BAB I1

39
Upaya Peningkatan Tata Krama Siswa dalam Berkomunikasi di SDN Nglames 1 melalui program 1 bulan berbahasa Jawa. PROPOSAL Oleh: Eko Prasetyo 09141060 Pendidikan guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP PGRI Madiun 2013

Transcript of BAB I1

Page 1: BAB I1

Upaya Peningkatan Tata Krama Siswa dalam

Berkomunikasi di SDN Nglames 1 melalui program 1 bulan

berbahasa Jawa.

PROPOSAL

Oleh:

Eko Prasetyo

09141060

Pendidikan guru Sekolah Dasar

Fakultas Ilmu Pendidikan

IKIP PGRI Madiun

2013

Page 2: BAB I1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Peningkatan tata krama di Sekolah Dasar harus terus diupayakan untuk

menunjang tujuan pendidikan di tingkat dasar, karena tujuan pendidikan ditingkat

pendidikan dasar merupakan bagian dari pembangunan Nasional di bidang

pendidikan. Pentingnya tata krama di sekolah dasar sudah tidak diragukan lagi

mengingat negara Indonesia merupakan negara yang bisa disebut masih kental

akan unsur-unsur norma-norma kesopanan.

Kesadaran akan pentingnya Tata Krama di sekolah- sekolah menuntut

guru untuk lebih memperkenalkan adat kesopanan sebagai ciri khas di negeri

sendiri dan lebih mempopulerkan bahasa Indonesia dengan cara bertata karama

yang baik dan benar sebagai kebiasaan sehari-hari. Untuk itu pemerintah melalui

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP,2006) memberikan standar

kemampuan yang harus dicapai oleh siswa mulai dari tingkat sekolah dasar

sampai tingkat menengah ke atas, kemudian dapat dikembangkan oleh guru untuk

lebih meningkatkan keterampilan berbahasa siswa. Keterampilan berbahasa

meliputi keterampilan mendengarkan (menyimak), berbicara, membaca, dan

menulis. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa untuk pembelajaran bahasa

Indonesia lebih dititikberatkan pada performansi bahasa (tutur kata) daripada

sekedar memiliki pengetahuan tentang kebahasaan, yakni berupa unjuk kerja

mempergunakan bahasa dalam konteks tertentu sesuai dengan fungsi komunikatif

bahasa.

Tarigan (1983:1) mengungkapkan keterampilan berbahasa dalam bahasa

Indonesia meliputi empat aspek, yaitu keterampilan mendengarkan,berbicara,

membaca, dan menulis. Keempat aspek tersebut disebut juga sebagai “catur

tunggal” keterampilan berbahasa, karena keempat aspek tersebut merupakan satu

kesatuan, saling berhubungan, dan tidak bisa dilepaskan, tetapi berbeda antara

satu dengan yang lainnya dan juga berbeda dari segi prosesnya. Pelajaran bahasa

Indonesia saat ini ditujukan pada kemampuan siswa menggunakan tutur kata

(krama inggil) yang baik dan benar dengan konteksnya atau bersifat pragmatis.

Page 3: BAB I1

Dengan kata lain, secara pragmatis-komunikatif bahasa Daerah lebih merupakan

suatu bentuk performansi dari pada sebagai suatu sistem ilmu. Pandangan ini

membawa konsukuensi bahwa pembelajaran bahasa daerah harus lebih

menekankan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi daripada pembelajaran

tentang ilmu atau pengetahuan kebahasaan.

Namun, kenyataan di lapangan menunjukan bahwa kemampuan berbahasa

Daerah terutama kemampuan berbicara siswa sekolah dasar, tepatnya siswa kelas

V (lima) SDN Nglames I Kabupaten Madiun masih rendah. Hal ini dilihat dari

masih rendahnya Tata krama terutama krama inggil siswa ( sekitar 75% jumah

siswa yang ada di SDN Nglames 01 tidak dapat menggunakan tutur bahasa krama

inggil dengan baik). Siswa terbiasa menggunakan bahasa ngoko kasar, berbicara

kepada guru seperti sama teman, dan sulit memahami materi pembicaraan.

Hal ini tampak pada saat pembelajaran berlangsung, siswa bertanya

kepada guru tidak menggunakan bahasa krama inggil. Penyebab juga bisa dari

unsur orang tua dimana hampir 70% siswa tersebut Broken Home dikarenakan

banyak yang menjadi TKI di luar negeri. Sehingga dirumahpun siswa tidak ada

yang memberikan pelajaran Bahasa Daerah (krama Inggil). Hal ini menjadi acuan

untuk memperbaiki Tata krama di Sekolah Dasar. Dalam hal ini di SDN Nglames

I Kabupaten Madiun sehingga anak memiliki perbendaharaan kata yang banyak

dan pada akhirnya siswa memiliki tutur kata untuk mengungkapkan ide,pikiran,

dan pengalaman pribadi dengan baik. Selain itu, siswa diharapkan terbiasa

menggunakan bahasa Daerah dengan baik dan benar. Banyak upaya yang dapat

dilakukan untuk memperbaiki tata krama terutama dalam kemampuan berbicara.

Seperti halnya program berbahasa jawa krama inggil selama 1 bulan.

Mengingat begitu pentingnya kemampuan berbicara sebagai salah satu

kemampuan dalam mengungkapkan tutur kata serta masih rendahnya kemampuan

berbahasa siswa di SDN Nglames I Kabupaten Madiun perlu untuk melakukan

penelitian dengan mengambil judul “Upaya Peningkatan Tata Krama Siswa

dalam Berkomunikasi di SDN Nglames 1 melalui program 1 bulan berbahasa

Jawa”.

