BAB I sjdjwsjuhhw
-
Upload
andianugrahagung-endangibrahimtawakal -
Category
Documents
-
view
260 -
download
1
description
Transcript of BAB I sjdjwsjuhhw
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki
keanekaragaman hayati tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega
biodiversity di dunia, baik flora maupun fauna yang penyebarannya dapat
mencapai wilayah sangat luas dan ada pula yang bersifat endemik, yaitu jenis
yang dapat tumbuh di suatu tempat. Hal ini disebabkan oleh faktor yang
mempengaruhi jenis tersebut, di antaranya faktor edafik, klimatik, dan genetik.
World Research Institute (1992), menyatakan bahwa saat ini Indonesia telah
kehilangan lebih dari 72% potensi hutan alam, ini berarti kehilangan ratarata 3,4
juta hektar setiap tahunnya. Sementara itu data resmi pemerintah menyebutkan
dari luas kawasan hutan 144 juta hektar pada tahun 1950-an telah menyusut
drastis menjadi tinggal 92,4 juta hektar pada akhir tahun dua ribuan. Faktor utama
degradasi ini adalah adanya konversi hutan alam menjadi fungsi lain.
Salah satu jenis yang menjadi perhatian dalam penelitian ini, yaitu jenis akar
kuning (Arcangelisia flava Merr.). Akar kuning merupakan tumbuhan liana,
panjang sampai 20 m, hidup pada dataran rendah sampai 800 m di atas permukaan
laut (dpl). Daunnya tebal dan kuat seperti kulit, berbentuk oval, tumpul tidak
tajam, lebar daun 7 cm sampai 20 cm, permukaan atas mengkilap dan tangkainya
panjang. Bunganya berumah dua dengan ukuran kecil-kecil tersusun dalam
rangkaian berupa glabrous20 cm sampai 50 cm, tajuk bercuping putih kehijauan
atau putih kekuningan (Widyatmoko dan Zick 1998).
1
Penggunaan bahan alam, baik sebagai obat maupun tujuan lain cenderung
meningkat, terlebih dengan adanya semangat back to nature serta krisis ekonomi
berkepanjangan yang mengakibatkan turunnya daya beli masyarakat.
Kecenderungan peningkatan penggunaan obat herbal untuk pengobatan tidak lagi
didasarkan atas pengalaman turun-menurun tetapi dengan dukungan dasar
ilmiah.Sementara ini banyak orang yang beranggapan bahwa penggunaan
tanaman obat herbal relatif lebih aman dibandingkan obat sintesis (Harsini,
2008).Pendapat ini juga dibenarkan oleh Deza (2010) yang menjelaskan bahwa
penggunaan obat sintetik dapat menekan Candida, namun bisa menimbulkan efek
samping bagi manusia seperti alergi, iritasi, dan mual. Oleh sebab itu, perlu dicari
cara yang bersifat alami. Pengobatan secara alami biasanya tidak mempunyai efek
samping, dan jika ada efek samping tersebut sangat kecil (Mukhlisoh, 2010).
Peranan tanaman hortikultura semakin penting dalam kehidupan manusia.
Tanaman hortikultura meliputi tanaman buah, sayur, tanaman hias dan tanaman
obat. Dewasa ini banyak orang telah kembali pada pengobatan tradisional dengan
menggunakan tanaman berkhasiat obat baik untuk menjaga kesehatan maupun
untuk mengobati penyakit. Pengalihan penggunaan obat kimia ke obat herbal
diharapkan dapat meningkatkan kemanpuan masyarakat untuk memenuhi
kesehatan secara mandiri dan berkelanjutan, sehingga dapat mengurangi impor
bahan baku obat generic dan biaya subsidi. Pengalihan sebagian subsidi bagi
pelayanan kesehatan mandiri berbasis tanaman obat merupakan langkah strategis
(Syakir, 2007).
Salah satu tanaman yang dikenal sebagai obat adalah kayu kuning
(Arcangelisia flava Merr). Di beberapa daerah di Sulawesi tumbuhan ini
2
umumnya digunakan untuk pengobatan penyakit malaria, kencing manis, kencing
batu dan lain-lain. Pada umumnya penggunaan batang kayu kuning untuk
pengobatan dari dalam dengan cara minum air rebusannya. Di Jawa tumbuhan ini
dipergunakan sebagai obat sariawan (Wiyanto, 1993; Nagle and Nagle, 2005).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terdahulu, senyawa yang
berperanan sebagai obat dalam tumbuhan adalah senyawa alkaloid. Dalam praktek
medis kebanyakan alkaloid mempunyai nilai tersendiri, disebabkan oleh sifat
farmakologi dan kegiatan fisiologinya yang menonjol sehingga dipergunakan luas
dalam bidang pengobatan. Manfaat alkaloid dalam bidang kesehatan antara lain
adalah untuk memacu sistem saraf, menaikkan atau menurunkan tekanan darah
dan melawan infeksi mikrobia (Solomon, 1980; Carey, 2006).
B. Rumusan Masalah
Masalah yang dikaji pada penelitian ini adalah :
1. Senyawa kimia apakah yang terkandung dalam batang tanaman katola ?
2. Bagaimana aktivitas antijamur senyawa-senyawa hasil isolasi batang dari
tanaman katola ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah :
1. Mengisolasi senyawa kimia yang terkandung dalam batang tanaman katola.
2. Mengetahui aktivitas antijamur senyawa-senyawa hasil isolasi batang dari
tanaman katola.
3
D. Manfaat Penelitia
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa :
1. Bagi Peneliti
Menambah pengalaman, pengetahuan dan keahlian dalam isolasi, serta
identifikasi golongan senyawa dan uji aktivitas senyawa kimia.
