BAB II

20
 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Hipertensi 2.1.1. Definisi Hipertensi Definisi hipertensi yaitu tekanan darah sistolik (TDS) > 140 mmHg dan/ tekanan darah sistolik (TDD) > 90 mmHg (Kuswardhani, 2005). Selain itu hipertensi juga bisa didefinisikan keadaan dimana kenaikan tekanan darah arterial sistemik ditandai dengan kenaikan curah jantung (cardiac output) atau tahanan periferal vascular yang melibatkan multifaktorial penyebabnya (Brunner & Suddarth, 2009). 2.1.2. Klasifikasi Hipertensi 2.1.2.1 Berdasarkan penyebab dikenal dua jenis hipertensi, yaitu : Hipertensi primer (esensial) Adalah suatu peningkatan persisten tekanan arteri yang dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik normal, Hipertensi ini tidak diketahui penyebabnya dan mencakup ± 90% dari kasus hipertensi (Wibowo, 1999). Hipertensi sekunder Adalah hipertensi persisten a kibat kelainan dasar kedua selain hipertensi esensial. Hipertensi ini penyebabnya diketahui dan ini menyangkut + 10% dari kasus-kasus hipertensi. (Sheps, 2005). Klasifikasi hipertensi menjadi beberapa kategori : Kategori diagnos tic Sistolik (mmHg) diastolik(mmH g) Normal <120 <80 Normal-tinggi 120  139 80  89 Tingkat 1 (hipertensi ringan) 140  159 90  99 Tingkat 2 (hipertensi sedang) 160  179 100  109 Tingkat 3 (hipertensi berat) 180 110 Hipertensi sistolik terisolasi 140 < 90 (Guide to management of hypertension 2008)

Transcript of BAB II

5/15/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e239e6e9 1/20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Hipertensi

2.1.1. Definisi Hipertensi

Definisi hipertensi yaitu tekanan darah sistolik (TDS) > 140 mmHg dan/ tekanan

darah sistolik (TDD) > 90 mmHg (Kuswardhani, 2005). Selain itu hipertensi juga bisa

didefinisikan keadaan dimana kenaikan tekanan darah arterial sistemik ditandai dengan

kenaikan curah jantung (cardiac output) atau tahanan periferal vascular yang melibatkan

multifaktorial penyebabnya (Brunner & Suddarth, 2009).

2.1.2. Klasifikasi Hipertensi

2.1.2.1 Berdasarkan penyebab dikenal dua jenis hipertensi, yaitu :

Hipertensi primer (esensial) Adalah suatu peningkatan persisten tekanan arteri

yang dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik normal, Hipertensi

ini tidak diketahui penyebabnya dan mencakup ± 90% dari kasus hipertensi (Wibowo,

1999). Hipertensi sekunder Adalah hipertensi persisten akibat kelainan dasar kedua

selain hipertensi esensial. Hipertensi ini penyebabnya diketahui dan ini menyangkut +

10% dari kasus-kasus hipertensi. (Sheps, 2005).

Klasifikasi hipertensi menjadi beberapa kategori :

Kategori diagnostic Sistolik (mmHg) diastolik(mmHg)

Normal <120 <80

Normal-tinggi 120 –139 80 –89

Tingkat 1 (hipertensi

ringan)

140 –159 90 –99

Tingkat 2 (hipertensi

sedang)

160 –179 100 –109

Tingkat 3 (hipertensi berat) ≥ 180  ≥ 110 

Hipertensi sistolik terisolasi ≥ 140 < 90

(Guide to management of hypertension 2008)

5/15/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e239e6e9 2/20

Menurut Report of the Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment 

of High Blood Pressure  (JNC VII,2003) hipertensi diklasifikasikan menjadi beberapa

kategori, yaitu :

Klasifikasi tekanan darah Tekanan sistolik dan diastolic

Normal <120 dan <80

Pre hipertensi 120 –139 atau 80-89

Hipertensi tahap 1 140 –159 atau 90-99

Hipertensi tahap 2 ≥ 160 atau ≥ 100 

2. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal, terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab

spesifiknya diketahui seperti : penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi

vaskular, renal hiperaldosteronisme primer, sindroma cushing, teokromositoma,

koarktasi aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan dan lain-lain (Tjay,

2002). Hipertensi yang disebabkan oleh penyakit ginjal adalah akibat kekacauan

volume ginjal atau perubahan sekresi bahan vasa aktif oleh ginjal mengakibatkan

perubahan sistemik atau lokal dalam tonus arteriolar (Harrison, 2000). Hipertensi

endokrin merupakan gambaran abnormalitas kortek adrenal (Harrison, 2000).

Aldosteron menyebabkan retensi natrium yang merangsang pertukaran natrium

dengan kalium pada tubulus renal. Efek retensi natrium dan ekspansi volume secara

kronik menekan aktifitas rennin plasma. Aldosteronisme primer dapat juga

disebabkan oleh adenoma kortek adrenal tunggal atau hiperplasia kortek adrenal

bilateral, dan berkaitan dengan peningkatan natrium tubuh dan penurunan aras

kalium dalam plasma (Anonim, 2001).

2.1.3. Manifestasi Klinis

Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah

yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan,

eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat,

edema pupil (edema pada diskus optikus). Individu yang menderita hipertensi kadang

tidak menampakan gejala sampai bertahun-tahun. Gejala bila ada menunjukan adanya

kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang

divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan. Perubahan patologis pada ginjal

5/15/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e239e6e9 3/20

dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan

azetoma [peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin]. Keterlibatan pembuluh

darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang

bermanifestasi sebagai paralisis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan

tajam penglihatan (Wijayakusuma,2000 ).

