BAB I1 Fartoks
-
Upload
rahmat-firdaus-bouty -
Category
Documents
-
view
46 -
download
0
description
Transcript of BAB I1 Fartoks
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Farmakologi merupakan sifat dari mekanisme kerja obat pada sistem
tubuh termasuk menentukan toksisitasnya. Bentuk sediaan dan cara
pemberian merupakan penentu dalam memaksimalkan proses absorbsi obat
oleh tubuh karena keduanya sangat menentukan efek biologis suatu obat
seperti absorpsi, kecepatan absorpsi dan bioavailabilitas (total obat yang
dapat diserap), cepat atau lambatnya obat mulai bekerja (onset of action),
lamanya obat bekerja (duration of action), intensitas kerja obat, respons
farmakologik yang dicapai serta dosis yang tepat untuk memberikan respons
tertentu (Anonim I., 2008).
Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah memenuhi
persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetis/ keturunan
dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, di samping faktor
ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi
biologis yang mirip kejadiannya pada manusia (Sulaksono, M.E., 1987).
Pada percobaan ini kita menggunakan hewan coba yaitu mencit dan
kelinci,dengan melakukan perlakuan pada mencit seperti cara memegang
I.2 Tujuan
Untuk mengetahui bagamaina cara perlakuan hewan coba seperti
mencit dan kelinci.
1.3 Manfaat
Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana cara perlkuan hewan coba
seperti mencit dan kelinci
BAB II
DASAR TEORI
II.1 Hewan percobaan
Hewan percobaan atau hewan laboratorium memainkan peranan
penting dalam perkembangan dan kemajuan ilmu biomedis. Hewan
percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk
dipakai sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan
berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan
laboratorik. Penggunaan hewan percobaan untuk penelitian banyak
dilakukan di bidang fisiologi, farmakologi, biokimia, patologi, komperatif
zoologi, dan ekologi dalam arti luas. Di bidang ilmu kedokteran selain untuk
penelitian, hewan percobaan juga sering digunakan untuk keperluan
diagnostik (Malole danPramono 1989).
Jenis-jenis hewan percobaan meliputi hewan percobaan kecil,
misalnya: mencit, tikus, marmut, dan kelinci; serta hewan percobaan lain,
seperti: ayam, itik, babi, satwa primata, domba, dan kambing (Smith dan
Mangkoewidjojo 1988).
II.1.2Tikus dan mencit
Menurut Malole dan Promono (1989), mencit hidup di berbagai daerah
mulai dari iklim dingin, sedang maupun panas dan dapat hidup dalam
kandang atau hidup bebas sebagai hewan liar. Mencit liar lebih suka suhu
lingkungan yang tinggi namun dapat beradaptasi dengan baik pada suhu
yang rendah. Bulu mencit liar berwarna abu-abu dan warna perut sedikit
lebih pucat, mata berwarna hitam dan kulit berpigmen.
Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan bahwa setelah
dibudidayakan dan diseleksi selama puluhan tahun, sekarang mencit
memiliki warna bulu dan galur dengan bobot badan yang bervariasi. Tikus
putih (Rattus novergicus) sangat baik sebagai hewan percobaan, lebih cepat
menjadi dewasa, tidak memperlihatkan perkawinan musiman, dan umumnya
lebih mudah berkembang biak. Menurut Arrington (1972) dan Priambodo
(1995), mencit dan tikus masih merupakan satu famili, yaitu termasuk ke
dalam famili Muridae.
Berdasarkan sifat genetiknya terdapat tiga macam mencit (Malole dan
Promono, 1989):
1. Random Breed Mice yaitu mencit yang dikawinkan secara acak dengan
mencit yang tidak ada hubungan keturunan,
2. Inbreed mice yaitu mencit hasil perkawinan antar saudara sebanyak lebih
dari 20 turunan, dan
3. F1-Hybrid yaitu mencit hasil perkawinan antara dua galur yang
inbreed
Berdasarkan lingkungan hidupnya mencit dibagi dalam empat kategori:
1. Mencit bebas hama yaitu mencit yang bebas dari mikroorganisme yang
dapat dideteksi,
2. Mencit yang hanya mengandung mikroorganisme tertentu,
3. Mencit yang bebas mikroorganisme patogen tertentu, dan
4. Mencit biasa yaitu mencit yang dipelihara tanpa perlakuan khusus.
Mencit merupakan hewan yang paling banyak digunakan sebagai
hewan model laboratorium dengan kisaran penggunaan antara 40-80%.
