BAB II
-
Upload
nurul-huda -
Category
Documents
-
view
133 -
download
0
Transcript of BAB II
5/14/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e5dd8c39 1/32
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi PPOK
Menurut Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) atau chronic obstructive pulmonary
disease (COPD) merupakan penyakit yang dapat dicegah dan diobati dengan
adanya beberapa efek ekstraparu signifikan yang memperbesar tingkat
keparahan suatu individual pasien.1
Sedangkan menurut perhimpunan dokter paru indonesia (PDPI) PPOK
adalah penyakit kronik yang ditandai oleh adanya hambatan aliran udara di
saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial.4
Menurut American Thoracic Society mendefinisikan PPOK merupakan
penyakit yang dikarakteristikan dengan adanya obstruktif jalan napas akibat
bronkitis kronik atau emfisema, obstuksi aliran udara umumnya bersifat
progresif dan dapat dibarengi dengan hiperaktivitas jalan napas serta dapat
juga bersifat reversibel parsial.5
PPOK dikarakteristikan sebagai obstruksi saluran napas disebabkan
oleh emfisema, bronkitis kronik atau keduanya.12
bronkitis kronik adalah
penyakit bronkus yang bermanifestasi dengan batuk dan berdahak terjadi
hampir setiap hari sekurang-kurangnya selama 3 bulan minimal selama 2
tahun berturut-turut serta gangguan respirasi lain dan penyakit jantung dengan
keluhan batuk produktif telah disingkirkan. Sedangkan emfisema merupakan
5/14/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e5dd8c39 2/32
4
pembesaran permanen pada saluran napas distal hingga bronkiolus terminalis
disertai destruksi dinding bronkiolus tanpa adanya fibrosis.13,14
2.1.1 Definisi PPOK Eksaserbasi Akut
Tidak ada definisi yang diterima secara luas dari eksaserbasi
akut.9,11
definisi eksaserbasi didasarkan atas peningkatan gejala atau
peningkatan rawatan kesehatan. Salah satu definisi yang paling
mendekati berdasarkan peningkatan gejala dari sesak napas, volum
sputum, dan purulensi sputum dengan atau tanpa adanya gejala infeksi
saluran napas atas dan kemudian dibagi tergantung dari tingkatan
gejala.9
PPOK eksaserbasi akut dapat didefinisikan sebagai suatu kejadian
yang terjadi secara alami dari suatu penyakit yang dikarakteristikan
sebagai perubahan memburuk keluhan pasien seperti sesak napas, batuk
dan/atau sputum dari hari normal ke hari yang lainnya, onset akut dan
mungkin menuntut adanya perubahan dalam perubahan dalam
pengobatan regular pada pasien PPOK.1
Definisi lainnya yang sering digunakan pada penelitian klinis
perburukan gejala 2 hari berturut-turut dari 2 gejala mayor (dyspnea,
volume sputum dan/atau warna sputum) atau minimal satu gejala minor
(sakit tenggorokan, gejala coryzal, demam tidak dapat dijelaskan, batuk
atau wheezing memburuk).15
5/14/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e5dd8c39 3/32
5
2.2 Etiologi PPOK
Penyebab utama dari eksaserbasi akut adanya infeksi pada daerah
trankheobronkial dan polusi udara, tapi penyebab sepertiga eksaserbasi berat
tidak diketahui.1
Faktor utama penyebab dari PPOK eksaserbasi akut adalah infeksi virus
dan bakteri serta polusi udara. Dari penelitian terbaru mengatakan sekitar 1 ½
PPOK eksaserbasi dihubungkan dengan infeksi virus, terutama rhinovirus.
