BAB I sjdjwsjuhhw

43
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversity di dunia, baik flora maupun fauna yang penyebarannya dapat mencapai wilayah sangat luas dan ada pula yang bersifat endemik, yaitu jenis yang dapat tumbuh di suatu tempat. Hal ini disebabkan oleh faktor yang mempengaruhi jenis tersebut, di antaranya faktor edafik, klimatik, dan genetik. World Research Institute (1992), menyatakan bahwa saat ini Indonesia telah kehilangan lebih dari 72% potensi hutan alam, ini berarti kehilangan ratarata 3,4 juta hektar setiap tahunnya. Sementara itu data resmi pemerintah menyebutkan dari luas kawasan hutan 144 juta hektar pada tahun 1950-an telah menyusut drastis menjadi tinggal 92,4 juta hektar pada akhir tahun dua 1

description

jwdijwdwd

Transcript of BAB I sjdjwsjuhhw

Page 1: BAB I sjdjwsjuhhw

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki

keanekaragaman hayati tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega

biodiversity di dunia, baik flora maupun fauna yang penyebarannya dapat

mencapai wilayah sangat luas dan ada pula yang bersifat endemik, yaitu jenis

yang dapat tumbuh di suatu tempat. Hal ini disebabkan oleh faktor yang

mempengaruhi jenis tersebut, di antaranya faktor edafik, klimatik, dan genetik.

World Research Institute (1992), menyatakan bahwa saat ini Indonesia telah

kehilangan lebih dari 72% potensi hutan alam, ini berarti kehilangan ratarata 3,4

juta hektar setiap tahunnya. Sementara itu data resmi pemerintah menyebutkan

dari luas kawasan hutan 144 juta hektar pada tahun 1950-an telah menyusut

drastis menjadi tinggal 92,4 juta hektar pada akhir tahun dua ribuan. Faktor utama

degradasi ini adalah adanya konversi hutan alam menjadi fungsi lain.

Salah satu jenis yang menjadi perhatian dalam penelitian ini, yaitu jenis akar

kuning (Arcangelisia flava Merr.). Akar kuning merupakan tumbuhan liana,

panjang sampai 20 m, hidup pada dataran rendah sampai 800 m di atas permukaan

laut (dpl). Daunnya tebal dan kuat seperti kulit, berbentuk oval, tumpul tidak

tajam, lebar daun 7 cm sampai 20 cm, permukaan atas mengkilap dan tangkainya

panjang. Bunganya berumah dua dengan ukuran kecil-kecil tersusun dalam

rangkaian berupa glabrous20 cm sampai 50 cm, tajuk bercuping putih kehijauan

atau putih kekuningan (Widyatmoko dan Zick 1998).

1

Page 2: BAB I sjdjwsjuhhw

Penggunaan bahan alam, baik sebagai obat maupun tujuan lain cenderung

meningkat, terlebih dengan adanya semangat back to nature serta krisis ekonomi

berkepanjangan yang mengakibatkan turunnya daya beli masyarakat.

Kecenderungan peningkatan penggunaan obat herbal untuk pengobatan tidak lagi

didasarkan atas pengalaman turun-menurun tetapi dengan dukungan dasar

ilmiah.Sementara ini banyak orang yang beranggapan bahwa penggunaan

tanaman obat herbal relatif lebih aman dibandingkan obat sintesis (Harsini,

2008).Pendapat ini juga dibenarkan oleh Deza (2010) yang menjelaskan bahwa

penggunaan obat sintetik dapat menekan Candida, namun bisa menimbulkan efek

samping bagi manusia seperti alergi, iritasi, dan mual. Oleh sebab itu, perlu dicari

cara yang bersifat alami. Pengobatan secara alami biasanya tidak mempunyai efek

samping, dan jika ada efek samping tersebut sangat kecil (Mukhlisoh, 2010).

Peranan tanaman hortikultura semakin penting dalam kehidupan manusia.

Tanaman hortikultura meliputi tanaman buah, sayur, tanaman hias dan tanaman

obat. Dewasa ini banyak orang telah kembali pada pengobatan tradisional dengan

menggunakan tanaman berkhasiat obat baik untuk menjaga kesehatan maupun

untuk mengobati penyakit. Pengalihan penggunaan obat kimia ke obat herbal

diharapkan dapat meningkatkan kemanpuan masyarakat untuk memenuhi

kesehatan secara mandiri dan berkelanjutan, sehingga dapat mengurangi impor

bahan baku obat generic dan biaya subsidi. Pengalihan sebagian subsidi bagi

pelayanan kesehatan mandiri berbasis tanaman obat merupakan langkah strategis

(Syakir, 2007).

Salah satu tanaman yang dikenal sebagai obat adalah kayu kuning

(Arcangelisia flava Merr). Di beberapa daerah di Sulawesi tumbuhan ini

2

Page 3: BAB I sjdjwsjuhhw

umumnya digunakan untuk pengobatan penyakit malaria, kencing manis, kencing

batu dan lain-lain. Pada umumnya penggunaan batang kayu kuning untuk

pengobatan dari dalam dengan cara minum air rebusannya. Di Jawa tumbuhan ini

dipergunakan sebagai obat sariawan (Wiyanto, 1993; Nagle and Nagle, 2005).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terdahulu, senyawa yang

berperanan sebagai obat dalam tumbuhan adalah senyawa alkaloid. Dalam praktek

medis kebanyakan alkaloid mempunyai nilai tersendiri, disebabkan oleh sifat

farmakologi dan kegiatan fisiologinya yang menonjol sehingga dipergunakan luas

dalam bidang pengobatan. Manfaat alkaloid dalam bidang kesehatan antara lain

adalah untuk memacu sistem saraf, menaikkan atau menurunkan tekanan darah

dan melawan infeksi mikrobia (Solomon, 1980; Carey, 2006).