2. Bagi Institusi
Mewujudkan perana Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo terhadap
permasalahan yang timbul di masyarakat khususnya tentang tanaman obat
tradisional.
3. Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Memberikan informasi tentang validasi aktivitas antijamur senyawa kimia dan
sebagai referensi dalam memberikan informasi mengenai manfaat dari
batang tanaman katola untuk selanjutnya dapat diuji secara kelinis.
4. Bagi Masyarakat
Memberikan informasi terhadap masyarakat tentang pemanfaatan batang
tanaman katola yang dapat digunakan sebagai antijamur secara tradisional.
4
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. Tumbuhan Katola (Arcangelisia flava L. Merr)
1. Klasifikasi
Klasifikasi Katola (Arcangelisia flava L. Merr) adalah sebagai berikut
(Backer dan Brink, 1969).
Regnum : Plantae
Divicio : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Classis : Magnoliopsida
Ordo : Ranunculales
Familia : Menispermaceae
Genus : Arcangelisia Gambar 1. Tanaman Katola
Species : Arcangelisia flava L. Merr.
2. Sinonim
Arcangelisia lemniscata (Miers) Becc., Arcangelisia loureiri (Pierre) Diels
(UNESCO, 998).
3. Nama Daerah
Nama daerah tanaman katola (A. flava L. Merr) adalah sebagai
berikut katola (Muna, Sulawesi), kayu kunino (Sumatera), wall bulan
5
(Maluku), areuy ki koneng (Sunda), oyod sirawan, sirawan kunyit, peron
kebo, peron sapi (Jawa) (Heyne, 1987 ; Larisu, 2011).
4. Morfologi Tumbuhan
Salah satu jenis tanaman obat yang jarang ditemukan, yaitu jenis akar
kuning (Arcangelisia flava Merr.). Akar kuning merupakan tumbuhan liana,
panjang sampai 20 m, hidup pada dataran rendah sampai 800 m di atas permukaan
laut (dpl). Daunnya tebal dan kuat seperti kulit, berbentuk oval, tumpul tidak
tajam, lebar daun 7 cm sampai 20 cm, permukaan atas mengkilap dan tangkainya
panjang. Bunganya berumah dua dengan ukuran kecil-kecil tersusun dalam
rangkaian berupa glabrous 20 cm sampai 50 cm, tajuk bercuping putih kehijauan
atau putih kekuningan. Kayunya berwarna kuning, kegunaan yang biasa
dimanfaatkan untuk pengobatan oleh masyarakat yaitu rebusan batang untuk
mengobati penyakit kuning, pencernaan, cacingan, obat kuat/tonikum, demam,
peluruh haid, dan sariawan. Pada batang atau cabang yang besar terdapat tandan
buah yang menggantung, buah berwarna kuning. Selain itu tumbuhan ini memiliki
kegunaan sebagai pewarna, penghasil racun yang tergolong dalam insektisida
(Subiandono dan Heriyanto, 2009)
B. Uraian Kandungan Kimia
1. Alkaloid
Alkaloid merupakan salah satu golongan metabolit sekunder sekunder
terbesar kimia tumbuhan. Secara umum alkaloid diketahui memiliki sifat basa,
6
tetapi tidak semua alkaloid memiliki sifat basa. Alkaloid quaterner misalnya tidak
bersifat basa (Djamal, 2010).
Gambar 1. Kerangka Alkaloid Berberin (Robinson, 1995).
Alkaloid seringkali beracun bagi manusia dan banyak yang mempunyai
kegiatan fisiologi yang menonjol, sering digunakan secara luas dalam bidang
pengobatan. Alkaloid biasanya tidak berwarna, sering kali bersifat optis aktif,
kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan (kecuali
nikotin) pada suhu kamar (Harbone, 1987).
2. Trepenoid
Terpenoid adalah suatu golongan senyawa yang sebagian besar terdapat
dalam tumbuhan. Istilah terpenoid digunakan pada senyawa yang secara
biosintesis terbentuk dari senyawa yang sama yaitu molekul isoprene atau
isoprenik (C5). Dari istilah ini maka senyawa-senyawa alami yang terbentuk dari
monomer isoprene ini maka munculah kelompok-kelompok senyawa hemiterpen
(1 × C5), monoterpen (terdiri dari 2 isopren, 2 × C5 = C10), seskuiterpen (3 isopren,
3 × C5 = C15), diterpen (4 × C5 = C20), sesterpen (5 × C5 = C25) dan triterpen (6 ×
C5 = C30) (Djamal, 2010).
7
Gambar 1. Kerangka Terpenoid (Djamal, 2010).
Terpenoid juga terdiri atas beberapa macam senyawa, mulai dari
komponena minyak atsiri, yaitu monoterpena dan seskuiterpena yang mudah
menguap (C10 dan C15), diterpena yang lebih sukar menguap (C20), sampai ke
senyawa yang tidak menguap, yaitu triterpenoid dan sterol (C30), serta pigmen
karotenoid (C40). Masing-masing golongan terpenoid ini penting, baik pada
pertumbuhan dan metabolisme maupun pada ekologi tumbuhan (Harbone, 1987).
3. Saponin
Saponin adalah glikosida triterpen yang merupakan senyawa aktif
permukaan dan dapat menimbulkan busa jika dikocok dengan air. Pada
konsentrasi ynag rendah dapat menyebabkan hemolisis sel darah merah pada tikus
(Harborne, 1987).
