BAB II
Transcript of BAB II
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Zeolit
2.1.1 Defenisi
Zeolit ditemukan tahun 1756 oleh seorang ahli mineralogi asal Swedia yang
bernama Freiher Axer Frederick Cronstedt. Zeolit berasal dari bahasa Yunani,
yaitu Zein (mendidih) dan Lithos (batuan), sehingga artinya adalah batuan yang
mendidih. Disebut demikian karena batuan ini mendidih atau mengeluarkan buih
apabila dipanaskan (Mumpton, 1983 dalam Simanjuntak, 2002).
Zeolit ditemukan dalam batuan tufa yang terbentuk hasil sedimentasi debu
vulkanik yang telah mengalami proses alterasi. Sebagai produk piroklastik atau
aktivitas gunung api berupa semburan ke udara yang kemudian jatuh ke dalam
suatu lingkungan pengendapan. Selanjutnya bahan tersebut mengalami rombakan
oleh aktivitas air dan terendapkan kembali pada lingkungan pengendapan yang
lain, karena aktivitas tektonik berupa pengangkatan dan diikuti oleh proses
eksogenik yang intensif menyebabkan bahan galian tersebut tersingkap seperti
saat ini.
Proses alterasi berlangsung pada lingkungan pengendapan yang baru
menyebabkan endapan tersebut berubah menjadi material gelas vulkanik yang
berukuran halus dan terbentuklah mineral zeolit. Secara geologi endapan zeolit
6
terbentuk karena proses sedimentasi debu vulkanik pada lingkungan danau yang
bersifat alkali, proses diagenetik dan proses hidrotermal (Sukandarrumidi, 2006).
Zeolit merupakan mineral kristalin dari kelompok aluminosilikat yang
terhidrasi oleh kation alkali dan alkali tanah di dalam rongga-rongganya dan
mempunyai strukur sangkar tiga dimensi. Strukur zeolit dibentuk oleh beberapa
atom Si yang bervalensi 4 dan berikatan secara kovalen dengan beberapa atom Al
yang bervalensi 3, sehingga mineral tersebut bermuatan negatif. Muatan ini akan
dinetralkan oleh kation-kation alkali dan alkali tanah yang berada disekitarnya
(Simanjuntak, 2002).
Kerangka dasar mineral zeolit dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini:
Gambar 1. Rangka tetrahedral SiO4 , dan AlO4-
(Sumber: Zeolit, http://id.wikipedia.org/wiki/Zeolit).
Vaughan (1987), mengatakan bahwa kation alkali dan alkali tanah yang
terikat pada strukur mineral zeolit dapat dipertukarkan, akan tetapi letaknya dalam
struktur akan menentukan mudah tidaknya terjadi pertukaran. Perilaku kation
dapat dipertukarkan tergantung dari beberapa faktor meliputi: ukuran dan muatan
7
kation tersebut, suhu, konsentrasi kation dalam larutan, serta karakteristik struktur
zeolit.
Zeolit biasanya ditulis dengan rumus kimia oksida atau berdasarkan satuan
sel kristal M2/nO Al2O3 a SiO2 b H2O atau Mc/n {(AlO2)c(SiO2)d}b H2O. Dimana n
adalah valensi logam, a dan b adalah molekul silikat dan air, c dan d adalah
jumlah tetrahedra alumina dan silika. Rasio d/c atau SiO2/Al2O bervariasi dari 1-
5.
Tetrahedra SiO4 dan AlO3 akan membentuk rongga dengan berbagai ukuran.
Strukturnya merupakan komposit dari satuan struktur tetrahedra MO4. Misalnya
struktur di gambar 2, satuan dasarnya adalah kubus hasil leburan 8 MO4, prisma
heksagonal leburan 12 MO4, dan oktahedra terpancung leburan 24 MO4
(Aluminosilikat, http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-anorganik-
universitas/kimia-unsur-non-logam/silikon-oksida-aluminosilikat-, dan-Zeolit/).
Gambar 2. Polihedral Zeolit(Sumber: Zeolit, http://id.wikipedia.org/wiki/Zeolit)
Bila polihedra-polihedra ini berikatan, berbagai jenis struktur zeolit akan
dihasilkan. Misalnya oktahedra terpancung yang disebut dengan kurungan β
8
adalah struktur dasar zeolit A sintetik, Na12(Al12Si12O48)].27H2O, dan bagian segi
empatnya dihubungkan melalui kubus. Dapat dilihat bahwa terowongan B
terbentuk bila 8 oktahedra terpancung diikat dengan cara ini. Struktur yang akan
dihasilkan bila bagian heksagon bersambungan melalui prisma heksagon adalah
faujasit, NaCaO.5(Al2Si5O14)5.10 H2O.
Sebelum membentuk zeolit, tetrahedral-tetrahedral tersebut saling berikatan
melalui atom oksigennya dan membentuk suatu cincin. Cincin-cincin yang
terbentuk merupakan cincin tunggal, ganda atau suatu kompleks, sebagai satuan
pembangun sekunder.
Cincin tunggal ditemukan sebagai lingkar 4, 6, 8, 10, dan 12 tetrahedral,
sedangkan cincin ganda ditemukan sebagai ganda lingkar 4 berbentuk kubus, dan
ganda lingkar 6 berbentuk prisma heksagonal. Sedangkan kompleks yang terjadi
adalah kompleks 4-1, kompleks 5-1 , dan kompleks 4-4-1, seperti tampak pada
gambar 3 berikut:
Gambar 3. Unit bangun sekunder Zeolit(Sumber: Zeolit, http://id.wikipedia.org/wiki/Zeolit)
Hampir seluruh endapan zeolit yang ditemukan di Indonesia tersusun oleh
mineral klinoptilolit, mordenit atau campuran keduanya, kadang-kadang sedikit
9
mengandung mineral heulandit. Di samping mengandung mineral tersebut, zeolit
juga mengandung mineral pengotor seperti kwarsa, plagioklas, montmorilonit,
pirit, kaolin dan lain-lain. Warna bahan galian zeolit beraneka ragam antara lain
hijau, putih kehijauan, putih merah daging, coklat abu-abu kebiruan dan lainnya
bergantung dengan kondisi lingkungan yang mempengaruhinya.
2.1.2 Kasifikasi Zeolit
Zeolit diklasifikasikan lagi menjadi dua kelompok, yaitu zeolit alam dan
zeolit sintetis atau buatan. Zeolit alam merupakan zeolit yang terbentuk karena
adanya proses perubahan alam (zeolitisasi) dari batuan tufa, sedangkan zeolit
sintesis merupakan zeolit yang direkayasa oleh manusia secara kimia.
Pada saat ini dikenal sekitar 40 jenis mineral zeolit alam, meskipun yang
mempunyai nilai komersial ada sekitar 12 jenis, di antaranya klinoptilolit,
mordernit, filipsit, kabasit dan erionit. Zeolit sintetik dihasilkan dari beberapa
perusahaan seperti Union Carbide, ICI dan Mobil Oil dan lebih dari 100 jenis
telah dikenal strukturnya antara lain zeolit A, X, Y, grup ZSM/AlPO4 (Zeolite
Sieving Marerials/Aluminium Phosphate) dan bahkan akhir-akhir ini dikenal grup
zeotip, yaitu material seperti zeolit tetapi bukan senyawa alumino-silikat.
10
Tabel 1. Klasifikasi zeolitZeolit Rumus kimia UBS
Grup Analsim:Analsim Na16[Al16Si31O96]6H2O S4RWairakit Ca8[Al16Si31O96] 6H2O S4RGrup Natrolit:Natrolit Na16[Al16Si24O80]6H2O T5O10 (4-1)Thomsonit Na16Ca8[Al20Si20O80]24H2O T5O10
Grup Heulandit:Heulandit Ca4[Al8Si28O72]24H2O T10O20 (4-4-1)Klinoptilolit Na6[Al6Si30O72]24H2O T10O20
Grup Filipsit:Filipsit K2Ca1.5[Al6Si10O32]12H2O S4RZeolit Na-P-1 Na8[Al31SiO16]16H2O S4RGrup Mordernit:Mordernit Na8[Al8Si40O96]24H2O T8O16 (5-1)Ferrierit NaCa0.5Mg2[Al6Si30O72]24H2O T8O16
Grup Kabazit:Kabazit Ca2[Al4Si8O24] 13H2O D4R,D6RZeolit L K6Na3[Al9Si27O72]21H2O S6RGrup Faujasit:Faujasit Na12Ca12Mg11[Al58Si134O384]235H2O D4R,D6RZeolit A Na12[Al12Si12O48]27H2O D4R, D6RGrup Laumontit:Laumontit Ca4[Al8Si16O46]16H2O S4R,S6R,S8RGrup Pentasil:ZSM-5 Nan[AlnSi96O192]16H2O 5-1Grup Zeotype:AlPO4-5 [Al12 P12O48] (C3H7)4NOHq.H2O S4R, S6R
(Sumber: Thamzil Las dalam Nadut, 2000)
2.1.3 Sifat Zeolit
Karena sifat fisika dan kimia dari zeolit yang unik, sehingga dalam
dasawarsa ini, zeolit oleh para peneliti dijadikan sebagai mineral serba guna.
