BAB I-V

35
perumahan dan permukiman | 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumahan dan permukiman selain merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, juga mempunyai fungsi yang sangat strategis dalam perannya sebagai pusat pendidikan keluarga, persemaian budaya, dan peningkatan kualitas generasi yang akan datang, serta merupakan pengejawantahan jati diri. Terwujudnya kesejahteraan rakyat dapat ditandai dengan meningkatnya kualitas kehidupan yang layak dan bermartabat, antara lain melalui pemenuhan kebutuhan papannya. Dengan demikian upaya menempatkan bidang perumahan dan permukiman sebagai salah satu sektor prioritas dalam pembangunan manusia Indonesia yang seutuhnya adalah sangat strategis. Perumahan dan permukiman merupakan hak dasar bagi setiap Warga Negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 H ayat (1) bahwa: setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Selanjutnya Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pasal 40 menegaskan bahwa setiap orang berhak untuk bertempat tinggal serta berkehidupan yang layak. Sebagai hak dasar yang fundamental dan sekaligus menjadi prasyarat bagi setiap orang untuk bertahan hidup dan menikmati kehidupan yang bermartabat, damai, aman dan nyaman maka penyediaan perumahan dan permukiman yang memenuhi prinsip- prinsip layak dan terjangkau bagi semua orang telah menjadi komitmen global sebagaimana dituangkan dalam Habitat Agenda (The Habitat Agenda, Istanbul Declaration on Human Settlements) dan Undang Undang No. 1 tahun 2011. Untuk itu, Pemerintah bertanggung jawab untuk membantu masyarakat agar dapat bertempat tinggal serta melindungi dan meningkatkan kualitas permukiman dan lingkungannya. Persoalan perumahan dan permukiman di Indonesia sesungguhnya tidak terlepas dari dinamika yang terjadi dalam kehidupan masyarakat maupun kebijakan pemerintah di dalam mengelola perumahan dan permukiman.Dari pernyataan-pernyataan di atas, untuk mengetahui sejauh mana implementasi kebijakan-kebijakan tersebut, maka perlu dilakukan identifikasi perwujudan Habitat Agenda dan UU No. 1 tahun 2011. Identifikasi ini mengambil objek studi Kelurahan Embong Kaliasin, Kecamatan Genteng, Surabaya Pusat.

Transcript of BAB I-V

Page 1: BAB I-V

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perumahan dan permukiman selain merupakan salah satu kebutuhan dasar

manusia, juga mempunyai fungsi yang sangat strategis dalam perannya sebagai pusat

pendidikan keluarga, persemaian budaya, dan peningkatan kualitas generasi yang akan

datang, serta merupakan pengejawantahan jati diri. Terwujudnya kesejahteraan rakyat

dapat ditandai dengan meningkatnya kualitas kehidupan yang layak dan bermartabat,

antara lain melalui pemenuhan kebutuhan papannya. Dengan demikian upaya

menempatkan bidang perumahan dan permukiman sebagai salah satu sektor prioritas

dalam pembangunan manusia Indonesia yang seutuhnya adalah sangat strategis.

Perumahan dan permukiman merupakan hak dasar bagi setiap Warga Negara

Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 H ayat (1) bahwa: setiap orang berhak hidup sejahtera

lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat

serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Selanjutnya Undang-Undang Nomor 39

tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pasal 40 menegaskan bahwa setiap orang berhak

untuk bertempat tinggal serta berkehidupan yang layak.

Sebagai hak dasar yang fundamental dan sekaligus menjadi prasyarat bagi setiap

orang untuk bertahan hidup dan menikmati kehidupan yang bermartabat, damai, aman

dan nyaman maka penyediaan perumahan dan permukiman yang memenuhi prinsip-

prinsip layak dan terjangkau bagi semua orang telah menjadi komitmen global

sebagaimana dituangkan dalam Habitat Agenda (The Habitat Agenda, Istanbul

Declaration on Human Settlements) dan Undang Undang No. 1 tahun 2011. Untuk itu,

Pemerintah bertanggung jawab untuk membantu masyarakat agar dapat bertempat

tinggal serta melindungi dan meningkatkan kualitas permukiman dan lingkungannya.

Persoalan perumahan dan permukiman di Indonesia sesungguhnya tidak terlepas

dari dinamika yang terjadi dalam kehidupan masyarakat maupun kebijakan pemerintah di

dalam mengelola perumahan dan permukiman.Dari pernyataan-pernyataan di atas, untuk

mengetahui sejauh mana implementasi kebijakan-kebijakan tersebut, maka perlu

dilakukan identifikasi perwujudan Habitat Agenda dan UU No. 1 tahun 2011. Identifikasi

ini mengambil objek studi Kelurahan Embong Kaliasin, Kecamatan Genteng, Surabaya

Pusat.

Page 2: BAB I-V

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 2

1.2. Tujuan dan Sasaran Penulisan

Penulisan paper ini secara umum bertujuan untuk mengetahui penerapan kebijakan

Habitat Agenda dan UU No. 1 tahun 2011 dalam perkembangan permukiman di Kelurahan

Embong Kaliasin. Adapun sasaran penulisan yang ingin dicapai, yaitu :

1. Memberikan gambaran umum eksisting permukiman di Kelurahan Embong Kaliasin,

Kecamatan Genteng

2. Memberikan review perwujudan habitat agenda dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun

2011 Tentang Perumahan dan Permukiman dalam perkembangan permukiman di

Kelurahan Embong Kaliasin, Kecamatan Genteng

3. Mengidentifikasi permasalahan perwujudan habitat agenda dan Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman dalam perkembangan

permukiman di Kelurahan Embong Kaliasin, Kecamatan Genteng

4. Mengevaluasi perwujudan habitat agenda dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011

Tentang Perumahan dan Permukiman di Kelurahan Embong Kaliasin, Kecamatan

Genteng

1.3 Manfaat Penulisan

Diharapkan beberapa manfaat dari penyusunan paper ini adalah :

1. Menambah wacana dan informasi mengenai kondisi permukiman di Kelurahan

Embong Kaliasin, Kecamatan Genteng

2. Menambah wacana dan informasi mengenai penerapan habitat agenda dan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman

dalam perkembangan permukiman di Kelurahan Embong Kaliasin, Kecamatan

Genteng

1.4 Sistematika Penulisan

Adapun penyusunan makalah ini akan dibahas sesuai dengan sistematika

pembahasan yang disajikan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang, maksud dan tujuan pembuatan tugas, serta

sistematika pelaporan dalam mengidentifikasi perwujudan habitat agenda dan Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman dalam

perkembangan permukiman.

BAB II REVIEW LITERATUR, PERATURAN, KEBIJAKAN DAN PROGRAM

Bab ini menguraikan tentang teori-teori yang berkaitan dengan judul paper terdiri

atas review Habitat Agenda/ United Nations Human Settlements Programme (UN-Habitat)

dan review Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman.

Page 3: BAB I-V

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 3

BAB III GAMBARAN UMUM PERMUKIMAN

Bab ini mendeskripsikan kondisi eksiting keadaan permukiman. Deskripsi dapat

berasal dari pengamatan secara langsung melalui survey lapangan dan survey literature.

BAB IV PERMASALAHAN DAN KAJIAN KRITIS

Bab ini berisi identifikasi permasalahan permukiman menurut Habitat Agenda dan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman dan analisis

terkait permasalahan yang terjadi. Analisis yang dilakukan menyangkut perbandingan

antara kondisi lapangan dan standar yang berlaku dalam Habitat Agenda dan Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman.

BAB V KESIMPULAN

Bab ini berisi tentang kesimpulan yang dapat diambil dari analisis. Bab ini juga berisi

saran dan masukan untuk menembah dan memperbaiki kondisi yang ada agar sesuai

dengan standardisasi peraturan yang ada.

Page 4: BAB I-V

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 4

BAB II

REVIEW LITERATUR, PERATURAN, KEBIJAKAN DAN PROGRAM

2.1 Review Literatur

Banyak kota masih belum mampu menangani kebutuhan dan tuntutan penduduk

dan tidak siap dengan meningkatnya jumlah penduduk yang begitu pesat, yang akan

membawa dampak pada kebutuhan perumahan, infastruktur, penggunaan energi, jasa

pelayanan, kapasitas institusi, sumberdaya dan kebijakan perkotaan. Bila kota tidak dapat

menampung pertumbuhan tersebut maka dikhawatirkan akan terjadi urbanisasi

kemiskinan. Di samping itu bagaimana kita hidup sehari-hari akan berdampak pada

lingkungan dan kapasitasnya untuk mendukung kehidupan sekarang maupun di masa

mendatang.

Hal-hal ini menjadi kekhawatiran para pemimpin dunia dalam Konferensi Kota tahun

1996 di Istanbul, Turki (dikenal sebagai Habitat II). Dua tema yang diangkat dalam

Habitat II dan juga menjadi tujuan dari Habitat Agenda adalah ‘Hunian yang Layak bagi

Semua’ (Adequate Shelter for All) dan ‘Permukiman yang Berkelanjutan dalam Dunia yang

Semakin Mengkota’ (Sustainable Human Settlements in an Urbanizing World). Hunian

yang layak penting untuk kesejahteraan manusia, baik dari segi fisik, fisiologis, sosial dan

ekonomi. Sementara pembangunan berkelanjutan membutuhkan pembangunan sosial-

ekonomi dan perlindungan lingkungan.

Habitat Agenda adalah aksi global dan kerangka kerja yang diharapkan dapat

mendorong masyarakat dunia untuk bertanggung-jawab dalam mempromosikan dan

menciptakan permukiman yang berkelanjutan (UN Habitat-1996). Dengan mengadopsi

Habitat Agenda, maka setiap negara juga mengadopsi kedua tema yang menjadi tujuan

Habitat Agenda, serta mempunyai komitmen untuk melaksanakan Habitat Agenda dalam

rangka mencapai kedua tujuan tersebut. Hal ini menurut Konferensi Habitat II, sangat

tergantung pada kemitraan antara berbagai pemangku kepentingan, antar negara

maupun di dalam negara masing-masing, baik antar pemerintah, LSM, swasta, organisasi

masyarakat dan individu. Kemitraan dapat membantu penggalangan sumberdaya,

berbagai pengetahuan, praktek-praktek terbaik dari berbagai kota serta kemungkinan

untuk berbagi peran dan saling membantu dalam mengatasi berbagai persoalan. Ada 7

komitmen utama dalam Habitat Agenda. Dua komitmen pertama terkait langsung dengan

tema atau tujuan Agenda Habitat yaitu: 1) hunian yang layak bagi semua (adequate

shelter for all), 2) permukiman yang berkelanjutan (sustainable human settlements atau

Page 5: BAB I-V

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 5

sekarang disebut sebagai sustainable urbanization). Sedangkan 5 komitmen lain terkait

dengan pelaksanaan Habitat Agenda: 3) pemberdayaan dan peran serta, 4) kesetaraan

gender, 5) pembiayaan hunian dan permukiman 6) kerjasama internasional dan 7)

monitoring dan evaluasi pencapaian.

