BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/106237/potongan/S2-2016... · (Sejarah...
Transcript of BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/106237/potongan/S2-2016... · (Sejarah...
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Pada masa penjajahan Belanda, wilayah Kabupaten Belu merupakan
gabungan dari 20 wilayah Swapraja/Kerajaan yang meliputi Belu dan sebagian
Timor Tengah Utara yaitu Wewiku, Haitimuk, Alas, Wehali, Fatuaruin,
Lakekun, Dirma, Mandeu, Insana, Biboki, Harneno, Naitimu, Lidak, Jenilu,
Fialaran, Silawan, Maukatar, Lamaknen, Makir, dan Lamaksanulu. Tahun
1862 pusat pemerintahannya berada di Atapupu dengan kepala
pemerintahannya disebut GEZAGHEBER. Pada tahun 1910 Swapraja Anas
diserahkan kepada Swapraja Amanatun (Timor Tengah Selatan). Pada tanggal
25 Maret 1913 Kerajaan Lidak digabung dengan Kerajaan Jenilu yang
dipimpin oleh Raja Don Josef Da Costa dengan nama Swapraja Jenilu.
(Sejarah Singkat Rai Belu, 2011:1-2). Kemudian setelah lahirnya Beslit
Gubernemen 7 Oktober 1914 maka Kerajaan Jenilu dan Naitimu digabung
menjadi sebuah kerajaan baru bernama Kakuluk Mesak di bawah pimpinan
Raja Don Josef Da Costa. Jumlah kerajaan di Belu pun tinggal 17 dari
sebelumnya 18 buah. Kemudian tanggal 1 April 1915 Swapraja Insana,
Swapraja Biboki, dan Swapraja Harneno, dimasukkan ke dalam wilayah
Timor Tengah Utara sehingga jumlah kerajaan di Belu tinggal 14 buah.
Sebulan kemudian tanggal 29 Mey 1915 Civil Militair Asisten Resident
Gramberg menggelar rapat di Besikama dihadiri oleh Swapraja Wehali,
Wewiku, Haitimuk, Fatuaruin, Lakekun, Dirma, dan Mandeu. Dalam rapat ini
disepakati pembentukan sebuah Swapraja baru bernama Swapraja Malaka.
(Belu Pemimpin dan Sejarah:Jejak Tapak Dari Masa Ke Masa, 2007:4).
2
Pada tanggal 19 Januari 1916 Gesachebber melaksanakan rapat dengan
Swapraja Makir, Lamaknen, Lamaksanulu, Kakuluk Mesak, Fialaran, dan
Silawan yang mengasilkan terbentuknya “Swapraja Belu Tasifeto”. Pada
tanggal 20 September 1923 Controleur Belu Van Raesfild Meyer menerbitkan
memori tentang struktur pemerintahan di wilayah Belu, yakni :
a. Menghapuskan Swapraja Malaka dan Swapraja Belu Tasifeto.
b. Membentuk satu Swapraja yang terdiri dari wilayah Belu
seluruhnya ditambah Swapraja Insana dan Biboki (Timor
Tengah Utara).
c. Mengakui Bria Nahak sebagai Raja Belu dengan gelar
“Maromak Oan”.
d. Dalam melaksanakan pemerintahan Maromak Oan dibantu oleh
seorang mangkubumi yang bergelar Liurai. (Belu Pemimpin
dan Sejarah:Jejak Tapak Dari Masa Ke Masa, 2007:7).
Pada tanggal 14 Mey 1930 dengan Resident Timor en
Onderhoorgheden Seran Asit Fatin diakui sebagai kepala Swapraja Belu
dengan gelar Liurai. Setelah Seran Asit Fatin meninggal dunia pada pada
tanggal 9 November 1931 terjadilah kevakuman jabatan Liurai Belu. (Belu
Pemimpin dan Sejarah:Jejak Tapak Dari Masa Ke Masa, 2007:9). Pada
tanggal 20 Juli 1940 pemerintah Belanda oleh Controleur W. Ch. J.J. Buffart
melaporkan kepada pemerintah pusat bahwa Swapraja Belu dihapus dan
dibentuk 3 Swapraja baru yaitu Swapraja Malaka, Swapraja Tasifeto, dan
Swapraja Lamaknen. Mengakui Antonius Tei Seran sebagai Raja Malaka
dengan gelar Liurai, Atok Samara sebagai Raja Tasifeto dengan gelar
Astanara, dan Bau Liku Raja Lamaknen bergelar Loro. (Belu Pemimpin dan
Sejarah:Jejak Tapak Dari Masa Ke Masa, 2007:10).
