BAB I ulpa.docx

download BAB I ulpa.docx

of 27

Transcript of BAB I ulpa.docx

BAB IPENDAHULUAN

1.1Latar belakangGigi dan rongga mulut dapat menjadi fokus infeksi apalagi bila terdapat ketidakseimbangan antara faktor host, agen, dan lingkungan yang kemudian mempengaruhi kondisi sistemik seseorang. Salah satu faktor yang menyebabkan hal tersebut adalah penjalaran atau penyebarannya ke organ lain. Hal ini menjadi sangat penting untuk dipelajari karena seorang dokter diharuskan menatalaksana pasien secara holistik, di mana di dalamnya termasuk eradikasi sumber infeksi, menghentikan penyebaran infeksi, dan mengatasi infeksi yang telah timbul. Jika tidak, infeksi bisa meluas hingga menyerang organ tubuh lain. Salah satunya bisa menyerang sinus. Akibatnya, pasien menderita sinusitis maksilaris, yakni radang pada rongga sinus yang letaknya di pipi. Sinusitis bisa disebabkan komplikasi kelainan di dalam rongga hidung (rinogen). Penyebab lain adalah komplikasi kelainan gigi (dentogen).

1.2Rumusan masalahI.2.1Bagaimana etiologi dari sinusitis maksilaris ?I.2.2Bagaimana patofisiologi dari sinusitis maksilaris ?I.2.3Bagaimana penatalaksanaan dari sinusitis maksilaris ?

1.3Tujuan1.3.1Dapat mengetahui penyebab atau etiologi sinusitis maksilaris.1.3.2Dapat mengetahui patofisiologi sinusitis maksilaris.1.3.3Mengetahui penatalaksanaan dari sinusitis maksilaris.

1.4Manfaat1.4.1Menambah wawasan mengenai ilmu kedokteran pada umumnya, dan ilmu gigi dan mulut terutama yang berkaitan dengan sinusitis maksilarisI.4.2Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti kepaniteraan klinik bagian ilmu gigi dan mulut.

BAB IILAPORAN KASUS0. Identitas PenderitaNama: Tn. AAlamat: Purwokerto, SrengatUmur: 43 tahun Jenis kelamin: Laki-lakiPekerjaan: WiraswastaStatus Perkawinan: MenikahSuku : Jawa Tanggal Periksa:9 April 2015

0. Riwayat Kasus1. Keluhan UtamaPilek dan pusing bila dipakai menunduk1. Riwayat Penyakit SekarangPasien kontrol ke poli gigi RSUD Mardi Waluyo dengan sinusisitis. Pasien merasa keluhannya sudah berkurang sejak giginya dicabut. Pasien mengatakan sebelumnya pasien dicabut giginya sudah 3 kali. Dan sekarang pasien datang ke poli karena ingin mencabut giginya lagi.1. Riwayat PerawatanGigi: Sebelumnya sudah dicabut 3 gigi di rahang atasJaringan lunak rongga mulut dan sekitarnya: Tidak pernah/disangkal1. Riwayat kesehatanKelainan darahKelainan endokrinGangguan nutrisiKelainan jantungKelainan kulit dan kelaminGangguan pencernaanGangguan respiratoriKelainan imunologiGangguan TMJ

Tekanan darah 150/90 mmHgDiabetes melitus1. Obat-obatan yang telah/sedang dijalaniSejak beberapa waktu yang lalu pasien mengkonsumsi obat anti Hipertensi dari dokter spesialis Penyakit Dalam.1. Keadaan sosial/kebiasaanMenengah ke bawah / Pasien mengaku menggosok gigi 2X sehari1. Riwayat keluargaKelainan darah: DisangkalKelainan endokrin: DisangkalDiabetes mellitus: DisangkalKelainan jantung & Pembuluh darah : Hipertensi (+)Kelainan syaraf: DisangkalAlergi : DisangkalLain-lain: Disangkal

0. Pemeriksaan Klinis2. Ekstra oralMuka: SimetrisPipi kiri: Tidak ada kelainanPipi kanan: Tidak ada kelainanBibir atas: Tidak ada kelainanBibir bawah: Tidak ada kelainanSudut mulut: Tidak ada kelainanKelenjar submandibularis kanan: Tidak terabaKelenjar submandibularis kiri: Tidak terabaKelenjar submentalis: Tidak terabaKelenjar leher: Tidak terabaKelenjar sublingualis: Tidak terabaKelenjar parotis kiri: Tidak terabaLain-lain: -1. Intra oralMukosa labial atas: Tidak ada kelainanMukosa labial bawah: Tidak ada kelainanMukosa pipi kanan: Tidak ada kelainanMukosa pipi kiri: Tidak ada kelainanBukal fold atas: Tidak ada kelainanBukal fold bawah: Tidak ada kelainanLabial fold atas: Tidak ada kelainanLabial fold bawah: Tidak ada kelainanGingiva rahang atas : Tidak ada kelainanGingiva rahang bawah: Tidak ada kelainanLidah: Tidak ada kelainanDasar mulut: Tidak ada kelainanPalatum: terdapat ulkus pada regio 28Tonsil: Tidak ada kelainanPharynx: Tidak ada kelainan

Pemeriksaan Gigi 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8 I II III IV V I II III IV V 8 7 6 5 4 3 2 1 8 7 6 5 4 3 2 1

V IV III II I

V IV III II I

Karies Media 21Karies Profunda 16, 23Sisa Akar 24,37,38,44,48 Karang gigi Rahang Atas dan Rahang BawahHilang 11,12,13,46

