Bab i Uji Coliform Fitria Ph
-
Upload
fitria-permata-hannaffi -
Category
Documents
-
view
18 -
download
0
description
Transcript of Bab i Uji Coliform Fitria Ph
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne disease) merupakan
permasalahan kesehatan masyarakat yang banyak dijumpai. Di seluruh dunia terdapat
jutaan orang, khususnya bayi dan anak-anak, yang menderita dan meninggal dunia
setiap tahunnya akibat penyakit yang ditularkan melalui makanan tersebut. Setiap
tahun, terdapat sekitar 1500 juta kejadian diare pada balita dan diperkirakan 70%
kasus penyakit diare terjadi karena makanan yang terkontaminasi (Motarjemi dkk,
2006).
Kontaminasi bakteri pada makanan dapat terjadi pada bahan makanan, air, wadah
makanan, tangan penyaji ataupun pada makanan yang sudah siap disajikan. Seperti
pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Djaja (2003), kontaminasi pada bahan
makanan sebanyak 40,0%, kontaminasi air sebanyak 12,9%, kontaminasi makanan
matang 7,5%, kontaminasi pewadahan makanan 16,9%, kontaminasi tangan 12,5%,
dan kontaminasi makanan disajikan 12,2%. Hal tersebut menunjukkan kontaminasi
paling banyak terdapat pada bahan makanan terutama pada daging.
Daging merupakan bahan pangan yang memegang peranan cukup penting dalam
pemenuhan kebutuhan gizi, karena mutu proteinnya tinggi serta mengandung asam amino
essensial yang lengkap dan seimbang. (Astawan, 2006). Setiap usaha yang terdaftar dan
bergerak dibidang bahan makanan asal diharuskan memenuhi persyaratan higienis,
sanitasi sarana unit usaha sehingga produk yang dihasilkan memenuhi kriteria
ASUH(Aman, Sehat, Utuh, dan Halal). Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian
1
laboratorium untuk memastikan bahwa bahan pangan asal hewan tersebut bebas dari
mikroorganisme berbahaya. Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01–6366–2000
merekomendasikan batas maksimal cemaran bakteri Coliform pada daging segar yaitu
1 X 102 CFU/gram dan E.coli yaitu 5 X 101 MPN/100ml.
Mengingat penggunaan bahan pangan asal hewan berupa daging ini sangat
digemari dan sangat berbahaya jika kandungan bakteri coliform melebihi batas standar
nasional yang telah ditetapkan, maka dilakukan uji coliform pada bahan asal hewan di
UPT Laboratorium Kesmavet Provinsi Bengkulu. Penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan bahan referensi oleh konsumen dalam pembeli daging dalam memilih
daging yang layak dikonsumsi.
1.2 Tujuan Umum
Tujuan umum dari kerja praktek (KP) adalah:
1) Untuk mengenal lingkungan dunia kerja dan struktur yang terdapat di
dunia kerja
2) Untuk mengaplikasikan teori di bangku kuliah ke dunia kerja di UPT
Laboratorium Kesmavet
3) Untuk mengetahui bagaimana cara menguji Bahan Asal Hewan (BAH)
yang mengandung bakteri coliform
4) Untuk menambah pengalaman dan keterampilan bekerja di laboratorium.
1.3 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari Kerja Praktek (KP) yang dilakukan oleh mahasiswa:
1) Mahasiswa tahu cara kerja pengujian coliform pada bahan/ pangan asal
hewan.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bakteri coliform
Bakteri coliform adalah golongan bakteri intestinal, yaitu hidup didalam saluran
pencernaan manusia. Bakteri coliform adalah bakteri indikator keberadaan bakteri
patogenik lain. Lebih tepatnya, bakteri coliform fekal adalah bakteri indikator adanya
pencemaran bakteri patogen. Penentuan coliform fekal menjadi indikator pencemaran
dikarenakan jumlah koloninya pasti berkorelasi positif dengan keberadaan bakteri
patogen. Selain itu, mendeteksi coliform jauh lebih murah, cepat, dan sederhana
daripada mendeteksi bakteri patogenik lain. Contoh bakteri coliform adalah,
Escherichia coli dan Enterobacter aerogenes. Jadi, coliform adalah indikator kualitas
air. Makin sedikit kandungan coliform, artinya, kualitas air semakin baik.