Wilayah pemerintahan Belu dipimpin oleh seorang pejabat Jepang
yang disebut “Bunken Kanrikan”. Pemerintah Jepang mengakui wilayah Belu
terbagi mejadi 2 Swapraja:
3
1. Swapraja Tasimane dipimpin oleh Arnoldus Klau sebagai Raja I dan
Edmundus Tei Seran (Na’i Fatuaruin) sebagai Raja II.
2. Swapraja Tasifeto dipimpin oleh Nikolas Manek sebagai Raja I dan
Hendrikus Besin Siri Da Costa sebagai Raja II.
Panitia pemerintahan sementara (PPS) Swapraja Belu yang dibentuk dengan
Beslit Resident Timor en Ondertiooroghden tanggal 2 Mei 1932 No. 842 tetap
diakui, dengan anggotanya Loro Lakekun (Benekdiktus Leki Tahuk), Loro Bauho
(Hendrikus Besin Siri Da Costa), Raja Kewar (A. A. Bere Tallo). Panitia
pemerintahan sementara (PPS) meliputi 3 Swapraja dan 37 ke-Na’i-an. Pada
tanggal 15 Agustus 1946 dibentuk Dewan Raja-raja Federasi kepulauan Timor di
Kefamenanu yang terdiri dari 20 anggota yaitu semua Kepala Swapraja di pulau
Timor, Rote, Sabu, dan Alor Pantar. Pada tanggal 31 Maret 1949 No. 121 oleh
Beslit Resident Timor mengangkat Hendrikus Besin Siri Da Costa sebagai Raja
Tasifeto dan A. A. Bere Tallo sebagai Raja Kewar. Dengan SKP Ketua Dewan
Raja-raja Timor dan Kepulauan Nomor P.3/21/1 tanggal 20Agustus 1949
mengangkat A. A. Bere Tallo untuk memangku jabatan Ketua PPA Swapraja
Belu, kemudian dibubarkan dengan Undang-Undang Negara Indonesia Timur
Nomor 44 tahun 1950 tanggal 1 Oktober 1950 dan membentuk Pemerintahan
Daerah Timor yang dikepalai oleh seorang Kepala Daerah dan didampingi oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) (Sejarah Singkat Rai Belu, 2011:3).
Pada tanggal 1 April 1951 oleh Kepala Daerah Timor (H. A. Koroh)
mengangkat Raja Lamaknen (A. A. Bere Tallo) sebagai anggota Dewan
Pemerintahan Daerah (DPD) Timor di Kupang sekaligus merangkap Pj. Ketua
Panitia Pemerintahan Sementara (PPS) Swapraja Belu di Atambua dan Raja
Lamaknen. SKP Gubernur NTT di Singaraja Nomor Des.2/1/2 tanggal 15
Februari 1954, mengesahkan Majelis Pemerintah Harian Swapraja Belu dengan
Ketua A. A. Bere Tallo. Kemudian dengan SKP Gubernur NTT di Singaraja
Nomor 115/UP.3/3//63 tanggal 9 Juni 1954 mengangkat A. A. Bere Tallo sebagai
Kepala Pemerintahan Setempat (KPS) Belu. (Sejarah Singkat Rai Belu, 2011:3-4).
4
Hampir setiap kota yang ada di dunia maupun di Indonesia tentunya
memiliki karakter, ciri khas, dan keunikan tersendiri. Dalam sebuah Kota yang
heterogen, distrik terbentuk oleh kelompok warga kota berdasarkan tujuan
tertentu seperti ras dan suku, status sosial, atau mata pencaharian. Tujuan
tersebut berperan penting terhadap proses terbentuknya karakteristik suatu
Kota. Seperti halnya Jalan Jendral Sudirman di kawasan Pecinan Kampung
Merdeka Kota Atambua yang menjadi lokus penelitian ini memiliki ciri khas,
keunikan tersendiri dibandingkan dengan Pecinan yang ada di Indonesia. Hal
ini dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu faktor adalah sejarah yang
bisa menjadi faktor utama yang mempengaruhi identitas karakteristik tersebut.
Selain itu ada faktor lain yang dapat menjadi generator terbentuknya
karakteristik suatu kota atau kawasan yaitu geografis, kebudayaan dan tradisi,
iklim, dan kecendrungan/kebiasaan masyarakat setempat.