Page 4: BAB I1

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka secara umum

penulis merumuskan masalah penilitian sebagai berikut:“Bagaimanakah Upaya

meningkatkan Tata Krama Siswa dalam Berkomunikasi di SDN Nglames 1

melalui program 1 bulan berbahasa Jawa? Untuk memperjelas masalah, maka

permasalahan di atas dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan berikut:

1. Seberapa baik penggunaan bahasa jawa oleh siswa dalam kehidupan sehari –

hari?

2. Bagaimana sikap siswa terhadap program 1 bulan berbahasa jawa?

3. seberapa efektif penerapan 1 bulan berbahasa jawa pada siswa di SDN

Nglames 1?

C. Tujuan Penelitian

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :

1. Untuk mengetahui Seberapa baik penggunaan bahasa jawa oleh siswa dalam

kehidupan sehari – hari?

2. Untuk mengetahui sikap siswa terhadap program 1 bulan berbahasa jawa?

3. Mendeskripsikan seberapa efektif penerapan 1 bulan berbahasa jawa pada

siswa di SDN Nglames?

D. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

a. Guru Sekolah Dasar

1. Memberikan bagaimana cara berbicara dengan tutur kata yang baik dalam

bahasa daerah (krama inggil).

2. Sebagai bahan meningkatkan kemampuan cara komunikasi siswa untuk dapat

menghormati orang yang lebih tua

b. Siswa

1. Memberikan pengetahuan dan pengalaman kemampuan berbicara terhadap

orang yang lebih tua.

Page 5: BAB I1

2. Menumbuhkan motivasi, meningkatkan aktivitas, memupuk kreativitas serta

penuh inisiatif siswa dalam bergaul antara siswa-siswa, siswa-guru, siswa-

masyarakat.

c. Sekolah Dasar

1. Meningkatkan kualitas pengelolaan pembelajaran dalam rangka mencapai

tujuan pendidikan nasional.

2. Hasil penelitian, menjadi masukan bagi sekolah untuk menerapkan

penelitian tindakan sekolah dalam proses kominukasi.

E. Asumsi dasar

Asumsi dasar penelitian penulis susun seperti dibawah ini :

1. krama inggil adalah bahasa yang kental di jawa yang digunakan dalam

komunikasi dan untuk menghormati orang yang lebih tua.

2. semakin lama bahasa daerah terkikis oleh jaman.

3. Penerapan 1 bulan berbahasa jawa adalah upaya untuk meningkatkan

kemampuan berbicara siswa.

F. Hipotesis Tindakan

Hipotesis tindakan penulis susun seperti di bawah ini :

1. Jika Program 1 Bulan bahasa Jawa diterapkan di SDN Nglames 1 maka

kemampuan dalam berkomunikasi bahasa jawa siswa akan meningkat

G. Definisi Operasional

1. Kemampuan berbicara

Tarigan (1981:15) mengemukakan bahwa kemampuan berbicara adalah

kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk

mengekspresikan, mengatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan,dan

perasaan. Pendengar menerima informasi melalui rangkaian nada,tekanan,dan

penempatan persendian. Jika komunikasi berlangsung secara tatap muka ditambah

lagi dengan gerak tangan dan muka (mimik) pembicara.

Page 6: BAB I1

H. Metodologi Penelitian

1. Rancangan Penelitian

Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

deskriptif Penelitian Tindakan sekolah dengan pendekatan kualitatif. Tindakan

kelas adalah kajian yang bersifat reflektif atas tindakan guru yang dilakukan untuk

meningkatkan kualitas tindakan guna memperbaiki pembelajaran ( Dikbud :

1999 ). Rancangan penelitian yang digunakan mengacu pada model penelitian

tindakan sekolah yang dikemukakan oleh Elliot dalam Kasbolah (1997 / 1998)

bahwa, “pada dasarnya rancangan penelitian ini terdiri atas empat komponen.

Yaitu: rencana, tindakan, pengamatan (observasi), dan refleksi”.

Penelitian ini terdiri atas siklus yang beralur mulai dari

(1) perencanaan,

(2) tindakan,

(3) pengamatan (observasi), dan

(4) perefleksian yang bertujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran.

Dengan menggunakan metode penelitian ini diharapkan pembelajaran berbicara di

SDN Nglames 01 Kec. Madiun dapat ditingkatkan.

(1) Perencanaan

Pada tahap ini peneliti dan guru secara kolaboratif melakukan prencanaan

kegiatan antara lain:

a. Mencari solusi

b. Membuat Rencana pelaksanaan dengan guru

c. Menyusun metode dan alat perekam data berupa angket, catatan lapangan,

pedoman wawancara, dan pedoman pengamatan

(2) Tindakan

Tindakan dilakukan oleh peneliti atau guru. Dalam hal ini guru mencari problem

sendiri dan untuk dipecahkan sendiri melalui tindakan sekolah. Keterlibatan pihak

Page 7: BAB I1

lain dalam penelitian ini adalah pendukung tercapainya tindakan ini. Seperti peran

orang tua dan masyarakat utuk memberikan pembelajaran di luar sekolah. dalam

mencari dan mempertajam permasalahan-permasalahan yang dihadapi guru dan

siswa, jika layak dipecahkan melalui penelitian tindakan kelas. Jadi dalam

penelitian ini guru sebagai peneliti dan juga sebagai praktisi. Konsultasi terhadap

pelaksanaan tindakan, kendala-kendala yang dihadapi, serta kesempatan dan

peluang yang berkaitan dengan program 1 bulan berbahasa jawa. Data tersebut

selanjutnya dimanfaatkan sebagai bahan untuk melakukan refleksi.

