BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79099/potongan/S1-2015... · Echosounder...

20
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Echosounder merupakan alat pengukur kedalaman berbasis gelombang akustik. Dengan bantuan GPS sebagai penentu posisi echosounder memberikan data kedalaman suatu daerah dengan menghitung waktu saat gelombang ditembakkan sampai gelombang pantulan diterima kembali. Saat ini ada banyak tipe dari echosounder, namun yang biasa digunakan untuk mengetahui kedalaman adalah singlebeam echosounder dan multibeam echosounder. Singlebeam echosounder memberikan titik-titik kedalaman sesuai dengan stasiun perum yang ditentukan sedangkan multibeam echosounder memberikan area kedalaman berupa kolom-kolom memanjang. Menurut International Hydrographic Organization Spesial Publication 44 (2008) beberapa orde pekerjaan yang telah diatur memerlukan cakupan area 100%, biasanya untuk pekerjaan tersebut maka dipilihlah multibeam echosounder. Ada konsekuensi tersendiri ketika memilih alat multibeam dibandingkan dengan singlebeam. Konsekuensinya adalah pemrosesan data yang lebih kompleks. Meskipun saat ini sudah banyak perangkat lunak yang dapat melakukan pemrosesan data multibeam, kendala lainnya adalah mahalnya lisensi yang harus dibeli. Bila menggunakan perangkat lunak open source, belum bisa dipastikan bahwa perangkat lunak tersebut kinerjanya sama dengan perangkat lunak berlisensi. MB-system merupakan salah satu perangkat lunak open source yang di kembangkan oleh Lamont-Doherty Earth Observatory (LDEO) dan Monterey Bay Aquarium Research Institute (MBARI) untuk keperluan penelitian. MB-System sebagai perangkat lunak open source dapat menjadi alternatif pilihan untuk mengatasi kendala mahalnya lisensi. Untuk keperluan akademis perangkat lunak ini sangat dianjurkan karena tidak memerlukan biaya untuk pembelian lisensi. Hal ini dapat menguntungkan pula bagi pembuat proyek survei batimetri, dengan menggunakan

Transcript of BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79099/potongan/S1-2015... · Echosounder...

Page 1: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79099/potongan/S1-2015... · Echosounder merupakan alat pengukur kedalaman berbasis gelombang akustik. Dengan bantuan GPS sebagai

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Echosounder merupakan alat pengukur kedalaman berbasis gelombang

akustik. Dengan bantuan GPS sebagai penentu posisi echosounder memberikan data

kedalaman suatu daerah dengan menghitung waktu saat gelombang ditembakkan

sampai gelombang pantulan diterima kembali. Saat ini ada banyak tipe dari

echosounder, namun yang biasa digunakan untuk mengetahui kedalaman adalah

singlebeam echosounder dan multibeam echosounder.

Singlebeam echosounder memberikan titik-titik kedalaman sesuai dengan

stasiun perum yang ditentukan sedangkan multibeam echosounder memberikan area

kedalaman berupa kolom-kolom memanjang. Menurut International Hydrographic

Organization Spesial Publication 44 (2008) beberapa orde pekerjaan yang telah diatur

memerlukan cakupan area 100%, biasanya untuk pekerjaan tersebut maka dipilihlah

multibeam echosounder.

Ada konsekuensi tersendiri ketika memilih alat multibeam dibandingkan

dengan singlebeam. Konsekuensinya adalah pemrosesan data yang lebih kompleks.

Meskipun saat ini sudah banyak perangkat lunak yang dapat melakukan pemrosesan

data multibeam, kendala lainnya adalah mahalnya lisensi yang harus dibeli. Bila

menggunakan perangkat lunak open source, belum bisa dipastikan bahwa perangkat

lunak tersebut kinerjanya sama dengan perangkat lunak berlisensi.

MB-system merupakan salah satu perangkat lunak open source yang di

kembangkan oleh Lamont-Doherty Earth Observatory (LDEO) dan Monterey Bay

Aquarium Research Institute (MBARI) untuk keperluan penelitian. MB-System

sebagai perangkat lunak open source dapat menjadi alternatif pilihan untuk mengatasi

kendala mahalnya lisensi. Untuk keperluan akademis perangkat lunak ini sangat

dianjurkan karena tidak memerlukan biaya untuk pembelian lisensi. Hal ini dapat

menguntungkan pula bagi pembuat proyek survei batimetri, dengan menggunakan

Page 2: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79099/potongan/S1-2015... · Echosounder merupakan alat pengukur kedalaman berbasis gelombang akustik. Dengan bantuan GPS sebagai

2

perangkat lunak ini biaya proyek dalam hal pembelian lisensi perangkat lunak tidak

diperlukan. Sehingga akan meminimalkan biaya total proyek.

Pada setiap pekerjaan selalu ditentukan terlebih dahulu kerangka acuan kerja

agar data yang dihasilkan memenuhi standar dan kualitasnya tetap terjaga sesuai

dengan kebutuhan pengguna. Pada pekerjaan ini data yang digunakan berkisar pada

kedalaman 0 sampai 50 m, sesuai dengan penentuan orde pengukuran yang di atur oleh

IHO SP ‘44 area pengukuran masuk pada orde spesial. Untuk dapat mempertahankan

kualitas data yang dihasilkan, maka dilakukan pekerjaan kontrol kualitas yang

mengacu pada standar yang telah ditetapkan International Hydrographic Organization

(IHO) pada International Hydrographic Organization Spesial Publication 44 (IHO

SP ’44) pada orde spesial, sehingga data yang dihasilkan akan memenuhi standar dari

IHO SP ’44.