Kota Atambua terbentuk pada awal tahun 1900-an yaitu pada tahun
1916 ketika pemerintah Kolonial Belanda mulai memasuki Kota Atambua
hingga berakhir pada tahun 1940-an. Sejak saat itu ruang Kota Atambua mulai
terbentuk dengan dibangunnya jaringan Jalan Lintas Timor tahun 1916-1919.
Hal ini tampak dari adanya jaringan jalan dalam Kota dan fasilitas-fasiltas
pendukung kota lainya yang dibangun pemerintah Kolonial Belanda seperti
Rumah Resident Belanda, Kantor Swaparaja Belu, Rumah Sakit Belanda,
Sekolah, Gereja, Rumah Dinas Pegawai Swapraja Belu, pasar, dan Pertokoan.
Kasus pertokoan umumnya orang Cina yang menempati seperti di kawasan
Pecinan Kampung Merdeka.
5
I.1.1. Sejarah Singkat Perkembangan Kota Atambua
Kata "Belu" menurut penuturan para tetua adat bermakna
"Persahabatan" yang bila diterjemahkan secarah harafiah ke dalam bahasa
Indonesia berarti "teman" atau "sobat". Ini merupakan makna simbol yang
mendeskripsikan bahwa pada zaman dahulu para penghuni Belu memang
hidup saling peduli dan bersahabat dengan siapa saja. Oleh karena itu,
ketika orang-orang Cina yang datang di Timor diterima dengan baik
sebagai sahabat.
Fakta sejarah menunjukkan bahwa pada abad ke 12 Atapupu
merupakan bekas Kota Lama dan sekaligus sebagai Kota pelabuhan
hingga pada masa Kolonial Belanda tahun 1911 yang saat ini menjadi
pelabuhan Atapupu. Pelabuhan Atapupu diberi nama oleh Dinasti Yuan
“Mei Luo” (“Belu” yang dalam bahasa Tetun berarti Sahabat) merupakan
pelabuhan tertua di Nusa Tenggara Timur sudah dikenal sejak 1225 oleh
Dinasti Yuan-Cina hal ini disebut dalam naskah lawas “Sejatinya, Posisi
Timor sebagai penghasil cendana terbaik telah disebut dalam sumber
terlawas berjudul Zhufan Zhi pada tahun 1225. Naskah itu ditulis oleh
Chau Ju Kua, seorang pengawas perdagangan Cina di Makau. Mereka
telah berjejak di Timor jauh sebelum kedatangan orang-orang Portugis.
(Majalah National Geographic, Edisi Februari 2015 Hal. 58). Hal ini
membuktikan bahwa orang Cina datang mendahului kedatangan bangsa
Eropa seperti Portugis (awal abad 15) dan kemudian disusul oleh Belanda
(awal abad 17) ke Timor dalam rangka mencari kayu cendana yang harum
untuk dipakai sebagai dupa harum-haruman untuk ibadah orang Budha
atau Konfusius serta untuk bahan baku kosmetik dan obat-obatan. Sejak
jaman itulah terjadi perkawinan antar orang Cina dengan Putra/Putri dari
Liurai/ Raja-raja di Timor dan kemudian hidup membaur dengan
masyarakat pribumi. Kawasan Pecinan Kampung Merdeka Atambua atau
sering disebut warga lokal dengan nama Pasar Lama merupakan pusat
perekonomian dan pusat Kota Atambua sejak jaman Swapraja Belu dan
jaman penjajahan Belanda.
6
Pada era tahun 1950-an kawasan ini masih sangat sedikit bangunan
dan terdiri dari bangunan permanen dan semi permanen satu lantai dengan
atap alang-alang/rumbia dan atap seng. Kemudian pada tahun 1960-an
baru mulai ada perubahan yang lebih baik dari yang dulunya bangunan
semi permanen menjadi bangunan permanen namun rata-rata masih
bangunan satu lantai. Setelah itu, pada tahun 1970-an masa ini merupakan
masa dimana mulai nampak bangunan Rumah-Toko dua lantai. Seiring
berkembangnya perekonomian dan perkembangan Kota Atambua yang
semakin maju maka terjadi beberapa ekspansi ruang jalan di kawasan
pecinan kampung Merdeka Atambua khususnya di Jalan Jendral Sudirman
yang menyebabkan ruang private menjadi ruang publik. Hal ini terjadi
pada selasar ruko yang merupakan ruang private milik ruko yang beralih
fungsi sebagai ruang publik bagi pejalan kaki.