B. Rumusan Masalah

Masalah yang dikaji pada penelitian ini adalah :

1. Senyawa kimia apakah yang terkandung dalam batang tanaman katola ?

2. Bagaimana aktivitas antijamur senyawa-senyawa hasil isolasi batang dari

tanaman katola ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah :

1. Mengisolasi senyawa kimia yang terkandung dalam batang tanaman katola.

2. Mengetahui aktivitas antijamur senyawa-senyawa hasil isolasi batang dari

tanaman katola.

3

Page 4: BAB I sjdjwsjuhhw

D. Manfaat Penelitia

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa :

1. Bagi Peneliti

Menambah pengalaman, pengetahuan dan keahlian dalam isolasi, serta

identifikasi golongan senyawa dan uji aktivitas senyawa kimia.

2. Bagi Institusi

Mewujudkan perana Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo terhadap

permasalahan yang timbul di masyarakat khususnya tentang tanaman obat

tradisional.

3. Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan

Memberikan informasi tentang validasi aktivitas antijamur senyawa kimia dan

sebagai referensi dalam memberikan informasi mengenai manfaat dari

batang tanaman katola untuk selanjutnya dapat diuji secara kelinis.

4. Bagi Masyarakat

Memberikan informasi terhadap masyarakat tentang pemanfaatan batang

tanaman katola yang dapat digunakan sebagai antijamur secara tradisional.

4

Page 5: BAB I sjdjwsjuhhw

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Tumbuhan Katola (Arcangelisia flava L. Merr)

1. Klasifikasi

Klasifikasi Katola (Arcangelisia flava L. Merr) adalah sebagai berikut

(Backer dan Brink, 1969).

Regnum : Plantae

Divicio : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Classis : Magnoliopsida

Ordo : Ranunculales

Familia : Menispermaceae

Genus : Arcangelisia Gambar 1. Tanaman Katola

Species : Arcangelisia flava L. Merr.

2. Sinonim

Arcangelisia lemniscata (Miers) Becc., Arcangelisia loureiri (Pierre) Diels

(UNESCO, 998).

3. Nama Daerah

Nama daerah tanaman katola (A. flava L. Merr) adalah sebagai

berikut katola (Muna, Sulawesi), kayu kunino (Sumatera), wall bulan

5

Page 6: BAB I sjdjwsjuhhw

(Maluku), areuy ki koneng (Sunda), oyod sirawan, sirawan kunyit, peron

kebo, peron sapi (Jawa) (Heyne, 1987 ; Larisu, 2011).

4. Morfologi Tumbuhan

Salah satu jenis tanaman obat yang jarang ditemukan, yaitu jenis akar

kuning (Arcangelisia flava Merr.). Akar kuning merupakan tumbuhan liana,

panjang sampai 20 m, hidup pada dataran rendah sampai 800 m di atas permukaan

laut (dpl). Daunnya tebal dan kuat seperti kulit, berbentuk oval, tumpul tidak

tajam, lebar daun 7 cm sampai 20 cm, permukaan atas mengkilap dan tangkainya

panjang. Bunganya berumah dua dengan ukuran kecil-kecil tersusun dalam

rangkaian berupa glabrous 20 cm sampai 50 cm, tajuk bercuping putih kehijauan

atau putih kekuningan. Kayunya berwarna kuning, kegunaan yang biasa

dimanfaatkan untuk pengobatan oleh masyarakat yaitu rebusan batang untuk

mengobati penyakit kuning, pencernaan, cacingan, obat kuat/tonikum, demam,

peluruh haid, dan sariawan. Pada batang atau cabang yang besar terdapat tandan

buah yang menggantung, buah berwarna kuning. Selain itu tumbuhan ini memiliki

kegunaan sebagai pewarna, penghasil racun yang tergolong dalam insektisida

(Subiandono dan Heriyanto, 2009)

B. Uraian Kandungan Kimia

1. Alkaloid

Alkaloid merupakan salah satu golongan metabolit sekunder sekunder

terbesar kimia tumbuhan. Secara umum alkaloid diketahui memiliki sifat basa,

6

Page 7: BAB I sjdjwsjuhhw

tetapi tidak semua alkaloid memiliki sifat basa. Alkaloid quaterner misalnya tidak

bersifat basa (Djamal, 2010).

Gambar 1. Kerangka Alkaloid Berberin (Robinson, 1995).

Alkaloid seringkali beracun bagi manusia dan banyak yang mempunyai

kegiatan fisiologi yang menonjol, sering digunakan secara luas dalam bidang

pengobatan. Alkaloid biasanya tidak berwarna, sering kali bersifat optis aktif,

kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan (kecuali

nikotin) pada suhu kamar (Harbone, 1987).

2. Trepenoid

Terpenoid adalah suatu golongan senyawa yang sebagian besar terdapat

dalam tumbuhan. Istilah terpenoid digunakan pada senyawa yang secara

biosintesis terbentuk dari senyawa yang sama yaitu molekul isoprene atau

isoprenik (C5). Dari istilah ini maka senyawa-senyawa alami yang terbentuk dari

monomer isoprene ini maka munculah kelompok-kelompok senyawa hemiterpen

(1 × C5), monoterpen (terdiri dari 2 isopren, 2 × C5 = C10), seskuiterpen (3 isopren,

3 × C5 = C15), diterpen (4 × C5 = C20), sesterpen (5 × C5 = C25) dan triterpen (6 ×

C5 = C30) (Djamal, 2010).

7

Page 8: BAB I sjdjwsjuhhw

Gambar 1. Kerangka Terpenoid (Djamal, 2010).

Terpenoid juga terdiri atas beberapa macam senyawa, mulai dari

komponena minyak atsiri, yaitu monoterpena dan seskuiterpena yang mudah

menguap (C10 dan C15), diterpena yang lebih sukar menguap (C20), sampai ke

senyawa yang tidak menguap, yaitu triterpenoid dan sterol (C30), serta pigmen

karotenoid (C40). Masing-masing golongan terpenoid ini penting, baik pada

pertumbuhan dan metabolisme maupun pada ekologi tumbuhan (Harbone, 1987).