11
Sifat-sifat unik tersebut meliputi dehidrasi, adsorbsi dan penyaring molekul,
katalis dan penukar ion.
Sifat Dehidrasi
Zeolit mempunyai sifat dehidrasi (melepaskan molekul H2O) apabila
dipanaskan. Pada umumnya struktur kerangka zeolit akan menyusut. Tetapi
kerangka dasarnya tidak mengalami perubahan secara nyata. Disini molekul air
(H2O) seolah-olah mempunyai posisi yang spesifik dan dapat dikeluarkan secara
reversibel. (Nadut, 2000)
Molekul air (H2O) yang berada di dalam mineral zeolit dapat dibagi menjadi
2 bagian, yaitu molekul air yang berada di luar sistem dan yang terikat di dalam
sistem kristal zeolit. Air yang berada di luar sistem kristal zeolit dapat menguap
jika dipanaskan pada suhu 1050C selama 24 jam, sedangkan molekul air yang
terikat di dalam sistem kristal hanya dapat terlepas pada pemanasan dengan duhu
300-4000C selama 2-3 jam. Zeolit yang telah kehilangan air kristal dapat
menyerap kation dengan efektif ke dalam rongga-rongganya daripada zeolit yang
masih mengiat molekul air kristal (Simanjuntak, 2002).
Sifat Adsorbsi
Sifat zeolit sebagai adsorben dan penyaring molekul, dimungkinkan karena
struktur zeolit yang berongga, sehingga zeolit mampu menyerap sejumlah besar
molekul yang berukuran lebih kecil atau sesuai dengan ukuran rongganya. Selain
itu kristal zeolit yang telah terdehidrasi merupakan adsorben yang selektif dan
mempunyai efektivitas adsorpsi yang tinggi.
12
Sifat Katalis
Kemampuan zeolit sebagai katalis terjadi di dalam pori-pori kristal zeolit.
Oleh karena itu sifat zeolit yang sangat penting sebagai katalis adalah ukuran
pori-pori dan volume kosong yang besar, di samping itu perbandingan atom Si
dan Al mempengaruhi sifat zeolit sebagai katalis. Sifat-sifat tersebut dapat terjadi
karena struktur dan sifat muatan listrik yang dimiliki oleh kerangka zeolit baik
pada permukaan maupun di dalam rongganya.
Zeolit baru akan bekerja sesuai dengan struktur kimiawinya setelah
mengalami proses pengolahan. Zeolit adalah salah satu di antara sekian banyak
mineral senyawa alumina silikat, dengan kerangka struktur 3 dimensi senyawa
alumina silikat terdiri dari dua bagian yaitu bagian netral dan bagian yang
bermuatan.
Bagian netral semata-mata dibangun oleh silikon dan oksigen, serta jenisnya
bervariasi antara SiO4 sampai SiO2. Bagian muatan dibangun oleh ion alumina
dan oksigen, dalam bagian ini terjadi penggantian ion pusat silikon bervalensi
empat dengan kation aluminium yang bervalensi tiga, sehingga setiap
penggantian ion silikon oleh ion aluminium memerlukan satu ion logam alkali
tanah yang monovalen atau setengah ion logam bivalen seperti Na+, K+, Ca2+,
Mg2+, Ba2+, dll, untuk menetralkan muatan listriknya. Sebagai katalis zeolit
mempunyai keistimewaan berupa lama pemakaian (life time) yang lebih panjang
bila dibandingkan dengan bahan katalis lainnya (Sukandarrumidi, 2006)
Sifat Penukar Kation
13
Sedangkan sifat zeolit sebagai penukar ion karena adanya kation logam
alkali dan alkali tanah. Kation tersebut dapat bergerak bebas di dalam rongga dan
dapat dipertukarkan dengan kation logam lain dengan jumlah yang sama.
Pertukaran kation zeolit pada dasarnya adalah fungsi dari derajat subtitusi Si oleh
Al dalam struktur kristal zeolit. Makin banyak Al yang menggantikan posisi Si,
maka makin tinggi muatan negatif yang dihasilkan, dan penetralan akan
dilakukan oleh kation alkali dan alkali tanah.
Sifat pertukaran kation zeolit tergantung dari beberapa faktor, yaitu topologi
kerangka zeolit, ukuran dan bentuk rongga zeolit, kerapatan muatan pada saluran
rongga zeolit, valensi dan kerapatan muatan ion dalam rongga zeolit dan
konsentrasi dan komposisi elektrolit pada larutan luar (Barrer, 1982 dalam
Simanjuntak, 2002).
2.1.4 Karakteristik Zeolit Asal Aifua Kabupaten Ende
Jenis zeolit yang berasal dari desa Aifua Kabupaten Ende, berdasarkan hasil
pengujian difraksi sinar-X (XRD) adalah jenis klinoptilolit, modernit, kuarsa dan
montmorillonit. Dan komposisi kimianya adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Komposisi kimia Zeolit Aifua, desa Ondorea, Nangapanda Ende.Senyawa SiO2 TiO2 Al2O3 MnO2 Fe2O3 H2O CaO MgO Na2O K2O SO3
Kadar (%) 67,00 0,22 10,36 0,01 1,80 5,42 2,46 0,94 1,78 1,12 0,03
Sumber: Dinas Pertambangan Propinsi NTT, 1994 (Nadut, 2000).
14
Jenis zeolit desa Aifua Kabupaten Ende memiliki rata-rata daya hantar listrik
(DHL) 0,04 dSm-1, kejenuhan basa (KB) 94,6 %, dan nilai koefisien P-absorbsi
2,87. Nilai KTK dan pH zeolit yang berasal dari desa Aifua Kabupaten Ende,
adalah yang tertinggi dari beberapa jenis zeolit alam yang telah ditemukan di
Indonesia, yaitu KTK ± 167 cmol (+)/kg dan pH 8,2 (Suwardi, 1997).
2.1.5 Aktivasi Zeolit
Agar dapat dimanfaatkan zeolit harus mempunyai spesifikasi tertentu, dan
berkaitan dengan hal tersebut kualifikasi zeolit ditentukan oleh daya serap, daya
tukar kation (KTK), maupun daya katalis. Oleh sebab itu, untuk memperoleh
zeolit dengan kemampuan tinggi diperlukan beberapa pengolahan, antara lain:
1. Preparasi.
Tahap ini bertujuan untuk memperoleh ukuran produk yang sesuai dengan
tujuan penggunaannya.
Tahapan preparasi zeolit pertama-tama akan dilakukan pembersihan kotoran
yang melekat pada bongkahan batuan zeolit, kemudian tahap penghancuran
(crushing), yakni bongkahan batuan zeolit yang berukuran besar dipecah-
pecahkan menjadi ukuran yang lebih kecil sehingga mudah dihancurkan di dalam
ball mill (alat penggiling).
Tahapan selanjutnya adalah penggerusan (grinding) untuk memperoleh
material zeolit yang lebih halus sesuai keperluan. Kemudian dilakukan
15
pengayakan, biasanya menggunakan alat “the tyker standard screen”, untuk
mendapatkan material zeolit dengan ukuran mesh tertentu.
2. Aktivasi.
Proses ini bertujuan meningkatkan sifat-sifat khusus zeolit dengan cara
menghilangkan unsur-unsur pengotor (impurities) dan menguapkan air yang
terperangkap dalam pori-pori zeolit. Ada 2 cara yang umum digunakan dalam
proses aktivasi zeolit, yaitu aktivasi secara fisik dan secara kimia.
Aktivasi secara fisik dilakukan dengan cara pemanasan pada suhu 200-4000C
selama 2-3 jam untuk menghilangkan molekul-molekul air yang terperangkap di
dalam pori-pori kristal zeolit.
Aktivasi secara kimia melalui proses destruksi dengan menggunakan
pereaksi HCl, NaOH atau H2SO4 untuk menghilangkan zat-zat pengotor berupa
logam-logam alkali dan alkali tanah serta beberapa jenis logam lainnya yang
terdapat di dalam kerangka zeolit.
3. Modifikasi.
Proses modifikasi dimaksudkan untuk mengubah sifat permukaan zeolit
alam, dengan cara melapiskan polimer organik (sintesis dan alamiah) pada zeolit
tersebut. Modifikasi struktur zeolit dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara
lain: modifikasi melalui proses pertukaran kation (cation exchange),
pengadsorpsi molekul-molekul polar, modifikasi kerangka zeolit dan sebagainya
(Vansant, 1990 dalam Nadut 2000).
16
2.1.6 Aplikasi Zeolit Dalam Bidang Pertanian
Salah satu kegunaan zeolit dalam bidang pertanian adalah pada pembuatan
pupuk kandang zeolit, yang merupakan campuran antara pupuk kandang dengan
mineral zeolit. Pupuk kandang zeolit ini memiliki sifat lebih dari pupuk organik
pada umumnya, yaitu mempunyai rata-rata C/N yang rendah dan pertukaran
kation yang tinggi. Dengan pupuk ini, penggunaan unsur pupuk dapat lebih lama,
karena dengan adanya zeolit tanaman dapat mengkonsumsi pupuk lebih lama
(Suyitno, 2000).