Jalan Jendral Sudirman berada didalam kawasan Pecinan (China
Town) Kampung Merdeka di Pusat Kota Atambua yang merupakan
kawasan perdagangan dan jasa. Kawasan ini dekat dengan titik nol km
Kota Atambua yaitu Monumen Pancasila dan berbatasan langsung dengan
Kali Talau yang berada di sisi Timur serta berbatasan langsung dengan
bekas Pusat Pemerintahan Swapraja Belu. Seperti pada foto udara google
earth di bawah ini dapat dilihat lokasi Kawasan Pecinan Kampung
Merdeka yang berada di pusat Kota Atambua.
7
Gambar 1.1. Citra Satelit Lokasi Pecinan Kampung Merdeka di Pusat Kota Atambua.
Sumber : Olahan Peneliti dari Google Earth, 2015.
8
Jalan Jendral Sudirman merupakan salah satu jalan utama yang
ada di kawasan Pecinan Kampung Merdeka. Kawasan ini merupakan
cikal bakal terbentuknya Kota Atambua dan merupakan pusat
perekonomian Kota Atambua hingga kini. Jalan Jendral Sudirman
merupakan tempat yang bersejarah bagi Kota Atambua. Di dalam
kawasan masih dapat dilihat bangunan-bangunan lama yang masih asli.
Arsitektur bangunan di ruang Jalan Jendral Sudirman sangat unik
karena memiliki facade dan karakter bangunan yang berbeda dengan
Pecinan pada umumnya.
Jalan merupakan urat nadi dari subuah kota, jalan berfungsi
sebagai motor penggerak pertumbuhan sebuah kota. Jalan yang ideal
dan baik merupakan hal yang harus dimiliki oleh sebuah kota. Elemen
jalan adalah suatu aspek yang kuat dalam membentuk struktur
lingkungan perkotaan, tiga prinsip utama pengaturan teknik sirkulasi
jalan yaitu jalan harus menjadi elemen ruang terbuka yang memiliki
dampak visual yang positif, jalan harus dapat memberikan orientasi
kepada pengemudi dan membuat lingkungan menjadi jelas terbaca.
(Shirvani, 1985).
Permasalahan ruang jalan dalam perkotaan muncul di sebuah
kota besar maupun kota kecil. Permasalahan di ruang jalan tersebut
terdapat juga di Jendral Sudirman Atambua. Permasalahan tersebut
meliputi pedestrian, vegetasi, papan reklame, tempat parkir,
penerangan, dan fasilitas pendukung. Selain itu, terjadi ekspansi ruang
jalan yang menyebabkan ruang privat menjadi publik. Kualitas ruang
publik yang buruk menyebabkan penurunan kualitas keamanan dan
kenyamanan. Minimnya fasilitas publik, dan belum adanya arahan
detail design guidelines yang mengatur pola perkembangan dan
pertumbuhan fisik di kawasan Pecinan Kampung Merdeka Atambua
khususnya di Jalan Jendral Sudirman.
10
I.1.2. Ruang Urban di Kawasan Kampung Merdeka, Pusat Kota
Atambua
Di dalam tata ruang kota, daerah pecinan sering menjadi “Pusat
Perkembangan” karena daerah tersebut merupakan daerah perdagangan yang
ramai. Daerah yang punya kepadatan tinggi dengan penampilan bangunan
berbentuk Ruko (Shop House) sering menjadi ciri daerah Pecinan. (Reid, 1993
dalam Tandipanga, 2011:16). Tingkat kepadatan tersebut dapat dilihat seperti
dalam figure ground map dibawah ini.
Gambar 1.2. Figure Ground Map China Town Atambua, 2016. Gambar 1.3. Linkage Map Atambua Town, 2016.
Selain itu, dapat dilihat bagaimana penampilan bangunan di Jalan
Jendral Sudirman dalam kawasan Pecinan Kampung Merdeka seperti yang
dijelaskan diatas bahwa “Daerah yang punya kepadatan tinggi dengan
penampilan bangunan berbentuk Ruko (Shop House) sering menjadi ciri
daerah Pecinan”. (Reid, 1993 dalam Tandipanga, 2011:16). Hal itu dapat
terlihat seperti pada foto dibawah ini yang diambil secara acak di Kawasan
Pecinan Kampung Merdeka, pusat Kota Atambua.