3. Saponin

Saponin adalah glikosida triterpen yang merupakan senyawa aktif

permukaan dan dapat menimbulkan busa jika dikocok dengan air. Pada

konsentrasi ynag rendah dapat menyebabkan hemolisis sel darah merah pada tikus

(Harborne, 1987).

8

Page 9: BAB I sjdjwsjuhhw

4. Flavonoid

Flavonoid merupakan senyawa kimia yang umumnya terdapat pada

tumbuhan berpembuluh. Flavonoid terdapat dalam tumbuhan sebagai glikosida

dan aglikon flavonoid. Biasanya dalam menganalisis flavonoid, yang diperiksa

ialah aglikon dalam ekstrak tumbuhan yang sudah dihidrolisis. Proses ekstraksi

flavonoid dilakukan dengan etanol mendidih untuk menghindari iksidasi enzim

(Harborne, 1987).

5. Tanin

Tanin merupakan senyawa kimia yang umum terdapat dalam tumbuhan

berpembuluh, memiliki gugus fenol, rasa sepat dan mampu menyamak kulit

karena kemampuannya menyambung-silang protein. Tanin dapat bereaksi dengan

protein membentuk kopolimer kuat yang tak larut air (Novianti, 2012).

Secara kimia, tanin dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu tanin

terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Tanin terkondensasi secara biosintesis dapat

dianggap terbentuk dengan cara kondensasi katekin yang membentuk senyawa

dimer dan kemudian oligomer yang lebih tinggi. Tanin terhidrolisis mengandung

ikatan eter yang terhidrolisis jika dididihkan dalam asam klorida encer (Harborne,

1987).

9

Page 10: BAB I sjdjwsjuhhw

C. Uji Aktifitas Antijamur

1. Antijamur

Jamur sebagai suatu mikroorganisme eukariotik yang mempunyai ciri-ciri

spesifik yaitu mempunyai inti sel, memproduksi spora, tidak mempunyai klorofil,

dapat berkembang biak secara aseksual dan beberapa jamur mempunyai bagian–

bagian tubuh berbentuk filamenfilamen dan sebagian lagi bersifat uniseluler.

Beberapa jamur meskipun saprofitik, dapat juga menyerbu inang yang hidup lalu

tumbuh dengan subur sebagai parasit dan menimbulkan penyakit pada tumbuhan,

hewan, termasuk manusia, tidak kurang dari 100 spesies yang patogen terhadap

manusia (Rochani,2009).

Candida albicans tumbuh sebagai mikroflora normal tubuh manusia pada

saluran pencernaan, pernafasan, saluran genital wanita. Jumlah normal Candida

albicans dalam rongga mulut kurang dari 200 sel per ml saliva. Keadaan ini dapat

berubah mejadi patogen pada pasien yang menderita berbagai macam kelainan

sistemik, dan juga penggunaan antibiotik jangka panjang, hal ini sering disebut

sebagai penyakit kandidiasis (Rahmah dan KN, 2010).

Menurut Prasetya dalam Prasidha (2013), kandidiasis adalah suatu infeksi

oleh jamur Candida, yang sebelumnya disebut Monilia. Kandidiasis oral atau

sering disebut sebagai moniliasis merupakan suatu infeksi yang paling sering

dijumpai dalam rongga mulut manusia, dengan prevalensi 20%-75% dijumpai

pada manusia sehat tanpa gejala. Kandidiasis pada penyakit sistemik

menyebabkan peningkatan angka kematian sekitar 71%-79%. Terkadang yang

diserang adalah bayi dan orang dewasa yang tubuhnya lemah.

10

Page 11: BAB I sjdjwsjuhhw

2. Klasifikasi Mikroba Uji

Menurut Rochani (2009) C. albicans dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Divisi : Thallophyta

Anak divisi : Fungi

Kelas : Ascomycetes

Bangsa : Moniliales

Suku : Crytoccocaceae

Anak suku : Candidoidea

Marga : Candida

Jenis : C. albicans

3. Metode Uji Anktifitas Antijamur

Metode sumuran masih jarang digunakan untuk melakukan uji apada

penelitian dikarenakan sulitnya proses perlakuan, namun berdasarkan banyak

teori, hasil dari metode sumuran akan lebih mudah terlihat dan menampakan hasil

yang nyata (Prayoga, 2013). Metode sumur (difusi agar) didasarkan pada

kemampuan senyawa-senyawa antibakteri yang diuji untuk menghasilkan jari-jari

zona penghambatan di sekeliling sumur uji terhadap bakteri yang digunakan

sebagai penguji (Nurainy dkk, 2008).

D. Metode Analisi Senyawa Bahan Alam

Analisis senyawa bahan alam meliputi dua macam metode yaitu metode

isolasi dan metode identifikasi.

11

Page 12: BAB I sjdjwsjuhhw

1. Metode Isolasi

Menurut Djamal (2010) isolasi adalah proses pengambilan atau pemisahan

suatu zat dari suatu bahan alam dengan menggunakan suatu pelarut yang sesuai.

Dalam melakukan isolasi atau penyarian dalam bahan alam dapat digunakan

bahan-bahan tumbuhan, hewan segar maupun yang telah dikeringkan, tergantung

simplisia dan zat atau senyawa yang akan diisolasi.

Metode isolasi merupakan teknik pemisahan suatu komponen dari campuran

yang lebih kompleks. Dasar dari teknik pemisahan ini adalah perbandingan sifat

partisi komponen terhadap adsorbennya. Komponen kimia dapat diisolasi dengan

cara ekstraksi dan fraksinasi, dengan memisahkan komponen tersebut berdasarkan

kelarutannya dalam pelarut tertentu. Hasil pemisahan akan dimurnikan kembali

untuk menghilangkan pengotor yang masih ikut tercampur dalam sampel

(Harborne, 1996).

a. Penyiapan Sampel

Analisis fitokimia menggunakan jaringan tumbuhan yang segar. Jaringan

segar yang diambil, disimpan dalam kantong pelastik. Penyimpana harus

dilakukan dalam keadaan terawasi untuk mencegah terjadinya perubahan kimia

yang terlalu banyak. Bahan dikeringkan tanpa menggunakan suhu tinggi, lebih

baik dengan aliran udara yang cukup. Setelah kering, tumbuhan dapat disimpan

sebelum digunakan untuk analisis (Hirjan, 2009).