E. Coli jika masuk ke dalam saluran pencernaan dalam jumlah banyak dapat
membahayakan kesehatan. Walaupun E. Coli merupakan bagian dari mikroba normal
saluran pencernaan, tapi saat ini telah terbukti bahwa galur-galur tertentu mampu
menyebabkan gastroenteritis taraf sedang hingga parah pada manusia dan hewan.
Sehingga, air yang akan digunakan untuk keperluan sehari-hari berbahaya dan dapat
menimbulkan penyakit infeksius (Suriaman, 2008).
Bakteri kelompok koliform meliputi semua bakteri berbentuk batang, gram
negatif, tidak membentuk spora dan dapat memfermentasi laktosa dengan
memproduksi gas dan asam pada suhu 370C dalam waktu kurang dari 48 jam. Adapun
bakteri E.Coli selain memiliki karakteristik seperti bakteri koliform pada umumnya
juga dapat menghasilkan senyawa indole didalam air pepton yang mengandung asam
3
amino triptofan, serta tidak dapat menggunakan natrium sitrat sebagai satu-satunya
sumber karbon.
Terdapat tiga jenis E.coli, yaitu: E. coli enterotoksigenik (enterotoxigenic
E.coli (ETEC)). Produksi enterotoksin oleh E.coli ditemukan sekitar tahun 1970 dari
strain-strain yang ada hubungannya dengan penyakit diare. Penelitian selanjutnya
menerangkan strain-strain enterototoksigenik dari E.coli sebagai suatu hal yang
bersifat patogen pada penyakit diare manusia. Dua tipe toksin E.coli disebut sebagai
toksin labil (labile toxin, LT) dan toksin stabil (stable toxin, ST).
Akhir-akhir ini kelompok E.coli dari serotipe yang berbeda (umumnya O78,
O13, O6) yang memproduksi enterotoksin telah ditemukan sebagai etiologi penting
diare akut, termasuk diare epidemik, pada neonatus (Sack,1977). Smith dan Gyles
(1970) mengemukakan adanya E.coli patogen pada babi yang mempunyai plasmid
(suatu massa DNA yang mempunyai kromosom) yang mudah dipindahkan dan
dikenal sebagai plasmid Ent+ yang mempunyai kemampuan membentuk berbagai
macam enterotoksin. Pada manusia, E.coli patogen juga mempunyai plasmid Ent +
yang membentuk toksin tahan panas (stable toxin, ST) dan toksin tidak tahan panas
(labile toxin, LT) atau kombinasi(ST/LT). Seperti toksin kolera, toksin LTETEC dapat
merangsang adenilsiklase dalam sel mukosa usu halus (Evans, 1972; Sujudi, 1983).
E.coli enteropatogenik (Entheropathogenic E.coli (EPEC)). Pada tahun 1945
Bray berhasil menemukan tipe antigen spesifik E.coli pada bayi penderita kolera.
Selain itu dikemukakan terdapatnya bau yang khas seperti semen dari cairan yang
dihasilkan oleh organisme itu. Tidak lama kemudian Kauffman berhasil menyusun
satu sistem untuk menentukan tipe E.coli yang didasarkan atas antigen somatik
4
(antigen O), antigen kapsular (antigen K) dan antigen Flagelar (antigen H). Sejak itu
ditemukan 15 serogrup, diantaranya yang dikenal sebagai bentuk EPEC yang telah
diketahui pula sebagai penyebab epidemi diare pada bayi (Evans, 1979). Yang paling
banyak didapatkan ialah: O26 B6, O55 B5, O111 B4 dan yang agak kurang O114
B14, O126 B16, O127 B8, O128 B12 (Cruickshank, 1974). Pada kira-kira 2-3% bayi
sehat ditemukan EPEC.
Indonesia, sejak tahun 1968 E.coli lebih banyak diperhatikan sebagai penyebab
diare pada bayi atas dasar hasil yang diperoleh pada tahun tersebut di Bandung oleh
Soeprapti Thaib dkk.(1968) yaitu 41,9% (88 dari 210 tinja) pada bayi yang berumur 0-
6 bulan dan 35,3% (45 dari 136 tinja) pada bayi umur 6-12 bulan, Ono Dewanoto dkk.
(1969) melaporkan 36,2% (163 dari 448 tinja) untuk bayi berumur 0-24 bulan dan
Gracey dkk.(1973) melaporkan angka 35,0% (7 dari 20 tinja bayi 0-24 bulan yang
dirawat di Bangsal Gastroenterologi Anak RSCK/FKUI Jakarta) pada tahun 1973.