Menurut Moriwakiet al (1994), mencit banyak digunakan sebagai hewan
laboratorium (khususnya digunakan dalam penelitian biologi), karena
memiliki keunggulan-keunggulan seperti siklus hidup relatif pendek, jumlah
anak per kelahiran banyak, variasi sifat- sifatnya tinggi, mudah ditangani,
serta sifat produksi dan karakteristik reproduksinya mirip hewan lain, seperti
sapi, kambing, domba, dan babi. Menurut Malole dan Pramono (1989),
berbagai keunggulan mencit seperti: cepat berkembang biak, mudah
dipelihara dalam jumlah banyak, variasi genetiknya tinggi dan sifat anatomis
dan fisiologisnya terkarak terisasi dengan baik.
Tikus merupakan hewan mamalia yang mempunyai peranan penting
bagi manusia untuk tujuan ilmiah karena memiliki daya adaptasi baik. Tikus
yang banyak digunakan sebagai hewan model laboratorium dan peliharaan
adalah tikus putih (Rattus novergicus). Tikus putih memiliki beberapa
keunggulan antara lain penanganan dan pemeliharaan yang mudah karena
tubuhnya kecil, sehat dan bersih, kemampuan reproduksi tinggi dengan masa
kebuntingan singkat, serta memiliki karakteristik produksi dan reproduksi
yang mirip dengan mamalia lainnya (Malole dan Pramono, 1989).
Mencit laboratorium merupakan hewan yang sejenis dengan mencit
liar atau mencit rumah yang tersebar di seluruh dunia dan sering ditemukan
di dalam rumah atau gedung-gedung yang tidak dihuni manusia sepanjang
ada makanan dan tempat untuk berlindung. Mencit liar makan segala
makanan (omnivora) dan mau mencoba makanan apapun yang tersedia
termasuk makanan yang tidak biasa dimakan. Mencit liar dapat dengan
mudah memanjat dinding batu bata, masuk lubang yang kecil dan liang di
dinding maupun celah-celah atap (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).
Mencit dapat hidup mencapai umur 1-3 tahun tetapi terdapat
perbedaan usia dari berbagai galur terutama berdasarkan kepekaan terhadap
lingkungan dan penyakit. Selama hidupnya, hewan ini beranak selama 7-18
bulan dan menghasilkan anak rata-rata 6-10 anak/kelahiran dengan tingkat
kesuburan sangat tinggi yaitu dapat menghasilkan kurang lebih satu juta
keturunan dalam kurun waktu kurang lebih 425 hari dengan rataan jumlah
anak 8 ekor per kelahiran. Mencit bila diperlakukan dengan baik akan
memudahkan penanganan, sebaliknya perlakuan yang kasar akan
menimbulkan sifat agresif bahkan dapat menggigit pada kondisi tertentu.
Mencit betina yang sedang menyusui anak akan mempertahankan sarangnya
dan bila anaknya dipegang dengan tangan yang kotor,induknya akan
menggigit dan memakan anak tersebut (Malole dan Pramono, 1989).
Percobaan-percobaan tentang makanan, dan defisiensi zat makanan
pada semua jenis hewan termasuk manusia, kebanyakan menggunakan tikus
daripada hewan percobaan lain. Lama hidup tikus dapat mencapai umur 3,5
tahun, dengan kecepatan tumbuh 5 g per hari. Dibandingkan dengan tikus
lain, tikus laboratorium lebih cepatr dewasa, tidak memperlihatkan
perkawinan musiman dan lebih cepat berkembang biak, bobot badan dewasa
mencapai 450 g tergantung galur (Malole dan Pramono, 1989).
II.2 Uraian hewan coba
II.2.1 Klasifikasi Ilmiah kelinci
Kerajaan : Animalia (kelompok binatang).
Superfilum : Chordata (kelompok binatang dengan notokord, tali saraf tunggal, ekor dan celah faring).
Filum : Vertebrata (Memiliki tulang belakang).
Kelas : Mammalia (binatang yang menyusui).
Ordo : Lagomorpha (memiliki rahang atas, gigi acip, kelamin tidak bertulang dan terletak di depan zakar)
Famili : Leporidae.
Genera : Pentalagus, Bunolagus, Nesolagus, Romerolagus, Brachylagus, Sylvilagus, Oryctolagus, Poelagus.