(3) Observasi

Observasi dilakukan saat tindakan teknik bercerita dilaksanakan. Peneliti

melakukan pencatatan untuk mempermudah saat evaluasi terhadap tindakan

penerapan program 1 bulan berbahasa jawa dalam komunikasi siswa.

(4) Refleksi

Peneliti dan observer mendiskusikan hasil pengamatan kegiatan pelaksanaan

tindakan yang telah dilakukan. Materi diskusi melalui kegiatan:

a. Melakukan analisis tentang tindakan yang telah dilaksanakan

b. Mengulas dan menjelaskan perbedaan rencana dengan pelaksanaan tindakan

yang telah dilakukan

c. Melakukan interpretasi, pemaknaan, dan penyimpulan data yang diperoleh dan

selanjutnya dilihat relevensinya dengan teori serta rencana yang telah ditetapkan.

2. Pengumpulan Data

a. Observasi

b. Dokumentasi dan pencatatan lapangan

c. Data Refleksi

d. Data keterkaitan antara rencana, pelaksanaan dan evaluasi

3. Pengelolaan Data

a. Pengumpulan data

Page 8: BAB I1

b. Analisis

c. Penyajian data

d. Simpulan sementara

e. Simpulan akhir

Page 9: BAB I1

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kemampuan Berbicara

1. Kemampuan Berbicara sebagai Salah Satu Keterampilan Berbahasa

Keterampilan berbahasa (language skill) dikelompokkan oleh Nida dan Harris

(dalam Tarigan, 1998 : 1) menjadi empat komponen, yaitu :

a. Keterampilan menyimak ( listening skills )

b. Keterampilan berbicara ( speaking skills )

c. Keterampilan membaca ( reading skills )

d. Keterampilan menulis ( writing skills )

Keempat keterampilan berbahasa tersebut pada dasarnya merupakan satu

kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, artinya antara komponen yang satu dengan

komponen yang lainnya memiliki kaitan yang erat, saling mendukung, dan saling

menunjang. Oleh karena itu, keempat keterampilan berbahasa tersebut sering

disebut catur tunggal. Pemerolehan keterampilan berbahasa biasanya melalui

suatu urutan hubungan yang teratur, yaitu mula-mula pada waktu kecil kita belajar

menyimak, kemudian berbicara, sesudah itu kita belajar membaca dan terakhir

kita belajar menulis. Menyimak dan berbicara dipelajari sebelum memasuki

sekolah, sedangkan membaca dan menulis dipelajari sesudah memasuki sekolah.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan berbicara merupakan

salah satu komponen keterampilan berbahasa. Kemampuan berbicara ini

merupakan proses perubahan bentuk pikiran, perasaan atau ide yang mewujudkan

bunyi bahasa yang bermakna. Kemampuan berbicara merupakan keterampilan

yang produktif, terjadi secara langsung dan ekspresif.

2. Batasan Berbicara

Masing-masing pakar memiliki pengertian tentang berbicara berbeda-beda.

Tarigan ( 1998 : 5 ) mengatakan bahwa berbicara adalah kemampuan

mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan,

menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Batasan ini

diperluas sehingga berbicara merupakan sistem tanda-tanda yang dapat didengar

Page 10: BAB I1

(audible) dan yang dapat kelihatan (visible) yang memanfaatkan sejumlah otot

tubuh manusia demi maksud, tujuan-tujuan, gagasan atau ide-ide yang

dikombinasikan. Lebih luas lagi, berbicara merupakan bentuk prilaku manusia

yang memanfaatkan faktorfaktor fisik, psikologis, neurologis, semantik, dan

linguistik secara luas sehingga dapat dianggap sebagai alat manusia yang paling

penting bagi kontrol sosial. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dalam

kegiatan berbicara terjadi proses perubahan wujud pikiran atau perasaan menjadi

wujud ujaran atau bunyi bahasa yang bermakna. Berbicara bukan hanya

mengucap tanpa makna, melainkan berbicara sebagai kegiatan berbahasa,

yaitu menyampaikan pikiran atau perasaan kepada orang lain melalui ujaran atau

dengan bahasa lisan, berbicara merupakan suatu alat untuk mengkomunikasikan

gagasan, pikiran , ide yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan

si pendengar. Sementara Kartini ( dalam Yuanita, 1996 : 15 ) mengungkapkan

bahwa berbicara merupakan suatu peristiwa penyampaian maksud, gagasan, ide,

pikiran, perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan,

sehingga maksud tersebut dipahami oleh orang lain. Berbicara menurut

Kridalaksana adalah perbuatan yang menghasilkan bahasa untuk berkomunikasi

sebagai salah satu keterampilan dasar dalam berbahasa.

Menurut Ahmadi ( 1990 : 18 ) memberi pengertian sebagai suatu

keterampilan memproduksi arus sistem bunyi artikulasi untuk menyampaikan

kehendak, kebutuhan, perasaan, dan keinginan kepada orang lain. Kemudian

Badudu-Zain (1994 : 180) mengartikan berbicara dengan kata-kata, berpidato, dan

bercakap-cakap. Selanjutnya pengertian berbicara yang terdapat dalam speech

communication in the classroom ( dalam Yuanita, 1996 : 16 ) berbunyi “speech is

an activity wilst language is the structural pattern or system we use to convey our

messege in speech”. Sedangkan berbicara menurut Webster Third New

International Dictionary adalah “the factually of uttering articulate sound; the

power of speaking”. Mengacu pada beberapa pengertian berbicara yang

diungkapkan para ahli di atas, maka batasan-batasan yang dapat dijadikan

kerangka konsep berpikir dalam penelitian ini adalah pendapat Kartini yang

Page 11: BAB I1

mengungkapkan berbicara merupakan suatu peristiwa penyampaian maksud,

gagasan, ide, pikiran, perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan

bahasa lisan, sehingga maksud tersebut dipahami oleh orang lain.