Sejak tahun 1975, perhatian terhadap penyakit diare akut beralih dari E.Coli
enteropatogenik (EPEC) ke E.coli enterotoksigenik (ETEC) disamping Rotavirus dan
Salmonella Oranienburg.
E. coli enteroinvasif (enteroinvasive E.coli (EIEC)). Beberapa E.coli dapat
menyebabkan diare berdarah dan berinvasi ke usus besar. Strain ini terdiri dari
sejumlah kecil serogrup yang dapat dibedakan dari E.coli Enterotoksegenik dan E.coli
enteropatogenik dan disebut E.coli enteroinvasif. Strain ini seperti organisme lain
yang bersifat invasif, sering juga terdapat dalam tinja yang penuh dengan leukosit dan
eritrosit (Suharyono, 2008).
5
Bakteri koliform lain yang juga sering dianalisis untuk mengetahui kualitas air
adalah Clostridium Perfringens. Bakteri ini juga bersifat anaerobik (tidak memerlukan
oksigen untuk kehidupannya). Clostridium Perfringens biasanya juga terdapat
didalam faeces, meskipun dalam jumlah jauh lebih sedikit dari pada E.Coli.
2.2 Metode Most Probable Number (MPN)
Metode Most Probable Number (MPN) terdiri dari uji presumtif (penduga) dan
uji konfirmasi (peneguhan), dengan menggunakan media cair di dalam tabung reaksi
dan dilakukan berdasarkan jumlah tabung positif. Pengamatan tabung positif dapat
dilihat dengan timbulnya gas di dalam tabung Durham (SNI, 2897 : 2008)
2.3 Daging
Daging merupakan salah satu jaringan hewan dan semua produk hasil
pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak
menimbulkan ganguan kesehatan bagi yang memakannya. Misalnya organ hati, ginjal,
otak, paru-paru, jantung, limpa, pankreas, dan jaringan otot termasuk dalam defenisi
ini (Soeparno, 1992).
Protein merupakan komponen bahan kering yang terbesar dari daging. Nilai
nutrisi daging yang tinggi disebabkan karena daging mengandung asam-asam amino
esensial yang lengkap dan seimbang. Selain protein, otot juga mengandung air, lemak,
karbohidrat dan komponen anorganik. Keunggulan lain, protein daging lebih mudah
dicerna ketimbang yang berasal dari nabati. Bahan pangan ini juga mengandung
beberapa jenis mineral dan vitamin (Soeparno, 1992).
Daging merupakan sumber utama untuk mendapatkan asam amino esessial.
Asam amino esessial terpenting di dalam otot segar adalah alanin, glisin, asam
6
glutamat dan histidin. Daging sapi mengandung asam amino leusin, lisin, dan valin
yang lebih tinggi daripada daging babi atau domba. Pemanasan dapat mempengaruhi
kandungan protein daging. Daging sapi yang dipanaskan pada suhu 700C akan
mengalami pengurangan jumlah lisin menjadi 90%, sedangkan pemanasan pada suhu
1600C akan menurunkan jumlah lisin hingga 50%. Pengasapan dan penggaraman juga
sedikit mengurangi kadar asam amino (Soeparno, 1992).
Daging dibentuk oleh 2 bagian utama yaitu serat-serat otot berbentuk rambut dan
tenunan pengikat. Serat-serat otot daging diikat kuat oleh tenunan pengikat dan
dihubungkan dengan tulang. Komposisi serat otot daging mengandung protein, lemak,
karbohidrat dan garam mineral. Protein yang terdapat dalam serat otot daging terdiri
dari aktin dan miosin. Karbohidrat yang ada dalam bentuk glikogen (Syarief dan
Irawati, 1988).
Daging telah diketahui sebagai bahan yang mudah rusak, hal ini disebabkan
karena komposisi gizinya yang baik untuk manusia maupun mikroorgaisme dan juga
karena pencemaran permukaan pada daging oleh mikroorganisme perusak. Sampai
saat ini suhu rendah selalu digunakan untuk memperlambat kecepatan berkembangnya
pencemaran permukaan dari tingkat awal sampai ketingkat akhir dimana terjadi
kerusakan. Waktu yang diperlukan untuk perkembangan mikroorganisme semacam itu
merupakan ukuran ketahanan penyimpanan (Buckle, 1987).