12
Fokus dan lokus penelitian di Jalan Jendral Sudirman berada
dalam kawasan Pecinan Kampung Merdeka pusat Kota Atambua. Jalan
Jendral Sudirman merupakan jalan utama yang membagi atau membelah
kawasan Pecinan Kampung Merdeka dari timur ke barat menjadi dua
bagian yaitu utara dan selatan dan jalan Jendral Sudirman ini merupakan
jalur yang dilalui oleh transportasi umum (angkutan kota) serta kawasan
ini merupakan kawasan Kota Lama Atambua dan merupakan kawasan
perdagangan dan jasa. Kawasan Pecinan Kampung Merdeka ini berbatasan
langsung dengan beberapa bangunan heritage peniggalan Swapraja Belu
dan kolonial Belanda. Oleh karena itu, maka kondisi eksisting di kawasan
ini cukup padat, kepadatan di kawasan ini lebih dari 70%. Kawasan ini
sangat minim fasilitas pendukung ruang publik, seperti halnya lampu
jalan, signs, pedestrian yang tidak sesuai standar serta minimnya vegetasi
di kawasan ini sehingga tidak nyaman ketika berjalan di siang hari hingga
sore hari.
I.2. Rumusan Masalah
1. Adanya ekspansi ruang jalan yang menyebabkan ruang private menjadi
publik.
2. Kualitas ruang jalan yang buruk yang menyebabkan penurunan kualitas
keamanan dan kenyamanan.
3. Jalan Jendral Sudirman di kawasan Pecinan Kampung Merdeka Kota
Atambua masuk dalam kawasan cagar budaya yang harus dipertahankan dan
sekaligus sebagai kawasan perekonomian dan pusat Kota Atambua.
4. Belum adanya arahan detail design guidelines yang mengatur pola
perkembangan dan pertumbuhan fisik pada kawasan Pecinan Kampung
Merdeka khususnya Jalan Jendral Sudirman.
13
I.3. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimanakah karakteristik elemen-elemen ruang Jalan Jendral Sudirman
pada saat ini?
2. Faktor-faktor apa saja yang membentuk karakteristik elemen-elemen ruang
Jalan Jendral Sudirman pada saat ini?
3. Upaya apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas ruang jalan
berdasar pada karakteristik ruang Jalan Jendral Sudirman pada saat ini?
I.4. Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi elemen-elemen ruang jalan, sehingga dapat diketahui
karakteristik ruang Jalan Jendral Sudirman di Pusat Kota Atambua.
2. Mengidentifikasi elemen-elemen pembentuk ruang jalan, sehingga dapat
diketahui faktor pembentuk karakteristik ruang jalan pada saat ini.
3. Merumuskan design guidelines sebagai pertimbangan, arahan, dan
kebijakan kedepan bagi pemerintah setempat.
I.5. Sasaran Penelitian
Sasaran dari penelitian ini, antara lain:
1. Mengidentifikasi karakter spesifik elemen-elemen ruang jalan Jendral
Sudirman di kawasan Pecinan Kampung Merdeka Kota Atambua yaitu
elemen fisik (Tata guna lahan, bentuk dan masa bangunan, sirkulasi dan
parkir, ruang terbuka, activity support, simbol dan tanda, jalur pejalan
kaki, dan vegetasi).
2. Merumuskan faktor-faktor yang membentuk/mempengaruhi karakteristik
ruang Jalan Jendral Sudirman pada kawasan Pecinan Kampung Merdeka
di Pusat Kota Atambua.
3. Menyusun arahan penataan ruang jalan berdasarkan karakteristik ruang
jalan saat ini sehingga dapat meningkatkan kualitas ruang jalan Jendral
Sudirman di kawasan Pecinan Kampung Merdeka Kota Atambua.
14
I.6. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini nantinya berupa arahan arahan penataan pada
ruang jalan Jendral Sudirman berdasarkan karakteristik setempat atau
karakteristik yang ada pada saat ini berdasarkan hasil penelitian atau temuan
di lapangan sehingga dapat meningkatkan kualitas ruang jalan dan
menguatkan karakteristik kawasan, keunikan atau ciri khas sehingga identitas
kawasan tersebut mejadi daya tarik tersendiri bagi kota tersebut.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan
masukan bagi berbagai pihak diantaranya sebagai berikut:
a. Bagi ilmu pengetahuan/ Penulis
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi berupa teori
tentang pengaruh ruang jalan terhadap tingkat kualitas ruang jalan Jendral
Sudirman yang berada dalam kawasan Pecinan Kampung Merdeka di
pusat Kota Atambua.
b. Bagi Pemerintah Kota/ Pengambil Kebijakan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberi kontribusi ide dan masukan
kepada pemerintah Kota Atambua untuk memahami permasalahan
kawasan Kota Atambua khususnya Jalan Jendral Sudirman yang berada
dalam kawasan Pecinan Kampung Merdeka di pusat kota Atambua.
c. Bagi Masyarakat
Diharapkan penelitian ini menjadi sumber pengetahuan baru terkait dengan
penataan ruang jalan perkotaan Kota Atambua di kawasan Pecinan
Kampung Merdeka khususnya Jalan Jendral Sudirman.