Gejala Klinis Hipertensi Menurut Elizabeth J. Corwin,2001, sebagian besar tanpa

disertai gejala yang mencolok dan manifestasi klinis timbul setelah mengetahui

hipertensi bertahun-tahun berupa:

a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat tekanan

darah intrakranium.

b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi.

c. Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf.

d. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus.

e. Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler.

Gejala lain adalah sakit kepala, epistaksis, marah, telinga berdengung, rasa

berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunangkunang dan pusing, perasaan berputar

serasa ingin jatuh, detak jantung terasa cepat (Mansjoer, 2001 ; Xianglah et al., 2005).

Pada survei hipertensi di Indonesia oleh Sugiri,dkk (1995), tercatat gejala-gejala

sebagai berikut : pusing, mudah marah, telinga berdengung, sesak nafas, rasa berat di

tengkuk, mudah lelah dan mata berkunang-kunang serta sukar tidur merupakan gejala

yang banyak dijumpai

2.1.4. Patofisiologi Hiperensi

1. Ekskresi natrium dan air oleh ginjal

Na+ akan difiltrasi dalam jumlah besar tetapi akan mengalami transport aktif di

semua bagian tubulus kecuali di bagian tipis ansa henle. Pada keadaan normal, 96%-

99% Na+ yang difiltrasi akan direabsorbsi. Karena Na+ merupakan kation terbanyak

dalam cairan ekstraseluler dan karena garam natrium membentuk lebih dari 90% zat

terlarut yang secara osmotic aktif dalam plasma dan cairan intersisial, jumlah Na+ dalam

tubuh menentukan volume cairan ekstraseluler. (Ganong, 2008).

Rumus dasar tekanan darah adalah curah jantung dikali tahanan perifer, jika

terjadi peningkatan tahanan perifer total, maka akan meningkatkan tekanan darah. Bila

5/15/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e239e6e9 4/20

ginjal berfungsi normal, ginjal akan merespon kenaikan ini dengan dengan pressure

dieresis dan pressure natriuresis. Dalam beberapa jam setelah kenaikan tekanan darah

akut, ginjal akan terus meningkatkan ekskresi air dan garam sampai tekanan darah

kembali ke rentang normal. Mekanisme ini bisa terjadi jika tidak ada peningkatan

tahanan vaskuler dalam ginjal. Namun jika peningkatan tahanan perifer juga mengenai

vaskuler ginjal, akan terjadi pergeseran kurva fungsi ginjal ke level tekanan yang lebih

tinggi. Fenomena ini merupakan mekanisme dasar dari hipertensi renal. (M. Rasjad,

2007).

Di sisi lain, peningkatan asupan garam (NaCl) juga dapat meningkatkan tekanan

darah jauh lebih tiinggi dari akibat peningkatan asupan air. Ini terjadi karena,

peningkatan asupan air dapat segera diekskresi oleh ginjal, sedangkan ekskresi garam

tidak semudah itu. Timbunan garam dalam tubuh secara tidak langsung juga

meningkatkan volume cairan tubuh melalui. (M. Rasjad, 2007).

a. Peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel yang merangsang pusat haus

sehingga meningkatkan asupan air melalui minum untuk mengembalikan kadar

garam ekstrasel ke normal. Hal ini menyebabkan kenaikan volume cairan ekstrasel.

b. Peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel akibat kelebihan garam juga

merangsang sekresi ADH hipofise posterior. Selanjutnya ADH akan meningkatkan

reabsorbsi air di tubulus renalis sehingga menurunkan volume urine dan

meningkatan cairan ekstrasel tubuh. (M. Rasjad, 2007).

2. Kepekaan baroreseptor

Baroreseptor adalah reseptor regang di dinding jantung dan pembuluh darah.

Reseptor sinus karotikus dan arkus aorta memantau sirkulasi arteri. Reseptor juga

terletak di dinding atrium kanan dan kiri pada tempat masuk vena cava superior dan

inferior serta vena pulmonalis, juga di sirkulasi paru. Reseptor di bagian tekanan

rendah ini disebut sebagai reseptor kardiopulmonal. Baroreseptor dirangsang oleh

regangan struktur tempat dia berada sehingga baroreseptor itu melepas impuls dengan

kecepatan tinggi ketika tekanan dalam struktur ini meningkat. Serabut aferennya

melintasi nervus glossofaringeus dan vagus ke medula oblongata. Kebanyakan serabut

ini berakhir ke nukleus traktus solitaries (NTS) dan neurotransmitter eksitatorik yang

dikeluarkannya. Mungkin adalah glutamate. Proyeksi eksitatorik, mungkin bersifat

glutaminergik, berjalan dari NTS ke medula ventrolateral intermedia dan kaudal, tempat

proyeksi itu merangsang neuron inhibitorik penghasil-GABA yang berproyeksi ke

medula ventrolateral rostral. Proyeksi eksitatorik yang mungkin bersifat polineural juga

5/15/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e239e6e9 5/20

berjalan dari NTS ke neuron motorik vagus di nucleus motorik dorsal dan nucleus

ambigus. Jadi, peningkatan pelepasan impuls baroreseptor menghambat pelepasan

impuls tonik saraf vasokonstriktor dan menggiatkan persarafan vagus jantung yang

menyebabkan vasodilatasi, venodilatasi, penurunan tekanan darah, bradikardia, dan

penurunan curah jantung. (Ganong, 2008).

Kegagalan pertama pada sistem pengendalian tekanan darah adalah

karena tidak berfungsinya refleks baroreseptor ataupun refleks kemoreseptor,

sehingga pusat vasomotor di batang otak menjadi hiperaktif. Dan melalui saraf

simpatis ke jantung, akan mempengaruhi isi sekuncup dan denyut jantung atau

frekuensinya dan di lain pihak pada pembuluh darah menyebabkan perubahan

diameter, sehingga tahanan perifer meningkat. Meningkatnya tekanan darah ini

dapat berupa kenaikan sistolik dan/atau disertai kenaikan tekanan diastolik. Dan

kenaikan tekanan darah ini kemudian memberikan dampak pada perubahan

fungsi sekr es i renin-angiotensin dengan segala akibatnya.