7
BAB III
METODE KERJA
3.1 Waktu Dan Tempat
Kegiatan uji di laboratorium ini di mulai dari tanggal 9 Februari 2015 – 15
Februari 2015 di Unit Ppelayanan Teknis (UPT) Laboratorim Kesmavet Provinsi
Bengkulu.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan yaitu : Tabung reaksi (Pyrex), pipete volumetric (Pyrex), rak
tabung reaksi, jarum inokulasi, pinset, gunting, tabung durham, botol spray, pembakar
bunsen, Stomacher (Bag mixer), accu jet (jargon lab levo plus), neraca analitik (a n d
company limited), vortex mixer (boeco germany), incubator (memert), autoclave
(hirayama), freezer (sharp), baju laboratorium, sandal karet, masker dan sarung
tangan.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan yaitu : sampel daging babi ternak (BA), daging celeng
(BB), daging anjing (A) dan daging ayam (AA), larutan BPW (Buffered Pepton
Water), BGLBB (Brilliant Green Lactose Bile Broth ) dan LSTB (Lauryl Sulfate
Tryptose Broth).
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Pengambilan sampel
Pengambilan sampel dilakukan di beberapa tempat penjualan daging , yaitu
pertama di rumah makan penjualan khusus pemesanan daging babi ternak yaitu
8
berlokasi di daerah kampong bali, sampel kedua daging babi celeng diambil dari
rumah penjualan khusus daging celeng berlokasi di daerah pasar minggu, sampel
ketiga daging anjing diambil dari rumah penjualan khusus pemesanan daging anjing
berlokasi di daerah kampong bali , dan sampel terakhir daging ayam yang diambil dari
pasar minggu. Semua pengambilan sampel dilakukan dengan cara dibeli dari
penjualnya dalam keadaan mentah.
3.3.2 Penyiapan contoh
ditimbang contoh padat dan semi padat sebanyak 25 g atau ukur contoh cair sebanyak
25 ml secara aseptik kemudian masukkan dalam wadah steril.
Tambahkan 225 ml larutan BPW 0,1 % steril ke dalam kantong steril yang berisi
contoh, homogenkan dengan stomacher selama 1 menit sampai dengan 2 menit
(kecuali untuk contoh susu cair). Ini merupakan larutan dengan pengenceran 10-1.
3.3.3 Uji pendugaan
dipindahkan 1 ml larutan pengenceran 10-1 tersebut dengan pipet steril ke
dalam larutan 9 ml BPW 0,1 % untuk mendapatkan pengenceran 10-2. Dengan
cara yang sama seperti di atas dibuat pengenceran 10-3.
dipipet masing-masing 1 ml dari setiap pengenceran ke dalam 3 seri tabung
LSTB yang berisi tabung Durham.
Inkubasi pada temperatur 35 °C selama 24 jam sampai dengan 48 jam.
Diperhatikan adanya gas yang terbentuk di dalam tabung Durham. Hasil uji
dinyatakan positif apabila terbentuk gas.
3.3.4 Uji konfirmasi (peneguhan)
Pengujian selalu disertai dengan kontrol positif.
9
dipindahkan biakan positif dari 4.2.5.1 d) dengan menggunakan jarum
inokulasi dari setiap tabung LSTB ke dalam tabung BGLBB yang berisi tabung
Durham.
diinkubasikan pada temperatur 35 °C selama 48 jam ± 2 jam.
diperhatikan adanya gas yang terbentuk di dalam tabung Durham. Hasil uji
dinyatakan positif apabila terbentuk gas.
Selanjutnya gunakan tabel Most Probable Number (MPN) untuk menentukan
nilai MPN berdasarkan jumlah tabung BGLBB yang positif sebagai jumlah
koliform per mililiter atau per gram.
3.3.5 Interpretasi hasil
Banyaknya koliform yang terdapat dalam contoh uji diinterpretasikan dengan
mencocokkan kombinasi jumlah tabung yang memperlihatkan hasil positif,
berdasarkan tabel nilai MPN (Lampiran A). Kombinasi yang diambil, dimulai dari
pengenceran tertinggi yang masih menghasilkan semua tabung positif, sedangkan
pada pengenceran berikutnya terdapat tabung yang negatif. Kombinasi yang diambil
terdiri dari tiga pengenceran. Nilai MPN contoh dihitung sebagai berikut:
10
MPN contoh (MPN/ml atau MPN/gr) =nilai MPN Table
100× faktor pengenceran yang ditengah
(SNI 2897 : 2008)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Dari hasil pengujian coliform yang telah dilakukan pada 4 sampel daging yang
berasal dari beberapa tempat di kota Bengkulu didapatkan hasil seperti yang terlihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Uji coliform pada bahan asal hewan pada 4 sampel uji.