Hasil akhir yang disajikan pada pekerjaan aplikatif ini berupa visualisasi 3D

yang langsung di keluarkan oleh perangkat lunak ini. Visualisasi 3D dipilih karena

tidak semua pengguna peta topografi bawah laut dapat dengan mudah mencerna peta

kontur dengan titik-titik kedalaman. Jika peta topografi dasar laut ini disajikan dengan

visualisasi 3D maka pengguna akan langsung melihat tampakan asli dari topografi area

yang dipetakan, sehingga mereka dengan mudah memahami dan mudah untuk

melakukan perencanaan lanjutan sesuai dengan keinginan mereka. Jadi hasil akhir dari

pekerjaan ini berupa visualisasi 3D dan peta batimetri yang datanya telah teruji

kualitasnya sesuai dengan standar IHO SP’44.

I.2. Lingkup Kegiatan

Pada pekerjaan pengolahan data Multibeam dengan menggunakan perangkat

lunak MB-System ini, lingkup kegiatannya meliputi hal-hal sebagai berikut :

1. Pekerjaan ini dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak MB-System

untuk pengolahan data Multibeam echosounder.

2. Data yang dipakai merupakan data hasil pengukuran oleh BPPT di daerah

Penajam Paser Utara Kalimantan Timur.

Page 3: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79099/potongan/S1-2015... · Echosounder merupakan alat pengukur kedalaman berbasis gelombang akustik. Dengan bantuan GPS sebagai

3

3. Penyajian hasil dalam bentuk visualisasi 3D menggunakan perangkat lunak

Generic Mapping Tool (GMT) yang termasuk dalam paket Linux Poseidon,

pembuatan layout peta batimetri menggunakan QGIS.

4. Uji kualitas data mengacu pada standar IHO pada IHO Special Publication 44

tahun 2008 pada orde spesial, dengan sampel data sebanyak 40 pasang titik.

5. Hasil dari proyek ini adalah visualisasi 3D permukaan bawah laut dan peta

batimetri.

I.3. Tujuan

Kegiatan aplikatif ini bertujuan untuk menghasilkan data kedalaman dasar laut

hasil pengukuran multibeam echosounder sesuai dengan standar IHO Special

Publication 44 tahun 2008 pada orde spesial menggunakan perangkat lunak MB-

System.

I.4. Manfaat

Manfaat yang didapat dari pekerjaan aplikatif ini adalah :

1. Pemanfaatan perangkat lunak MB-System untuk penyelesaian masalah yang

sejenis terkait dengan pengolahan data hasil pengukuran multibeam

echosounder.

2. Sebagai referensi ilmu pengetahuan mengenai perangkat lunak yang dapat

digunakan untuk memproses data multibeam echosounder, sehingga dapat

dikembangkan lebih lanjut untuk keperluan pengembangan keilmuan

hidrografi.

I.5. Landasan Teori

I.5.1. Multibeam echosounder (MBES).

I.5.1.1. Pengertian multibeam echosounder. Multibeam echosounder adalah

sebuah instrumen hydrographic-acoustic yang digunakan untuk meningkatkan

cakupan area, konsekuensi dan produktifitas dalam pembuatan peta laut (nautical

chart). Hal ini dikarenakan banyaknya beam yang ditembakkan dalam satu kali

sapuan, dengan demikian akan terbentuk kolom-kolom yang saling bertampalan

sehingga menghasilkan cakupan area yang luas. Meskipun mempunyai prinsip yang

Page 4: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79099/potongan/S1-2015... · Echosounder merupakan alat pengukur kedalaman berbasis gelombang akustik. Dengan bantuan GPS sebagai

4

sama dengan singlebeam echosounder namun akurasi pengukurannya tidak lebih baik,

karena pada kenyataannya akurasi berkurang seiring dengan meningkatnya sudut

sapuan (de Jong dkk,2002).

Awal pengembangan dari sistem ini adalah pada tahun 1970. Sistem ini dapat

menghasilkan data dari wilayah yang luas secara akurat dan efektif, serta juga dapat

dipergunakan untuk aplikasi oseanografi yang lain seperti pemetaan geologi serta

investigasi ilmiah lainnya, survei ZEE dan survei untuk peletakan kabel bawah laut.

Pada tahun 1990 sistem multibeam echosounder untuk area laut dangkal mulai

dikembangkan secara pesat untuk keperluan survei laut dangkal seperti pembangunan

dermaga serta survei konstruksi saluran air yang memerlukan 100% cakupan area

dengan akurasi tinggi. Atas dasar keperluan teknik konstruksi perairan yang

berkembang, maka multibeam echosounder mulai dikembangkan secara pesat hingga

saat ini.

I.5.1.2. Prinsip kerja multibeam echosounder. Multibeam echosounder bekerja

dengan memanfaatkan gelombang akustik yang dapat merambat dengan baik di bawah

air. Secara sederhana multibeam echosounder memancarkan gelombang akustik dan

kemudian akan dipantulkan kembali ketika gelombang tersebut menyentuh material di

dasar laut. Gelombang yang kembali dipantulkan akan diterima kembali oleh sensor

dan akan dihitung beda waktu saat gelombang dipancarkan dan saat gelombang

kembali diterima. Parameter inilah yang nanti akan diproses menjadi informasi

mengenai kedalaman air.