8
4. Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa kimia yang umumnya terdapat pada
tumbuhan berpembuluh. Flavonoid terdapat dalam tumbuhan sebagai glikosida
dan aglikon flavonoid. Biasanya dalam menganalisis flavonoid, yang diperiksa
ialah aglikon dalam ekstrak tumbuhan yang sudah dihidrolisis. Proses ekstraksi
flavonoid dilakukan dengan etanol mendidih untuk menghindari iksidasi enzim
(Harborne, 1987).
5. Tanin
Tanin merupakan senyawa kimia yang umum terdapat dalam tumbuhan
berpembuluh, memiliki gugus fenol, rasa sepat dan mampu menyamak kulit
karena kemampuannya menyambung-silang protein. Tanin dapat bereaksi dengan
protein membentuk kopolimer kuat yang tak larut air (Novianti, 2012).
Secara kimia, tanin dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu tanin
terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Tanin terkondensasi secara biosintesis dapat
dianggap terbentuk dengan cara kondensasi katekin yang membentuk senyawa
dimer dan kemudian oligomer yang lebih tinggi. Tanin terhidrolisis mengandung
ikatan eter yang terhidrolisis jika dididihkan dalam asam klorida encer (Harborne,
1987).
9
C. Uji Aktifitas Antijamur
1. Antijamur
Jamur sebagai suatu mikroorganisme eukariotik yang mempunyai ciri-ciri
spesifik yaitu mempunyai inti sel, memproduksi spora, tidak mempunyai klorofil,
dapat berkembang biak secara aseksual dan beberapa jamur mempunyai bagian–
bagian tubuh berbentuk filamenfilamen dan sebagian lagi bersifat uniseluler.
Beberapa jamur meskipun saprofitik, dapat juga menyerbu inang yang hidup lalu
tumbuh dengan subur sebagai parasit dan menimbulkan penyakit pada tumbuhan,
hewan, termasuk manusia, tidak kurang dari 100 spesies yang patogen terhadap
manusia (Rochani,2009).
Candida albicans tumbuh sebagai mikroflora normal tubuh manusia pada
saluran pencernaan, pernafasan, saluran genital wanita. Jumlah normal Candida
albicans dalam rongga mulut kurang dari 200 sel per ml saliva. Keadaan ini dapat
berubah mejadi patogen pada pasien yang menderita berbagai macam kelainan
sistemik, dan juga penggunaan antibiotik jangka panjang, hal ini sering disebut
sebagai penyakit kandidiasis (Rahmah dan KN, 2010).
Menurut Prasetya dalam Prasidha (2013), kandidiasis adalah suatu infeksi
oleh jamur Candida, yang sebelumnya disebut Monilia. Kandidiasis oral atau
sering disebut sebagai moniliasis merupakan suatu infeksi yang paling sering
dijumpai dalam rongga mulut manusia, dengan prevalensi 20%-75% dijumpai
pada manusia sehat tanpa gejala. Kandidiasis pada penyakit sistemik
menyebabkan peningkatan angka kematian sekitar 71%-79%. Terkadang yang
diserang adalah bayi dan orang dewasa yang tubuhnya lemah.
10
2. Klasifikasi Mikroba Uji
Menurut Rochani (2009) C. albicans dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Divisi : Thallophyta
Anak divisi : Fungi
Kelas : Ascomycetes
Bangsa : Moniliales
Suku : Crytoccocaceae
Anak suku : Candidoidea
Marga : Candida
Jenis : C. albicans
3. Metode Uji Anktifitas Antijamur
Metode sumuran masih jarang digunakan untuk melakukan uji apada
penelitian dikarenakan sulitnya proses perlakuan, namun berdasarkan banyak
teori, hasil dari metode sumuran akan lebih mudah terlihat dan menampakan hasil
yang nyata (Prayoga, 2013). Metode sumur (difusi agar) didasarkan pada
kemampuan senyawa-senyawa antibakteri yang diuji untuk menghasilkan jari-jari
zona penghambatan di sekeliling sumur uji terhadap bakteri yang digunakan
sebagai penguji (Nurainy dkk, 2008).
D. Metode Analisi Senyawa Bahan Alam
Analisis senyawa bahan alam meliputi dua macam metode yaitu metode
isolasi dan metode identifikasi.
11
1. Metode Isolasi
Menurut Djamal (2010) isolasi adalah proses pengambilan atau pemisahan
suatu zat dari suatu bahan alam dengan menggunakan suatu pelarut yang sesuai.
Dalam melakukan isolasi atau penyarian dalam bahan alam dapat digunakan
bahan-bahan tumbuhan, hewan segar maupun yang telah dikeringkan, tergantung
simplisia dan zat atau senyawa yang akan diisolasi.
Metode isolasi merupakan teknik pemisahan suatu komponen dari campuran
yang lebih kompleks. Dasar dari teknik pemisahan ini adalah perbandingan sifat
partisi komponen terhadap adsorbennya. Komponen kimia dapat diisolasi dengan
cara ekstraksi dan fraksinasi, dengan memisahkan komponen tersebut berdasarkan
kelarutannya dalam pelarut tertentu. Hasil pemisahan akan dimurnikan kembali
untuk menghilangkan pengotor yang masih ikut tercampur dalam sampel
(Harborne, 1996).
a. Penyiapan Sampel
Analisis fitokimia menggunakan jaringan tumbuhan yang segar. Jaringan
segar yang diambil, disimpan dalam kantong pelastik. Penyimpana harus
dilakukan dalam keadaan terawasi untuk mencegah terjadinya perubahan kimia
yang terlalu banyak. Bahan dikeringkan tanpa menggunakan suhu tinggi, lebih
baik dengan aliran udara yang cukup. Setelah kering, tumbuhan dapat disimpan
sebelum digunakan untuk analisis (Hirjan, 2009).