15
I.7. Keaslian Penelitian
Berdasarkan uraikan di atas, penelitian ini berjudul : Karakteristik
Ruang Jalan Jendral Sudirman di Pusat Kota Atambua. Membahas tentang
karakteristik ruang jalan pada saat ini di kawasan Pecinan Kampung Merdeka,
Atambua. Menganalisis karakteristik ruang jalan Jendral Sudirman pada saat ini
yang berada dalam kawasan Pecinan Kampung Merdeka di pusat kota Atambua,
dan mencari tahu faktor-faktor apa saja yang membentuk karakteristik ruang jalan
Jendral Sudirman di Kawasan Pecinan Kampung Merdeka, guna mendapatkan
arahan design guidelines sebagai upaya yang dilakukan untuk meningkatkan
karakteristik ruang jalan Jendral Sudirman dalam kawasan Pecinan Kampung
Merdeka di pusat kota Atambua kedepannya.
Penelitian tentang karakteristik ruang jalan di kawasan Pecinan telah
banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti lain dengan topik berbagai fokus yang
bermacam-macam. Berikut ini adalah beberapa penelitian yang dipandang
memiliki kemiripan, perbandingan perbedaan dengan penelitian yang lainnya
dijelaskan seperti uraian dan tabel di bawah ini.
a. Perancangan Ruang Kota Kawasan Pecinan Glodok, Jakarta
(Megawardhana, 1998)
Membahas tentang perancangan ruang kota yang mengambil lokasi
di Kawasan Pecinan Glodok, Jakarta. Penelitian ini yaitu perancangan
ruang Kota menitik-beratkan pada elemen sistem keterkaitan ruang
kota (linkage system) sebagai suatu prioritas utama revitalisasi
kawasan Kota Lama Jakarta. Perbedaan penelitian ini yaitu
perancangan ruang kota kawasan Pecinan yang diteliti berada di
kawasan Kota Lama, Glodok, Jakarta yang menitik-beratkan pada
elemen sistem keterkaitan ruang kota (linkage system) sebagai suatu
prioritas utama revitalisasi kawasan Kota Lama Jakarta, sedangkan
pada kawasan Pecinan Kampung Merdeka berada di Pusat Kota
Atambua, Kabupaten Belu-NTT dan penelitian ini tujuannya yaitu
mengetahui karakteristik ruang jalan Jendral Sudirman pada saat ini di
16
Kawasan Pecinan Kampung Merdeka, Atambua dan mengidentifikasi
elemen-elemen pembentuk ruang jalan, guna mengetahui faktor
pembentuk karakteristik ruang jalan pada saat ini di kawasan Pecinan
Kampung Merdeka.
b. Penolakan Masyarakat Pecinan Semarang Terhadap Kebijakan
Dan Program Revitalisasi Kawasan Pecinan (Jamila Kasutsary,
2003)
Membahas tentang penolakan masyarakat Pecinan terhadap
kebijakan dan program revitalisasi kawasan Pecinan yang mengambil
lokasi di Kawasan Pecinan Semarang, Jawa Tengah. Perbedaan Penelitian
ini yaitu fokusnya pada konflik ruang, waktu, dan aktifitas antara kegiatan
baru dengan tradisi yang tumbuh di masyarakat Pecinan dan berada di
kawasan Pecinan Semarang, Jawa Tengah. Penelitian menggunakan
metode induktif kualitatif dan analisis diskriptif empirik dengan sampel
purposive, sedangkan pada penelitian di kawasan Pecinan Kampung
Merdeka yang berada di Pusat Kota Atambua, Kabupaten Belu-NTT
tujuannya yaitu mengetahui karakteristik ruang jalan pada saat ini di
kawasan Pecinan Kampung Merdeka, Atambua dan mengidentifikasi
elemen-elemen pembentuk ruang jalan, guna mengetahui faktor
pembentuk karakteristik ruang jalan pada saat ini di kawasan Pecinan
Kampung Merdeka dan menggunakan metode deskriptif kualitatif.