2.4.Diagnosis SementaraHiperemi pulpa 21Gangrene pulpa 16,23Gangrene Radix 24,37,38,44,48Kalkukulus Rahang atas dan rahang bawahEdentalous Ridge 11,12,13,46Ulkus regio palatum 28

0. Rencana PerawatanPro Pulp Capping 21 Tumpatan Pro PSA 23Pro Ekstraksi 16, 24,37,38,44,48Pro Scalling Rahang atas dan rahang bawahPro Protesa 11,12,13,16, 24,37,38,44

0. MedikamentosaR/Amoxicillin 500 mg tab No. XV S 3 dd 1R/Vit B1 tab No. XS 3 dd 1

2.7Pemeriksaan penunjang Lab. Rontgenologi mulut/ Radiologi Lab.Patologi anatomi Sitologi Biopsi Lab.Mikrobiologi Bakteriologi Jamur Lab.Patologi Klinik

0. Rujukan Poli Penyakit Dalam Poli THT Poli Kulit & Kelamin Poli Syaraf

0. Diagnose akhirSinusitis Maksilaris Odontogen dengan Hipertensi

LEMBAR PERAWATANTglAnanmesa dan PemeriksaanDiagnosaTerapi

9/4/2015

Karies Media 21

Karies Profunda 16, 23

Sisa akar 24, 37,38, 44,48

Karang Gigi RA RB

Hilang 11, 12, 13, 46

Ulkus pada regio palatal28

Hiperemi Pulpa 21 Gangrene Pulpa 16, 23Gangrene Radix 24,37,38,44.48Kalkulus RA RBEdentolous Ridge 11,12,13,46Stomatitis regio palatum 28Pro pulp capping 21 TumpatanPro PSA 23

Pro Ekstraksi 16, 24, 37, 38, 44, 48Pro Scalling RA RBPro Protesa 11, 12, 13, 16, 24, 37, 44, 46Obat oral : Amoxicillin 3x 500mg Vit B1 3x1

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

3.1DefinisiSinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus yang terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksilaris, sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid. Dan yang paling sering pada sinusitis maksilaris dan sinusitis etmoid.Sinus maksila disebut juga antrum High more, merupakan sinus yang sering terinfeksi, oleh karena (1) merupakan sinus paranasal yang terbesar, (2) letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret atau drainase dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia, (3) dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksilaris, (4) ostium sinus maksila terletak di meatus medius, disekitar hiatus semilunaris yang sempit, sehingga mudah tersumbat. 1, 2, 4Sinusitis maksilaris dapat terjadi akut, berulang atau kronis. Sinusitis maksilaris akut berlangsung tidak lebih dari tiga minggu.Sinusitis akut dapat sembuh sempurna jika diterapi dengan baik, tanpa adanya residu kerusakan jaringan mukosa.Sinusitis berulang terjadi lebih sering tapi tidak terjadi kerusakan signifikan pada membran mukosa. Sinusitis kronis berlangsung selama 3 bulan atau lebih dengan gejala yang terjadi selama lebih dari dua puluh hari.1,2,4

Gambar 3: Penyebaran infeksi pada sinusitis odentogen Hubungan anatomi antara gigi dan antrum Highmore: 7a. Sinus maksilaris dewasa merupakan suatu rongga berisi udara yang dibatasi oleh bagian alveolar sinus maksilaris, lantai orbital, dinding lateral hidung dan dinding lateral os maksila.b. Pada sesetengah individu, pneumatisasi dan perluasan dapat terjadi sedemikian rupa sehingga hanya sinus mukoperiosteum (membran Schneidarian) yang tersisa.c. Bisa juga terjadi ekspansi terus sehingga hanya meninggalkan tulang alveolar antara sinus dan rongga mulut.d. Otot levator labial dan orbicularis oculi di dinding lateral dari maksila dapat langsung menyebabkan penyebaran infeksi. Dinding lateral ini lemah dan mudah ditembus dari lantai sinus. Akibatnya, infeksi odontogenik umumnya terjadi bersamaan dengan infeksi jaringan lunak vestibular/fasia.3.2 ETIOLOGIPenyebab tersering adalah ekstraksi gigi molar, biasanya molar pertama, dimana sepotong kecil tulang di antara akar gigi molar dan sinus maksilaris ikut terangkat. Nathaniel Highmore yang mengemukakan tentang membran tulang tipis yang memisahkan gigi geligi dari sinus pada tahun 1651, Tulang yang membungkus antrum maksilaris dan memisahkannya dengan soket geligi tebalnya tidak melebihi kertas pembungkus.Infeksi gigi lain seperti abses apikal atau penyakit periodontal dapat menimbulkan kondisi serupa. Gambaran bakteriologik sinusitis dentogen ini didominasi terutama oleh infeksi bakteri gram negatif. Karena itulah infeksi ini menyebabkan pus yang berbau busuk dan akibatnya timbul bau busuk dari hidung. Prinsip terapi adalah pemberian antibiotik, irigasi sinus, dan koreksi gangguan geligi. 4Etiologi sinusitis odentogen adalah: 4a. Penjalaran infeksi gigi, infeksi periapikal gigi maksila dari kaninus sampai gigi molar tiga atas. Biasanya infeksi lebih sering terjadi pada kasus-kasus akar gigi yang hanya terpisah dari sinus oleh tulang yang tipis, walaupun kadang-kadang ada juga infeksi mengenai sinus yang dipisahkan oleh tulang yang tebal.b. Prosedur ekstraksi gigi, misalnya terdorong gigi ataupun akar gigi sewaktu akan diusahakan mencabutnya, atau terbukanya dasar sinus sewaktu dilakukan pencabutan gigi.c. Penjalaran penyakit periodontal yaitu adanya penjalaran infeksi dari membran periodontal melalui tulang spongiosa ke mukosa sinus.d. Trauma, terutama fraktur maksila yang mengenai prosesus alveolaris dan sinus maksilaris.e. Adanya benda asing dalam sinus berupa fragmen akar gigi dan bahan tambalan akibat pengisian saluran akar yang berlebihan.f. Osteomielitis akut dan kronis pada maksila.g. Kista dentogen yang seringkali meluas ke sinus maksilaris, seperti kista radikuler dan folikuler.h. Deviasi septum kavum nasi, polip, serta neoplasma atau tumor dapat menyebabkan obstruksi ostium yang memicu sinusitis.