3. Tujuan Berbicara

Tujuan utama berbicara adalah berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan

pikiran secara efektif maka seyogyanya si pembicara memahami makna segala

sesuatu yang ingin dikomunikasikannya, dia harus mampu mengevaluasi efek

komunikasinya terhadap para pendengarnya, dan dia harus mengetahui prinsip-

prinsip yang mendasari segala situasi pembicaraan, baik secara umum maupun

perorangan. Ochs dan Winker (dalam Tarigan, 1998 : 16) serta Keraf (1989 :

320) mengatakan bahwa pada dasarnya berbicara mempunyai tiga tujuan

umum sebagai berikut :

a. Memberitahukan, melaporkan ( to inform )

Bila pembicara ingin memberitahukan atau menyampaikan sesuatu kepada

pendengar agar mereka dapat mengerti tentang suatu hal, atau memperluas

bidang pengetahuan mereka, maka tujuan pembicaraan tersebut adalah

memberitahukan. Reaksi yang diinginkan dari jenis uraian ini adalah agar

pendengar mendapat pengertian yang tepat, menambah pengetahuan mereka

tentang hal-hal yang kurang atau belum diketahuinya. Berbicara untuk

melaporkan atau memberi informasi (informative speaking) dilaksanakan jika

seseorang berkeinginan untuk :

1) Memberi atau menanamkan pengetahuan,

2) Menetapakan atau menentukan hubungan antara benda-benda,

3) Menginterpretasikan atau menafsirkan suatu persetujuan ataupun menguraikan

suatu tulisan

( Tarigan,1998:27 ). Semua hal tersebut merupakan situasi-situasi

informativ karena masing-masing ingin membuat pengertian-pengertian menjadi

jelas. Jenis atau sifat uraian ini adalah Instruktif atau komposisi yang

mengandung ajaran (Keraf, 1989 : 322)

Page 12: BAB I1

.

b. Menjamu, menghibur ( to entertain )

Bila pembicara bermaksud menghibur atau menyenangkan atau menimbulkan

suasana gembira pada suatu pertemuan atau jamuan, maka tujuan pembicaraan

tersebut adalah menghibur. Pembicaraan, khususnya bercerita semacam ini

biasanya ditemukan ketika orang tua akan menidurkan anaknya, seorang nenek

menceritakan pengalaman masa lalunya kepada cucu-cucunya, dan pertemuan

gembira lainnya. Kesegaran dan originalitas memainkan peranan yang sangat

penting. Humor

merupakan alat yang sangat penting dalam penyajian semacam ini. Reaksi

yang diharapkan adalah menimbulkan minat dan kegembiraan hati pendengarnya.

Jenis dan uraian ini adalah rekreatif, atau menimbulkan kegembiraan dan

kesenangan pendengarnya.

c. Membujuk, mengajak, mendesak atau meyakinkan ( to persuade )

Menurut Tarigan ( 1998 : 31 ), Aristoteles pernah mengatakan bahwa

“persuasi (bujukan,desakan,peyakinan) adalah seni penanaman alasan-alasan atau

motif-motif yang menuntun ke arah tindakan bebas yang konsekuensi”. Persuasi

merupakan tujuan kalau kita menginginkan tindakan atau aksi. Pembicaraan yang

besifat persuasi disampaikan kepada pendengar bila kita menginginkan

penampilan suatu tindakan atau pengajaran suatu bagian dari suatu tindakan.

Berkaitan dengan hal ini, Keraf (1989 : 321 ) mengatakan bahwa bila

pembicara berusaha untuk mempengaruhi keyakinan atau sikap mental atau

intelektual pendengar, maka pembicaraan ini bertujuan untuk meyakinkan. Pada

umumnya bercerita yang disampaikan mengandung tujuan dan alat yang esensial

dari komposisi lisan semacam ini adalah narasi, karena itu komposisi semacam ini

biasanya disertai bukti-bukti atau fakta-fakta yang kongkret atau bahkan juga bisa

berupa ilustrasi saja. Dengan demikian reaksi yang diharapkan dari pendengar

adalah timbulnya kesesuaian cerita.

Berdasarkan kajian yang telah dilakukan terhadap tujuan berbicara

Page 13: BAB I1

di atas, maka dalam penelitian ini yang akan digunakan yaitu memberitahukan,

meyakinkan, dan bahkan menyenangkan.

4. Ciri Khusus Berbicara

Berbicara memiliki beberapa ciri-ciri khusus,Soedirman (dalam Yunita,1996: 50)

mengemukakan tujuh macam ciri khusus dalam berbicara. Ciri-ciri tersebut

adalah :

a. Bertujuan

Kegiatan berbicara membawa seseorang untuk mencapai tujuannya.

