BAB I PENDAHULUAN - UKSW · 2017. 3. 30. · Salah satu program pemerintah dalam rangka memeratakan...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN - UKSW · 2017. 3. 30. · Salah satu program pemerintah dalam rangka memeratakan...
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting
dan strategis dalam pembangunan nasional karena
merupakan salah satu penentu kemajuan bagi suatu
negara (Sagala, 2006). Pendidikan bahkan merupakan
sarana paling efektif untuk meningkatkan kualitas
hidup dan derajat kesejahteraan masyarakat, serta
yang dapat mengantarkan bangsa Indonesia mencapai
kemakmuran. Untuk itu, pemerintah tetap menjadikan
bidang pendidikan sebagai agenda penting dalam
pembangunan nasional sekaligus menjadi prioritas
utama dalam rencana kerja pemerintah.
Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 31 ayat (1) telah
mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak
untuk mendapatkan pendidikan untuk
mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Negara wajib
menyediakan layanan pendidikan bermutu sesuai
dengan minat dan bakat yang dimilikinya tanpa
memandang status sosial, ras, etnis, agama dan
gender. Upaya untuk melaksanakan amanat tersebut
Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional yang merupakan dasar hukum
2
penyelenggaraan sistem pendidikan di Indonesia.
Pembangunan bidang pendidikan bertujuan
menghasilkan manusia Indonesia seutuhnya yang
dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila. Departemen
Pendidikan Nasional (Depdiknas) selaku penanggung
jawab sistem pendidikan nasional berkewajiban untuk
mewujudkan cita-cita luhur tersebut. Sebagai langkah
awal, Departemen Pendidikan Nasional menyusun
Rencana Strategis (Renstra) Pembangunan Pendidikan
Nasional.
Renstra Departemen Pendidikan Nasional
mencakup visi, misi, tujuan, kebijakan pokok, program
jangka menengah, dan indikator kunci kinerja. Renstra
Depdiknas menetapkan tiga pilar kebijakan pendidikan
nasional, yaitu: (1) Perluasan dan pemerataan akses
pendidikan; (2) Peningkatan mutu, relevansi dan daya
saing pendidikan, dan (3) Penguatan tata kelola,
akuntabilitas dan citra publik pendidikan.
Dalam rangka mewujudkan cita-cita pendidikan
nasional, sampai saat ini Pemerintah masih
dihadapkan dengan berbagai permasalahan, baik
permasalahan yang bersifat internal maupun eksternal,
seperti tingkat kualitas pendidik yang belum memenuhi
standar mutu, sarana dan prasarana sekolah yang
masih kurang memadai serta terbatasnya anggaran
pendidikan yang disediakan oleh pemerintah, selain
faktor internal tantangan yang paling berat bagi bangsa
Indonesia pada era globalisasi pada abat ke-21 ini
adalah bagaimana menyiapkan Sumber Daya Manusia
3
yang cerdas, unggul dan berdaya saing. Hanya dengan
bermodalkan manusia yang cerdas, unggul dan berdaya
saing suatu bangsa akan mampu bermitra dan
berkompetisi pada tataran global.
Berkaitan dengan hal tersebut, saat ini pemerintah
telah mempercepat perencanaan Millenium Development
Goals (MDGS), yang semula dicanangkan tahun 2020
dipercepat menjadi 2015. Millenium Development Goals
(MDGS) adalah era pasar bebas atau era globalisasi,
sebagai era persaingan mutu kualitas, siapa yang
berkualitas dialah yang akan maju dan mampu
mempertahankan eksistensinya. Oleh karena itu,
pembangunan sumber daya manusia (SDM) berkualitas
merupakan suatu keharusan yang tidak dapat ditawar-
tawar lagi. Mengingat manfaatnya yang sangat luas dan
berdampak pada peningkatan mutu di segala bidang,
maka pendidikan menjadi salah satu perhatian utama
bagi pemerintah dan masyarakat sejak Indonesia
merdeka. Berbagai macam upaya telah dilakukan
untuk memastikan bahwa layanan pendidikan semakin
berkualitas dari waktu ke waktu dan pendidikan dapat
dinikmati oleh semua penduduk, terutama mereka
yang masih pada usia sekolah pendidikan dasar.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa
setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun wajib
mengikuti pendidikan dasar. Pasal 34 ayat 2
menyebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah
daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar
4
minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa
memungut biaya, sedangkan dalam ayat 3
menyebutkan bahwa wajib belajar merupakan
tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh
lembaga pendidikan pemerintah, pemerintah daerah,
dan masyarakat. Konsekuensi dari amanat undang-
undang tersebut adalah pemerintah dan pemerintah
daerah wajib memberikan layanan pendidikan bagi
seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan dasar
(SD dan SMP) serta satuan pendidikan lain yang
sederajat.