Secara klinis, eksaserbasi akibat virus ditandai dengan gejala influenza dan
sembuh dalam jangka waktu yang lama. Infeksi virus meningkatkan inflamasi
jalan napas saat eksaserbasi.9,16,17
Sekitar 30-50% dari pasien dengan PPOK ditemukan positif adanya
bakteri dalam kultur sputum, sebagian besar adalah Haemophilus influenza,
Streptococcus pneumonia, dan Moraxella catarrhalis.9,16 koloni kuman ini
dihubungkan keparahan PPOK dan merokok. Adanya bakteri pada saluran
napas bawah pada pasien PPOK stabil akan merangsang mekanisme
pertahanan host dan hal ini berhubungan dengan peningkatan inflamasi pada
jalan napas yang berakibat memperbanyak adanya bakteri. Pada eksaserbasi,
terdapat kemungkinan untuk mendeteksi adanya bakteri jika adanya sputum
yang purulen.16
Berdasarkan penelitian pada tahun 1970 menggunakan serologis dan
kultur dapat mendeteksi adanya virus pada umumnya adalah virus influenza.
Sedangkan polusi udara penyebab eksaserbasi akut telah diketahui lebih dari
40 tahun terakhir.9
5/14/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e5dd8c39 4/32
6
2.3 Epidemiologi PPOK
PPOK merupakan salah satu masalah yang serius pada usia pertengahan
dan usia lanjut. Efek utama PPOK adalah pada pasien dan keluarganya.
Dikarenakan perawatan pasien di rumah menyulitkan karena keterbatasan
fungsi dan kekhawatiran adanya kekurangan oksigen. Selanjutnya pasien
PPOK sering terjadi eksaserbasi akut yang memerlukan intervensi medis.6
PPOK eksaserbasi akut merupakan penyebab umum morbiditas dan
mortalitas. Di Amerika Serikat eksaserbasi akut tiap tahun terdapat kasus
16.000.367 rawat jalan, 500.000 rawat inap dan ongkos kesehatan sebesar 19
juta dolar.9
Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Pada
survei kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986, asma, bronkitis kronik
dan emfisema menduduki peringkat ke-5 sebagai penyebab kesakitan utama.
SKRT DepKes RI 1992 menunjukkan angak kematian karena asma, bronkitis
kronik dan emfisema menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab kematian
tersering kematian di Indonesia.4
Faktor yang berperan dalam peningkatan penyakit tersebut:4
Kebiasaan merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun
60-70%)
Pertambahan penduduk
Meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun
1960an menjadi 63 tahun pada tahun 1990-an.
Industrialisasi
5/14/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e5dd8c39 5/32
7
Polusi udara terutama di kota besar, di lokasi indusstri dan di
pertambangan.
2.4 Faktor Risiko
Di seluruh dunia, merokok dengan tembakau merupakan faktor risiko
terbanyak dari PPOK. Faktor risiko genetik yang didokumentasikan dengan
baik adalah herediter berat defisiensi antitripsin alfa-1.1
Faktor risiko dari PPOK berhubungan dengan jumlah beban partikel
yang terhirup seseorang selama hidupnya, antara lain:
Merokok tembakau, termasuk didalamnya rokok, pipa dan tipe-tipe
merokok tembakau lainnya yang populer di berbagai negara
Zat kimia atau debu yang berhubungan dengan pekerjaan (asap, bahan
iritan, uap) ketika pajanan terjadi secara inten dalam jangka waktu
yang lama.
Polusi udara di dalam ruangan, yang berasal dari bahan bakar untuk
memasak atau memanaskan makanan dengan ventilasi yang buruk.
Inilah faktor risiko yang menyerang wanita di negara berkembang.
Polusi udara di luar ruangan. Hal ini juga memberikan kontribusi
terhadap total beban partikel yang terhirup, meskipun hanya efek kecil
dalam penyebab PPOK
Sedangkan faktor risiko lainnya antara lain:4,14
1. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang
terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya.
5/14/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e5dd8c39 6/32
8
Merokok merupakan satu-satunya faktor risiko paling berperan dalam
PPOK. Merokok juga dihubungkan dengan peningkatan angka
kematian. Merokok dengan pipa juga meningkatkan morbiditas dan
mortalitas PPOK, meskipun risikonya lebih rendah dibandingkan
dengan batangan. Sekitar separuh perokok batangan berkembang
menjadi obstruksi jalan napas dan 10-20% secara klinis menjadi PPOK.