12
b. Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu cara untuk memisahkan campuran beberapa zat
kimian manjedi komponen-komponen yang terpisah (Djamal, 2010). Ragam
ekstraksi yang tepat bergantung pada tekstur dan kandungan air bahan tumbuhan
yang akan diekstraksi dan pada jenis senyawa yang diisolasi. Umumnya perlu
dilakukan pembunuhan jaringan untuk mencegah terjadinya oksidasi enzim atau
hidrolisis (Harborne, 1996).
Ada beberapa metode pemurnian dari ekstrak bahan alami, antara lain
dengan ekstraksi menggunakan pelarut yang immiscible (tidak dapat bercampur)
dan mempunyai densitas yang berbeda, pengendapan, penyaringan, pemanasan,
adsorpsi menggunakan adsorben ataupun dengan resin penukar ion (Anonymous,
2005). Esktraksi menggunakan pelarut merupakan salah satu cara pemurnian
ekstrak dari bahan alami. Pemurnian secara ekstraksi untuk mendapatkan bahan
aktif asetoksikhavikol asetat pada lengkuas dapat dilakukan dengan pelarut heksan
(Rusmarilin, 2003). Heksan juga digunakan oleh Zaeoung et al., (2005) untuk
memperoleh komponen murni dari ekstrak lengkuas. Keberhasilan proses
pemurnian suatu ekstrak sangat erat kaitannya dengan rendemen, mutu dan kadar
senyawa aktif yang dihasilkan (Hernani dkk, 2007).
c. Fraksinasi
Fraksinasi adalah proses untuk memisahkan kandungan senyawa bahan
alam atas perbedaan sifat kelarutannya dalam konsisi yang ditentukan. Umumnya
senyawa bahan alam dapat dibedakan atas 3 kelompok, yaitu senyawa non-polar
13
seperti lemak atau lilin, terpen dan steroid; senyawa semi-polar seperti kumarin,
fenolik tak terglikosida (flavonoid) dan alkaloid; senyawa polar seperti flavonoid
glikosida, alkaloid kuarternar dll. Proses fraksinasi dapat dilakukan dengan
menggunakan berbagai pelarut yang memiliki perbedaan keloparan atau dengan
membuat senyawa berubah sifat kelarutannya akibat perubahan pH (Djamal,
2010).
Djamal (2010) juga mengatakan bahwa tujuan utama fraksinasi adalah
untuk menyederhanakan komposisi dan homogenitas sifat zat sehingga lebih
mudah dimurnikan / diisolasi menjadi senyawa tunggal atau zat murni.
d. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi lapis tipis merupakan kromatografi cair-padat dan merupakan
metode pemisahan fisikokimia. Lapisan yang memisahkan, yang terdiri atas bahan
berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam,
atau lapisan yang cocok. (Sastrohamidjojo, 1973). Fase diam tersebut dapat
berupa lapisan tipis alumina, silika gel atau bahan serbuk lainnya.
Campuran yang akan dipisah berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau
pita. Setelah pelat ditempatkan dalam larutan pengembang yang cocok (fase
gerak), pemisahan yang terjadi adalah adsorbsi. Kekuatan adsorbsi tergantung
pada kuat lemahnya interaksi antara senyawa, pelarut, dan adsorben.
(Padmawinata, 1991). Fase gerak untuk KLT terdiri dari campuran dua atau tiga
sistem pelarut yang berbeda kepolarannya. Sistem fase gerak yang biasa
digunakan antara lain, n-heksana/etil asetat, eter/n-heksana,
diklorometan/nheksana, diklorometan/metanol. (Still, 1978).
14
Identifikasi dari senyawa yang terpisah pada lapis tipis diperoleh dari harga
faktor retensi (Rf), yaitu dengan membandingkan jarak yang ditempuh oleh
senyawa terlarut dengan jarak tempuh pelarut.
Harga Rf = jarak yangdigerakkan olehsenyawa dari titik asal
Jarak yang ditempuh pelarut dari titik asal
(Padmawinata, 1985).
e. Kromatografi Cair Vakum
Kromatografi cair vakum merupakan salah satu kromatografi vakum khusus
yang biasanya menggunakan silika gel sebagai adsorben. Kelebihan KCV jika
dibandingkan dengan kromatografi kolom biasa terletak pada kecepatan proses
(efisiensi waktu) karena proses pengelusian dipercepat dengan memvakumkan
kolom selain itu KCV juga dapat memisahkan sampel dalam jumlah banyak
(Septyaningsih, 2010).
Pemilihan jenis silika gel yang tepat merupakan faktor yang sangat penting
untuk mendapatkan hasil pemisahan yang baik. Ukuran partikel silika gel yang
terlalu kecil akan menyebabkan proses elusi berjalan sangat lambat. (Peddersen,
2001).
Pemilihan sistem pelarut untuk kromatografi kolom vakum cair dapat
dilakukan dengan 3 pendekatan, yaitu: penelusuran pustaka, mencoba menerapkan
data KLT pada pemisahan dengan kolom, dan pemakaian elusi landaian umum
dari pelarut non polar yang tidak menggerakkan zat terlarut sampai pelarut polar
yang menggerakkan zat terlarut (Padmawinata, 1991). Sistem elusi dapat
dilakukan dengan metode gradien pelarut atau dengan sistem isokratik. Elusi
15
gradient (variasi kepolaran pelarut) dilakukan jika campuran senyawa cukup
komplek sedangkan elusi isokratik dilakukan jika campuran senyawa yang akan
dipisahkan sederhana.