Gambar 4: Faktor penyebab terjadinya sinusitis odentogen3.3 PATOFISIOLOGIKesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks osteomeatal. Sinus dilapisi oleh sel epitel respiratorius. Lapisan mukosa yang melapisi sinus dapat dibagi menjadi dua yaitu lapisan viscous superficial dan lapisan serous profunda. Cairan mukus dilepaskan oleh sel epitel untuk membunuh bakteri maka bersifat sebagai antimikroba serta mengandungi zatzat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan. Cairan mukus secara alami menuju ke ostium untuk dikeluarkan jika jumlahnya berlebihan. 8,9,10Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis terjadinya sinusitis yaitu apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi obstruksi ostium sinus akan menyebabkan terjadinya hipooksigenasi, yang menyebabkan fungsi silia berkurang dan epitel sel mensekresikan cairan mukus dengan kualitas yang kurang baik. Disfungsi silia ini akan menyebabkan retensi mukus yang kurang baik pada sinus. 8,9,10Kegagalan transpor mukus dan menurunnya ventilasi sinus merupakan faktor utama berkembangnya sinusitis. Sinusitis dentogen dapat terjadi melalui dua cara, yaitu:1. Infeksi gigi yang kronis dapat menimbulkan jaringan granulasi di dalam mukosa sinus maksilaris, hal ini akan menghambat gerakan silia ke arah ostium dan berarti menghalangi drainase sinus. Gangguan drainase ini akan mengakibatkan sinus mudah mengalami infeksi. Kejadian sinusitis maksila akibat infeksi gigi rahang atas terjadi karena infeksi bakteri (anaerob) menyebabkan terjadinya karies profunda sehingga jaringan lunak gigi dan sekitarnya rusak (Prabhu; Padwa; Robsen; Rahbar, 2009). Pulpa terbuka maka kuman akan masuk dan mengadakan pembusukan pada pulpa sehingga membentuk gangren pulpa. Infeksi ini meluas dan mengenai selaput periodontium menyebabkan periodontitis dan iritasi akan berlangsung lama sehingga terbentuk pus. Abses periodontal ini kemudian dapat meluas dan mencapai tulang alveolar menyebabkan abses alveolar. Tulang alveolar membentuk dasar sinus maksila sehingga memicu inflamasi. 2. Kuman dapat menyebar secara langsung, hematogen atau limfogen dari granuloma apikal atau kantong periodontal gigi ke sinus maksila.

Patofisiologi sinusitis adalah sebagai berikut: 8,9,10Inflamasi mukosa hidung menyebabkan pembengkakan dan eksudasi, yang mengakibatkan obstruksi ostium sinus. Obstruksi ini menyebabkan gangguan ventilasi dan drainase, resorbsi oksigen yang ada di rongga sinus, kemudian terjadi hipoksia (oksigen menurun, pH menurun, tekanan negatif), selanjutnya diikuti permeabilitas kapiler meningkat, sekresi kelenjar meningkat kemudian transudasi, peningkatan eksudasi serous, penurunan fungsi silia, akhirnya terjadi retensi sekresi di sinus ataupun pertumbuhan kuman.

Gambar 6. Pergerakan silia dalam drainase cairan sinus

Gambar 7. Perubahan silia pada sinusitisBila terjadi edema di kompleks osteomeatal, mukosa yang letaknya berhadapan akan saling bertemu, sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drainase dan ventilasi didalam sinus, sehingga silia menjadi kurang aktif dan lendir yang di produksi mukosa sinus menjadi lebih kental dan merupakan media yang baik untuk tumbuhnya bakteri patogen. Bila sumbatan berlangsung terus, akan terjadi hipoksia dan retensi lendir sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob.1 Bakteri yang sering ditemukan pada sinusitis kronik adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis,Streptococcus B hemoliticus, Staphylococcus aureus, kuman anaerob jarang ditemukan. Selanjutnya terjadi perubahan jaringan menjadi hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. 10, 11