3. Respon vascular

Perangsangan sistem saraf simpatis tidak hanya langsung menyebabkan

penggiatan saraf dari pembuluh darah dan jantung, tetapi juga menyebabkan pelepasan

norepinefrin dan epinefrin oleh medula adrenal ke dalam peredaran darah. Kedua

hormon tersebut beredar ke semua bagian tubuh dan pada dasarnya menyebabkan efek

pada sistem sirkulasi yang sama seperti perangsangan simpatis secara langsung. Jadi,

mereka merangsang jantung, mereka menyempitkan kebanyakan pembuluh darah, dan

mereka menyempitkan vena- vena.

Oleh karena itu, berbagai refleksi yang mengatur tekanan arteri dengan

merangsang sistem saraf simpatis menyebabkan tekanan meningkat dengan dua cara:

dengan perangsangan sirkulasi secara langsung dan dengan perangsangan tidak

langsung melalui pelepasan norepinefrin dan epinefrin ke dalam darah (Guyton, 2008)

4. Sekresi renin

Selain melalui peningkatan absorbs Na+ dan air. Ginjal juga bisa mengendalikan

tekanan darah dengan sistem renin-angiotensi-aldosteron (M. Rasjad, 2007).

Ketika terjadi penurunan tekanan darah, ginjal akan menyeskresikan enzim renin

yang kemudian dalam darah akan merubah angiotensin menjadi sngiotensin I dengan

efek vasokontriksi yang lemah, kemudian angiotensin I akan berubah menjadi

angiotensin II dengan melepas dua gugus amino, angiotensin II ini memiliki efek

vasokontriksi yang lebih tinggi. Karena efek vasokontrisi yang diberikan oleh

5/15/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e239e6e9 6/20

angiotensin inilah, maka tahanan perifer pembuluh darah lebih tinggi sehingga terjadi

peningkatan tekanan darah.Jika terjadi hipertensi, maka sekresi renin oleh ginjal akan

terhenti atau dikurangi. (M. Rasjad, 2007).

Ginjal juga dapat melakukan pengendalian tekanan darah melalui sekresi

aldosteron oleh angiotensin II, aldosteron ini akan meningkatkan reabsorbsi Na+ dan air

di ginjal, sehingga volume urine yang dihasilkan akan sedikit dan cairan ekstraseluler

tinggi. Hasilnya adalah terjadi peningkatan tekanan darah. (M. Rasjad, 2007).

2.1.6. Faktor Risiko Hipertensi

Hipertensi adalah penyakit yang timbul karena berbagai macam faktor risisko.

Factor risiko ini hipertensi dibagi menjadi dua yaitu : faktor risiko yang dapat dikontrol

dan faktor risiko yang tidak dapat dikontrol. Dibawah ini merupakan faktor risiko yang

menyebabkan hipertensi

2.1.6.1 Usia

Pertambahan usia mengakibatkan berbagai perubahan fisiologis dalam tubuh

seperti penebalan dinding arteri akibat penumpukan zat kolagen pada lapisan otot,

sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku yang

dimulai pada usia 45 tahun. Selain itu juga terjadi peningkatan resistensi perifer dan

aktivitas simpatik serta kurangnya sensitivitas baroreseptor (pengatur tekanan darah)

dan peran ginjal aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun (Kumar, et al ,

2005).

2.1.6.2 Jenis kelamin

Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria hampir sama dengan wanita. Namun,

wanita terlindung dari penyakit kardiovaskular sebelum menopause. Wanita yang belum

mengalami menopause dilindungi oleh hormone estrogen yang berperan dalam

meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kdat kolesterol HDL yang tinggi

merupakan factor pelindung dalam mencegah terjdinya proses aterosklerosis. Namun

pada masa pramenopause wanita mulai kehilangan hormone estrogen sehingga pada

usia 45-55 tahun prevalensi hipertensi pada wanita menjadi lebih tinggi (Kumar, et al ,

2005).

5/15/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e239e6e9 7/20

2.1.6.3 Faktor Genetik

Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu

mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar

sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potassium terhadap sodium. Individu

dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk

menderita hipertensi daripada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat

hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat

hipertensi dalam keluarga (Rohaendi, 2008)

2.1.6.4 Etnis

Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam daripada orang berkulit

putih. Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti penyebabnya. Namun, pada orang

kulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan sensitivitas vasopressin lebih

besar (Armilawaty, 2007).

2.1.6.5 Obesitas

Obesitas merupakan keadaan kelebihan berat badan sebesar 20% atau

lebih dari berat badan ideal. Obesitas mempunyai korelasi positif dengan

hipertensi. Anak-anak remaja yang mengalami kegemukan cenderung

mengalami hipertensi. Ada dugaan bahwa berat badan normal relatif sebesar

10% mengakibatkan tekanan darah 7 mmHg. Penyelidikan epidemiologi

membuktikan bahwa obesitas merupakan ciri khas pada populasi pasien

hipertensi. Curah jantung dan volume darah pasien obesitas dengan hipertensi

lebih tinggi dibandingkan dengan penderita yang mempunyai berat badan normal

dengan tekanan darah yang setara. Akibat obesitas, para penderita cenderung

menderita penyakit kardiovaskular, hipertensi dan diabetes mellitus (Rohaendi,

2008; Anonim, 2009)

2.1.6.6. Konsumsi Lemak

Kebiasaan mengkonsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan

peningkatan berat badan yang berisiko terjadinya penyakit hipertensi. Konsumsi

lemak jenuh, juga meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan

kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak

dalam makanan yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak

tidak jenuh secukupnya berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain

yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah (Anonim,

2009).