Dengan berbicara dapat dicapai tujuan yang telah direncanakan siswa, seperti

memberitahukan, membujuk, meyakinkan, dan menyenangkan.

b. Bersifat interaktif

Kegiatan berbicara bersifat interaktif. Artinya kegiatan berbicara itu tidak

hanya mengisyaratkan hadirnya pembicara dan pendengar saja, melainkan

diperlukan adanya dialog, tanya jawab, interaksi atau saling menanggapi antara

kedua belah pihak selama proses komunikasi berlangsung.

c. Kesementaraan

Proses komunikasi atau kegiatan berbicara ini bersifat sementara, artinya

komunikasi tersebut hanya berlangsung selama proses berbicara atau proses

komunikasi itu terjadi. Seudah itu tidak dapat ditemukan dan diulang lagi,

pengulangan sebuah proses komunikasi atau berbicara selalu tidak akan sama

dengan aslinya, sedangkan yang bersifat nonsuara, seperti gerak-gerik, mimik

tidak mungkin masuk ke dalam rekaman atau kaset. Disinilah letak

kesementaraannya.

d. Terjadi dalam bingkai khusus

Soedirman ( dalam Yunita, 1996 : 22 ) mengatakan bahwa bingkai khusus

berbicara terdiri dari empat macam. Keempat macam bingkai khusus tersebut

adalah :

Page 14: BAB I1

1) komunikasi hanya terjadi dalam waktu tertentu,

2) komunikasi mengambil tempat tertentu,

3) komunikasi selalu mengambil topik tertentu, dan

4) kedua belah pihak dalam keadaan siap.

Kegiatan berbicara ini umumnya dilakukan pada saat-saat tertentu, artinya

kegiatan berbicara selalu memilih wadah tertentu dan tidak bersifat setiap saat.

Memilih wadah tertentu maksudnya memerlukan halhal seperti tempat,waktu, dan

topik.

e. Alfa tanda baca

Dalam kegiatan berbicara, tanda baca tidak begitu dihiraukan seperti halnya dalam

menulis. Hal ini disebabkan karena tanda baca bukanlah tanda bunyi, oleh karena

itu tidak diucapkan oleh pembicara. Dengan demikian, dalam komunikasi lisan

banyak terjadi pengulangan kata-kata yang bersifat menekankan, mengulang, dan

menanyakan. Ciriciri khusus ini ditandai dengan adanya pemakaian aksen dan

intonasi, banyaknya kalimat yang panjang, struktur kalimat yang panjang, dan

adanya penyimpangan kaidah bahasa.

f. Kata-kata terbatas

Selama pembicaraan berlangsung, terjadinya penggunaan katakata yang

terbatas sering terjadi dan sukar dihindari. Hal ini disebabkan tidak adanya waktu

bagi pembicara untuk memilih kata-kata. Di samping itu,tuntutan spontanitas

diharapkan oleh pendengarnya, akibatnya sering kita temukan pemakaian kata

atau frase tertentu dengan frekuensi pemakian yang sama. Beberapa hal yang

menyebabkan keterbatasan ini adalah waktu yang sangat terbatas dan lawan bicara

yang langsung berhadapan. Memilih kata-kata berarti menghambat kelancaran

komunikasi dan banyak waktu yang terbuang, akhirnya kata-kata tertentu

memiliki frekuensi yang cukup besar.

g. Pengalaman

Page 15: BAB I1

Pengalaman yang dimiliki seorang pembicara akan menentukan mahir

tidaknya seorang pembicara di muka umum. Makin banyak variasi pengalaman

yang dimiliki pembicara tersebut, makin banyak pula variasi berbicara yang

dimilikinya. Karena itu, orang yang kurang berpengalaman dalam berbicara di

muka umum akan mengalami kesukaran bila terpaksa harus terlibat di dalam

kegiatan berbicara tersebut.

5. Metode Penyajian Berbicara

Maksud dan tujuan pembicaraan, kesempatan, pendengar, ataupun waktu

untuk persiapan dapat menentukan metode penyajian atau pembicara sendiri dapat

menentukan yang terbaik dari empat metode yang mungkin dipilih, yaitu :

1) metode penyampaian secara mendadak,

2) metode ekstemporan (penyampaian tanpa persiapan naskah),

3) metode naskah, dan

4) metode menghafal atau penyampaian dari ingatan

( Keraf 1989: 316; Tarigan 1998 : 24). Beberapa metode-metode di atas dapat

digabungkan untuk mencapai hasil yang lebih baik dan yang paling sering

dilakukan adalah penggabungan antara metode naskah dengan metode

ekstemporan. Pembicara menyiapkan uraiannya secara mendalam dan terperinci

dengan menyiapkan sebuah naskah tertulis, namun ia tidak membaca seluruh

naskah itu karena menguasai bahan dalam naskah itu. Pembicara akan berbicara

secara bebas, sedangkan naskah itu hanya dipakai untuk membantunya dalam

urutan-urutan gagasan yang akan dikemukakan.

Pentingnya Tata Krama

Tata krama atau adat sopan santun atau yang biasa disebut etiket telah

menjadi bahan dalam hidup kita, ia telah menjadi persyaratan dalam hidup

sehari-hari, malahan menjadi meningkat dan sangat berperan untuk

memudahkan manusia diterima di masyarakatnya. Pada waktu anda masih

kanak-kanak, secara tidak sadar orang tua anda telah melatih anda agar

menerima pemberian orang dengan tangan kanan,lalu mengucapkan terima

Page 16: BAB I1

kasih.

Tata krama adalah kebiasaan. Kebiasaan ini merupakan tata cara yang

lahir dalam hubungan antar manusia. Kebiasaan ini muncul karena adanya aksi

dan reaksi dalam pergaulan. Sebagai contoh, kalau orang indonesia setuju

dengan apa yang dikemukakan ia akan mengangguk- anggukan kepalanya.

Sebaliknya di negeri lain ada yang menyatakan setuju dengan menggeleng-

gelengkan kepalanya.