12

Page 13: BAB I sjdjwsjuhhw

b. Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu cara untuk memisahkan campuran beberapa zat

kimian manjedi komponen-komponen yang terpisah (Djamal, 2010). Ragam

ekstraksi yang tepat bergantung pada tekstur dan kandungan air bahan tumbuhan

yang akan diekstraksi dan pada jenis senyawa yang diisolasi. Umumnya perlu

dilakukan pembunuhan jaringan untuk mencegah terjadinya oksidasi enzim atau

hidrolisis (Harborne, 1996).

Ada beberapa metode pemurnian dari ekstrak bahan alami, antara lain

dengan ekstraksi menggunakan pelarut yang immiscible (tidak dapat bercampur)

dan mempunyai densitas yang berbeda, pengendapan, penyaringan, pemanasan,

adsorpsi menggunakan adsorben ataupun dengan resin penukar ion (Anonymous,

2005). Esktraksi menggunakan pelarut merupakan salah satu cara pemurnian

ekstrak dari bahan alami. Pemurnian secara ekstraksi untuk mendapatkan bahan

aktif asetoksikhavikol asetat pada lengkuas dapat dilakukan dengan pelarut heksan

(Rusmarilin, 2003). Heksan juga digunakan oleh Zaeoung et al., (2005) untuk

memperoleh komponen murni dari ekstrak lengkuas. Keberhasilan proses

pemurnian suatu ekstrak sangat erat kaitannya dengan rendemen, mutu dan kadar

senyawa aktif yang dihasilkan (Hernani dkk, 2007).

c. Fraksinasi

Fraksinasi adalah proses untuk memisahkan kandungan senyawa bahan

alam atas perbedaan sifat kelarutannya dalam konsisi yang ditentukan. Umumnya

senyawa bahan alam dapat dibedakan atas 3 kelompok, yaitu senyawa non-polar

13

Page 14: BAB I sjdjwsjuhhw

seperti lemak atau lilin, terpen dan steroid; senyawa semi-polar seperti kumarin,

fenolik tak terglikosida (flavonoid) dan alkaloid; senyawa polar seperti flavonoid

glikosida, alkaloid kuarternar dll. Proses fraksinasi dapat dilakukan dengan

menggunakan berbagai pelarut yang memiliki perbedaan keloparan atau dengan

membuat senyawa berubah sifat kelarutannya akibat perubahan pH (Djamal,

2010).

Djamal (2010) juga mengatakan bahwa tujuan utama fraksinasi adalah

untuk menyederhanakan komposisi dan homogenitas sifat zat sehingga lebih

mudah dimurnikan / diisolasi menjadi senyawa tunggal atau zat murni.

d. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi lapis tipis merupakan kromatografi cair-padat dan merupakan

metode pemisahan fisikokimia. Lapisan yang memisahkan, yang terdiri atas bahan

berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam,

atau lapisan yang cocok. (Sastrohamidjojo, 1973). Fase diam tersebut dapat

berupa lapisan tipis alumina, silika gel atau bahan serbuk lainnya.

Campuran yang akan dipisah berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau

pita. Setelah pelat ditempatkan dalam larutan pengembang yang cocok (fase

gerak), pemisahan yang terjadi adalah adsorbsi. Kekuatan adsorbsi tergantung

pada kuat lemahnya interaksi antara senyawa, pelarut, dan adsorben.

(Padmawinata, 1991). Fase gerak untuk KLT terdiri dari campuran dua atau tiga

sistem pelarut yang berbeda kepolarannya. Sistem fase gerak yang biasa

digunakan antara lain, n-heksana/etil asetat, eter/n-heksana,

diklorometan/nheksana, diklorometan/metanol. (Still, 1978).

14

Page 15: BAB I sjdjwsjuhhw

Identifikasi dari senyawa yang terpisah pada lapis tipis diperoleh dari harga

faktor retensi (Rf), yaitu dengan membandingkan jarak yang ditempuh oleh

senyawa terlarut dengan jarak tempuh pelarut.

Harga Rf = jarak yangdigerakkan olehsenyawa dari titik asal

Jarak yang ditempuh pelarut dari titik asal

(Padmawinata, 1985).

e. Kromatografi Cair Vakum

Kromatografi cair vakum merupakan salah satu kromatografi vakum khusus

yang biasanya menggunakan silika gel sebagai adsorben. Kelebihan KCV jika

dibandingkan dengan kromatografi kolom biasa terletak pada kecepatan proses

(efisiensi waktu) karena proses pengelusian dipercepat dengan memvakumkan

kolom selain itu KCV juga dapat memisahkan sampel dalam jumlah banyak

(Septyaningsih, 2010).

Pemilihan jenis silika gel yang tepat merupakan faktor yang sangat penting

untuk mendapatkan hasil pemisahan yang baik. Ukuran partikel silika gel yang

terlalu kecil akan menyebabkan proses elusi berjalan sangat lambat. (Peddersen,

2001).

Pemilihan sistem pelarut untuk kromatografi kolom vakum cair dapat

dilakukan dengan 3 pendekatan, yaitu: penelusuran pustaka, mencoba menerapkan

data KLT pada pemisahan dengan kolom, dan pemakaian elusi landaian umum

dari pelarut non polar yang tidak menggerakkan zat terlarut sampai pelarut polar

yang menggerakkan zat terlarut (Padmawinata, 1991). Sistem elusi dapat

dilakukan dengan metode gradien pelarut atau dengan sistem isokratik. Elusi

15

Page 16: BAB I sjdjwsjuhhw

gradient (variasi kepolaran pelarut) dilakukan jika campuran senyawa cukup

komplek sedangkan elusi isokratik dilakukan jika campuran senyawa yang akan

dipisahkan sederhana.