Kebijakan ini telah ditindaklanjuti dengan
kebijakan penjelas dalam bentuk Peraturan Pemerintah
tentang program Wajib Belajar dan juga Peraturan
Pemerintah tentang Pendanaan Pendidikan. Dalam
rangka percepatan pencapaian program wajib belajar
pemerintah telah menjabarkan kebijakan publik
tersebut dalam berbagai program, salah satu di
antaranya adalah program pemerataan dan perluasan
akses layanan pendidikan dasar. Program ini
dimaksudkan untuk mempermudah akses layanan
pendidikan dasar bagi seluruh warga negara
khususnya bagi warga negara yang mengalami
hambatan karena faktor geografis maupun karena
faktor ekonomi.
Salah satu program pemerintah dalam rangka
memeratakan dan meningkatkan mutu pendidikan
melalui pengalokasian dana yang memadai adalah
program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang
5
dimulai pada bulan Juli tahun 2005. Jumlah dana BOS
yang diberikan kepada sekolah meningkat dari tahun
ke tahun sejak pertama kali diluncurkan, kenaikan
paling tajam terjadi pada anggaran 2009.
Secara khusus program ini bertujuan untuk
menggratiskan seluruh siswa miskin pada tingkat
pendidikan dasar dari beban biaya operasional sekolah,
baik negeri maupun swasta, menggratiskan seluruh
siswa SD dan SMP negeri dari biaya operasional
sekolah.
Kebijakan sekolah gratis ini dilandasi oleh
beberapa pertimbangan, selain kenaikan unit cost dana
BOS yang diberikan kepada sekolah juga adanya
perbaikan tingkat kesejahteraan guru melalui program
sertifikasi, serta adanya kewajiban pemerintah daerah
(provinsi dan kabupaten/kota) untuk memenuhi
kekurangan biaya operasional apabila dana BOS belum
mencukupi sebagaimana tertuang dalam buku
panduan dana BOS.
Pelaksanaan program BOS dengan kebijakan
pendidikan gratis di satu sisi disambut baik oleh
masyarakat, terutama masyarakat miskin dan kurang
mampu yang bersemangat memberikan pendidikan
kepada anak-anaknya. Tetapi, di sisi lain banyak
sekolah yang mengaku program BOS telah membatasi
gerak langkah sekolah dalam mengembangkan program
pendidikan yang bermutu karena kurang adanya
partisipasi masyarakat dalam pembiayaan pendidikan
sementara dana BOS dirasa kurang memadai karena
6
pada dasarnya dana BOS hanya untuk menggratiskan
biaya operasional saja.
Dalam pelaksanaannya di lapangan, program BOS
tidak selalu berjalan dengan mulus sebagaimana yang
diharapkan. Beberapa persoalan muncul, misalnya
terkait dengan jumlah dana BOS yang diterima oleh
sekolah yang didasarkan pada unit cost tiap siswa
dikalikan dengan jumlah murid. Bagi sekolah yang
memiliki jumlah murid besar, biaya operasional bisa
tercukupi karena sekolah tersebut menerima dana
dalam jumlah yang cukup besar. Namun, bagi sekolah
yang jumlah muridnya kecil, dana yang diterimanya
akan kecil dan tidak cukup mengingat ada sejumlah
pos yang jumlahnya sama dan harus dikeluarkan tanpa
membedakan apakah sekolah memiliki jumlah siswa
besar atau kecil.
Masalah utama dana BOS umumnya terletak pada
lambatnya penyaluran dan pengelolaan di tingkat
sekolah yang tidak transparan. Selama ini,
keterlambatan transfer terjadi karena berbagai faktor,
seperti keterlambatan transfer oleh pemerintah pusat
dan lamanya keluar surat pengantar pencairan dana
oleh tim manajemen BOS daerah. Hal lain yang juga
menjadi masalah kritis dalam pelaksanaannya adalah
ketentuan pembagian kewenangan dalam pembiayaan
pendidikan antara pusat dan daerah, ketentuan
pembagian kewenangan tidak menyebutkan jumlah
nominal yang harus dipenuhi oleh pemerintah daerah
sehingga realisasi pembiayaan pendidikan tergantung
7
sepenuhnya pada komitmen pemerintah daerah.