Orang tua anda juga melatih anda cara makan,minum, menyapa,

memberi hormat, berbicara, berpakaian, dan bersikap jika ada tamu yang

datang kerumah anda. Lama kelamaan prilaku anda terbentuk menjadi suatu

kebiasaan, tanpa memikirkan mengapa anda harus bertindak seperti yang

demikian.

 

Tata krama yang semula berlaku dalam lingkungan terbatas, lama

kelamaan dapat merambat kelingkungan masyarakat yang lebih luas. Banyak

manusia yang memiliki jenis manusia tipe durian, yaitu orang yang

penampilannya tidak menarik, kasar, dan tidak mengundang simpati, namun

berhati emas. Hatinya diliputi sifat-sifat terpuji, seperti rendah hati, suka

memaafkan, suka menolong, dan menghargai orang, serta tidak menyakiti

orang lain. Manusia tipe kedong-dong akan dijauhi orang setelah merasakan

betapa asam sifat-sifatnya.

Di sinilah letak betapa pentingnya tata krama. Orang yang mengenal

dan menerapkannya akan melahirkan penampilan yang menarik seperti kulit

kedongdong,dan perhatian itu tepancar dari hati seperti isi durian.

Pengertian Tata Krama

Menurut pemaparan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa

Pengertian Tata krama adalah kebiasaan sopan santun yang disepakati dalam

lingkungan pergaulan antar manusia setempat. Tata krama terdiri atas tata dan

Page 17: BAB I1

krama. Tata berarti adat, aturan , norma, peraturan. Krama berarti sopan

santun, kelakuan tindakan, perbuatan. Dengan demikian, tata krama berarti

adab sopan santun, kebiasaan sopan santun, atau sopan santun.

Tata krama adalah tata cara atau aturan turun-temurun yang

berkembang dalam suatu budaya masyarakat yang mengatur pergaulan antar

individu maupun kelompok untuk saling pengertian, hormat-menghormati

menurut adat yang berlaku. Tata krama mengandung nilai-nilai yang berlaku

pada daerah setempat. Oleh karena itu tata krama suku bangsa yang satu tentu

berbeda dengan suku bangsa yang lain. Tata krama, etika, atau sopan santun

yang dimiliki oleh suku bangsa Jawa tidak terlepas dari sifat-sifat halus dan

kasar. Tata krama suku bangsa Jawa terlihat dalam etiketnya meliputi banyak

segi seperti unggah-ungguh, suba sita dan lain-lain, kesemuanya mencakup

hubungan selengkapnya antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan

sesamanya dan manusia dengan alam sekitarnya.

Tata krama antara manusia dengan sesamanya dibedakan antara yang

muda dengan yang tua (anak-orang tuaa, kakak-adik, murid-guru), atasan

dengan bawahan, dengan yang sebaya dan sebagainya. Adanya

pengelompokan tatanan dalam berinteraksi tersebut mengharuskan manusia

Jawa untuk berperilaku atau berbicara dengan melihat posisi, peran serta

kedudukan dirinya dan posisi lawan.

Tata krama suku bangsa Jawa tidak hanya tampak pada tatanan bahasa

yang digunakan, tetapi juga pada gerakan tubuh atau badan. Dari isyarat

gerakan tubuh maupun tatanan bahasa yang digunakan dapat diketahui dengan

siapa seseorang berhadapan. Tata krama yang sangat menonjol pada keluarga

Jawa adalah tata krama dalam percakapan sehari-hari dan bahasa yang

digunakan. Berbahasa Jawa krama / halus adalah pernyataan menghargai atau

menghormati kepada orang yang diajak bicara, yang juga tampak dalam sikap

dan tingkah laku, raut muka dan sebagainya. Berbagai tata krama Jawa

Page 18: BAB I1

diajarkan sejak anak masih kecil, dengan harapan bisa menggunakan tata

krama tersebut di mana pun dan kapan pun. Tentu saja penggunaannya

disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada.

Di dalam masayarakat berbagai unsur misal kebiasaan, adat istiadat

dan norma-norma yang berlaku turut menentukan perilaku seseorang. Di

dalam masyarakat kadang seorang anak mendapat pengaruh yang sangat besar.

Sebab di dalam masyarakat bertemu berbagai lapisan masyarakat yang sangat

beragam dengan latar belakang sosial budaya yang beragam pula. Seseorang

yang melanggar tata krama akan mendapatkan sangsi dari yang ringan sampai

yang berat tergantung tata krama yang dilanggarnya.

Bagi masyarakat Jawa tata krama berfungsi sebagai kontrol sosial dan

lebih ditekankan sebagai bentuk penghormatan kepada yang lebih tua. Sikap

ini karena pada dasarnya sangat sangat berhubungan dengan prinsip hidup

orang Jawa yang selalu berpijak pada sikap hormat dan rukun. Sikap tersebut

bertujuan untuk menciptakan suatu keselarasan, keharmonisan dan

menjauhkan dari timbulnya konflik /pertentangan.

Tata krama Jawa sesuai dengan perkembangan jaman juga mengalami

perubahan atau bergeser, terutama tata krama yang berkaitan dengan

berbicara, mengeluarkan pendapat, tata cara makan dan minum serta cara

bertegur sapa. Sekarang terdapat kecenderungan pemakaian bahasa Jawa halus

mulai berkurang, sebagai pengganti bahasa Jawa ngoko atau bahkan bahasa

Indonesia. Dalam hal mengemukakan pendapat sekarang lebih terbuka, apa

adanya sebatas tidak menyinggung orang lain. Tata cara bertegur sapa lebih

bersifat santai, tidak terlalu banyak basa-basi dan berbicara langsung pada

pokok persoalan.