Zeolit selain memiliki kemampuan sebagai mineral penukar kation, juga
memiliki daya tahan yang tinggi untuk menahan ion NH4+ dan K+ yang terdapat
di dalam air, sehingga penggunaan zeolit dapat meningkatkan sifat-sifat fisika
dan kimia tanah, terutama tanah yang mengandung pasir dan sedikit aluminium
sulfat, serta tanah pozolik (Suyitno, 2000 dalam Nadut, 2000).
Gambar 4. Pengaruh Zeolit dalam tanah terhadap tanaman(Sumber : Balai Penelitian Tanah, 2009).
17
Jenis zeolit yang sering digunakan di bidang pertanian terutama adalah jenis
klinoptilolit, yang sudah banyak menunjukkan hasil berupa peningkatan
ketersediaan unsur nitrogen di dalam tanah, sehingga dapat meningkatkan
pertumbuhan dan hasil panen tanaman. Hal ini disebabkan karena adanya
pengaruh zeolit terhadap kapasitas penyerapan (adsorpsi) dan penyimpanan
(retensi) NH4+ dan K+ (Suyitno, 2000 dalam Balai Penelitian Tanah, 2009).
Selain hal tersebut, sifat permukaan zeolit sangat mudah untuk menyerap
kation-kation logam berat seperti Cd, Pb dan Zn, jadi logam-logam tersebut akan
terserap oleh zeolit dan tidak dikonsumsi oleh akar tanaman, sehingga tidak akan
meracuni tanaman karena kandungan logam berat yang ada (Suyitno, 2000 dalam
Balai Penelitian Tanah, 2009).
Dalam penggunaannya sebagai bahan pembenah tanah, zeolit yang
digunakan harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu terkait dengan
beberapa karakteristik batuan zeolit. Syarat mutu zeolit sebagai bahan pembenah
tanah yang ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Syarat mutu zeolit sebagai bahan pembenah tanah menurut SNI 13-3494- 1994 (2006)
Uraian PersyaratanKadar mineral zeolit Minimal 50%Kapasitas Tukar Kation Minimal 100 meq/100 gKadar Air Minimal 10%Ukuran Butir ±40 - 80 mesh
(Sumber: Balai Penelitian Tanah, 2009)
Hardjatmo dan Husaini (1996) menyatakan kandungan mineral zeolit pada
batuan zeolit yang terdapat di Pulau Flores mencapai 60,2% berat dengan
18
persentase modernit adalah 55,7%, sedangkan klinoptilolit hanya 4,5%. Nilai
KTK-nya adalah 151,9 Cmol/kg.
Kemampuan pertukaran kation zeolit merupakan parameter utama dalam
menentukan kualitas zeolit yang akan digunakan. KTK adalah jumlah meq ion
logam yang dapat diserap maksimum olah 1 g zeolit dalam kondisi setimbang.
KTK dari zeolit biasanya bervariasi dari 1,5 sampai 6 meq/g. Nilai KTK zeolit
berbanding lurus dengan jumlah atom Al yang terkandung di dalamnya, makin
banyak jumlah atom Al maka makin tinggi nilai KTK dari zeolit. KTK ini
merupakan penentuan kemampuan tanah untuk mengikat (mengawetkan) pupuk
yang diberikan (Suyitno, 2000 dalam Balai Penelitian Tanah, 2009).
Menurut Suwardi (2007), pemanfaatan zeolit sebagai bahan pembenah
tanah, yaitu dapat ditebar langsung ke tanah maupun dicampur dengan pupuk.
Ditebar langsung ke tanah
Struktur zeolit termasuk cukup stabil di dalam tanah. Dengan struktur yang
stabil tersebut, pengaruh aplikasi zeolit pada tanah-tanah marginal dapat terlihat
selama beberapa tahun. Semakin halus ukuran zeolit pengaruhnya akan semakin
baik tetapi daya tahannya akan lebih pendek. Oleh karena itu aplikasi zeolit
sebagai bahan pembenah tanah sebaiknya berupa campuran antara zeolit ukuran
halus dan kasar.
Dicampur dengan pupuk
19
Penggunaan zeolit sebagai bahan pembenah tanah memerlukan dosis yang
tinggi. Oleh karena itu, perlu cara-cara yang lebih efisien, yaitu dengan
mencampur zeolit dengan pupuk. Sebagai sampel beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa perbandingan zeolit dan urea adalah 1:1 dapat
meningkatkan efisiensi pemupukan.
Dari hasil penelitian sebelumnya tentang pencampuran beberapa jenis pupuk
organik dan zeolit yang diberikan secara bersamaan dengan dosis yang tepat
dapat mempertahankan kelembaban tanah yang lebih lama, sehingga fluktuasi
suhu di sekitar perakaran sangat kecil dan suhu tidak naik drastis (suhu tanah
relatif stabil) setelah air diberikan ke tanah. Tanpa pemberian zeolit maka suhu
tanah di sekitar perakaran meningkat drastis yang mengakibatkan kandungan C-
organik cepat teoksidasi dan ketersediaannya di dalam tanah tidak dapat
dipertahankan lebih lama lagi (Al-Jabri, 2009).
2.2 Wiraorganik
Wiraorganik adalah pupuk organik hasil produksi Yayasan Universitas Widya
Mandira Kupang, yang bahan baku pembuatannya berasal dari hasil fermentasi
bahan-bahan organik (sampah organik, pupuk kandang, jerami, sekam padi, serbuk
gergaji, dll). Wiraorganik dibuat dengan menggunakan teknologi Effective
Microorganisms (EM), yang apabila digunakan dalam tanah akan meningkatkan
aktivitas biologis, memperbaiki struktur tanah, memperbaiki struktur penyimpanan
air tanah dan dapat meningkatkan kesuburan tanah.
20
Teknologi EM yang digunakan dalam pembuatan Wiraorganik adalah Effective
Microorganisms-4 atau biasa disingkat EM-4, yang telah digunakan secara efektif
untuk menginokulasi limbah organik pertanian, sampah kota, menghilangkan bau
busuk limbah organik, mempercepat penguraian limbah organik, serta pengomposan
berbagai macam limbah organik. EM-4 dapat memfermentasikan bahan organik yang
terdapat di dalam tanah dengan melepaskan hasil fermentasi berupa gula, alkohol,
vitamin, asam laktat, asam amino dan senyawa organik lainnya.
Menurut Indriani (1999) dan Setiyani (2000), jumlah mikroorganisme di dalam
EM-4 sangat banyak sekitar 80 jenis. Mikroorganisme tersebut dapat bekerja secara
efektif dalam menguraikan bahan organik. Dari sekian banyak mikroorganisme
tersebut ada 4 golongan pokok, yaitu:
Bakteri asam laktat. Bakteri ini adalah bakteri gram positif, tidak membentuk
spora dan berfungsi menguraikan bahan organik dengan cara fermentasi asam
laktat dan glukosa. Asam laktat akan bertindak sebagai sterilizer atau menekan
mikroorganisme yang merugikan, serta meningkatkan perombakan bahan-bahan
organik dengan cepat.
Ragi (Yeast). Berfungsi menguraikan bahan organik dan membentuk zat anti
bakteri, dapat pula membentuk zat aktif (substansi bioaktif) dan enzim yang
berguna untuk pertumbuhan sel dan pembelahan akar. Ragi ini juga berperan
dalam perkembangan mikroorganisme lain yang menguntungkan seperti
Actynomicetes dan Lactobacillus sp.
21
Bakteri Actynomicetes. Merupakan bentuk peralihan antara bakteri dan jamur,
mempunyai filamen, berfungsi mendekomposisikan bahan organik ke dalam
bentuk sederhana. Simbiosis antara Actynomicetes dengan bakteri fotosintesis
akan menjadi bakteri anti mikroba sehingga dapat menekan pertumbuhan jamur
dan bakteri yang merugikan dengan cara menghancurkan khitin, yang merupakan
zat esensial bagi pertumbuhan bakteri-bakteri yang merugikan.
Bakteri fotosintesis. Bakteri ini terdiri dari bakteri hijau dan ungu. Bakteri hijau
memiliki pigmen hijau (bakteriviridin atau bakterioklorofil), sedangkan bakteri
ungu memiliki pigmen ungu, merah dan kuning (bakteriopurpurin). Bakteri
fotosintesis ini merupakan bakteri bebas yang dapat mensintesis senyawa
nitrogen, gula dan substansi bioaktif lainnya. Hasil metabolic yang diproduksi
dapat diserap secara langsung oleh tanaman dan tersedia sebagai substrat untuk
perkembangan mikroorganisme yang menguntungkan.
Sementara itu menurut Indriani (1999), bahwa manfaat dari EM-4 adalah untuk
memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah; dapat menekan pertumbuhan bakteri
yang bersifat pathogen bagi tanah; meningkatkan ketersediaan nutrisi dan senyawa
organik di dalam tanah; meningkatkan aktifitas mikroorganisme indigenus yang
menguntungkan, misalnya Mycroriza, Rhizobium dan bakteri pelarut fosfat lainnya;
mengfiksasi nitrogen; mempercepat pengomposan sampah organik atau kotoran
hewan, membersihkan air limbah, serta meningkatkan kualitas air pada perikanan;
dan menyediakan unsur hara bagi tanaman dan meningkatkan produksi tanaman serta
menjaga kestabilan hasil produksi tanaman.