Dalam perkembangannya multibeam echosounder memiliki dua macam sistem

pemancaran gelombang yaitu sistem sweep dan sistem swath. Sistem sweep bekerja

dengan memancarkan banyak gelombang single atau dengan kata lain merupakan

multi-single beam, sedangkan sistem swath bekerja dengan satu pancaran gelombang

yang memiliki lebar dan panjang yang membentuk sebuah kolom dan dapat juga

dipakai sebagai Side Scan Sonar (SSS) (de Jong dkk, 2002). Apabila sistem swath dan

sistem sweep dibandingkan, sistem swath akan menghasilkan area lebih besar pada

perairan dalam, namun pada perairan dangkal kedua sistem tersebut akan

Page 5: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79099/potongan/S1-2015... · Echosounder merupakan alat pengukur kedalaman berbasis gelombang akustik. Dengan bantuan GPS sebagai

5

menghasilkan cakupan area yang sama. Pada gambar I.1 akan di perlihatkan perbedaan

sistem swath dan sistem sweep.

Gambar I.1. Ukuran jejak MBES versus sudut swath ψ (Sumber : de Jong dkk, 2002)

Baik sistem swath maupun sistem sweep multibeam echosounder selalu

mempunyai alat yang bernama tranduser yang digunakan sebagai pemancar

gelombang akustik dan dilengkapi sensor untuk menangkap kembali sinyal pantulan

dari dasar laut. Tranduser ini merupakan gabungan dari beberapa projector yang

disusun sedimikian rupa membentuk seperti array (matriks). Projector ini berfungsi

sebagai saluran untuk memancarkan pulsa akustik menuju dasar laut dan pantulannya

akan diterima kembali oleh rangkaian hydrophones. Gelombang akustik yang diterima

kembali selanjutnya dianalisis oleh tranduser sehingga arah pantul gelombang yang

berbeda dapat dipisahkan. Untuk melakukan pendeteksian tersebut tranduser pada

MBES menggunakan 3 metode yaitu pendeteksian amplitudo, fase dan

interferometrik.

β

ψ

D

y

Posisi MBES

Permukaan laut

Dasar laut

jejak pada sudut swath

minimum (0o) jejak pada sudut swath

maksimum

Keterangan :

D : Kedalaman

y : Across-track position

ψ : Sudut Swath

β : Sudut Beam

Page 6: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79099/potongan/S1-2015... · Echosounder merupakan alat pengukur kedalaman berbasis gelombang akustik. Dengan bantuan GPS sebagai

6

Pada umumnya yang lebih banyak dipakai adalah metode interferometrik

dengan mendeteksi sudut pantul menggunakan fungsi dari waktu. Informasi waktu

menjadi penting dengan mengakumulasi sinyal akustik yang diterima dari 2 array

terpisah dan kemudian akan membentuk pola yang akan menunjukkan hubungan fase

pada setiap sinyal yang diterima. Apabila informasi ini kemudian dikombinasikan

dengan jarak maka akan didapatkan data kedalaman (Sasmita, 2008).

I.4.1.3. Kalibrasi multibeam echosounder. Pada setiap pengukuran pada

dasarnya harus dilakukan kalibrasi terlebih dahulu untuk meminimalisir kesalahan

sistematik karena alat. Setiap pengukuran mempunyai prosedur kalibrasi yang

berbeda-beda. Sebelum pengukuran kedalaman menggunakan multibeam

echosounder dilakukan perlu adanya kalibrasi pada alat multibeam echosounder.

Menurut presentasi dari L3 Coomunication Elac Nautik (2009) ada lima jenis kalibrasi

yang harus dilakukan sebelum pengkuran dimulai yaitu :

1. Kalibrasi nilai offset

Nilai offset sangat penting pada pengukuran menggunakan multibeam. Pada

saat pengukuran terkadang pemasangan alat tidak dalam posisi yang sama.

Setiap posisi alat didefinisikan menjadi posisi X, Y, dan Z, hal ini

menyesuaikan dengan bentuk kapal yang memiliki panjang lebar dan tinggi.

Pada gambar I.2 akan diilustrasikan pendefinisian dari sistem posisi pada

kapal.

Gambar I.2. Ilustrasi posisi pada kapal (Sumber : L3 Communication Elac Nautik,

2009)

Page 7: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79099/potongan/S1-2015... · Echosounder merupakan alat pengukur kedalaman berbasis gelombang akustik. Dengan bantuan GPS sebagai

7

Nilai X positif selalu di definisikan dari titik tengah kapal ke arah kiri,

sedangkan Y positif dari titik tengah ke arah depan kapal dan Z positif adalah

dari titik tengah ke arah bawah kapal. Nantinya nilai ini akan dimasukkan pada

perangkat lunak navigasi pada saat pengukuran pada bagian pendefinisian

vessel serta offset yang ada untuk alat yang digunakan.

Pada dasarnya nilai offset ini didefinisikan untuk mendapatkan nilai posisi

sebenarnya dari titik pemeruman, karena terkadang posisi GPS dan tranducer

tidak pada titik yang sama. Sehingga dari nilai offset yang ada maka akan

dihitung posisi sebenarnya pada tranducer bukan pada titik GPS dipasang.