Komitmen pemerintah daerah dalam hal ini juga
ditentukan oleh kemampuan fiskal daerah yang
berbeda-beda serta good will masing-masing.
Peran pemerintah daerah turut menentukan
keberhasilan program pembiayaan pendidikan melalui
dana BOS. Kewajiban pemerintah daerah adalah
menyediakan dana pendamping BOS dari pusat dengan
dana APBD sehingga kebutuhan sekolah dapat
dipenuhi sesuai dengan standar nasional. Dalam
praktiknya, ketentuan menyediakan dana pendamping
BOS dari pusat dengan dana APBD belum sepenuhnya
dijalankan daerah sebagaimana mestinya. Banyak
daerah yang belum mau atau belum mampu
mengalokasikan anggaran untuk menutupi kekurangan
dana BOS. Ini berarti sekolah dibiarkan beroperasi
dengan dana di bawah standar. Praktik
penyelenggaraan pendidikan semacam ini dalam jangka
panjang akan mempengaruhi mutu layanan
pendidikan.
Sebagai dampak dari permasalahan tersebut,
menjadikan pelaksanaan program dana BOS banyak
diwarnai dengan penyimpangan-penyimpangan yang
dilakukan oleh sekolah, sekolah harus mencari
berbagai sumber pinjaman untuk mengatasi
keterlambatan pencairan. Bahkan, ada yang meminjam
kepada pihak ketiga dengan bunga tinggi. Untuk
menutupi biaya itu, tidak jarang sekolah memanipulasi
surat pertanggungjawaban yang wajib disampaikan
8
setiap triwulan kepada tim manajemen BOS daerah.
Hal ini dipandang mudah karena kuitansi kosong dan
stempel toko mudah didapat. Kepala Sekolah memiliki
berbagai kuitansi kosong dan stempel dari beragam
toko. Kepala Sekolah dan bendahara sekolah dapat
menyesuaikan bukti pembayaran sesuai dengan
panduan dana BOS, seakan-akan tidak melanggar
prosedur.
Meskipun dari tahun ke tahun dilakukan
perbaikan untuk juklak dan juknis sosialisasi
diperbaiki, namun masih ada segelintir oknum Kepala
Sekolah ataupun pihak sekolah, walaupun sedikit
jumlahnya melakukan penyimpangan Bantuan
Operasional Sekolah (BOS). Penyimpangan itu, bisa
karena kesengajaan, atau karena ketidak-mengertian
tentang mekanisme penggunaan dana BOS tersebut.
Akibatnya, selain dana BOS terbuang percuma, mutu
pendidikan juga tidak meningkat, dan biaya pendidikan
serta tujuan pembelajaran tidak maksimal tercapai.
Berbagai instrumen pendukung telah diterbitkan
agar program BOS berjalan dengan baik. Instrumen-
instrumen tersebut antara lain berupa panduan
pelaksanaan BOS, pembentukan unit-unit pelaksana
BOS di pusat dan daerah, dan yang paling penting
walaupun penetapannya setelah program BOS berjalan
beberapa tahun adalah adanya payung hukum yang
dijadikan pedoman utama yaitu Peraturan Pemerintah
tentang Pembiayaan Pendidikan.
Pada tataran implementasi di lapangan, ada
9
beberapa hal yang belum diketahui dengan pasti
bagaimana program BOS berjalan, terlebih lagi masalah
keterlaksanaan aturan dalam mengimplementasikan
program. Kepatuhan terhadap aturan sangat penting
untuk implementasi yang efektif. Adanya program dana
BOS, menuntut kemampuan sekolah untuk dapat
merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi serta
mempertanggungjawabkan pengelolaan biaya-biaya
pendidikan secara transparan kepada masyarakat dan
pemerintah.
Pengelolaan BOS tidak terlepas dari peranan
kepala sekolah dalam pengertian cara kepala sekolah
mengatur alokasi pembiayaan untuk operasional
sekolah. Mulyasa (2004) menyatakan bahwa kepala
sekolah profesional dituntut memiliki kemampuan
memanajemen keuangan sekolah, baik melakukan
perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi dan
pertanggungjawabannya. Aspek mendasar dari
manajemen adalah perencanaan, dalam hal
pembiayaan yang disebut penganggaran.
Dana BOS yang diperoleh dari berbagai sumber
perlu digunakan untuk kepentingan sekolah,
khususnya kegiatan belajar-mengajar secara efektif dan
efisien. Sehubungan dengan itu, setiap perolehan dana,
pengeluarannya harus didasarkan pada kebutuhan-
kebutuhan yang telah disesuaikan dengan RAPBS.