22
EM-4 telah digunakan secara efektif untuk menginokulasi limbah organik
pertanian, sampah kota, menghilangkan bau busuk limbah organik, mempercepat
penguraian limbah organik, serta pengomposan berbagai macam limbah organik. EM-
4 juga dapat memfermentasikan bahan organik yang terdapat di dalam tanah dengan
melepaskan hasil fermentasi berupa gula, alcohol, vitamin, asam laktat, asam amino
dan senyawa organik lainnya.
. Fermentasi bahan organik tidak melepaskan panas dan gas yang berbau busuk
sehingga hasil fermentasi bahan organik menciptakan kondisi yang baik bagi
pertumbuhan mikroorganisme.
Selama proses pengomposan, beberapa bahan berbahaya ini akan terkonsentrasi
dalam produk akhir pupuk. Pupuk organik dapat berperan sebagai pengikat butiran
primer menjadi butir sekunder tanah dalam pembentukan pupuk. Keadaan ini
mempengaruhi penyimpanan, penyediaan air, aerasi tanah dan suhu tanah. (Anonim,
1999 dalam http://id.shvoong.com/exact-sciences/agronomy-agriculture/1965528-
teknologi-em-dimensi-baru-dalam/).
Pupuk organik atau bahan organik tanah merupakan sumber N tanah yang
utama, selain itu peranannya cukup besar terhadap perbaikan sifat fisika, kimia dan
biologi tanah, serta ekosistem lingkungan. Pupuk organik yang ditambahkan ke
dalam tanah akan mengalami beberapa kali fase perombakan oleh mikroorganisme
tanah untuk menjadi humus atau bahan organik tanah.
Pupuk organik adalah nama kolektif untuk semua jenis bahan organik asal
tanaman dan hewan yang dapat dirombak menjadi hara tersedia bagi tanaman. Dalam
23
Permentan No.2/Pert/Hk.060/2/2006 tentang pupuk organik dan pembenah tanah,
dikemukakan bahwa pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau
seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari tanaman dan atau hewan yang
telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan
mensuplai bahan organik untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.
Bahan dasar pupuk organik yang berasal dari sisa tanaman sedikit mengandung
bahan berbahaya. Penggunaan pupuk kandang, limbah industri dan limbah kota
sebagai bahan dasar kompos berbahaya karena banyak mengandung logam berat dan
asam-asam organik yang dapat mencemari lingkungan.
Tabel 4. Persyaratan teknis minimal pupuk organikParameter Satuan Persyaratan
Padat CairC-Organik % >12 ≥ 4,5C/N rasio 10 – 25Bahan ikutan (kerikil, beling, plastik, dll)
% Maks 2
Kadar Air- Granul- Curah
% 4 – 1213 - 20
Kadar logam beratAs Ppm ≤ 10 ≤ 10Hg Ppm ≤ 1 ≤ 1Pb Ppm ≤ 50 ≤ 50Cd Ppm ≤ 10 ≤ 10pH 4 – 8 4 – 8
24
Kadar total- P2O5
- K2O
%< 5< 5
< 5< 5
Mikroba patogen (E.coli, Salmonella sp)
cell/g Dicantumkan
Dicantumkan
Kadar unsur mikro %ZnCuMnCoBMoFe
Maks 0,500Maks 0,500Maks 0,500Maks 0,002Maks 0,250Maks 0,001Maks 0,400
Maks 0,2500Maks 0,2500Maks 0,2500Maks 0,0005Maks 0,1250Maks 0,0010Maks 0,0400
(http://id.wikipedia.org/wiki/Pupuk_organik)
Definisi tersebut menunjukkan bahwa pupuk organik lebih ditujukan kepada
kandungan C-organik atau bahan organik daripada kadar haranya; nilai C-organik
itulah yang menjadi pembeda dengan pupuk anorganik. Bila C-organik rendah dan
tidak masuk dalam ketentuan pupuk organik, maka diklasifikasikan sebagai
pembenah tanah organik. Pembenah tanah atau soil ameliorant menurut SK Mentan
adalah bahan-bahan sintesis atau alami, organik atau mineral yang mampu
memperbaiki kerusakan lahan.
Tabel 5. Persyaratan teknis pupuk sebagai pembenah tanah.No. Parameter Satuan Persyaratan1.2.3.4.5.6.
Bahan aktif (sintetis)*KTK**pHKadar airBahan ikutanKadar logam beratAsHgPbCd
%%
%%
PpmPpmPpmPpm
0,02-5 (Terhadap berat kering tanah)≥ 804 - 8≥ 35≥ 2
≥ 10≥ 1≥ 50≥ 10
25
7. Mikroba pathogen(E. coli, Salmonella) Cell/ml Dicantumkan
*Khusus untuk bahan yang direkayasa kimia**KTK khusus Zeolit (AgroMedia, 2007)
Sebagai bahan pembenah tanah, pupuk organik juga membantu dalam
mencegah terjadinya erosi dan mengurangi terjadinya retakan tanah karena dengan
pemberian bahan organik mampu meningkatkan kelembapan tanah.
Berbagai hasil penelitian mengindikasikan bahwa sebagian besar lahan
pertanian intensif menurun produktivitasnya dan telah mengalami degradasi lahan,
terutama terkait dengan sangat rendahnya kandungan C-Organik dalam tanah, yaitu
2%. Padahal untuk memperoleh produktivitas optimal dibutuhkan C-Organik sekitar
2,5%.
Walaupun demikian, pada umumnya kadar unsur hara yang dikandung di dalam
setiap pupuk organik, terutama unsur makro primer N, P , dan K tergolong rendah,
tetapi di dalam setiap pupuk organik juga mengandung unsur mikro esensial yang lain
(Rosmarkam, 2002).
Berdasarkan pada penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan tentang kelebihan
dan kekurangan Wiraorganik sebagai pupuk organik, antara lain:
Kelebihan Wiraorganik :
Bahan organik dalam proses mineralisasi akan melepaskan hara dengan lengkap
(N, P, K, Ca, Mg, S serta hara mikro), sehingga dapat meningkatkan kandungan
nutrisi tanah.
26
Memperbaiki sifat fisika dan kimia tanah, memperbaiki struktur tanah, tanah
menjadi ringan untuk diolah, dan mudah ditembusi akar.
Meningkatkan daya menahan air, sehingga kemampuan tanah menyediakan air
menjadi lebih banyak; permeabilitas (daya serap air) tanah menjadi lebih baik.
Meningkatkan kapasitas pertukaran kation, sehingga kemampuan mengikat
kation menjadi tinggi, akibatnya apabila pupuk dengan dosis tinggi hara tanaman
tidak mudah tercuci.
Memperbaiki kehidupan biologi tanah, karena ketersediaan nutrisi tanah lebih
terjamin; mengandung mikroba dalam jumlah cukup yang berperan dalam proses
dekomposisi bahan organik.
Meningkatkan daya sangga terhadap goncangan perubahan drastis sifat tanah.
Ramah lingkungan.
Kekurangan Wiraorganik:
Bahan organik yang mempunyai C/N masih tinggi, yang berarti masih mentah.
Kompos yang belum matang (C/N tinggi) dianggap merugikan, karena bila
diberikan langsung ke dalam tanah, maka bahan organik akan diserang oleh
mikrobia (bakteri maupun fungi) untuk memperoleh energi.
Sehingga dengan adanya populasi mikrobia yang tinggi akan menyebabkan
penggunaan unsur hara yang banyak untuk tumbuh dan berkembang biak. Dan
dengan sendirinya, hara yang seharusnya digunakan oleh tanaman tidak tercukupi,
karena telah digunakan oleh mikrobia. Hara menjadi tidak tersedia (unavailable)
27
karena berubah dari senyawa anorganik menjadi senyawa organik pada jaringan
mikrobia, hal ini disebut immobilisasi hara. Terjadinya immobilisasi hara
tanaman bahkan sering menimbulkan adanya gejala defisiensi.
Jadi makin banyak bahan organik mentah diberikan ke dalam tanah, populasi
mikrobia akan semakin tinggi, sehingga makin banyak hara yang mengalami
immobilisasi
Bahan organik yang berasal dari sampah kota atau limbah industri sering
mengandung mikrobia patogen dan logam berat yang berpengaruh buruk bagi
tanaman, hewan, dan manusia.
Setiap pupuk organik memiliki kandungan hara yang relatif kecil, termasuk
wiraorganik.