Gambar 8. Perubahan mukosa pada sinus yang terinfeksiReaksi peradangan berjalan menurut tahap-tahap tertentu yang khas. Pelebaran kapiler darah akan memperlambat aliran darah sehingga akan mengeluarkan fibrin dan eksudat serta migrasi leukosit menembus dinding pembuluh darah membentuk sel-sel nanah dalam eksudat. Tetapi bilamana terjadi pada selaput lendir, maka pada saat permulaan vasodilatasi terjadi peningkatan produksi mukus dari kelenjar mukus sehingga nanah yang terjadi bukan murni sebagai nanah, tetapi mukopus. 11,123.4 GEJALA KLINISGejala subyektif terdiri dari gejala sistemik dan gejala lokal. Gejala sistemik ialah demam dan rasa lesu. Gejala lokal pada hidung terdapat ingus kental yang kadang-kadang berbau dan dirasakan mengalir ke nasofaring. Dirasakan hidung tersumbat, Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk, serta nyeri di tempat lain karena nyeri alih (referred pain). Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk. Batuk iritatif non-produktif juga seringkali ada Nyeri alih dirasakan di dahi dan di depan telinga. Penciuman terganggu dan ada perasaan penuh dipipi waktu membungkuk ke depan. Terdapat perasaan sakit kepala waktu bangun tidur dan dapat menghilang hanya bila peningkatan sumbatan hidung sewaktu berbaring sudah ditiadakan. 8,9Gejala obyektif, pada pemeriksaan sinusitis maksila akut akan tampak pembengkakan di pipi dan kelopak mata bawah. Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema.Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis etmoid anterior tampak lendir atau nanah di meatus medius. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip). 8,9Sinusitis maksilaris dari tipe odontogen harus dapat dibedakan dengan rinogen karena terapi dan prognosa keduanya sangat berlainan. Pada sinusitis maksilaris tipe odontogenik ini hanya terjadi pada satu sisi serta pengeluaran pus yang berbau busuk. Di samping itu, adanya kelainan apikal atau periodontal mempredisposisi kepada sinusitis tipe odentogen. Gejala sinusitis odentogen menjadi lebih lambat dari sinusitis tipe rinogen. 11,12

Gambar 9. Pus pada meatus medius Gambar 10. Pembengkakan pipi 3.5DIAGNOSISDiagnosis sinusitis dentogen adalah berdasarkan pemeriksaan lengkap pada gigi serta pemeriksaan fisik lainnya. Ini mencakup evaluasi gejala klinis pasien sesuai dengan kriteria American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery (AAO-HNS), yang mana diagnosis sinusitis membutuhkan setidaknya 2 faktor mayor atau setidaknya 1 faktor mayor dan 2 faktor minor dari serangkaian gejala dan tanda klinis, riwayat penyakit gigi geligi, serta temuan radiologi sinus paranasal dan CT Scan. Selain itu, kadang diperlukan konsultasi dengan departemen kedokteran gigi untuk mendukung dan membuat diagnosis sinusitis odentogen serta penatalaksanaannya.11Untuk melihat adanya kelainan odentogen selain, pemeriksaan fisik dapat dilakukan pemeriksaan penunjang guna mengetahui penyebab pasti sunisitis. Pemeriksaan gigi yang biasa dilakukan adalah Dental photo, Esler photo, dan Panoramic photo.11AnamnesisRiwayat rinore purulen yang berlangsung lebih dari 7 hari, merupakan keluhan yang paling sering dan paling menonjol pada sinusitis akut. Keluhan ini dapat disertai keluhan lain seperti sumbatan hidung, nyeri/rasa tekanan pada muka, nyeri kepala, demam, ingus belakang hidung, batuk, anosmia/hiposmia, nyeri periorbital, nyeri gigi, nyeri telinga dan serangan mengi (wheezing) yang meningkat pada penderita asma. 11Riwayat gejala sesuai dengan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah 2 kriteria minor dari kumpulan gejala dan tanda menurut International Consensus on Sinus Disease, tahun 1993 dan 2004.11 Kriteria mayor terdiri dari: sumbatan atau kongesti hidung, sekret hidung purulen, sakit kepala, nyeri atau rasa tertekan pada wajah dan gangguan penghidu. Kriteria minornya adalah demam dan halitosis.PenderitaGejala dan Tanda

Dewasa dan AnakMayorMinor

Kongesti hidung atau sumbatanSekret hidung/post nasal purulenRasa nyeri/tekanan/penuh di wajahGangguan penghidu (hiposmia, anosmia)DemamDemamSakit kepalaNafas berbauFatiqueBatukSakit gigiHidung berbauGejala telinga