Program Utama yang dijalankan sesuai dengan Habitat Agenda yaitu:

A. Hunian yang layak bagi semua (adequate shelter for all)

B. Permukiman yang berkelanjutan dalam dunia yang semakin mengkota

(Sustainable Human Settlements in an Urbanizing World)

C. Pembangunan kapasitas serta pengembangan kelembagaan

Program-program tersebut yang menjadi acuan bagi Kebijakan dan Strategi

Nasional Perumahan dan Permukiman. Berikut adalah penjabaran dari ketiga program

utama yang dijalankan sesuai Habitat Agenda:

A. Hunian yang layak bagi semua (adequate shelter for all)

Program mengenai hunian yang layak bagi semua (adequate shelter for all)

bertujuan untuk mencapai tempat tinggal yang memadai untuk semua, terutama

perkotaan dan perdesaan melalui pendekatan yang memungkinkan untuk

pengembangan dan perbaikan tempat tinggal yang ramah lingkungan.

Tempat tinggal yang memadai berarti lebih dari atap di atas kepala. Ini

juga berarti privasi yang memadai; ruang yang memadai; aksesibilitas fisik;

keamanan yang memadai, keamanan kepemilikan; stabilitas struktural dan daya

tahan; pencahayaan yang cukup, pemanasan dan ventilasi; infrastruktur dasar

yang memadai, seperti fasilitas air minum, sanitasi dan limbah-manajemen; cocok

lingkungan kualitas dan kesehatan yang berhubungan dengan faktor; dan lokasi

yang memadai dan dapat diakses sehubungan dengan pekerjaan dan fasilitas

dasar: semua yang harus tersedia dengan biaya terjangkau (UN Habitat-1996).

Kecukupan harus ditentukan bersama masyarakat bersangkutan, mengingat

prospek untuk pengembangan bertahap. Kecukupan sering bervariasi dari satu

negara ke negara, karena tergantung pada faktor budaya, sosial, lingkungan dan

ekonomi tertentu. Faktor spesifik gender dan usia tertentu, seperti paparan anak-

anak dan perempuan untuk zat beracun, harus dipertimbangkan. dalam konteks

ini.

Menurut definisi UN-Habitat, hunian yang layak bagi semua (adequate

shelter for all) adalah hunian yang memenuhi indikator-indikator berikut:

1. Rumah yang kokoh, yang dapat melindungi penghuninya dari kondisi cuaca

yang ekstrim

Page 6: BAB I-V

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 6

2. Ruang huni yang cukup, yang berarti tidak lebih dari 3 orang menghuni 1

ruang bersama

3. Akses yang mudah ke air bersih (aman) dalam jumlah yang cukup dan harga

yang terjangkau,

4. Akses ke sanitasi yang memadai, dalam bentuk toilet pribadi atau MCK

bersama

5. Kepastian atau rasa aman bermukim (secure tenure), yang dapat melindungi

penghuninya dari penggusuran paksa.

Rumah Layak didefiniskan lebih baik meliputi kelayakan privacy, kelayakan

ruang, kelayakan sekuriti, kelayakan penerangan dan ventilasi, kelayakan PSD dan

kedekatannya pada berbagai sarana dasar, semua dalam batas keterjangauan

mencapainya. ECOSOC PBB pada keputusan Sidang Umum PBB no. 4 tahun 1991

lebih lanjut yakin bahwa aspek-aspek kelayakan rumah berikut ini perlu

diperhatikan yaitu:

Jaminan kepemilikan yang dilindungi hukum

Ketersediaan service, bahan, fasilitas dan prasarana

Kemampuan beli dari masyarakat

Layak huni atau habitable

Dapat diakses oleh siapa saja

Lokasinya yang mendukung bagi kehidupan

Kelayakan budaya, termasuk menjalankan keyakinan yang luas

B. Permukiman yang berkelanjutan dalam dunia yang semakin mengkota

(Sustainable Human Settlements in an Urbanizing World)

Rumah dapat berperan sebagai wadah kehidupan yang mendorong

tercapainya kebahagiaan dan kesejahteraan, oleh karena itu pembangunan

perumahan dan permukiman harus bersifat berkelanjutan dan berwawasan

lingkungan, dalam arti memadukan, menyerasikan dan memperhatikan aspek

ekonomi, sosial dan ekologi (kelestarian lingkungan hidup) sehingga dapat

memenuhi kebutuhan tidak hanya masa kini tetapi juga masa yang akan datang.

Hal ini sesuai dengan hasil Agenda 21 (The Habitat Agenda) di Rio Janeiro yang

menyatakan bahwa pembangunan perumahan dan permukiman di prioritaskan

untuk pembangunan perumahan yang layak bagi semua (adequate housing for all)

dan berkelanjutan di seluruh kota di dunia (sustainable human settlements

development in an urbanizing world) (Kuswartojo dan Salim, 1997: 31).

Page 7: BAB I-V

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 7

Permukiman yang berkelanjutan (sustainable human settlements)

menggabungkan pengembangan ekonomi pembangunan, sosial dan perlindungan

lingkungan, dengan menghormati sepenuhnya hak asasi manusia dan kebebasan

dasar, termasuk hak untuk membangun, dan menawarkan cara untuk mencapai

dunia stabilitas yang lebih besar dan perdamaian, dibangun di atas visi etis dan

spiritual. Demokrasi, penghormatan terhadap hak asasi manusia, transparan

pemerintah, representatif dan akuntabel dan administrasi di semua sektor

masyarakat, sebagai serta partisipasi efektif oleh masyarakat sipil, sangat

diperlukan dasar bagi realisasi pembangunan berkelanjutan. Kurangnya

pengembangan dan keberadaan kemiskinan yang luas bisa menghambat

kenikmatan penuh dan efektif dari hak asasi manusia dan merusak demokrasi

yang rapuh dan populer partisipasi.

Kualitas perumahan yang layak huni dan terjangkau secara ideal perlu

didukung dengan kualitas lingkungan permukiman yang lebih luas sebagai satu

kesatuan hunian yang tidak terpisahkan guna mencapai tujuan pembangunan

berkelanjutan, baik di perkotaan maupun di perdesaan. Kualitas permukiman di

perkotaan dan perdesaan diupayakan sedemikian rupa sehingga dapat membantu

mengatasi urbanisasi, mendorong pertumbuhan wilayah, mendukung

kesalingterkaitan kawasan perkotaan dan perdesaan secara baik, yang sekaligus

dapat mewujudkan permukiman di perdesaan yang mendukung perwujudan

kawasan perdesaan secara keseluruhan dan berkelanjutan. Pembangunan sosial,

ekonomi dan lingkungan secara menyeluruh akan dapat berlangsung lebih efektif

apabila terwadahi di dalam permukiman yang sehat secara fisik, emosional, dan

spiritual; yang aman dari segi keselamatan dan kepentingan publik; yang harmonis

sebagai satuan permukiman yang utuh dan kualitas hubungannya dengan fungsi-

fungsi kawasan lainnya; serta yang berkelanjutan dari segi sosial, ekonomi, dan

lingkungan secara keseluruhan.

C. Pembangunan kapasitas serta pengembangan kelembagaan

Pemerintah lebih berperan sebagai fasilitator dan pendorong dalam upaya

pemberdayaan bagi berlangsungnya seluruh rangkaian proses penyelenggaraan

permukiman. Dalam upaya pelaksanaannya, seluruh program dan kegiatan

penyelenggaraan permukiman dititikberatkan untuk dapat mencapai sasaran

antara lain terbangunnya lembaga-lembaga penyelenggaraan permukiman yang

dapat menerapkan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik, di tingkat lokal,

Page 8: BAB I-V

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 8

wilayah, dan pusat, yang mampu memfasilitasi wahana pengembangan peran dan

tanggung jawab masyarakat sebagai pelaku utama dalam memenuhi

kebutuhannya akan hunian yang layak dan terjangkau, dan lingkungan

permukiman yang sehat, aman, produktif dan berkelanjutan. Kelembagaan yang

ingin dicapai tersebut agar juga dapat senantiasa mendorong terciptanya iklim

kondusif di dalam penyelenggaraan perumahan dan permukiman.

Penyelenggaraan perumahan dan permukiman yang berbasis pada

pelibatan masyarakat sebagai pelaku utama harus dapat dilembagakan secara

berlanjut sampai pada tingkat komunitas lokal, dan didukung secara efektif oleh

system wilayah/regional dan sistem pusat/nasional. Untuk mengaktualisasikan

pelaksanaan misi pemberdayaan, diperlukan keberadaan lembaga penyelenggara

perumahan dan permukiman yang dapat melaksanakan prinsip-prinsip tata

pemerintahan yang baik. Upaya pelembagaan system penyelenggaraan

perumahan dan permukiman tersebut perlu dilakukan terhadap seluruh unsur

pelaku pembangunan baik pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat yang

berkepentingan di bidang perumahan dan permukiman, baik yang berada di

tingkat nasional, regional maupun lokal.

Kelembagaan perumahan dan permukiman yang dapat melibatkan secara

sinergi seluruh pelaku pembangunan harus diselenggarakan dengan berprinsip

pada tata pemerintahan yang baik dan pembangunan partisipatif yang berbasis

pada upaya menumbuhkembangkan keswadayaan masyarakat di dalam

penyelenggaraan perumahan dan permukiman. Kelembagaan yang diwujudkan,

baik kelembagaan secara masing-masing maupun secara bersama, harus

dikembangkan secara bertahap oleh para pelaku pembangunan, yaitu pemerintah

(Pusat, Provinsi, Kabupaten dan Kota), badan usaha BUMN, BUMD dan Swasta,

serta masyarakat secara perorangan atau kelompok/perkumpulan yang

berkepentingan di bidang perumahan dan permukiman. Dengan semakin

mengakarnya lembaga perumahan di tingkat lokal yang didukung sepenuhnya oleh

masyarakat, diharapkan para penyelenggara akan lebih mampu menangkap

aspirasi berbagai pihak terkait, dan dapat memanfaatkan secara optimal sistem

sosial komunitas masyarakat yang senantiasa berkembang secara dinamis.