Tanggal Kode sampel
Jenis sampel
Pengenceran LSTB BGLB Keterangan
9 Februari 2015
BA Daging babi ternak 10-1
+ +
3
3
3
+ ++ +
10-2+ ++ ++ +
10-3+ ++ ++ +
12 Februari 2015
BB Daging babi celeng 10-1
+ +
3
3
2
+ ++ +
10-2+ ++ ++ +
10-3+ ++ +- -
10 Februari 2015
A Daging anjing 10-1
+ +3
3
3
+ ++ +
10-2+ ++ ++ +
10-3+ ++ ++ +
11
3,3,3>1.100
3,3,21.100
3,3,3>1.100
16 Februari 2015
AA Daging ayam 10-1
+ +
3
2
3
+ ++ +
10-2- -+ ++ +
10-3+ ++ ++ +
4.2 Pembahasan
Dari hasil tabel yang telah dipaparkan diatas bahwa pada sampel daging babi
ternak (BA) dan daging anjing (A) adalah semua positif dari tiga macam pengenceran
seri tiga tabung sehingga dapat ditulis 3,3,3 yang artinya jika dibaca pada tabel hitung
MPN yaitu lebih dari 1.100 koloni. Sedangkan pada sampel daging babi celeng (BB)
terdapat tabung 1 tabung negative pada seri pengenceran 10-3 sehingga dapat ditulis
3,3,2 yang artinya jika dibaca pada tabel hitung MPN yaitu berada pada 1.100 koloni,
dan pada sampel daging ayam (AA) terdapat 1 tabung negative pada seri pengenceran
10-2 sehingga dapat ditulis 3,2,3 yang artinya jika dibaca pada tabel hitung MPN yaitu
berada pada 290 koloni. Jadi artinya cemaran koloni bakteri coliform pada sampel
daging babi,anjing dan ayam tersebut sudah melebihi batas cemaran menurut Standar
Nasional Indonesia SNI : 2000 yang memberlakukan peraturan bahwa batas
maksimum Coliform adalah 102 MPN/ml. Sehingga tidak layak untuk dikonsumsi
karena dengan adanya keberadaan bakteri coliform yang menandakan adanya
beberapa bakteri patogen yang dapat merusak sistem pencernaan tubuh. Menurut
Ahmad Akhsan (2011) bakteri Coliform adalah indikator kualitas makanan, makin
sedikit kandungan bakteri Coliform, artinya kualitas makanan semakin baik begitupula
dengan sebaliknya. Tetapi sering sekali terjadi pengotoran dan pencemaran makanan
12
3,2,3 290
dengan kotoran-kotoran sampah. Oleh karena itu makanan dapat menjadi sumber atau
perantara berbagai penyakit seperti tipus, desentri dan kolera. Bakteri – bakteri yang
dapat menyebabkan penyakit tersebut salah satunya adalah bakteri Coliform.
Uji penduga merupakan tes pendahuluan tentang ada tidaknya kehadiran
bakteri Coliform berdasarkan terbentuknya asam dan gas yang disebabkan karena
fermentasi laktosa oleh golongan escercia coli. Terbentuknya asam dilihat dari
kekeruhan pada media LSTB, dan gas yang dihasilkan dapat dilihat dalam tabung
Durham berupa gelembung udara. Dinyatakan positif jika terbentuk gas atau
gelembung udara di dalam tabung Durham. Dari hasil yang didapatkan dari keempat
sampel uji rata-rata tiap pengenceran sampel yang berisi tabung durham tersebut
positif karena terdapat gelemung udara di dalam tabung durham. Dan ada 2 tabung
dari 2 sampel yang negative sehingga tabung uji yang menunjukan negative maka
tidak diujikan lagi dengan uji penguat coliform.