Sampel dilarutkan dalam pelarut yang sesuai atau sampel dibuat serbuk

bersama adsorben (impregnasi) dan dimasukkan ke bagian atas kolom kemudian

dihisap perlahan-lahan. Kolom selanjutnya dielusi dengan pelarut yang sesuai,

dimulai dengan yang paling non polar. Kolom dihisap sanpai kering pada setiap

pengumpulan fraksi. Pada kromatografi cair vakum, fraksi-fraksi yang ditampung

xiii biasanya bervolume jauh lebih besar dibandingkan dengan fraksi-fraksi yang

diperoleh dari kromatografi kolom biasa. Langkah pemisahan menggunakan

kromatografi cair vakum biasanya dilakukan pada tahap awal pemisahan

(pemisahan terhadap ekstrak kasar yang diperoleh langsung dari proses ekstraksi)

(Septyaningsih, 2010).

f. Kromatografi Radial

Kromatografi radial termasuk ke dalam kromatografi planar. Kromatografi

radial terdiri atas kromatografi kertas radial dan kromatografi lapis tipis radial.

Prinsip pemisahnnya sama seperti kromatografi lainnya, yakni berdasarkan

interaksi antara komponen dalam sampel terhadap fase diam dan fase gerak. Lapis

tipis yang digunakan pada KLT radial berupa fase diam yang diaplikasikan di

atas plat kaca berbentuk bundar yang memiliki diameter 24 cm. Fase diam yang

digunakan sama seperti pada KLT, diantaranya alumunia, silika gel dan lainnya

(Novianti, 2012). Komponen KLT radial terdiri dari plat, motor penggerak, lampu

UV, chamber dan wadah eluen. Penggunaanya dilakukan dengan cara

16

Page 17: BAB I sjdjwsjuhhw

mengalirkan sampel ke bagian tengah plat yang telah dipasang dalam chamber

lalu diikuti dengan mengalirkan eluen. Motor penggerak akan berotasi pada 800

rpm memutar pelat dalam chamber searah jarum jam dan proses elusi akan terjadi.

Fase diam bergerak secara radial dari bagian tengah plat ke bagian pinggir akibat

adanya daya kapilaritas plat dan gaya sentrifugal yang dihasilkan dari pelat yang

berotasi (Cazes, 2010).

Pada awal pemisahan harus dipakai sistem pelarut yang kepolarannya

ditingkatkan perlahan-lahan selama pengelusian. Pemasukkan cuplikan diikuti

dengan pengelusian menghasilkan pita-pita komponen berupa lingkaran sepusat.

Pada tepi pelat pita-pita terputar keluar dan ditampung dalam tabung. Fraksi eluen

yang diperoleh dianalisis dengan KLT (Hostettmann dkk, 1986).

g. Pemurnian

Tujuan pemurnian adalah untuk menghilangkan atau memisahkan senyawa

yang tidak dikehendaki semaksimal mungkin tanpa dapat berpengaruh pada

senyawa yang dikehendaki. Proses-proses pada tahapan ini adalah pengendapan,

pemisahan dua cairan yang tidak saling bercampur, sentrifugasi, dekantasi, filtrasi,

proses absorpsi dan penukaran ion (Dirjen POM, 1986).

2. Metode Identifikasi

a. Spektrofotometer Infra Red (IR)

Spektrofotometer infra red (IR) atau infra merah merupakan suatu metode

yang mengamati interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada

17

Page 18: BAB I sjdjwsjuhhw

pada daerah panjang gelombang 0,75 – 1.000 µm atau pada bilangan gelombang

13.000 – 10 cm-1 dengan menggunakan suatu alat yaitu spektrofotometer infra

merah (Anonim, 2007).

Sprktrofotometer IR digunakan untuk menentukan struktur, khususnya

gugus fungsi senyawa organik. Sprktrofotometer IR memberikan puncak-puncak

maksimal yang sama jelas sebaik puncak minimumnya. Spektrum absorbansi

dibuat dengan bilangan gelombang pada sumbu X dan persentase transmitan (T)

pada sumbu Y (Rifai, 2007).

b. Spektrofotometri 1H dan 13C-NMR

Spektroskopi NMR (Nuclear Magnetic Resonance = Resonansi Magnetik

Inti) berhungungan dengan sifat magnet dari inti atom. Spektroskopi NMR

didasarkan pada penyerapan panjang gelombang radio oleh inti-inti tertentu dalam

molekul organik, apabila molekul ini berada dalam medan magnet yang kuat. Inti

atom unsur-unsur dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni atom unsur yang

mempunyai spin atau tidak mempunyai spin. Spin inti akan menimbulkan medan

magnet. Dari resonansi magnet proton (RNP), akan diperoleh informasi jenis

hidrogen, jumlah hidrogen dan lingkungan hidrogen dalam suatu senyawa bagitu

juga dari resonansi magnet karbon (RMC) (Khopkar, 2003).

18

Page 19: BAB I sjdjwsjuhhw

E. Kerangka Konsep

19

Etnobotani

Akar Kuning(Archangelisia flava L. Merr)

Tehnik Isolasi dan Identifikasi

Ekstraksi Fraksinasi Pemurnian

Senyawa Murni

Identifikasi isolat dengan menggunakan spektrum

(IR dan NMR)

Uji aktifitas antijamur menggunakan metode

sumuran

Page 20: BAB I sjdjwsjuhhw

BAB IIIMETODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan Oktober 2015 – Januari 2016

bertempat di Laboratorium Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo dan

Pusat Penelitian Kimia LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Jakarta.