5/15/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e239e6e9 8/20

2.1.6.7 Konsumsi Natrium

Garam merupakan faktor penting dalam pathogenesis hipertensi.

Hipertensi hamper tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan

garam yang rendah. Apabila asupan garam kurang dari 3 g/hari, maka prevalensi

hipertensinya rendah, sedangkan asupan garam antara 5-15 g/hari prevalensi

hipertensi meningkat menjadi 15-20%. Pengaruh asupan garam terhadap

hipertensis terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan

tekanan darah. Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6 g/hari yang

setara dengan 110 mmol natrium atau 2400 mg/hari. Asupan natrium yang tinggi

dapat menyebabkan tubuh meretensi cairan sehingga meningkatkan volume

darah (Anonim, 2009).

2.1.6.8. Konsumsi Alkohol dan Kafein

Konsumsi alkohol dan kafein secara berlebihan yang terdapat dalam

minuman kopi, teh dan cola akan meningkatkan resiko terjadinya hipertensi pada

seseorang. Alkohol bersifat meningkatkan aktivitas saraf simpatis karena dapat

merangsang sekresi corticotropin releasing hormone (CRH) yang berujung pada

peningkatan tekanan darah. Sementara kafein dapat menstimulasi jantung untuk

bekerja lebih cepat, sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap

detiknya (Anonim, 2009; Sayogo, 2009; Anggraini et al , 2008).

2.1.6.9. Stres

Stres diyakini memiliki hubungan erat dengan hipertensi. Hal ini diduga

melalui aktivasi saraf simpatis yang dapat menigkatkan tekanan darah secara

intermitten. Di samping itu juga dapat merangsang kelenjar anak ginjal

melepaskan hormone adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta

lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika stress berlangsung

cukup lama, tubuh akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul

kelainan organisperubahan patologis. Gejala yang muncul berupa hipertensi atau

penyakit magg. Stress dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara

waktu dan bila stress sudah hilang tekanan darah bisa normal kembali (Anonim,

2009).

2.1.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan hipertensi secara garis besar di bagi 2 yaitu:

a. Penatalaksanaan farmakologi atau dengan obat anti hipertensi adalah: Terdapat

enam golongan antihipertensi : diuretika, penghambat adrenergik, vasodilator, CCB

5/15/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e239e6e9 9/20

(Calciun Channel Blocker), ACEI (Angiotensin Converting Enzym Inhibitor ) dan ARB

(Angiotensin  Receptor Blocker) (Ganiswarna, 2007).

1. Diuretika

Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air dan darah sehingga

menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler. Akibatnya terjadi penurunan curah

 jantung (Ganiswarna, 2007). Tiazid bekerja dengan menghambat transport bersama Na-

Cl ditubulas distal ginjal, sehingga eskresi Na-Cl meningkat. Contoh golongan Tiazid

antara lain hidroklorotiazid, bendroflumetiazid, klorotiazid. Efek samping Tiazid terutama

dalam dosis tinggi dapat menyebabkan hipokalemia yang dapat berbahaya pada pasien

yang mendapat digitalis (Ganiswarna, 2007). Loop diuretic  lebih berefek diuresis dari

pada tiazid,dan memacu resiko hipovolemia yang lebih besar ( Hoffman dan

Carrunthers, 2000). Diuretika yang bekerja pada tubulus ansa henle yang lebih poten

yaitu furosemid dan bumefamid yang ditujukan sebagai antihipertensi tetapi

penggunaannya kurang luas karena lama kerjanya lebih pendek (Ganiswarna, 2007)).

Termasuk dalam golongan loop diuretic  antara lain forosemid, torasemid, bumetanid,

dan asam etakrinat. Efek samping loop   diuretic  hamper sama dengan tiazid,

perbedaannya adalah loop diuretic menimbulkan hiperkalsiuria dan menurunkan kalsium

darah, sedangkan tiazid menimbulkan hipokalsiuria dan meningkatkan kadar kalsium

darah (Ganiswarna, 2007). Diuretika pengganti kalium berpotensi menyebabkan

hiperkalemia, khususnya pada pasien dengan gangguan ginjal dan diabetes, obat-obat

yang termasuk diuretika hemat kalium adalah spironolakton, amilorid, dan triamteren.

Spironolakton merupakan antagonis kompetitif reseptor aldosteron, menghambat aksi

aldosteron (Ganiswarna, 2007). Spironolakton menyebabkan kehilangan natrium ginjal

dengan menghambat efek mineralokortikoid dan oleh karena itu obat ini lebih efektif

pada pasien dengan mineralokortikoid berlebih, misal aldosteronisme primer dan

sekunder. Efek samping spironolakton antara lain ginokomestia, gangguan menstruasi

dan penurunan libido pada pria (Ganiswarna, 2007).

2. Penghambat Adrenergik

Obat ini bertindak pada satu tempat atau lebih secara sentral pada pusat

vasomotor, pada neuron perifer mengubah pelepasan katekolamin, atau dengan

menghambat tempat reseptor adrenergik pada jaringan target (Harrison, 2000). Ada tiga

macam adrenergik yaitu : Adrenolitik sentral, penghambat reseptor alfa adrenergik dan

penghambat reseptor beta adrenergik (Ganiswara, 2007). Klonidin, metildopa,

guanabenz, dan guatazin serta metabolitnya merupakan agonis alfa reseptor, stimulasi

5/15/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e239e6e9 10/20

reseptor-reseptor alfa pada pusat vasomotor di otot mengurangi aliran simpatik,

sehingga menurunkan tekanan arterial (Harrison, 2000). Sedasi dan mulut kering adalah

efek samping umum dari antihipertensi ini (Dipiro et al , 2005). Prazosin, terazosin,

bunazosin dan doksazosin merupakan penghambat reseptor alfa (α bloker) selektif 

(Ganiswara, 2007). Penghambat alfa selektif berbeda dengan fentolamin dan

fenoksibenzamin dimana keduanya menghambat reseptor α1 selektif. Obat ini hanya

menghambat reseptor alfa pascasinaptik (α1). Obat tersebut antagonis terhadap aksi

vasokonstriksi dari norepinefrin dan epinefrin . Efek ini menyebabkan vasodilatasi

arteriolar dan menurunkan resistensi vascular perifer (Hoffman and Carrunthers, 2000).