Sampel dilarutkan dalam pelarut yang sesuai atau sampel dibuat serbuk
bersama adsorben (impregnasi) dan dimasukkan ke bagian atas kolom kemudian
dihisap perlahan-lahan. Kolom selanjutnya dielusi dengan pelarut yang sesuai,
dimulai dengan yang paling non polar. Kolom dihisap sanpai kering pada setiap
pengumpulan fraksi. Pada kromatografi cair vakum, fraksi-fraksi yang ditampung
xiii biasanya bervolume jauh lebih besar dibandingkan dengan fraksi-fraksi yang
diperoleh dari kromatografi kolom biasa. Langkah pemisahan menggunakan
kromatografi cair vakum biasanya dilakukan pada tahap awal pemisahan
(pemisahan terhadap ekstrak kasar yang diperoleh langsung dari proses ekstraksi)
(Septyaningsih, 2010).
f. Kromatografi Radial
Kromatografi radial termasuk ke dalam kromatografi planar. Kromatografi
radial terdiri atas kromatografi kertas radial dan kromatografi lapis tipis radial.
Prinsip pemisahnnya sama seperti kromatografi lainnya, yakni berdasarkan
interaksi antara komponen dalam sampel terhadap fase diam dan fase gerak. Lapis
tipis yang digunakan pada KLT radial berupa fase diam yang diaplikasikan di
atas plat kaca berbentuk bundar yang memiliki diameter 24 cm. Fase diam yang
digunakan sama seperti pada KLT, diantaranya alumunia, silika gel dan lainnya
(Novianti, 2012). Komponen KLT radial terdiri dari plat, motor penggerak, lampu
UV, chamber dan wadah eluen. Penggunaanya dilakukan dengan cara
16
mengalirkan sampel ke bagian tengah plat yang telah dipasang dalam chamber
lalu diikuti dengan mengalirkan eluen. Motor penggerak akan berotasi pada 800
rpm memutar pelat dalam chamber searah jarum jam dan proses elusi akan terjadi.
Fase diam bergerak secara radial dari bagian tengah plat ke bagian pinggir akibat
adanya daya kapilaritas plat dan gaya sentrifugal yang dihasilkan dari pelat yang
berotasi (Cazes, 2010).
Pada awal pemisahan harus dipakai sistem pelarut yang kepolarannya
ditingkatkan perlahan-lahan selama pengelusian. Pemasukkan cuplikan diikuti
dengan pengelusian menghasilkan pita-pita komponen berupa lingkaran sepusat.
Pada tepi pelat pita-pita terputar keluar dan ditampung dalam tabung. Fraksi eluen
yang diperoleh dianalisis dengan KLT (Hostettmann dkk, 1986).
g. Pemurnian
Tujuan pemurnian adalah untuk menghilangkan atau memisahkan senyawa
yang tidak dikehendaki semaksimal mungkin tanpa dapat berpengaruh pada
senyawa yang dikehendaki. Proses-proses pada tahapan ini adalah pengendapan,
pemisahan dua cairan yang tidak saling bercampur, sentrifugasi, dekantasi, filtrasi,
proses absorpsi dan penukaran ion (Dirjen POM, 1986).
2. Metode Identifikasi
a. Spektrofotometer Infra Red (IR)
Spektrofotometer infra red (IR) atau infra merah merupakan suatu metode
yang mengamati interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada
17
pada daerah panjang gelombang 0,75 – 1.000 µm atau pada bilangan gelombang
13.000 – 10 cm-1 dengan menggunakan suatu alat yaitu spektrofotometer infra
merah (Anonim, 2007).
Sprktrofotometer IR digunakan untuk menentukan struktur, khususnya
gugus fungsi senyawa organik. Sprktrofotometer IR memberikan puncak-puncak
maksimal yang sama jelas sebaik puncak minimumnya. Spektrum absorbansi
dibuat dengan bilangan gelombang pada sumbu X dan persentase transmitan (T)
pada sumbu Y (Rifai, 2007).
b. Spektrofotometri 1H dan 13C-NMR
Spektroskopi NMR (Nuclear Magnetic Resonance = Resonansi Magnetik
Inti) berhungungan dengan sifat magnet dari inti atom. Spektroskopi NMR
didasarkan pada penyerapan panjang gelombang radio oleh inti-inti tertentu dalam
molekul organik, apabila molekul ini berada dalam medan magnet yang kuat. Inti
atom unsur-unsur dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni atom unsur yang
mempunyai spin atau tidak mempunyai spin. Spin inti akan menimbulkan medan
magnet. Dari resonansi magnet proton (RNP), akan diperoleh informasi jenis
hidrogen, jumlah hidrogen dan lingkungan hidrogen dalam suatu senyawa bagitu
juga dari resonansi magnet karbon (RMC) (Khopkar, 2003).
18
E. Kerangka Konsep
19
Etnobotani
Akar Kuning(Archangelisia flava L. Merr)
Tehnik Isolasi dan Identifikasi
Ekstraksi Fraksinasi Pemurnian
Senyawa Murni
Identifikasi isolat dengan menggunakan spektrum
(IR dan NMR)
Uji aktifitas antijamur menggunakan metode
sumuran
BAB IIIMETODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan Oktober 2015 – Januari 2016
bertempat di Laboratorium Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo dan
Pusat Penelitian Kimia LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Jakarta.
B. Jenis Penelitian
Penelitian ini berupa penelitian eksperimental eksplorasi/inventori, yaitu
penelitian yang dilakukan pada laboratorium yang kondisinya terkontrol dengan
ketat untuk menghasilkan isolasi senyawa metabolit sekunder dari batang akar
kuning (Arcangelisia Flava L. Merr) serta menguji aktivitas antijamur.
C. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam peneletian ini adalah Akar Kuning
(Arcangelisia Flava L. Merr), metanol (teknis), etil asetat (teknis), n-heksan
(teknis), kloroform p.a (Merck®), diklorometan p.a (Merck®), KOH (Merck®),
aquades (teknis), aseton (teknis), silika gel 60 GF254 p.a (Merck®), silika 60 G
(Merck®), serium sulfat (CeSO4) (Merck®)
20
D. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu set alat destilasi
(Scott-Duran®, Germany), satu set alat kromatografi cair vakum (KCV), satu set
alat kromatografi radian (KR), vacum rotary evaporator (Buchi®), oven
(Gallenkamp®-Australia), timbangan analitik (Explorer Ohaus®), hot plate
(Stuart®), pipet tetes, kertas saring, botol vial, pisau, blender (Philips®),
erlenmeyer (Pyrex), lampu UV (Srahlen® Germany), chamber (Camag®), cawan
petri, kaca, cutter, spatula, pinset, mistar, aluminium foil, toples kaca, pipa
kapiler, autoklaf (Wisecrave®), ose, gelas ukur (Pyrex), pipet ukur (Pyrex), filler,
satu set mikropipet (Eppendorf®), kuvet, spektrofotometer infra mera (Thermo
Scientific®), dan NMR 1H dan 13C (JEOL), sprktroskopi FT-IR (Varian 1000).
E. Prosedur Penelitian
Prosedur kerja penelitian ini terdiri dari beberapa tagap, yaitu :
1. Pengambilan Sampel
Sampel diambil di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Pengambilan
sampel dapat dilakukan pada pagi hari dan sore hari. Pengambilan sampel
penelitian ini dilakukan pada sore hari 17.00. Pada bulan September 2014.
21
2. Preparasi Sampel
Sampel katola (A. Flava L. Merr) batang yaitu kulit batang serta kayu yang
dipotong ± 5 cm dan daun dipisahkan kemudian dibersihkan dengan air mengalir,
dirajang kemudian dikeringkan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari dan
ditutupi dengan menggunakan kain hitam sampai kering. Setelah kering
dihaluskan hingga diperoleh serbuk sampel atau simplisia (Srijanto, 2004).
3. Ekstraksi
Pada penelitian ini dilakukan ekstraksi dengan metode maserasi
menggunakan pelarut metanol. Serbuk batang katola (A. flava L. Merr) yang
diperoleh sebanyak 2kg. Simplisia dimaserasi selama 3×24 jam menggunakan
pelarut metanol. Selanjutnya dilakukan pemekatan dengan evaporator pada suhu
550C sampai diperoleh ekstrak kental metanol katola (A. flava L. Merr).
4. Pemisahan dan Pemurnian
Pemisahan dan pemurnian kandungan kimia melalui kromatografi cair
vakum (KCV) dan kromatografi radial (KR). Pemisahan tahap awal (ekstrak total)
dapat menggunakan KCV berdiameter 13,5 cm dengan jumlah sampel maksimal
20 g. Kromatografi radial dipilih untuk pemisahan maupun pemurnian ketika
jumlah fraksi maksimal 2 g digunakan plat silika dengan ketebalan 4 mm (plat 4).
Jumlah fraksi maksimal 1 g digunakan plat silika gengan ketebalan 2 mm (plat 2),
dan jumlah fraksi maksimal 0,5 g digunakan plat silika dengan ketebalan 1 mm
(plat 1). Setiap tahap pemisahan dan pemurnian akan dimonitor dengan
22
kromatografi lapis tipis (KLT) 1 dimensi. Fase diam berupa silika gel, sedangkan
fase gerak berupa campuran pelarut organik (eluen). Hasilnya diamati dibawah
lampu UV 254nm dan 366 nm serta disemprotkan penampak noda serium sulfat
(CeSO4) lalu dilakukan pemanasan.
Proses pemisahan dilakukan berulang-ulang sehingga diperoleh pola noda
tunggal pada plat KLT yang menandakan isolat yang diperoleh murni atau hampir
murni. Jika masih terdapat pengotor, pemurnian dapat dilakukan dengan proses
dekantasi, yaitu dengan menambahkan pelarut yang dapat melarutkan pengotor
tetapi tidak melarutkan isolat. Pengotor dapat larut dalam pelarut tersebut
sehingga bisa dipisahkan dari isolat.
5. Uji Kemurnian dan Identifikasi Isolat
Uji kemurnian dilakukan dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT)
menggunakan beberapa macam eluen. Jika isolat tetap menunjukkan pola noda
tunggal, maka dilakukan uji kemurnian dengan menggunakan KLT 1 dimensi dan
atau 2 dimensi, uji kemurnian dapat dilakukan uji fisik senyawa berupa uji titik
leleh < 2O, maka senyawa dianggap telah murni serta dilakukan dengan tehnik
spektroskopi berupa spektrum IR dan spektrum (1H dan 13C-NMR) untuk
mengetahui struktur isolat.
23
6. Pengujian Aktivitas Antijamur
1. Sterilisasi Alat dan Bahan
Pelaksanaan penelitian diawali dengan sterilisasi alat. Membersihkan tabung
reaksi, erlenmeyer, petridisk, gelas ukur, serta beaker glass dengan menggunakan
alkohol 70%. Sterilisasi alat dengan menggunakan autoklaf dengan suhu 1210C
tekanan atm selama ± 20 menit (Dwidjoseputro, 2005). Mensterilisasikan media
menggunakan autoklaf dengan suhu 1210C selama 15 menit dan tekanan 2 atm
(Rahayu dkk, 2007).