Pemantapan kelembagaan dapat pula dilakukan dengan mengembangkan

fungsi dan kapasitas lembaga yang telah ada, baik lembaga formal maupun

informal, tanpa harus membangun lembaga baru. Pemantapan kelembagaan

badan usaha, khususnya pada Badan Usaha Milik Negara di bidang perumahan

Page 9: BAB I-V

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 9

dan permukiman, diarahkan untuk melakukan reformasi kelembagaan guna

terciptanya badan usaha yang mampu mengaktualisasikan tata pemerintahan yang

baik, mampu mengembangkan manajemen strategis pengusahaan bidang

perumahan dan permukiman, dan mampu meningkatkan kapasitas dan

profesionalisme para pelaku secara internal sekaligus eksternal.Upaya ini perlu

pula dikembangkan di lingkungan badan usaha baik milik pemerintah daerah

maupun masyarakat yang berkiprah di bidang perumahan dan permukiman.

Termasuk dalam hal ini lembaga badan usaha milik negara yang selama ini

mendapat tugas utama untuk mendukung pengembangan perumahan dan

permukiman di Indonesia.

Reformasi kelembagaan Perum Perumnas diarahkan untuk mengembalikan

orientasi kegiatan Perum Perumnas di dalam mendukung program pemenuhan

kebutuhan perumahan secara nasional. disamping harus tetap sehat dari sisi

pengusahaan, antara lain :(i) melaksanakan kegiatan yang sifatnya perintisan

seperti pembangunan rumah sewa di kota metropolitan/besar dan kawasan

industri, dan penyediaan rumah sederhana sehat bagi masyarakat berpenghasilan

rendah di kota-kota sedang/kecil serta kegiatan di bidang perumahan dan

permukiman lainnya yang bersifat sosial maupun kegiatan lainnya yang belum

menarik untuk dikembangkan oleh badan usaha milik swasta; (ii) mengembangkan

anak perusahaan sebagai peningkatan usaha komersial yang mampu mengelola

penyediaan lahan dan prasarana perumahan dan permukiman berskala besar

sesuai dengan pengembangan kawasan perkotaan di kota metropolitan/besar;

serta (iii) menjadi kepanjangan pemerintah sebagai agen pemberdayaan (enabling

agent) di dalam pengembangan perumahan dan permukiman secara nasional.

Pengembangan kelembagaan juga diarahkan sehingga dapat menurunkan

biaya produksi rumah, seperti melalui pencapaian perencanaan, perancangan,

pelaksanaan, pemeliharaan dan rehabilitasi perumahan, prasarana dan sarana

dasar permukiman yang efektif dan efisien, pengembangan dan mendorong

ketersediaan bahan-bahan dasar bangunan yang diproduksi daerah secara

terjangkau, serta peningkatan kapasitas lokal di dalam menghasilkan bahan

bangunan dan teknologi konstruksi yang sehat dan ramah lingkungan.

Page 10: BAB I-V

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 10

2.2 Review Peraturan dan Perundang-Undangan

2.2.1 Undang-Undang No. 1 tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman

Setiap orang berhak untuk meningkatkan kesejahtaraan hidupnya dan

memperoleh kehidupan yang lebih baik, baik itu secara lahir dan batin. Maka dari itu

semua di perlukannya lingkungan yang baik dan bersih agar tercapai kehidupan yang

lebih baik dan dapat mencapai kesejahteraan hidup. Karena it semua adalah suatu

kebutuhan yang mendasar bagi masyarakat Indonesia, terutama dalam hal pembentukan

kepribadian yang baik, mandiri dan berjati diri serta produktif dalam hal apapun.

Dan dalam hal tersebut pemerintah lah yang bertanggung jawab untuk

memberikan perumahan dan permukiman kepada rakyat Indonesia sebagai perwujudan

dari Pemerintah Indonesia yang mempunyai tanggung jawab yaitu melindungi segenap

bangsa Indonesia. Dengan memberikan kemudahan dan tidak mempersulit bagi rakyat

Indonesia dalam memperoleh perumahan demi mendapatkan kebahagian hidup dalam

berkeluarga. Agar dalam memperoleh perumahan dengan mudah maka dari Pemerintah

seharusnya menyedikan perumahan kepada rakyat Indonesia.

Namun dalam hal itu semua adanya kesulitan dan hambatan bagi rakyat Indonesia

dalam memperoleh perumahan yang layak dan mudah terjangkau bagi rakyat Indonesia

yang secara ekonomi berpenghasilan rendah. Dengan itu pemerintah perlu

mempertimbangkan keseimbangan perumahan bagi masyrakat Indonesia. Seperti yang

tercantum pada UU Nomor 4 Tahun 1992 yang mengatur tentang perumahan dan

permukiman tidak sesuai dengan keadaan perumahan dan permukiman di Indonesia yang

seharusnya mudah terjangkau serta layak dalam hal kebersihan, sehat, serasi dan teratur.

Dalam ketentuan umum UU No. 1 Tahun 2011 Pasal 1 disebutkan bahwa kawasan

permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan

perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan,

pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman

kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat.

Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan

maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum

sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni. Kawasan permukiman adalah

bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan

maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan

hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.

Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan

Page 11: BAB I-V

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 11

perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai

penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan.

Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan

perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya

pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran

masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.

Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang

layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya,

serta aset bagi pemiliknya. Rumah komersial adalah rumah yang diselenggarakan dengan

tujuan mendapatkan keuntungan. Rumah swadaya adalah rumah yang dibangun atas

prakarsa dan upaya masyarakat. Rumah umum adalah rumah yang diselenggarakan

untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Rumah

khusus adalah rumah yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan khusus. Rumah

Negara adalah rumah yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau

hunian dan sarana pembinaan keluarga serta penunjang pelaksanaan tugas pejabat

dan/atau pegawai negeri.

Permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena

ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas

bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Perumahan kumuh

adalah perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian.

Kawasan siap bangun yang selanjutnya disebut Kasiba adalah sebidang tanah

yang fisiknya serta prasarana, sarana, dan utilitas umumnya telah dipersiapkan untuk

pembangunan lingkungan hunian skala besar sesuai dengan rencana tata ruang.

Lingkungan siap bangun yang selanjutnya disebut Lisiba adalah sebidang tanah yang

fisiknya serta prasarana, sarana, dan utilitas umumnya telah dipersiapkan untuk

pembangunan perumahan dengan batas-batas kaveling yang jelas dan merupakan bagian

dari kawasan siap bangun sesuai dengan rencana rinci tata ruang.

Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yang memenuhi

standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang layak, sehat, aman, dan

nyaman. Sarana adalah fasilitas dalam lingkungan hunian yang berfungsi untuk

mendukung penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan sosial, budaya, dan

ekonomi. Utilitas umum adalah kelengkapan penunjang untuk pelayanan lingkungan

hunian.

Kawasan permukiman diselenggarakan untuk memberikan kepastian hukum dalam

penyelenggaraan kawasan permukiman; mendukung penataan dan pengembangan

Page 12: BAB I-V

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 12

wilayah serta penyebaran penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan

hunian dan kawasan permukiman sesuai dengan tata ruang untuk mewujudkan

keseimbangan kepentingan, terutama bagi MBR; meningkatkan daya guna dan hasil guna

sumber daya alam bagi pembangunan perumahan dengan tetap memperhatikan

kelestarian fungsi lingkungan, baik di kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan;

memberdayakan para pemangku kepentingan bidang pembangunan perumahan dan

kawasan permukiman; menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan budaya;

dan menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan

yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan.

Dalam Pasal 19 Penyelenggaraan rumah dan perumahan dilakukan untuk

memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia bagi

peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Penyelenggaraan rumah dan

perumahan dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau setiap orang

untuk menjamin hak setiap warga negara untuk menempati, menikmati, dan/atau

memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur.

Penyelenggaraan perumahan meliputi: perencanaan perumahan; pembangunan

perumahan; pemanfaatan perumahan; dan pengendalian perumahan.

Perumahan mencakup rumah atau perumahan beserta prasarana, sarana, dan

utilitas umum. Dalam Pasal 24 perencanaan dan perancangan rumah dilakukan untuk (a.)

menciptakan rumah yang layak huni; (b.) mendukung upaya pemenuhan kebutuhan

rumah oleh masyarakat dan pemerintah; dan (c.) meningkatkan tata bangunan dan

lingkungan yang tersruktur. Sementara dijelaskan dalam pasal 28 perencanaan prasarana,

sarana, dan utilitas umum perumahan meliputi rencana penyediaan kavling tanah dan

rencana kelengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan. Yang memenuhi

persyaratan administrative, teknis, dan ekologis. Pembangunan perumahan dilakukan

dengan mengembangkan teknologi dan rancang bangun yang ramah lingkungan serta

sumber daya dan kearifan lokal yang aman.

Penyelenggaraan kawasan permukiman bertujuan untuk memenuhi hak warga

negara atas tempat tinggal yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan

teratur serta menjamin kepastian bermukim. Penyelenggaraan permukiman meliputi

penyediaan lokasi permukiman, penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum

permukiman, serta penyediaan lokasi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan social, dan

kegiatan ekonomi. Pemerintah bertanggung jawab menjamin pelaksanaan pembangunan

permukiman, mencegah berkembangnya permukiman kumuh, dan mencegah timbulnya

Page 13: BAB I-V

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 13

hunian yang tidak terencana atau tidak teratur. Pemeliharaan prasarana, sarana, dan

utilitas kota menjadi kewajiban pemerintah dan setiap orang.

2.2.2 Undang-Undang No. 20 tahun 2011 Tentang Rumah Susun

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28H ayat (1)

menegaskan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera, lahir dan batin, bertempat

tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Tempat tinggal

mempunyai peran strategis dalam pembentukan watak dan kepribadian bangsa serta

sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri,

dan produktif. Oleh karena itu, negara bertanggung jawab untuk menjamin pemenuhan

hak akan tempat tinggal dalam bentuk rumah yang layak dan terjangkau.

