pada wilayah yang akan ditusuk.

Komplikasi:

Komplikasi Thoracentesis diagnostik termasuk rasa sakit pada wilayah punksi, perdarahan dalam

kulit, pneumotoraks, empiema, dan limpa / tusuk hati. Pneumotoraks terjadi sekitar 12-30% dari

thoracentesis. Penggunaan jarum yang lebih besar dari 20 meningkatkan risiko pneumotoraks

tersebut. Selain itu, penyakit paru obstruktif kronik atau fibrosis meningkatkan risiko

pneumotoraks.16

TerapiEfusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa intubasi melalui sela iga.

Bila cairan pusnya kental hingga sulit keluar atau bila empiemanya multilokular, perlu tindakan

operatif. Mungkin sebelmnya dapat dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologi atau larutan

antiseptik (betadine). Pengobatan secara sistemik hendaknya segera diberikan, tetapi ini tidak

berarti bila tidak diiringi pengeluaran cairan yang adekuat. Untuk mencegah terjadinya lagi efusi

pleura setelah diaspirasi ( pada efusi pleura maligna), dapat dilakukan pleurodesis yakni

melengketnya pleura visceralis dan pleura parientalis. Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin

(terbanyak dipakai) bleomosin, korinebakterium parvum,tio-tepa,5 fluorourasil.17

Prosedur PleurodesisPipa selang dimasukan pada runag antar iga dan cairan efusi dialirkan keluar secara perlahan-

lahan. Setelah tidak ada lagi cairan yang keluar, dimasukan 500mg tetrasiklin ( biasanya

oksitetrasiklin) yang dilarutkan dalam 20cc garam fisiologis ke dalam rongga pleura, selanjutnya

diikuti dengan 20cc garam fisiologis. Kunci selang selama 6 jam dan selama itu pasien diubah-

ubah posisinya, sehingga tetrasiklin dapat didistribusikan kesaluran rongga pleura. Selang antar

iga kemudian dibukan dan cairan dala rongga pleura kembali dialirkan keluar sampai tidak ada

lagi yang tersisa. Selang kemudian dicabut. Jika dipakai zat korinebakterium parvum, masukkan

7mg yang dilarutkan dalam 20cc garam fisiologis dengan cara tersebut diatas. Komplikasi

tindakan pleurodesis ini sedikit sekali dan biasanya berupa nyeri pleuritik dan demam.17

Efusi Pleura Ganas (EPG)

Page 10: BAB II

EPG memberikan gejala sesak napas, napas pendek, batuk, nyeri dada dan isi dada terasa penuh.

Gejala ini sangat bergantung pada jumlah cairan dalam rongga pleura. Pada pemeriksaan fisik

ditemukan gerakan diafragma berkurang dan deviasi trakea dan/atau jantung kearah

kontralateral, fremitus melemah, perkusi redup dan suara napas melemah pada sisi toraks yang

sakit. Pada kanker paru, infiltrasi pleura oleh sel tumor dapat terjadi sekunder akibat perluasan

langsung (infiltrasi), terutama tumor jenis adenokarsinoma yang letaknya perifer. Dapat juga

terjadi akibat metastasis ke pembuluh darah dan getah bening. Bila efusi pleura terjadi akibat

metastasis, cairan pleuranya banyak mengandung sel tumor ganas sehingga pemeriksaan sitologi

cairan pleura dapat diharapkan memberi hasil positif.18

Diagnosis EPG dapat ditegakan bila didapat sel ganas dari hasil pemeriksaan sitologi cairan

pleura atau biopsi pleura. Meski terkadang sulit didapatlkan dan dugaan/suspek EPG berdasarkan

sifat dan produktivitas cairan yang dihasilkan. Menegakkan diagnosis EPG serta menetapkan

tumor primer yang menjadi penyebabnya merupakan langkah pertama penanggulangan EPG.18

Pemeriksaan fisik menyeluruh perlu dilakukan untuk mencari tumor primer. Pemeriksaan

laboratorium cairan pleura dapat memastikan cairan adalah eksudat. Pemeriksaan sitologi cairan

pleura adalah hal yang tidak boleh dilupakan jika kita menduga EPG. Pemeriksan radiologik

dengan foto toraks PA/Lateral untuk menilai masif tidaknya cairan yang terbentuk, juga

kemungkinan melihat terdapatnya tumor primer. Untuk mendapatkan data yang informatif,

pemeriksaan CT-Scan toraks sebaiknya dilakukan setelah cairan dapat dikurangi semaksimal

mungkin. Pemeriksaan penunjang lain seperti biopsi pleura akan sangat membantu. Tindakan

bronkoskopi, biopsi transtorakal, USG toraks, dan torakotomi eksplorasi adalah prosedur

tindakan yang terkadang perlu dilakukan untuk penegakan diagnosis.18

Penatalaksanaan efusi pleura ganas mempunyai 2 aspek penting dalam penatalaksaannya yaltu