Meskipun merokok faktor risiko yang sangat penting, tapi hal ini bukan
syarat utama. PPOK dapat terjadi pada non-perokok dengan asma yang
lama atau defisiensi antitripsin alfa – 1.14
Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :
a. Riwayat merokok
o Perokok aktif
o Perokok pasif
o Bekas perokok
b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu
perkalian jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan
lama merokok dalam tahun :
o Ringan : 0-200
o Sedang : 200-600
o Berat : >600
2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
Terpaparnya debu atau zat kimia dalam waktu yang lama dan intens
menyebabkan PPOK selain merokok, meskipun merokok juga
5/14/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e5dd8c39 7/32
9
menambah kemungkinan menjadi PPOK. Sekitar 20% diagnosis PPOK
berdasarkan paparan dari pekerjaan.
3. Hipereaktiviti bronkus
4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
5. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia
Faktor risiko genetik penyebab PPOK adalah defisiensi antitripsin alfa
– 1. Meskipun demikian kejadian ini jarang dan hanya terdapat 1-2%
pasien PPOK. Antitripsin alfa-1 merupakan glikoprotein yang
bertanggung jawab pada aktivitas antiprotease serum. Defisiensi
antitripsin alfa-1 berat dihubungkan dengan prematur dan mempercepat
perkembangan PPOK pada perokok maupun non-perokok, meskipun
penurunan fungsi paru cepat terjadi pada yang merokok. Antitripsin
alfa-1 dipertimbangkan pada pasien berusia < 40 tahun.
2.5 Patofisiologi PPOK
Patofisiologi PPOK tidak dapat dimengerti sepenuhnya. Adanya
inflamasi pada sel di area bronkus memiliki peranan penting. merokok dan
bahan iritan inhalasi yang lainnya dapat memunculkan secara terus-menerus
respon inflamasi yang menyebabkan penyempitan dan hiperaktivitas jalan
napas. Akibatnya terjadi edema pada jalan napas, produksi mukus yang
berlebihan dan penurunan fungsi siliar. Adanya progresifitas dari penyakit,
pasien semakin sulit untuk membersihkan sekret. Akibatnya berkembang
menjadi batuk berdahak kronik, wheezing, dan dyspnea.4
5/14/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e5dd8c39 8/32
10
Gambar 2.1. Mekanisme pertahanan pada saluran napas17
Proses inflamasi pada PPOK ditandai dengan peningkatan neutrofil dan
makrofag dan konsentrat tinggi protein.17
Pajanan gas beracun mengaktifkan
makrofag alveolar dan sel epitel jalan napas dalam membentuk faktor
kemotaktik, penglepasan faktor kemotaktik menginduksi mekanisme infiltrasi
sel-sel hematopoetik pada paru yang dapat menimbulkan kerusakan struktur
paru. Infiltrasi sel ini dapat menjadi sumber faktor kemotaktik yang baru dan
memperpanjang reaksi inflamasi paru menjadi penyakit kronik dan progresif.
Makrofag alveolar penderita PPOK meningkatkan penglepasan IL-8 dan
TNF-α. Ketidakseimbangan proteinase dan antiproteinase serta
5/14/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e5dd8c39 9/32
11
ketidakseimbangan oksidan dan antioksidan berperan dalam patologi PPOK.
Proteinase menginduksi inflamasi paru, destruksi parenkim dan perubahan
struktur paru. Peningkatan jumlah neutrofil yang nekrosis di jalan napas
penderita PPOK dapat menyebabkan penglepasan elastase dan reactive
oxygen species (ROS) yang menyebabkan hipersekresi mukus.17,19
Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus,
metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi
akibat fibrosis. Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal
bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli, secara abatomik
dibedakan menjadi tiga jenis emfisema:4
Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas
ke perifer, terutama mengenai bagian atas paru sering akibat kebiasaan
merokok lama.