Dalam dosis rendah penghambat alfa selektif digunakan sebagai monoterapi pada

hipertensi ringan, dan dalam dosis lebih tinggi dan penggunaan dosis rendah pada

waktu lama menyebabkan akumulasi cairan dan garam oleh karena diuretika diperlukan

untuk mempertahankan efek hipotensif dari penghambat reseptor alfa (Dipiro et al ,

2005).

3. CCB (Calcium Channel Blocker )

Calcium Channel Blocker  menyebabkan relaksasi otot polos dan otot jantung

dengan cara menghanbat pemasukan kalsium ekstraseluler ke dalam sel. Relaksasi otot

polos vaskuler menyebabkan vasodilatasi dan reduksi tekanan darah ( Dipiro et al ,

2005). Obat-obat yang termasuk Calcium Channel Blocker adalah verapamil, diltiazem,

dan turunan dihidropiridin ( amlodipin, telodipin, isradipin, nikardipin, dan nifedipin ).

Obat-obat tersebut sama efektifnya dalam menurunkan tekanan darah. Nifedipin dan

dihidropiridin lainnya lebih selektif sebagai vasodilator memiliki efek depresi jantung

yang lemah dibanding verapamil dan diltiazem. Verapamil memiliki efek paling kuat

terhadap jantung serta dapat menurunkan denyut jantung dan curah jantung ( Dipiro et 

al , 2005). Calcium Channel Blocker  efektif sebagai terapi pertama, khususnya pada

pasien dengan kontraindikasi terhadap diuretika dan antagonis beta adrenergik. Calcium 

Channel Blocker berguna sebagai alternatif pada pasien dengan kontraindikasi dengan

beta adrenergik, misalnya pada asma (Hoffman dan Carrunthers, 2000).

4. ACEI (Angiotensin Converting Enzym Inhibitor )

ACEI menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II sehingga

terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron, selain itu degradasi bradikinin

  juga dihambat sehingga kadar bradikinin dalam darah meningkat dan berperan dalam

efek vasodilatasi ACEI. Vasodilatasi secara langsung akan menurunkan tekanan darah,

sedangkan berkurangnya aldosteron akan menyebabkan ekskresi air dan natrium serta

5/15/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e239e6e9 11/20

retensi kalium (Ganiswara, 2007). Kaptopril merupakan ACEI yang pertama ditemukan

dan banyak digunakan untuk pengobatan hipertensi dan gagal jantung. Contoh lain obat

dari golongan ACEI yaitu lisinopril, enalapril, kuinapril, perindopril, fosinopril, benazepril

dan lain-lain (Ganiswara,2007). ACEI efektif untuk hipertensi ringan, sedang maupun

berat. Obat ini efektif pada sekitar 70% pasien. Kombinasi dengan diuretik memberikan

efek sinergistik, sedangkan efek hipokalemia dapat dicegah. Kombinasi dengan beta

bloker memberikan efek aditif. Kombinasi dengan vasodilator lain termasuk prazosin dan

antagonis kalsium memberi efek yang baik (Ganiswara, 2007).

5. ARB (Angiotensin Receptor Blocker )

Merupakan komponen yang analog dengan angiotensin yang akan mengambat

sistem renin dengan berkompetisi secara langsung dengan angiotensin II untuk

berkaitan dengan reseptor (Dipiro, 2005). Reseptor angiotensin adalah sepasang protein

G yang berperan pada pertumbuhan dan aktivasi kontraksi otot polos. Dua reseptor

angiotensin yang sudah diketahui adalah AT1 (Angiotensin 1) dan AT2 (Angiotensin II).

Reseptor AT1 terlibat pada mekanisme dimana angiotensin II menstimulasi kontraksi

otot polos pembuluh darah dan sekresi aldosteron dari kortek adrenal. Penghambat

reseptor angiotensin II selektif untuk reseptor AT1 (Hoffman dan Carrunthers, 2000).

Penghambat ACE berguna sebagai antihipertensi karena aksinya menghambat sintesis

angiotensin II. Losartan, sebuah nonapeptida adalah obat pertama dari kelas ini yang

digunakan untuk terapi hipertensi. Obat lain yang termasuk dalam kelas ini adalah

valsatran, eprosartan, kandesartan, dan irbesartan. Penghambat reseptor angiotensin

efektif dalam menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi dan berguna dalam

kombinasinya dengan hipertensi (Hoffman dan Carrunthers, 2000). Losartan diserap

dengan baik pada pemberian peroral dan mengalami first pass metabolisme oleh sistem

sitokrom P450. Losartan mempunyai waktu paruh yang pendek sekitar 2 jam,

sedangkan metabolitnya mempunyai waktu paruh 6-9 jam. Tidak seperti losartan,

valsartan bukan merupakan prodrug dan tidak tergantung metabolisme sitokrom P450

untuk aktivitasnya. Kandesartan adalah antagonis non kompetitif pada reseptor AT 1

(Angiotensin 1) dan mempunyai afinitas yang tinggi pada reseptor ini sehingga

mempunyai durasi aksi lebih lama (Hoffman dan Carrunthers, 2000).

b. Penatalaksanaan nonfarmakologi atau perubahan gaya hidup meliputi:

Penatalaksanaan Terapi Non Farmakologi

5/15/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e239e6e9 12/20

Pasien dengan prehipertensi dan hipertensi harus melakukan modifikasi gaya

hidup yang dapat dilihat pada tabel.