Pada uji penguat coliform hasil dinyatakan positif terlihat pada tabung yang
berisi media Brilliant Green Lactosa Bile (BGLB) yang ditandai dengan adanya gas
pada tabung Durham yang menandakan adanya fermentasi laktosa. Pada media BGLB
terdapat Bile salt yang berfungsi sebagai inhibitor atau penghambat pertumbuhan
bakteri gram positif.
Dari hasil yang didapatkan kemungkinan awal kontaminasi berawal dari
proses penyembelihan ternak babi yang tidak steril dan higienis. Sjamsul Bahri (2008)
mengatakan bahaya atau hazard yang berkaitan dengan keamanan pangan asal ternak
dapat terjadi pada setiap mata rantai mulai dari praproduksi di produsen,
13
pascaproduksi sampai produk tersebut didistribusikan dan disajikan kepada
konsumen. Usmiati (2010) mengatakan daging sangat sensitif terhadap mikroba
pembusuk karena sifat fisikokimianya (aktifitas air, pH, nutrisi) mendukung
pertumbuhan mikroba. Sebagian besar patogen terdapat pada kulit atau permukaan
luar daging yang terkontaminasi selama proses penyembelihan. Oleh karena itu,
walaupun ternak dipotong sehat jika proses penyembelihan tidak memenuhi syarat
maka kecendrungan menimbulkan kontaminasi dari bakteri-bakteri patogen seperti
Coliform.
14
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dari keempat sampel yang terdiri dari 2 daging
babi, anjing dan ayam tersebut tercemar bakteri Coliform yang artinya tidak layak untuk
dikonsumsi karena batas cemaran menurut Standar Nasional Indonesia SNI : 2000
yang memberlakukan peraturan bahwa batas maksimum Coliform adalah 102
MPN/ml, sedangkan yang didapatkan melebihi batas yang telah ditentukan.
5.2 Saran
1. Kepada penjual daging babi anjing dan ayam diharapkan agar memperhatikan
kebersihan lokasi penyembelihan dan tempat penjualan daging.
2. Kepada Badan POM diharapkan selalu mengawasi dan meningkatkan
pengawasan terhadap penjual dan produsen dan konsumen daging
3. Disarankan terhadap peneliti selanjutnya untuk dapat meneliti daging babi
anjing ayam dan ternak lainya yang diduga tercemar coliform yang ada
ditempat lain untuk mengetahui ada tidaknya penjual daging oplosan.
4. Disarankan kepada masyarakat agar lebih berhati-hati dalam memilih daging
dan makanan yang aman untuk dikonsumsi.
15
DAFTAR PUSTAKA
Astawan. M., 2004. Mengapa kita Perlu Makan Daging. Departemen Teknologi Pangan dan Gizi IPB. Kompas Cyber Media.
Buckle, K.A., R.A. Edward, G.H. Fleet dan M. Wootton, 1987. Ilmu pangan. UI-Press. Jakarta.
Djaja, I.M. 2003. Kontaminasi E.Coli Pada Makanan Dari Tiga Jenis TempatPengelolaan Makanan (TPM) Di Jakarta Selatan. Jurnal Makara
Kesehatan Vol. 12. Hal: 36-41.
Motarjemi, Y., Moarefi, A., Jacob, M. 2006. Penyakit Bawaan Makanan Fokus Pendidikan Kesehatan. Jakarta: EGC.
Standar Nasional Indonesia. 2000. Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan batas maksimum residu dalam bahan bahan makanan asal hewan. SNI 01-6366-2000. Jakarta: Dewan Standardisasi Nasional.
Standar Nasional Indonesia. 2008. Metode pengujian cemaran mikroba dalam daging, telur dan susu, serta hasil olahannya. SNI 2897:2008. Jakarta : Badan Standar Nasional
Suriaman, E, Juwita., 2008. Jurnal penelitian mikrobiologi pangan uji kualitas air jurusan biologi fakultas sains dan teknologi, universitas islam negeri malang. http://www.scribd.com. Di akses tanggal 23 Februari 2015.
Suharyono. 2008. Diare Akut : Klinik dan Laboratorik. Jakarta : Rineka Cipta.
Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press,Yogyakarta.
Syarief, R dan A. Irawati, 1988. Pengetahuan Bahan Industri Pertanian. Medyatama sarana perkasa, jakarta.
Usmiati S. 2010. Pengawetan Daging Segar dan Olahan. Artikel. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Kampus Penelitian Pertanian : Bogor.
16
Lampiran
17