2. Kalibrasi roll

Kalibrasi roll adalah kalibrasi yang digunakan untuk mengkoreksi kesalahan

kedalaman akibat perubahan gerakan kapal pada arah sumbu X. Kesalahan ini

juga bisa terjadi akibat pemasangan tranduser yang tidak sama rata antara

kedua sisi (L3 Communication Elac Nautik, 2009). Figur kesalahan ini dapat

dilihat pada gambar I.3. Arah yang seharusnya benar adalah sepanjang sumbu

X namun terdapat kesalahan sebesar α. Nilai α ini dapat dicari dengan

persamaan (I.1)sebagai berikut :

𝛼 = 𝐴𝑟𝑐𝑡𝑎𝑛 𝑥

𝑦 ...................................................................................... (I.1)

Gambar I.3. Figur kesalahan roll (Sumber : L3 Communication Elac Nautik,

2009)

Page 8: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79099/potongan/S1-2015... · Echosounder merupakan alat pengukur kedalaman berbasis gelombang akustik. Dengan bantuan GPS sebagai

8

3. Kalibrasi pitch

Kalibrasi pitch merupakan pekerjaan untuk meminimalisir kesalahan akibat

putaran kapal searah sumbu Y. Kesalahan ini akan mengakibatkan pergeseran

jalur akibatnya geometri dari jalur pengukuran menjadi tidak sesuai. Pada

gambar I.4 akan di ilustrasikan kesalahan pitch.

Gambar I.4. Ilustrasi kesalahan pitch (Sumber : L3 Communication Elac

Nautik, 2009)

Pada gambar I.4 jarak antara kesalahan figur pada kedua jalur disimbolkan

sebagai da. Penjelasan lebih lanjut mengenai dabisa dilihat pada gambar I.5.

Gambar I.5. Penjelasan mengenai da (Sumber : L3 Communication Elac

Nautik, 2009)

Pada gambar I.5. bulatan putih merupakan letak dari objek yang

sebenarnya,namun karena kesalahan pitch maka objek berubah posisi menjadi

bulatan merah. Untuk mendapatkan nilai koreksi nya yaitu pitch offset maka

bisa dicari dengan persamaan (I.2) sebagai berikut :

𝑑𝛼 = arctan(𝑑𝑎

2𝑧) .................................................................................. (I.2)

Keterangan :

Jalur 1

Jalur 2

Page 9: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79099/potongan/S1-2015... · Echosounder merupakan alat pengukur kedalaman berbasis gelombang akustik. Dengan bantuan GPS sebagai

9

dα : pitch offset

da : jarak antara dua objek yang mengalami kesalahan

z : kedalaman

4. Kalibrasi yaw (Gyro)

Kalibrasi yaw adalah kalibrasi yang dilakukan untuk mengurangi kesalahan

akibat perubahan dari heading kapal sepanjang survei berjalan. Kesalahan ini

biasanya dikarenakan angin kencang yang menghempas kapal. Ilustrasi

kesalahan akibat kesalahan yaw di gambarkan pada gambar I.6.

Gambar I.6. Ilustrasi kesalahan yaw (Sumber : L3 Communication Elac

Nautik, 2009)

5. Kalibrasi time delay

Kalibrasi ini dilakukan untuk mengurangi kesalahan akibat lamanya waktu

tunggu saat posisi dikirimkan oleh GPS dan pada saat yang hampir bersamaan

gelombang telah kembali ke tranduser, sehingga ada perbedaan posisi dan

penerimaan kedalaman. Hal ini akan menyebabkan posisi dari nilai kedalaman

menjadi tidak akurat. Berikut ini adalah ilustrasi dari kesalahan akibat time

delay :

Keterangan :

y : jarak antara objek yang

sebenarnya ke objek

yang salah

x : jarak antara jalur dengan

objek

r : jarang miring antara jalur

dengan objek yang

salah

α : sudut antara objek yang

sebenarnya dengan

objek yang salah

Page 10: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79099/potongan/S1-2015... · Echosounder merupakan alat pengukur kedalaman berbasis gelombang akustik. Dengan bantuan GPS sebagai

10

Gambar I.7. Ilustrasi kesalahan akibat time delay (Sumber : L3

Communication Elac Nautik, 2009)

Kesalahan ini mirip seperti kesalahan pitch yang menyebabkan posisi bergeser

tidak pada tempatnya. Untuk mendapatkan nilai kesalahan yang terjadi maka

bisa digunakan persamaan (I.3) sebagai berikut :

𝑑𝑡 = 𝑑𝑎

(𝑉ℎ−𝑉1) ........................................................................................ (I.3)

Keterangan :

da : jarak antara dua posisi yang mengalami kesalahan

dt : time delay

Vh : kecepatan maksimum

V1 : kecepatan minimum

I.5.2. Pasang Surut

Dalam pekerjaan survei batimetri, pasang surut merupakan suatu komponen

penting dalam penetuan hasil akhir dari pekerjaan tersebut. Dalam setiap pekerjaan

survei batimetri akan dibarengi pula dengan pengamatan pasang surut pada waktu

yang sama dengan pekerjaan, atau dapat pula surveyor meminta data pada stasiun

pengamatan terdekat dalam kurun waktu yang sama dengan pada saat pekerjaan survei

dilakukan. Namun terkadang, untuk mendapatkan nilai reduksi yang valid,

pengamatan pasang surut akan dilakukan dalam waktu 15 sampai 30 hari dimana pada

selang waktu tersebut mencakup hari dimana survei dilakukan.