Klasifikasi Ilmiah Kelinci ini pada tingkatan kerabat atau famili, kelinci dimasukkan ke dalam kategori Leporidae. Tingkatan kekerabatan mencakup di dalamnya kelinci dan terwelu. Nama latin kelinci sendiri cukup bervariasi tergantung pada generanya. Misalnya kelinci liar atau yang juga dikenal dengan nama European Rabbit, nama latinnya adalah Oryctolagus Cuniculus sedangkan terwelu nama latinnya adalah Lepus Curpaeums. Sementara itu Cottontail Rabbits yang terdiri dari 13 spesies ini dikenal dengan nama latin Sylvilagus. Lain lagi dengan Amami Rabbit, nama latinnya adalah Pentalagus Furnessi.
BAB III
METODE PERCOBAAN
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat
Kandang mencit
Penutup kandang yang kasar (kawat)
Kotak atau kandang individu kelinci
III.1.2 Bahan
Berupa hewan percobaan seperti :
1. Kelinci (
2. Mencit (
III.2 Cara kerja
III.2.1 Kelinci
1. Kelinci dipegang kulit tengkuknya
2. Pantat diangkat dengan tangan kanan dan didekapkan ke badan
3. Dapat digunakan kotak atau kandang individu kelinci agar tidakbanyak
bergerak
III.2.1 Mencit
1. Ujung ekor diangkat dengan tangan kanan
2. Mencit dibiarkan mencengkram alas penutup kandang yang kasar
(kawat) sehingga tertahan ditempat
3. Ibu jari dan jari telunjuk kiri menjepit kulit tenguk seerat mungkin
4. Ekor dipindahkan, dijepit di antara jadi manis dankelingking tangan kiri
5. Mencit siap diberi perlakuan dengan tangan kanan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil pengamatan
IV.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini bertujuan untuk mengenal, mempraktikan
bagaimana cara memegang hewan uji. Hewan uji yang digunakan hanya
mencit dan kelinci. Masing-masing digunakan 1 ekor mencit dan 1 ekor
kelinci. Dilihat dari perbedaan karakteristik kedua hewan, terasa lebih
mudah dalam menangani kelinci meskipun ukuran badannya lebih besar
dibanding mencit.
Adapun untuk mencit cara memegang yang benar. Awalnya ujung
ekor mencit diangkat dengan tangan kanan ataupun kiri ( tergatung
nyamannya praktikan). Kemudian telunjuk dan ibu jari tangan kiri
menjepit kulit tengkuk, sedangkan ekornya tetap dipegang dengan tangan
kanan (ataupun sebaliknya). Selanjutnya, posisi tubuh mencit dibalikkan,
sehingga permukaan perut menghadap kita dan ekor dijepitkan diantara
jari manis dan kelingking tangan kiri.
Sedangkan penanganan untuk kelinci awalnya dipegang kulit
tengkuknya, kemudian pantat diangkat dengan tangan kanan dan
didekapkan ke badan. Setelah itu untuk kelinci dapat digunakan kotak atau
kandang individu kelinci agar tidak banyak bergerak
Hal yang perlu diperhatikan sebelumnya adalah kita harus
melakukan pendekatan terlebih dahulu terhadap hewan uji. Tujuannya agar
nantinya mencit ataupun kelinci tersebut lebih mudah untuk dipegang.
Jangan justru membuat mencit ataupun kelinci stres, membuatnya
berontak yang bisa melukai diri kita sendiri. Berikut adalah faktor-faktor
yang mempengaruhi kondisi mencit diantaranya adalah kebisingan suara
di dalam laboratorium, frekuensi perlakuan terhadap mencit tersebut, dan
lain-lain. Dalam menangani mencit, semua kondisi yang menjadi faktor
internal dan eksternal dalam penanganan hewan percobaan harus optimal,
untuk menjaga kondisi mencit tersebut tetap dalam keadaan normal.
Apabila kondisinya terganggu, maka mencit tersebut akan mengalami
stress. Kondisi stress yang terjadi pada mencit akan mempengaruhi hasil
percobaan yang dilakukan.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Cara perlakuan hewan coba seperti mencit dan kelinci. Untuk
mencit awalnya ujung ekor mencit diangkat dengan tangan kanan ataupun
kiri ( tergatung nyamannya praktikan). Kemudian telunjuk dan ibu jari
tangan kiri menjepit kulit tengkuk, sedangkan ekornya tetap dipegang
dengan tangan kanan (ataupun sebaliknya). Selanjutnya, posisi tubuh
mencit dibalikkan, sehingga permukaan perut menghadap kita dan ekor
dijepitkan diantara jari manis dan kelingking tangan kiri. Sedangkan untuk
kelinci awalnya dipegang kulit tengkuknya, kemudian pantat diangkat
dengan tangan kanan dan didekapkan ke badan.
V.2 Saran