Emfisema parasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara
merata dan terbanyak pada paru bagian bawah.
Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran
napas distal, duktus dan sakur alveoler. Proses terlokalisir di septa
atau dekat pleura
Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat reversibel parsial dan
terjadi karena perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu: inflamasi,
fibrosis, metaplasia sel goblet dan hipertrofi otot polos penyebab utama
obstruksi jalan napas.4
Inflamasi kronik pada PPOK berlangsung pada jalan
napas kecil dan parenkim paru yang melibatkan neutrofil, makrofag dan
5/14/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e5dd8c39 10/32
12
CD8+. Proses ini menyebabkan fibrosis dan penyempitan pada jalan napas
kecil serta destruksi parenkim akibat bermacam-macam protease.19
Gambar 2.2 Mekanisme inflamasi kronik pada PPOK17
2.6 Diagnosis
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala,
gejala ringan hingga berat.4
Diagnosis dari PPOK harus dipertimbangkan
pada pasien dengan gejala sesak napas, batuk kronik atau produksi sputum,
dan/atau adanya riwayat pajanan terhadap faktor risiko dari penyakit ini
terutama merokok tembakau.1
Pertimbangkan PPOK dan lakukan spirometri, jika salah satu dari
indikator di bawah ini ada pada individu yang berusia lebih dari 40 tahun.
Indikator ini bukan merupakan alat diagnosis tapi keberadaan indikator ini
memungkinkan untuk didiagnosis sebagai PPOK, antara lain:1
5/14/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e5dd8c39 11/32
13
Dyspnea
Dyspnea atau sesak napas yang bersifat progresif
(memburuk terus-menerus) biasanya memburuk dengan akitivitas
persisten (muncul tiap hari), didefinisikan oelh pasien dengan
“peningkatan usaha untuk bernapas”, “berat”, “mencari-cari
udara”, “bicara terengah-engah”.
Batuk kronik
Dapat bersifat intermiten atau non-produktif
Produksi sputum kronik
Semua bentuk dari produksi sputum kronik mungkin
mengarah ke PPOK
Riwayat pajanan terhadap faktor risiko
Termasuk diantaranya merokok bahan tembakau, debu atau
zat kimia dari pekerjaan, asap dari masakan atau memanaskan
bahan bakar.
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala,
gejala ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan
jelas dan tanda inflasi paru
Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :
A. Gambaran klinis
a) Anamnesis
Keluhan
Riwayat penyakit
5/14/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e5dd8c39 12/32
14
Faktor predisposisi
b) Pemeriksaan fisis
B. Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan rutin
b) Pemeriksaan khusus
A. Gambaran Klinis
a) Anamnesis
Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa
gejala pernapasan.
Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja.
Riwayat penyakit emfisema pada keluarga.
Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misalnya
berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas
berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
Batuk berulang dengan atau tanpa dahak.
Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
b) Pemeriksaan fisis
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
Inspeksi
Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup
mencucu)
Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal
sebanding)
5/14/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e5dd8c39 13/32
15
Penggunaan otot bantu napas
Hipertropi otot bantu napas
Pelebaran sela iga
Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut
vena jugularis leher dan edema tungkai
Penampilan pink puffer atau blue bloater
Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil,
letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah
Auskultasi
Suara napas vesikuler normal, atau melemah.
Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas
biasa atau pada ekspirasi paksa.
Ekspirasi memanjang.
Bunyi jantung terdengar jauh.
B. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan rutin, antara lain:4
1. Faal paru4
Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP
Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( %
) dan atau VEP1/KVP ( % ).
5/14/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e5dd8c39 14/32
16
Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80%
VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
VEP1 merupakan parameter yang paling umum
dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan
memantau perjalanan penyakit.
Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak
mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang
tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan
memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak
lebih dari 20%
Uji bronkodilator4
Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila
tidak ada gunakan APE meter.
Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak
8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat
perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1
atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml.
Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
2. Darah rutin4
Hb, Ht, leukosit
3. Radiologi4
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan
penyakit paru lain
5/14/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e5dd8c39 15/32
17
Pada emfisema terlihat gambaran :
Hiperinflasi
Hiperlusen
Ruang retrosternal melebar
Diafragma mendatar
Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop /
eye drop appearance)
Gambar 2.3 Emfisema20 chest x ray
Pada bronkitis kronik :
Normal
Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
b) Pemeriksaan khusus (tidak rutin)4
1. Faal paru
5/14/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e5dd8c39 16/32
18
Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional
(KRF), Kapasiti Paru Total (KPT), VR/KRF, VR/KPT
meningkat.
DLCO menurun pada emfisema.
Raw meningkat pada bronkitis kronik.
Sgaw meningkat.
Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %
2. Uji latih kardiopulmoner
Sepeda statis (ergocycle).
Jentera (treadmill).
Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal
3. Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada
sebagian kecil PPOK terdapat hipereaktivititas bronkus
derajat ringan.
4. Uji coba kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian
kortikosteroid oral (prednison atau metilprednisolon)
sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu
peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan
minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat
kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid
5. Analisis gas darah
5/14/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e5dd8c39 17/32
19
Terutama untuk menilai :
Gagal napas kronik stabil.
Gagal napas akut pada gagal napas kronik
6. Radiologi
CT - Scan resolusi tinggi
Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta
derajat emfisema atau bula yang tidak terdeteksi oleh
foto toraks polos
Scan ventilasi perfusi
Mengetahui fungsi respirasi paru
7. Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh
Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan.
8. Ekokardiografi
Menilai fungsi jantung kanan
9. Bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan
kultur resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman
dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran
napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi
akut pada penderita PPOK di Indonesia.
10. Kadar alfa-1 antitripsin
5/14/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e5dd8c39 18/32
20
Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter
(emfisema pada usia muda), defisiensi antitripsin alfa-1
jarang ditemukan di Indonesia
Diagnosis harus dikonfirmasikan lagi dengan spirometri, jika
menggunakan spirometri, maka ukuran1
Forced Vital Capacity (FVC)
Forced Expiratory Volume dalam satu menit (FEV1)
Derajat-derajat PPOK sebagai berikut:1
Derajat I. PPOK ringan
Keterbatasan aliran udara ringan (nilai perkiraan
FEV1 /FVC < 70%; FEV1 80%) dan kadang-kadang, tapi tidak
selalu adanya batuk dan produksi sputum kronik
Pada derajat ini individu mungkin tidak menyadari paru-
parunya abnormal
Derajat II. PPOK sedang
Keterbatasan aliran udara memburuk (nilai perkiraan
FEV1/FVC < 70%; 50% ≤ FEV1 80%) dengan sesak napas
khususnya muncul jika beraktivitas.
Pada derajat ini, pasien biasanya akan mencari tenaga
medis dengan gejala respirasi kronis atau adanya eksaserbasi.
Derajat III. PPOK berat
Perburukan lebih lanjut dari keterbatasan aliran udara
(nilai perkiraan FEV1/FVC < 70%; 30% ≤ FEV1 50%), sesak
5/14/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e5dd8c39 19/32
21
napas semakin parah, penurunan kapasitas aktivitas dan
eksaserbasi berulang yang berimbas kualitas hidup.
Derajat IV. PPOK sangat berat
Keterbatasan aliran udara berat (nilai perkiraan
FEV1 /FVC < 70%; FEV1 < 30%) atau nilai prediksi FEV1 <
50% ditambah dengan kegagalan respirasi kronis. Pasien
mungkin dengan derajat IV walau prediksi FEV1 > 30%
dengan adanya komplikasi dari penyakit ini
Pada derajat ini, kualitas hidup terganggu dan jika
terjadi eksaserbasi dapat mengancam nyawa.