c. Informal Street Activities : A Case on Sustainable Urban Cultural
Identity of Pecinan Semarang, Indonesia (K. Nurul Handayani,
2005)
Membahas tentang kaitan antara pola kegiatan informal yang
terjadi pada ruas jalan yang berlokasi di kawasan Pecinan Semarang,
Jawa Tengah. Penelitian ini lebih diarahkan kepada kaitan antara pola
kegiatan informal yang terjadi pada ruas jalan dalam kawasan pecinan
17
Semarang dalam hubungannya dengan keberlanjutan identitas
kebudayaan di lokasi penelitian, sedangkan pada kawasan Pecinan
Kampung Merdeka berada di Pusat Kota Atambua, Kabupaten Belu-
NTT dan penelitian ini tujuannya yaitu mengetahui karakteristik ruang
jalan pada saat ini di Kawasan Pecinan Kampung Merdeka, Atambua
dan mengidentifikasi elemen-elemen pembentuk ruang jalan, guna
mengetahui faktor pembentuk karakteristik ruang jalan pada saat ini di
kawasan Pecinan Kampung Merdeka.
d. Karakteristik Ruang Sub Kawasan Kotagede (Poerwadi, 2002)
Membahas tentang Karakteristik Ruang Sub Kawasan Kotagede.
Penelitian ini yaitu analisa karakteristik wilayah sub kawasan
Kotagede dengan tujuan memperkuat ciri visual ruang jalan utama
kawasan Kotagede dan menggunakan metode rasionalistik untuk
mendapatkan gambaran secara kualitatif, sedangkan penelitian yang
saya lakukan di kawasan Pecinan Kampung Merdeka dengan judul
Karakteristik Ruang Jalan Jendral Sudirman di Pusat Kota Atambua,
Kasus Kawasan Pecinan Kampung Merdeka, Kabupaten Belu, NTT
memiliki tujuan yang berbeda yaitu mengetahui karakteristik ruang
Jalan pada saat ini di Kawasan Pecinan Kampung Merdeka, Atambua
dan mengidentifikasi elemen-elemen pembentuk ruang jalan, guna
mengetahui faktor pembentuk karakteristik ruang jalan pada saat ini di
kawasan Pecinan Kampung Merdeka dan menggunakan metode
deskriptif kualitatif.
e. Karakter Visual Kawasan Pecinan Makasar, Studi Kasus : Jalan
Sulawesi (Prayudi Kresna Batara Tandipanga, 2011)
Membahas tentang karakter visual kawasan Pecinan. Perbedaan
penelitian ini yaitu pada lokusnya yang berada di kawasan Pecinan
Makassar, studi kasus Jalan Sulawesi dan mengunakan metode
rasionalistik kualitatif dan tujuannya yaitu untuk mendapatkan karakter
18
visual kawasan Pecinan Makassar dan faktor-faktor pembentuknya.
Penelitian ini juga ditujukan sebagai dasar dan pertimbangan dalam
pembuatan guidelines kawasan untuk pembangunan kedepannya,
sedangkan pada penelitian di kawasan Pecinan Kampung Merdeka
yang berada di Pusat Kota Atambua, Kabupaten Belu-NTT tujuannya
yaitu mengetahui karakteristik ruang Jalan Jendral Sudirman pada saat
ini di Kawasan Pecinan Kampung Merdeka, Atambua dan
mengidentifikasi elemen-elemen pembentuk ruang jalan, guna
mengetahui faktor pembentuk karakteristik ruang jalan pada saat ini di
kawasan Pecinan Kampung Merdeka dan metode yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu deskriptif kualitatif.
f. Karakteristik Fisik Pelingkup Jalan. Studi Kasus : Koridor Jalan
Jogonegaran, Yogyakarta (Lodwik O. Dahoklory, 2015)
Membahas tentang karakteristik fisik pelingkup jalan. Perbedaan
penelitian ini yaitu pada lokusnya yang berada di Yogyakarta. Studi
kasus Jalan Jogonegaran dengan menggunakan metode rasionalistik
kualitatif dan tujuannya yaitu untuk mendapatkan karakteristik fisik
pelingkup jalan. Penelitian ini juga ditujukan sebagai dasar dan
pertimbangan dalam pembuatan guidelines kawasan untuk
pembangunan kedepannya, dengan temuan karakteristik fisik elemen-
elemen pelingkup ruang jalan dan kecendrungan dominasi elemen
pelingkup tertentu pada koridor Jl. Jogonegaran. Sedangkan pada
penelitian di kawasan Pecinan Kampung Merdeka yang berada di
Pusat Kota Atambua, Kabupaten Belu-NTT tujuannya yaitu
mengetahui karakteristik ruang Jalan Jendral Sudirman pada saat ini di
Kawasan Pecinan Kampung Merdeka, Atambua dan mengidentifikasi
elemen-elemen pembentuk ruang jalan, guna mengetahui faktor
pembentuk karakteristik ruang jalan pada saat ini di kawasan Pecinan
Kampung Merdeka dan metode yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu deskriptif kualitatif.