Dari data pengamatan pasang surut ini, nilai yang didapatkan akan digunakan

sebagai koreksi pada hasil pekerjaan survei batimetri. Hal ini dilakukan karena waktu

pekerjaan survei batimetri tidak hanya dilakukan dalam waktu singkat. Waktu

pekerjaan survei ini dapat menempuh waktu sampai beberapa hari sehingga

Page 11: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79099/potongan/S1-2015... · Echosounder merupakan alat pengukur kedalaman berbasis gelombang akustik. Dengan bantuan GPS sebagai

11

permukaan laut berubah seiring dengan berjalannya waktu dikarenakan oleh pengaruh

pasang surut laut. Pasang surut laut sendiri merupakan gerakan periodik dari tubuh air

yang disebabkan oleh diferensial gaya gravitasi dari benda-benda langit (yang lebih

banyak berpengaruh matahari dan bulan) di berbagai belahan bumi yang berotasi.

Pasang surut biasanya diamati sebagai gerakan vertikal naik dan turun dari lautan yang

mempunya periode 12,4 jam atau 24,8 jam (de Jong dkk, 2002). Karena fenomena ini

merupakan fenomena periodik, pasang surut dapat di prediksi menggunakan teori

keseimbangan yang dikembangkan oleh Newton. Teori keseimbangan ini

mengesampingkan ukuran, kedalaman, friksi, masa tanah, inersia atau massa air dan

gaya koriolis. Teori keseimbangan ini mengasumsikan bahwa bumi dibungkus oleh air

dengan kedalaman dan densitas yang sama serta ketidak berhinggaan waktu

menyebabkan keseimbangan dengan tujuan untuk menyelaraskan antar gaya

hidrostatik dan gaya atraktif laut.

Menurut de Jong dkk (2002) di seluruh perairan dunia terdapat empat macam

jenis pasang surut yaitu :

1. Diurnal : memiliki satu puncak high water dan satu lembah low water.

2. Semi-Diurnal : memililiki 2 puncak high water dan 2 lembah low water.

3. Campuran, condong ke diurnal : mempunyai 2 puncak high water dan low

water yang tidak penuh dengan spasi tidak tetap antar satu bulan penuh, atau

hanya satu puncak high water dan low water dalam satu hari.

4. Campuran, condong ke semi-diurnal : memiliki 2 puncak high water dan low

water antara satu bulan penuh dengan tinggi dan interval waktu yang tidak

teratur

Dengan demikian di setiap perairan dengan kondisi yang berbeda memiliki

jenis pasang surut yang berbeda pula. Pengklasifikasian dari jenis pasang surut tersebut

biasanya tidak hanya disebabkan faktor lintang dan bujur, namun juga disebabkan oleh

pengaruh dari bentuk topografi dasar laut pada perairan tersebut.

Dalam keilmuan geodesi pasang surut merupakan salah satu aspek penting

dalam penetuan referensi dari koordinat vertikal atau ketinggian. Dalam hal ini pada

topografi daratan, referensi ketinggian orthometrik mengacu pada geoid yang

Page 12: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79099/potongan/S1-2015... · Echosounder merupakan alat pengukur kedalaman berbasis gelombang akustik. Dengan bantuan GPS sebagai

12

merupakan model bumi yang berhimpit dengan nilai mean sea level (msl). Mean sea

level merupakan duduk tengah antara kedudukan muka air tinggi dan muka air rendah

saat bulan purnama atau saat bulan perbani (Robinson, 1894). Selain mean sea level

terdapat pula referensi koordinat vertikal yang dipakai yaitu chart datum yang

merupakan nilai muka surutan terendah dari air laut. Nilai chart datum ini hanya

dipakai sebagai referensi dari peta batimetri ataupun peta laut.

Dalam survei batimetri terdapat fungsi lain dari pasang surut selain untuk

mengkoreksi nilai kedalaman akibat perubahan muka laut seiring dengan bergulirnya

waktu pengukuran. Pasang surut juga digunakan sebagai referensi untuk reduksi

kedalaman, sehingga kedalaman yang didapat tidak hanya merupakan kedalaman lokal

namun telah merujuk pada referensi tertentu. Referensi yang dipakai pada peta

batimetri atau peta laut biasanya adalah chart datum, namun terkadang nilai mean sea

level juga dapat digunakan sebagai referensi. Chart datum lebih banyak digunakan

karena alasan keselamatan pelayaran, karena kedalaman yang di rujuk pada peta

batimetri atau peta laut sudah pada keadaan muka surutan terendah sehingga kapal

dengan aman melintasi perairan ketika laut dalam keadaan surut sekalipun.

I.5.3. Sound Velocity Profile

Multibeam echosounder bekerja dengan menggunakan gelombang akustik

yang ditembakkan ke perairan. Di dalam air gelombang akustik merambat dengan

kecepatan normal sekitar 1500 m/s, namun dalam beberapa kondisi kecepatan ini dapat

berubah menjadi lebih lambat ataupun lebih cepat, karena alasan ini pada saat

pemrosesan data multibeam harus didefinisikan nilai yang benar dari sound velocity

profile pada saat pengukuran dilaksanakan.

Sound Velocity Profile (SVP) atau profil kecepatan suara merupakan gambaran

perambatan gelombang akustik di dalam air. Di setiap perairan tentu memiliki SVP

yang berbeda-beda tergantung dari salinitas, suhu serta tekanan yang ada pada perairan

tersebut. Seperti yang telah disebutkan di atas, kecepatan suara umumnya merambat

1500 m/s di dalam air, nilai kecepatan ini meningkat seiring peningkatan salinitas,

suhu dan tekanan. Kecepatan akan meningkat 3 m/s setiap kenaikan suhu, 1,2 m/s

setiap kenaikan 1 part per thousand (ppt), dan akan naik 0,5 m/s setiap perubahan 30

Page 13: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79099/potongan/S1-2015... · Echosounder merupakan alat pengukur kedalaman berbasis gelombang akustik. Dengan bantuan GPS sebagai

13

meter kedalaman (Schmidt dkk, 2003). Karena hal tersebut perambatan gelombang

akustik di dalam air tidak pernah konstan, seperti terlihat pada gambar I.8. yang

menampilkan contoh dari profil kecepatan suara secara vertikal.