2. Kultur Mikroorganisme Uji
Media kultur yang digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme dalam
bentuk padat, semi padat, dan cair. Jamur diremajakan pada media PDA yang
telah disiapkan kemudian disterilisasikan dalam autoclave pada suhu 1210C
selama 15 menit (Gozali, dkk., 2009 ; Rostinawati, dkk., 2009).
3. Pembuatan Media Agar Miring
Pembuatan agar miring bertujuan untuk meremajakan jamur yg akan
digunakan pada media difusi. PDA dilarutkan dalam 20 ml aquadest pada
Erlenmeyer kemudian dipanaskan di atas hot plate sampai mendidih dan diperoleh
larutan jernih. Kemudian dituang ke dalam beberapa tabung reaksi disterilkan
dalam autoclave pada suhu 1210C selama 15 menit kemudian dimiringkan 300
dan dibiarkan mengeras (Gozali, dkk., 2009 ; Rostinawati, dkk., 2009).
24
4. Pembuatan Media Agar
Pembuatan media agar yang digunakan sama dengan pembuatan media
miring, yaitu PDA dilarutkan dalam aquadest kemudian dipanaskan di atas hot
plate sampai mendidih dan diperoleh larutan jernih. Media disterilkan dalam
autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit.
5. Pembuatan Suspensi Jamur
Jamur yang akan digunakan untuk pengujian yang telah diremajakan
disuspensikan ke dalam larutan NaCl 0,9%. Kekeruhan diukur pasa
spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum 625 nm hingga setara
dengan larutan standar Mcfarland (Ginting, 2012; Assidiqi dkk, 2012).
6. Uji Aktivitas Antijamur
Media NA 10 ml dituangkan ke dalam cawan petri, kemudian dibiarkan
memadat. Setelah memadat, permukaan lapisan dasar ditanam 5 pencadang baja
yang diatur jaraknya agar daerah pengamatan tidak bertumpu. Suspensi jamur 1
ml dicampurkan ke dalam media pembenihan 5 ml, selanjutnya dituangkan pada
tiap cawan petri sebagai lapisan kedua. Setelah lapisan kedua memadat,
pencadang diangkat secara aseptik menggunakan pinset dari masing-masing
cawan petri, sehingga terbentuk sumur-sumur yang akan digunakan dalam uji
antijamur. Sumuran yang sudah dibuat pada media pengujian dimasukkan isolat,
kemudian dimasukkan diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37°C selama 24
25
jam. Setelah itu, diukur diameter zona hambat di sekitar pencadang menggunakan
penggaris (Ardiansyah dkk., 2003).
F. Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan cara antara lain analisis
untuk menguji kemurnian senyawa menggunakan metode KLT, analisis untuk
menentukan gelombang senyawa IR, NMR (1H dan 13C-NMR) dan analisis
untuk mengetahui aktivitas senyawa menggunakan uji antijamur. Data yang telah
dianalisis tersebut kemudian diinterpretasi dan dibandingkan dengan literatur
sehingga diperoleh senyawa metabolit sekunder.
G. Jadwal Penelitian
Kegiatan Bulan ke1 2 3 4 5 6
1. Penyiapan alat dan bahan
2. Preparasi sampel
3. Isolasi
4. Identifikasi
5. Uji aktifitas
6. Pengolahan data
26
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2005. Soft and fluid extracts. Pharmaceutical botanical Corporation, Canada.
Anonim, 2007, Modul Kuliah Spektroskopi, Universitas Santa Darma, Yugyakarta.
Ardiansyah, Nuraida, L. dan Andarwulan, N., 2003, Aktivitas Antimikroba Ekstrak Daun Beluntas (Pluchea indica L.) dan Stabilitas Aktivitasnya pada Berbagai Konsentrasi Garam dan Tingkat pH, Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 16(2), 90-97.
Carey, Francis A., 2006. Organic Chemistry, 6th ed., New York: McGraw Hill, 954.
Cazes, J., 2010, Encyclopedia of Chromatography. London : CRC Prrss, 71-75.
Deza, A.I. 2010. Kemampuan Tanaman Obat Menghambat Pertumbuhan Candida albicans Penyebab Sariawan Secara Invitro. Skripsi UNP: Padang.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan, 1986, Sediaan Galenik, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Djamal, R., 2010, Kimia Bahan Alam : Prinsip-prinsip Dasar Isolasi dan Identifikasi, Universitas Baiturrahmah Press, Padang.
Dwidjoseputro. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.
Gozali Dolih, Rusmiati, D. danUtama, P. 2009. Formulasi dan Uji Stabilitas Mikroemulsi Keto konazole Sebagai Antijamur Candida albicans dan Tricophytonmentagrophytes. Farmaka. 7(2).
Harborne, J.B., 1996, Metode Fitokimia : Penuntun Cara Moderen Menganalisa Tumbuhan, Edisi II, ITB Press, Bandung.
Harborne, J.B., 1987, Metode Fitokimia : Penuntun Cara Moderen Menganalisa Tumbuhan, Edisi II, ITB Press, Bandung.
Harsini, Widjijono. 2008. Penggunaan Herbal di Bidang Kedokteran Gigi. Maj Ked. Gigi; Juni; 15 (1): 61-64.
Hernani, Marwati T., dan Winarti C., 2007, Pemilihan Pelarut Pada Pemurnian Ekstrak Lengkuas (Alpinia galanga) Secara Ekstraksi, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor.
27
Hirjan, 2009, Isolasi dan Identifikasi Senyawa Metabolit Sekundar Fraksi Etil Asetat dari Kulit Batang Tanaman Jarak Pagar (Jathropa Curcas) serta Uji Aktivitas Biologi, Skipsi, Universitas Halu Oleo, Kendari.