Anak-AnakBatukIritabilitas/Rewel-

Dikutip dari: Kennedy DW Pemeriksaan Fisik 10INSPEKSIAda 3 keadaan yang penting kita perhatikan saat melakukan inspeksi hidung & sinus paranasalis, yaitu : 10 Kerangka dorsum nasi (batang hidung). Adanya luka, warna, bengkak & ulkus nasolabial. Bibir atas.Ada 4 bentuk kerangka dorsum nasi (batang hidung) yang dapat kita temukan pada inspeksi hidung & sinus paranasalis, yaitu : Lorgnet pada abses septum nasi. Saddle nose pada lues. Miring pada fraktur. Lebar pada polip nasi.Kulit pada ujung hidung yang terlihat mengkilap, menandakan adanya udem di tempat tersebut.Adanya maserasi pada bibir atas dapat kita temukan saat melakukan inspeksi hidung & sinus paranalis.Maserasi disebabkan oleh sekresi yang berasal dari sinusitis dan adenoiditis.PALPASIAda 4 struktur yang penting kita perhatikan saat melakukan palpasi hidung & sinus paranasalis, yaitu : Dorsum nasi (batang hidung). Ala nasi. Regio frontalis sinus frontalis. Fossa kanina.Krepitasi dan deformitas dorsum nasi (batang hidung) dapat kita temukan pada palpasi hidung.Deformitas dorsum nasi merupakan tanda terjadinya fraktur os nasalis.Ala nasi penderita terasa sangat sakit pada saat kita melakukan palpasi.Tanda ini dapat kita temukan pada furunkel vestibulum nasi.Ada 2 cara kita melakukan palpasi pada regio frontalis sinus frontalis, yaitu :Kita menekan lantai sinus frontalis ke arah mediosuperior dengan tenaga optimal dan simetris (besar tekanan sama antara sinus frontalis kiri dan kanan). Palpasi kita beri nilai bila kedua sinus frontalis tersebut memiliki reaksi yang berbeda.Sinus frontalis yang lebih sakit berarti sinus tersebut patologis.Kita menekan dinding anterior sinus frontalis ke arah medial dengan tenaga optimal dan simetris.Hindari menekan foramen supraorbitalis.Foramen supraorbitalis mengandung nervus supraorbitalis sehingga juga menimbulkan reaksi sakit pada penekanan. Penilaiannya sama dengan cara pertama diatas.Palpasi fossa kanina kita lakukan untuk interpretasi keadaan sinus maksilaris. Syarat dan penilaiannya sama seperti palpasi regio frontalis sinus frontalis. Hindari menekan foramen infraorbitalis karena terdapat nervus infraorbitalis.PERKUSIPerkusi pada regio frontalis sinus frontalis dan fossa kanina kita lakukan apabila palpasi pada keduanya menimbulkan reaksi hebat. Syarat-syarat perkusi sama dengan syarat-syarat palpasi.Rinoskopia AnteriorRinoskopi anterior merupakan pemeriksaan rutin untuk melihat tanda patognomonis, yaitu sekret purulen di meatus medius atau superior; atau pada rinoskopi posterior tampak adanya sekret purulen di nasofaring (post nasal drip).Ada 3 alat yang biasa kita gunakan pada rinoskopia anterior, yaitu : Aplikator. Pinset (angulair) dan bayonet (lucae). Spekulum hidung Hartmann.Spekulum hidung Hartmann bentuknya unik. Cara kita memakainya juga unik meliputi cara memegang, memasukkan dan mengeluarkan.Cara kita memegang spekulum hidung Hartmann sebaiknya menggunakan tangan kiri dalam posisi horisontal. Tangkainya yang kita pegang berada di lateral sedangkan mulutnya di medial. Mulut spekulum inilah yang kita masukkan ke dalam kavum nasi (lubang hidung) pasien.Cara kita memasukkan spekulum hidung Hartmann yaitu mulutnya yang tertutup kita masukkan ke dalam kavum nasi (lubang hidung) pasien.Setelah itu kita membukanya pelan-pelan di dalam kavum nasi (lubang hidung) pasien. 6,7,8Cara kita mengeluarkan spekulum hidung Hartmann yaitu masih dalam kavum nasi (lubang hidung), kita menutup mulut spekulum kira-kira 90%.Jangan menutup mulut spekulum 100% karena bulu hidung pasien dapat terjepit dan tercabut keluar.Ada 5 tahapan pemeriksaan hidung pada rinoskopia anterior yang akan kita lakukan, yaitu : Pemeriksaan vestibulum nasi. Pemeriksaan kavum nasi bagian bawah. Fenomena palatum mole. Pemeriksaan kavum nasi bagian atas. Pemeriksaan septum nasi. Rinoskopia PosteriorPrinsip kita dalam melakukan rinoskopia posterior adalah menyinari koane dan dinding nasofaring dengan cahaya yang dipantulkan oleh cermin yang kita tempatkan dalam nasofaring.Ada 4 alat dan bahan yang kita gunakan pada rinoskopia posterior, yaitu : Cermin kecil. Spatula. Lampu spritus. Solusio tetrakain (- efedrin 1%).Pemeriksaan TransiluminasiPemeriksaan penunjang lain adalah transiluminasi. Hanya sinus frontal dan maksila yang dapat dilakukan transiluminasi. Pada sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan ini sudah jarang digunakan karena terbatas kegunaanyaNasoendoskopiPemeriksaan nasoendoskopi dapat dilakukan untuk menilai kondisi kavum nasi hingga ke nasofaring.Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan dengan jelas keadaan dinding lateral hidung. Pemeriksaan ini sangat dianjurkan untuk menentukan diagnosa yang lebih tepat dan dini. Tanda khas ialah adanya pus di meatus media (pada sinusitis maksilaris, etmoid anterior dan frontalis) atau di meatus superior (pada sinusitis etmoidalis posterior dan sfenoid). 1,10Foto polos sinus paranasalPemeriksaan pembantu yang penting adalah foto polos. Foto polos posisi Waters, PA dan lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus sinus besar seperti sinus maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat perselubungan, batas udara-cairan (air fluid level) atau penebalan mukosa. CT ScanCT scan sinus merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mampu menilai anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya.Namun karena mahal hanya dikerjakan sebagai penunjang diagnosis sinusitis kronik yang tidak membaik dengan pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan operator saat melakukan operasi sinus.Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil sekret dari meatus media atau superior, untuk mendapat antibiotik yang tepat guna. Lebih baik lagi bila diambil sekret yang keluar dari pungsi sinus maksila. Kebanyakan sinusitisdisebabkan infeksi oleh Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis. Gambaran bakteriologik dari sinusitis yang berasal dari gigi geligi didominasi oleh infeksi gram negatif sehingga menyebabkan pus berbau busuk dan akibatnya timbul bau busuk dari hidung.SinoskopiDapat dilakukan untuk melihat kondisi antrum sinus maksila. Pemeriksaan ini menggunakan endoskop, yang dimasukkan melalui pungsi di meatus inferior atau fosa kanina. Dilihat apakah ada sekret, jaringan polip, atau jamur di dalam rongga sinus maksila, serta bagaimana keadaaan mukosanya apakah kemungkinan kelainannya masih reversibel atau sudah ireversibel. 3.6 DIAGNOSIS BANDINGKelainan pada sinus maksilaris lainnya yang berkaitan dengan penyakit odontogenika. Kista yang terbentuk dari mukosa sinus termasuk pseudokista, mukokel, dan yang paling sering yaitu kista retensi.b. Hanya pseudokista yang berhubungan dengan penyakit periapikal/periodontal yang disebabkan pengobatan gigi yang bisa mencapai resolusi pseudokista.c. Tumor-tumor jinak atau lesi seperti tumor dapat menyebabkan penyimpangan, ekspansi, atau erosi dinding sinus. Ini termasuk ameloblastoma, odontoma, cementoma, fibromas ossifying, tumor epitelial odontogenik, tumor skuamosa odontogenik, dan tumor adenomatoid.d. Tumor ganas termasuk keganasan gingiva, kistik adenoid dan sarkoma.