Gambar 2.4 Gambaran spirogram pada normal dan PPOK derajat
ringan dan sedang
5/14/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e5dd8c39 20/32
22
Pasien dengan PPOK eksaserbasi akut khasnya terdapat peningkatan
batuk, perubahan volume sputum dan peningkatan purulensi serta
peningkatan sesak napas, wheezing, dan sesak dada.9
Gejala eksaserbasi, adalah :4
Sesak bertambah
Produksi sputum meningkat
Perubahan warna sputum
Eksaserbasi akut akan dibagi menjadi tiga, yaitu :4
a) Tipe (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas
b) Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas
c) Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi
saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan
batuk, peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20%
baseline, atau frekuensi nadi > 20% baseline
Sejumlah faktor dapat diperoleh dari riwayat klinis, pemeriksaan
analisis gas darah digunakan untuk menentukan keparahan eksaserbasi akut
dan mmpertimbangkan kapan dirujuk ke rumah sakit.9
Cara menilai keparahan dari suatu eksaserbasi akut, antara lain:1
1. Analisis gas darah arteri (di Rumah sakit)
PaO2 8,0 kPa (60 mmHg) dan/atau SaO2 < 90% dengan atau
tanpa PaCO2 > 6,7 kPa (50 mmHg) dalam suhu kamar
mengindikasikan kegagalan respirasi
5/14/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e5dd8c39 21/32
23
Asidosis moderate-severe (pH < 7,36) ditambah dengan
hiperkapnia (PaCO2 > 6-8 kPa, 45-60 mmHg) pada pasien
dengan kegagalan napas merupakan indikasi untuk ventilasi
mekanik.
2. Rontgen dada
Radiografi dada (posteroanterior atau lateral) mengindikasikan
diagnosis alternatif yang meniru gejala dari eksaserbasi
3. EKG
Membantu dalam diagnosis hipertrofi ventrikel kanan, aritmia
dan episode iskemik
4. Tes laboratorium lainnya
Kultur sputum dan antibiogram untuk mengidentifikasi infeksi
jika tidak adanya respon dengan terapi antibiotik inisial.
Tes biokimia mendeteksi gangguan elektrolit, diabetes dan
nutrisi kurang
Whole blood count dapat mengidentifikasi polisitemia atau
perdarahan.
2.7 Tatalaksana PPOK
Terdapat tujuan yang dapat diterima melalui implementasi
program tatalaksana PPOK dibagi menjadi empat bagian:1
Menilai dan monitor penyakit
Mengurangi faktor risiko
Managemen PPOK stabil
5/14/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e5dd8c39 22/32
24
Managemen eksaserbasi
2.7.1 Tatalaksana di Rumah
Kebanyakan eksaserbasi akut pada PPOK dirawat di
puskesmas. Hanya sedikit pasien yang dirujuk ke rumah sakit.9
Tatalaksana di rumah terbagi atas dua yaitu:1,4,9
1. Bronkodilator
Pengelolaan eksaserbasi dari PPOK meliputi peningkatan
dosis dan frekuensi terapi bronkodilator, terutama β2 agonis.
Jika tidak ada, diberikan antikolinergik hingga gejala hilang.
2. Glukokortikoid
Penggunaan kortikosteroid pada eksaserbasi akut PPOK
memiliki efek yang bagus. Penggunaan kortikosteroid oral
memperlihatkan perkembangan yang meningkat pada
oksigenasi, spirometri dan menurunkan pada kegagalan napas.
Jika nilai prediksi FEV1 < 50% tambahkan 30-40 mg
prednisolon oral perhari untuk 7-10 hari. Penggunaan
budesonid tunggal merupakan alternatif pada pngobatan
eksaserbasi akut dan dihubungkan dengan penurunan
komplikasi yang signifikan.