19
Tabel 1.1. Penelitian Yang Telah Dilakukan Sebelumnya
Sumber: Daftar Tesis Program Pascasarjana Megister Desain Kawasan Binaan,
UGM.
No. Nama/Tahun Judul Lokus Fokus Metode
1. Megawardhana,
Arsitektur Institut
Teknologi Bandung,
1998.
Perancangan
Ruang Kota
Kawasan Pecinan
Glodok Jakarta
Pecinan
Glodok Jakarta
Perancangan ruang
Kota yang menitik-
beratkan pada
elemen sistem
keterkaitan ruang
kota (linkage system)
sebagai suatu
prioritas utama
revitalisasi kawasan
Kota Lama Jakarta.
2.
Jamila Kasutsary,
Program Magister
Perencanaan Kota
Dan Daerah,
Universitas Gadjah
Mada, 2003
Penolakan
Masyarakat
Pecinan Semarang
Terhadap
Kebijakan Dan
Program
Revitalisasi
Kawasan Pecinan
Pecinan
Semarang,
Jawa Tengah
Konflik ruang,
waktu, dan aktifitas
antara kegiatan baru
dengan tradisi yang
tumbuh di
masyarakat pecinan.
Induktif
kualitatif
dan
analisis
diskriptif
empirik
dengan
sampel
purposive.
3.
K. Nurul
Handayani, Master
Student, Dept.
Architecture,
Faculty of
Engineering,
Universitas Gadjah
Mada, 2005.
Informal Street
Activities : A Case
on Sustainable
Urban Cultural
Identity of
Pecinan
Semarang,
Indonesia.
Pecinan
Semarang
Penelitian lebih
diarahkan kepada
kaitan antara pola
kegiatan informal
yang terjadi pada
ruas jalan dalam
kawasan pecinan
Semarang dalam
hubungannya dengan
keberlanjutan
identitas kebudayaan
di lokasi penelitian.
20
4.
Poerwadi, Program
Studi Teknik
Arsitektur dan
Perencanaan,
Konsentrasi Desain
Kawasan Binaan,
UniversitasGadjah
Mada, 2002.
Karakteristik
Ruang Sub
Kawasan
Kotagede
Kawasan
Kotagede,
Yogyakarta
Memperkuat ciri
visual ruang jalan
jalur utama kawasan
Kotagede
Rasionalis
tik
Kualitatif
5.
Prayudi Kresna
Batara Tandipanga,
Program Studi
Teknik Arsitektur
dan Perencanaan,
Konsentrasi Desain
Kawasan Binaan,
Universitas Gadjah
Mada, 2011.
Karakter Visual
Kawasan Pecinan
Makasar (Studi
kasus : Jalan
Sulawesi).
Jalan Sulawesi,
Pecinan
Makasar,
Sulawesi
Selatan
Mendapatkan
karakter visual
kawasan Pecinan
Makasar dan faktor-
faktor pembentuknya
Rasionalis
tik
Kualitatif
6.
Lodwik O.
Dahoklory, Program
Studi Teknik
Arsitektur dan
Perencanaan,
Konsentrasi Desain
Kawasan
Binaan,Universitas
Gadjah Mada, 2015.
Karakteristik
Fisik Pelingkup
Jalan. Studi Kasus
: Koridor Jl.
Jogonegaran,
Yogyakarta.
Jalan
Jogonegaran,
Yogyakarta
Karakteristik Fisik
Pelingkup Jalan
Rasionalis
tik
Kualitatif
21
7.
Feryrius Fahik,
Program Studi
Teknik Arsitekur
dan Perencanaan,
Konsentrasi Desain
Kawasan Binaan,
Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta,
2015
Karakteristik
Ruang Jalan
Jendral Sudirman
di Pusat Kota
Atambua
Pecinan
Kampung
Merdeka, di
Kota Atambua,
Kabupaten
Belu, NTT
Mengetahui
karakteristik ruang
perkotaan pada saat
ini di Kawasan
Pecinan Kampung
Merdeka-Atambua
dan mengidentifikasi
elemen-elemen
pembentuk ruang
perkotaan, sehingga
akan diketahui faktor
pembentuk
karakteristik ruang
urban pada saat ini di
kawasan Pecinan
Kampung Merdeka-
Atambua.
Deskriptif
Kualitatif