Tabel 6. Kandungan unsur hara WiraorganikParameter Satuan Hasil Konsentrasi Max.Air raksa (Hg) Ppb Ttd 10,000Perak (Ag) Ppm 1,230 -Timbal (Pb) Ppm 104,800 300,000Seng (Zn) Ppm 250,700 2000,000Tembaga (Cu) Ppm 66,890 1000,000Nikel (Ni Ppm 10,030 200,00Cadmium (Cd) Ppm 13,070 15,000Molibdenum (Mo) Ppm 0,540 0,250Cromium (Cr) Ppm 13,780 1000,000Selenium (Se) Ppm 0,920 3,000Arsen (Ar) Ppm 0,730 50,000Fluorida (F) Ppm 5,420 500,000N-total % 1,860 > 5,000N-NH4 Ppm 3,940 -C-Organik % 3,430 > 5,000P2O5 % 1,146 > 5,000
28
SO4 % 0,419 > 1,500K2O % 0,780 > 5,000pH - 5,900 4 – 8Kadar Abu % 1,440 -Magnesium (Mg) % 0,345 > 1,500Besi (Fe) % 3,155 0,400Calsium (Ca) % 1,056 5,000Aluminium (Al % 1,394 0,600N-NO3 Ppm 11,200 -
Ket : ttd = tidak terdeteksi(Sumber : UPT Laboratorium Analitik Universitas Udayana, 2008)
2.3 Unsur Hara Tanaman
2.3.1 Pengertian
Unsur hara tanaman merupakan makanan bagi tanaman, yang dalam hal ini
pemenuhan kebutuhan makanan tanaman selaku produsen dalam rantai makanan
adalah dengan cara mengabsorpsi bahan-bahan anorganik dalam tanah, dan
mengolahnya menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis. Melalui proses
fotosisntesis, tanaman mengumpulkan karbon yang ada di udara ditambah
dengan air dan mengubahnya menjadi bahan organik oleh klorofil dengan
bantuan sinar matahari. Mekanisme pengubahan unsur hara menjadi senyawa
organik atau energi disebut metabolisme (Hakim, 1986).
Fungsi hara tanaman bersifat essensial, yang artinya unsur-unsur tersebut
tidak dapat digantikan oleh unsur lain, dan apabila tidak ada satu saja unsur bagi
tanaman, maka kegiatan metabolisme akan terganggu atau berhenti sama sekali.
Menurut Hakim (Arnon dan Stout, 1939), unsur hara dapat dikatakan essensial
apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
29
Apabila tanaman tidak mendapat unsur yang bersangkutan, tanaman tidak
dapat menyelesaikan siklus hidupnya secara utuh.
Unsur yang bersangkutan terlibat langsung dalam proses metabolisme
tanaman.
Fungsi fisiologisnya tidak dapat digantikan oleh unsur lain.
Di samping itu, umumnya tanaman yang kekurangan unsur hara akan
menampakan gejala pada suatu organ tertentu yang spesifik, dan sering disebut
sebagai kekhatan. Gejala ini akan hilang apabila hara tanaman ditambah ke
dalam tanah ataupun diberikan lewat daun.
Unsur hara tanaman dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu:
(1) unsur hara essensial, dan (2) unsur hara yang tidak essensial (Na, Si, Co, Ni,
Se, , dan Al). Unsur-unsur yang bersifat essensial tersebut dikelompokkan lagi
menjadi dua yaitu unsur hara makro (C, O, H, N, P, K, Ca, Mg dan S) dan unsur
hara mikro (Fe, Mn, B, Zn, Mo dan Cl). Pengelompokkan unsur hara makro dan
mikro didasarkan atas jumlah (kuantitas) yang dibutuhkan oleh tanaman. Unsur
hara makro dibutuhkan dalam jumlah yang relatif lebih banyak daripada unsur
hara mikro. Unsur hara makro dibutuhkan sebanyak ≥1000 µǥg-1 berat kering
tanaman. Sedangkan unsur mikro hanya ≤1000 µǥ g-1 berat kering tanaman
(Oertli, 1979 dalam Rosmarkam 2002).
2.3.2 Unsur Hara Makro
Karbon (C)
30
Tanaman mengambil unsur karbon berupa CO2 dari udara bebas
(atmosfer). Kegiatan ini dilakukan tanaman oleh organ tanaman yang
memiliki klorofil, umumnya bagian tanaman yang berwarna hijau dan
terdapat di atas tanah. Klorofil mampu menyerap energi cahaya (terutama
sinar matahari) dan mengubahnya menjadi energi kimia. Energi tersebut
digunakan untuk mengubah CO2 senyawa organik termasuk karbohidrat.
Funsi fisiologis karbon adalah sebagai komponen dasar molekuler
karbohidrat, protein, lipid, dan asam nukleat.
Asimlasi CO2
Pada garis besarnya, asimilasi CO2 oleh tanaman adalah CO2 yang diikat
oleh ribulosa difosfat (RuDP), sehingga RuDP dianggap sebagai akseptor
CO2.
Fungsi fisiologis oksigen dalam tubuh tanaman seperti halnya karbon,
yaitu merupakan penyusun senyawa-senyawa organik tanaman.
Hidrogen (H)
Atom hidrogen diserap tanaman dalam bentuk H2O (air). Atom H
merupakan unsur penting penyusun molekul organik (CHO).
Mengel dan Kirkby (1987) mengganggap bahwa air merupakan hara
tanaman seperti juga CO2, NH4. Air digunakan dalam proses fotosisntesis
sekitar 0,01% dari seluruh keperluan air yang digunakan tanaman. Atom
hidrogen juga berperan penting dalam keseimbangan ion, dan sebagai unsur
31
pereduksi utama (reducing agent), misalnya terlibat dalam proses reduksi
nitrat menjadi amoniak.
Nitrogen (N)
Nitrogen merupakan hara makro yang sangat penting untuk
pertumbuhan tanaman, karena merupakan komponen penyusun banyak
senyawa organik penting di dalam tanaman (protein, enzim, vitamin B
kompleks, hormon, clorofil). Nitrogen diserap oleh tanaman dalam bentuk
ion NO3- atau NH4
+ dari tanah. Kadar nitrogen rata-rata dalam jaringan
tanaman adalah 2-4% berat kering. Tanaman di lahan kering umumnya
menyerap ion nitrat NO3- relatif lebih besar jika dibandingkan ion NH4
+.
Menurut Mengel dan Kirkby (1987) pada pH rendah, nitrat diserap lebih
cepat dibandingkan dengan ammonium, sedangkan pada pH netral,
kemungkinan penyerapan keduanya seimbang. Hal ini mungkin disebabkan
oleh adanya persaingan anion OH- dengan anion NO3- sehingga penyerapan
nitrat sedikit terlambat. Pada pH 4,0 penyerapan nitrat lebih banyak
dibandingkan dengan ammonium.
Tabel 7. Pengaruh pH terhadap penyerapan nitrat , dan ammonium pada tanaman Barley
pH NH4+ (mgN/pot) NO3
- (mgN/pot)6,804,00
34,9026,90
33,6043,00
(Sumber: Mengel & Kirkby,1987 dalam Rosmarkam, 2002)
Bagian tanaman yang berwarna hijau mengandung N protein terbanyak
dan meliputi 70-80% dari total N tanaman. Nitrogen asam nukleat terdapat
32
sekitar 10%, dan asam amino terlarut hanya sebanyak 5% dari total dalam
tanaman. Pada biji tanaman, protein umumnya dalam bentuk tersimpan.
Fungsi N dalam tanaman antara lain: merangsang pertubuhan tanaman
secara keseluruhan, merupakan bagian dari sel (organ) tanaman itu sendiri,
berfungsi untuk sintesa asam amino, dan protein dalam tanaman merangsang
pertumbuhan vegetatif (warna hijau) seperti daun.
Tanaman yang kekurangan unsur N menunjukkan gejala
pertumbuhannya terlambat/kerdil, daun berwarna hijau kekuningan, daunnya
sempit, pendek, dan tegak.
Fosfor (P)
Tanaman menyerap fosfor dalam bentuk ion ortofosfat primer (H2PO4-)
dan ion ortopospat sekunder (H2PO4-2). Menurut Tisdale (1985)
kemungkinan P masih dapat diserap dalam bentuk lain, yaitu bentuk
pirofosfat dan metafosfat. Kadar fosfor dalam tanaman saat pertumbuhan
vegetatif adalah 0,3-0,5% dari berat kering tanaman.
Fosfor berfungsi dalam transfer energi, metabolismee karbohidrat dan
protein, serta transport karbohidrat di dalam sel daun, merangsang
pembungaan dan pembuahan, merangsang pertumbuhan akar, merangsang
pembentukan biji, merangsang pembelahan sel tanaman, dan memperbesar
jaringan sel.
33
Tanaman yang kekurangan unsur P menunjukkan gejala: pembentukan
buah dan biji berkurang, kerdil, daun berwarna keunguan atau kemerahan
(kurang sehat).
Kalium (K)
Kalium diserap dalam bentuk ion K+. Kalium banyak terdapat dalam
sitoplasma, dalam menjaga tekanan osmotik sel. Kisaran kosentrasi K dalam
sitoplasma relatif kecil yaitu 100-200 mM dan dalam kloroplas lebih
bervariasi, yaitu 20-200 mM.
Umumnya bila penyerapan K tinggi, menyebabkan penyerapan unsur
Ca, Na, Mg turun. Unsur yang mempunyai pengaruh saling berlawanan satu
sama lain dan berusaha saling mengusir disebut antagonis. Oleh karena itu,
perlu ketersediaan unsur yang berimbang secara optimal.
Tabel 8. Pengaruh kenaikan K dalam berbagai organ tanaman terhadap kadar unsur lain
Perlakuan Kadar dalam daun (%) Kadar dalam akar (%)K Na Ca Mg K Na Ca Mg
21020
0,503,304,20
0,400,190,18
4,704,203,30
0,610,270,15
0,202,202,40
0,360,250,13
3,903,203,30
0,330,310,26
(Sumber: Mengel & Kirkby,1987 dalam Rosmarkam, 2002)
Bila tanaman kekurangan K, maka banyak proses yang tidak berjalan
dengan baik, misalnya terjadinya kumulasi karbohidrat, menurunnya kadar
pati, dan akumulasi senyawa nitrogen dalam tanaman yang menyebabkan
daun tanaman menjadi lemah, dan rentan terhadap penyakit/hama.