2.7.2 Tatalaksana di Rumah Sakit
Keputusan untuk merawat di rumah atau di rumah sakit sulit
dilakukan. Pengukuran FEV1 sulit dilakukan pada pasien yang sakit
5/14/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e5dd8c39 23/32
25
tetapi secara umum adanya peningkatan aliran ekspirasi < 100
kali/menit atau FEV1 < 1 liter mengindikasikan eksaserbasi berat.9
Dibawah ini merupakan indikasi masuk rumah sakit pada
PPOK eksaserbasi akut, antara lain:9
Peningkatan intensitas gejala seperti perkembangan
mendadak dari sesak napas saat istirahat
PPOK berat
Adanya tanda fisik yang baru (seperti sianosis, edema
perifer)
Kegagalan eksaserbai terhadap respon terapi inisial
Komorbiditas signifikan
Diagnosis yang tidak tentu
Munculnya aritmia
Usia tua
Penyokong rumah yang tidak efisien
Tatalaksana di rumah sakit terbagi atas:9
1. Terapi oksigen
Terapi oksigen bertujuan untuk mempertahankan oksigen
adekuat.
2. Terapi bronkodilator
Peningkatan obstruksi jalan napas pada pasien eksaserbasi akut
adanya meningkatkan kerja napas, hiperinflasi, kerugian
penggunaan otot bantu pernapasan. Β2 agonis inhalasi short acting
5/14/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e5dd8c39 24/32
26
disarankan sebagai bronkodilator inisial untuk PPOK eksaserbasi
akut.
3. Glukokortikoid
Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa glukokortikoid
yang diberikan pada pasien eksaserbasi akut efektif untuk
mengurangi gejala dan meningkatkan fungsi paru.
4. Terapi antibiotik
Bakteri memiliki peranan penting dalam perkembangan dari
PPOK eksaserbasi akit atau sebagai infeksi sekunder yang berasal
proses virus. Penggunaan antibakteri pada eksaserbasi masih
kontroversial sejak bakteri terdapat pada jalan napas sekitar 25-
50% pada pasien PPOK yang stabil.
Keuntungan penggunaan antibiotik hanya pada pasien dengan
gejala yang banyak, sehingga penggunaan antibiotik hanya
digunakan pada pasien yang memiliki gejala 2 dari 3 gejala utama
yaitu peningkatan sesak napas, peningkatan volume sputum dan
peningkatan purulensi sputum
Pemilihan antibiotik tergantung dari aturan antibiotik lokal dan
bentuk dari patogen lokal. Pemakaian oral lebih baik daripada
antibiotik intravena dan antibiotik sederhana seperti amoksisilin
dapat digunakan. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi
peningkatan frekuensi beta-laktamase yang disebabkan oleh
Moraxella catarrhalis dan Haemophilus influenza. Kegagalan
5/14/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e5dd8c39 25/32
27
respon terhadap antibiotik sederhana atau adanya pengetahuan
mengenai organisme penghasil beta-laktamase pada sputum atau
mengindikasikan adanya eksaserbasi berat memerlukan co-
amoksilav generasi ke-2 atau ke-3 dari golongan sefalosporin,
fluorokuinolon atau makrolida yang terbaru.
5. Diuretik
Diuretik diindikasikan jika terdapat edema perifer dan
peningkatan tekanan vena jugular.
6. Antikoagulan
Heparin profilaksis subkutan dapat digunakan pada pasien
dengan PPOK eksaserbasi akut, khususnya pada pasien yang
immobile dan pada pasien dengan kegagalan pernapasan akut
maupun kronik.
5/14/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e5dd8c39 26/32
28
Berikut ini skema untuk tatalaksana eksaserbasi pada PPOK, yaitu:
Gambar 2.5 Skema tatalaksana eksaserbasi pada PPOK6
5/14/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e5dd8c39 27/32
29
2.8 Tatalaksana PPOK Secara Umum
Tujuan penatalaksanaan :4
Mengurangi gejala
Mencegah eksaserbasi berulang
Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
Meningkatkan kualiti hidup penderita
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :4
1. Edukasi4
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka
panjang pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda
dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit
kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah
menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan
perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih
bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki
derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari
asma.
Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah
a) Pengetahuan dasar tentang PPOK
b) Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya
c) Cara pencegahan perburukan penyakit
d) Menghindari pencetus (berhenti merokok)
e) Penyesuaian aktivitas
5/14/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e5dd8c39 28/32
30
2. Obat – obatan4
a) Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis
bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat
penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser
tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada
derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow
release) atau obat berefek panjang (long acting).
Macam - macam bronkodilator :
Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat,
disamping sebagai bronkodilator juga mengurangi
sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari).
Golongan agonis beta - 2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak,
peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor
timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan
sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang.
Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi
eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan
jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk
mengatasi eksaserbasi berat.
Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2
5/14/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e5dd8c39 29/32
31
Kombinasi kedua golongan obat ini akan
memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya
mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu
penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan
mempermudah penderita.
Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan
pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat
sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk
mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus
atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut.
Untuk penggunaan jangka panjang diperlukan
adanya pemeriksaan kadar aminofilin darah.
Pada eksaserbasi bila rawat jalan B-2 agonis dan
antikolinorgik harus diberikan dengan peningkatan dosis.
Inhaler masih cukup efektif bila digunkan dengan cara
yang tepat, nebuliser dapat digunakan agar bronkodilator
lebih efektif. Hati-hati dengan penggunaan nebuliser
yang memakai oksigen sebagai kompressor, karena
penggunaan oksigen 8-10 liter untuk menghasilkan uap
dapat menyebabkan retensi CO2. Golongan xantin
diberikan bersama-sama dengan bronkodilator lainnya
karena mempunyai efek memperkuat otot diafragma.
5/14/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e5dd8c39 30/32
32
Dalam perawatan di rumah sakit, bronkodilator
diberikan secara intravena dan nebuliser, dengan
pemberian lebih sering perlu monitor ketat terhadap
timbulnya palpitasi sebagai efek samping bronkodilator.
b) Antiinflamasi
Tidak selalu diberikan tergantung derajat berat
eksaserbasi. Pada eksaserbasi derajat sedang dapat diberikan
prednison 30 mg/hari selama 1-2 minggu, pada derajat berat
diberikan secara intravena. Pemberian lebih dari 2 minggu
tidak memberikan manfaat yang lebih baik, tetapi lebih banyak
menimbulkan efek samping
c) Antibiotika
Pemberian antibiotika diindikasikan jika:
Peningkatan jumlah sputum
Sputum berubah menjadi purulen
Peningkatan sesak
Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan pola kuman
setempat dan komposisi kombinasi antibiotik yang mutakhir.
Pemberian antibiotik di rumah sakit sebaiknya per drip atau
intravena, sedangkan untuk rawat jalan bila eksaserbasi sedang
sebaiknya kombinasi dengan makrolide, bila ringan dapat
diberikan tunggal.
d) Antioksidan
5/14/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e5dd8c39 31/32
33
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti
hidup, digunakan N - asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK
dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai
pemberian yang rutin
e) Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena
akan mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada
bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi
eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak
dianjurkan sebagai pemberian rutin.
f) Antitussif
Diberikan dengan hati - hati
3.
Terapi oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan
yang menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian
terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan
sel baik di otot maupun organ-organ lainnya
4. Ventilasi mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi
dengan gagal napas akut, gagal napas akut pada gagal napas
kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan napas
kronik.
5. Nutrisi
5/14/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e5dd8c39 32/32
34
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena
bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus
respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan
hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme. Kondisi
malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi
dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis
gas darah
Malnutrisi dapat dievaluasi dengan :
Penurunan berat badan
Kadar albumin darah
Antropometri
Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma,
kekuatan otot pipi)
Hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia)
6. Rehabilitasi
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi
latihan dan memperbaiki kualitas hidup penderita PPOK