Pemenuhan hak atas rumah merupakan masalah nasional yang dampaknya sangat

dirasakan di seluruh wilayah tanah air. Hal itu dapat dilihat dari masih banyaknya MBR

yang belum dapat menghuni rumah yang layak, khususnya di perkotaan yang

mengakibatkan terbentuknya kawasan kumuh. Pemenuhan kebutuhan perumahan

tersebut salah satunya dapat dilakukan melalui pembangunan rumah susun sebagai

bagian dari pembangunan perumahan mengingat keterbatasan lahan di perkotaan.

Pembangunan rumah susun diharapkan mampu mendorong pembangunan perkotaan

yang sekaligus menjadi solusi peningkatan kualitas permukiman.

Ketentuan mengenai rumah susun selama ini diatur dengan Undang-Undang Nomor

16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, tetapi dalam perkembangannya, undang-undang

tersebut sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum, kebutuhan setiap orang dalam

penghunian, kepemilikan, dan pemanfaatan rumah susun. Di samping itu, pengaruh

globalisasi, budaya, dan kehidupan masyarakat serta dinamika masyarakat menjadikan

undang-undang tersebut tidak memadai lagi sebagai pedoman dalam pengaturan

penyelenggaraan rumah susun.

Undang-Undang ini menciptakan dasar hukum yang tegas berkaitan dengan

penyelenggaraan rumah susun dengan berdasarkan asas kesejahteraan, keadilan dan

pemerataan, kenasionalan, keterjangkauan dan kemudahan, keefisienan dan

kemanfaatan, kemandirian dan kebersamaan, kemitraan, keserasian dan keseimbangan,

keterpaduan, kesehatan, kelestarian dan berkelanjutan, keselamatan, kenyamanan, dan

kemudahan, serta keamanan, ketertiban, dan keteraturan.

Dalam undang-undang ini penyelenggaraan rumah susun bertujuan untuk

menjamin terwujudnya rumah susun yang layak huni dan terjangkau, meningkatkan

efisiensi dan efektivitas pemanfaatan ruang, mengurangi luasan dan mencegah timbulnya

perumahan dan permukiman kumuh, mengarahkan pengembangan kawasan perkotaan,

Page 14: BAB I-V

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 14

memenuhi kebutuhan sosial dan ekonomi, memberdayakan para pemangku kepentingan,

serta memberikan kepastian hukum dalam penyediaan, kepenghunian, pengelolaan, dan

kepemilikan rumah susun. Pengaturan dalam undang-undang ini juga menunjukkan

keberpihakan negara dalam memenuhi kebutuhan tempat tinggal yang terjangkau bagi

MBR serta partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan rumah susun.

Undang-Undang ini memberikan kewenangan yang luas kepada Pemerintah di

bidang penyelenggaraan rumah susun dan memberikan kewenangan kepada pemerintah

daerah untuk melakukan penyelenggaraan rumah susun di daerah sesuai dengan

kewenangannya. Kewenangan yang diberikan tersebut didukung oleh pendanaan yang

berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara maupun anggaran pendapatan dan

belanja daerah.

Undang-Undang ini mengatur penyelenggaraan rumah susun secara komprehensif

meliputi pembinaan, perencanaan, pembangunan, penguasaan, pemilikan, dan

pemanfaatan, pengelolaan, peningkatan kualitas, pengendalian, kelembagaan, tugas dan

wewenang, hak dan kewajiban, pendanaan dan sistem pembiayaan, dan peran

masyarakat.

Hal mendasar yang diatur dalam Undang-Undang ini, antara lain, mengenai jaminan

kepastian hukum kepemilikan dan kepenghunian atas sarusun bagi MBR; adanya badan

yang menjamin penyediaan rumah susun umum dan rumah susun khusus; pemanfaatan

barang milik negara/daerah yang berupa tanah dan pendayagunaan tanah wakaf;

kewajiban pelaku pembangunan rumah susun komersial untuk menyediakan rumah susun

umum; pemberian insentif kepada pelaku pembangunan rumah susun umum dan rumah

susun khusus; bantuan dan kemudahan bagi MBR; serta pelindungan konsumen.

Dalam Pasal 1 disebutkan Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang

dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan

secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-

satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk

tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah

bersama. Penyelenggaraan rumah susun adalah kegiatan perencanaan, pembangunan,

penguasaan dan pemanfaatan, pengelolaan, pemeliharaan dan perawatan, pengendalian,

kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang

dilaksanakan secara sistematis, terpadu, berkelanjutan, dan bertanggung jawab.

Dipaparkan dalam Pasal 3 penyelenggaraan rumah susun bertujuan untuk: (a.)

menjamin terwujudnya rumah susun yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan

yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan serta menciptakan permukiman yang

Page 15: BAB I-V

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 15

terpadu guna membangun ketahanan ekonomi, sosial, dan budaya; (b.) meningkatkan

efisiensi dan efektivitas pemanfaatan ruang dan tanah, serta menyediakan ruang terbuka

hijau di kawasan perkotaan dalam menciptakan kawasan permukiman yang lengkap serta

serasi dan seimbang dengan memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan dan

berwawasan lingkungan; (c.) mengurangi luasan dan mencegah timbulnya perumahan

dan permukiman kumuh; (d.) mengarahkan pengembangan kawasan perkotaan yang

serasi, seimbang, efisien, dan produktif; (e.) memenuhi kebutuhan sosial dan ekonomi

yang menunjang kehidupan penghuni dan masyarakat dengan tetap mengutamakan

tujuan pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman yang layak, terutama bagi

MBR; (f.) memberdayakan para pemangku kepentingan di bidang pembangunan rumah

susun; (g.) menjamin terpenuhinya kebutuhan rumah susun yang layak dan terjangkau,

terutama bagi MBR dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan

dalam suatu sistem tata kelola perumahan dan permukiman yang terpadu; dan (h.)

memberikan kepastian hukum dalam penyediaan, kepenghunian, pengelolaan, dan

kepemilikan rumah susun.

Dalam Pasal 15 pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan

rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah. Pembangunan rumah

susun umum dan rumah susun khusus dapat dilaksanakan oleh lembaga nirlaba dan

badan usaha. Sedangkan di Pasal 16 dinyatakan pembangunan rumah susun komersial

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) dapat dilaksanakan oleh setiap orang.

Dalam Pasal 17, rumah susun dapat dibangun di atas tanah: (a.) hak milik;

(b.) hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah negara; dan (c.) hak guna bangunan

atau hak pakai di atas hak pengelolaan.

Pasal 28 menyebutkan dalam melakukan pembangunan rumah susun, pelaku

pembangunan harus memenuhi ketentuan administratif yang meliputi:

a. status hak atas tanah; dan

b. izin mendirikan bangunan (IMB).

Persyaratan teknis pembangunan rumah susun terdiri atas: (a.) tata bangunan yang

meliputi persyaratan peruntukan lokasi serta intensitas dan arsitektur bangunan; dan (b.)

keandalan bangunan yang meliputi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan,

dan kemudahan. Pembangunan rumah susun harus memenuhi persyaratan ekologis yang

mencakup keserasian dan keseimbangan fungsi lingkungan. Pembangunan rumah susun

yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan harus dilengkapi persyaratan

nalisis dampak lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Page 16: BAB I-V

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 16

Di Pasal 40 pelaku pembangunan wajib melengkapi lingkungan rumah susun

dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum. Prasarana, sarana, dan utilitas umum harus

mempertimbangkan: (a.) kemudahan dan keserasian hubungan dalam kegiatan sehari-

hari; (b.) pengamanan jika terjadi hal-hal yang membahayakan; dan (c.) struktur, ukuran,

dan kekuatan sesuai dengan fungsi dan penggunaannya. Prasarana, sarana, dan utilitas

umum harus memenuhi standar pelayanan minimal.

Penguasaan sarusun pada rumah susun umum dapat dilakukan dengan cara dimiliki

atau disewa. Penguasaan sarusun pada rumah susun khusus dapat dilakukan dengan cara

pinjampakai atau sewa. Penguasaan terhadap sarusun pada rumah susun Negara dapat

dilakukan dengan cara pinjam-pakai, sewa, atau sewa-beli. Penguasaan terhadap sarusun

pada rumah susun komersial dapat dilakukan dengan cara dimiliki atau disewa.

2.3 Review Rencana, Kebijakan dan Program

Menurut Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman

Daerah (RP4D) Kota Surabaya 2008/2018, pembangunan perumahan dan permukiman

merupakan kegiatan yang bersifat multi sektor dimana keluarannya akan langsung

menyentuh salah satu kebutuhan dasar serta menyangkut kelayakan dan taraf

kesejahteraan kehidupan masyarakat, juga pendorong pertumbuhan perekonomian.

Pembangunan perumahan dan permukiman di Indonesia telah diselenggarakan

berdasarkan prinsip , dimana :

a) Pemenuhan kebutuhan akan rumah layak, merupakan beban dan tanggung jawab

masyarakat sendiri

b) Pemerintah memfasilitasi kegiatan masyarakat khususnya bagi Kelompok

Berpenghasilan Rendah (KBR) melalui penciptaan iklim yang memungkinkan bagi

masyarakat, untuk dapat melaksanakan kegiatannya secara mandiri dalam hal

pemenuhan kebutuhan akan rumah layak dan lingkungan permukiman yang sehat

dan nyaman.

Untuk mewujudkan lingkungan permukiman yang layak huni, maka letak

permukiman itu harus berada di kawasan yang memang diperuntukkan bagi kegiatan

permukiman (Komarudin, 1997:294). Pada pembahasan kualitas lingkungan hunian,

Komarudin (1997:292) mengemukakan indikator kualitas lingkungan hunian ditinjau dari

aspek kesehatan, keselamatan dan kenyamanan berdasarkan ketentuan Direktorat

Perumahan Ditjen Cipta Karya.