34
Kalium dalam tanaman berfungsi dalam proses fotosintesis,
pengembangan sel, dan pengaturan tekanan osmosis, pengangkutan hasil
asimilasi, enzim, dan mineral termasuk air, meningkatkan daya
tahan/kekebalan tanaman terhadap penyakit.
Tanaman yang kekurangan unsur K menunjukkan gejala-gejala sebagai
berikut: batang dan daun menjadi lemas/rebah, daun berwarna hijau gelap
kebiruan tidak hijau segar dan sehat, ujung daun menguning dan kering,
timbul bercak coklat pada pucuk daun.
Kalsium (Ca)
Unsur kalsium yang diperlukan oleh tanaman tinggi dalam jumlah yang
relatif banyak dalam bentuk ion Ca2+. Kalsium terutama terdapat dalam daun
dan di dalam sel, kalsium terbesar terdapat pada dinding sel (apolplast). Pada
lamella tengah, Ca berikatan dengan gugus R-COO- dari asam
poligalaknurat.
Pada tanaman dikotil yang mempunyai KTK tinggi dan terutama pada
waktu kadar Ca2+ rendah, maka lebih dari 50% dari Ca2+ terdapat dalam
bentuk pekat.
Umur tanaman berpengaruh terhadap kadar kalsium, semakin tua umur
tanaman maka semakin tinggi kadar Ca di dalam organ tanaman tersebut.
Hal ini berbeda dengan kalium, yaitu semakin tua umur tanaman maka
semakin berkurang kadar kaliumnya.
35
Kalsium memiliki peranan yang erat dalam pertumbuhan apical dan
pembentukan bunga (Tisdale, 1985). Selain itu, Ca juga berfungsi dalam
pembelahan sel pengaturan permeabilitas sel serta pengaturan tata air dalam
sel bersama dengan unsur K, perkecambahan biji, perkembangan benang
sari, perkembangan bintil akar rhizobium. Tetapi Ca relatif kurang berperan
dalam mengaktifkan kerja enzim.
Magnesium (Mg)
Magnesium diserap dalam bentuk ion Mg2+ yang merupakan unsur
penting dalam tanaman sebagai penyusun klorofil.
Kadar Mg dalam jaringan tanaman sekitar 0,5% relatif lebih rendah jika
dibandingkan dengan kadar K dan Ca. Makin tinggi penyerapan K, maka
semakin rendah penyerapan Mg. Jadi unsur Mg bersifat antagonis dengan K.
Kadar Mg dalam daun berkorelasi positif terhadap asimilasi CO2.
Mg mempunyai peranan terhadap metabolisme nitrogen. Semakin tinggi
tanaman menyerap Mg, maka semakin tinggi juga kadar protein dalam akar
ataupun bagian atas tanaman.
Kekurangan Mg menyebabkan kadar protein turun dan non-protein
naik. Mg juga mempunyai peranan dalam mengaktifkan enzim yang
berkaitan dengan metabolisme karbohidrat, enzim pernapasan, dan bekerja
sebagai katalisator.
36
Di samping itu, Mg berfungsi sebagai kofaktor dalam enzim, terutama
yang mengaktifkan proses fosforilase. Mg kemungkinan bergabung dengan
N-basa , dan gugus fosforil. Dalam hal ini ATP dibentuk pad pH 6. Pada pH
tersebut, muatan negatif telah dinetralkan. Proses ini juga dipengaruhi oleh
kalium.
Sulfur (S)
Tanaman umumnya menyerap sulfur dalam bentuk SO42- dari tanah oleh
akar, dan dalam bentuk SO2 dari udara oleh daun. Kadar SO2 dalam udara
yang cukup tinggi menyebabkan keracunan pada tanaman. SO42- dari tanah
akan direduksi, kemudian diubah menjadi ikatan –S-S- atau –S-H.
Di dalam tanah sebagian sulfur dalam bentuk senyawa organik dan
sebagian lagi dalam bentuk anorganik. Pada tanah, mineral S dalam bentuk
senyawa sulfat (SO42-) dan sulfide (S2). Mineral sulfur dalam tanah misalnya
Na2SO4, MgSO4, FeS, ZnS, dan H2S. Sulfida (dalam bentuk reduksi) terdapat
dalam tanah yang suasananya reduksi, misalnya tanah tergenang.
Perbandingan C:N:S pada tanah kapuran kerkisar 113:10:1,3 , dan pada
tanah non-kapuran 147:10:1,4.
Menurut Tisdle (1985), sulfur sering menaikkan hasil bila diberikan
bersama Mo. Pemupukan sulfur terus menerus dapat menyebabkan reaksi
tanah menjadi lebih asam (pH turun), sehingga mengakibatkan ketersediaan
Mn dan Al meningkat.
37
Sulfur mempunyai fungsi fisiologis dalam menyusun protein, dan
terlibat dalam masalah energi sel tanaman, sehingga kekurangan S dapat
menyebabkan terhambatnya penyusunan protein, asam amino dan
sebagainya (Rosmarkam, 2002).
2.3.3 Penyerapan Hara Tanaman
Penyerapan Hara Lewat Daun
Penyerapan unsur hara lewat daun umumnya melalui stomata dan
dikhususkan pada unsur-unsur hara makro yang berwujud gas, seperti C, O,
N, dan S.
Pada tanaman teretrial, stomata merupakan tempat pertukaran gas CO2
dan O2 dengan atmosfer. Hara tanaman dalam bentuk gas seperti SO2, NH3,
dan NO2 dapat masuk lewat dun terutama lewat stomata.
Penyerapan Hara Lewat Akar
Hara diserap tanaman melalui akar dalam bentuk ion bermuatan positif
(NH4+, K+, Ca2+, Mg2+) dan bermuatan negatif (NO3
-, HPO4-2 dan Cl-). Ion ini
umumnya terikat dalam kompleks jerapan tanah, yakni lempung, koloid
anorganik, dan koloid organik.
Dalam hal penyerapan hara melalui akar, terdapat beberapa fase dalam
proses penyerapan hara tersebut. Fase pertama hara berpindah tempat dalam
tanah dari suatu tempat ke permukaan akar tanaman. Kemudian setelah
sampai permukaan akar (bulu akar), masuk ke dalam akar yang dari sini
38
ditranslokasikan ke organ tanaman lain termasuk daun, buah dan batang.
Perpindahan ion dari tanah ke permukaan akar memiliki tiga macam
pergerakan yaitu:
a. Intersepsi dan persinggungan.
Pertumbuhan akar tanaman dan terbentuknya bulu akar yang baru
menyebabkan terjadinya persinggungan antara akar dan ion hara tanaman.
Pertumbuhan akar dan bulu akar ini menembus pori agregat tanah dan
bersinggungan dengan ion yang ada. Apabila ion berada dalam bentuk
tersedia (available), maka terjadi pertukaran ion dan kemudian ion ini
masuk ke dalam akar.
Seperti masa tanah, akar tanaman dianggap mempunyai KTK yang
nilainya berbeda antara tanaman satu dan tanaman lainnya. Nilai KTK
akar besarnya 10-100 (me/100 g akar).
Dengan demikian, pertukaran ion yang berada dalam tanah dan ion
yang berada di sekitar akar dianggap sebagai pertukaran ion biasa (ion
exchange). Akar tanaman legume memppunyai dua kali KTK akar
tanaman monokotil, termasuk serelia (padi-padian) dan rerumputan.
Tanaman yang mempunyai KTK akar tinggi ada kecenderungan senang
menyerap kation bervalensi dua. Sedangkan tanaman serelia cenderung
menyerap ion yang bervalensi satu.
b. Aliran Massa
39
Ion dan bahan lain yang larut berpindah bersama aliran larutan air ke
akar tanaman akibat transpirasi tanaman.
c. Diffusi
Perpindahan ion terjadi dari tempat kadar tinggi ke tempat lain yang
kadarnya rendah. Tanaman menyerap ion dari bulu akar sehingga di
sekitar bulu akar kadarnya rendah.
Terjadinya perpindahan ion disebabkan konsentrasi ion di sekitar bulu
akar menjadi rendah karena diserap oleh akar yang diteruskan ke daun dan
bagian lainnya.
Perimbangan jumlah gerakan hara ke akar tanaman disajikan dalam table
berikut:
Tabel 9. Perimbangan jumlah hara yang diserap dalam bentuk intersepsi, aliran massa , dan difusi hara tanaman.Hara Intersepsi Aliran massa DifusiNPKCaMgSCuZnBFeMnMo
132
171385
103310113310
996
2042925093
40033
35053
133200
094780000
330
3700
(Sumber: Barber et al, dalam Rosmarkam, 2002).
2.3.4 Faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan Hara
40
Semua faktor yang mempengaruhi metabolisme tanaman akan secara
langsung turut mempengaruhi serapan hara karena ada hubungan dengan energi
yang dihasilkan. Dalam hal ini, termasuk semua faktor yang turut menunjang
pernafasan, temperatur, dan persediaan oksigen (Wijaya, 2010).