Agar tata krama di kalangan generasi muda tetap terjaga dengan baik

maka orang tua, guru atau yang dituakan harus selalu menanamkan nilai-nilai

tata krama tersebut di samping memberi contoh langsung

Page 19: BAB I1
Page 20: BAB I1

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan dan Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini adalah rancangan penelitian tindakan kelas. Hal

ini sesuai dengan ciri-ciri atau karakteristik penelitian tindakan kelas “masalah

penelitian tindakan kelas berasal dari permasalahan yang timbul dalam kegiatan

pembelajaran sehari-hari yang dihadapi guru” (Kasbolah dalam

Suyanto,1997/1998:23). Penelitian tindakan kelas lebih dikenal dengan nama

yang popular yaitu practical inquiry, karena jenis penelitian ini mengacu pada

“apa yang dilakukan guru untuk memperbaiki proses pengajaran yang menjadi

tanggung jawabnya” (Depdikbud, 1996/1997 b:4). “Penelitian tindakan kelas

adalah penelitian tindakan bidang pendidikan yang dilaksanakan dalam kawasan

sebuah kelas tempat guru melaksanakan tugasnya, yang bertujuan memperbaiki

pembelajaran di kelas” Suyanto dalam Kasbolah,1997/1998). Selanjutnya definisi

dari penelitian tindakan kelas dikemukakan oleh (Kasbolah, dalam Kemmis dan

Car 1986) bahwa penelitian tindakan merupakan bentuk penelitian yang bersifat

reflektif yang dilakukan oleh pelaku dalam masyarakat sosial dan bertujuan untuk

memperbaiki pekerjaannya, memahami pekerjaan ini, serta situasi dimana

pekerjaan ini dilakukan. Lebih lanjut bahwa cara terbaik untuk memajukan orang

adalah dengan melibatkan mereka dalam penelitian mereka sendiri dan yang ada

dalam kehidupan mereka. Tujuan dari penelitian tindakan kelas adalah untuk

meningkatkan

(1) kualitas praktik pembelajaran di sekolah,

(2) relevensi pendidikan,

(3) mutu hasil pendidikan, dan

(4) efisiensi pengelolaan pendidikan. (Suyanto, 1997; Hasan, Sukaryana,

Wahjoedi, 1997 dalam Kasbolah 1997/1998 : 32). Oleh karena itu, fokus

penelitian tindakan kelas ini berupa tindakan alternatif yang akan digunakan untuk

memecahkan persoalan di kelas sehingga tujuan dapat tercapai. Tindakan

alternatif yang sudah direncanakan, dicobakan dan selanjutnya dievaluasikan

Page 21: BAB I1

apakah tindakan-tindakan alternatif ini dapat igunakan untuk memecahkan

masalah pembelajaran yang sedang dihadapi oleh guru atau kemungkinan tidak.

Bentuk penelitian tindakan kelas yang penulis gunakan adalah penelitian tindakan

kelas yang bersifat guru sebagai peneliti. Hal ini sesuai dengan pendapat

Kasbolah, yang menyatakan bahwa : Bentuk tindakan kelas yang memandang

guru sebagai peneliti memiliki ciri penting, yaitu sangat berperannya guru itu

sendiri dalam proses penelitian tindakan kelas. Dalam bentuk ini tujuan utama

penelitian tindakan kelas ialah untuk meningkatkan praktek-praktek pembelajaran

di kelas tempat guru terlibat secara penuh dalam proses perencanaan, tindakan,

observasi, dan refleksi (Kasbolah, 1997/1998 : 122).

Penulis mengambil bentuk penelitian ini, karena penelitian tindakan guru sebagai

peneliti merupakan bentuk penelitian tindakan kelas yang memandang guru

sebagai peneliti dan memiliki ciri yang penting yaitu berperannya guru itu sendiri

dalam proses penelitian tindakan kelas. Dalam hal ini guru mencari masalah

sendiri dan untuk dipecahkan sendiri melalui penelitian tindakan kelas. Jika

peneliti melibatkan pihak lain, maka peranannya bersifat membantu. Keterlibatan

pihak lain hanya bersifat tempat konsultasi atau konsultatif dalam mencari dan

memperjelas permasalahanpermasalahan yang dihadapi guru, jika layak

dipecahkan melalui penelitian tindakan kelas. Dalam penelitian ini dapat dianggap

guru sebagai peneliti dan juga sebagai pelaksana.

B. Tahap-tahap Penelitian

Dalam tahap-tahap penelitian terdiri dari dua tahap, yaitu tahap studi pendahuluan

dan tahap pelaksanaan penelitian meliputi perencanaan tindakan, pelaksanaan

tindakan, observasi dan refleksi.

1. Tahap Studi Pendahuluan

penulis merumuskan masalahmasalah tersebut ke dalam pertanyaan

penelitian. Rumusan masalah disusun berdasarkan penemuan masalah-masalah,

kemudian penulis menguraikan tujuan penelitian berdasarkan rumusan masalah

yang telah diuraikan.