Rekomendasi Modifikasi Gaya Hidup untuk Pasien Hipertensi menurut JNC 7

Modifikasi Gaya Hidup Rekomendasi Rata- rata Penurunan

TDS

Penurunan berat badan Pertahankan berat badan normal

(Boady Mass Index 18,5  – 24,9

kg/m2)

5 – 20 mmHg/10 kg

Dietary Approaches to Stop

Hypertension eating plan

Lakukan diet kaya buah-buahan,

sayuran, produk-produk susu

rendah lemak dan makanan yang

sedikit mengandung lemak jenuh

8 – 14 mmHg

Membatasi intake garam Membatasi asupan hingga ≤ 100

mEq (2,4 g Na atau 6 g NaCl)

2-8 mmHg

Olahraga teratur Olahraga seperti jogging,

berenang, jalan cepat, aerobik

dan bersepeda ± 30 menit

perhari

4-9 mmHg

Mengurangi konsumsi

alcohol

Membatasi konsumsi alkohol ≤ 2

gelas/hari ( 1 oz atau 30 ml

etanol seperti 24 oz beer, 10 oz

wine, 3 oz 80 proof whiskey)

pada laki-laki dan ≤ 1 gelas/hari

pada wanita

2-4mmHg

( Chobanian et al., 2003)

Hal-hal di atas direkomendasikan oleh JNC7 untuk mengurangi tekanan darah sistolik

(TDS) pada pasien hipertensi dan mencegah terjadinya hipertensi pada pasien prehipertensi.

Pada pasien hipertensi yang mengkonsumsi suatu macam obat antihipertensi dapat melakukan

pembatasan intake natrium dan berat badan untuk mengurangi penggunaan obat (Dipiro et al .,

2005).

1) Menurunkan berat badan pada penderita hipertensi.

2) Membatasi konsumsi garam dapur(diet rendah garam).

3) Mengurangi konsumsi alkohol

5/15/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e239e6e9 13/20

4) Menghentikan merokok.

5) Berolahraga secar teratur.

6) Melakukan diet rendah lemak

7) Pemberian kalium dalam bentuk makanan,sayuran dan buah.

8) Dan lain-lain (Bustan,1997).

2.2 Konsep Kepatuhan

2.2.1. Definisi Kepatuhan pasien

Kepatuhan adalah sejauh mana klien berperilaku (minum obat, setelah diet,

memodifikasi kebiasaan atau menghadiri klinik) sesuai dengan apa yang telah disarankan

oleh pemberi pelayanan kesehatan. Kepatuhan merupakan faktor yang paling penting

yang dapat mempengaruhi hasil pengobatan (Haynes, McDonald dan Garg, 2002; WHO,

2003). Kepatuhan adalah fenomena ditentukan oleh interaksi lima dimensi atau faktor-

faktor, sosial dan ekonomi, kesehatan dan sistem kesehatan terkait, kondisi terkait, terapi-

terkait dan klien terkait (WHO, 2003).

Telah ada kecenderungan di masa lalu untuk pendidikan dasar dan strategi

kepatuhan pada keyakinan bahwa klien bertanggung jawab untuk perawatan mereka -

pendekatan ini mencerminkan kesalahpahaman tentang bagaimana dimensi yang

kompleks mempengaruhi perilaku dan kemampuan untuk patuh terhadap pengobatan

(WHO, 2003). Kelima dimensi harus dipertimbangkan dalam eksplorasi sistematis

kepatuhan dan intervensi yang bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan.

Diperlukan usaha yang cukup besar untuk meningkatkan kepatuhan pasien

terhadap terapi obat demi mencapai target tekanan darah yang diinginkan. Paling sedikit

50% pasien yang diresepkan obat antihipertensi tidak meminumnya sesuai dengan yang

direkomendasikan. Kurangnya adherence  mungkin disengaja atau tidak disengaja.

5/15/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e239e6e9 14/20

Strategi yang efektif untuk membantu masalah adherence  pasien adalah dengan

kombinasi beberapa strategi seperti edukasi, modifikasi sikap dan system yang

mendukung. Strategi konseling untuk meningkatkan adherence terapi obat antihipertensi

adalah sebagai berikut : (Anonim, 2006).

a. Menilai adherence pada setiap kunjungan

b. Mendengarkan motivasi dan pendapat pasien

c. Melibatkan pasien dalam masalah penanganan kesehatan

d. Menggunakan keahlian untuk mendengarkan secara aktif sewaktu pasien

menjelaskan masalahnya

e. Membicarakan keluhan pasien tentang terapi

f. Membantu pasien dengan cara tertentu agar tidak lupa minum obatnyag. Memberikan informasi tentang keuntungan pengontrolan tekanan darah

h. Memberitahu kemungkinan efek samping obat yang terjadi

i. Memberikan informasi tertulis tentang hipertensi dan obatnya bila

memungkinkan

  j. Mempertimbangkan penggunaan alat ukur tekanan darah dirumah supaya

pasien terlibat dalam penanganan hipertensinya

k. Memberi informasi keluarga pasien tentang penyakit dan regimen obatnya

l. Melibatkan kerabatnya tentang adherence minum obat dan terhadap gaya hidup

sehat

m. Meyakinkan regimen obat dapat dijangkau biayanya oleh pasien

n. Bila memungkinkan menelepon pasien untuk meyakinkan pasien mengikuti

rencana pengobatannya (Anonim, 2006)

2.2.2. Definisi Kepatuhan Minum Obat

Kepatuhan minum obat didefinisikan sebagai sejauh mana pasien mengambil/ minumobat yang diresepkan oleh tenaga medis atau penyedia pelayanan kesehatan (Engl J Med,

2005).