Page 17: BAB I-V

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 17

A. Aspek Kesehatan

Lingkungan permukiman yang terdiri dari bangunan rumah, prasarana/sarana dan

utilitas yang disediakan harus dapat memberikan kehidupan yang sehat bagi

penghuninya. Indikator kualitas lingkungan hunian secara umum ditinjau dari aspek

kesehatan terdiri dari :

1. Penyediaan air bersih

Penyediaan air bersih merupakan salah satu faktor yang harus dipertimbangkan

untuk menjamin kesehatan lingkungan hunian (Hardoy, 1992:37). Lingkungan

hunian harus mendapatkan air bersih/air minum dari saluran air minum kota,

minimal berupa sambungan kran umum (LPM-ITB, 1999:II-26).

2. Pembuangan sampah

Masalah pembuangan sampah terutama terletak pada pengumpulan sampah

rumah tangga. Suatu lingkungan hunian dikatakan tidak sehat jika pelayanan

pengumpulan sampahnya kurang atau bahkan tidak ada pelayanan pengumpulan

sampah sama sekali (Hardoy, 1992:58-60). Dengan kata lain kesehatan

lingkungan hunian ditentukan oleh ketersediaan fasilitas pengumpulan sampah

untuk menampung sementara sampah-sampah dari setiap rumah.

3. Pembuangan air limbah rumah tangga

Air limbah rumah tangga merupakan bekas penggunaan air bersih hasil kegiatan

mandi, cuci, kakus, ataupun dapur. Pembuangan air limbah rumah tangga harus

melalui suatu tangki pengaman untuk menghindari kontaminsi pencemaran air

tanah atau air baku permukaan; (Ditjen Cipta Karya, 1998:21-22).

4. Kualitas udara

Kualitas udara bersih, yaitu tidak berbau serta tidak mengandung asap dan debu

(dari Merencana Aristektur Rumah Tinggal, 1980:8). Udara yang mengandung

asap/debu dan berbau dapat menyebabkan penyakit tertentu, seperti iritasi

mata/hidung/tenggorokan, sakit kepala, infeksi saluran pernapasan, batuk dan

bersin-bersin (Hardoy, 1992:37; Konstruksi, 1995:11-14; Pudjiastuti, 1998:44).

B. Aspek Keselamatan

Lingkungan hunian harus dapat menjamin keselamatan penghuninya dari segala

gangguan ancaman binatang, iklim dan bencana alam. Indikator kualitas lingkungan

hunian secara umum ditinjau dari aspek keselamatan terdiri dari :

1. Bahaya banjir

Masalah keselamatan lingkungan hunian dimulai dari keberadaannya yang

terletak pada lokasi tapak yang berbahaya, baik berbahaya akibat kegiatan

Page 18: BAB I-V

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 18

manusia maupun bahaya alam. Contoh lingkungan hunian yang terletak pada

lokasi tapak yang beresiko tinggi terhadap bahaya alam yaitu kelompok

perumahan ilegal di lereng bukit yang curam atau di dataran rawan banjir

(Hardoy, 1992:52-58).

2. Bahaya kebakaran

Mengingat rumah-rumah di atas sungai pada umumnya terbuat dari kayu dan

letaknya cenderung sangat berdekatan.

3. Kecelakaan

Keselamatan lingkungan hunian dari kemungkinan terjadinya kecelakaan

ditekankan pada kemungkinan kecelakaan di jalan keselamatan lingkungan

hunian dari kemungkinan terjadinya kecelakaan juga didukung oleh ketersediaan

fasilitas penerangan jalan, terutama untuk malam hari. Menurut Wekerle

(1995:28), unsur penerangan terutama untuk malam hari, juga merupakan unsur

yang harus dipertimbangkan untuk menciptakan lingkungan hunian yang aman

dari kemungkinan terjadinya kecelakaan dan tindakan kriminal.

C. Aspek Kenyamanan

Lingkungan hunian harus dapat memberikan suasana nyaman bagi penghuni melalui:

1. Akesibilitas

Akesibilitas lingkungan hunian didukung oleh :

a. Ketersediaan jalan lingkungan, baik berupa jalan lingkungan untuk

kendaraan roda empat dengan lebar minimal 6 (enam) meter maupun

jalan setapak dengan lebar 1.2 m - 2 m (Ditjen Cipta Karya, 1998:19).

b. Selain itu juga didukung oleh ketersediaan sarana public transit yang

mudah dicapai pejalan kaki (Simonds, 1961:165; Cooper dalam

Rotternberg dan Mc Donogh, 1993:169; Sieber dalam Rotternberg dan Mc

Donogh, 1993:177; Ditjen Cipta Karya, 1998).

2. Tata Bangunan

Pemenuhan kebutuhan perumahan khususnya perumahan real estate

dikembangkan dengan proporsi 1:3:6 dengan komposisi rumah mewah, rumah

menengah dan rumah sederhana yang di dalamnya termasuk rumah sangat

sederhana. Adapun pedoman yang digunakan untuk itu adalah Surat Keputusan

Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Negara

Perumahan Rakyat no. 648-384 tahun 1992, no. 739/KPTS/1992, no.

09/KPTS/1992 tentang Pedoman Permukiman dengan Lingkungan Hunian

Berimbang.

Page 19: BAB I-V

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 19

3. Ruang terbuka dan penghijauan

Penghijauan dan ruang terbuka, dilihat dari ketersediaan sarana penghijauan dan

ruang terbuka yang ada. Menurut Simonds (1978:64) serta Breen dan Rigby

(1996:152-169) penghijauan dapat menciptakan lingkungan yang indah dan

menarik, serta dapat memperlembut penampilan lingkungan hunian (Wrenn,

1983). Menurut Laurie (1985:104) dan Lutfi (1994:22) jalur hijau pun berfungsi

sebagai penyerap panas sinar matahari dan peredam kebisingan, sehingga

tercipta suatu lingkungan hunian yang nyaman (McNulty dalam Taylor, 1990:60-

61).

4. Bebas dari kebisingan

Sumber kebisingan lingkungan dapat berasal dari lalu lintas kendaraan, pesawat

terbang, kegiatan konstruksi dan kegiatan industri (Hardoy, 1992:93; Haughton,

1994:156). Pada umumnya tingkat kebisingan yang masih diijinkan untuk suatu

lingkungan hunian yaitu 45-60 dB. Intensitas kebisingan di atas 60 dB dapat

mempengaruhi kesehatan manusia; mengakibatkan tekanan darah tinggi dan

penyakit jantung serta menimbulkan gangguan psikologis (stres) pada manusia,

bahkan untuk intensitas yang lebih tinggi dapat menimbulkan rasa nyeri dan

kehilangan pendengaran (Hardoy, 1992:93; Haughton, 1994:156; Lutfi, 1994:14-

22; Komarudin, 1997:299; Pudjiastuti, 1998:69)

Page 20: BAB I-V

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 20

BAB III

GAMBARAN UMUM PERMUKIMAN

Secara geografis Kelurahan Embong Kaliasin terletak di Kecamatan Genteng,

wilayah Surabaya Pusat dengan luas wilayah sebesar 1,1 km². Batas administrasi

Kelurahan Embong Kaliasin adalah sebagai berikut :

Sebelah utara : Kelurahan Ketabang dan Genteng, Kecamatan Genteng

Sebelah selatan : Kelurahan Keputran dan Dr. Soetomo, Kecamatan Tegalsari

Sebelah barat : Kelurahan Kedungdoro dan Tegalsari, Kecamatan Tegalsari

Sebelah timur : Kelurahan Gubeng Kecamatan Gubeng

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.1 Peta Kelurahan Embong

Kaliasin berikut ini.

Gambar 3.1 Peta Kelurahan Embong Kaliasin

Sumber : Dinas Tata Kota Surabaya

Kec. Genteng

Page 21: BAB I-V

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 21

Luas wilayah Kelurahan Embong Kaliasin ditinjau berdasarkan peggunaan lahannya,

0,18 km2 adalah sebagai permukiman umum. 0,35 km2 adalah perkantoran, 0,02 km2

adalah sekolah, 0,31 km2 adalah pertokoan, dan0,0993 km2 adalah jalan.

Ditinjau dari kondisi topografi wilayahnya, Kelurahan Embong Kaliasin berupa

dataran seluas 1,1 km2 dan berada di ketinggian rata-rata 400 m di atas permukaan laut.

Kemiringan tanah di Kelurahan Embong Kaliasin relatif datar dengan tingkat kesuburan

sedang. Kelurahan Embong Kaliasin beriklim tropis dengan intensitas sinar matahari yang

cukup tinggi. Untuk temperatur rata-rata 35° C dan besarnya curah hujan 800 Mm/tahun.

Jumlah penduduk Kelurahan Embong Kaliasin menurut Data Monografi Kelurahan

Embong Kaliasin tahun 2011 adalah 13.150 jiwa dengan 3.701 KK. Komposisi penduduk

laki-laki berjumlah 6.553 jiwa dan penduduk perempuan 6.597 jiwa. Kelurahan Embong

Kaliasin terdiri dari 12 Rukun Warga (RW) dan 58 Rukun Tetangga (RT).

Penggunaan lahan di Kelurahan Embong Kaliasin adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Penggunaan Lahan Kelurahan Embong Kaliasin

No. Penggunaan Lahan Luas (km2 )

1. Permukiman umum 0,18

2. Perkantoran 0,35

3. Pertokoan 0,31

4. Sekolah 0,02

5. Jalan 0,09

6. Rekreasi dan Olahraga 0,04

7. Lain-lain 0,11

Total: 1,1

Sumber:Data Dasar Profil Kelurahan Embong Kaliasin, 2011

Pada tahun 2000-an Surabaya Pusat menjadi pusat perekonomian kota Surabaya,

peningkatan penggunaan lahan untuk perdagangan dan jasa di Surabaya Pusat

mengakibatkan kawasan perumahan dan permukiman di Surabaya Pusat semakin sedikit,

khususnya Kelurahan Embong Kaliasin. Menurut tabel 3.1 di atas penggunaan lahan

untuk permukiman adalah 16 % dari seluruh luas lahan Kelurahan Embong Kaliasin.

Penggunaan lahannya lebih banyak digunakan sebagai area perkantoran, pertokoan, dan

komersial. Ditinjau dari jenisnya, perumahan di Kelurahan Embong Kaliasin terdiri dari

perumahan non formal dan perumahan formal. Perumahan non formal adalah perumahan

yang pengadaannya secara swadaya oleh masyarakat. Sedangkan perumahan formal

adalah perumahan yang diadakan oleh pemerintah atau swasta.