Persediaan oksigen dapat diperbaiki dengan pengelolaan tanah yang baik.
Tanah yang padat dapat menyebabkan berkurangnya serapan hara oleh akar
tanaman, karena energi yang dihasilkan oleh respirasi akar rendah, disebabkan
berkurangnya persediaan oksigen.
Kandungan air tanah juga menentukan jumlah hara yang dapat diserap akar.
Air mempunyai peranan untuk difusi dan pergerakan ion ke dalam outer space
dari sel akar. Sebagai sampel yaitu pada keadaan tanah yang kering pengambilan
fosfor berkurang. Air di sini berfungsi dapat lebih melarutkan dan
memobilisasikan fosfor dalam tanah.
Kerapatan dan distribusi akar juga turut memegang kerapatan yang
menentukan. Kerapatan bersentuhan dengan larutan tanah dan permukaan koloid,
dan dengan sendirinya lebih banyak hara yang dapat diserap. Demikian juga akar-
akar tanaman yang dapat menembus lebih dalam ke dalam tanah akan lebih
banyak dapat mengabsorbsi hara jika dibandingkan dengan akar yang dangkal
(Hakim, 1986).
2.3.5 Proses Serapan Hara
41
Hara yang telah berada di sekitar permukaan akar tersebut dapat diserap
tanaman melalui dua proses, yaitu:
a. Proses aktif yaitu proses penyerapan unsur hara dengan energi aktif atau
proses penyerapan hara yang memerlukan adanya energi metabolik.
Penyerapan unsur hara dengan energi aktif dapat berlangsung apabila
tersedia energi metabolik. Energi metabolik tersebut dihasilkan dari proses
pernapasan akar tanaman.
Selama proses proses pernapasan akar tanaman berlangsung akan
dihasilkan energi metabolik dan energi ini mendorong berlangsungnya
penyerapan unsur hara secara proses aktif. Apabila proses pernapasan akar
tanaman berkurang akan menurunkan pula proses penyerapan unsur hara
melalui proses aktif.
Bagian akar tanaman yang paling aktif adalah bagian dekat ujung akar
yang baru terbentuk dan rambut-rambut akar. Bagian akar ini merupakan
bagian yang melakukan kegiatan respirasi (pernapasan) terbesar.
b. Proses selektif, yaitu proses penyerapan unsur hara yang terjadi sesuai dengan
kebutuhan tanaman.
Pada proses ini, tanaman hanya akan menyerap unsur hara sesuai
dengan kebutuhannya. Bagian terluar dari sel akar tanaman terdiri dari: (1)
dinding sel, (2) membran sel, (3) protoplasma. Dinding sel merupakan bagian
sel yang tidak aktif. Bagian ini bersinggungan langsung dengan tanah.
42
Sedangkan bagian dalam terdiri dari protoplasma yang bersifat aktif. Bagian
ini dikelilingi oleh membran sel. Membran ini berkemampuan untuk
melakukan seleksi unsur hara yang akan melaluinya. Proses penyerapan unsur
hara melalui mekanisme seleksi yang terjadi pada membran disebut sebagai
proses selektif. Proses selektif terhadap penyerapan unsur hara yang terjadi
pada membran diperkirakan berlangsung melalui suatu carrier atau unsur
pembawa (CaSO4).
Carrier ini bersenyawa dengan ion (unsur) terpilih. Selanjutnya, ion
(unsur) terpilih tersebut dibawa masuk ke dalam protoplasma dengan
menembus membran sel. Mekanisme penyerapan ini berlangsung sebagai
berikut: (1) saat akar tanaman menyerap unsur hara dalam bentuk ion (K+,
Ca2+, Mg2+, dan NH4+) maka dari akar akan dikeluarkan kation H+ dalam
jumlah yang setara, serta (2) saat akar tanaman menyerap unsur hara dalam
bentuk anion (NO3-, H2PO4
-, SO4-) maka dari akar akan dikeluarkan HCO3
-
dengan jumlah yang setara (Rosmarkam, 2002).
Penyerapan ion ke dalam sel akar tanaman ada beberapa macam teori.
Menurut teori carrier, membran tanaman terdiri atas molekul yang dapat
mengangkut ion dan mampu menembus dinding sel. Molekul pembawa tersebut
dinamakan carrier yang dianggap mampu mengikat ion tertentu yang diangkut
menembus membran sel.
43
Pertumbuhan tanaman sangat berhubungan dengan kesuburan tanah. Dalam
kaitan ini, akar tanaman berperanan sangat penting karena fungsi akar sebagai
penyerap unsur hara tanaman dan translokasi unsur dari akar ke batang, daun,
ataupun buah. Unsur hara tanaman pada dasarnya berasal dari mineral tanah yang
mengalami pelapukan dan bahan organik yang mengalami mineralisasi.
Di samping itu, akar tanaman juga mempunyai fungsi mempercepat proses
pelepasan unsur hara dari mineral tanah karena kemampuan akar melepaskan
senyawa-senyawa yang melepaskan unsur dari mineral tanah. Makin panjang dan
banyak bulu akar rambut, maka makin besar pula kemampuan tanaman untuk
menyerap unsur atau mengubah unsur menjadi tersedia untuk tanaman
(Rosmarkam, 2002).
2.3.6 Pemupukan Tanaman
Pengertian luas dari pemupukan adalah pemberian suatu bahan khusus
kedalam tanah dengan maksud memperbaiki atau meningkatkan status kesuburan
tanah. Bahan tersebut tidak termasuk air, yang pemberiannya disebut irigasi.
Menurut pengertian ini maka bahan pembenah tanah seperti mulsa, soil
conditioner, kapur pertanian, tepung belerang, dan gipsum dapat dianggap
sebagai pupuk (Ismail, 2010).
Menurut pengertian khusus pemupukan adalah pemberian bahan yang
dimaksudkan untuk menambah hara tanaman pada tanah, sehingga menjadi lebih
produktif (Young and Johnson, 1982 dalam Ismail, 2010). Terlepas dari dua
44
pengertian tersebut, kerja sama antara bahan pembenah tanah dan bahan pupuk
akan dapat meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman.
Serapan hara pupuk oleh akar ditentukan oleh sifat bahan pupuk sendiri,
sedangkan bahan pembenah tanah berkemampuan memperbaiki serapan hara
(melalui perbaikan KTK dan pH tanah) serta mampu memperbaiki keterserapan
hara asli tanah. Bahan pembenah mendorong pelepasan ion hara dari ikatan
mineral atau organik yang kompleks, menggiatkan proses hidrolisis melalui
optimasi penambatan kelembaban tanah atau melancarkan proses pertukaran ion
(Notohadiprawiro dkk., 1984 dalam Ismail, 2010).
Pemupukan dengan blotong, pupuk kandang atau pupuk hijau akan lebih
efektif karena bahan pupuk tersebut berperan ganda, yaitu menambahkan hara
dan sekaligus membenahi tanah (Ismail, 2010).
Dalam mewujudkan peran pupuk dalam peningkatan pertumbuhan dan
produktivitas tanaman, maka perlu dilakukan suatu kajian daya dukung lahan dan
pemupukan, yang salah satu luarannya berupa saran takaran pemupukan di suatu
lokasi yang bersifat spesifik (specific location). Kajian tentang pemupukan, harus
terus dilakukan dari sebelum dan sesudah waktu panen dari suatu jenis tanaman.
Kajian tersebut melingkupi, kajian fisik, kajian kimia, , dan kajian biologi, yaitu:
1. Kajian Fisik
Kajian mengenai iklim, yang mencakup curah hujan, kelembapan,
ketinggian , dan suhu dari lahan pertanian.
45
Kajian mengenai struktur, jenis, dan berat jenis tanah dari sebuah lahan
pertanian.
2. Kajian Kimia
Kajian mengenai keasaman/pH tanah dan pupuk yang digunakan dalam
suatu lahan pertanian.
Kajian mengenai ketersediaan kadar unsur hara di dalam tanah, pupuk,
dan kadar unsur hara yang terkandung di dalam jaringan tanaman yang
dibudidayakan dalam suatu lahan pertanian.
Kajian mengenai nilai KTK dari tanah dan pupuk yang digunakan dalam
suatu lahan pertanian.
3. Kajian Biologi
Kajian mengenai jenis tanaman yang dibudidayakan dalam suatu lahan
pertanian.
Kajian mengenai laju pertumbuhan tanaman yang dibudidayakan dalam
suatu lahan pertanian.
Kajian mengenai ketersediaan jenis dan jumlah mikroba, serta molekul
organik dari tanah dan pupuk yang digunakan dalam suatu lahan
pertanian.
Kajian-kajian tersebut dilakukan agar dapat terus mengetahui perubahan
yang terjadi dalam suatu lahan baik fisik, kimia, maupun biologi, sehingga
waktu pengolahan lahan dan proses pemupukan dapat dilakukan dengan
46
memperhitungkan takaran dan waktu yang tepat untuk memulai pemupukan
(Ismail, 2010).