Gambar I.8. Contoh profil kecepatan suara (Sumber : Ferreira, 2013)

Dapat dilihat pada gambar tersebut ada perubahan bentuk setiap kenaikan

kedalaman, dan agak sedikit melengkung di tengah biasanya diakibatkan oleh

perubahan suhu atau salinitas, untuk perubahan tekanan akan konstan seiring

bertambahnya kedalaman. Perbedaan salinitas bisa dikarenakan beberapa faktor misal,

penumpukan sedimen dari sungai, atau pengaruh pasut yang menyebabkan

penumpukan garam hal ini menyebabkan salinitas menjadi tinggi dan menaikkan

kecepatan gelombang suara di dalam air. Sedangkan temperatur sendiri dipengaruhi

oleh pemanasan oleh matahari, pendinginan saat malam hari atau pun pengaruh hujan

sehingga temperatur dapat berubah-ubah. Jadi banyak faktor yang menyebabkan

perbedaan SVP pada setiap perairan.

Pada suatu daerah survei yang memiliki variasi kolom kedalaman akan banyak

mempengaruhi kecepatan dari gelombang akustik yang ditembakkan. Perbedaan

kolom kedalaman akan menyebabkan perbedaan faktor yang mempengaruhi

kecepatan gelombang suara yang telah disebutkan sebelumnya. Perbedaan kolom

kedalaman akan menyebabkan perbedaan salinitas temperatur dan suhu, semakin

Page 14: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79099/potongan/S1-2015... · Echosounder merupakan alat pengukur kedalaman berbasis gelombang akustik. Dengan bantuan GPS sebagai

14

dalam maka nilai suhu semakin turun dan tekanan makin meningkat sedangkan

salinitas bergantung dari komponen yang dikandung pada perairan tersebut. Setiap

perambatan gelombang akustik disetiap kolom kedalaman akan mengalami perubahan

kecepatan yang sangat kompleks dikarenakan pengaruh dari ketiga faktor tersebut,

karena setiap penambahan kedalaman perubahan dari ketiga faktor tersebut tidaklah

konstan.

Arah dari perambatan gelombang akustik dalam air akan berubah seiring

dengan perubahan dari kecepatan gelombang akustik tersebut. Ketika gelombang

suara merambat dari area dengan kecepatan yang tinggi mengarah ke kecepatan yang

rendah maka arah dari gelombang akan membelok ke arah bawah dan begitu juga

sebaliknya (L3 Communication SeaBeam Instrument, 2000). Penjelasan tersebut dapat

dilihat pada gambar I.9.

Gambar I.9. Perubahan arah gelombang akustik karena pengaruh perbedaan kolom

kedalaman (Sumber : L3 Communication SeaBeam Instrument, 2000)

Dalam pemrosesan data multibeam, profil kecepatan suara sangatlah penting.

Jika ada kesalahan pada SVP akan menyebabkan jalur menjadi tidak horisontal atau

melengkung. Kesalahan ini dapat terjadi karena salah dalam menentukan nilai sound

Page 15: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79099/potongan/S1-2015... · Echosounder merupakan alat pengukur kedalaman berbasis gelombang akustik. Dengan bantuan GPS sebagai

15

velocity dalam sebuah perairan yang dapat menggangu penghitungan waktu tembakan

dan penerimaan beam, akibatnya kedalaman yang tercatat menjadi tidak valid.

Tranduser memiliki hydrophones yang akan menembakkan gelombang akustik ke

permukaan bawah laut dan akan memantul kembali sehingga gelombang tersebut akan

diterima kembali oleh tranduser. Dari perjalanan gelombang tersebut tranduser akan

menghitung lamanya waktu penjalaran gelombang dalam air, apabila terdapat

kesalahan dalam menentukan kecepatan suara maka kedalaman yang akan dihitung

menjadi salah pula, bila terlalu lambat maka nilai kedalaman bisa menjadi lebih dari

yang sebenarnya dan bila terlalu cepat maka nilai kedalaman bisa saja kurang dari yang

sebenarnya. Pada gambar I.10. akan ditampilkan bagaimana bentuk jalur jika ada

kesalahan SVP.

Gambar I.10. Kenampakan jalur saat adanya kesalahan SVP (Sumber : Brennan,

2009)

Pada gambar I.10. bentuk “smile” atau bentuk figur setengah lingkaran yang

menghadap ke atas menunjukkan bahwa nilai SVP terlalu besar, ini mengakibatkan

kedalaman yang dihasilkan menjadi lebih pendek dari yang seharusnya, efek ini bisa

dilihat pada ujung-ujung beam (yang dilingkari) menjadi lebih pendek dari yang

seharusnya, begitu pula sebaliknya pada bentuk “frown” atau bentuk figur setengah

lingkaran yang menghadap ke bawah.