Page 22: BAB I-V

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 22

Sebagian besar perumahan di Kelurahan Embong Kaliasin didominasi oleh jenis

perumahan non formal. Perumahan tersebut merupakan perumahan untuk kalangan

menengah ke atas yang tersebar di Jalan Panglima Sudirman, Jalan Basuki Rahmat dan

Jalan Pemuda serta perumahan perkampungan yang terletak di sebelah barat Kelurahan

Embong Kaliasin, antara lain daerah Simpang Dukuh, Jalan Embong Belimbing, Jalan

Kedondong, dan Jalan Keputran Pasar Kecil. Namun ada juga perumahan jenis formal,

contohnya rumah susun sederhana sewa (rusunawa) Urip Sumoharjo yang berada dalam

wilayah administrasi Rukun Warga (RW) 14 Kelurahan Embong Kaliasin Kecamatan

Genteng Kota Surabaya dan Apartemen Trillium di Jalan Pemuda.

Gambar 3.2 Peta Rencana Detail Pengembangan dan Penanganan

Perumahan dan Penanganan Perkim Kota Surabaya 2008-2018 Sumber : Pemerintah Kota Surabaya, Hasil Perencanaan

Page 23: BAB I-V

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 23

Gambaran umum perumahan dan permukiman di Kelurahan Embong Kaliasin akan

dipaparkan berdasarkan 3 program utama yang dijalan sesuai dengan habitat agenda

yaitu:

3.1 Hunian yang layak di Kelurahan Embong Kaliasin (adequate shelter for all)

Menurut pengamatan survey primer, Mei 2012, pembangunan rumah non formal di

Kelurahan Embong Kaliasin memperhatikan kualitas bangunan, aspek estetika,

kebersihan, keamanan, dan kenyamanan. Jika dikaitkan antara keberadaan rumah di

Kelurahan Embong Kaliasin dengan standar rumah sehat atau rumah yang layak huni,

terlihat bahwa sebagian besar faktor penentu kelayakan bangunan rumah telah terpenuhi.

Dari pernyataan tersebut maka kualitas hidup terpenuhi dan secara otomatis penghuni

rumah sudah merasa nyaman.

Dapat diamati secara visual terlihat bangunan rumah terbuat dari bahan bangunan

yang memperhatikan kenyamanan huni seperti dinding terbuat dari batu-bata, atap yang

dilengkapi penangkal petir, dinding yang dilengkapi dengan ventilasi udara yang cukup,

dibangun pada daerah yang topografinya rata sehingga meminimalisasi kemungkinan

terjadinya banjir atau genangan air.

Fasilitas kelengkapan di perumahan Kelurahan Embong Kaliasin juga telah

terpenuhi. Fasilitas Kelengkapan bangunan rumah meliputi:

1. Sarana Air Bersih, tersedia sarana air bersih dengan kualitas yang memenuhi

persyaratan kesehatan. Sekeliling sumur dangkal (gali) diberikan pengerasan dan

selokan air agar tempat sekitarnya tidak tergenang air (becek).

2. Pengolahan Limbah dan drainase rumah, air kotor atau air buangan dari kamar

mandi, cuci dan dapur disalurkan melalui drainase rumah (selokan) terbuka atau

tertutup di dalam pekarangan rumah ke (drainase) selokan air di pinggir jalan.

Limbah cair yang berasal dari rumah tidak mencemari sumber air, tidak

menimbulkan bau dan tidak mencemari permukaan tanah.

3. Fasilitas Listrik. Sebagai pencahayaan buatan mutlak diperlukan pada sebuah

hunian. Kebutuhan minimal daya listrik untuk rumah sederhana 900 watt/rumah

artinya bahwa setiap rumah harus tersedia listrik dengan daya yang mencukupi.

Fasilitas Listrik, sesuai hasil pengamatan, Jaringan listrik terdistribusi secara

merata dan penyediaan sarana listrik telah dirasakan oleh seluruh masyarakat

penghuni perumahan di Kelurahan Embong Kaliasin.

Kepadatan hunian. Satu keluarga yang terdiri dari 5 orang, rata-rata luas rumah

adalah 50 m². Di bidang pencahayaan, Perumahan di Kelurahan Embong Kaliasin

Page 24: BAB I-V

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 24

memperoleh cahaya yang cukup pada siang hari. Dengan ventilasi yang cukup maka

penghawaan di Perumahan di Kelurahan Embong Kaliasin cukup memadai.

Gambar 3.3, 3.4, 3.5 Perumahan non formal di Embong Kaliasin Sumber : Dokumentasi pribadi, Mei 2012

Di Kelurahan Embong Kaliasin juga terdapat perkampungan. Yang dimaksudkan

dengan kampung di sini adalah perumahan dan permukiman legal di kota akan tetapi

berkembang atas inisiatif dan kemampuan masyarakat secara mandiri. Karakter yang

tampak pada penduduk di perkampungan adalah adanya homogenitas dan nilai

kebersamaan yang lebih kental karena telah lama terkelompok pada satu area.

Kampung tengah kota memiliki karakteristik hunian yang padat, rata-rata luas persil

kecil, dan pemanfaatan ruang sangat besar. Hal ini antara lain dapat diindikasikan dari

rata-rata nilai KDB ( >80%) dan pemanfaatan jalan atau saluran drainase sebagai bagian

dari rumah. Kampung ini memiliki kecenderungan permasalahan sosial dan lingkungan

lebih besar. Kampung merupakan kekuatan sosial ekonomi yang sangat potensial untuk

mendukung aktifitas kota secara keseluruhan. Oleh karena itu keberadaan kampung

dipertahankan untuk mendukung aktifitas ekonomi di sekitarnya. Keyakinan bahwa

aktifitas kota dapat berjalan karena keberadaan masyarakat miskin, mejadi dasar konsep

strategi pembanguan kampung di tengah kota. Perkampungan di Kelurahan Embong

Page 25: BAB I-V

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 25

misalnya yaitu Kampung Plampitan. Kampung Plampitan ini peninggalan Belanda dan

terkenal sebagai kampung yang masih kental dengan kearifan lokal. Karena sebagian

bangunannya adalah peninggalan colonial, dindingnya berbahan kayu untuk

menyesuaikan iklim tropis. Dinding juga berasal dari batu alam. Secara fisik kondisi

hunian di kampung Plimpitan telah sesuai dengan standard hunian yang layak.

Gambar 3.6 Kampung Plampitan Sumber : Dokumentasi pribadi, Mei 2012

Rumah formal di Kelurahan Embong Kaliasin yaitu Rusunawa Urip Sumoharjo dan

Apartemen Trilliyum. Ditengah terbatasnya dan tingginya harga lahan, rumah susun

sederhana menjadi alternatif bagi kepemilikan hunian yang layak dan murah bagi MBR.

Pembangunannya dilakukan oleh Pemerintah. Ditinjau dari lokasinya, Rusunawa Urip

Sumaharjo berada di pusat kota, di tepi jalan provinsi, dikelilingi permukiman padat

penduduk, dan daerah komersial. Terdiri dari 3 blok rumah susun, memiliki 4 lantai, dan

unit hunian tipe 21 sebanyak 120 unit. Rusunawa ini dibangun untuk menampung warga

korban kebakaran yang terjadi di pusat perbelanjaan Horison pada Tahun 1982, serta

untuk mengurangi permukiman kumuh di sekitarnya. Rusunawa Urip Sumoharjo

disediakan untuk kalangan menengah kebawah. Rusunawa Urip Sumoharjo sudah

memiliki prasarana lingkungan. Jalan lingkungan di dalam Rusunawa Urip Sumoharjo

memiliki lebar rata-rata 1 – 1,5 meter. Setiap blok dilengkapi tangga yang berfungsi untuk

mobilisasi dan jalan akses penghuni dari lantai 1 sampai lantai 4, sekaligus sebagai

tangga darurat. Sistem drainase yang ada merupakan saluran terbuka dengan sistem

pembuangan tercampur. Sistem penyediaan air minum/bersih Rusunawa Urip Sumoharjo

berasal dari PDAM. Penampungan air minum/bersih menggunakan tandon air bawah.

Kemudian air dialirkan ke tandon air atas menggunakan pompa. Jumlah masing-masing

tandon air bawah dan atas sebanyak 3 buah sesuai dengan jumlah blok rumah susun.

Page 26: BAB I-V

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 26

Untuk pengelolaan air limbah, pengolahan air limbah yang berasal dari WC/kakus (black

water) menggunakan tangki septik. Sementara itu, air limbah yang berasal dari kamar

mandi non kakus, air cucian, dan dapur (grey water) langsung dibuang ke saluran

lingkungan. Dalam hal pengelolaan sampah, setiap penghuni baik dari lantai 1 sampai

dengan lantai 4 dari tiap blok mengumpulkan sampah setiap hari ke satu gerobak yang

mempunyai volume ± 1,5 m3. Sampah yang telah terkumpul dalam gerobak diangkut

oleh petugas ke kontainer sampah yang berada di Jalan Pandegiling dengan jarak ± 1 km

atau ke kontainer sampah yang berada di Jalan Kedondong dengan jarak lebih dari 1 km.

Gambar 3.7 Rusunawa Urip Sumoharjo Sumber : Jawapos.co.id

Selain Rusunawa Urip Sumoharjo, perumahan formal berupa apartemen juga

tersedia di Kelurahan Embong Kaliasin, yaitu Trillium Office & Residence. Hunian

berbentuk vertical tersebut dibangun pada tahun 2008. Terletak di Jalan Pemuda dan

disediakan untuk kalangan menengah ke atas. Apartemen Trillium layak dan memiliki

aksesibilitas yang bagus. Lokasinya berada di depan Pusat Perbelanjaan Delta Plasa.

Aksesibilitas apartement Trillium dengan infrastuktur kota juga bagus. Lokasinya strategis

ditinjau dari pencapaian fasilitas baik fasilitas pendidikan, fasitilas kesehatan, maupun

fasilitas umum. Kemudahan akses ke segala arah ke pusat-pusat hiburan dan rekreasi,

perkantoran, hotel, pusat perbelanjaan & mall, serta sekolah & universitas menjadi

keunggulan apartement ini. Trillium Office & Residences merupakan gabungan fungsi

hunian apartemen dan perkantoran. Memiliki 330 unit apartemen (22 lantai tipikal dan 3

lantai untuk penthouse), sekaligus perkantoran dalam gedung yang sama sebanyak 6

lantai seluas 10.000 m2. Entrance, akses & lift antara perkantoran & apartment didesain

terpisah. Kapasitas parkir 6 lantai yg luas untuk lebih dari 500 mobil. Unit-unit apartment

didesain untuk menghadirkan kenyamanan, keamanan & privasi yg tinggi, dgn luas mulai

45-123 m2. Apartement ini dikelola oleh Procon Savills afiliasi Inggris – Management

Page 27: BAB I-V

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 27

Standard Internasional sebagai Property Management Trillium Office & Residence dan PT.