Hostettmann, K., Marston A. dan Hostettmann, M., 1998, Preparative Chromatography Techniques, Berlin : Springer, 9-11.
Khopkar, S. M., 2003, Konsep Dasar Kimia Analitik, Universitas Indonesia, Jakarta.
Mukhlisoh, W., 2010, Pengaruh Ekstrak Tunggal dan Gabungan Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Terhadap Efektivitas Antibakteri Secara In Vitro, Skripsi, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang.
Nagle Hinter and Barbara Nagle, 2005. Pharmacology: An Introduction, McGraw Hill, Boston, 256.
Nurainy, F., Rizal, S., Yudiantoro, 2008, Pengaruh Konsentrasi Kitosan Terhadap Aktifitas Antibakteri dengan Metode Difusi Agar (Sumur), Universitas Lampung. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Vol 13, No 2 Hal: 118-119.
Novianti, N.D., 2012, Isolasi, Uji Aktivitas Antioksidan dan Toksisitas Menggunakan Artemia salina Leach Dari Fraksi Aktif Ekstrak Metanol Daun Jambo-Jambo (Kjelbergiodendron celebicus (Koord) Merr.). Skripsi, Universitas Indonesia, Jakarta.
Padmawinata, K. dan I. Soediro, 1985, Analisis Obat secara Kromatografi dan Mikroskopi, Penerbit ITB, Bandung. Terjemahan : Drugs Analisis by Chromatography and Microscopy, Stahl, E., Michigan.
Padmawinata, K., 1991, Pengantar Kromatografi, Edisi Ke dua, ITB Press, Bandung. Terjemahan: Introduction to Chromatography, Gritter, R.J.: J. M. Bobbit; A. E Schwarting, 1985, Holden Day Inc., USA.
Padmawinata, K. dan I. Soediro., 1996, Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, Cetakan ke dua, Penerbit ITB, Bandung. Terjemahan: Phytochemical Methods, Harborne, J.B., 1984, Chapman and Hall Ltd., London.
Prasidha, Satria Aji. 2013. Efektivitas Ekstrak Daun The Hijau Camellia sinensis dalam Menghambat Pertumbuhan Candida albicans Secara Invitro. Tugas Akhir Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.
Prayoga, E., 2013, Perbandingan Efek Ekstrak Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) dengan Metode Difusi Disk dan Sumuran Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus, Skripsi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
28
Rahmah, N., dan KN,A.R. 2010. Uji Fungistatik Ekstrak Daun Sirih (Piper betle) Terhadap Candida albicans. Jurnal Bioscientiae Vol 7, No 2 Hal: 17-24.
Rahayu, Triastuti dan Maryati. 2007. Isolasi dan Karakterisasi Streptomyces yang Berpotensi Antimikroba dari Rizosfer Tumbuhan Tingkat Tinggi. Laporan Penelitian Hibah Pekerti. Ums: Surakarta.
Rifai, D.N.R.,2007, Isolasi dan Identifikasi Kitin, Kitodan dari Cangkang Hewan Mini (Horseshoe crab) Menggunakan Spektrofotometri Infra Merah, Skripsi, Universitas Islam Negeri Malang, Malang.
Rochani, N., 2009, Uji Aktivitas Antijamur Ekstrak Daun Bbinahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steen) Terhadap Candida albicans Serta Skrining Fitokimianya, Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
Rostinawati, T. Sulistyaningsih., danAriani, D. 2009. Penentuan Fraksi Aktif Ekstrak Metanol Daun Sukun (Artocarpus communis Forst.) Sebagai Penghambat Pertumbuhan Candida albicansdan Microsporum gypseum. Farmaka. 7(3).
Rusmarilin, H. 2003. Aktivitas antikanker ekstrak lengkuas lokal (Alpinia galanga (L) Sw) pada alur sel kanker manusia serta mencit yang ditrasplantasi dengan sel tumor primer. Thesis S3, IPB, Bogor.
Sastrohamidjojo, H., 1973. Kromatografi. Liberty, Yogyakarta.
Septyaningsih, Dyah., 2010, Isolasi dan Identifikasi Komponen Utama Ekstrak Biji Buah Merah (Pandanus conoideus Lamk.), Sripsi, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Solomon T.E.W., 1980. Organic Chemistry, John Willey and Sons, 2th Ed New York.
Srijanto., 2004, Pengaruh Waktu, Suhu dan Perbandingan Bahan Baku Pelarut pada Ekstrak Kurkumin dari Temulawak (Curcuma xanthorriza) Dengan Pelarut Aseton, Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses, UNDIP, Semarang.
Still, Clark., Kahn, M., and Mitra, A., 1978. Rapid Chromatographic Technique for Preparatives Separations with Moderate Resolution. Journal of Organic Chemistry. Vol. 43. No. 14.
Widyatmoko, D. and F. Zick. 1998. The flora of Bukit Tiga Puluh National Park, Kerumutan Sanctuary and Mahato Protective Reserve, Riau, Indonesia. Indonesia Botanis Gardens in collaboration with Yayasan Sosial Chevron dan Texmaco Indonesia.
29
Wiyanto 1993. Petunjuk Mengenai Tanaman di Indonesia dan Khasiatnya sebagai Obat Tradisional, terj., Jilid 1, Yayasan Dana Sejahtera, Yogyakarta.
World Research Institute. 1992. Global biodiversity guidelines for action to save. Study and Use Earth Biotic Wealth Sustainably and Equatably.
Zaeoung, S., A. Plubrukarn and N. Keawpradub. 2005. Cytotoxic and free radical scavenging activities of Zingiberaceous rhizomes. J. Sci. Technol: 27(4): 799-812.
30