5/15/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e239e6e9 15/20

2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan minum obat

Kepatuhan minum obat merupakan fenomena yang ditentukan oleh 5 faktor yaitu

faktor sosial dan ekonomi, faktor sistem kesehatan, faktor kondisi, faktor terapi dan

faktor klien. Faktor tersebut digambarkan dalam gambar 2.1 di bawah ini

Gambar 2.1 Faktor  – Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Pasien Terhadap Terapi

Hipertensi

2.2.3.1 Faktor Sosial dan Ekonomi

Faktor sosial ekonomi utama yang perlu diperhatikan berhubungan dnegan

kepatuhan adalah kemiskinan, akses terhadap tenaga kesehatan dan terapi, tingkat

penidikan, mekanisme dukungan sosial yang efektif, keyakinan budaya mengenai sakit

dan terapi. (Heart and Stroke Foundation of Ontario and Registered Nurses’ Association

of Ontario, 2005). Masalah sosial dan ekonomi utama yang harus diatasi terkait dengan

kepatuhan adalah kemiskinan, akses terhadap kesehatan dan obat-obatan, melek huruf,

penyediaan jaringan dukungan sosial yang efektif dan mekanisme untuk pengiriman

pelayanan kesehatan yang sensitif terhadap keyakinan budaya tentang penyakit dan

pengobatan. Universal dan pembiayaan berkelanjutan, harga terjangkau dan sistem

pasokan yang dapat diandalkan yang diperlukan jika baik tingkat kepatuhan terapi untuk

yang ingin dicapai. Organisasi berbasis masyarakat, pendidikan pada klien buta huruf,

penilaian kebutuhan sosial dan kesiapan keluarga telah dilaporkan intervensi sosial

yang efektif untuk meningkatkan kepatuhan. Dukungan sosial telah secara konsisten

5/15/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e239e6e9 16/20

dilaporkan sebagai faktor penting yang mempengaruhi kesehatan dan perilaku. Ada

Keperawatan Pedoman Praktek Terbaik

2.2.3.2 Faktor Tenaga Kesehatan dan Sistem Pelayanan Kesehatan

Variabel sistem pelayanan kesehatan meliputi ketersediaan dan kemudahan

akses pelayanan kesehatan, dukungan edukasi kepada pasien, manajemen koleksi data

dan informasi, serta ketersediaan dukungan komunitas bagi klien. Sedikit penelitian

yang telah dilakukan untuk mengetahui efek tim tenaga kesehatan dan sistemnya dalan

hubungannya dengan kepatuhan klien. Review dari WHO, 2003 menemukan 5

penghambat utama kepatuhan yang berhubungan dengan sistem kesehatan dan timnya

1. Kurangnya pengetahuan mengenai kepatuhan

2. Kurangnya instrumen klinis yang dapat digunakan tenaga kesehatan untuk

mengevaluasi dan mengintervensi masalah kepatuhan

3. Kurangnya instrumen yang dapat digunakan oleh klien untuk mengembangkan atau

mengubah perilaku sehatnya

4. Adanya kesenjangan dalam kebijakan pelayanan pada pasien dengan kondisi

kronis

5. Komunikasi yang belum optimal antara klien dan profesional kesehatan

(Heart and Stroke Foundation of Ontario and Registered Nurses’ Association of 

Ontario,2005)

2.2.3.3 Faktor yang Berhubungan dengan Kondisi

Faktor yang berhubungan dengan kondisi meliputi kebutuhan yang berhubungan

dengan penyakit yang harus dihadapi oleh pasien. Beberapa penentu kepatuhan

berhubungan dengan dengan keparahan penyakit, tingkat ketidakmampuan (fisik,

psikologis, sosial, dan vokasional), tingkat perkembangan dan keparahan penyakit, dan

ketersediaan terapi yang efektif. Fakor di atas akan mempengaruhi persepsi klien dan

persepsi mengenai pentingnya patuh terhadp terapi. (Heart and Stroke Foundation of

Ontario and Registered Nurses’ Association of Ontario, 2005)

2.2.3.4 Faktor yang Berhubungan dengan Terapi

Terdapat banyak faktor yang berhubungan dnegan terapi dan mempengaruhi

kepatuhan. Faktor yang paling mempengaruhi adalah kompleksitas regimen terapi,

durasi terapi, kegagalan terapi yang lalu, frekuensi perubahan terapi, efek terapi positif

yang cepat terjadi, efek samping, dan ketersediaan dukungan medis selama terapi.

5/15/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e239e6e9 17/20

(Heart and Stroke Foundation of Ontario and Registered Nurses’ Association of Ontario,

2005).

1. Regimen

Penggunaan obat yang terlalu lama menyebabkan kepatuhan minum obat

menurun. Penelitian Lukitasari 2011 menunjukkan semakin banyak jenis obat yang

diberikan maka tingkat kepatuhannya semakin rendah. Sebaliknya, jika semakin

sedikit jenis obat yang diberikan oleh tenaga kesehatan maka kepatuhan terhadap

pengobatan sangat tinggi

2.2.3.5 Faktor yang berhubungan dengan klien

Karakteristik pasien berhubungan dengan kepatuhan, antara lain usia, jenis

kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, pendapatan, status pernikahan, ras, agama,

latar belakang etnik, dan lokasi tempat tinggal. Pengetahuan dan keyakinan klien

terhadap terapi, motivasi untuk memanajemen terapi tersebut, kepercayaan diri, dan

kemampuan untuk berpartisipasi dalam perilaku manajemen penyakit, dan harapan

mengenai hasil terapi, seluruhnya berinteraksi melalui proses yang belum dipahami

seluruhnya. Horne dan Weinmans (1999) melakukan penelitian cross sectional untuk

mengukur keyakinan individu mengenai pentingnya terapi yang diresepkan dan kemauan