Gambar 11: Foto rontgen pasien wanita berusia 45 tahun dengan kista periapikal. Kista ini timbul dari residu epitelial pada ligamen periodontal yang disebabkan oleh inflamasi.

CT Scan aksial menunjukkan proses perluasan dengan pinggir sklerotik (panah) pada sinus maksilaris.Foto rontgen panorama menunjukkan bagian opak bulat pada sinus maksila kiri dengan pinggir sklerotik (anak panah).

3.6 PENATALAKSANAANPrinsip penatalaksanan sinusitis dentogen:a. Atasi masalah gigi jika terdapat karies gigi profunda maka sebaiknya dilakukan ekstaksi gigib. Penderita dengan sinusitis akut yang disertai demam dan kelemahan sebaiknya beristirahat ditempat tidur. Diusahakan agar kamar tidur mempunyai suhu dan kelembaban udara tetap. c. Konservatif, diberikan obat-obatan: antibiotika, dekongestan, antihistamin, kortikosteroid dan irigasi sinus.d. Operatif. Beberapa macam tindakan bedah sinus yaitu antrostomi meatus inferior, Caldwell-Luc, etmoidektomi intra dan ekstra nasal, trepanasi sinus frontal, dan bedah sinus endoskopik fungsional. AKUTDiberikan terapi medikamentosa berupa antibiotik empirik (2x24 jam). Antibiotik yang diberikan lini I yakni golongan penisilin atau kotrimoksazol dan terapi tambahan yakni obat dekongestan oral dan topikal, mukolitik untuk memperlancar drainase dan analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri. Pada pasien atopi, diberikan antihistamin atau kortikosteroid topikal. Jika ada perbaikan maka pemberian antibiotik diteruskan sampai mencukupi 10-14 hari. 6,7,8Jika tidak ada perbaikan maka dilakukan rontgen foto polos atau CT Scan dan atau nasoendoskopi. Bila dari pemeriksaan tersebut ditemukan kelainan maka dilakukan terapi sinusitis kronik. Tidak ada kelainan maka dilakukan evaluasi diagnosis yakni evaluasi komprehensif alergi dan kultur dari fungsi sinus.Terapi pembedahaan pada sinusitis akut jarang diperlukan, kecuali bila telah terjadi komplikasi ke orbita atau intrakranial, atau bila ada nyeri yang hebat karena ada sekret tertahan oleh sumbatan. KRONIKa. Jika ditemukan faktor predisposisinya, maka dilakukan tatalaksana yang sesuai dan diberi terapi tambahan. Jika ada perbaikan maka pemberian antibiotik mencukupi 10-14 hari.1b. Jika faktor predisposisi tidak ditemukan maka terapi sesuai pada episode akut lini II + terapi tambahan. Sambil menunggu ada atau tidaknya perbaikan, diberikan antibiotik alternative 7 hari atau buat kultur. Jika ada perbaikan diteruskan antibiotik mencukupi 10-14 hari, jika tidak ada perbaikan, evaluasi kembali dengan pemeriksaan nasoendoskopi, sinuskopi (jika irigasi 5x tidak membaik). Jika ada obstruksi kompleks osteomeatal maka dilakukan tindakan bedah yaitu BSEF atau bedah konvensional. Jika tidak ada obstruksi maka evaluasi diagnosis.c. Daerah sinus yang sakit bisa dilakukan diatermi gelombang pendek.d. Jika ada sinusitis maksila dilakukan pungsi dan irigasi sinus, sedang sinusitis ethmoid, frontal atau sfenoid dilakukan tindakan pencucian Proetz.e. PembedahanRadikal:- Sinus maksila dengan operasi Caldwell-luc.Pengobatan ini dilakukan bila pengobatan koservatif gagal. Terapi radikal dilakukan dengan mengangkat mukosa yang patologik dan membuat drainase dari sinus yang terkena. Untuk sinus maksilaris dilakukan operasi Caldwell-Luc. Pembedahan ini dilaksanakan dengan anestesi umum atau lokal. Jika dengan anestesi lokal, analgesi intranasal dicapai dengan menempatkan tampon kapas yang dibasahi kokain 4% atau tetrakain 2% dengan efedrin 1% diatas dan dibawah konka media. Prokain atau lidokain 2% dengan tambahan ephineprin disuntikan di fosa kanina. Suntikan dilanjutkan ke superior untuk saraf intraorbital. Incisi horizontal dibuat di sulkus ginggivobukal, tepat diatas akar gigi. Incisi dilakukan di superior gigi taring dan molar kedua. Incisi menembus mukosa dan periosteum. Periosteum diatas fosa kanina dielevasi sampai kanalis infraorbitalis, tempat saraf orbita diidentifikasi dan secara hati-hati dilindungi.1,3,11