Penggunaan dana BOS di sekolah harus
didasarkan pada kesepakatan dan keputusan bersama
antara Tim Manajemen BOS Sekolah, Dewan Guru dan
10
Komite Sekolah. Dana BOS yang diterima oleh sekolah,
dapat digunakan untuk membiayai komponen
kegiatan-kegiatan berikut: (1) pengembangan
perpustakaan, (2) kegiatan dalam rangka penerimaan
siswa baru, (3) kegiatan pembelajaran dan
ekstrakurikuler siswa, (4) kegiatan ulangan dan ujian,
(5) pembelian bahan-bahan habis pakai, (6) langganan
daya dan jasa, (7) perawatan madrasah, (8) pembayaran
honorarium bulanan Guru honorer dan tenaga
kependidikan honorer, (9) pengembangan profesi guru,
(10) membantu siswa miskin, (11) pembiayaan
pengelolaan BOS, (12) pembelian perangkat komputer,
(13) pembiayaan asrama dan pembelian peralatan
ibadah (khusus PPs), dan (14) biaya lainnya jika
komponen nomor 1-13 telah terpenuhi pendanaannya
dari BOS.
Dana BOS merupakan bantuan pemerintah pusat
kepada semua sekolah SD dan SMP, termasuk Sekolah
Menengah Terbuka (SMPT) dan Tempat Kegiatan
Belajar Mandiri (TKBM) yang diselenggarakan oleh
masyarakat, baik negeri maupun swasta di seluruh
provinsi di Indonesia. Program Kejar Paket A dan Paket
B tidak termasuk sasaran dari program BOS. BOS
bertujuan untuk memberikan bantuan kepada sekolah
dalam rangka membebaskan biaya pendidikan bagi
siswa miskin tidak mampu dan meringankan bagi
siswa yang lain, agar mereka memperoleh layanan
Pendidikan Dasar 9 Tahun yang bermutu. Dengan adanya program dana BOS, sekolah
11
dituntut kemampuannya untuk dapat merencanakan,
melaksanakan dan mengevaluasi serta memper-
tanggungjawabkan pengelolaan biaya-biaya pendidikan
tersebut secara transparan kepada masyarakat dan
pemerintah. Pengelolaan pembiayaan pendidikan akan
berpengaruh secara langsung terhadap kualitas
sekolah, terutama berkaitan dengan sarana prasarana
dan sumber belajar. Banyak sekolah yang tidak dapat
melakukan kegiatan belajar mengajar secara optimal,
hanya karena masalah keuangan, baik untuk menggaji
guru maupun untuk pengadaan sarana prasarana
pembelajaran (Mulyasa, 2004).
Mulyono (2010) berpendapat bahwa pembiayaan
pendidikan merupakan jumlah uang yang dihasilkan
dan dibelanjakan untuk berbagai keperluan
penyelenggaraan pendidikan yang mencakup gaji guru,
peningkatan professional guru, pengadaan sarana
ruang belajar, perbaikan ruang, pengadaan perlatan,
pengadaan alat-alat dan buku pelajaran, alat tulis
kantor, kegiatan ekstrakurikuler, kegiatan pengelolaan
pendidikan dan supervisi pendidikan.
Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar
dan Menengah menjelaskan bahwa BOS merupakan
program pemerintah untuk penyediaan pendanaan
biaya non personalia bagi satuan pendidikan dasar
sebagai pelaksana program wajib belajar. Jumlah dana
BOS yang diberikan ke sekolah dihitung berdasarkan
jumlah murid di masing-masing sekolah. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal
12
memiliki peranan yang sangat penting dalam
mengembangkan potensi peserta didik, sebagaimana
yang termuat dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003.
Hendaknya pemanfaatan dana BOS benar-benar
diarahkan untuk operasional sekolah yang menunjang
kelancaran proses belajar, karena apabila Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) tidak dikelola dengan baik
akan mengakibatkan tidak tercapainya pendidikan
wajib belajar 9 tahun sebagai sebagai salah satu
Renstra Departemen Pendidikan Nasional untuk
mencapai tujuan yang diharapkan, maka suatu
organisasi atau sekolah harus mempunyai peranan
yang tinggi dalam pemanfaatan dana BOS.