pasien untuk mengonsumsinya untuk mengakaji hubungan antara keyakinan dan

kepatuhan. Penemuannya mendukung pandangan bahwa klien harus dipandang sebagai

pengambil keputusan yang akan lebih termotivasi untuk mengonsumsi obat sesuai

dengan instruksi jika keyakinannya mengenai pengobatan lebih ditekankan oleh tenaga

kesehatan. Penelitian oleh Ogedegbe, Mancuso & Allegrante (2004) menjelaskan

mengenai mispersepsi mengenai hipertensi dan terapi antihipertensi dalam penelitian di

populasi Afrika Amerika, antara lain

1. Tidak perlu mengonsumsi obat, jika tidak terdapat gejala yang spesifik atau jika

tekanan darah telah normal

2. Tekanan darah tinggi dapat diregulasi tubuh sendiri, sehingga tidak perlu pengobatan

3. Obat yang diberikan bersifat toksik dan dapat merusak ginjal, hepar, mata, atau bagian

lain tubuh, bahkan kematian

4. Pengobatan yang diberikan tidak bekerja dnegan baik sehingga tidak perlu dikonsumsi

Menurut Suddart dan Brunner dalam buku ajar Keperawatan Medikal Bedah,2002 adalah:

5/15/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e239e6e9 18/20

2. Pengetahuan

Ketetapan dalam memberikan informasi secara jelas dan eksplisit terutama

sekali penting dalam pemberian antibiotic. Karena seringkali pasien menghentikan

obat tersebut setelah gejala yang dirasakan hilang bukan saat obat itu habis.

Pengetahuan secara umum adalah merupakan hasil dari “tahu”dan ini terjadi setelah

orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran,

penciuman,rasa dan raba.Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari

mata dan telinga.Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior ) (Notoatmodjo,2003). Karena

dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan

akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh

pengetahuan.Peneliti Rogers (1974) mengemukakan bahwa sebelum mengadopsi

perilaku baru(berperilaku baru di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang

berurutan) yaitu:

a. Awareness (Kesadaran).

Dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap

stimulus (obyek).

b. Interes (Merasa tertarik).

Terhadap stimulus/obyek tersebut.Disini sikap subyek sudah mulai timbul.

c. Evaluation (Menimbang-nimbang).

Terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.Hal ini berararti sikap

responden sudah lebih baik lagi.

d. Trial ( mencoba ).

Dimana subyek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang di

kehendaki oleh stimulus.

Pengetahuan di dalam kognitif Menurut Notoatmodjo(2003) Pengetahuan yang

dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat yakni:

a. Tahu (Know ).

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah di pelajari

sebelunya,termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali(recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang telah diterima,oleh sebab itu “tahu” ini adalah merupakan tingkat

5/15/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e239e6e9 19/20

pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu

tentang apa yang di pelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,

menyatakan dan sebagainya.

b. Memahami (Comprehension ).

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang

obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar.Orang

yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat

menjelaskan,menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya

terhadap obyek yang di pelajari.

c. Aplikasi (Aplication ).

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang di pelajari

pada situasi atau kondisi riil(sebenarnya).Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau

penggunaan hokum-hukum,rumus, metode,prinsip dan sebagainya dalam konteks

situasi yang lain.

d. Analisis (Analysis ).

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek

kedalam komponen-komponen,tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi

tersebut,dan masih ada kaitannya satu sama lain.Kemampuan analisis ini dapat

dilihat dari penggunaan kata-kata

kerja, menggambarkan,membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan

sebagainya.

e. Sintesis (Synthesi s).

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian –bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru.Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru

dari formulasi yang ada,misalnya dapat menyusun,merencanakan,dapat

meringkas,dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-

rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi (Evaluation ).

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian

terhadap suatu materi atau obyek.Penilaian – penilaian itu berdasarkan suatu kriteria

yang ditentukan sendiri atau yang menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang terhadap

kepatuhan minm obat adalah faktor demografi. Pasien yang berpendidikan rendah

5/15/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55ab4e239e6e9 20/20

akan mengurangi kesadaran akan bahayannya suatu penyakit. Pasien yang

bertempat tinggal di daerah pedesaan dengan sosio ekonomi rendah juga

mempengaruhi. Sama halnya dengan pekerjaan. Ketika seseorang berada di

lingkungan tempat tinggal dan lingkungan pekerjaan yang baik, maka lingkungan

tersebut akan menyadarkan kita akan pentingnya pengobatan yang dirasakan untuk

segera mendatangi pusat pelayanan kesehatan (Memis et al ., 2009).

3. Umur.

Menurut Nursalam(2001) semakin cukup umur,tingkat kematangan dan

kekuatan seseorang maka ia lebih dipercaya dari pada orang-orang yang belum

cukup tinggi kedewasaannya.Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan

kematangan jiwanya. Menurut penelitian, usia menunjukkan bahwa semakin tua

seseorang maka kepatuhan minum obat semakin menurun (Hassan et al ., 2006).

4. Jenis kelamin

Wanita cenderung menunjukkan ketidakpatuhan terhadap pengobatan

daripada laki-laki. Ketidakpatuhan terhadap pengobatan antihipertensi lebih tinggi

pada perempuan dibandingkan laki-laki dan meningkat jika lama pengobatan lebih

dari 6 bulan. Studi terakhir menemukan bahwa perempuan lebih mungkin untuk

menunda mencari perawatan medis dari pada pria. Ada beberapa penjelasan yang

ditemukan, antara lain: pertama, kebanyakan hipertensi dialami oleh wanita dengan

usia tua, sebaliknya pada laki-laki. dan banyak studi telah menemukan bahwa usia

dikaitkan dengan penundaan yang berkepanjangan dalam mencari perawatan

medis. Kedua, perempuan lebih mungkin untuk melaporkan gejala yang dialami dari

pada laki-laki. Mungkin perempuan kurang mengetahui gejala yang dialami tersebut.

(Saczynski et al ., 2009).