B. Jenis Penelitian

Penelitian ini berupa penelitian eksperimental eksplorasi/inventori, yaitu

penelitian yang dilakukan pada laboratorium yang kondisinya terkontrol dengan

ketat untuk menghasilkan isolasi senyawa metabolit sekunder dari batang akar

kuning (Arcangelisia Flava L. Merr) serta menguji aktivitas antijamur.

C. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam peneletian ini adalah Akar Kuning

(Arcangelisia Flava L. Merr), metanol (teknis), etil asetat (teknis), n-heksan

(teknis), kloroform p.a (Merck®), diklorometan p.a (Merck®), KOH (Merck®),

aquades (teknis), aseton (teknis), silika gel 60 GF254 p.a (Merck®), silika 60 G

(Merck®), serium sulfat (CeSO4) (Merck®)

20

Page 21: BAB I sjdjwsjuhhw

D. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu set alat destilasi

(Scott-Duran®, Germany), satu set alat kromatografi cair vakum (KCV), satu set

alat kromatografi radian (KR), vacum rotary evaporator (Buchi®), oven

(Gallenkamp®-Australia), timbangan analitik (Explorer Ohaus®), hot plate

(Stuart®), pipet tetes, kertas saring, botol vial, pisau, blender (Philips®),

erlenmeyer (Pyrex), lampu UV (Srahlen® Germany), chamber (Camag®), cawan

petri, kaca, cutter, spatula, pinset, mistar, aluminium foil, toples kaca, pipa

kapiler, autoklaf (Wisecrave®), ose, gelas ukur (Pyrex), pipet ukur (Pyrex), filler,

satu set mikropipet (Eppendorf®), kuvet, spektrofotometer infra mera (Thermo

Scientific®), dan NMR 1H dan 13C (JEOL), sprktroskopi FT-IR (Varian 1000).

E. Prosedur Penelitian

Prosedur kerja penelitian ini terdiri dari beberapa tagap, yaitu :

1. Pengambilan Sampel

Sampel diambil di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Pengambilan

sampel dapat dilakukan pada pagi hari dan sore hari. Pengambilan sampel

penelitian ini dilakukan pada sore hari 17.00. Pada bulan September 2014.

21

Page 22: BAB I sjdjwsjuhhw

2. Preparasi Sampel

Sampel katola (A. Flava L. Merr) batang yaitu kulit batang serta kayu yang

dipotong ± 5 cm dan daun dipisahkan kemudian dibersihkan dengan air mengalir,

dirajang kemudian dikeringkan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari dan

ditutupi dengan menggunakan kain hitam sampai kering. Setelah kering

dihaluskan hingga diperoleh serbuk sampel atau simplisia (Srijanto, 2004).

3. Ekstraksi

Pada penelitian ini dilakukan ekstraksi dengan metode maserasi

menggunakan pelarut metanol. Serbuk batang katola (A. flava L. Merr) yang

diperoleh sebanyak 2kg. Simplisia dimaserasi selama 3×24 jam menggunakan

pelarut metanol. Selanjutnya dilakukan pemekatan dengan evaporator pada suhu

550C sampai diperoleh ekstrak kental metanol katola (A. flava L. Merr).

4. Pemisahan dan Pemurnian

Pemisahan dan pemurnian kandungan kimia melalui kromatografi cair

vakum (KCV) dan kromatografi radial (KR). Pemisahan tahap awal (ekstrak total)

dapat menggunakan KCV berdiameter 13,5 cm dengan jumlah sampel maksimal

20 g. Kromatografi radial dipilih untuk pemisahan maupun pemurnian ketika

jumlah fraksi maksimal 2 g digunakan plat silika dengan ketebalan 4 mm (plat 4).

Jumlah fraksi maksimal 1 g digunakan plat silika gengan ketebalan 2 mm (plat 2),

dan jumlah fraksi maksimal 0,5 g digunakan plat silika dengan ketebalan 1 mm

(plat 1). Setiap tahap pemisahan dan pemurnian akan dimonitor dengan

22

Page 23: BAB I sjdjwsjuhhw

kromatografi lapis tipis (KLT) 1 dimensi. Fase diam berupa silika gel, sedangkan

fase gerak berupa campuran pelarut organik (eluen). Hasilnya diamati dibawah

lampu UV 254nm dan 366 nm serta disemprotkan penampak noda serium sulfat

(CeSO4) lalu dilakukan pemanasan.

Proses pemisahan dilakukan berulang-ulang sehingga diperoleh pola noda

tunggal pada plat KLT yang menandakan isolat yang diperoleh murni atau hampir

murni. Jika masih terdapat pengotor, pemurnian dapat dilakukan dengan proses

dekantasi, yaitu dengan menambahkan pelarut yang dapat melarutkan pengotor

tetapi tidak melarutkan isolat. Pengotor dapat larut dalam pelarut tersebut

sehingga bisa dipisahkan dari isolat.

5. Uji Kemurnian dan Identifikasi Isolat

Uji kemurnian dilakukan dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT)

menggunakan beberapa macam eluen. Jika isolat tetap menunjukkan pola noda

tunggal, maka dilakukan uji kemurnian dengan menggunakan KLT 1 dimensi dan

atau 2 dimensi, uji kemurnian dapat dilakukan uji fisik senyawa berupa uji titik

leleh < 2O, maka senyawa dianggap telah murni serta dilakukan dengan tehnik

spektroskopi berupa spektrum IR dan spektrum (1H dan 13C-NMR) untuk

mengetahui struktur isolat.

23

Page 24: BAB I sjdjwsjuhhw

6. Pengujian Aktivitas Antijamur

1. Sterilisasi Alat dan Bahan

Pelaksanaan penelitian diawali dengan sterilisasi alat. Membersihkan tabung

reaksi, erlenmeyer, petridisk, gelas ukur, serta beaker glass dengan menggunakan

alkohol 70%. Sterilisasi alat dengan menggunakan autoklaf dengan suhu 1210C

tekanan atm selama ± 20 menit (Dwidjoseputro, 2005). Mensterilisasikan media

menggunakan autoklaf dengan suhu 1210C selama 15 menit dan tekanan 2 atm

(Rahayu dkk, 2007).