Kegiatan organisasi dalam mencapai visi dan
tujuannya ditentukan oleh faktor internal antara lain
sumber daya manusia, biaya operasional, sarana dan
prasarana, sistem dan prosedur serta teknologi,
sedangkan faktor eksternal antara lain koordinasi
dengan organisasi lain, dukungan masyarakat dan
faktor lingkungan lainnya. Kedua faktor ini saling
terkait dan mendukung. Organisasi yang efektif adalah
organisasi yang mempunyai orientasi dan proyeksi
dalam mengimplementasikan seluruh program kerja
yang telah ditetapkan (Siagian, 1997). Upaya
mengevaluasi suatu organisasi, dapat dilakukan
melalui konsep evaluasi. Evaluasi sebagai proses
menilai sesuatu berdasarkan standar obyektif yang
telah ditetapkan kemudian diambil keputusan atas
obyek yang dievaluasi.
13
Konsep evaluasi menekankan pada perbandingan
antara hasil yang dicapai dengan rencana yang telah
ditentukan. Sasaran evaluasi adalah mengetahui
keberhasilan suatu program. Sebagaimana Tuckman
(1985) mengartikan evaluasi sebagai suatu proses
untuk mengetahui/menguji apakah suatu kegiatan,
proses kegiatan, keluaran suatu program telah sesuai
dengan tujuan atau kriteria yang telah ditentukan.
Evaluasi program merupakan proses untuk mengetahui
apakah suatu program dimulai dari implementasi
sampai keluaran (output), dan dampak (impact) dari
program tersebut telah sesuai dengan tujuan program
bersangkutan.
Dalam pemanfaatan bantuan dana BOS,
kemampuan administratif atau manajer dalam
mengatur instrumental input (komponen didalam
pendidikan) agar proses dapat berjalan sesuai tujuan
dan membutuhkan pemanfaatan dana BOS yang efektif
dan efisien. Seperti halnya bagaimana menggunakan
sarana prasarana, kurikulum dan administrasi didalam
suatu lembaga pendidikan, disamping dukungan dan
perumusan yang jelas dari pemerintah, juga peranan
penting kepala sekolah sebagai pemegang wewenang
tertinggi di bantu oleh para pegawai dan guru harus
mampu melaksanakan tugas agar apa yang menjadi
tujuan BOS dapat tercapai karena dibutuhkan
komitmen dari pelaksanaan program ini.
Berdasarkan permasalahan diatas maka penulis
tertarik untuk melakukan kajian tentang pemanfaatan
14
dana BOS dan menuangkannya dalam penelitian yang
berjudul “Evaluasi Program Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) SMP Negeri 2 Sukorejo Kendal”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan
masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah identifikasi kegiatan perencanaan
program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di
SMP Negeri 2 Sukorejo Kabupaten Kendal?
2. Bagaimanakah kegiatan pelaksanaan program
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di SMP Negeri
2 Sukorejo Kabupaten Kendal?
3. Bagaimanakah ketercapaian akhir program
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di SMP Negeri
2 Sukorejo Kabupaten Kendal?
4. Rekomendasi apakah yang dapat diberikan
terhadap program Bantuan Operasional Sekolah
(BOS) di SMP Negeri 2 Sukorejo Kabupaten
Kendal?
C. Tujuan Penelitian
Ada beberapa tujuan yang hendak dicapai melalui
penulisan laporan penelitian ini. Tujuan yang
dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi kegiatan perencanaan program
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di SMP Negeri
2 Sukorejo Kabupaten Kendal.
2. Mendiskripsikan kegiatan pelaksanaan program
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di SMP Negeri
2 Sukorejo Kabupaten Kendal.
15
3. Mendiskripsikan kegiatan pengawasan program
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di SMP Negeri
2 Sukorejo Kabupaten Kendal.
4. Memberikan saran rekomendasi terhadap
pelaksanaan program Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) di SMP Negeri 2 Sukorejo
Kabupaten Kendal.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan pada rumusan masalah yang
dianalisis, maka hasil penelitian diharapkan dapat
memberikan manfaat berikut:
1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian diharapkan dapat menambah
bahan kajian tentang manajemen pendidikan,
khususnya tentang evaluasi program Bantuan
Operasional Sekolah (BOS).
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Sekolah
Bagi sekolah, laporan hasil penelitian ini dapat
dimanfaatkan sebagai bahan informasi tentang
pemanfaatan dana BOS di SMP Negeri 2 Sukorejo
Kendal.
b. Manfaat Bagi SMP Negeri 2 Sukorejo Kendal
Sebagai informasi untuk sekolah mengenai
pemanfaatan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
terhadap kegiatan pembelajaran di SMP Negeri 2
Sukorejo Kendal.
16