2.4 Metode Analisa Campuran Zeolit dan Wiraorganik
Mutu pupuk sebagai bahan pembenah tanah merupakan syarat mutlak agar
dalam aplikasinya dapat berpengaruh baik bagi kesuburan tanah, dalam hal
memenuhi kebutuhan hara tanaman dan memperbaiki sifat kimia tanah. Berdasarkan
hal tersebut, serta berdasarkan pada komposisi kimia dari zeolit dan Wiraorganik,
maka analisa yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:
Penetapan nilai pH pupuk
Suatu larutan yang bersifat asam mempunyai ion H+ lebih besar dari ion OH-,
begitu pula sebaliknya maka akan bersifat basa, dan apabila jumlah konsentrasi
ion H+ berimbang dengan ion OH-, maka larutan tersebut netral atau pH = 7.
pH tanah sangat penting, karena dalam tanah terkandung unsur hara seperti
Nitrogen (N), Kalium (K), dan Fosfor (P) dimana tanaman membutuhkannya
dalam jumlah tertentu untuk tumbuh, berkembang, dan bertahan terhadap
penyakit. Jika pH tanah meningkat hingga di atas 5,5, Nitrogen (dalam bentuk
nitrat) menjadi tersedia bagi tanaman. Di sisi lain, Fosfor akan tersedia bagi
tanaman pada pH antara 6,0 hingga 7,0. Jika tanah terlalu masam, tanaman tidak
47
dapat memanfaatkan N, P, K , dan zat hara lain yang mereka butuhkan. (Fauzi,
2008).
Pada tanah masam, tanaman mempunyai kemungkinan yang besar untuk
teracuni logam berat yang pada akhirnya dapat mati karena keracunan tersebut.
Tanah dapat menjadi masam oleh karena penggunaan pestisida, herbisida, dan
fungisida yang tidak terabsorbsi. (Fauzi, 2008).
Faktor yang mempengaruhi pH tanah adalah tipe vegetasi, drainase tanah
internal, dan aktivitas manusia. Nilai pH suatu tanah juga dipengaruhi oleh jenis
bahan induk tanah yang dibentuk. Curah hujan juga mempengaruhi pH tanah. Air
melewati tanah dasar mencuci Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg) dari tanah, dan
digantikan oleh unsur-unsur asam seperti Aluminium (Al) dan Besi (Fe). Tanah
yang terbentuk di bawah kondisi curah hujan tinggi, umumnya memiliki kadar
yang lebih asam daripada yang tanah terbentuk di bawah kondisi gersang (kering)
(Fauzi, 2008).
Penetapan pH pupuk hasil campuran Zeolit dan Wiraorganik dibutuhkan
untuk menentukan tingkat keasaman pupuk yang akan sangat berpengaruh pada
reaksi kimia yang terjadi di dalam tanah saat terjadi pemupukan. Apabila pH
pupuk tinggi, maka pH tanah juga akan ikut naik, begitu pula sebaliknya, karena
nilai pH suatu bahan dipengaruhi oleh kadar komponen kimia yang terkandung di
dalam pupuk tersebut.
48
Nilai pH menunjukkan konsentrasi ion H+ dalam larutan, yang dinyatakan
sebagai –log[H+]. Peningkatan konsentrasi H+ menaikkan potensial larutan yang
diukur oleh alat , dan dikonversi dalam skala pH.
Elektrode gelas merupakan elektrode selektif khusus H+, hingga
memungkinkan untuk hanya mengukur potensial yang disebabkan kenaikan
konsentrasi H+. Potensial yang timbul diukur berdasarkan potensial elektrode
pembanding (kalomel atau AgCl). Biasanya digunakan satu elektrode yang sudah
terdiri atas elektrode pembanding , dan elektrode gelas (elektroda kombinasi).
Penetapan kadar hara makro dalam pupuk
Penetapan kadar hara makro dalam pupuk campuran zeolit dan Wiraorganik
merupakan hal utama agar dapat diketahui seberapa besar pengaruh zeolit untuk
meningkatkan kandungan hara makro dari Wiraorganik.
Tetapi dikarenakan oleh karakteristik sifat fisika dan kimia dari masing-
masing unsur hara yang terkandung di dalam campuran zeolit dan Wiraorganik
berbeda, maka untuk masing-masing unsur digunakan beberapa metode yang
berbeda dalam hal penetapan secara kuantitatif dari kadar unsur-unsur tersebut,
yakni teknik destilasi untuk pengukuran kadar Nitrogen (N), teknik
spektrofotometri untuk pengukuran kadar Fosfor (P), dan flamefotometri untuk
pengukuran kadar Kalium (K), Kalsium (Ca), dan Magnesium (Mg).
Teknik Destilasi
49
Destilasi digunakan untuk memisahkan suatu zat yang tercampur dengan
sebuah komponen yang mengikatnya, dimana fase ini berada dalam fase cair yang
homogen. Pemisahan ini didasarkan pada perubahan titik didih sebuah zat. Cairan
akan mendidih apabila tekanan total uap di dalam sistem sama dengan tekanan
diluarnya atau tekanan atmosfer. Berdasarkan sifat fisika dari unsur yang ingin
dipisahkan dan sifat dari pelarut yang digunakan, maka setelah mencapai titik
didihnya, suatu zat yang tercampur di dalam suatu komponen akan terpisah
keluar, sehingga penetapan kadar zat tersebut dapat dilakukan (Soni, 2005).
Teknik Spektrofotometri
Teknik spektrofotometer atau biasa disebut juga spektrofotometri,
merupakan suatu metode analisa yang berdasarkan pada pengukuran besaran
serapan sinar monokromatik tertentu pada panjang gelombang tertentu dengan
menggunakan detektor fotosel. Spektrofotometer digunakan untuk mengukur
energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan, atau
dimisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Bila cahaya (monokromatik
maupun campuran) jatuh pada suatu medium homogen, maka sebagian dari sinar
masuk akan dipantulkan, sebagian akan diserap dalam medium tersebut, dan
sisanya diteruskan.
Hukum Lambert Beer menyatakan bahwa proporsi berkas cahaya datang
yang diserap tidak bergantung pada jenis medium, dan intensitas berkas cahaya
yang datang tersebut. Hukum ini berlaku apabila di dalam medium tersebut tidak
50
terjadi reaksi kimia maupun fisika yang diakibatkan oleh cahaya yang datang
tersebut. Hukum tersebut dapat dituliskan, sebagai berikut:
I = T x I0
Dimana;I : Intensitas berkas cahaya yang keluarI0 : Intensitas berkas cahaya yang masukT : Transmitasi
Hukum Lambert Beer juga menyatakan bahwa absorbansi cahaya yang
datang berbanding lurus dengan konsentrasi atau ketebalan medium yang dilewati
cahaya tersebut.
A = € c lDimana;€ : molar absorsivitas untuk panjang gelombang tertentu, atau biasa disebut juga koefisien ekstinsif (dalam 1 mol-1 cm-1)c : konsentrasi molar (mol-1)l : panjang/ketebalan dari medium yang dilintasi cahaya (cm)
Kombinasi dari kedua hukum diatas, dapat ditulis sebagai berikut:
% T = (I/I0) x 100 = exp(-€ c l)
Atau
A = log (I/I0) = € c l
(http://sentrabd.com/main/info/Insight/Spectrophotometer.html).
Berdasarkan pada hukum Lambert Beer, yakni absorbansi sebanding dengan
konsentrasi, maka diharapkan akan didapatkan suatu garis lurus. Hal ini berlaku
51
pada larutan yang bersifat encer , dan kurang cocok pada larutan pekat, sehingga
hasil absorbansinya akan membentuk sebuah kurva.
Gambar 5. Kurva kalibrasi absorbansi dengan konsentrasi
Cara kerja spektrofotometer sangat singkat, yaitu dengan menempatkan
sebuah larutan pembanding, misalnya blanko pada sel pertama dan larutan yang
akan diuji pada sel yang kedua. Selisih dari keduanya akan menunjukkan
absorbansi konsentrasi larutan yang akan diuji (Khopar. SM. 2003 dalam
http://www.chem-is-try.org/?sect=belajar&ext=analisis04-06).
Teknik Flamefotometri
Flamefotometer berprinsip pada absorpsi cahaya oleh sebuah atom dan
atom tersebut menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, bergantung
pada sifatnya. Jika sebuah larutan yang mengandung senyawa logam dan
dipancarkan dalam suatu nyala yang panas pada gelombang tertentu, maka akan
terbentuk uap-uap yang mengandung atom-atom tersebut.
52
Tetapi dalam beberapa padatan non logam dan logam, jumlah uap yang
dihasilkan tidak sebanding dengan jumlah atom yang masih dalam keadaan
dasar. Sehingga jika dilewatkan resonansi pancaran nyala terhadap suatu
medium, maka sebagian sebagian atom dari medium tersebut akan menguap atau
tereksitasi, dan sebagiannya akan diserap medium tersebut dalam keadaan dasar,
dan jauhnya penyerapan akan berbanding lurus dengan jumlah atom yang
terksitasi tersebut, sehingga pengukuran hasil uji dengan menggunakan
flamefotometer akan sama dengan pengukuran dengan spektrofotometer, yaitu
dengan mencari konsentrasi sebuah zat melalui sebuah kurva regresi (Khopar,
2003 dalam Selian 2008).
53