Page 16: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79099/potongan/S1-2015... · Echosounder merupakan alat pengukur kedalaman berbasis gelombang akustik. Dengan bantuan GPS sebagai

16

I.5.4. Perangkat Lunak MB-System

Pada penjelasan mengenai multibeam telah disebutkan bahwa ada konsekuensi

tersendiri ketika memilih untuk memakai alat multibeam. Konsekuensinya adalah

pemrosesan data menjadi lebih rumit, namun beberapa perangkat lunak diciptakan

untuk membantu menyelesaikan masalah tersebut, salah satu dari perangkat lunak

tersebut adalah MB-System.

MB-System adalah sebuah paket perangkat lunak open sources yang digunakan

untuk mengolah dan menampilkan data citra batimetri, backscatter dari multibeam,

Interferometry dan Side Scan Sonar (Ferreira, 2013). Awalnya MB-System

dikembangkan di Lamont-Doherty Earth Observatory of Columbia University (L-

DEO), namun seiring berkembangnya teknologi kini L-DEO berkolaborasi dengan

Monterey Bay Aquarium Reasearch Institute (MBARI). Namun kini MB-System telah

didukung pula perkembangannya oleh SeaBeam Instrumen dan juga National Oceanic

and Atmospheric Administration (NOAA).

Perangkat lunak ini tidak hanya dapat mengolah data multibeam echosounder,

namun dapat pula mengolah data side scan sonar. Secara umum, pengolahan data yang

dilakukan oleh perangkat lunak ini adalah berupa filterisasi data atau pembersihan data

dari data-data outlier atau data spike. Namun beberapa fitur tersembunyi dapat

digunakan untuk melakukan pemrosesan data lebih dari hal tersebut.

I.5.5. Generic Mapping Tool

Dalam pekerjaan ini tidak hanya sebatas melakukan pemrosesan data

multibeam, namun juga untuk visualisasi data akhir hasil dari pemrosesan data.

Pekerjaan tersebut dilakukan sengan menggunakan perangkat lunak lain yang juga

telah ada di dalam satu paket sistem operasi Linux Poseidon yaitu Generic Mapping

Tool. Generic Mapping Tool merupakan sebuah perangkat lunak open source yang

dikembangkan oleh Universitas Hawaii (Wessel, dkk, 2014).

Perangkat lunak ini memiliki 80 tool yang dapat digunakan untuk membuat

peta, dengan didukung oleh 40 sistem koordinat (SOEST, 2006). Perangkat lunak ini

memanfaatkan script untuk membuat peta atau bisa dibilang pengguna “melukis

Page 17: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79099/potongan/S1-2015... · Echosounder merupakan alat pengukur kedalaman berbasis gelombang akustik. Dengan bantuan GPS sebagai

17

menggunakan angka”. Perangkat lunak ini dapat dijalankan di sistem operasi berbasis

Linux, Windows, dan Machintos. Script yang digunakan dalam perangkat lunak ini

adalah shell script, pengguna harus mengeksekusi script tersebut sebelum memulai

untuk membuat peta. Hasil akhir dari peta tersebut berbentuk post-script yang dapat

di ubah kedalam format image apapun.

Keunggulan dari perangkat lunak ini adalah gratis, pengguna tidak diharuskan

membeli lisensi untuk menjalankan perangkat lunak ini. Dengan demikian semua

kalangan dapat menggunakan perangkat lunak ini, namun pengguna harus sedikit lebih

bersabar untuk menggunakannya karena pengguna harus membuat tampilan peta dari

command yang ditulis satu persatu.

I.5.6. Standardisasi Survei Hidrografi

Dalam setiap survei atau pengukuran yang dilakukan selalu ada standar resmi

yang telah di tetapkan untuk menjaga seluruh kualitas data hasil survei tetap baik.

Ketetapan standar ini biasanya berskala nasional maupun internasional. Dalam

keilmuan hidrografi, ketetapan internasional mengenai survei hidrografi diatur oleh

International Hidrogaphic Organization (IHO). Di indonesia sendiri standar survei ini

diatur pada SNI yang isinya pun merujuk pada ketentuan dari IHO.

I.5.6.1. International Hydrographic Organization (IHO) Standards of

hydrographic survey. International Hydrographic Organisation (IHO) merupakan

badan internasional yang mengatur mengenai standar, publikasi serta menyiapkan

saran-saran dalam bidang-bisang survei hidrografi, organisasi ini mengatur pula

mengenai produksi dari peta laut (SNI, 2010). IHO sebagai organisasi internasional

resmi di bidang hidrografi mengeluarkan standardisasi atau pokok-pokok aturan bagi

survei hidrografi yaitu IHO Special Publication 44 (IHO SP’44) . Special publication

44 sendiri adalah sebuah petunjuk yang berisikan standar minimum untuk survei

hidrografi agar data survei hidrografi yang sesuai dengan standar ini cukup akurat

dengan ketidakpastian data spasial yang diukur cukup memadai untuk digunakan

secara aman oleh pelaut (komersial, militer atau rekreasi) sebagai pengguna utama

informasi ini (IHO SP’44, 2008).

Page 18: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79099/potongan/S1-2015... · Echosounder merupakan alat pengukur kedalaman berbasis gelombang akustik. Dengan bantuan GPS sebagai

18

Seiring dengan berjalannya waktu, teknologi dalam dunia hidrografi makin

berkembang pula sehingga terjadi banyak revisi atau perubahan susunan maupun isi

dari IHO SP’44. Dari awal penerbitannya pada tahun 1968, IHO SP’44 telah

menerbitkan 5 edisi sampai pada tahun 2008. IHO SP’44 yang di terbitkan pada tahun

2008 merupakan edisi paling baru yang telas disesuaikan dengan kondisi teknologi

saat ini, dan panduan mengenai standar minimal survei yang harus dilakukan pun

menjadi lebih baik.