Gambar 12. prosedur Caldwell LucPada dinding depan sinus dibuat fenestra, dengan pahat, osteatom atau alat bor. Lubang diperlebar dengan cunam pemotong tulang kerison, sampai jari kelingking dapat masuk. Isi antrum dapat dilihat dengan jelas. Dinding nasoantral meatus inferior selanjutnya ditembus dengan trokar atau hemostat bengkok. Antrostomi intranasal ini dapat diperlebar dengan cunam kerison dan cunam yang dapat memotong tulang kearah depan. Lubang nasoantral ini sekurang-kurangnya 1,5 cm dan yang dipotong adalah mukosa intra nasal, mukosa sinus dan dinding tulang. Telah diakui secara luas bahwa berbagai jendela nasoantral tidak diperlukan. Setelah antrum diinspeksi dengan teliti agar tidak ada tampon yang tertinggal, incisi ginggivobukal ditutup dengan benang plain cat gut 00. biasanya tidak diperlukan pemasangan tampon intranasal atau intra sinus. Jika terjadi perdarahan yang mengganggu, kateter balon yang dapat ditiup dimasukan kedalam antrum melalui lubang nasoantral. Kateter dapat diangkat pada akhir hari ke-1 atau ke 2. kompres es di pipi selama 24 jam pasca bedah penting untuk mencegah pembengkakan, hematoma dan perasaan tidak nyaman.Non Radikal:Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF). Bedah sinus endoskopi fungsional merupakan perkembangan pesat dalam bedah sinus.Teknik bedah ini pertama kali diajukan oleh Messerklinger dan dipopulerkan oleh Stamm-berger dan Kennedy.BSEF adalah operasi pada hidung dan sinus yang menggunakan endoskopi dengan tujuan menormalkan kembali ventilasi sinus dan transpor mukosilier. Prinsip BSEF ialah membuka dan membersihkan KOM sehingga drainase dan ventilasi sinus lancar secara alami.7,11Indikasi absolut tindakan BSEF adalah rinosinusitis dengan komplikasi, mukosil yang luas, rinosinusitis jamur alergi atau invasif dan kecurigaan neoplasma. Indikasi relatif tindakan ini meliputi polip nasi simptomatik dan rinosinusitis kronis atau rekuren simptomatik yang tidak respon dengan terapi medikamentosa.Sekitar 75-95% kasus rinosinusitis kronis telah dilakukan tindakan BSEF.Prinsip tindakan BSEF adalah membuang jaringan yang menghambat KOM dan memfasilitasi drainase dengan tetap mempertahankan struktur anatomi normal (gambar 13)

Gambar 13. Prinsip bedah sinus endoskopi fungsional(BSEF): membuang jaringan yang menghambat KOM. Teknik bedah sinus endoskopi fungsional meliputi unsinektomi, etmoidektomi, sfenoidektomi dengan etmoidektomi, bedah resesus frontalis, antrostomi maksila, konkotomi dan septoplasti.Komplikasi pasca tindakan BSEF dapat dibedakan menjadi komplikasi awal dan lanjut. Komplikasi awal meliputi hematoma orbita, penurunan penglihatan, diplopia, kebocoran cairan serebrospinal, meningitis, abses otak, cedera arteri karotis dan epifora.Komplikasi lanjut yang dapat terjadi adalah rekurensi, mukosil dan miosferulosis akibat salep yang digunakan dan benda asing.Komplikasi orbita dan intrakranial juga dapat terjadi sebagai komplikasi lanjut.3.7 KOMPLIKASICT-Scan penting dilakukan dalam menjelaskan derajat penyakit sinus dan derajat infeksi di luar sinus, pada orbita, jaringan lunak dan kranium. Pemeriksaan ini harus rutin dilakukan pada sinusitis rekuren, kronis atau berkomplikasi. Komplikasi Orbita 12Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang tersering. Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi dari ethmoidalis akut, namun sinus frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita dan dapat menimbulkan infeksi isi orbita. 12Terdapat lima tahapan :a. Peradangan atau reaksi edema yang ringan. Terjadi pada isi orbita akibat infeksi sinus ethmoidalis di dekatnya. Keadaan ini terutama ditemukan pada anak, karena lamina papirasea yang memisahkan orbita dan sinus ethmoidalis seringkali merekah pada kelompok umur ini.b. Selulitis orbita, edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi orbita namun pus belum terbentuk.c. Abses subperiosteal, pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang orbita menyebabkan proptosis dan kemosis.d. Abses orbita, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita. Tahap ini disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan unilateral yang lebih serius. Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang tersering dan kemosis konjungtiva merupakan tanda khas abses orbita, juga proptosis yang makin bertambah.e. Trombosis sinus kavernosus, merupakan akibat penyebaran bakteri melalui saluran vena ke dalam sinus kavernosus, kemudian terbentuk suatu tromboflebitis septik. Komplikasi Intra Kranial 12a. Meningitis akut, salah satu komplikasi sinusitis yang terberat yang mana infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau langsung dari sinus yang berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus frontalis atau melalui lamina kribriformis di dekat sistem sel udara ethmoidalis.b. Abses dural, adalah kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium, seringkali mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat, sehingga pasien hanya mengeluh nyeri kepala dan sebelum pus yang terkumpul mampu menimbulkan tekanan intrakranial.c. Abses subdural, adalah kumpulan pus diantara duramater dan arachnoid atau permukaan otak. Gejala yang timbul sama dengan abses dura.d. Abses otak, setelah sistem vena, dapat mukoperiosteumsinus terinfeksi, maka dapat terjadi perluasan metastatik secara hematogenke dalam otak.Terapi komplikasi intra kranial ini adalah antibiotik yang intensif, drainase secara bedah pada ruangan yang mengalami abses dan pencegahan penyebaran infeksi. Komplikasi sinusitis yang lain adalah kelainan paru seperti bronkitis kronis dan bronkiektasi. Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu, dapat juga menyebabkan kambuhnya asma bronchial yang sukar dihilangkan sebelum sinusitisnya disembuhkan3.8. PROGNOSISPrognosis sinusitis tipe odentogen sangat tergantung kepada tindakan pengobatan yang dilakukan dan komplikasi penyakitnya. Jika, drainase sinus membaik dengan terapi antibiotik atau terapi operatif maka pasien mempunyai prognosis yang baik.