Pemuda Central Investindo selaku developer Trillium Office & Residence

Gambar 3.8 Apartement Trillium Sumber : http://trilliumsurabaya.blogdetik.com/category/trillium/

3.2 Permukiman berkelanjutan di Kelurahan Embong Kaliasin (Sustainable

Human Settlements in an Urbanizing World)

Konsep permukiman yang berkelanjutan didukung oleh 3 pilar utama yaitu ekonomi,

sosial, dan lingkungan. Kualitas perumahan yang layak huni dan terjangkau secara ideal

perlu didukung dengan kualitas lingkungan permukiman yang lebih luas sebagai satu

kesatuan hunian yang tidak terpisahkan guna mencapai tujuan pembangunan

berkelanjutan, baik di perkotaan maupun di perdesaan. Hunian yang berkelanjutan

menerapkan system-sistem dengan tujuan meminimalkan penggunaan sumberdaya alam

dan energy untuk menjawab isu global warming. Didesain dengan menyeluruh sehingga

memiliki system mandiri dalam pengelolaan air, sampah dan listrik. Penghuni juga

diharapkan mempunyai interaksi yang erat dengan lingkungan alam dan social di

sekitarnya.

Konsep permukiman berkelanjutan telah diterapkan di Kelurahan Embong Kaliasin

yaitu pada hunian vertical. Lingkungan perkotaan secara geografis, sosial-budaya, dan

sosial ekonomi merupakan kawasan yang sangat kompleks. Pertumbuhan penduduk yang

cukup tinggi menuntut penyediaan perumahan yang layak huni yang tinggi pula. Akibat

peningkatan penggunaan lahan untuk perdagangan sekaligus menurunnya penggunaan

Page 28: BAB I-V

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 28

lahan untuk permukiman, maka diperlukan solusi permukiman yang efisien. Dalam

pembangunan permukiman ini, memberikan dampak terhadap perekonomian daerah.

Menurut pengamatan lapangan, beberapa perumahan di Kelurahan Embong Kaliasin

sudah memperhatikan segi ekonomi dan lingkungan. Hal ini didasarkan pada aplikasi

teknologi ramah lingkungan yang telah diterapkan di Embong Kaliasin. Masyarakat mulai

berinovasi dengan langkah-langkah awal, seperti renewable energy (energi terbarukan)

dengan menggunakan solar cell (energi listrik tenaga surya). Dengan solar cell, maka

masyarakat menghemat penggunaan energi listrik, dengan memanfaatkan energi

matahari. Masyarakat juga membuat lingkungan lebih hijau dengan menanam banyak

pohon, sehingga suhu udara di Embong Kaliasin dapat turun (sejuk) yang akhirnya

tercipta micro climate yg kondusif bagi kehidupan berkelanjutan.

Namun permukiman berkelanjutkan ini baru diterapkan di beberapa rumah.

Masyarakat Kelurahan Embong Kaliasin belum sepenuhnya menerapkan konsep

permukiman berkelanjutan. Teknologi solar cell hanya ditemukan di beberapa rumah

untuk kawasan menengah ke atas.

3.3 Kelembagaan di Kelurahan Embong Kaliasin

Pengadaan permukiman di Kelurahan Embong Kaliasin telah dilakukan swadaya oleh

masyarakat. Dalam hal ini pemerintah berperan sebagai fasilitator dan penyedia

infrastruktur. Lembaga-lembaga yang terkait langsung dengan permukiman di Kelurahan

Embong Kaliasin adalah Badan Pertanahan Kota Surabaya, Dinas Cipta Karya dan Tata

Ruang dan Kimpraswil. Badan Pertanahan Daerah adalah Lembaga Pemerintah Non

Departemen yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang

pertanahan. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Badan Pertanahan

menyelenggarakan fungsi perumusan kebijakan, perencanaan dan program di bidang

pertanahan. Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang mempunyai tugas melaksanakan

sebagian urusan pemerintahan bidang pekerjaan umum, perumahan, penataan ruang,

perencanaan pembangunan, pertanahan, pemberdayaan masyarakat, pertanian dan

ketahanan pangan, serta otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan

daerah, perangkat daerah, kepegawaian dan persandian. Sedangkan Kimpraswil lebih kea

rah penyediaan sarana, prasarana, dan utilitas perkotaan.

Pemerintah berperan dalam pengadaan permukiman masyarakat yaitu berupa

pembangunan rumah susun sewa (rusunawa) Urip Sumohardjo. Masyarakat yang kurang

mampu untuk mengadakan atau membangun rumah dapat tinggal di rusunawa tersebut,

Bantuan ataupun peran dari pemerintah yang lain terhadap proses pengadaan

Page 29: BAB I-V

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 29

permukiman di kelurahan Embong Kaliasin lebih terfokus kepada pembangunan fasilitas

dan utilitas pendukung kehidupan masyarakat seperti pembangunan jaringan jalan,

jaringan listrik ataupun jaringan telepon. Selanjutnya termasuk peran masyarakat juga-lah

untuk menjaga dan melesataikan fasilitas yang telah diberikan oleh pemerintah tersebut.

Masyarakat Kelurahan Embong Kaliasin turut diberdayakan yaitu melalui Program

Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Program PNPM melibatkan unsur

masyarakat dimulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi. Di

kelurahan Embong Kaliasin, program PNPM lebih fokus kepada perbaikan fasilitas dan

utilitas. Selanjutnya di Kelurahan Embong Kaliasin terdapat dua buah organisasi yang

berfungsi untuk menaungi segala kegiatan swadaya masyarakat. organisasi tersebut yaitu

Lembaga Kesejahteraan Masyarakat Kelurahan (LKMK) dan Badan Kebudayaan

Masyarakat (BKM). Selanjutnya pihak yang mengadakan apartemen mewah, yaitu

Apartement Trilium yang terletak di Jalan Pemuda, adalah swasta.

Page 30: BAB I-V

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 30

BAB IV

PERMASALAHAN DAN KAJIAN KRITIS

4.1 Permasalahan

Dalam pengedaan perumahan dan permukiman di Indoenesia memiliki suatu

permasalahan-permasalahan. Bagitu pula dengan pengadaan perumahan di Kelurahan

Embong Kaliasin: permasalahan yang terkait dengan program utama yaitu Habitat Agenda

dan UU No 1 tahun 2011, yaitu sebagai berikut :

1. Permasalahan yang ada pada rumah susun Urip Sumoharjo di Kelurahan Embong

Kaliasin adalah permasalahan kriminalitas yang sangat menggagu kenyaman

warga rumah susun Urip Sumoharjo di Kelurahan Embong Kaliasin, sehingga

kelayakan rumah susun Urip Sumoharjo di Kelurahan Embong Kaliasin kurang

layak dalam segi keamanan yang harusnya dapat memberikan kejelasan bahwa

adanya rasa aman bagi penghuni rumah susun Urip Sumoharjo yang dibangun di

Kelurahan Embong Kaliasin.

2. Dalam hal pengelolaan sampah, di rumah susun Urip Sumoharjo tidak memiliki

bak sampah komunal selain gerobak sampah dan tidak memanfaatkan TPS yang

ada. Hal ini menyebabkan sampah yang tidak terangkut oleh gerobak sampah,

ada yang diletakkan pada saluran dan di sisi saluran.

3. Rumah sangatlah penting bagi kehidupan manusia karena fungsi rumah sendiri

adalah sebagai tempat berlindung dan aktivitas lainnya. Rumah susun Urip

Sumoharjo yang di bangun di Kelurahan Embong Kaliasin kurang terjangkau bagi

masyarakat ekonomi menengah kebawah, karena dari segi harga yang cukup

mahal sehingga hanya sedikit yang bertempat tinggal di rumah susun Urip

Sumoharjo yang di bangun di Kelurahan Embong Kaliasin.

4. Untuk kelembagaan yang menangani perumahan dan permukiman di Kelurahan

Embong Kaliasin sindiri semuanya di tangani oleh Pemerintah Pusat sehingga

untuk mendapatkannya cukup sulit karena harus langsung menghadap dengan

Dinas Pemnerintah kota, bukan dan lembaga setempat dari Kelurahan Embong

Kaliasin. Seperti contoh rumah susun Urip Sumoharjo pun itu milik dari Pemerintah

Pusat dan yang menanganani pun dari Pemerintah Pusat. Bukanm dari Kelurahan

Embong Kaliasin lagi.

Masalah Perumahan dan Permukiman di tinjau dari UU no 1 tahun 2011

Jika melihat dari segi UU No 1 tahun 2011 yaitu yang mengenai pengadaan

perumahan dan permukiman. Masalah yang dihadapi sebenarnya adalah karena wilayah

Page 31: BAB I-V

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 31

Kelurahan Embong Kaliasin adalah daerah pusat kota dan di wilayah Kelurahan Embong

Kaliasin terdapat kontor-kantor pusat sehingga untuk perumahan dan permukiman

sanagat lah sulit di dapat oleh masyarakat menengah kebawah. Maka dari itu di bangun

nya yaitu rumah susun yang dapat secara mudah lebih terjangkau dengan sistem harga

sewa dari pada dengan perumahan yang di bangun di atas tanah yang di jelaskan oleh

salah satu pegawai kantor Kelurahan Embong Kaliasin harga tanah di Kelurahan Embong

Kaliasin adalah sekitar 5 juta/1m2. Dan itu pun yang mengurus bukan dari pegawai

kontor Kelurahan Embong Kaliasin, melainkan adalah Pemerintah Pusat sendiri. Begtiu

juga dengan pembangunan perumahan dan permukiman di Kelurahan Embong Kaliasin

yang mengetur adalah dari Pemerintah Dinas Tata Kota, (wawancara dengan Pegawai

Kantor Kelurahan Embong Kaliasin).