I.5.6.2. Standar Nasional Indonesia (SNI). Indonesia sebagai salah satu negara

dengan mayoritas wilayahnya terdiri dari perairan memiliki acuan sendiri mengenai

pelaksanaan survei hidrografi sebagai penunjang keselamatan dalam pelayaran. Acuan

yang ditetapkan ini disusun dalam sebuah Standar Nasional Indonesia (SNI) yang

isinya tetap merujuk pada ketentuan dari IHO. SNI dikeluarkan oleh Badan

Standardisasi Nasional Indonesia, yang sebelumnya dirancang terlebih dahulu oleh

ahli survei hidrografi dan maritim Indonesia.

SNI yang mengatur mengenai survei hidrografi adalah SNI 7646-2010. Secara

umum SNI 7646-2010 hanya mengatur mengenai survei hidrografi dengan

menggunakan singlebeam echosounder, karena saat ini di Indonesia alat ini adalah

yang paling banyak digunakan (Pramanda, 2013). Ketetapan dalam SNI meliputi

ketentuan prosedur pelaksanaan, pengolahan data, penyimpanan data dan penyajian

data serta pelaporan hasil dari survei hidrografi.

I.5.7. Uji Kualitas Data Pemeruman

Pada data multibeam terdapat daerah yang saling bertampalan, seperti pada

lajur silang singlebeam, pada dasarnya nilai kedalaman pada daerah yang bertampalan

antara lajur kanan dan kiri adalah sama. Pada kenyataannya pengukuran tidak ada yang

sempurna pasti terdapat kesalahan di setiap pengukuran. Untuk menjaga kualitas data

tetap baik maka pada daerah yang bertampalan tersebut diuji kualitasnya dengan acuan

yang telah ditetapkan oleh IHO dan SNI. Meskipun ketetapan ini berlaku untuk

singlebeam, namun karena prinsipnya yang sama jadi acuan ini juga bisa dipakai untuk

menguji kualitan data pada pertampalan lajur pada data multibeam echosounder.

Page 19: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79099/potongan/S1-2015... · Echosounder merupakan alat pengukur kedalaman berbasis gelombang akustik. Dengan bantuan GPS sebagai

19

Acuan yang ditetapkan pada IHO dan SNI merupakan uji dengan tingkat

kepercayaan 95%, persamaan yang digunakan adalah persamaan (I.4) sebagai berikut:

±√𝑎2 + (𝑏 × 𝑑)2 ................................................................................................ (I.4)

Keterangan :

a : kesalahan independen

b : faktor kesalahan kedalaman yang dependen

d : kedalaman rata-rata

(bxd) : kesalahan kedalaman yang dependen (jumlah semua kesalahan

kedalaman yang dependen)

Konstanta a dan b yang akan digunakan dalam persamaan tersebut harus

disesuaikan dengan orde survei yang telah diatur oleh IHO, konstanta tersebut akan

diberikan pada tabel I.1.

Tabel I.1. Konstanta ketelitian kedalaman

Orde Spesial 1 1b 2

konstanta a = 0,25 a = 0,5 a = 0,5 a = 1,0

b = 0,0075 b = 0,013 b = 0,013 b = 0,023

(sumber: IHO SP’44, 2008)

Uji ini dilakukan dengan mengambil 40 pasang sampel acak pada area

pertampalan dua lajur. 40 pasang sampel acak ini diambil dari 2 titik beda lajur yang

berdekatan ataupun pada posisi yang sama. Dari 2 titik sampel beda lajur yang

berdekatan tersebut yaitu Hn dan Hn-1 diasumsikan memiliki kedalaman yang sama.

Kemudian dari asumsi tersebut dicari selisih atara Hn dan Hn-1 . dari selisih tersebut

dicari nilai rata-rata dan rata-rata absolut, kemudian nilai standar deviasinya. Pada

persamaan (I.5) disajikan persamaan untuk rata-rata dan persamaan (I.6) adalah

persamaan standar deviasi. Berikut ini adalah persamaan tersebut :

a. Rata-rata

Ĥ = 𝛴(𝐻𝑛− 𝐻𝑛−1)

𝑛 ........................................................................................ (I.5)

b. Standar deviasi

Page 20: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79099/potongan/S1-2015... · Echosounder merupakan alat pengukur kedalaman berbasis gelombang akustik. Dengan bantuan GPS sebagai

20

𝑆 = √𝛴(𝐻𝑖− Ĥ)2

𝑛−1 ........................................................................................... (I.6)

Keterangan :

S : Standar deviasi

Hn : Kedalaman lajur 2

Hn-1 : Kedalaman lajur 1

Ĥ : rata-rata

Hi : beda nilai kedalaman antara lajur 1 dan lajur 2

n : banyaknya sampel

Selanjutnya dihitung nilai kesalahan beda kedalaman dengan tingkat

kepercayaan 95% yang mengacu pada IHO SP’44 tahun 2008 yaitu sebesar 1,96 x S.

Kualitas di uji berdasarkan hasil dari nilai kesalahan beda kedalaman tersebut, jika

hasilnya masih dibawah dari toleransi pada persamaan (I.4) maka data tersebut masih

diterima dalam batas toleransi, dan juga sebaliknya.