BAB IVPENUTUP

4.1KesimpulanSinusitis dentogen adalah peradangan mukosa hidung dan satu atau lebih mukosa sinus paranasal yang disebabkan oleh penyebaran infeksi gigi. 10% kasus sinusitis dengan sumber odontogenik adalah disebabkan oleh rahang atas.1,2 Meskipun sinusitis dentogen adalah kondisi yang relatif umum, patogenesisnya masih belum jelas serta masih kurangnya konsensus mengenai gejala klinis, pengobatan, dan pencegahan. Terjadinya sinusitis dentogen dapat terjadi melalui dua cara, yaitu infeksi gigi yang kronis dapat menimbulkan jaringan granulasi di salam mukosa sinus maksila, penyebaran secara langsung, hematogen atau limfogen dari granuloma apikal atau kantong periodontal gigi ke sinus maksila.Diagnosis dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan rinoskopi anterior dan rinoskopi posterior, nasoendoskopi, disertai pemeriksaan penunjang berupa transluminasi, foto rontgen, CT-Scan dan MRI.Bila sinusitis disebabkan faktor gigi biasanya pasien mengeluhkan hidung berbau. Penatalaksanaannya adalah mengatasi masalah gigi, konservatif, diberikan obat-obatan; antibiotika, dekongestan, antihistamin, kortikosteroid dan irigasi sinus serta operatif. Beberapa macam tindakan bedah sinus yaitu antrostomi meatus inferior, Caldwell-Luc, etmoidektomi intra dan ekstra nasal, trepanasi sinus frontal dan bedah sinus endoskopik fungsional.

0. SaranSaran pada pasien dengan kasus ini adalah: Mencabut gigi penyebab dan merawat gigi yang rusak dilanjutkan pembuatan gigi tiruan. Menjaga oral hygiene dengan menggosok gigi yang benar 3 kali sehari atau setelah makan dan sebelum tidur. Membersihkan karang gigi tiap 6 bulan sekali ke dokter gigi. Mengurangi konsumsi makanan yang bersifat erosif terhadap gigi, misalnya makanan yang manis, pedas, panas dan lain-lain. Mengurangi makanan yang asin dan minum obat hipertensi secara teraturDAFTAR PUSTAKA1. Soetjipto Damayanti, Endang Mangunkusumo. Sinus Paranasal. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga-Hidung-Tenggorok, Kepala Leher. Edisi VI. Jakarta, Balai Penerbit FKUI, 2008; 145-53.2. Boies LR, Adams GL. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi VI. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1997.3. Mulyarjo, Soejak S. Sinusitis. Naskah Lengkap Perkembangan Terkini Diagnosis dan Penatalaksanaan S. Sinusitis. Surabaya, 2006; 1-634. Farhat. Peran Infeksi Gigi Rahang Atas pada Kejadian Sinusitis Maksila di RSUP H. Adam Malik Medan. Dept. Ilmu Kesehatan THT, Bedah Kepala, dan Leher FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan. 2006. p. 386-925. Universitas Sumatera Utara. Sinusitis Maksilaris Dentogen. Tersedia dari URL http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31193/4/Chapter%20II.pdf. Diunduh tanggal 9 Februari 20136. Itzhak Brook, MD. Acute Sinusitis. Tersedia dari URL http://www.emedicine.com/emerg/topic536.htmEdisi April 2012. Diunduh tanggal 9 Februari 20137. Ramalinggam KK. Anatomy and physiology of nose and paranasal sinuses. A Short Practice of Otolaryngology. All India Publishers; 214-318. Abdul Rachman Saragih. Rinosinusitis Dentogen.Diambil dari dentika Dental Journal, Vol 12, No 1. 2007. Hal : 81 -84. Tersedia dari URL :http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/121078184.pdf. Diunduh tanggal 9 Februari 20139. Mehra P, Murad H. Maxillary Sinus Disease of Odontogenic Origin. Otolaryngologic Clinic of North America. 2004. p. 347-6410. Henny Kartika. Cara Pemeriksaan Hidung dan Sinus Paranasal. Tersedia dari URLhttp://hennykartika.wordpress.com/2007/12/29/cara-pemeriksaan-hidung-dan-sinus-paranasal/. Diunduh tanggal 9 Februari 201311. Bestary, Jaka Budiman. Rossy, Rosalinda. Bedah Endoskopi Fungsional Revisi Pada Rinosinusitis Kronis. Diambil dari Jurnal FK Universitas Andalas/RSUP Dr. M Djamil Padang, Bagian THT Bedah Kepala Leher. Tersedia dari URLhttp://repository.unand.ac.id/17210/1/Bedah_Sinus_Endoskopi_Fungsional_Revisi_pada_Rinosinusitis_Kronis.pdf Diunduh tanggal 9 Februari 201312. Bashiruddin J, Soetjipto D, Rifki N. Abses orbita sebagai komplikasi sinusitis maksila dan etmoid akibat infeksi gigi. Kumpulan Naskah Pertemuan Ilmiah Tahunan Perhati

25