2. Kultur Mikroorganisme Uji

Media kultur yang digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme dalam

bentuk padat, semi padat, dan cair. Jamur diremajakan pada media PDA yang

telah disiapkan kemudian disterilisasikan dalam autoclave pada suhu 1210C

selama 15 menit (Gozali, dkk., 2009 ; Rostinawati, dkk., 2009).

3. Pembuatan Media Agar Miring

Pembuatan agar miring bertujuan untuk meremajakan jamur yg akan

digunakan pada media difusi. PDA dilarutkan dalam 20 ml aquadest pada

Erlenmeyer kemudian dipanaskan di atas hot plate sampai mendidih dan diperoleh

larutan jernih. Kemudian dituang ke dalam beberapa tabung reaksi disterilkan

dalam autoclave pada suhu 1210C selama 15 menit kemudian dimiringkan 300

dan dibiarkan mengeras (Gozali, dkk., 2009 ; Rostinawati, dkk., 2009).

24

Page 25: BAB I sjdjwsjuhhw

4. Pembuatan Media Agar

Pembuatan media agar yang digunakan sama dengan pembuatan media

miring, yaitu PDA dilarutkan dalam aquadest kemudian dipanaskan di atas hot

plate sampai mendidih dan diperoleh larutan jernih. Media disterilkan dalam

autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit.

5. Pembuatan Suspensi Jamur

Jamur yang akan digunakan untuk pengujian yang telah diremajakan

disuspensikan ke dalam larutan NaCl 0,9%. Kekeruhan diukur pasa

spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum 625 nm hingga setara

dengan larutan standar Mcfarland (Ginting, 2012; Assidiqi dkk, 2012).

6. Uji Aktivitas Antijamur

Media NA 10 ml dituangkan ke dalam cawan petri, kemudian dibiarkan

memadat. Setelah memadat, permukaan lapisan dasar ditanam 5 pencadang baja

yang diatur jaraknya agar daerah pengamatan tidak bertumpu. Suspensi jamur 1

ml dicampurkan ke dalam media pembenihan 5 ml, selanjutnya dituangkan pada

tiap cawan petri sebagai lapisan kedua. Setelah lapisan kedua memadat,

pencadang diangkat secara aseptik menggunakan pinset dari masing-masing

cawan petri, sehingga terbentuk sumur-sumur yang akan digunakan dalam uji

antijamur. Sumuran yang sudah dibuat pada media pengujian dimasukkan isolat,

kemudian dimasukkan diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37°C selama 24

25

Page 26: BAB I sjdjwsjuhhw

jam. Setelah itu, diukur diameter zona hambat di sekitar pencadang menggunakan

penggaris (Ardiansyah dkk., 2003).

F. Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan cara antara lain analisis

untuk menguji kemurnian senyawa menggunakan metode KLT, analisis untuk

menentukan gelombang senyawa IR, NMR (1H dan 13C-NMR) dan analisis

untuk mengetahui aktivitas senyawa menggunakan uji antijamur. Data yang telah

dianalisis tersebut kemudian diinterpretasi dan dibandingkan dengan literatur

sehingga diperoleh senyawa metabolit sekunder.

G. Jadwal Penelitian

Kegiatan Bulan ke1 2 3 4 5 6

1. Penyiapan alat dan bahan

2. Preparasi sampel

3. Isolasi

4. Identifikasi

5. Uji aktifitas

6. Pengolahan data

26

Page 27: BAB I sjdjwsjuhhw

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2005. Soft and fluid extracts. Pharmaceutical botanical Corporation, Canada.

Anonim, 2007, Modul Kuliah Spektroskopi, Universitas Santa Darma, Yugyakarta.

Ardiansyah, Nuraida, L. dan Andarwulan, N., 2003, Aktivitas Antimikroba Ekstrak Daun Beluntas (Pluchea indica L.) dan Stabilitas Aktivitasnya pada Berbagai Konsentrasi Garam dan Tingkat pH, Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 16(2), 90-97.

Carey, Francis A., 2006. Organic Chemistry, 6th ed., New York: McGraw Hill, 954.

Cazes, J., 2010, Encyclopedia of Chromatography. London : CRC Prrss, 71-75.

Deza, A.I. 2010. Kemampuan Tanaman Obat Menghambat Pertumbuhan Candida albicans Penyebab Sariawan Secara Invitro. Skripsi UNP: Padang.

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan, 1986, Sediaan Galenik, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Djamal, R., 2010, Kimia Bahan Alam : Prinsip-prinsip Dasar Isolasi dan Identifikasi, Universitas Baiturrahmah Press, Padang.

Dwidjoseputro. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.

Gozali Dolih, Rusmiati, D. danUtama, P. 2009. Formulasi dan Uji Stabilitas Mikroemulsi Keto konazole Sebagai Antijamur Candida albicans dan Tricophytonmentagrophytes. Farmaka. 7(2).

Harborne, J.B., 1996, Metode Fitokimia : Penuntun Cara Moderen Menganalisa Tumbuhan, Edisi II, ITB Press, Bandung.

Harborne, J.B., 1987, Metode Fitokimia : Penuntun Cara Moderen Menganalisa Tumbuhan, Edisi II, ITB Press, Bandung.

Harsini, Widjijono. 2008. Penggunaan Herbal di Bidang Kedokteran Gigi. Maj Ked. Gigi; Juni; 15 (1): 61-64.

Hernani, Marwati T., dan Winarti C., 2007, Pemilihan Pelarut Pada Pemurnian Ekstrak Lengkuas (Alpinia galanga) Secara Ekstraksi, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor.