pengobatan lokal dan pengobatan kausal. Pengobatan kausal disesuaikan dengan stage dan jenis

tumor. Tidak jarang tumor primer sulit diternukan, maka aspek pengobatan lokal menjadi pilihan

dengan tujuan untuk mengurangi sesak napas yang sangat mengganggu, terutama bila produksi

cairan berlebihan dan cepat. Tindakan yang dapat dilakukan antara lain, punksi pleura,

pemasangan WSD dan pleurodesis untuk mengurangi produksi cairan. Zat-zat yang dapat

dipakal, antara lain talk, tetrasikiin, mitomisin-C, adriamisin dan bleomisin.18

Bila tumor primer berasal dari paru dan dari cairan pleura diternukan sel ganas maka EPG

termasuk T4, tetapi bila diternukan sel ganas pada biopsi pleura termasuk stage IV. Bila setelah

Page 11: BAB II

dilakukan berbagai pemeriksaan tumor primer paru tidak diternukan, dan tumor-tumor di luar

paru juga tidak dapat dibuktikan, maka EPG dianggap berasal dari paru. Apabila tumor primer

diternukan di luar paru, maka EPG ini termasuk gejala sisternik tumor tersebut dan pengobatan

disesuaikan dengan penatalaksanaan untuk pengobatan kanker primernya.18

B. Thorakosentesis

Thorakosentesis adalah suatu prosedur yang bersifat invasive untuk mengeluarkan cairan atau

udara dari cavum pleuragunakeperluan diagnostik maupun terapeutik

Page 12: BAB II

DAFTAR PUSTAKA

1. Diaz-Guzman E, Dweik RA. Diagnosis and management pleural effusion: a practical

approach.ComprTher.Winter2007;33(4):237-46

2. Sahn SA. The differential diagnosis of pleural effusion. West J Med. Aug

1982;137(2):99-108

3. Sahn SA. Pleural effusion of extravascular origin.Clinchest Med. 2006; 27(2):285-308

4. Light RW.The undiagnosed pleural effusion. Clin ChestMed. Jun 2006; 27(2):309-19

5. Culotta R, Taylor D. Diseases of the pleura. In: Ali J, Summer WR, Levitzky MG, eds.

Pulmonary Pathophysiology. 2nd ed. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill;

2005:194-212.

6. Askegard-Giesmann JR, Caniano DA, Kenney BD. Rare but serious complications of

central line insertion. Semin Pediatr Surg. May 2009;18(2):73-83

7. Heffner JE. Diagnosis and management of malignant pleural effusions. Respirology. Jan

2008;13(1):5-20

8. Bouros D, Pneumatikos I, Tzouvelekis A. Pleural involvement in systemic autoimmune

disorders. Respiration. 2008;75(4):361-71.

9. Froudarakis ME. Diagnostic work-up of pleural effusions. Respiration. 2008;75(1):4-13

10. Wong CL, Holroyd-Leduc J, Straus SE. Does this patient have a pleural effusion?. JAMA.

Jan 21 2009;301(3):309-17.

11. Light RW, Macgregor MI, Luchsinger PC, Ball WC Jr. Pleural effusions: the diagnostic

separation of transudates and exudates. Ann Intern Med. Oct 1972;77(4):507-13.

12. Menzies SM, Rahman NM, Wrightson JM, et al. Blood culture bottle culture of pleural

fluid in pleural infection. Thorax. Aug 2011;66(8):658-62.

Page 13: BAB II

13. Abouzgheib W, Bartter T, Dagher H, Pratter M, Klump W. A prospective study of the

volume of pleural fluid required for accurate diagnosis of malignant pleural effusion.

Chest. Apr 2009;135(4):999-1001.

14. Sakuraba M, Masuda K, Hebisawa A, Sagara Y, Komatsu H. Pleural effusion adenosine

deaminase (ADA) level and occult tuberculous pleurisy. Ann Thorac Cardiovasc Surg.

Oct 2009;15(5):294-6.

15. Gurung P, Goldblatt M, Huggins JT, et al. Pleural Fluid Analysis, Radiographic,

Sonographic and Echocardiographic Characteristics of Hepatic Hydrothorax. Chest. Jan

27 2011

16. Duncan DR, Morgenthaler TI, Ryu JH, Daniels CE. Reducing iatrogenic risk in

thoracentesis: establishing best practice via experiential training in a zero-risk

environment. Chest. May 2009;135(5):1315-20

17. Yogiantoro M. Penyakit Pleura. Dalam buku ajar penyakit dalam. Jilid II. Edisi V.

Jakarta: Pusat penerbitan ilmu penyakit dalam fakultas kedokteran universitas indonesia.

2009

Kanker paru pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan dokter paru Indonesia. 2003.