Page 22: BAB I1

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Pada pelaksanaan penelitian ini, model penelitian tindakan kelas yang

digunakan adalah model siklus secara berulang dan berkelanjutan (spiral) yang

berarti semakin lama diharapkan semakin meningkatkan perubahan atau

pencapaian hasil yang lebih baik. Penelitian dilakukan melalui empat langkah,

yakni :

a. Merencanakan tindakan berdasarkan masalah yang dirumuskan,

b. Observasi dilakukan saat tindakan teknik bercerita dilaksanakan.

c. Refleksi yang dilakukan penulis dan guru yaitu mengevaluasi tindakan yang

dilakukan dan menetapkan kemajuan atau perubahan dalam kemampuan berbicara

siswa.

d. Revisi dilakukan setelah penulis dan guru melakukan refleksi. Refleksi I

Pelaksanaan Tindakan, Refleksi II Pelaksanaan Tindakan

penelitian.

Siklus I

Siklus pertama dalam PTK terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan,

dan refleksi sebagai berikut :

1. Perencanaan (Planing)

Merumuskan masalah yang timbul

Peneliti dan guru melakukan analisis kurikulum untuk mengetahui kompetensi

dasar yang akan disampaikan kepada siswa dengan menggunakan teknik bercerita

Membuat Rencana Pelaksanaan

Membuat media pembelajaran

Menbuat instrumen yang digunakan dalam siklus PTK

Menyusun alat evaluasi pembelajaran

2. Pelaksanaan (Acting)

Page 23: BAB I1

Pelaksanaan ini meliputi kegiatan melaksanakan proses pembelajaran yang telah

disusun termasuk melakukan tindakan-tindakan yang dianggap perlu diantaranya:

Menyajikan materi pembelajaran sesuai RPP yang telah disusun

Peneliti membimbing selama pembelajaran berlangsung

Siswa diberi kesempatan untuk menceritakan pengalaman pribadi

Siswa diberi kesempatan untuk memberi tanggapan terhadap cerita

Temannya

3. Pengamatan (Observing)

Pengamatan ini meliputi kegiatan-kegiatan terdiri atas:

Menghimpun temuan dan masukan yang diperoleh selama proses kegiatan

penelitian, baik temuan dari siswa

Keaktifan siswa dalam kegiatan belajar mengajar tentang bercerita

Kemampuan siswa dalam berbicara saat bercerita dan memberi tanggapan

Merencanakan kembali tindakan-tindakan yang akan dilakukan dalam mencapai

tujuan penelitian yang diharapkan

4. Refleksi (Reflecting)

Penelitian ini berhasil jika memenuhi beberapa syarat sebagai berikut :

Sebagian besar siswa berani dan mampu bercerita (menceritakan pengalaman

pribadi) secara urut

Sebagian besar siswa berani memberi tanggapan terhadap cerita teman

Sebagian besar siswa dapat tampil berbicara dengan baik dan benar serta penuh

percaya diri

Membuat perencanaan baru untuk melakukan tindakan berikutnya

Siklus II

Siklus kedua dilaksanakan jika pada siklus pertama masih kurang atau perlu

perbaikan tindakan. Penelitian ini mengkaji lebih lanjut komponen pembelajaran

yang telah disusun sesuai hasil evaluasi dari siklus pertama selanjutnya merevisi

komponen-komponen pembelajaran tersebut sesuai dengan keperluan.Untuk itu,

Page 24: BAB I1

dilakukan tahapan yang sama dengan siklus pertama, yaitu perencanaan,

pelaksanaan, observasi, dan refleksi.

1. Perencanaan (Planing)

Peneliti membuat rencana pembelajaran berdasarkan hasil refleksi pada siklus 1

(satu)

2. Pelaksanaan (Acting)

Peneliti melaksanakan pembelajaran kegiatan bercerita berdasarkan rencana

pembelajaran hasil refleksi pada siklus 1

3. Pengamatan (Observing)

Peneliti bersama observer melakukan pengamatan terhadap aktifitas

pembelajaran dengan menggunakan teknik bercerita

4. Refleksi (Reflecting)

Mewawancarai sejumlah siswa untuk memperoleh informasi hasil belajar

melalui teknik bercerita (story telling) untuk meningkatkan kemampuan berbicara

Melakukan tes tentang kemampuan berbicara melalui teknik bercerita

Peneliti bersama observer melakukan refleksi terhadap siklus 2

Page 25: BAB I1

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Mukhsin. (1990). Strategi Belajar-Mengajar, Keterampilan Berbahasadan Apresiasi Sastra. Malang: YA3.

Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi RevisiIV. Jakarta : Rineka Cipta.

BSNP. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Dasar. Jakarta : Depdiknas.

Kasbolah, K. (1999). Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Jakarta : ProyekPendidikan Guru Sekolah Dasar, Dirjen Dikti, Depdikbud.

Keraf, Gorys. (1989). Komposisi (Sebuah Pengantar Kemahiran berbicara).Flores : Nusa Indah.

Moeslichatoen. R. (1996). Metode Bercerita Untuk Anak Usia Dini. Jakarta : Depdiknas.

Moleong, Lexy J. (1999). Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung : RemajaRosdakarya.

Nurlaily, dkk.(2010). Penerapan Strategi Pembelajaran Melalui Bercerita Dengan Pendekatan Konstruktivik. Mata Kuliah Strategi Pembelajaran anak Usia Dini. Pendidikan Prasekolah dan Sekolah Dasar. Fakultas Ilmu Pandidikan. Universitas Negeri Yogyakarta. [Online]. Tersedia : http:/…/ himapauduny. Blogdrive.com/archive/1.html [20 Mei 2011].

Susilawani, D.(2009). Selusin Manfaat Bercerita. [Online]. Tersedia: ruangbacadesri. web.id/posts/…/selusin_manfaat_bercerita. [20 Mei 2011].

Tarigan, H.G. (1998). Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.Bandung: Angkasa.

Wiriaatmadja, R. (2006). Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung : remaja.