27

Page 28: BAB I sjdjwsjuhhw

Hirjan, 2009, Isolasi dan Identifikasi Senyawa Metabolit Sekundar Fraksi Etil Asetat dari Kulit Batang Tanaman Jarak Pagar (Jathropa Curcas) serta Uji Aktivitas Biologi, Skipsi, Universitas Halu Oleo, Kendari.

Hostettmann, K., Marston A. dan Hostettmann, M., 1998, Preparative Chromatography Techniques, Berlin : Springer, 9-11.

Khopkar, S. M., 2003, Konsep Dasar Kimia Analitik, Universitas Indonesia, Jakarta.

Mukhlisoh, W., 2010, Pengaruh Ekstrak Tunggal dan Gabungan Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Terhadap Efektivitas Antibakteri Secara In Vitro, Skripsi, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang.

Nagle Hinter and Barbara Nagle, 2005. Pharmacology: An Introduction, McGraw Hill, Boston, 256.

Nurainy, F., Rizal, S., Yudiantoro, 2008, Pengaruh Konsentrasi Kitosan Terhadap Aktifitas Antibakteri dengan Metode Difusi Agar (Sumur), Universitas Lampung. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Vol 13, No 2 Hal: 118-119.

Novianti, N.D., 2012, Isolasi, Uji Aktivitas Antioksidan dan Toksisitas Menggunakan Artemia salina Leach Dari Fraksi Aktif Ekstrak Metanol Daun Jambo-Jambo (Kjelbergiodendron celebicus (Koord) Merr.). Skripsi, Universitas Indonesia, Jakarta.

Padmawinata, K. dan I. Soediro, 1985, Analisis Obat secara Kromatografi dan Mikroskopi, Penerbit ITB, Bandung. Terjemahan : Drugs Analisis by Chromatography and Microscopy, Stahl, E., Michigan.

Padmawinata, K., 1991, Pengantar Kromatografi, Edisi Ke dua, ITB Press, Bandung. Terjemahan: Introduction to Chromatography, Gritter, R.J.: J. M. Bobbit; A. E Schwarting, 1985, Holden Day Inc., USA.

Padmawinata, K. dan I. Soediro., 1996, Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, Cetakan ke dua, Penerbit ITB, Bandung. Terjemahan: Phytochemical Methods, Harborne, J.B., 1984, Chapman and Hall Ltd., London.

Prasidha, Satria Aji. 2013. Efektivitas Ekstrak Daun The Hijau Camellia sinensis dalam Menghambat Pertumbuhan Candida albicans Secara Invitro. Tugas Akhir Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.

Prayoga, E., 2013, Perbandingan Efek Ekstrak Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) dengan Metode Difusi Disk dan Sumuran Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus, Skripsi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

28

Page 29: BAB I sjdjwsjuhhw

Rahmah, N., dan KN,A.R. 2010. Uji Fungistatik Ekstrak Daun Sirih (Piper betle) Terhadap Candida albicans. Jurnal Bioscientiae Vol 7, No 2 Hal: 17-24.

Rahayu, Triastuti dan Maryati. 2007. Isolasi dan Karakterisasi Streptomyces yang Berpotensi Antimikroba dari Rizosfer Tumbuhan Tingkat Tinggi. Laporan Penelitian Hibah Pekerti. Ums: Surakarta.

Rifai, D.N.R.,2007, Isolasi dan Identifikasi Kitin, Kitodan dari Cangkang Hewan Mini (Horseshoe crab) Menggunakan Spektrofotometri Infra Merah, Skripsi, Universitas Islam Negeri Malang, Malang.

Rochani, N., 2009, Uji Aktivitas Antijamur Ekstrak Daun Bbinahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steen) Terhadap Candida albicans Serta Skrining Fitokimianya, Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Rostinawati, T. Sulistyaningsih., danAriani, D. 2009. Penentuan Fraksi Aktif Ekstrak Metanol Daun Sukun (Artocarpus communis Forst.) Sebagai Penghambat Pertumbuhan Candida albicansdan Microsporum gypseum. Farmaka. 7(3).

Rusmarilin, H. 2003. Aktivitas antikanker ekstrak lengkuas lokal (Alpinia galanga (L) Sw) pada alur sel kanker manusia serta mencit yang ditrasplantasi dengan sel tumor primer. Thesis S3, IPB, Bogor.

Sastrohamidjojo, H., 1973. Kromatografi. Liberty, Yogyakarta.

Septyaningsih, Dyah., 2010, Isolasi dan Identifikasi Komponen Utama Ekstrak Biji Buah Merah (Pandanus conoideus Lamk.), Sripsi, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Solomon T.E.W., 1980. Organic Chemistry, John Willey and Sons, 2th Ed New York.

Srijanto., 2004, Pengaruh Waktu, Suhu dan Perbandingan Bahan Baku Pelarut pada Ekstrak Kurkumin dari Temulawak (Curcuma xanthorriza) Dengan Pelarut Aseton, Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses, UNDIP, Semarang.

Still, Clark., Kahn, M., and Mitra, A., 1978. Rapid Chromatographic Technique for Preparatives Separations with Moderate Resolution. Journal of Organic Chemistry. Vol. 43. No. 14.

Widyatmoko, D. and F. Zick. 1998. The flora of Bukit Tiga Puluh National Park, Kerumutan Sanctuary and Mahato Protective Reserve, Riau, Indonesia. Indonesia Botanis Gardens in collaboration with Yayasan Sosial Chevron dan Texmaco Indonesia.

29

Page 30: BAB I sjdjwsjuhhw

Wiyanto 1993. Petunjuk Mengenai Tanaman di Indonesia dan Khasiatnya sebagai Obat Tradisional, terj., Jilid 1, Yayasan Dana Sejahtera, Yogyakarta.

World Research Institute. 1992. Global biodiversity guidelines for action to save. Study and Use Earth Biotic Wealth Sustainably and Equatably.

Zaeoung, S., A. Plubrukarn and N. Keawpradub. 2005. Cytotoxic and free radical scavenging activities of Zingiberaceous rhizomes. J. Sci. Technol: 27(4): 799-812.

30