Jadi secara rici dapat kami jelaskan masalah yang ada di Kelurahan Embong Kaliasin

berdasarkan UU No 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman yaitu sebagai

berikut :

1. Pengadaan rumah susun Urip sumoharjo itu dibangun karena adanya masalah

yaitu harga tanah yang ada di Kelurahan Embong Kaliasin yang kurang bisa

terjangkau oleh masyarakat. Sehingga diadakannya rumha susun dengan sisitem

sewa. Agar msayarakat bisa mendapatkan hak sebagai warga negara yaitu

mempunyai tempat tinggal.

2. Di Kelurahan Embong Kaliasin masih jarang yang mempunyai rumah yang dimiliki

secara individu karena kebanyakan dari tanah di Kelurahan Embong Kaliasin di

prioritas kan pada area tanah khusus kantor Pemerintah Pusat. Sehingga jarang

ada yang memiliki rumah secara individu, seperti contoh di nomer 1 yaitu dengan

pengadaan rumah susun Urip Sumoharjo dengan sistem sewa. Menandakan

bahwa di Kelurahan Embong Kaliasin sulit sekali untuk mendapatkan tanah

maupun rumah.

3. Proses tentang pengaturan hak milik tanah maupun jual beli tentang pertanahan

yang menyangkut tentang hak milik rumah dan jual beli rumah pun sangat sulit

karena harus berurusan dengan Pemerintah Dinas Tata Kota dan harus dibantu

dengan Pengacara. Sehingga masyarakat yang berpenghasilan rendah sangat sulit

untuk mendapatkan rumah di Kelurahan Embong Kaliasin.

Jika Ditinjau dari Habitat Agenda dan UU No 1 Tahun 2011

Jika ditinjau dari Habitat Agenda dan UU No 1 tahun 2011 ada 3 masalah yang

ada di Kelurahan Embong Kaliasin yaitu :

Page 32: BAB I-V

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 32

1. Perumahan dan Permukiman harus memenuhi kriteria yang telah dijelaskan dalam

Habitat Agenda dan UU no 1 tahun 2011 yaitu sebagai hunian yang layak dan

mempunyai rasa aman bagi penghuninya. Namun di Rumah susun Urip Sumoharjo

menurut pegawai kantor Kelurahan Embong Kaliasin bahwa sering terjadi

pencurian di sekitar rumah susun Urip Sumoharjo.

(://edukasi.kompasiana.com/2011/04/23/mural-di-kampung-sengketa/)

4.2 Kajian Kritis

Permasalahan utama pada Rusunawa Urip Sumoharjo adalah sistem penyaluran dan

pengolahan air limbah, dan sistem persampahan. Peristiwa merembesnya black water dari

tangki septik ke dalam tandon air bawah pada pertengahan Tahun 2009 telah

menyebabkan trauma pada para penghuni. Penghuni saat ini lebih memilih

mengkonsumsi air kemasan untuk memenuhi kebutuhan air minumnya. Berdasarkan

permasalahan tersebut dan mengacu pada pasal 14 PP RI Nomor 16 Tahun 2005 tentang

Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum dan Misi ke-5 RPJMD Kota Surabaya Tahun

2006 – 2010, yaitu untuk mewujudkan penataan lingkungan kota yang bersih, sehat,

hijau dan nyaman, maka evaluasi pengelolaan prasarana lingkungan rusunawa

mengambil fokus pada bidang air limbah dan persampahan. Adapun model peningkatan

pengelolaan prasarana lingkungan dapat dilakukan antara lain melalui pemanfaatan hasil

pengolahan air limbahnya yang dilakukan dengan teknologi yang murah dan ramah

lingkungan, dan pelaksanaan 3R dalam bidang persampahannya. Semua itu sesuai

dengan pasal 4 Permenpera Nomor 14/Permen/M/2007 tentang Pengelolaan Rumah

Susun Sederhana Sewa.

Selain itu, pembuangan grey water tanpa pengolahan ke saluran lingkungan

(Saluran Kalimir) berpotensi menjadi sumber penyebaran vektor penyakit. Kondisi Saluran

Kalimir saat ini sudah sangat memprihatinkan, berbau, dan sedimen cukup tebal.

Berdasarkan tata letaknya (As Built Drawing, 2004), posisi tandon air bawah di tiap blok

rumah susun bersebelahan dengan tangki septik atau berada di antara tangki septik.

Sementara itu, posisi tangki septiknya berada di bawah unit hunian di sepanjang lantai

dasar. Padahal menurut SNI 03- 2398-2002 tentang Tata Cara Perencanaan Tangki Septik

dengan Sistem Resapan disyaratkan jarak tangki septik ke sumber air bersih ≥ 10 m, dan

ke bangunan ≥ 1,5 m. SNI T-07-1989-F tentang Persyaratan Teknis untuk Tangki Septik

juga mensyaratkan jarak tangki septik ke pipa air bersih ≥ 3 m.

Dalam hal pengelolaan sampah, Rusunawa Urip Sumoharjo tidak memiliki bak

sampah komunal selain gerobak sampah dan tidak memanfaatkan TPS yang ada. Hal ini

Page 33: BAB I-V

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 33

menyebabkan sampah yang tidak terangkut oleh gerobak sampah ada yang diletakkan di

sisi saluran atau pada saluran. Selain itu, sebagian warga yang tinggal di atas lantai dasar

masih mempunyai kebiasaan membuang sampah sembarangan atau secara langsung

melempar sampahnya dari lantai atas ke lantai dasar atau halaman. Mahmudah (2007)

mengatakan dalam penelitiannya bahwa sistem pembuangan sampah yang dilakukan oleh

penghuni di atas lantai dasar dengan cara harus naik turun tangga dianggap tidak efisien,

sehingga hasil penelitiannya memberikan kesimpulan bahwa fasilitas persampahan di

Rusunawa Urip Sumoharjo memerlukan prioritas penanganan. yang memiliki lahan yang

sangat terbatas dan fasilitas yang minimum (Mahmudah, 2007).

Page 34: BAB I-V

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 34

BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Penggunaan lahan untuk permukiman di Kelurahan Embong Kaliasin 16 % dari

seluruh luas lahan. Ditinjau dari jenisnya, perumahan di Kelurahan Embong Kaliasin terdiri

dari perumahan non formal berupa perkampungan dan perumahan formal terdiri dari

rusunawa dan apartement.

Menurut pengamatan survey primer pembangunan rumah non formal di Kelurahan

Embong Kaliasin memperhatikan kualitas bangunan, aspek estetika, kebersihan,

keamanan, dan kenyamanan. Jika dikaitkan antara keberadaan rumah di Kelurahan

Embong Kaliasin dengan standar rumah sehat atau rumah yang layak huni,

perkampungan di Kelurahan Embong Kaliasin meskipun memiliki karakteristik hunian yang

padat, rata-rata luas persil kecil, dan pemanfaatan ruang sangat besar juga telah sesuai

dengan standard hunian yang layak. Rusunawa Urip Sumoharjo menjadi alternatif bagi

kepemilikan hunian yang layak dan murah bagi MBR. Pembangunannya dilakukan oleh

Pemerintah. Namun standard kelayakannya masih belum terpenuhi pada fasilitas

pendukung. Sedangkan Apartemen Trillium layak dan memiliki aksesibilitas yang bagus.

Konsep permukiman berkelanjutan telah diterapkan di Kelurahan Embong Kaliasin

yaitu pada hunian vertical. Selain itu beberapa perumahan sudah memperhatikan segi

ekonomi dan lingkungan. Hal ini didasarkan pada aplikasi teknologi ramah lingkungan

yang telah diterapkan. Masyarakat mulai berinovasi dengan menggunakan solar cell

(energi listrik tenaga surya). Masyarakat juga membuat lingkungan lebih hijau dengan

menanam banyak pohon, sehingga suhu udara di Embong Kaliasin dapat turun (sejuk)

yang akhirnya tercipta micro climate yg kondusif bagi kehidupan berkelanjutan.

Pengadaan permukiman di Kelurahan Embong Kaliasin telah dilakukan swadaya oleh

masyarakat. Dalam hal ini pemerintah berperan sebagai fasilitator dan penyedia

infrastruktur. Lembaga-lembaga yang terkait langsung dengan permukiman di Kelurahan

Embong Kaliasin adalah Badan Pertanahan Kota Surabaya, Dinas Cipta Karya dan Tata

Ruang dan Kimpraswil. Pemerintah berperan dalam pengadaan permukiman masyarakat

yaitu berupa pembangunan rumah susun sewa (rusunawa) Urip Sumohardjo. Masyarakat

yang kurang mampu untuk mengadakan atau membangun rumah dapat tinggal di

rusunawa tersebut. Masyarakat Kelurahan Embong Kaliasin turut diberdayakan yaitu

melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Di Kelurahan Embong

Page 35: BAB I-V

p e r u m a h a n d a n p e r m u k i m a n | 35

Kaliasin terdapat dua buah organisasi yang berfungsi untuk menaungi segala kegiatan

swadaya masyarakat, yaitu Lembaga Kesejahteraan Masyarakat Kelurahan (LKMK) dan

Badan Kebudayaan Masyarakat (BKM). Selanjutnya pihak yang mengadakan apartemen

mewah, yaitu Apartement Trilium yang terletak di Jalan Pemuda, adalah swasta.

Permasalahan yang terjadi pada perumahan non formal adalah keamanan karena

rawan kriminalitas. Permasalahan pada Rusunawa Urip Sumoharjo adalah sistem

penyaluran dan pengolahan air limbah, dan sistem persampahan. Selain itu letak

Kelurahan Embong Kaliasin yang berada di pusat kota tidak menutup kemungkinan

menjadi suatu kawasan perdagangan ataupun pusat bisnis kota sehingga berdampak

pada kampung di tengah kota.

Sehingga jika ditinjau berdasarkan Habitat Agenda dan UU No. 1 tahun 2011

tentang Perumahan dan Permukiman, jika dalam habitat Agenda di jelaskan bahwa

Perumahan dan Permuikiman dan mempunyai kritia atau standar yaitu perumahan dan

permukiman haruslah layak huni bagi para penghuninya. Dan di Kelurahan Embong

Kaliasin telah cukup untuk menerapkan apa yang dijelaskan pada Habitat Agenda dan UU

No. 1 tahun 2011 yang menelaskan tentang bagaimana jenis perumahan dan

permukiman yang sesuai dengan standar kelayakan.

5.2 Rekomendasi